Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malnutrisi yaitu suatu kondisi dimana penderita mengalami penurunan berat
badan lebih dari 10% dari berat badan sebelumnya dalam 3 bulan terkhir. Kriteria lain
yang digunakan adalah apabila saat pengukuran berat badan kurang dari 90% berat badan
ideal berdasarkan tinggi badan (Rani, 2011). Malnutrisi jenis marasmus adalah suatu
bentuk malgizi protein dan energy karena kelaparan, dan semua unsur diet kurang
(Sodikin, 2011)
Di Indonesia masalah malnutrisi atau gizi buruk masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Menurut Riskesdas tahun 2013 tercatat
sekitar 4,6 juta diantara 23 juta anak di Indonesia mengalami gizi buruk dan kurang
(Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mencatat jumlah
balita yang mengalami gizi buruk pada tahun 2012 berjumlah 3.514, telah menurun
0,18% dibandingkan tahun 2009 yang berjumlah 5.249 (Dinkes Prov Jateng, 2012).
Masalah utama yang sering terjadi pada anak penderita marasmus adalah
penciutan otot dan hilangnya lemak subkutis, mereka mengalami penurunan berat badan,
perkembangan otak menjadi lambat, dan apabila berkepanjangan dapat menyebabkan
gagal tumbuh (Rudolph, 2014). Komplikasi yang mungkin terjadi pada marasmus yaitu
penurunan sistem imun, depresi, kekuatan otot menurun termasuk kekuatan otot-otot
pernapasan, serta penurunan fungsi jantung ( Rani, 2011 ).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari marasmus?
2. Bagaimana etiologi dari marasmus?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari marasmus?
4. Bagaimana patofisiologi dari marasmus?
5. Bagaimana klasifikasi dari marasmus?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari marasmus?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari marasmus?
8. Bagaimana komplikasi dari marasmus
9. Apa saja faktor faktor predisposisi terjadinya marasmus?
10. Bagaimana pencegahan dari marasmus?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada marasmus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari marasmus?
2. Untuk mengetahui etiologi dari marasmus?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari marasmus?
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari marasmus?
1

5. Untuk mengetahui klasifikasi dari marasmus?


6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari marasmus?
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari marasmus?
8. Untuk mengetahui komplikasi dari marasmus
9. Untuk mengetahui faktor faktor predisposisi terjadinya marasmus?
10. Untuk mengetahui pencegahan dari marasmus?
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada marasmus?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Marasmus adalah suatu kondisi dimana anak mengalami penurunan berat badan
sehingga mengalami penciutan atau pengurusan otot generalisata dan tidak adanya lemak
subkutis (Rudolph, 2014).
2

Marasmus adalah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat. Keadaan


merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada anak sendiri yang dibawa sejak
lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus (Nurarif, 2013).
B. Etiologi
Penyebab utama marasmus menurut Sodikin (2012), yaitu :
1. Faktor psikologis seperti adanya penolakan ibu dan penolakan yang berhubungan
dengan anoreksia.
2. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang tidak cukup.
3. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan antara orang tua dan anak yang
terganggu atau tidak harmonis.
4. Adanya kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.
C. Tanda dan Gejala
1. Pertumbuhan terganggu
2. Berat badan dan tinggi badan minus dibandingkan dengan anak sehat.
3. Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi
apatis.
4. Edema ringan maupun berat.
5. Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin karena gangguan
fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan.
6. Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam, kering, jarang.
7. Kulit kering (crazi pavement dermatosis)
8. Pembesaran hati
9. Anemia ringan
10. Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin tinggi
D. Patofisiologi
Pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan manghilangkan
lemak di bawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan prosesn fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan tubuh memerlukan energi, namun tidak didapat
sendiri dan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan
energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya
seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat
kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat
membentuk cukup albumin. (Ngastiyah, 2005 : 259).
E. Pathway

F. Klasifikasi
Klasifikasi yang sering dipakai :
A.

Berat badan terhadap umur


1.

Klasifikasi menurut Gomez


a)
b)
c)
d)

90% : normal
90 75% : malnutrisi ringan ( Grade 1 )
75 61% : malnutrisi sedang ( Grade 2)
</= 60% : malnutrisi berat ( Grade 3 )

2. Klasifikasi menurut Jelliffe


a)
b)
c)
d)

110 90% : normal


90 81% : malnutrisi ringan ( Grade 1 )
80 61% : malnutrisi sedang ( Grade 2 dan 3 )
</= 60% : malnutrisi berat ( Grade 4 )

3. Klasifikasi menurut WHO


a) Persentil ke 50 - 3 : normal
b) Persentil </= 3 : malnutrisi
4. Klasifikasi di Indonesia
Menggunakan modifikasi Gomez pada KMS, kemudian kenaikan berat badan
dicatat pada KMS. Bila terdapat kenaikan tiap bulan adalah normal, bila tidak
terdapat kenaikan : risiko tinggi terjadinya gangguan pertumbuhan.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter).
b. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatantrisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
c. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LILA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
H. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,transferin.
I. Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
a. Penatalaksanan Diet
Tujuan Diet :
Memberikan Makanan TKTP secara bertahap sesuai dengan keadaan
pasien untuk mencapai keadaan gizi optimal.
Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan
awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang
mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan
gizi.
Upaya pengobatan, meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.

Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.


Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septic
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin,

anemia berat dan payah jantung.( Menurut Arisman, 2004:105)


b. Pemberian Cairan/Makanan
Tahapan pemberian cairan/makanan :
1. Tahapan Stabilisasi (Initial)
5

a. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu
tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
b. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%.
c. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60
ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan
dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahapan Transisi (Penyesuaian)
Tujuan : memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dg
kemampuan digesti dan absorbsi penderita.
a. Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari)
b. Umur < 1 tahun / BB < 7 kg : Cair- semi solid spt mkn bayi, ASI
diteruskan bila masih ada dan diperlukan pada saat setelah makan atau
mau tidur.
c. Umur > 1 tahun / BB > 7 kg :Semi solid-solid berupa makanan anak 1 th
bentuk cair kemudian lunak dan makanan padat, cairan 150-200 ml/kg
BB/hari.
d. Kalori yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan protein 2 g/ kgBB/
hari
e. Susu formula / rendah laktosa Bila tak minum susu formula diberi
makanan yang yang tak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa (
preda = formula bubur- tempe).
3. Tahap Rehabilitasi
a. Intake kalori 100- 175 kalori/kgBB/hari. Bentuk jenis dan cara pemberian
disesuaikan dengan makin meningkatnya kemampuan digesti dan
absorbsi.
b. Jenis makanan diupayakan disesuaikan dengan apa yang mungkin dapat
diberikan di rumah.
4. Tahapan Pembinaan
Bimbingan pada orang tua untuk memberikan makanan sesuai dengan
kebutuhan dapat dimulai setiap tahap, dalam bentuk dan jenis makanan yang
dapat disediakan oleh mereka dirumah
Tujuan :
a. ibu dapat merawat anak KEP dan menghindari berulangnya KEP
b. Intake 100-120 kalori / kgBB/hari, protein 2-3 g/kgBB/hari
c. Anak dengan Gizi Buruk boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai
kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila nafsu makannya telah
kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
6

d. Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat


makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari.
J. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi menurut (Markum : 1999 : 168) defisiensi
Vitamin A, infestasi cacing, dermatis tuberkulosis, bronkopneumonia, noma, anemia,
gagal tumbuh serta keterlambatan perkembangan mental dan psikomotor.
a. Defisiensi Vitamin A
Umumnya terjadi karena masukan yang kurang atau absorbsi yang terganggu.
Malabsorbsi ini dijumpai pada anak yang menderita malnurtrisi, sering terjangkit
infeksi enteritis, salmonelosis, infeksi saluran nafas) atau pada penyakit hati. Karena
Vitamin A larut dalam lemak, masukan lemak yang kurang dapat menimbulkan
gangguan absorbsi.
b. Infestasi Cacing
Gizi kurang mempunyai kecenderungan untuk mudahnya terjadi infeksi khususnya
gastroenteritis. Pada anak dengan gizi buruk/kurang gizi investasi parasit seperti
cacing yang jumlahnya meningkat pada anak dengan gizi kurang.
c. Tuberkulosis
Ketika terinfeksi pertama kali oleh bakteri tuberkolosis, anak akan membentuk
tuberkolosis primer. Gambaran yang utama adalah pembesaran kelenjar limfe pada
pangkal paru (kelenjar hilus), yang terletak dekat bronkus utama dan pembuluh darah.
Jika

pembesaran

menghebat,

penekanan

pada

bronkus

mungkin

dapat

menyebabkanya tersumbat, sehingga tidak ada udara yang dapat memasuki bagian
paru, yang selanjutnya yang terinfeksi. Pada sebagian besar kasus, biasanya
menyembuh dan meninggalkan sedikit kekebalan terhadap penyakit ini. Pada anak
dengan keadaan umum dan gizi yang jelek, kelenjar dapat memecahkan ke dalam
bronkus, menyebarkan infeksi dan mengakibatkan penyakit paru yang luas.
d. Bronkopneumonia
Pada anak yang menderita kekurangan kalori-protein dengan kelemahan otot yang
menyeluruh atau menderita poliomeilisis dan kelemahan otot pernapasan. Anak
mungkin tidak dapat batuk dengan baik untuk menghilangkan sumbatan pus.

Kenyataan ini lebih sering menimbulkan pneumonia, yang mungkin mengenai


banyak bagian kecil tersebar di paru (bronkopneumonia).
e. Noma
Penyakit mulut ini merupakan salah satu komplikasi kekurangan kalori-protein berat
yang perlu segera ditangani, kerena sifatnya sangat destruktif dan akut. Kerusakan
dapat terjadi pada jaringan lunak maupun jaringan tulang sekitar rongga mulut.
Gejala yang khas adalah bau busuk yang sangat keras. Luka bermula dengan bintik
hitam berbau diselaput mulut. Pada tahap berikutnya bintik ini akan mendestruksi
jaringan lunak sekitarnya dan lebih mendalam. Sehingga dari luar akan terlihat
lubang kecil dan berbau busuk.
K. Faktor Predisposisi terjadinya marasmus
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya marasmus
1. Faktor diet.
Menurut konsep klasik, diet kurang energi walaupun zat-zat gizi esensialnya
seimbang akan menyebabkan anak menjadi penderita marasmus.
2. Peranan faktor sosial.
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah turun-temurun
dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP.
3. Peranan kepadatan penduduk.
Mc Laren (1982) memperkirakan bahwa marasmus terdapat dalam jumlah yang
banyak akibat suatu daerah terlalu padat penduduknya dengan higiene yang buruk.
4. Faktor infeksi.
Terdapat interaksi sinergistis antara infeksi dan malnutrisi. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan dan meningginya kehilangan
zat-zat gizi esensial tubuh.
marasmus,terutama

Infeksi yang berat dan lama menyebabkan

infeksi

enteral

misalnya

infantil

gastroenteritis,bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.


5. Faktor kemiskinan.
Dengan penghasilan yang rendah, ketidakmampuan membeli bahan makanan
ditambah timbulnya banyak penyakit infeksi karena kepadatan tempat tinggal dapat
mempercepat timbulnya KEP.

L. Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus menurut (Lubis, U.N.http:
//www.cermin dunia kedokteran. diperoleh tanggal 4 Juni 2008) dapat dilaksanakan
8

dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan


sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan
dan penyuluhan gizi, antara lain :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan
sumber energi yang paling baik untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada
umur 6 tahun ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan
lingkungan dan kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan
terlalu kerap.
6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang
7.

adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang.


Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah
yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan
tiap bulan.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, status, agama, alamat.
2. Riwayat Keperawatan
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare
dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
c. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam
waktu relatif lama).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit pasien dan lain-lain.
3. Pemeriksaan Fisik
a) TB: 103cm
b) BB: 15kg
c) L. Kepala: 24cm
d) L. Lengan: 15cm
e) Telinga: simetris kiri dan kanan.
f) Hidung: simetris kiri dan kanan.
g) Mulut: mukosa kering.
h) Leher: tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid.
i) Dada: iga terlihat jelas.
j) Paru: simetris kiri dan kanan.
k) Abdomen: turgor buruk
l) Genital: normal, tidak ada kelainan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan
tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.
C. RENCANA PERAWATAN
NO

No dx

Tujuan & kriteria hasil

1.

kep
I

Tujuan : Pasien

Intervensi

1. Dapatkan riwayat
10

Rasional
1.Untuk

mendapat nutrisi yang


adekuat
Kriteria hasil :

diet
2. Dorong orangtua atau
anggota keluarga lain

meningkatkan

untuk menyuapi anak

masukan oral

atau ada disaat makan


3. Sajikan makan

mengetahui
asupan kalori
2.untuk
meningkatkan
selera makan

sedikit tapi sering


4. Sajikan porsi kecil
makanan dan berikan
setiap porsi secara
terpisah

3.meningkatkan
asupan nutrisi
4.proses
penyembuhan
pada anak

3.

III

Tujuan : Tidak terjadi 1.


gangguan integritas
2.

Monitor kemerahan,
pucat,ekskoriasi
Dorong mandi

kulit
Kriteria hasil :
2xsehari dan gunakan
kulit tidak kering, tidak
lotion setelah mandi
bersisik, elastisitas
3. Massage kulit
normal

Kriteria hasil ususnya

1.mengetahui
keadaan umum
2.untuk
meningkatkan
personal hygiene

diatas penonjolan
tulang
4.

IV

3.mempelancar

Tujuan : Pasien tidak 1. Mencuci tangan

peredaran darah
1.meningkatkan

menunjukkan tanda-

kebersihan

tanda infeksi
Kriteria hasil : suhu

sebelum dan sesudah


melakukan tindakan
2. Pastikan semua alat

tubuh normal 36,6 C37,7 C,lekosit dalam


batas normal

yang kontak dengan


pasien bersih/steril
3. Instruksikan pekerja

personal
2.mencegah
terjadinya infeksi

perawatan kesehatan
dan keluarga dalam
prosedur control
infeksi
Be4. antibiotik sesuai
11

3.meningkatkan
pengetahuan pada
keluarga

program
4.sesuai dengan
program
5.

Tujuan : pengetahuan 1. Tentukan tingkat

1.agar keluarga

pasien dan keluarga

pengetahuan orangtua

pasien

bertambah
Kriteria hasil :

pasien

mengetahui
kesehatan lebih

Menyatakan kesadaran
dan perubahan pola

2. Mengkaji kebutuhan
hidup,mengidentifikasi
diet dan jawab
hubungan tanda dan
pertanyaan sesuai
gejala.
indikasi
3. Dorong konsumsi
makanan tinggi serat
dan masukan cairan

lanjut
2.program
kesehatan

3.proses
pemulihan
penyakit

adekuat
4.meningkatkan
4. .

Berikan

informasi tertulis

pengetahuan
orang tua

untuk orangtua pasien

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Mendapatkan riwayat diet
2. Mendorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat
makan
3. Meminta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi
menyenangkan
4. Mengunakan alat makan yang dikenalnya
5. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan
memuji anak untuk makan mereka
6. Menyajikan makansedikit tapi sering
7. Menyajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Masalah dikatakan teratasi apabila Pasien mendapat nutrisi yang adekuat dan mampu
meningkatkan masukan oral.
DAFTAR PUSTAKA

12

Rani, Aziz (2011). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta. Interna Publishing Pusat ma, dkk
(2013). Faktor Resiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Kampili
Kabupaten Gowa. (Online)
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5489/JURNAL
%20MKMI.pdf?sequence=1. Diakes tanggal 1 Oktober 2016
Sodikin, (2011), Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier, Jakarta, Salemba Medika
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
Dinkes Prov. Jateng. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012.
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/. Diakses pada tanggal 2 Oktober
2016
Rudolph,A., Hoffman,J, & Rudolph,C. 2014. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Ed. 20 Vol. 1.
Jakarta : EGC
Nurarif

H.

Amin

&

Kusuma

Hardi.

2013.

Aplikasi

Asuhan

Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis


Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit. Edisi 2, EGC, Jakarta

13

Anda mungkin juga menyukai