Anda di halaman 1dari 3

Konsekuensi Yang Ditimbulkan Stres di Tempat Kerja Pada Individu Pekerja dan

Organisasi.
Stres di tempat kerja dapat menimbulkan berbagai konsekuensi pada individu pekerja.
Secara fisiologis, pekerja dengan tingkat stres kerja yang tinggi dapat mengalami ganguan
fisik seperti: sulit tidur, perubahan pada metabolisme, hilang selera makan, perut mual,
tekanan darah dan detak jantung meningkat, gangguan pernapasan, sakit kepala, telapak
tangan yang berkeringat, dan gatal-gatal. Secara psikologis, timbul ketidakpuasan kerja yang
diikuti dengan adanya tekanan pada emosi seperti cemas, mudah tersinggung atau mudah
marah, bad mood, muram, bosan dan sikap kasar. Stres juga bisa berakibat pada perubahan
perilaku pekerja, seperti: menurunnya produktivitas, tingkat kehadiran dan komitmen
terhadap organisasi. Selain itu juga menghasilkan perilaku seperti merokok atau
mengkonsumsi minuman keras secara berlebihan, agresivitas dalam berbicara atau bertindak,
melakukan hal-hal yang mengganggu di tempat kerja, atau sering ditemukan tidur tempat
kerja. Stres yang dialami secara terus-menerus dan tidak terkendali, bisa menyebabkan
terjadinya burn-out yaitu kombinasi kelelahan secara fisik, psikis dan emosi (Reny Hidayati,
2008).
Bagi organisasi, stres di tempat kerja dapat berakibat pada rendahnya kepuasan kerja,
kurangnya komitmen terhadap organisasi, terhambatnya pembentukan emosi positif,
pengambilan keputusan yang buruk, rendahnya kinerja, dan tingginya turnover. Sebagaimana
telah dikemukakan di awal tulisan, stres di tempat kerja pada akhirnya bisa menyebabkan
terjadinya kerugian finansial pada organisasi yang tidak sedikit jumlahnya.
Faktor Pemicu Terjadinya Stres di Tempat Kerja.
Ada tiga kelompok utama pemicu stres (biasa disebut stressor) di tempat kerja.
Kelompok pertama adalah faktor pribadi, seperti: keluarga, ekonomi rumahtangga, dan
karakteristik kepribadian. Adanya persoalan pada kehidupan pernikahan, perceraian serta
anak-anak yang tidak disiplin dan sulit diatur; penghasilan yang kurang mencukupi
pemenuhan kebutuhan rumahtangga dan gaya hidup; serta kepribadian yang tertutup, mudah
tersinggung, perfeksionis, sangat berorientasi pada waktu dan hasil, merupakan beberapa
contoh faktor pribadi yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.
Kelompok kedua adalah faktor organisasi, seperti: pekerjaan, peran, dan dinamika
hubungan atau interaksi antar karyawan. Pekerjaan yang bersifat rutin, monoton,
membutuhkan kecepatan dalam pengerjaan, dengan ruang atau lokasi kerja yang bising dan
panas; tuntutan peran yang tidak jelas atau bertentangan dengan sistem nilai yang dianut;
serta hubungan kerja antar rekan yang tidak cocok, apalagi bila diwarnai dengan adanya
konflik mental maupun fisik, merupakan beberapa contoh faktor organisasi yang dapat
menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja. Selain itu juga budaya perusahaan yang
sangat menekankan individualisme dan persaingan, struktur organisasi dengan kontrol dan
komando yang ketat, kurangnya penguasaan terhadap teknologi yang digunakan, serta
perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat di dalam perusahaan.
Sedangkan kelompok ketiga adalah faktor lingkungan, seperti: ekonomi, politik, dan
teknologi. Ketidakpastian kondisi politik, krisis ekonomi negara yang berkepanjangan, serta
perkembangan teknologi yang mengancam kelangsungan kerja merupakan beberapa contoh
faktor lingkungan yang dapat menjadi pemicu terjadinya stres di tempat kerja.

Faktor-faktor lain penyebab stres dalam pekerjaan yaitu:


1.

Faktor- faktor intrinsik dalam pekerjaan


Meliputi tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik berupa bising, vibrasi (getaran),
higene. Sedangkan tuntutan tugas mencakup:
a) Kerja shift atau kerja malam
Kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Para
pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut
daripada para pekerja pagi, siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan
makan yang mungkin menyebabkan gangguan perut.
b) Beban kerja. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan
pembangkit stres.
c) Paparan terhadap risiko dan bahaya
Risiko dan bahaya dikaitkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber stres.
Makin besar kesadaran akan bahaya dalam pekerjaannya makin besar depresi dan

2.

kecemasan pada tenaga kerja.


Peran individu dalam organisasi
Setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan
aturan- aturan yang ada dan sesuai yang diharapkan atasannya. Namun tenaga kerja tidak
selalu berhasil memainkan perannya sehingga timbul :
a) Konflik peran
b) Ketaksaan peran : Ketaksaan peran dirasakan jika seseorang tenaga kerja tidak
memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak
mengerti atau tidak merealisasikan harapan- harapan yang berkaitan dengan

3.

peran tertentu.
Pengembangan karier
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup

4.

ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih dan promosi yang kurang.


Hubungan dalam pekerjaan
Harus hidup dengan orang lain merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh
stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai

5.

faktor utama dalam kesehatan individu dan organisaasi.


Struktur dan iklim organisasi
Kepuasan dan ketidakpastian kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim
organisasi. Faktor stres yang ditemui terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat

6.

terlibat atau barperan serta dalam organisasi.


Tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seorang yang
dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja didalam satu
organisasi dan dengan demikian memberikan tekanan pada individu. Isu tentang

keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan- keyakinan pribadi dan


organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan
semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya.

Anda mungkin juga menyukai