Anda di halaman 1dari 20

Pajak Penghasilan Pasal 25

Angsuran pajak Dibayar sendiri


Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) adalah Besarnya angsuran pajak
penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan untuk setiap bulan dari Masa
Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember.
Angsuran Pajak PPh Pasal 25 harus dibayarkan atau disetorkan setiap bulan
paling lambat tanggal 15 bulan berikut. Apabila tanggal 15 merupakan hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka pembayaran atau penyetoran
pajak tersebut dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Perlakuan Akuntansi Untuk PPh Pasal 25
Pada saat pencacatan
Dr. PPh Pasal 25
xxxx
Cr. Kewajiban Segera Dibayar Hutang Pajak

xxxx

Pada Saat Pembayaran


Dr. Kewajiban Segera Dibayar Hutang Pajak
Cr. Kas / Giro

xxxxx
xxxx

Perhitungan PPh Pasal 25


Rumus Perhitungan PPh pasal 25 Sebagai berikut :
(Pajak yang terhutang tahunlaluKredit pajak)
12 ataubanyaknya bulandalam satutahun pajak

Kredit pajak PPh 21 hanya untuk WPOP

Contoh soal/ kasus


PPh terutang berdasarkan SPT tahunan Tuan Raja (WP Orang Pribadi):
PPh tahun 2012

Rp 2.100.000.000

Dikurangi:
1. PPh Pasal 21

Rp. 200.000.000

2. PPh Pasal 22

100.000.000

3. PPh Pasal 23

150.000.000

4. (PPh Pasal 24

150.000.000
600.000.000

PPh yang dibayar sendiri

Rp 1.500.000.000

PPh pasal 25 = Rp 1.500.000.000 x 1/12 = Rp 125.000.000


Pada saat pencacatan
Dr. PPh Pasal 25
125.000.000
Cr. Kewajiban Segera Dibayar Hutang Pajak

125.000.000

Pada Saat Pembayaran


Dr. Kewajiban Segera Dibayar Hutang Pajak
Cr. Kas / Giro

125.000.000
125.000.000

WP berhak atas kompensasi kerugian


Apabila WP memiliki kompensasi kerugian fiskal yang timbul pada tahun pajak
sebelumnya, maka kerugian fiskal tersebut dapat dikompensasikan dengan
penghasilan neto pada tahun pajak berikutnya sampai dengan 5 tahun.Maka
perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 sebagai berikut
{ ( Penghasilan Neto tahunlalu berdasarkan SPT kompensasi kerugian ) X
tarif pajak Pasal 17 UUPPh}kredit pajak

12

Contoh Soal/ Kasus


Contoh:
PT Makmur bergerak di bidang manufaktur yang berlokasi di Jakarta. Penghasilan
Neto tahun 2012 Rp 300.000.000 dan memiliki kompensasi kerugian sebesar Rp
100.000.000. Pada tahun ini PT Bahagia memiliki kredit pajak berupa PPh pasal
21 sebesar Rp 15.000.00

Penghasilan Neto PT Makmur tahun 2012


Kompensasi kerugian
Penghasilan Neto setelah kompensasi

Rp 300.000.000
(100.000.000)
Rp.200.000.000

PPh Badan = 25% x Rp 200.000.000 = Rp 50.000.000


Dikurangi :
PPh Pasal 21

( Rp 15.000.000)

PPh terutang

Rp 35.000.000

PPh pasal 25 tahun 2013 = 1/12 x Rp 35.000.000 = Rp 2.916.666,67


WP memperoleh penghasilan tidak teratur
Dikatakan WP memperoleh penghasilan teratur apabila:

Diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap


tahun pajak
Kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal,
kecuali penghasilan yang telah dikenakan PPh yang bersifat final

Dikatakan WP memperoleh penghasilan tidak teratur seperti :

Laba- rugi penjualan aset, penggantian asuransi, dan penghasilan lain


yang bersifat insidentil

Penghasilan Kena Pajak PT ABC adalah Rp 500.000.000, terdiri dari penghasilan


neto dari kegiatan usaha ditambah dengan laba penjualan aktiva Rp 10.000.000
dan rugi selisih kurs Rp 15.000.000.
PKP (Rp 500 juta Rp 10 juta + Rp 15 juta)

Rp 495.000.000

PPh terutang (25% x Rp 495.000.000)

123.750.000

Kredit PPh
PPh yang dibayar sendiri

(110.000.000)
Rp 13.750.000

PPh pasal 25 = 1/12 x Rp 13.750.000 = Rp 1.145.833


PT ABC harus membuat perhitungan PPh pasal 25 tersebut pada lembaran lain
dan harus dilampirkan saat melaporkan SPT Tahunan PPh th 2012 ke kantor
pajak.

PPh Pasal 25 apabila SPT Tahunan PPh Tahun lalu Terlambat disampaikan

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah
dibayarkan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah
dibayarkan, maka atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya.

Contoh Soal
1. SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2012 disampaikan tgl 25 Mei 2013,
dgn data:
PKP Rp 500.000.000
PPh Terutang 25% x Rp 500.000.000 = Rp 125.000.000
PPh pasal 22, 23, 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000
2. PPh pasal 25 untuk Desember 2012 sebesar Rp 5.000.000

Besar PPh pasal 25 bulan Jan April masing-masing sama


besarnya dengan PPh pasal 25 bulan Desember 2012, yaitu Rp
5.000.000

Besar PPh pasal 25 untuk Maret Desember 2013 dihitung


kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2012

PKP

Rp 500.000.000

PPh Terutang

Rp 125.000.000

Kredit Pajak

(42.500.000)
Rp 82.500.000

PPh pasal 25 = 1/12 x Rp 82.500.000 = Rp 6.875.000

Kekurangan sebesar Rp 1.875.000 untuk bulan Maret & April 2013


harus disetor kembali ditambah terutang bunga sebesar:
Maret 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 April 2013
sampai dengan tanggal penyetoran
April 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2013
sampai dengan tanggal penyetoran

PPh Pasal 25 apabila WP diberikan perpanjangan jangka waktu


penyampaian SPT Tahunan PPh

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih besar dari yang telah
dibayarkan, maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak jatuh tempo
penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 atas penghitungan lebih kecil dari yang telah
dibayarkan, maka atas kelebihan setoran Pajak Penghasilan Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya.

Contoh soal
1. Permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
Badan tahun pajak 2012 disampaikan tgl 10 Januari 2013, dengan
menyampaikan perhitungan sementara sbb:
Penghasilan Neto Rp 400.000.000
PPh Terutang 25% x Rp 400.000.000 = Rp 100.000.000
PPh pasal 22, 23, 24 tahun pajak 2012 Rp 42.500.000
PPh pasal 25 = (Rp 100.000.000 Rp 42.500.000) x 1/12 = Rp 4.791.600

2. WP telah mengikuti aturan UU PPh tentang perpanjangan waktu


penyampaian SPT Tahunan PPh
3. PPh pasal 25 Masa Desember 2012 sebesar Rp 4.000.000
4. SPT Tahunan PPh tahun pajak 2012 disampaikan tgl 5 Juni 2013, dengan
data sbb:
Penghasilan Neto/PKP Rp 500.000.000
PPh Terutang 25% x Rp 500.000.000 = Rp 125.000.000
PPh pasal 22, 23, 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000

Besarnya PPh pasal 25 untuk Jan Feb 2013 masing-masing sama


besarnya dengan PPh pasal 25 bulan Des 2012 yaitu Rp 4.000.000

Besarnya PPh pasal 25 untuk Mar Mei 2013 masing-masing sama


besarnya dengan PPh pasal 25 menurut perhitungan sementara yaitu Rp
4.791.600

Besarnya PPh pasal 25 untuk masa Mar Des 2013 dihitung kembali
berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2012 sbb:

PKP

Rp 500.000.000

PPh Terutang

Rp 125.000.000

Kredit Pajak

(42.500.000)
Rp 82.500.000

PPh pasal 25 = 1/12 x Rp 82.500.000 = Rp 6.875.000

Kekurangan sebesar Rp 2.083.400 (Rp 6.875.000 Rp 4.791.600) untuk


bulan Maret Mei 2013 harus disetor kembali ditambah terutang bunga
sebesar:
Maret 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Maret 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
April 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
Mei 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran

PPh Pasal 25- WP membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh


Wajib Pajak membetulkan SPT PPh Tahun pajak lalu, maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan dan akan
berlaku surut mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan tersebut. SPT
Tahunan yang dibetulkan, terdapat dua konsekuensi terhadap PPh Pasal 25-nya,
yaitu:

Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih besar dari PPh Pasal 25
sebelum dilakukan pembetulan. Atas kekurangan setoran PPh Pasal 25
terutang sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per-bulan sejak
jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal penyetoran.

Bila nilai PPh Pasal 25 ternyata menjadi lebih kecil dari PPh Pasal 25
sebelum dilakukan pembetulan. Atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah
penyampaian SPT PPh Pembetulan.

Contoh:
1. SPT Tahunan PPh tahun pajak 2012 disampaikan tgl 25 Mar 2013, dengan
data sbb:
PKP Rp 500.000.000
PPh Terutang 25% x Rp 500.000.000 = Rp 125.000.000
PPh pasal 22, 23, 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000
2. PPh pasal 25 untuk masa Desember 2012 sebesar Rp 5.000.000
3. WP melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2012 pada tgl
16 Agustus 2013, dengan data baru sbb:
Penghasilan Neto Rp 600.000.000
PPh Terutang 25% x Rp 600.000.000 = Rp 150.000.000
PPh pasal 22, 23, 24 yang dapat dikreditkan Rp 42.500.000

Besarnya PPh pasal 25 bulan Jan & Feb 2013 masing-masing sama
besarnya dengan PPh pasal 25 bulan Desember 2012, yaitu Rp 5.000.000

Besarnya PPh pasal 25 bulan Maret Juli 2013 dihitung berdasarkan SPT
Tahunan PPh 2012 sebelu pembetulan sbb:

PKP

Rp 500.000.000

PPh Terutang

Rp 125.000.000

Kredit Pajak

(42.500.000)

Rp 82.500.000
PPh pasal 25 = 1/12 x Rp 82.500.000 = Rp 6.875.000

Adanya pembetulan SPT Tahunan PPh 2012 tgl 16 Agustus 2013, maka
besar PPh pasal 25 harus dihitung kembali untuk masa Maret Des 2013,
yaitu

PKP

Rp 600.000.000

PPh Terutang

Rp 150.000.000

Kredit Pajak

(42.500.000)
Rp 107.500.000

PPh pasal 25 = 1/12 x Rp 107.500.000 = Rp 8.958.300

Kekurangan sebesar Rp 2.083.300 (Rp 8.958.300 Rp 6.875.000) untuk


bulan Maret Juli 2013 harus disetor kembali ditambah terutang bunga
sebesar:
Maret 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Maret 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
April 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
Mei 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
Juni 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Juli 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran
Juli 2013 : 2% per bulan dihitung sejak 16 Agustus 2013 sampai
dengan tanggal penyetoran

Terjadi perubahan usaha atau kegiatan WP

Jika dalam tahun pajak berjalan terjadi penurunan omzet, maka WP Badan
dapat mengajukan permohonan pengurangan PPh Pasal 25 dengan
ketentuan:
WP dapat mengajukan permohonan tersebut, saat telah 3 (tiga)
bulan atau lebih berjalannya satu tahun pajak;
WP dapat memperlihatkan bahwa PPh yang terutang pada tahun
pajak tersebut kurang dari 75% dari dasar penghitungan PPh Pasal
25;

WP dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala


Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Terdaftar.
WP harus menyertakan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang (berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima
atau diperoleh, serta besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan
yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.
Bila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat
permohonan tersebut, Kepala KPP tidak memberikan keputusan,
maka permohonan WP tersebut dianggap diterima.
Bila permohonan tersebut dikabulkan maka WP dapat melakukan
pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya.

Jika dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha, dan


diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% (serta lima puluh persen) dari dasar penghitungan PPh Pasal 25.
Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak
tersebut, harus dihitung kembali oleh WP atau Kepala Kantor Pelayanan
Pajak di mana WP terdaftar.

PPh Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu


Gunadi (2013) menyatakan bahwa Berdasarkan PMK Nomor 208/PMK.03/2009
yang mengubah PMK Nomor 255/PMK.03/2008 yang kemudian diatur lebih
lanjut dengan PER-32/PJ/2010 yang mencabut Kep-171/PJ/2002 atas perhitungan
PPh pasal 25 untuk WPOP pengusaha tertentu diberikan pengaturan sebagai
berikut :

Wajib Pajak Orang Pribadu Pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang
mempunyai 1(satu) atau lebih tempat usaha
Wajib pajak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP bagi setiap
tempat usaha/gerai (outlet) di KPP yang wilayah usahanya meliputi tempat
usaha/gerai (Outlet) tersebut (KPP Lokasi) dan di KPP yan wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (KPP domisili). Hal ini juga
berlaku bila tempat usaha dan tempat tinggal Wajib Pajak berada dalam
wilayah yang sama
Besar angsurna PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu adalah 0,75% dari peredaran bruti setiap bulan
dari masing-masing tempat usaha tersebut. Pembayarab PPh Pasal 25
tersebut merupakan kredit pajak atas PPh yang terutang untuk tahun yang
bersangkutgan

Apabila Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan lain yang


PPh-mya bersifat final maka angsuran PPh Pasal 25 atas penghasilan lain
tersebut untuk bulan-bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan, sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir dari
tshun pajak yang lalu
Untuk bulan-bulan setelah batas waktu penyampaian SPT Tahunan,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar perbandingan antara
penghasilan neto dengan total penghasilan neto dikalikan besar angsuran
yang terutang berdasarkan SPT Tahunan tahun sebelumnya
Wajib Pajak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 ke KPP tempat
usahanya terdaftar
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang pribadi wajib disampaikan hanya di
KPP tempat domisili Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan daftar
jumlah penghasilan (perdagnagan maupin penghasilan lain) dan
pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha

PPh Pasal 25 Wajib Pajak baru


WP baru perhitungan PPh Pasal 25 dilakukan berdasarkan PMK No
255/PMK.03/2008. WP baru meliputi orang pribadi dan badan yang baru pertama
kali memperoleh penghasilan dari usaha tau pekerjaan bebas dalam tahun pajak
berjalan. Maka perhitungan PPh Pasal 25 mereka sebagai berikut :

PPh Pasal 25 dihitung dengan menerapkan tarif umum Pasal 17 UUPPh


atas PKP sebulan dusetahunkan, dibagi 12
Penghasilan neto dihitung berdasrkan pembukuan (WP wajib melakukan
pembukuan) atau berdasarkan Norma Perhitungan (WP tidak wajib
pembukuan / melaksanakannya tetapi tidak diketahui penghasilan netonya)
Untuk WPOP, penghasilan netonya dikurangi PTKP terlebih dahulu
WP badan yang mempunyai kewajiban menyampaikan laporan berkala,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung taif
umum atas proyeksi laba rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang
disetahunkan , dibagi 12

PT Dadali terdaftar sebagai WP pada KPP Jakarta Tambora sejak tgl 1 Februari
2013. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari
2013 sebesar Rp 340.000.000,- dan penghasilan netto dapat dihitung berdasarkan
pembukuan sebesar Rp 68.000.000,PPh psl 25 bulan Februari sbb:
Penghasilan Neto bln Feb

Rp

68.000.000,-

Penghasilan neto disetahunkan

Rp 816.000.000,-

( 68.000.000 x 12 )
Pajak penghasilan terutang

Rp 204.000.000,-

( 25% x 816.000.000 )
Besarnya angsuran PPh psl 25 bulanan

Rp 17.000.000,-

( 1/12 x 204.000.000 )

Gavin sebagai WP OP baru terdaftar dan memiliki NPWP sejak 1 Maret 2014.
Dalam penyelenggaraan usahanya menggunakan pembukuan. Data yang diperoleh
dari pembukuan dengan penghasilan bruto bulan Maret 2013 sebesar Rp
100.000.000,- dan beban yang diperkenakan sesuai UU Perpajakan Rp
77.000.000,-. Gavin belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan.
PPh pasal 25 bulan Maret sbb:
Penghasilan bruto bln Maret

Rp 100.000.000,-

Beban sesuai UU Perpajakan

Rp 77.000.000,-

Penghasilan Neto bln Maret

Rp 23.000.000,-

Penghasilan disetahunkan

Rp 276.000.000,-

PTKP

Rp

Penghasilan Kena Pajak

Rp 251.700.000

24.300.000,-

PPh Terutang
5% x Rp 50.000.000,-

Rp

15% x Rp 200.000.000,-

Rp 30.000.000,-

25% x Rp 1.700.000,-

Rp

425.000,-

Total PPh terutang setahun

Rp

32.925.000,-

Rp

2.743.750,-

Besarnya angsuran perbulan

2.500.000,-

( 1/12 x 32.925.000 )

Tn. A terdaftar sebagai WPOP pada KPP sejak tgl 1 Mei 2014 dengan status
kawin. Peredaran bruto menurut catatan harian bulanan Mei 2014 sebesar Rp

18.340.000,- Persentase norma perhitungan sesuai dengan usaha WP yang


diasumsikan 30%
PPh psl 25 bulan Mei sbb:
Penghasilan bruto bln Mei

Rp 18.340.000,-

Penghasilan Neto bln Mei

Rp

5.502000,-

Penghasilan disetahunkan

Rp

66.024.000,-

PTKP

Rp

26.325.000,-

Rp

39.699.000,-

( 30% x 18.340.000 )

( 24.300.000 + 2.025.000 )
Penghasilan Kena Pajak
Pajak Penghasilan Terutang
5% x 39.699.000

Angsuran PPh Pasal 25

Rp 1.984.950,-

Rp

165.412,5

( 1/12 x 1.984.950 )

PPh Pasal 25 WP Bank dan SGU dengan hak opsi


Berdasarkan PMK Nomor 208/PMK.03/2009 yang mengubah PMK Nomor
255/PMK.03/2008 maka besarnya angsuran PPh Oasak 25 untuk WP bank dan
sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung berdasrkan
penerapan tarif umum atas laba fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir
yang disetahunkan dikurangii PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar
negri untuk tahun oajak yang lalu, dibagi 12.

PT Bank Amarta berdiri dan terdaftar sebagai WP pd KPP Jakarta Kebayoran


Baru sejak tgl 1 April 2014. Dalam perkiraan lap keu triwulan April s.d Juni
menunjukan penghasilan Neto sebesar Rp 80.000.000,-.
Penghasilan neto triwulan

Rp 320.000.000,-

( 4 x 80.000.000 )
PPh terutang
( 25% x 320.000.000 )

Rp 80.000.000,-

PPh psl 25 untuk bln April s.d Juni

Rp

6.666.600,-

( 1/12 x 80.000.000 )

Laporan Keuangan triwulan Bank Aman selama bulan Januari Maret 2009
menunujukkan laba sebesar Rp. 300.000.000,00. PPh pasal 24 yang dibayar tahun
lalu sebesar Rp. 50.000.000,00. Dengan asumsi omzet 1 tahun kuang dari Rp.
4.800.000.000,00.
Besanya PPh Pasal 25 setiap bulan untuk periode April - Juni 2009:
Perkiraan penghasilan neto = 4 x Rp.
300.000.000,00

= Rp. 1.200.000.00,00

PPh terutang = 28% x 50 % x Rp.


1.200.000.000,00

= Rp. 168.000.000,00

PPh Pasal 24

= Rp.

Dasar penghitungan PPh Pasal 25

= Rp. 118.000.000,00

50.000.000,00

PPh Pasal 25 masing-masing untuk bulan


April, Mei dan Juni
= 1/12 x Rp. 118.000.000,00

= Rp.

9.833.000,00

Apabila WP Bank atau sewa guna usaha dengan hak opsi adalah WP baru, maka
besarnya PPh Pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah Pajak Penghasilan
yang terutang berdasarkan perkiraan penghitungan laba-rugi triwulan pertama
yang disetahunkan, dibagi 12.
Contoh : Bank Abadi berdiri dan terdaftar sebagai WP sejak 1 Januari 2009.
Dalam perkiraan laporan keuangan triwulan selama Januari Maret 2009
menunjukkan bahwa Bank tersebutakan memperoleh penghasilan sebesar Rp.
200.000.000,00. Dengan asumsi omzet 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00.
Perkiraan penghasilan neto = 4 x Rp.
200.000.000,00

= Rp. 800.000.000,00

PPh terutang = 28% x 50% x Rp.


800.000.000,00

= Rp. 112.000.000,00

PPh Pasal 25 masing-masing untuk Januari,


Februari,dan Maret 2009 = 1/12 x Rp.

= Rp.

9.333.000,00

112.000.000,00

PPh Pasal 25 BUMN/BUMD selain WP Bank dan SGU dengan hak opsi
Berdasarkan PMK Nomor 208/PMK.03/2009 yang mengubah PMK Nomor
255/PMK.03/2008 sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 25 bagi BUMN /BUMD.
Karena BUMN/BUMD bekerja berdasarkan dan perolehan penghasilannya
terdapat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) baik yang telah
maupun belum disahkan, maka perhitungan PPh Pasal 25 sebagai berikut :

RKAP telah disahkan


Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan PPh terhutang berdasarkan
RKAP yang telah disahkan dikurangi dengan PPh Pasal 22,23, dan Pasal
24 tahun lalu dibagi 12. Jika terdapat kerugian fisakl yang masih dapat
dikompensasi, kerugian tersebut diperhitungkan dalan perhitungan PPh
terutang berdasarkan RKAP.
RKAP belum disahkan
Angsuran bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan PPh Pasal
25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya,

PPh Pasal 25 Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya yang
Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Berdasarkan PMK Nomor 208/PMK.03/2009 yang mengubah PMK Nomor
255/PMK.03/2008 maka dasar perhitungan PPh Pasal 25 WP Masuk Bursa dan
WP lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar PPh yang dihitung dengan tarif
umum atas laba fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang
disetahunkan dikurangi potongan potongan/pungutan PPh Pasak 22,23, dan 24
yang dibayar/terutang di luar negri, dibagi 12.

PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL ATAS PPh


PASAL 25
LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL :
1. Laporan Keuangan Komersial, ialah laporan yang disusun
dengan prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak.
Agar hasil usaha dapat diketahui, setiap kurun waktu tertentu
perusahaan perlu menyusun laporan keuangan.
Laporan Keuangan adalah tahap aklhir dalam akuntansi yang
harus memenuhi syarat yaitu relevan, dapat diuji, dapat
dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap penyampaiannya tepat
waktu, akurat dan obyektif.
2.Masa Akuntansi, ialah jangka waktu tertentu yang digunakan
sebagai dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu
perusahaan. Jadi Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca dan
Perhitungan Rugi Laba, disusun setiap kurun waktu tertentu,
misalnya tiap kuartal, semester atau tahunan. Masa akuntansi
umumnya ditetapkan berdasarkan tahun kalender atau tahun
takwim.
Dalam perpajakan dikenal juga masa akuntansi yang disebut
dengan istilah tahun pajak, yaitu jangka waktu yang diperlukan
sebagai dasar untuk menghitung besarnya pajak yang terutang.
3.Konsep taat asas atau konsistensi dalam akuntansi sangat
diperlukan. Perubahan prosedur pencatatan atau perhitungan
dalam akuntansi akan mempengaruhi isi Laporan Keuangan
Konsep taat asas dalam akuntansi adalah fleksibel, yaitu
perubahan prosedur atau metode akuntansi diperkenankan,
asalkan pengaruhnya dikemukakan dalam laporan. Hal ini brbeda
dengan konsep taat asas yang dipakai dalam perpajakan, adalah
konsep taat asas yang tidak fleksibel.

4.Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan


dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan, maka
laporan ini dinamakan Laporan Keuangan Fiskal. Dalam
perpajakan ditentukan bahwa Wajib Pajak Dalam Negeri
diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan ( SPT )
yang dilampiri dengan Laporan Keuangan. Di dalam undang
undang tidak terdapat keterangan yang jelas tentang jenis
laporan yang harus disampaikan, apakah Laporan Keuangan
Fiskal atau Komersial dan apakah laporan yang telah diaudit atau
belum diaudit. Untuk menghindari keragu- raguan berikut ini
dikutip Pasal 4 Undang Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Undang Undang No. 16 Tahun 2009
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan :
Pasal 4
(1)
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya.
(2)
Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus
ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
(3)
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat
Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan
pada Surat Pemberitahuan.
(4)
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri
dengan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung
besarnya Penghasilan Kena Pajak.
(4a) Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
adalah laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak.

(4b) Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (4a) diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan
pada Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak
lengkap dan tidak jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap
tidak disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7)
huruf b.
(5)
Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat
Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Kutipan tersebut dapat ditafsirkan bahwa Laporan
Keuangan yang dimaksud adalah laporan yang sesuai dengan
ketentuan perpajakan dan Laporan Keuangan yang disampaikan
dapat menunjukkan keterangan yang cukup untuk penghitungan
penghasilan kena pajak. Namun demikian belum ada ketentuan
fiskus yang mengharuskan Wajib Pajak untuk menyampaikan
Laporan Keuangan Fiskal dengan format tertentu, oleh karena itu
Laporan Keuangan Fiskal dapat disusun dengan cara melakukan
rekonsilisasi Laporan Keuangan Komersial dengan Laporan
Keuangan Fiskal. Dengan demikian perusahaan tidak perlu
mempunyai sistem akuntansi khusus untuk keperluan
perpajakan. Dengan satu sistem akuntansi dan data keuangan
dapat disusun berbagai jenis Laporan Keuangan.
5. Definisi Rekonsiliasi ( koreksi ) Fiskal.
Rekonsiliasi ( koreksi ) Fiskal, adalah proses penyesuaian atas
laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk
menghasilkan penghasilan neto / laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak. Perbedaan perbedaan antara akuntansi
dengan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda
tetap / permanen ( permanent difference ) dan beda waktu /
sementara ( timing difference ).

PETUNJUK PENGISIAN SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN


WAJIB PAJAK

Angka 14 - PPh YANG DIBAYAR SENDIRI

a. PPh PASAL25
Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal
25 Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan
PPh yang terutang berdasarkan penghitungan sementara dalam
hal Wajib Pajak mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu penyampaian SPT Tahunan.
b. STP PPh PASAL 25 (Hanya Pokok Pajak)
Diisi dengan jumlah Pajak Penghasilan yang tercantum dalam
Surat Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan
termasuk STP Pajak Penghasilan Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha
Tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang
tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, tidak
termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
Contoh:
Pada STP tercantum hal-hal sebagai berikut:
Angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar
Rp 2.000.000,00
Telah dibayar
Rp 1.500.000.00Kurang dibayar
Rp 500.000,00
Sanksi administrasi berupa bunga
Rp 20.000,00
Sanksi administrasi berupa denda
Rp 100.000.00+
Jumlah yang harus dibayar.
Rp 620.000,00
Yang diisikan di sini adalah jumlah Rp 500.000.00 {hanya pokok
pajak)
Berdasarkan SPT Tahunan PPh PT Jak Mediatama (WP badan)
untuk tahun pajak 2013 diketahui bahwa besarnya PPh terutang
adalah 47 juta. Adapun PPh yang dipotong dan atau dipungut
oleh pihak lain serta PPh yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang dapat dikreditkan sebagai berikut.
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh pihak lain sebesar
Rp18jt
PPh Pasal 23 yang dipotong oleh pihak lain sebesar
5jt
Kredit Pajak luar negeri (PPh Pasal 24) sebesar
12jt
Jumlah kredit pajak
Rp35jt
Besarnya angsurah PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh
WP untuk tahun 2014 = 1/12x(47jt-35jt)
= Rp 1jt
Ayat jurnal yang dibuat pada saat melakukan pembayaran PPh
Pasal 25 pada setiap bulannya untuk 2014:

PPh Pasal 25 Dibayar Di Muka1.000.000


Kas
1.000.000
Saat diperhitungkan dengan PPh teurtang
PPh Terutang
12.000.000
PPh Pasal 25
12.000.000
Misal: Saat akhit tahun atau perhitungan kurang bayar
PPh Terutang
20.000.000
PPh Pasal 25
12.000.000
PPh Pasal 29 Terutang
2.000.000
Saat pelunasan PPh Pasal 29
PPh Pasal 29 Terutang
28.000.000
Kas dan Bank
28.000.000
Saat akhir tahun atau perhitungan lebih bayar
PPh Terutang
10.000.000
PPh Pasal 28A Lebih Bayar
2.000.000
PPh Pasal 25
12.000.000
Penyajian PPh Pasal 25 atas Laporan Keuangan Komersial
Nantinya, pada penutupan buku 31 Desember 2014, Uang Muka
(PPh Pasal 25) akan masuk ke dalam Laporan Posisi Keuangan
(Neraca) di sisi Aktiva pada kelompok Aktiva Lancar yang
akan menjadi penyeimbang Cash yang berkurang sejumlah
yang sama
Analisis koreksi fiskal untuk PPh Pasal 25 :
Segala macam dan jenis pajak penghasilan serta sanksi
perpajakannya tidak diperkenankan mengurangi penghasilan
bruto dalam menghitung laba kena pajak maka adanya koreksi
terhadap pajak penghasilan pasal 25 (PPh Pasal 25) ini laba kena
pajak menjadi bertambah sehingga koreksinya disebut koreksi
fiskal positif.

Daftar Pustaka

Prof.Gunadi, M. (2013). Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan.


Cibubur: Bee Media Indonesia.
Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
www.ortax.org
http://www.pandupajak.org/literasipajak.php?page=detailpph&id=1008

Anda mungkin juga menyukai