Anda di halaman 1dari 19

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

PENGARUH KEBIJAKAN PENGENDALIAN ORGANISASI PADA PROSES


dan OUTCOMES NEGOTIATED TRANSFER PRICING
Oleh
Gagaring Pagalung
Universitas Hasanuddin
&
Sekar Mayangsari
Universitas Trisakti
The objective of this study is to examine the effect of incentives and
arbitration on the process and outcomes of negotiated transfer pricing.
Two experiments were performed, one with high interdependence between
the trading divisions, and the second with low interdependence. The result
in this study showed that high interdependence using either incentives or
arbitration was superior to using both. The other side, low
interdependence using non-arbitration was superior to using of
organizational control in negotiated transfer pricing.
Key words: experiment study, incentives, arbitration, negotiated transfer
pricing
Pendahuluan
Studi penetapan harga transfer (transfer pricing) hingga saat ini masih hangat
diperdebatkan karena efek yang ditimbulkan dalam organisasi perusahaan dapat
menimbulkan dysfunctional consequences yang mencakup praktik-praktik judi
(gaming), sabotase, pencurian, inefisiensi, pseudo-profit centres, konflik tujuan
(conflict of objectives), dan motivasi divisional yang bersifat individual dan lain-lain
(McAulay dan Tomkins, 1992). Efek tersebut dapat diselesaikan atau diminimalisir
dengan melihat permasalahan kebijakan harga transfer yang dianut suatu organisasi.
Salah satu permasalahan yang timbul dalam penetapan kebijakan harga transfer
adalah penetapan harga transfer negosiasi (negosiated transfer pricing).
Negosiated transfer pricing (NTP) merupakan salah model yang berkembang
dalam usaha pemecahan permasalahan transfer pricing. Model ini disebut pula model
keprilakuan (Behavioral Models), karena model ini mengkanji dan menelaah perilaku
manajer divisi suatu perusahaan dalam hubungannya dengan kegiatan harga transfer.
Model ini masih diperdepatkan apakah dapat mengatasi perilaku manager yang
menyimpang ataukah bahkan menimbulkan efek tambahan. Watson dan Baumler
(1975) menyatakan bahwa model NTP menguntungkan organisasi karena berpotensi
sebagai wahana untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dari berbagai tujuan divisi,
sedangkan kelemahannya adalah dapat menimbulkan kinerja yang melihat fungsi
kekuatan negosiasi lebih dominan daripada kinerja berbasis ekonomi. Selain itu,
kemampuan tawar menawar (bargaining) lebih kuat daripada kontribusi aspek
ekonominya.
Tujuan studi ini adalah untuk meneliti pengaruh faktor-faktor pengendalian
organisasional (organizational control) pada negotiated transfer pricing dengan
berbagai tingkat ketergantungan divisional. Ada dua jenis organizational control yaitu
insentif dan arbritage. Insentif merupakan faktor yang mendukung kesuksesan sistem
transfer pricing. Grabski (1985) menyimpulkan bahwa dalam proses negotiated

11

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


transfer pricing akan lebih baik kalau menggunakan insentif yang didasarkan pada
laba korporasi (corporate profits) daripada laba divisi (division profits). Temuan
Spicer (1988) menunjukkan bahwa semakin besar penghasilan (reward) yang
diterima manajer divisi yang dihubungkan dengan laba korporasi, maka akan semakin
besar pula dukungan manajer divisi untuk korporasi. Arbitrase merupakan salah satu
faktor yang mendukung keberhasilan suatu sistem penetapan harga transfer (transfer
pricing). Temuan Greenberg et al. (1994) menunjukkan bahwa arbitrase adalah salah
satu faktor yang mendorong kesuksesan sistem transfer pricing.
Riset struktur organisasi dalam hubungannya dengan penetapan harga transfer
telah dilakukan oleh Bailey dan Boe (1976); Eccles (1983); Lambert (1979); dan
Watson dan Baumler (1975). Pengendalian kebijakan dan struktur organisasi dapat
mempengaruhi tingkat efektifitas atau tercapainya tujuan perusahaan (Williamson
1979; Swieringa dan Waterhouse 1982; Spicer 1988; Melumad dan Reichelstein
1987). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mengetahui pengaruh
kebijakan kontrol organisasi pada sistem penetapan harga transfer dalam berbagai
struktur perusahaan akan dapat diketahui manfaatnya bagi pencapaian tujuan
perusahaan yaitu maksimalisasi laba.
Motivasi penelitian ini adalah membahas system penetapan harga transfer
dalam suatu organisasi dengan penekanan pada factor-faktor pengendalian
organisasional. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana mengintegrasikan dua
tujuan perusahaan yaitu efisiensi dan efektifitas dalam bentuk proses penetapan
negosiasi harga transfer (negotiated transfer pricing) dalam rangka mengevaluasi
kinerja divisional dan otonomi manajerial suatu organisasi perusahaan. Negotiated
transfer pricing telah menjadi mekanisme yang dapat digunakan untuk mencapai
efisiensi dan efektifitas perusahaan (Watson dan Baumler 1975; Ackelsberg dan Yukl
1979; Grabski 1985). Meskipun banyak perusahaan yang telah menggunakan
negotiated transfer pricing, namun masih sedikit bukti empiris yang membahas
pengaruh kebijakan kontrol perusahaan untuk mengintegrasikan antara kepentingan
perusahaan dengan kepentingan divisi (Anctil dan Dutta 1999). Salah satu cara
pengintegrasian tersebut adalah dengan menggunakan sistem negotiated transfer
pricing (Greenberg et al. 1994).
Pengembangan Hipotesis
Pada kondisi tingkat ketergantungan tinggi sebagaimana dijelaskan
Ackelsberg dan Yukl (1979) menyatakan bahwa jika produk yang ditransfer penting
bagi divisi lain maka evaluasi kinerja yang didasarkan pada laba perusahaan akan
mendorong tercapainya laba yang lebih besar dibandingkan jika didasarkan pada laba
divisional. Arbitrase dapat digunakan untuk meningkatkan laba perusahaan. Spicer
(1988) mengungkapkan bahwa salah satu pengaruh arbitrase adalah untuk menjaga
perilaku opportunistik pihak manajer divisional. Dengan demikian hipotesis yang
diturunkan adalah:
H1a: Dalam kondisi tingkat ketergantungan tinggi, maka laba perusahaan yang
memberikan insentif dengan menggunakan dasar laba perusahaan akan lebih
tinggi dibandingkan dengan insentif yang didasarkan pada laba divisional
H1b: Dalam kondisi tingkat ketergantungan tinggi, maka laba perusahaan yang
menggunakan arbitrase secara signifikan akan lebih tinggi dibandingkan tidak
ada arbitrase

12

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


H1c: Dalam kondisi tingkat ketergantungan tinggi, kelompok yang menggunakan
arbitrase
dan skema insentif perusahaan akan memiliki tingkat laba yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang lain
Otonomi Persepsian
Survey Vancil (1979) pada 250 perusahaan menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara kompensasi insentif dan otonomi persepsian. Ronen dan
McKinney (1970) mendefinisikan keinginan otonomi manajer divisi berhubungan
dengan adanya perdagangan yang independen. Karena skema insentif divisional sama
dengan perdagangan independen maka diharapkan adanya skema insentif perusahaan
akan dapat menurunkan persepsi manajer terhadap otonomi.
Riset Spicer (1988) menunjukkan bahwa arbitrase dapat pula menjadi kendala
otonomi divisi karena adanya variabel negosiasi harga transfer sebagai variabel
intervening. Hal ini terjadi karena dengan adanya proses negosiasi harga transfer
sebagai variable intervening, hubungan antara arbritase dengan otonomi persepsian
akan turun. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggabungkan
faktor skema insentif dan arbitrase untuk mempengaruhi persepsi otonomi.
Motivasinya adalah ingin menguji ada atau tidaknya interaksi antara arbitrase dengan
skema insentif karena perbedaan kedua variabel tersebut akan berpengaruh pada
otonomi persepsian. Greenberg (1994) menyatakan bahwa perbedaan pengaruh
arbitrase terhadap otonomi persepsian dipengaruhi oleh skema insentif. Berdasarkan
pertimbangan di atas, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Persepsi otonomi akan lebih tinggi pada kelompok yang menggunakan skema
insentif
divisional dan tidak ada arbitrase.
Proses dan Hasil Negosiasi
Kaplan dan Atkinson (1989) menyatakan bahwa insentif yang didasarkan pada
kinerja perusahaan akan lebih memotivasi manajer untuk bersikap kooperatif
dibandingkan pemberian insentif yang hanya didasarkan pada kinerja individual.
Dalam setting penetapan harga transfer, menunjukkan bahwa skema insentif
perusahaan akan lebih efisien dalam proses negosiasi penetapan harga transfer.
Greenberg et al. (1994) menyatakan menyatakan bahwa riset Johnson dan Pruitt
(1972) meneliti mediasi versus arbitrase dan hasilnya menunjukkan bahwa manajer
yang bernegosiasi (negosiator) yang menggunakan arbitrase akan lebih kooperatif dan
lebih cepat mencapai kesepakatan harga. Demikian pula Rubin (1980) menemukan
bahwa adanya pihak ketiga akan mempercepat pencapaian solusi pada saat terjadi
kondisi konflik. Hal yang sama dikatakan Harris dan Carnevale (1990) menunjukkan
adanya pengaruh arbitrase pada proses negosiasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa dengan menerapkan arbritase dalam melakukan negosiasi harga transfer, para
manajer divisi (negosiator) selalu mendapatkan solusi.
Skema insentif perusahaan dan arbitrase akan menyebabkan peningkatan
efisiensi dan disposisi penawaran dalam proses negosiasi. Hipotesis interaksi proses
negosiasi merupakan analog untuk laba dan hipotesis interaksi otonomi persepsian.
Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis yang berhubungan dengan interaksi
proses negosiasi sebagai berikut:
H3a: Dalam kondisi tingkat ketergantungan tinggi, kelompok yang memiliki skema
insentif perusahaan dan arbitrase akan lebih efisien dan efektif

13

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


H3b: Ada interaksi yang signifikan antara kelompok dengan proses dan hasil
negosiasi.
Design Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen between subject 2 x 2, dengan
manipulasi pada skema insentif dan arbitrase. Skenario eksperimen melibatkan
seorang manajer divisi pembelian dan seorang manajer divisi penjualan. Negosiasi
antara kedua manajer tersebut dilakukan secara tertulis dengan tujuan mencapai
kesepakatan harga dengan kuantitas barang yang dikehendaki. Manajer divisi
pembelian memiliki skedul pendapatan berkaitan dengan harga jual kembali tetapi
tidak memiliki informasi tentang kos marjinal. Manajer divisi penjualan hanya
memiliki skedul kos marjinal untuk barang yang ditawarkannya. Dalam kondisi
ketergantungan tinggi, 67% laba divisi optimal berasal dari perdagangan dan 33%
berasal dari pendapatan tetap. Pendapatan marjinal dan skedul kos untuk tingkat
ketergantungan tinggi mengacu pada penelitian DeJong et al. (1989).
Manipulasi Insentif
Skema insentif dibagi atas dua jenis skema, yaitu skema divisional dan skema
perusahaan. Dalam kondisi skema insentif divisional, subjek menerima 10% dari laba
divisinya sendiri, yang terdiri atas pendapatan tetap ditambah dengan laba
perdagangan yang berasal dari transfer internal. Untuk divisi pembelian, laba
perdagangannya adalah selisih antara nilai jual kembali barang dan jumlah
pembayaran yang telah dinegosiasikan dengan penjual. Sedangkan, divisi penjualan,
laba perdagangannya berasal dari perbedaan antara jumlah penerimaan negosiasian
dari pembeli dan kos yang terjadi dalam memperoleh barang. Model skema kedua,
yaitu skema insentif divisional, partner perdagangan (perdagangan manajer divisi
penjualan dengan pembelian) tidak mengetahui laba partner.
Dalam skema insentif perusahaan, subjek mendapatkan 10% dari pendapatan
tetap divisi ditambah setengah laba perdagangan perusahaan, yaitu perbedaan antara
nilai jual kembali barang dan kos yang terjadi dalam memproduksi atau memperoleh
barang. Jadi berdasarkan skema insentif ini, divisi pembelian dan penjualan
memperoleh laba transfer internal dalam jumlah yang sama. Dalam kondisi skema
insentif perusahaan, partner perdagangan membagi laba perdagangannya pada
perusahaan, sehingga mereka dapat menghitung dengan mudah laba perdagangan
partner.
Manipulasi Arbitrase
Manipulasi arbitrase adalah dikotomi antara tidak adanya arbritase dengan
adanya arbitrase (arbitrase compulsory). Dalam kondisi tidak ada arbitrase, jika dalam
6 babak negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan maka terjadi deadlock. Dalam
kondisi seperti ini, tidak diperlukan lagi usaha tambahan menyelesaikan negosiasi,
sehingga tidak terjadi transfer internal dan laba yang diperoleh hanya laba divisi dari
pendapatan tetap.
Dalam kondisi arbitrase compulsory, jika dalam 6 babak negosiasi tidak
mencapai kesepakatan maka ada prosedur arbitrase untuk bisa mencapai kesepakatan.
Prosedur arbitrase dalam studi ini diambil dari penelitian Hirshleifer (1956) dan tidak
menghapuskan informasi privat yang dimiliki partner perdagangan. Informasi privat
ini berupa pendapatan marjinal dan kos marjinal. Prosedur arbitrase menetapkan
harga transfer dan jumlah barang yang diperjualbelikan didasarkan pada proses
negosiasi antara manajer divisi penjualan dan pembelian. Usaha arbitrase tidak untuk

14

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


mencapai harga dan kuantitas yang optimal. Kondisi ini konsisten dengan adanya
informasi privat yang hanya diketahui manajer divisional. Jika transaksi jual-beli
dapat mencapai harga dan jumlah transaksi telah disepakati kedua belah pihak, maka
terjadilah transfer internal sesuai dengan kesepakatan tersebut. Tetapi jika terjadi
deadlock maka tidak ada transfer internal sehingga laba divisi hanya pendapatan
tetap.
Tahapan Eksperimen
Jumlah subjek penelitian eksperiman ini sebanyak 120 orang. Subjeknya
adalah mahasiswa akuntansi yang sudah mengikuti mata kuliah sistem pengendalian
manajemen dan akuntansi manajemen dengan asumsi telah mempelajari dan
mengetahui materi harga transfer. Pemilihan partner antar manajer adalah anonim.
Subjek ditempatkan pada posisi penjual atau pembeli secara random. Tiap subjek
hanya terlibat pada satu kondisi eksperimen, yaitu kondisi ketergantungan tinggi atau
kondisi ketergantungan rendah. Partner tiap subjek juga sama sampai perioda
eksperimen berakhir.
Sebelum sesi eksperimen dimulai terlebih dahulu diberikan sesi pelatihan
dengan tujuan memberikan pemahaman terhadap proses negosiasi dan perhitungan
reward yang dapat diperoleh. Jika selama sesi pelatihan subjek mengalami kesulitan
atau salah dalam menghitung kompensasinya akan diberitahu secara lisan. Jika
sampai selesai sesi pelatihan masih ada subjek yang tidak mengerti maka subjek
tersebut tidak diperkenankan ikut dalam sesi eksperimen.
Negosiasi dijalankan selama 8 perioda transaksi. Tiap perioda mencakup 6
babak dimana pada tiap babak dilakukan proses tawar-menawar antara penjual dan
pembeli. Tiap babak diperkenankan untuk dapat atau tidak mencapai kesepakatan
harga transfer. Semua komunikasi selama perioda tawar menawar (negosiasi)
dilakukan secara tertulis dan informasi tentang harga dan kuantitas juga dibatasi.
Pembeli mempunyai 2 pilihan, yaitu: (a) menerima kombinasi jumlah dan
harga tertentu. Hal ini menunjukkan terjadi kesepakatan dan ada transfer internal; (b)
menolak semua harga dan jumlah yang ditawarkan oleh penjual dan kemudian
pembeli menawarkan harga dan jumlah sesuai dengan keinginannya. Demikian pula
pihak Penjual juga memiliki 2 pilihan, yaitu: (a) menerima kombinasi harga dan
jumlah tertentu. Hal ini menunjukkan terjadi kesepakatan dan terjadilah transfer
internal; atau (b) menolak kombinasi harga dan jumlah yang ditawarkan pembeli dan
penjual kemudian memberikan tawaran tandingan. Jika sampai dengan 6 babak (3
tawaran dari pembeli dan 3 tawaran dari penjual) tidak tercapai kesepakatan maka
terjadi deadlock. Jika dalam manipulasi tidak ada arbitrase maka tidak ada transfer
internal. Jika dalam manipulasi arbitrase compulsory, transfer internal terjadi jika
terjadi kesepakatan diantara penjual dan pembeli, kesepakatan harus terjadi dalam 2
babak tambahan. Jika dalam arbitrase juga tidak tercapai kesepakatan maka tidak ada
transfer internal.
Tiap penjual dan pembeli akan menghitung laba perdagangan divisinya.
Dalam kondisi skema insentif divisional, subjek kemudian menambahkan dengan
pendapatan tetapnya. Total laba divisional ini akan menjadi dasar kompensasi yang
akan diterima subjek. Dalam kondisi skema insentif perusahaan, tiap penjual dan
pembeli melaporkan laba perdagangan pada eksperimenter. Eksperimenter kemudian
membagi sama rata pembagian total laba perdagangan antar divisi. Subjek kemudian
menambahkan pendapatan tetap dengan jumlah pembagian laba yang diterima dari
hasil perdagangan. Total ini yang dijadikan dasar perhitungan kompensasi yang
diterima oleh subjek.

15

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


Pada akhir sesi subjek akan menghitung kompensasi yang akan diterimanya.
Eksperimen ini berjalan selama 2 jam. Untuk meningkatkan validitas internal berbeda
dengan yang telah dilakukan Greenberg (1994), maka metoda eksperimen ini
menggunakan between subjek. Pembagian kelompok eksperimen ini disajikan dalam
Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Kelompok Eksperimen

Arbritase

Tidak ada

Skema Insentif
Divisional
Perusahaan
(Div; NoABT*)
(Prsh;NoABT)

Compulsory

(Div;Comp)

(Prsh;Comp)

*ABT: Arbitrase
Ukuran Variabel Outcomes
Skema insentif divisonal identik dengan adanya
perdagangan yang
independen karena pendapatan divisinya hanya bergantung pada tindakan manajer
divisi tersebut. Sebaliknya skema insentif perusahaan berarti pendapatan divisinya
juga dipengaruhi oleh pendapatan divisi lain. Dengan demikian skema insentif
perusahaan akan dapat menurunkan persepsi manajer terhadap otonomi. Perbedaan
persepsi otonomi dari para manajer dalam berbagai kondisi dioperasionalkan dengan
besar kecilnya laba perusahaan yang berasal dari transfer internal.
Persepsi otonomi diukur dengan menggunakan kuesioner Job Characteristics
Inventory (JCI) yang dikembangkan oleh Sims et al. (1976). Ada 5 pertanyaan yang
digunakan untuk mengukur JCI tersebut, yaitu:
1. Apakah anda senang melakukan negosiasi sendiri?
2. Apakah anda bersikap independen dalam eksperimen ini?
3. Apakah sikap anda dipengaruhi oleh partner transaksi anda?
4. Apakah anda ingin melakukan negosiasi tanpa ada paksaan?
5. Bagaimana sikap anda terhadap kontrol terhadap transaksi?
Skala pengukurannya adalah 5 point skala likert, mulai dari sangat tidak senang
sampai dengan sangat senang. Semakin tinggi skornya akan menunjukkan semakin
tinggi persepsi otonomi seorang manajer.
Ukuran Proses Negosiasi
Ukuran pertama proses negosiasi adalah efisiensi yang diukur dengan jumlah
babak untuk mencapai kesepakatan. Jumlah babak maksimum yang dapat digunakan
oleh pembeli maupun penjual sebanyak 3 babak untuk pembeli dan 3 babak untuk
penjual. Ukuran kedua adalah disposisi penawaran, yang diukur dengan jarak tawaran
pertama pembeli dan penjual untuk mencapai kesepakatan harga dan kuantitas barang
yang diperjualbelikan. Disposisi tawar-menawar diukur secara terpisah antara penjual
dan pembeli. Disposisi tawar-menawar tersebut mengukur sikap kooperatif manajer
divisi. Semakin kecil jaraknya akan menunjukkan bahwa negosiator lebih kooperatif
pada babak awal transaksi.
Metoda Analisis
Variabel dependen penelittian ini adalah proses negosiasi yang diukur dengan:
(1) efisiensi, yaitu banyaknya sesi atau waktu yang digunakan untuk mencapai
16

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


kesepakatan; (2) disposisi tawaran negosiator yang diukur dengan jarak tawaran
pertama dengan tawaran kesepakatan. Sedangan variabel independen atau variabel
manipulasi adalah arbitrase yang dibedakan antara tidak ada arbitrase dan arbitrase
compulsory, dan variabel skema insentif yang dibedakan antara divisional dan
perusahaan.
Alat analisis yang digunakan adalah ANOVA yang digunakan untuk menguji
hipotesa 1 dan hipotesis 2 yang membandingkan jawaban tiap kelompok, sedangkan
pengujian hipotesa 3 menggunakan MANOVA. Hasil analisis ANOVA dan
MANOVA tersebut akan diuji lebih lanjut untuk mengetahui kelompok mana yang
menunjukkan perbedaan, maka digunakan uji post-hoc MANOVA dan post-hoc
ANOVA dengan uji Tamhanes T2. Uji ini digunakan karena mengabaikan faktor
homogenitas varians antar kelompok. Pengabaian ini penting karena beberapa kondisi
yang berada diluar kendali peneliti terutama dalam pengumpulan subjek eksperimen.
Tetapi jika dari hasil pengujian homogenitas varians
menunjukkan adanya
kehomogenan maka post-hoc ANOVA maupun MANOVA menggunakan uji
Bonferonni.
Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Data-data yang telah dikumpulkan akan diolah sesuai dengan disain penelitian
di atas. Penyajian bagian ini akan dibagi dalam dua subbagian. Bagian pertama akan
membahas data yang digunakan dalam penelitian. Bagian kedua membahas hasil
pengujian hipotesis.
Data Partisipan
Subjek yang digunakan adalah mahasiswa yakni mahasiswi jurusan akuntansi
pada tingkatan S-1 yang telah menyelesaikan mata kuliah sistem pengendalian
manajemen dan akuntansi manajemen, dengan asumsi telah mengetahui topik
transfer pricing. Secara terperinci subjek eksperimen berjumlah 120 orang yang
terdiri atas 62 laki-laki dan 58 wanita. Namun dari hasil pengujian validitas
manipulasi ada sebanyak 19 jawaban yang tidak sesuai dengan manipulasi yang telah
ditetapkan sebelumnya sehingga pada akhirnya ada sebanyak 101 jawaban yang
diolah. Ketidakbisaan jawaban diolah karena subjek tidak mengerti dengan tugasnya
atau tidak sesuai dengan manipulasi yang dikenakan pada subjek tersebut. Pengujian
validitas antara jawaban dan manipulasi dilakukan dengan mempertanyakan kembali
kepada subjek setelah menyelesaikan tugasnya dengan apakah anda diperkenankan
melakukan tawar-menawar? jika jawaban mereka ya padahal mereka termasuk
kelompok non-arbritrase, maka jawaban subjek pada eksperimen ini tidak dapat
digunakan dan demikian pula sebaliknya.
Hasil pengujian hipotesis 1
Pengujian hipotesis pertama akan diuji dengan uji ANOVA. Tabel 2 berikut ini
menujukkan Statistik deskriptif pengujian hipotesis 1 sebagai berikut:
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Kelompok
No-ABT;Persh
No-ABT;Div
ABT;Persh
ABT;Div

Jumlah
28
27
24
22

Rata-rata Laba
24609,64
21717,37
44432,08
41018,41

Deviasi Standar
3838,0990
2577,8137
5155,2261
4651,5370

17

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


Sebelum dilakukan pengujian ANOVA terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi
homogenitas varians dengan uji LEVENE TEST. Hasilnya seperti tersaji pada tabel
berikut:
Tabel 3
Test of Homogeneity of Variances
LABA
Levene
Statistic
1,033

df1

df2
3

Sig.
,382

97

Berdasarkan hasil pengujian di atas, tampak bahwa Pval>0.05 (Signifikan = 0,382)


yang berarti terdapat homogenitas varians antar kelompok. Dengan demikian uji
asumsi homogenitas varians dapat diterima, sehingga uji ANOVA dapat digunakan.
Tabel 4 dan 5 menunjukkan hasil uji ANOVA dan post-hoc.
Tabel 4 Uji ANOVA
ANOVA
LABA

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
9,9E+09
1,6E+09
1,2E+10

df
3
97
100

Mean
Square
3,3E+09
1,7E+07

F
195,273

Sig.
,000

Dari Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang secara statistis
signifikan (Pval,0.05) diantara kelompok-kelompok yang diteliti. Pengujian
berikutnya adalah dengan uji Bonferonni sebagaimana ditunjukkan dalam table 5
berikut.
Tabel 5. Hasil Uji Bonferonni

18

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

Multiple Comparisons
Dependent Variable: LABA
Bonferroni

(I) klmpk
no ABT;persh

no ABT;div

ABT;persh

ABT;div

(J) klmpk
no ABT;div
ABT;persh
ABT;div
no ABT;persh
ABT;persh
ABT;div
no ABT;persh
no ABT;div
ABT;div
no ABT;persh
no ABT;div
ABT;persh

Mean
Difference
(I-J)
2892,2725*
-19822,44*
-16408,77*
-2892,2725*
-22714,71*
-19301,04*
19822,4405*
22714,7130*
3413,6742*
16408,7662*
19301,0387*
-3413,6742*

Std. Error
1107,7575
1142,4608
1170,0890
1107,7575
1152,1840
1179,5846
1142,4608
1152,1840
1212,2333
1170,0890
1179,5846
1212,2333

Sig.
,063
,000
,000
,063
,000
,000
,000
,000
,035
,000
,000
,035

90% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
193,5466 5590,9983
-22605,7
-17039,2
-19259,3
-13558,2
-5591,00 -193,5466
-25521,7
-19907,8
-22174,8
-16427,3
17039,17
22605,71
19907,76
25521,67
460,4238 6366,9247
13558,19
19259,34
16427,33
22174,75
-6366,92 -460,4238

*. The mean difference is significant at the .10 level.

Tabel 5 menunjukkan bahwa perbedaan antar kelompok secara statistis


signifikan (Pval<0.10). Dengan demikian hipotesis 1a, 1b dan 1c didukung.
Pengujian hipotesis 1a dengan data Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata laba untuk
kelompok yang dimanipulasi menerima skema insentif perusahaan lebih tinggi baik
dibandingkan kelompok menerima skema insentif divisional baik untuk kelompok
yang diperkenankan melakukan arbritase maupun yang tidak melakukan arbitrase,
dan perbedaan tersebut secara statistis signifikan. Pengujian hipotesa 1b berdasarkan
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa kelompok yang berada pada kelompok arbritrase
memiliki rata-rata laba yang secara statistis signifikan lebih tinggi dibandingkan
kelompok non-arbitrase baik untuk skema insentif perusahaan maupun divisional.
Hipotesa 1c juga didukung karena rata-rata laba kelompok arbritrase dan memiliki
skema insentif perusahaan signifikan lebih tinggi dibandingkan ketiga kelompok yang
lain.
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa bentuk skema insentif dan prosedur
transfer pricing dapat mempengaruhi besar kecilnya laba perusahaan. Dengan skema
insentif perusahaan dan arbritrase para manajer termotivasi untuk melakukan
negosiasi yang win-win solution sehingga berdampak pada laba perusahaan. Tetapi
jika skema insentif divisional yang digunakan maka para manajer hanya akan
memperhatikan laba divisinya saja, apalagi jika penilaian kinerja hanya didasarkan
pada laba divisi maka manajer akan terdorong untuk melakukan kebijakan yang zero
game, yaitu menguntungkan divisinya tapi justru merugikan divisi lain dalam satu
perusahaan sehingga berdampak pada laba perusahaan secara keseluruhan. Pengujian
selanjutnya adalah ingin mengetahui apakah ada-tidaknya interaksi antara skema
insentif dengan proses transfer pricing terhadap perolehan laba. Pengujian ini
dilakukan dengan uji plot. Hasilnya tampak digambarkan pada Grafik 1 (Lampiran 1).
Grafik 1 menunjukkan adanya interaksi antara skema insentif dengan
arbritrase. Dengan demikian laba dari proses transfer pricing akan dapat
menyumbangkan banyak pada laba perusahaan, jika perusahaan tidak hanya
19

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


menerapkan arbritrase tetapi juga menggunakan skema insentif perusahaan pada
proses tranfer pricing. Hasil ini secara intuitif menunjukkan bahwa meskipun
perusahaan menggunakan arbritrase tetapi skema insentifnya divisional, maka
manajer tetap hanya akan mementingkan divisinya. Dengan demikian secara
keseluruhan laba perusahaan tidak akan optimal karena bisa saja harga transfer yang
disepakati merugikan divisi lain, apalagi jika divisi pembuat barang tidak mempunyai
target pembeli yang lain.
Hasil pengujian hipotesis 2
Pengujian hipotesis kedua akan diuji dengan uji ANOVA. Tabel 6 berikut ini
menujukkan Statistik deskriptif pengujian hipotesis 2 sebagai berikut:
Tabel 6. Statistik Deskriptif Otonomi
Kelompok
N
No28
ABT;Persh
No-ABT;Div
27
ABT;Persh
24
ABT;Div
22

Skor otonomi
3,2321

Deviasi standar
0,4611

4,5926
2,3750
2,8636

0,4169
0,4299
0,7143

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang secara


statistis signifikan diantara kelompok-kelompok yang diuji (Pval<0.05).
Tabel 7. Uji ANOVA Otonomi
ANOVA
OTONOMI

Between Groups
Within Groups
Total

Sum of
Squares
69,950
25,225
95,176

df
3
97
100

Mean
Square
23,317
,260

F
89,660

Sig.
,000

Pengujian selanjutnya lebih menunjukkan kelompok mana saja yang menyebabkan


perbedaan.

Tabel 8. Post-hoc ANOVA Otonomi

20

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

Multiple Comparisons
Dependent Variable: OTONOMI
Bonferroni

(I) klmpk
no ABT;persh

no ABT;div

ABT;persh

ABT;div

(J) klmpk
no ABT;div
ABT;persh
ABT;div
no ABT;persh
ABT;persh
ABT;div
no ABT;persh
no ABT;div
ABT;div
no ABT;persh
no ABT;div
ABT;persh

Mean
Difference
(I-J)
Std. Error
-1,3604*
,1375
,8571*
,1419
,3685*
,1453
1,3604*
,1375
2,2176*
,1431
1,7290*
,1465
-,8571*
,1419
-2,2176*
,1431
-,4886*
,1505
-,3685*
,1453
-1,7290*
,1465
,4886*
,1505

Sig.
,000
,000
,077
,000
,000
,000
,000
,000
,010
,077
,000
,010

90% Confidence
Interval
Lower
Upper
Bound
Bound
-1,6955
-1,0254
,5115
1,2027
1,456E-02
,7225
1,0254
1,6955
1,8691
2,5661
1,3721
2,0858
-1,2027
-,5115
-2,5661
-1,8691
-,8553
-,1219
-,7225 -1,46E-02
-2,0858
-1,3721
,1219
,8553

*. The mean difference is significant at the .10 level.

Tabel 8 di atas, menunjukkan adanya perbedaan skor otonomi yang secara


statistis signifikan diantara keempat kelompok tersebut. Hipotesis kedua inipun
didukung karena berdasarkan statistik deskriptif menunjukkan bahwa skor otonomi
pada kelompok yang berskema insentif divisi dan tidak ada arbritrase secara statistis
signifikan lebih tinggi dibandingkan ketiga kelompok yang lain. Secara intuitif hasil
ini menunjukkan bahwa tanpa ada proses arbritrase dan skema insentif divisi, manajer
lebih memiliki keleluasaan dalam mengambil keputusan tanpa harus memperhatikan
dan mempertimbangkan kepentingan pihak lain.
Pengujian lebih lanjut untuk melihat interaksi antara skema insentif dan
arbritrase terhadap persepsi otonomi digambarkan dalam grafik 2 (lampiran 2). Grafik
2 menunjukkan tidak adanya interaksi antara skema insentif dan arbritrase dalam
menentukan persepsi otonomi seorang manajer. Dengan demikian baik skema insentif
maupun arbritrase dapat secara individual mempengaruhi persepsi otonomi
seseorang. Seorang manajer merasa memiliki otonomi yang tinggi jika skema
insentifnya didasarkan pada laba divisi, karena dia tidak perlu mengetahui kinerja
divisi yang lain meskipun dalam proses transfer pricing ada arbritrase. Proses
arbritrase tidak terlalu mempengaruhi manajer karena dia tidak perlu memikirkan laba
divisi lain karena insentif yang diterima hanya didasarkan pada laba divisi. Jadi
meskipun divisi lain merugi atau laba perusahaan secara keseluruhan menurun,
manajer tidak risau karena insentifnya hanya didasarkan pada laba divisi.
Hasil pengujian hipotesis 3
Pengukuran efisien dan efektif dengan menggunakan disposisi (jarak tawaran
pertama dan terakhir) dan efisien (berapa kali tawar menawar dilakukan) dilakukan
denganuji MANOVA. Uji asumsi MANOVA menunjukkan hasilnya sebagai berikut.
Tabel 9. Deskriptif Statistik
21

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

Descriptive Statistics

DISPSISI

EFISIEN

klmpk
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;DIV
ABT;persh
Total
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;DIV
ABT;persh
Total

Mean
1556,2500
1054,6296
2850,0000
2227,2727
1875,7426
1,0000
1,0000
2,7917
2,2727
1,7030

Std.
Deviation
1394,2611
587,2867
1261,4691
1188,5092
1320,1489
,0000
,0000
,4149
,7673
,8893

N
28
27
24
22
101
28
27
24
22
101

Tabel 10. Uji asumsi MANOVA

Box's Test of Equality of Covariance


Matrices
Box's
8,853
M
F
2,633
df1
3
df2
773
Sig.
,049

Berdasarkan uji asumsi sebagaimana tabel di atas, tampak bahwa semua


asumsi MANOVA terpenuhi. Pertama, terdapat homogenitas varians karena
Pval>0.01 (Boxs test). Kedua, terdapat korelasi diantara variabel-variabel
independennya (Pval<0.01, untuk uji Barlett).
Tabel 11. Uji MANOVA
Multivariate Tests
Effect
Intercept

KLMPK

Pillai's Trace
Wilks' Lambda
Hotelling's Trace
Roy's Largest Root
Pillai's Trace
Wilks' Lambda
Hotelling's Trace
Roy's Largest Root

Value
,959
,041
23,303
23,303
,841
,181
4,411
4,384

F
1118,548
1118,548
1118,548
1118,548
23,443
43,246
69,835
141,736

Hypothesi
s df
2,000
2,000
2,000
2,000
6,000
6,000
6,000
3,000

Error df
96,000
96,000
96,000
96,000
194,000
192,000
190,000
97,000

Sig.
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000
,000

22

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


Tabel 11 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang secara statistis
signifikan (Pval<0.01) antar kelompok pada proses dan hasil negosiasi. Pengujian
lebih lanjut pada Tabel 12 menunjukkan bahwa kelompok yang menyebabkan
perbedaan pada disposisi adalah pada kelompok yang memiliki perbedaan proses
tranfer pricing (arbritrase dan non-arbritrase). Hasil ini sesuai dengan kondisi bahwa
dalam proses arbritrase subjek tidak diperkenankan melakukan tawar-menawar
sehingga selisih yang terjadi relatif lebih rendah karena penjual ataupun pembeli tidak
menawarkan barangnya dengan harga yang terlalu tinggi agar saat itu juga terdapat
kesepakatan. Demikian pula dengan efisien, kelompok yang non-arbritrase tentu saja
lebih efisien karena mereka tidak melalui proses tawar menawar.
Tabel 12. Uji post-hoc MANOVA
Multiple Comparisons
Tamhane

Dependent Variable
DISPSISI

(I) klmpk
no ABT;DIV

no ABT;Persh

ABT;DIV

ABT;persh

EFISIEN

no ABT;DIV

no ABT;Persh

ABT;DIV

ABT;persh

(J) klmpk
no ABT;Persh
ABT;DIV
ABT;persh
no ABT;DIV
ABT;DIV
ABT;persh
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;persh
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;DIV
ABT;persh
no ABT;DIV
ABT;DIV
ABT;persh
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;persh
no ABT;DIV
no ABT;Persh
ABT;DIV

Mean
Difference
(I-J)
501,6204
-1293,7500*
-671,0227
-501,6204
-1795,3704*
-1172,6431*
1293,7500*
1795,3704*
622,7273
671,0227
1172,6431*
-622,7273
,0000
-1,7917*
-1,2727*
,0000
-1,7917*
-1,2727*
1,7917*
1,7917*
,5189*
1,2727*
1,2727*
-,5189*

Std. Error
309,5002
319,1961
326,9153
309,5002
321,9127
329,5683
319,1961
321,9127
338,6901
326,9153
329,5683
338,6901
,1106
,1141
,1169
,1106
,1151
,1178
,1141
,1151
,1211
,1169
,1178
,1211

Sig.
,427
,006
,364
,427
,000
,001
,006
,000
,439
,364
,001
,439
,
,000
,000
,
,000
,000
,000
,000
,049
,000
,000
,049

Based on observed means.


*. The mean difference is significant at the ,05 level.

Grafik 3 (lihat lampiran 3) menunjukkan terdapat interaksi antar kelompok


baik pada disposisi maupun efisiensi. Dengan demikian jika perusahaan menekankan
pada efisiensi pada proses tranfer pricing, maka lebih baik perusahaan menggunakan
proses non-arbritrase dengan konsekuensi laba yang diperoleh tidak tinggi karena
kedua pihak dalam kondisi ketergantungan tinggi tidak memiliki alternatif lain untuk

23

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


menjual maupun membeli barang tersebut. Jadi bagi penjual daripada rugi lebih dia
menetapkan harga yang tidak terlalu tinggi, sedangkan bagi yang diperkenankan
melakukan arbritrase maka ada kesempatan oportunis untuk lebih dulu memberi
penawaran dengan harga yang tinggi.
Simpulan dan Keterbatasan
Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh skema insentif dan proses negosiasi
terhadap peristiwa transaksi transfer pricing. Peristiwa ini penting karena transfer
pricing merupakan kondisi yang lazim ada dalam suatu perusahaan besar dan sering
menimbulkan konflik diantara divisi-divisi yang ada. Ada beberapa hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa transfer pricing hanya akan menimbulkan kerugian karena
harga yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan jika perusahaan menjualnya pada
pihak luar. Tapi disisi lain divisi yang membutuhkan akan diuntungkan karena dapat
kepastian pasokan bahan baku serta mungkin harga yang lebih kompetitif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa laba, persepsi otonomi, efisiensi dan efektivitas
dipengaruhi oleh skema insentif, yang dibedakan atas divisi dan perusahaan serta
proses transfer pricing (arbritrase dan nonarbritrase). Hasil lain menunjukkan bahwa
laba maksimal akan dapat diperoleh perusahaan jika menerapkan skema insentif
perusahaan dan terdapat arbritrase.
Keterbatasan penelitian ini terutama pada subjek eksperimen yang secara
praktik belum pernah melakukan proses negosiasi. Hasil penelitian ini mungkin akan
berbeda jika menggunakan subjek para manajer sesungguhnya. Sebagaimana
penelitian eksperimen lainnya maka penelitian ini juga memiliki keterbatasan pada
generalisasi hasil penelitian. Penelitian selanjutnya bisa melengkapi dengan uji metaanalisis untuk mengatasi masalah generalisasi (Rosenthal 1991).
DAFTAR PUSTAKA
Ackelsberg, R dan G. Yukl. 1979. Negotiated Transfer Pricing and Conflict
Resolution inOrganizations. Decision Sciences (July): hal. 387-398
Anctil, Regina M. dan Sunil Dutta. 1999. Negotiated Transfer Pricing and Divisional
vs Firm Wide Performance Evaluation. The Accounting Review (January): hal. 87104
Charlos, Peter dan Susan Haka, 1990, Transfer Pricing Under Bilateral Bargaining,
TheAccounting Review (July); hal 624-641
Bailey, A.D dan W.J. Boe, 1976. Goal and Resource Transfers in the Multigoal
Organization, The Accounting Review (July): hal.559-573
DeJong, V.D., R.Forsythe, J.Kim dan C.W.Uecker. 1989. A Laboratory Investigation
of Alternative Transfer Pricing Mechanism. Accounting, Organization and Society
14: 41-64
Eccles, R.G. (1983), Control with Fairness in Transfer Pricing, Harvard Business
Review
(November-December): hal. 149-161

24

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


Edlin, Aaron S., dan Stefan Reichelstein, (1995). Specific Investment Under
Negotiated Transfer Pricing: An Efficiency Result, The Accounting Review, (April):
hal.275-291
Grabski, S.V. 1985. Transfer Pricing in Complex Organizations: A Review and
Integration of Recent Empirical and Analytical Research. Journal of Accounting
Literature 4:hal. 33-75
Greenberg, Penelope dan Ralph.H.Greenberg. 1994. The Impact of Control Policies
on the Process and Outcomes of Negotiated Transfer Pricing. Journal of Management
Accounting Research 6 (Fall): 93-127
Harris, K.L. dan P. Carnevale. 1990. Chilling and Hastening: The Influence of Third
Party Power and Interest on Negotiation. Organizational Behavior and Human
Decision Process 47: hal. 138-160
Hirshleifer, J. (1956), On the Economics of Transfer Pricing, Journal of Business
(July): hal. 172-184
Kaplan, R.S., dan A.A. Atkinson, (1989) Advanced Management Accounting, Prentice
Hall, Englewood Cliffs, NJ.
McAulay, L. dan C.R. Tomkins, (1992). A Review of The Contemporary Trasfer
Pricing Literature With Recommendations For Future Research, British Journal of
Management, Vol.3: hal.101-122
Melumad, N.D. dan S. Reichelstein (1987), Decentralization Versus Delegation and
The Value of Communication, Journal of Accounting Research (Supplement):hal.1-18
Lambert, D. (1979) Transfer Pricing and Interdivisional Conflict, California
Management Review (Summer): hal.70-75
Ronen, J. dan G.McKinney. 1970. Transfer Pricing for Divisional Autonomy. Journal
of Accounting Research (Spring): hal. 99-112
Rosenthal, Robert. 1991. Meta-Analytic Procedures for Social Research. Sage
Publication, Inc.
Schepanski, A, R.M.Tubbs, dan R.A. Grimlund. 1992. Issues of Concern Regarding
Within and Between-Subjects Designs in Behavioral Accounting Research. Journal
of Accounting Literature 11: hal. 121-150
Sims, P., D. Szilagyl, dan R.T. Keller, (1976), The Measurement of Job
Characteristics, Academy of Management Journal (19): hal.195-112
Spicer, H.B. 1988. Towards an Organizational Theory of Transfer Pricing Process.
Accounting, Organizations and Society 7: hal. 149-165
Swieringa, R.J. dan J.H. Waterhouse (1982), Organizational Views of Transfer
Pricing. Accounting, Oragnizations and Society, No.2: hal. 149-165

25

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

Watson, D.J.H., dan J.V. Baumler, 1975, Transfer Pricing: A Behavioral Context, The
Accounting Review, (July): hal. 466-474

Lampiran 1
Grafik 1. Plot Interaksi Skema Insentif dan Arbitrase

26

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

LABA
34000

32000

30000

28000

26000

ktgri
24000
noabt
22000
div

abt
persh

Lampiran 2
Grafik 2. Plot Skema Insentif* Arbitrase pada Otonomi

27

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004

OTONOMI
4,5

4,0

3,5

3,0

ktgri

2,5

noabt
2,0

abt

div

persh

Lampiran 3
Grafik 3. Plot Disposisi dan Efisien

28

SNA VII DENPASAR-BALI, 2-3 DESEMBER 2004


2,25

DISPOSISI

2,50

6000

2,75
3,00

E stim a te d M a rg in a l M e a n s

5000

3,25
4000
3,50
3000

4,00
4,25

2000

4,50
1000

4,75

5,00

no ABT;DIV

no ABT;Persh

ABT;DIV

ABT;persh

klmpk

2,25

EFISIEN

2,50

3,5

2,75
3,00

3,0

3,25
2,5
3,50
2,0

4,00
4,25

1,5

4,50
1,0

4,75

,5

5,00

no ABT;DIV

no ABT;Persh

ABT;DIV

ABT;persh

klmpk

29

Anda mungkin juga menyukai