Anda di halaman 1dari 45

BAB I

LATAR BELAKANG

1. Latar Belakang
Sakit maag atau gastritis adalah penyakit yang sering kita jumpai dan
merupakan salah satu gangguan pada sistem pencernaan yang sering
menimbulkan rasa nyeri di lambung. Masyarakat Indonesia masih sering
mengabaikan penyakit ini. Berdasarkan hasil riset Brain dan Co dengan PT. Kalbe
Farma tahun 2010 bahwa 5 dari 10 pekerja di Indonesia mengalami gastritis.
Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga pola hidup sehat dan pola
makan yang teratur, menyebabkan jumlah penderita penyakit maag atau gastritis
ini mengalami grafik kenaikan. Di penjuru dunia saat ini penderita gastritis
mencapai 1,7 miliar (Malau 2014).
Persentase dari angka kejadian gastritis di Indonesia menurut WHO adalah
40,8%, dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi
dengan prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Kurnia,2011).
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah
satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien inap di rumah sakit di
Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Depkes, 2012).Angka kejadian
gastritis pada beberapa daerah di Indonesia cukup tinggi dengan prevalensi
274,396 kasus dari 238,452,952 jiwa penduduk.Didapatkan data bahwa di kota
Surabaya angka kejadian Gastritis sebesar 31,2%, Denpasar 46%, sedangkan di
Jawa Tengah angka kejadian infeksi cukup tinggi sebesar 79,6% (Riskesdas,
2013). Oleh karena itu banyak obat sakit gastritis yang beredar di pasaran saat ini.
Obat sakit gastritis yang banyak beredar di pasaran adalah obat golongan
antasida dan obat penghambat produksi asam lambung. Pemakaian antasida
sebagai obat gastritis di masyarakat meningkat seiring dengan perubahan gaya
hidup dengan pola makan yang tidak teratur. Meski hingga kini sudah dibuat
berbagai bentuk sediaan antasida akan tetapi masih terdapat ketidaktepatan dalam

1
penggunaanya, sebagaimana penggunaan sediaan tablet antasida seharusnya
dikunyah akan tetapi masih banyak ditemukan kasus di masyarakat jika dalam
penggunaannya langsung ditelan. Karena itu dibuat juga obat golongan antasida
yang berupa sediaan sirup suspensi untuk memudahkan penggunaannya.
Alasan obat diformulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yaitu bahan obat
mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam air tetapi diperlukan
dalam bentuk sediaan cair, mudah digunakan bagi pasien yang kesulitan menelan,
diberikan kepada anak dan untuk menutupi rasa pahit. Dalam hal ini pembuatan
sediaan anatasida suspensi dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan
penggunaan obat anatasida dalam bentuk tablet dan kemudahan pemberian bagi
pasien yang sukar menelan dan mudah diberikan kepada anak anak.
Sediaan dalam bentuk suspensi diterima baik oleh konsumen dikarenakan
penampilan baik dari segi warna ataupun dari segi wadahnya. Oleh karena itu
sediaan antasida suspensi banyak dikembangkan dalam proses produksinya.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis
Penyakit pada lambung antara lain adalah gastritis (maag), dispepsia dan
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). Penyakit gastritis diakibatkan oleh asam
lambung yang berlebihan, sehingga dinding lambung tidak kuat menahan asam
lambung sehingga menimbulkan luka. Dispepsia disebabkan oleh berbagai penyebab
antara lain gangguan daya gerak saluran cerna bagian atas dan adanya waktu
pengosongan lambung yang terlambat serta stres psikis. GERD merupakan gangguan
sebagai akibat terjadinya refluks gastroesophageal. Gejala khas GERD adalah rasa
panas di dada, rasa tidak nyaman waktu menelan, dan rasa sakit waktu menelan.
Kepastian diagnosa terhadap penyakit lambung dapat dilakukan melalui pemeriksaan
laboratorium.
Adapun penyebab dari penyakit ini dibedakan menjadi dua macam yaitu
dikarenakan zat eksternal dan internal. Zat eksternal adalah zat dari luar tubuh yang
dapat menyebabkan korosif atau iritasi lambung. Sedangkan zat internal adalah
pengeluaran zat asam lambung yang berlebihan dan tidak teratur. Adapun gejala lain
yang bisa terjadi adalah karena stres yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
produksi asam lambung berlebih. Kondisi-kondisi penyebabnya antara lain :
1. Penyebab zat eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi.
2. Penyebab zat internal (adanya penyebab meningkatnya asam lambung yang
berlebihan).

3
Gambar 1. Anatomi Lambung Normal Manusia

Gambar 2. Anatomi Ulkus Peptikum

2.2 Suspensi
Definisi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam
bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang
terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-
lahan, endapan harus segera terdispersi kembali. Dapat mengandung zat
tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh
terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan mudah dituang. Penyimpanan

4
dalam wadah tertutup baik dan ditempat sejuk. Penandaan pada etiket harus
juga tertera kocok dahulu. (FI edisi III).
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut
dan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa atau sediaan padat terdiri
dari obat dalam bentuk serbuk halus, dengan atau tanpa zat tambahan yang akan
terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa yang ditetapkan. Yang
pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk untuk
suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. (Fornas
Edisi 2).
Suspensi oral adalah sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel
padat terdispersi dalam suatu pembawa cair dengan flavouring agent yang
cocok yang dimaksudkan untuk pemberian oral. Suspensi topical adalah sediaan
cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam suatu
pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit. Suspensi otic
adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro untuk pemakaian
di luar telinga. (USP XXVII, 2004).
Keuntungan Suspensi
a) Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet/kapsul, terutama
anak-anak.
b) Homogenitas tinggi.
c) Bisa digunakan untuk partikel/bahan obat yang tidak larut.
d) Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
e) Beberapa bahan obat tidak stabil jika tersedia dalam bentuk larutan dapat
dibuat dalam sediaan suspensi.
f) Obat dalam sediaan suspensi rasanya lebih enak dibandingkan dalam
larutan, karena rasa obat yang tergantung kelarutannya.
g) Stabil secara kimia karena suspensi tidak mengalami perubahan secara
kimia karena bahan aktifnya tidak larut sehingga tidak berinteraksi dengan
pelarutnya.
h) Kerjanya lebih cepat dibandingkan sediaan padat.
Kerugian Suspensi
a) Tidak praktis dibawa bila dibandingkan dalam bentuk sediaan lain,
misalnya puyer, tablet dan kapsul.
b) Keseragaman dan keakuratan dosis tidak dapat dibandingkan dengan
sediaan tablet.

5
c) Efektifitas formulasi sulit dicapai karena dalam pembuatannya lebih sulit
dibandingkan tablet.
d) Terjadinya sedimentasi zat atau bahan obat yang tidak terlarut.
e) Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis
yang diinginkan.
f) Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi
(cacking, flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi/perubahan
temperatur.
g) Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan.
h) Aliran menyebabkan sukar dituang.
i) Jika membentuk cacking akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitasnya turun.
j) Kestabilan rendah akan terjadi pertumbuhan kristal (jika jenuh), degradasi
dan lain-lain.

Stabilitas Suspensi
Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga
stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi,
diantaranya adalah sebagai berikut :

Ukuran Partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara
ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya.
Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan
hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas
penampangnya (Lachman,2008)
Kekentalan / Viskositas

6
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan
tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal
ini dapat dibuktikan dengan hukum STOKES.
Jumlah Partikel/Konsentrasi
Apabila di dalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar,
maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering
terjadi benturan antara partikel tersebut (Lachman,2008). Benturan itu akan
menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin
besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat.
Sifat/Muatan Partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam
campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada
kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan
yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi (Lachman,2008).
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan
mixer, homogeniser, colloid mill dan mortar. Sedangkan viskositas fase
eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut ke
dalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai
suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya bersifat mudah berkembang
dalam air (hidrokoloid).
2.3 Kriteria Suspensi yang Baik
Menurut RPS 18th ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi dalam
formulasi suspensi yang baik, yaitu partikel yang terdispersi harus memiliki
ukuran yang sama dimana partikel ini tidak mengendap dengan cepat dalam
wadah, sedimen harus tidak membentuk endapan yang keras atau endapan
tersebut harus dapat terdispersi kembali dengan usaha yang minimum dari
pasien, serta produk harus mudah untuk dituang, memiliki rasa yang
menyenangkan dan tahan terhadap serangan mikroba. Menurut pdf. Liberman,
suspensi yang ideal atau suspensi yang diinginkan harusnya memiliki :

7
a) Idealnya bahan-bahan terdispersi harus tidak mengendap dengan cepat pada
dasar wadah. Bagaimanapun juga dikatakan termodinamika tidak stabil
sebagai cenderung mengendap. Oleh karena itu, seharusnya siap
didispersikan kembali membentuk campuran yang seragam dengan
penggocokan sedang dan tidak membentuk cake.
b) Sifat fisika seperti ukuran partikel dan viskositasnya tetap harus tetap
konstan selama penyimpanan produk.
c) Viskositasnya memungkinkan untuk mudah mengalir dari wadah (mudah
dituang). Untuk penggunaan luar, produk harus cukup cair tersebar secara
luas melalui daerah yang diinginkan dan tidak boleh terlalu bergerak.
d) Suspensi untuk pemakaian luar sebaiknya cepat kering dan memberi lapisan
pelindung yang elastis dan tidak cepat hilang.
e) Harus aman, efektif, stabil, elegan secara farmasetik selama penyimpanan.
f) Suspensi kembalinya harus menghasilkan campuran yang homogen dari
partikel obat yang sama yang dipindahkan secara berulang-ulang.

2.4 Monografi Bahan Aktif Suspensi Obat Maag


Magnesii Hydroxidum [FI IV halaman 513]
Magnesium Hidroksida[1309-42-8]
Mg (OH)2 BM 58,32
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2 jam
mengandung tidak kurang dari 95.0% dan tidak lebih dari 100.5% Mg (OH)2.
Berat Molekul : 58,32
Rumus Molekul : Mg (OH)2
Pemerian : Serbuk putih; ruah.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut
dalam asam encer.

Monografi Aluminium Hidroksida (Al(OH)3) [FI IV hal. 82]


Aluminium Hidroxydi Gel
Gel Aluminium Hidroksida
Aluminium Hidroksida [21645-51-2]
Al(OH)3 BM 78,00
Gel Aluminium Hidroksida adalah suspensi dari aluminium hidroksida
bentuk amorf, sebagian hidroksida tersubstitusi dengan karbonat.

8
Mengandung aluminium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90% dan
tidak lebih dari 110,0% Al(OH)3, dari jumlah yang tertera pada etiket.
Bobot Molekul : 78,00
Romus Molekul : Al(OH)3
Pemerian : Suspensi kental, putih, jika dibiarkan akan terjadi
sedikit cairan jernih yang memisah.
pH antara 5,5 dan 8,0; lakukan penetapan secara potensiometrik.

2.5 Monografi Bahan Tambahan Suspensi


Bahan Pensuspensi/Suspending Agent
Berfungsi untuk memperlambat pengendapan, mencegah penurunan
partikel, dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Cara kerjanya
dengan meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan
mempersulit rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai
kekentalan yang sedang dan partikel yang terlindung dari gumpalan/aglomerasi.
Hal ini dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel, biasanya muatan
partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.
Bahan pensuspensi/ Suspending Agent yang digunakan dalam formula suspense
antasida adalah CMC Na.
Kelarutan : larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan larutan
jernih, praktis tidak larut dalam pelarut organik.
pH : 1 % larutan dalam air mempunyai pH 6 8,5. Stabil pada range pH
510. Viskositas musilago CMC Na menurun drastis pada pH<5 atau pH>10.
Musilago lebih peka terhadap perubahan pH daripada metilselulosa.
Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan kering
dengan mempertahankan suhu pada 160o C selama 1 jam, tetapi akan terjadi
penurunan viskositas secara perlahan-lahan dan sifat-sifat larutan yang dibuat
dari bahan yang telah disterilkan memburuk. Sterilisasi larutan dengan
pemanasan juga menyebabkan penurunan viskositas, tetapi hal ini tidak terlalu
dipermasalahkan. Bila suatu larutan dipanaskan dalam autoklaf pada 125 o C

9
selama 15 menit dan dibiarkan menjadi dingin, viskositas menurun sekitar
25%. Karenanya, bila menghitung jumlah CMC Na yang akan dipakai dalam
sediaan yang akan disterilkan hal ini harus dipertimbangkan.
OTT : CMC Na adalah anionik, maka tidak tersatukan dengan kationik seperti
akriflavine, gentian violet, thiamin, Pharmagel A, germisida kuarterner,
alkaloid, hampir semua antibiotik dan logam berat (seperti Al, Zn, Hg, Ag, Fe),
CMC Na juga tidak tersatukan dengan larutan asam kuat, FeCl3 (garam-garam
besi yang larut air), alumunium sulfat dan banyak elektrolit.
Keamanan : CMC Na adalah zat yang non toksik.
Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair
(pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral atau parenteral.
Juga dapat digunakan untuk penstabil emulsi dan untuk melarutkan endapan
yang terbentuk bila tinctur yang mengandung resin ditambahkan ke dalam air.
Untuk tujuan tersebut 0,25%1% atau 0,5%2% CMC Na dengan derajat
viskositas medium umumnya mencukupi.
Bahan Pembasah (Wetting agent)/Humektan
Digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air
(sudut kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Bahan
pembasah yang biasa digunakan adalah surfaktan yang dapat memperkecil
sudut kontak antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik
dan anionik efektif digunakan untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial
positif dan negatif. Sedangkan surfakatan nonionik lebih baik untuk pembasah
karena mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi
dapat terjadi solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.
Bahan pembasah bekerja dengan menghilangkan lapisan udara pada
permukaan zat padat, sehingga zat padat dan humektan lebih mudah kontak
dengan pembawa. Contoh: gliserin, propilen glikol, polietilen glikol dan
lainlain.

10
Bahan Pembasah (Wetting agent)/Humektan yang digunakan dalam
formula suspensi antasida adalah gliserin.
Karakteritik fisika : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,kental, cairan
higroskopis, rasa manis kira-kira 0.6x manisnya sukrosa Kelarutan : dapat
campur dengan air dan dengan etanol (95%)p, praktis tidak larut dalam
kloroform, dalam eter p, dan dalam minyak lemak.
Karakteristik kimia : Gliserin murni tidak mudah teroksidasi pada kondisi
penyimpanan biasa tetapi membusuk pada keadaan panas. Campuran gliserin
dengan air, etanol dengan propilenglikol merupakan campuran kimia yang
stabil. Gliserin membentuk kristal pada temperatur rendah, kristal tidak akan
melebur sampai suhu 20C. Inkompatibilitas dengan oksidator kuat (kromium
trioksid, potasium klorat/potasium permanganat). Kontaminan besi di dalam
gliserin dapat menimbulkan penggelapan warna dalam campuran yang
mengandung fenol, salisilat dan tanin.
Keterangan tambahan : Gliserin dapat berfungsi sebagai antimikroba,
sweetening agent, humektan, emolient, plastisizer agent, tonicity agent, solvent.
Pemanis
Berfungsi untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Masalah yang perlu
diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah usia dari pasien, dimana anak-
anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka sirup
dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti
kopi dan sebagainya. Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak
sama dengan orang sehat. Rasa yang dapat diterima untuk jangka pendek
mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka panjang. Rasa
obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin
sediaan berasa enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu
tertentu kemungkinan dapat berubah. Selain halhal tersebut. yang harus
diperhatikan dari perbaikan rasa adalah zat pemanis yang dapat menaikkan
kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor tinggi, sehingga tidak dapat

11
digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.
Catatan :
a. pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 2025%;
b. sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5%, sakarin 0,05%;
c. kombinasi sorbitol : sirupus simplex=30% b/v, 10% b/v ad 2025% b/v
total;
d. pH>5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volum;
e. sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi.

Bahan pemanis yang digunakan dalam formula suspensi sukralfat


adalah sirupus simplex.
Pembuatan : Larutkan 65 bagian sakarosa dalam larutan metil paraben 0.25%
b/v secukupnya hingga diperoleh 100 bagian sirop.
Pemerian : Cairan jernih, tidak beerwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk.
(Farmakope Indonesia Edisi 3, Hal 567)
Pewarna, Pewangi dan Perasa
Pewarna dan pewangi harus serasi, diantaranya sebagai berikut.
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit.
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.
Bahan perasa yang digunakan dalam formula suspensi sukralfat adalah
Menthol 0.2 g, Peppermint royal 2.0 g.
Menthol
Pemerian : Hablur berbentuk jarum atau prisma; tidak berwarna; bau tajam
seperti minyak permen; rasa panas dan aromatic diikuti rasa dingin.

12
Kelarutan : Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol (95%),
dalam kloroform P, dan dalam eter P; mudah larut dalam parfin cair P, dan
dalam minyak atsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik; ditempat sejuk.
Khasiat dan kegunaan : Korigen dan antiiritan. (Farmakope Indonesia Edisi 3,
Hal 362)

Pengawet
Pengawet sangat dianjurkan jika dalam sediaan mengandung bahan alam, atau
bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh
mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan
untuk pemakaian berulang (multiple dose). Pengawet yang sering digunakan,
diantaranya :
a. metil/propil paraben (2 : 1 ad 0,10,2 % total),
b. asam benzoat/Na-benzoat,
c. chlorbutanol/chlorekresol (untuk obat luar/mengiritasi),
d. senyawa ammonium (amonium klorida kuarterner) OTT dengan
metilselulosa.
Bahan perasa yang digunakan dalam formula suspensi sukralfat adalah
Propil paraben 0.5%.
Nama lain : Nipagin
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3.5 bagian etanol
(95%) P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P, dan dalam
40 bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Khasiat dan kegunaan : Zat penawet.
(Farmakope Indonesia Edisi 3, Hal 535)

Antioksidan

13
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat
aktif yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada
konsentrasi rendah. Cara kerjanya dengan memblokir reaksi oksidatif yang
berantai pada tahap awal dengan memberikan atom hidrogen. Hal ini akan
merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida. Hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih antioksidan :
a. efektif dalam konsentrasi rendah,
b. tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara
(sediaan) yang berbahaya,
c. segera larut atau terdispersi pada medium,
d. tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki,
e. dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada sediaan.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan adalah golongan kuinol (contoh :
hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran, BHA, BHT),
golongan katekhol (contoh : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat),
senyawa mengandung nitrogen (contoh : ester alkanolamin turunan amino
dan hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin), senyawa
mengandung belerang (contoh : sisteina hidroklorida) dan fenol monohidrat
(contoh : timol).

Pendapar
Berfungsi untuk mengatur pH, memperbesar potensial pengawet dan
meningkatkan kelarutan. Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang
cukup untuk mempertahankan pH. Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar
yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang diinginkan Pemilihan pendapar
harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa
digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.

Tabel Dapar Farmasetik


Jenis Dapar pKa Penggunaan
Dapar Fosfat pKa1 = 2.15 Sediaan oral, parenteral

14
pKa2 = 7.20 dan optalmik
Dapar Sitrat pKa1 = 3.128 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 4.761 dan optalmik
pKa3 = 7.20
Dapar asetat pKa = 4,74 Sediaan oral
Dapar karbonat pKa1 = 6,34 Sediaan oral
pKa2 = 10,36
Dapar borat pKa = 9,24 Sediaan optalmik

15
Acidifier

Berfungsi untuk mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspense,


memperbesar potensial pengawet dan meningkatkan kelarutan. Acidifier yang
biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.

Flocculating Agent
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu
partikel berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau flok.
Floculating agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap tetapi
mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi menjadi empat
kelompok yaitu sebagai berikut.

Surfaktan
Surfaktan ionik dan non ionik dapat digunakan sebagai floculating
agent. Konsentrasi yang digunakan berkisar 0.001 sampai 1% b/v. Surfaktan
non ionik lebih disukai karena secara kimia lebih kompatibel dengan bahan-
bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan surfaktan dapat
menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.

Polimer Hidrofilik
Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai
karbon panjang termasuk beberapa bahan yang pada konsentrasi besar
berperan sebagai suspending agent. Hal ini disebabkan adanya percabangan
rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam sistem dan dapat
teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gum
digunakan sebagai flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut
sub karbonat, serta obat lain. Polimer hidrofilik yang berperan sebagai koloid
hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi untuk membentuk flok

16
longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama
koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada
proses pembuatan perlu diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu
berlebihan karena dapat menghambat pengikatan silang antara partikel dan
menyebabkan adsoprsi polimer pada permukaan satu partikel saja kemudian
akan terbentuk sistem deflokulasi.

Clay
Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1%
dilaporkan dapat berperan sebagai floculating agent pada pembuatan obat
yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup. Bentonit digunakan
sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada
konsentrasi 1.7%.

Elektrolit
Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan
potensial zeta partikel yang terdispersi dan menyebabkan flokulasi.
Pernyataan Schulzhardy menunjukkan bahwa kemampuan elektrolit untuk
memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi counter ionnya.
Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang digunakan
dari mono. Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan
elektrolit berlebihan atau muatan yang berlawanan dapat menimbulkan
partikel memisah masing-masing dan terbentuk sistem flokulasi dan
menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan NaCl dapat
meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan
natrium dodesil polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh
surfaktan dan dibentuk sistem flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai
flokulating agent jarang digunakan di indusri.

2.6 Sistem Pembentukan Suspensi

17
Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi
kembali.
Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi adalah :
1. Partikel merupakan agregat yang bebas.
2. Sedimen terjadi cepat.
3. Sedimen terbentuk cepat.
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah
terdispersi kembali seperti semula.
5. Ujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan
diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata.

Sistem Deflokulasi
Dalam sistem deflokulasi partikel deflokulasi mengendap dan akhirnya
membentuk sedimen, dimana terjadi agregasi akhirnya terbentuk cake yang
keras dan sulit tersuspensi kembali.
Secara umum sifat-sifat dari partikel deflokulasi adalah :
1. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.
2. Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing partikel mengendap
terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.
3. Sedimen terbentuk lambat.
4. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
lagi.
5. Ujud suspensi menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif
lama. Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut.

2.7 Metode Pembuatan


Metode Dispersi
Serbuk yang terbagi halus, didispersi didalam cairan pembawa.
Umumnya sebagai cairan pembawa adalah air. Dalam formulasi suspensi yang
penting adalah partikel partikel harus terdispersi betul di dalam air,
mendispersi serbuk yang tidak larut dalam air, kadang kadang sukar. Hal ini

18
di sebabkan karena adanya udara, lemak dan lain lain kontaminan pada
permukaan serbuk .

Metode Presitipasi
Dengan pelarut organik dilakukan dengan zat yang tidak larut dalam
air,dilarutkan dulu dalam pelarut organik yang dapat dicampur dengan air, lalu
ditambahkan air suling dengan kondisi tertentu. Pelarut organik yang
digunakan adalah etanol, methanol, propilenglikol dan gliserin. Yang perlu
diperhatikan dengan metode ini adalah control ukuran partikel, yaitu
terjadinya bentuk polimorf atau hidrat dari kristal.

2.8 Evaluasi Suspensi


Evaluasi Fisika
a) Uji bau, warna dan rasa.
Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, warna dan rasa.
b) Distribusi ukuran partikel.
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :
metode mikroskopik merupakan metode langsung yang sering
digunakan pada penentuan ukuran partikel terutama sediaan suspensi
dan emulsi,
metode pengayakan, menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah
dikalibrasi oleh National Bureau of Standards. Ayakan sering
digunakan untuk pengklasifikasian/membagibagi ukuran partikel.
Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 m5 m, dibuat dengan
teknik photoetching & electroforming,
metode sedimentasi ukuran partikel pada subsieve range dapat
diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan hukum Stokes,
metode penentuan volume partikel instrumen yang populer
digunakan untuk penentuan volume partikel adalah coulter counter

19
dengan prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi
dalam cairan melewati lubang kecil
c) Homogenitas
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada
berbagai tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yang
lebih akurat).
Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas
dapat ditentukan secara visual.
Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah atau
bawah.
Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca
objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.
Partikel diamati secara visual.
Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan
jumlah atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada
berbagai tempat pengambilan sampel (suspensi dikocok terlebih
dahulu).
d) Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi.
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu
pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu
suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah
didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem
yang homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya
mendispersikan kembali membentuk dua prosedur yang paling umum.
Prinsip : perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan
volume asal (Vo) sebelum terjadi pengendapan. Semakin besar nilai V u,
semakin baik suspendibilitasnya.
Cara pengujian dilakukan dengan memasukkan sediaan ke dalam
tabung sedimentasi yang berskala (volume yang diisikan merupakan volume
awal/Vo), setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan

20
terjadinya sedimentasi, ukur volume akhir (Vu) dan hitung volume
sedimentasi (F).
Penafsiran hasil :
Bila F=1 dinyatakan sebagai Flocculation equilibrium merupakan
sediaan yang baik. Demikian bila F mendekati 1.
Bila F>1 terjadi Floc sangat longgar dan halus sehingga volume
akhir lebih besar dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat
tambahan.
Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang
horizontal atau sedikit curam.
e) Bj sediaan dengan piknometer (FI IV, hal 1030).
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan
bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain,
didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25C terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam
monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume
dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 C zat berbentuk padat, tetapkan
bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan
mengacu pada air pada suhu 25 C.
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada
suhu 25 C.
Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 C, masukkan ke dalam
piknometer.
Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25C.
Buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi.

21
Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat
dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam
monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 C.
f)Sifat aliran dan viskositas dengan viskometer Brookfield.
Viskometer Brookfield merupakan viskometer banyak titik dimana
dapat dilakukan pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga
diperoleh rheogram yang sempurna. Viskometer ini dapat pula digunakan
baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton maupun non-
Newton
g) Volume terpindahkan (FI IV , hal 1089).
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi
yang dikemas dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada
etiket tidak lebih dari 250 ml yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau
sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan
pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari
wadah asli akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket.
Caranya:
pilih tidak kurang dari 30 wadah,
untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu per satu,
untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah
pembawa seperti yang tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan
volume pembawa seperti yang tertera pada etiket diukur secara seksama
dan campur,
tuang isi perlahanlahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering
terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang
diukur,
penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan dan diamkan selama 30 menit,

22
jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran,
dimana volume rata-rata yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari
100% dan tidak satu pun volume wadah yang kurang dari 95%.
jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun
wadah yang volumenya kurang dari 95%,
jika B adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi
tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan
pengujian terhadap 20 wadah tambahan,
volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100%
dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi
tidak kurang dari 95%.
h) Penetapan pH (FI IV , hal 1039).
i) Kadar air (hanya untuk suspensi kering).
j) Penetapan waktu rekonstitusi (hanya untuk suspensi kering).

2.9 Evaluasi Kimia


a) Keseragaman sediaan, berupa uji keseragaman kandungan untuk suspensi
dalam wadah dosis tunggal.
b) Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing).
c) Identifikasi (sesuai monografi masing-masing).
d) Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi
antasida (FI IV, hal 942).

2.10 Evaluasi Biologi


a) Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV, hal 891-899).
b) Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854).
c) Uji efektivitas pengawet (FI IV, hal 854-855).

23
2.11 Farmakodinamik

Antasida bekerja dengan menetralkan asam lambung, tidak mengurangi


volume asam lambung yang disekresikan, tapi peninggian pH akan menurunkan
aktifitas pepsin. Antasida yang mengandung alumunium hidroksida juga
mempunyai efek proteksi terhadap mukosa lambung, diduga menghambat
pepsin secara langsung.

Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O Antasida yang paling sering digunakan


ialah alumunium hidroksida (Al(OH)3) dan magnesium hidroksida (Mg(OH)2).
Obat ini tersedia dalam bentuk kombinasi keduanya. Senyawa alumunium
hidroksida (basa lemah) sukar untuk meninggikan pH di atas, sedangkan basa
yang lebih kuat seperti magnesium hidroksida dapat meninggikan pH sampai 9
(Arif dkk, 2007).

2.12 Farmakokinetik

Antasida diabsorpsi pada keadaan perut kosong 20 60 menit,


sedangkan 1 jam setelah makan sampai 3 jam. Ekskresi alumunium hidroksida
yang diabsorpsi melalui urin (0,1 0,5 mg dari aluminium yang ada dalam
antasida diabsorpsi), yang tidak diabsorpsi diekskresikan melalui feses.
Magnesium hidroksida yang diabsorpsi (30%) akan dibuang melalui urin,
sisanya melalui feses (Wehbi dkk, 2013).

2.13 Mekanisme Reaksi


Antasida adalah golongan obat yang digunakan untuk menetralkan asam
di lambung. Secara alami lambung memproduksi suatu asam, yaitu asam
klorida (HCl) yang berfungsi untuk membantu proses pencernaan protein.
Antasida bekerja dengan cara menetralkan lambung yang terlalu asam. Selain

24
menetralkan asam lambung, antasida juga meningkatkan pertahanan mukosa
lambung dengan memicu produksi prostaglandin pada mukosa lambung.
Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antasida, tidak larut dan
efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl 2. Magnesium
hidroksida yang tidak larut akan tetap berada dalam lambung dan akan
menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Satu
gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang
tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida.
Reaksi :
Mg(OH)2 (aq) + 2HCl (aq) MgCl2 (aq) + 2H2O (l)

Aluminium hidroksida menghasilkan aluminium klorida dan air. Namun


jika pH lebih dari 5, maka reaksi netralisasinya tidak berlangsung sempurna.
Ion alumunium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astringen
( menciutkan selaput lendir ). Antasida ini mengadsorpsi pepsin dan
menginaktivasinya. Cara kerja obat ini adalah senyawa alumunium yang
merupakan suatu zat koloid, melapisi selaput lendir, menetralkan asama klorida
dan mengikat asam klorida secara adsoptif.
Reaksi yang terjadi di dalam lambung, antara alumunium hidroksida dengan
asam lambung :
Al(OH)3 (aq) + 3HCl (aq) AlCl3 + 3H2O

25
2.14 Efek Obat dan Efek Sampingnya

Bahan Aktif Kegunaan Efek Samping


Alumunium Menetralkan Konstipasi, dapat terjadi
Hidroksida asam mual muntah, dapat
lambung mengurangi absorpsi
bermacam-macam vitamin
dan tetrasiklin
Magnesium Menetralkan Diare, sebanyak 5-10 %
Hidroksida asam magnesium diabsoprsi dan
lambung dapat menimbulkan
kelainan neurologi,
neuromuskular, dan
kardiovaskular.

Antasida yang terdiri dari kombinasi alumunium hidroksida dan


magnesium hidroksida dipilih karena menghasilkan efek non sistemik dengan
masa kerja panjang. Antasida non sistemik hampir tidak diabsorbsi di dalam
usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Kombinasi ini
diharapkan dapat mengurangi efek samping dari obat.

26
BAB III
PEMBAHASAN RANCANGAN FORMULA

A. RANCANG FORMULA
I. BAHAN YANG TEPILIH
1. Magnesium Hidroksida
Alasan Pemilihan bahan aktif :
- Bahan aktif ini dipilih karena antasida yang mengandung magnesium
relatif tidak larut air sehingga bekerja lebih lama bila berada dalam
lambung dan sebagian besar tujuan pemberian antasida tercapai.
Pemerian : Serbuk, putih, ruah

2. Alumunium Hidroksida
Alasan pemilihan bahan aktif :
- Bahan aktif ini dipilih karena memiliki daya menetralkan asam lambung
lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Alumunium ini bersifat
demulsen dan absorben. Dan juga absorbsi makanan setelah pemberian
alumunium dipengaruhi dan komposisi tinja tidak berubah. Efek samping
pada antasida yang mengandung Al(OH)3 yaitu konstipasi.
Pemerian : serbuk amorf, putih, tidak berbau, dan tidak berasa.

3. Simetikon
Alasan pemilihan bahan aktif :
Bahan aktif dipilih karena simetikon digunakan sebagai anti kembung
(antiflatulen) dan sebagai penurun tegangan permukaan yang bersifat anti
busa.
Pemerian : Cairan kental, tembus cahaya, warna abu-abu

II. PEMILIHAN BENTUK SEDIAAN


Karakteristik Fisika Karakteristik Kimia Keterangan
Khusus
Mg (OH)2
- Kelarutan : Praktis tidak pH sediaan yang
larut air dan dalam digunakan adalah 7,3-8,5

27
etanol, larut dalam asam
encer
- Suhu lebur sampai 800
C lebih
Al(OH)3
- Kelarutan : Praktis tidak pH suspensi 4% b/v
larut air dan etanol, larut dalam ir bebas karbon
dalam asam mineral dioksida P tidak lebih dari
encer dan larutan alkali 10
hidroksida
Simetikon
- Kelarutan : tidak larut pH sediaan sebagai
dalam air dan etanol, fase antasida tidak kurang dari
cair larut dalam 3 dan tidak lebih dari 10
kloroform,ndalam eter
dan dalam benzena,
tetapi silikon dioksida
tertinggal sebagai sisa
dalam pelarut-pelarut itu.
- Tahan pemanasan sampai
suhu 200C

Bentuk sediaan yang dipilih adalah larutan suspensi karena bahan obat
yang digunakan tidak larut air. Obat yang dibuat diinginkan dalam
saluran cerna sehingga harus dalam bentuk partikel halus.
Antasida lebih efektif bila diberikan dibentuk suspensi, karena tidak
mengalami pengeringan selama pembuatan, sehingga mengurangi
daya netralisasinya seperti pada sediaan tablet. (Obat-obat Penting hal
251)
Bentuk suspensi mulai kerjanya lebih cepat dibandingkan bentuk
tablet.
( Farmakologi dan Terapi hal. 505)

III. TAKARAN/DOSIS ZAT AKTIF

28
I. Takaran atau dosis zat aktif dari berbagai pustaka
- Dosis Al(OH) menurut Pharmaceutical Dosage Forms Dispers System
Volume 2 halaman 128 :
Dalam sediaan 5mL mengandung 225mg Aluminium hidroxid.
- Dosis Al(OH) menurut Martindle halaman 2 :
Dalam sediaan 15mL mengandung 500-1000 gram Al(OH), hal
tersebut sesuai dengan rentang dosis zat aktif pada pustaka
Pharmaceutiacal Dosage Forms Dispers System Volume 2
- Dosis Mg(OH)2 menurut Pharmaceutiacal Dosage Forms Dispers System
Volume 2 halaman 128 :
Dalam sediaan 5mL mengandung 200mg
- Dosis Mg(OH)2 menurut Martindle halaman 82 :
Dalam sediaan 15mL mengandung 500-750mg Mg(OH)2, hal tersebut
sesuai dengan literatur yang ada.
- Dosis simeticon menurut Pharmaceutiacal Dosage Forms Dispers System
Vo lume 2 halaman 128 :
Dalam sediaan 5mL mengandung 20-40mg.

II. Menentukan waktu pemakaian


- Antasida diberikan 4-6 jam sehari, karena dalam sehari pemberian antasid
3-4 kali (Martindle halaman 72)
- Maksimal pemakaian antasid selama 6 hari, jika lebih dari 6 hari dapat
menyebabkan naiknya pH urin (Martindle)

III. Dosis persatuan takaran terkecil


Volume terkecil = 60 mL
Takaran = sendok teh 1x pakai = 5mL
Digunakan untuk pasien = umur 12 tahun ke atas (dewasa)
Sekali 5mL / 1 sdt
Sehari 15mL / 3 sdt
Maka dipilih sediaan 60mL, dengan alasan :
- Pemakaian obat antasid selama 4 hari memerlukan 60mL sediaan
- Memudahkan pasien dalam penggunaan karena tidak terlalu banyak
ketentuan.
Sasaran pasien umur 12 tahun ke atas, karena :
Dalam kehidupan nyata, penggunaan obat antasid kebanyakan
berumur 12 tahun ke atas. Sehingga tingkat komersialnya lebih besar karena
tingkat konsumen lebih banyak.

29
IV. Jumlah bahan aktif
- Aluminium hidroxida Al(OH)
Tiap 5mL mengandung 225mg
Kemasan terkecil 60mL penimbangan :

60mL x 225 mg = 2700 mg = 2,7gram


5ml

- Magnesium hidroxida Mg(OH)2


Tiap 5mL mengandung 200mg
Kemasan terkecil 60mL penimbangan :
60mL x 200 mg = 2400 mg = 2,4 gram
5mL

- Simeticon
Tiap 5mL mengandung 30mg
Kemasan terkecil 60mL penimbangan :
60mL x 30 mg = 360 mg
5mL

IV. PENYUSUNAN FORMULA SEDIAAN (per satuan terkecil dan per satuan
kemasan)
A. Formula Sediaan
R/ Al(OH)3 2,7
Mg(OH)2 2,4
Simetikon 0,36
Gliserin 20%
Sorbitol 70%
CMC Na 1%
Nipagin 0,1 %
Nipasol 0,02%
Ol. Menthae pip. 3 tetes
Aqua ad 60
(Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse system vol 2 hal 131)

B. Alasan pemilihan bahan tambahan

30
Untuk menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan, maka diperlukan bahan bahan tambahan ,
diantaranya adalah emulsifying agent, suspending agent, wetting agent,
pengawet, pemanis, flavoring agen, dll. Bahan tambahan yang digunakan
dalam pembuatan sediaan kali ini antara lain :
CMC Na (Carboxy Methyl Cellulose Sodium)
- Alasan pemiliahan : CMC tidak memiliki efek terpetik dan tidak
berbahaya. Selain itu, CMC juga berfungsi sebagai coating agent.
Dalam sediaan ini CMC digunakan sebagai emulsifying agent yaitu
untuk membentuk emulsi dengan simetikon yang berupa minyak.
- Fungsi : Sebagai suspending agent dan emulsifying agent
- Pemerian : Serbuk granular, tidak berbau, warna putih
- Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, eter, dan toluen.
Mudah terdispersi dalam air pada semua temperatur.
- Dalam larutan air stabil pada pH 7-9 (tepat sebagai antasid)
- Persyaratan penggunaan CMC Na 0,25-1% (excipient hal 78)

Nipagin (Methyl Paraben)


- Alasan pemilihan : Karena efektif mencegah jamur dan bakteri,
toksisitasnya kecil, dikombinasikan dengan nipasol untuk menambah
kelarutan nipasol dalam air.
- Pemerian : kristal tidak berwarna atau serbuk kristalin, berwarna putih,
tidak berbau, berbau lemah, rasa sedikit membakar.
- Kelarutan : Larut dalam 500 bagaian air, dalam 20 bagian air
mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%)Pndan dalam larutan alkili
hidroksida
- Dosis : Larutan oral dan suspensi 0,015-2% (excipient hal 310)

Nipasol ( Propyl Paraben)


- Alasan pemilihan : merupakan pengawet yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroba karena sediaan dalam air sangat baik untuk
pertumbuhan mikroba. Nipasol aktif dalam pH yang luas (4-8)
sehingga efektif untuk antasida.
- Pemerian : putih, kristal, serbuk tidak berasa dan berwarna

31
- Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dan
dalam eter, sukar larut dalam ait mendidih.

Gliserin
- Alasan pemilihan : Karena gliserin dapat digunakan sebagi zat
pembasah yang dapat mendesak lapisan udara yang ada di permukaan
partikel dan melapisi bahan obat sehingga menyebabkan sudut kontak
turun.
- Pemerian : Cairan jernig seperti sirup, tidak berbau, rasa manis, hanya
boleh berbau khas lemah, higroskopis, netral terhadap lakmus.
- Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidal larut
dalam kloroform, dalam eter.

Sorbitol
- Alasan pemilihan : diberikan sebagai pemanis sediaan dan dapt pula
digunakan sebagai zat pembasah agar bahan obat mudah didispersikan
dalam air karena sifat sorbitol yang mudah larut air.Sorbitol stabil pada
pH 4,5-7
- Pemerian : granul atau lempengan, higroskopis, warna putih, rasa
manis
- Kelarutan ; Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
dalam metanol dan asam asetat.

Oleum Menthae Pip.


- Alasan pemilihan ; berguna sebagai corigen odoris, dipih karena dapat
menutupi rasa pahit dari bahan obat dan juga lebih disukai orang
dewasa karena ada sensasi dingin.
- Pemerian : Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas kuat
menusuk, rasa pedas diikuti rasa dingin jika udara dihirup melalui
mulut.
- Kelarutan : Dalam etanol 70% satu bagian dilarutkan dalam 3 bagian
volume etanol 70%

C. Spesifikasi dari sediaan yang dibuat


No Parameter Spesifikasi yang diinginkan

32
1 pH sediaan Antara 7,3 8,5
2 Bj sediaan 0,2 2 g/cm3
3 Viskositas Mendekati 1000 cP
4 Warna Putih
5 Bau Menthol
6 Rasa Pedas, dingin jika dihirup
7 Ukuran partikel 0,2 m atau kurang

Semua spesifikasi diatas didapat dari pustaka


Pharmaceutical Dosage Form : Disperse system volume 2

V. PERHITUNGAN JUMLAH BAHAN TAMBAHAN


Gliserin
- (ADI = 1-1,5 g/kg BB) Handbook of excipient 205, BJ = 1,2620 g/cm
- Sediaan = 20% x 60mL
= 12mL
= 12mL x 1,2620 g/cm
= 15,144 g
- ADI pasien
12 tahun = (32,52 kg) ( ISO Indonesia : 518 )
= 32,52 kg x 1,5 g/kg BB
= 48,78 g
- Perhitungan untuk mengetahui apakah melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 15,144 g
60 mL
= 1,262 g (tidak melebihi ADI)
3x pakai = 15mL x15,144 g
60mL
= 3,786 g (tidak melebihi ADI)

Nipagin (Metil paraben)


- (ADI = 10 mg/kg BB) Handbook of excipient halaman 312, BJ = 1,352
g/cm
- Penggunaan nipagin 0,015% - 0,2% excipient halaman 310
- Sediaan = 0,1% x 60mL
= 0,06mL
= 0,06mL /x 1,352 g/ cm
= 0,08112 g
= 81,12 mg

33
- ADI pasien
12 tahun = (32,52 kg) ISO Indonesia : 518
= 32,52 kg x 10 mg/kg BB
= 325,2 mg
- Perhitungan untuk mengetahui apakah melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 81,12 mg
60 mL
= 6,76 mg (tidak melebihi ADI)

3x pakai = 15mL x 81,12 mg


60mL
= 20,28 mg (tidak melebihi ADI)

CMC Na ( Carboxy methylcellulose sodium )


- BJ = 0,75 g/ cm
Sediaan = 0,5mL x 60mL
100 mL
= 0,3mL
= 0,3mL x 0,75 g/ cm
= 0,225 g = 225 mg
- Tidak ada ADI (Excipient halaman 80)

Sorbitol
- BJ = 1,49 g/ cm
Sediaan = 70mL x 60mL
100 mL
= 42mL
= 42mL x 1,49 g/ cm
= 62,58 g = 6258 mg
- ADI pasien (> 20g/hari)
- Perhitungan melebihi ADI atau tidak
12 tahun 1x pakai = 5mL x 6258mg
60 mL
= 521,5 mg
1 hari = 3x 521,5mg
= 1564,5mg (tidak melebihi ADI)

Nipasol
- BJ = 1,288 g/ cm , penggunaan nipasol 0,01% - c
- Sediaan = 0,02% x 60Ml
= 0,012mL
= 0,012mL x 1,288 g/ cm
= 0,0155 g
= 15,5 mg

34
- ADI pasien (10 mg/kg BB)
12 tahun = (32,52 kg) ISO Indonesia : 518
= 32,52kg x 10mg/kg BB
= 532,5mg
- Perhitungan melebihi ADI atau tidak
1x pakai = 5mL x 15,5mg
60 mL
= 1,29mg (tidak melebihi ADI)
3x pakai = 15mL x 15,5mg
60 mL
= 3,875mg (tidak melebihi ADI)

DAFTAR JUMLAH BAHAN


Nama bahan Jumlah dalam mL Jumlah dalam mg
Gliserin 12 15,144
Nipagin 0,06 81,12
Nipasol 0,012 15,5
Sorbitol 42 6258
Mg(OH)2 - 2700
Al(OH) - 2400
CMC Na 0,3 225
Ol menthae q.s -
Air panas 4 -
Simeticon - 360

VI. PENYUSUNAN CARA PEMBUATAN


A. Urutan dan tahapan pencampuran dalam skala laboratori
Pembuatan Emulsi
a. Timbang simetikon 360 mg, sisihkan
b. Timbang CMC Na 225 mg, sisihkan
c. Panasi mortir dengan menuangkan air panas kedalam mortir hingga
panasnya merata,kemudian buang airnya
d. Takar air panas 4,5 ml, masukkan mortir
e. Masukkan CMC Na ke dalam mortir yang berisi air panas, ad sampai
CMC Na larut seluruhnya
f. Tambahkan sedikit demi sedikit simetikon dalam campuran di atas,
campur ad homogen
Pembuatan Suspensi
a. Timbang Mg(OH)2 2400 mg, masukkan ke dalam mortir
b. Timbang Al(OH)3 2700 mg, tambahkan ke dalam mortir, ad homogen

35
c. Timbang gliserin15,144 g ambil setengah bagian kemudian masukkan
mortir, aduk ad homogen sisihkan (a)
d. Timbang sorbitol 6258 mg tambahkan ke dalam campuran di atas ad
homogen, sisihkan
e. Timbang Nipagin 81,12 mg masukkan mortir yang berbeda, lalu sisihkan
f. Timbang Nipasol 15,5 mg tambahkan ke dalam mortir
g. Larutkan dengan sisa gliserin,aduk ad homogen
h. Campurkan ke dalam mortir (a) dan campurkan CMC Na ad homogen
i. Masukkan ke dalam botol 60 ml dan tambahkan 2 tetes ol.menthae pip

B. Bentuk Yang Diinginkan


No. Tahapan Bentuk
1. Timbang CMC Na 225 mg Serbuk putih
2. Takar 4,5 ml air panas. Taburkan CMC Na di CMC Na terkembangkan
atas air panas
3. Tambahkan simetikon 360 mg larut
4. Timbang Mg(OH)2 2400 mg larut
5. Tambahkan Al(OH)3 2700 mg serbuk
6. Tambahkan gliserin 15,144 g larut
7. Tambahkan sorbitol 6358 mg larut
8. Tambahkan Nipagin 81,12 mg larut
9. Tambahkan Nipasol 15,5 mg larut
10. Tambahkan 2 tetes ol mentae pip Terbentuk suspensi

C. Alat Yang Digunakan


1. Pembuatan sediaan skala laboratorium
a. Beaker glass
b. Mortir
c. Stamper
d. Cawan porselen
e. Gelas arloji
f. Gelas ukur
g. Sendok tanduk
h. Penangas air
i. Timbangan analitik
j. Batang pengaduk
k. Pipet tetes
2. Pembuatan Skala Besar
a. Tangki pencampur yang dilengkapi alat pengaduk
b. Alat pengukur untuk zat padat dan air dalam jumlah kecil atau
besar

36
c. Sistem penyaring untuk polishing akhir

37
BAB IV

PERSYARATAN MUTU DAN SPESIFIKASINYA

4.1 Persyaratan Mutu


1. Dapat diterima
Mempunyai estetika, penampilan, bentuk yag baik serta menarik
sehigga menciptakan rasa nyaman pada saat pengunaan (USP XIII, pge
1346-1347)

2. Aman
Aman artinya sediaan yang kita buat harus aman secara fisiologis
maupun psikologis, dan dapat meminimalisir suatu efek samping
sehingga tidak lebih toksik dari bahan aktif yang belum diformulasi.
Bahan sediaan farmasi merupakan suatu senyawa kimia yang mempunyai
karakteristik fisika, kimia yang berhubungan dengan efek farmakologis,
perubahan sedikit saja pada karakteristik tersebut dapat menyebabkan
perubahan farmakokinetik, farmakodinamik suatu senyawa.

Sediaan dalam taraf aman apabila kadar bahan aktif dalam batas
yang telah ditetapkan.

- Magnesium Hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 2


jam mengandung tidak kurang dari 95% dan tidak lebih dari 100,5%
Mg(OH)2
- Gel Alumunium Hidroksida adalah suspense dari alumunium hidroksida
bentuk amorf, sebagian hidroksida disubstitusi dengan karbonat.
Mengandung alumunium hidroksida setara dengan tidak kurang dari 90%
dan tidak lebih dari 110% Al(OH)3 dari jumlah yang tertera pada etiket.
- Simetikon adalah campuran polimer siloksan linier yang termetilasi
penuh. Mengandung tidak kurang dari 90,5% dan tidak lebih dari 99%

38
polidimetilsiloksan, [(CH3)2 SiO]n, dan tidak kurang dari 4% dan tidak
lebih dari 7% silikon dioksida SiO2
3. Efektif
Efektif dapat diartikan sebagai dalam jumlah kecil mempunyai
efek yang optimal. Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai sehari
selama pengobatan (1 kurun waktu) harus mampu mencapai reseptor dan
memiliki efek yang dikehendaki.

Sediaan yang efektif adalah sediaan bila digunakan menurut


aturan pakai yang disarankan akan menghasilkan efek farmakologi yang
optimal untuk tiap-tiap bentuk sediaan dengan efek samping yang
minimal.

4. Stabilitas fisika
Sifat-sifat fisika organoleptis, keseragaman, kelarutan, dan
viskositas tidak berubah

5. Stabilitas kimia
Secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan perubahan warna,
pH, dan bentuk sediaan. Sediaan dibuat pada pH 6-9 diharapkan tidak
mengalami perubahan potensi.

6. Stabilitas mikrobiologi
Tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme selama wktu edar.
Jika mengandung pengawet harus tetap efektif selama waktu edar.
Mikroorganisme yg tidak boleh ditemukan pada sediaan : Salmonella sp.,
E.coli, Enterobacter sp., P. aeruginosa, Clastridium sp., Candida
albicans

7. Stabilitas farmakologi
Selama penyimpanan dan pemakaian efek terapetiknya harus tetap
sama.

8. Stabilitas toksikologi

39
Pada penyimpanan dan pemakaian tidak boleh ada kenaikan
toksisitas.

4.2 Spesifikasi dari sediaan yang dibuat


No Parameter Spesifikasi yang diinginkan
1 pH sediaan Antara 7,3 8,5

2 Bj sediaan 0,2 2 g/cm3

3 Viskositas Mendekati 1000 cP

4 Warna Putih

5 Bau Menthol

6 Rasa Pedas, dingin jika dihirup

7 Ukuran partikel 0,2 m atau kurang

Semua spesifikasi diatas didapat dari pustaka

(Pharmaceutical Dosage Form : Disperse system volume 2)

40
BAB V

EVALUASI SEDIAAN SUSPENSI ANTASIDA

5.1 Evaluasi Fisika


1. Uji bau, warna dan rasa
Pemeriksaan organoleptic yang dilakukan meliputi bau, warna dan rasa.
2. Distribusi ukuran partikel
Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :
Metode mikroskopik merupakan metode langsung yang sering
digunakan pada penentuan ukuran partikel terutama sediaan suspensi
dan emulsi,
Metode sedimentasi ukuran partikel pada subsieve range dapat
diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan hukum Stokes,
Metode penentuan volume partikel instrumen yang populer
digunakan untuk penentuan volume partikel adalah coulter counter
dengan prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi
dalam cairan melewati lubang kecil
3. Homogenitas
Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun
distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai
tempat (ditentukan menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih
akurat).
Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas
dapat ditentukan secara visual.
Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah atau
bawah.
Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca
objek lain sehingga terbentuk lapisan tipis.
Partikel diamati secara visual.

41
Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai
tempat pengambilan sampel (suspensi dikocok terlebih dahulu).
4. Volume Sedimentasi dan kemampuan redispersi
Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu
pertimbangan utama dalam menaksir penerimaan pasien terhadap suatu
suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus dengan mudah
didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan
sistem yang homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya
mendispersikan kembali membentuk dua prosedur yang paling umum.

Prinsip : perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan


volume asal (Vo) sebelum terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu,
semakin baik suspendibilitasnya.

Cara pengujian dilakukan dengan memasukkan sediaan ke dalam


tabung sedimentasi yang berskala (volume yang diisikan merupakan
volume awal/Vo), setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir
dengan terjadinya sedimentasi, ukur volume akhir (V u) dan hitung volume
sedimentasi (F).

Penafsiran hasil :

Bila F=1 dinyatakan sebagai Flocculation equilibrium merupakan


sediaan yang baik. Demikian bila F mendekati 1.
Bila F>1 terjadi Floc sangat longgar dan halus sehingga volume
akhir lebih besar dari volume awal. Maka perlu ditambahkan zat
tambahan.
Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang
horizontal atau sedikit curam.

5. Bj sediaan dengan piknometer (FI IV, hal 1030)

42
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan
bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain,
didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25C terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam
monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume
dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25 C zat berbentuk padat, tetapkan
bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan
mengacu pada air pada suhu 25 C.
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada
suhu 25 C.
Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20 C, masukkan ke dalam
piknometer.
Atur suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25C.
Buang kelebihan zat uji dan timbang.
Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah
diisi.
Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat
dengan bobot air dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam
monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25 C

6. Sifat aliran dan viskositas dengan viscometer Brookfield


Viskometer Brookfield merupakan viskometer banyak titik dimana dapat
dilakukan pengukuran pada beberapa harga kecepatan geser sehingga
diperoleh rheogram yang sempurna. Viskometer ini dapat pula digunakan
baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan Newton maupun non-
Newton

7. Penetapan pH

43
Untuk uji pH menggunakan kertas pH universal, caranya dengan
mencelupkan secara langsung kertas ke dalam larutan hasil pembuatan. Dari
uji tersebut didapatkan perubahan warna lalu diabndingkan dengan indicator
warna universal.

5.2 Evaluasi Kimia


1. Penetapan kadar
Penetapan kadar menggunakan metode titrasi kompleksometri. Titrasi
kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks
antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Gugus yang terikat pada
atom pusat disebut ligan. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium
etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA).
Reaksi pembentukan kompleks dapat dianggap sebagai suatu reaksi
asam basa Lewis dengan ligan bertindak sebagai basa, karena
menyumbangkan sepasang elektronnya kepada kation, yang merupakan
asamnya. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dengan ligan
seringkali bersifat kovalen, namun dalam beberapa kasus antaraksi tersebut
berupa tarik menarik Coulomb.
a) Penetapan kadar Alumunium [FI IV halaman 972]
Ke dalam 20 ml larutan uji ditambahkan 25 ml Dinatrium Edetat 0,1 M
LV dan 10 ml campuran volume sama Ammonium Asetat 2 N dan Asam
Asetat 2 N. Kemudian dipanaskan hingga mendidih sampai 2 menit,
didinginkan dan ditambahkan 50 ml Etanol mutlak P dan 3 ml larutan
Ditizon P 0,025% dalam Etanol mutlak P yang dibuat segar. Kemudian
kelebihan Dinatrium Edetat dititrasi dengan Zink Sulfat 0,1 M LV hingga
warna berubah dari biru kehijauan menjadi ungu kemerahan.
1 ml Dinatrium Edetat 0,1 M 2,698 mg Al

b) Magnesium Hidroksida FI edisi IV hal. 973 )


Larutan uji diencerkan dengan air hingga 300 ml atau dengan melarutkan
sejumlah zat uji dalam 5 ml sampai 10 ml air atau dalam sedikit asam
klorida 2 N dan diencerkan dengan air hingga 50 ml. Lalu ditambahkan 10

44
ml dapar amonia pH 10,0 dan lebih kurang 50 mg hitam eriokrom campur
P. Kemudian larutan dipanaskan hingga suhu 400 dan dititrasi dengan
dinatrium edetat 0,1 M LV hingga warna berubah dari ungu menjadi biru.

1 ml dinatrium edetat 0,1 M 5,832 mg Mg(OH)2

1 ml dinatrium edetat 0,05 M 2,916 mg Mg(OH)2

2. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk


sediaan suspense antasida (FI IV, hal 942)
Larutan suspense atau cairan lain ditetapkan dengan cara kocok wadah
sampai isinya homogeny dan tetapkan bobot jenisnya. Timbang saksama
sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil dari yang
tertera pada etiket, masukkan kedalam gelas piala 250 ml, tambahkan air
himgga jumlah volume lebih kurang 70 ml dan campur menggunakan
pengaduk magnetic selama 1 menit.

5.3 Evaluasi Biologi


1. Uji Batas Mikroba (FI IV, hal 847-854)
Uji batas mikroba dilakukan untyk memperkirakan jumlah mikroba aerob viable
di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga produk
jadi. Selama menyiapkan dan melaksanakann pengujian specimen harus
ditangani secara aseptic. Jika tidak dinyatakan lain, jika disebut inkubasi maka
yang dimaksud adalah menempatkan wadah dalam ruangan terkendali secara
termostatik pada suhu antara 30 dan 35 selama 24 jam sampai 48 jam.istilah
tumbuh dirujukan untuk pengertian adanya dan kemungkinan adanya
petrkembangan mikroba viable.

45

Anda mungkin juga menyukai