Anda di halaman 1dari 19

Tugas makalah

SISTEM PEMERINTAHAN RAJA-RAJA KAB.MUNA


SESUDAH MASUK ISLAM

DISUSUN

KELAS : XI IPA 6
NAMA KELOMPOK :
MUH SYMSIR M
NURULSRI RAHMAWATI
NINDI RAHMASARI
RAHMAT HIDAYAT
MUH RIZKI MIRAD RACHMAN

SMAN 1 RAHA

DAFTAR PUSTAKA
BAB I: PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
a. Sistem Pemerintahan Raja-Raja Kab.Muna Sesudah Masuk Islam
BAB II: PENUTUP
a. Kesimpulan
b. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan Islam di Kabupaten Muna menarik untuk dibahas, karena akan menambah
wawasan dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan membahas proses masuk dan berkembangnya
Islam di Kabupaten Muna kita dapat mengetahui kerajaan-kerajaan dan raja yang berpengaruh
terhadap perkembangan Islam, tradisi dan bukti perkembangan Islam di Kabupaten Muna,
beserta cara agama Islam masuk ke Kabupaten Muna . Perkembangan agama Islam di Kabupaten
Muna tidak sepesat perkembangan agama Islam di Jawa dan Sumatera. Sebab pertentangan
Islam terhadap kerajaan yang belum menganut agama Islam dilakukan demi kepentingan politik.
Berdasarkan atas uraian di atas maka kami membuat kalah yang berjudul Sistem
Pemerintahan Raja-Raja Kab.Muna Sesudah Masuk Islam

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang disebutkan di atas, dapatlah ditetapkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana Sistem Pemerintahan Raja-Raja Kab.Muna Sesudah Masuk Islam?

C. Tujuan
Dari tujuan dar penulisan makalah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keadaan Sistem Pemerintahan Raja-Raja Kab.Muna Sesudah
Masuk Islam
BAB II
PEMBAHASAN

1. Raja La Ode Saadudin ( 1625-1626 )


La Ode Saaduddin adalah Raja Muna XI dan merupakan pertama yang memeluk islam
sekaligus raja Muna pertama yang memakai penambahan La Ode pada awal namannya.
Penambahan La Ode ( bagi laki-laki ) dan Wa ode ( bagi perempuan) pada awal nama seorang
yang berdarah Kaomu (strata sosial yang berhak menduduki jabatan Raja ) ditetapkan oleh La
Titakono Raja Muna X bersama La Marati ( cucu Sugi Manuru dari anaknya Wa Ode Pogo
buah pernikahannya dengan La Pokainse}.

Pemerintahan La Ode Saadiddin sangat singkat yaitu hanya satu tahun. Walaupun
demikian selama satu tahun masa pemerintahan, La Ode Saaduddin berhasil melakukan hal
besar taitu melakukan penataan dalam strktur pemerintahan dan menyebarluaskan ajaran islam
dalam kalangan masyarakat Kerajaan Muna.

Setelah La Ode SaaduSddin naik tahta dia melakukan reformasi pemerintahan di kerajaan
muna. untuk mendukung pmerintahannya la Ode Saaaduddin membentuk dua jabatan baru
dalam sistem pemerintahan Kerajaan Muna yaitu kapitalao dan Kapita. Kapitalao diberi tugas
menjaga keamanan pantai Kerajaan muna dari serangan musuh termasuk bajak laut yang kembali
marak disekitar perairan kerajaan muna. Karena Kerajaan muna dikeliligi oleh lautan dengan
wilayah yang begitu luas maka diangkat dua orang Kapita Lao yaitu Kapitalao Matagholeo
Timur ) dan Kapita Lao Kansoopa ( Barat ).
Untuk mengisi jabatan kapatalao dipilih dari kino. Namun demikian tidak semua Kino
berhak untuk menjadi Kapitalao dan Kapita. Diantara 26 kino yang ada di kerajaan Muna hanya
Kino Babato yang dapat menjadi Kapita atau Kapitalao, mereka itu adalah :

1.Babato Aluno yaitu :


Kino Tobea
Kino Labora
Kino Lakologau
Kino Mantobua
Kino Lagadi
Kino Watumela
Kino Lasehao
Kino Kasaka.
2. Kino Barata yaitu Kino-Kino yang bertugas menajaga pantai kerajaan, yang terdiri dari;
Kino Wasolangka
Kino Lohia

Kino Lahontohe dan

Kino Marobea.
Dengan demikian maka Dewan Kerajaan terdiri dari;
1. Raja
2. Bonto Balano
3. Mintarano Bhitara
4. Kapita Lau 2 orang
5. Kapita 1 orang
6. Koghoerano 4 orang
7. Fatolindono 4 orang.
Walaupun Muna bukanlah kerajaan Islam, namun sejak masa pemerintahan La Ode Saadudin
hukum islam berlaku dikerajaan Muna misalnya hukuman gantung bagi yang melanggar norma
adat dan hukuman cambuk bagi yang melanggar norma susilah. Pelaksanaan hukuman islam
terebut berlaku pada seluruh warga kerajaan dalam hal ini termasuk Raja. Sebagai bukti
penerapan hukum islam tersebut dapat dilihat ketika mitarano bhitara ( kuasa yudikatif
menjatuhkan hukuman gantung pada La Ode Umara Raja Muna Ke 20 karena dianggap telah
melakukan pelanggaran terhadap norma adat.

Hukuman cambuk sampai mati seperti yang diajarkan dalam hukum Islam juga pernah
dijatuhkan pada La Ode Sumaili Raja Muna ke 23 Yang dianggap telah melakukan pelanggaran
norma susilah ketika menentang perkawinan Wa Ode Kadingke Dengan seorang saudagar dari
bugis yang bernama Daeng Marewa. Penentangan terhadap perkawinan tersebut mendapat
perlawanan dari Wa Ode Kadingke sehingga terjadi perang saudara.

Setelah Wa Ode Kadingke memenangkan pertempuran kemudian mengangkat Puteranya La Ode


Saete menjadi Raja. Sedangkan La Ode Sumaili dijatuhi hukuman ambuk Sampai mati.

Pada masa pemerintahanLa Ode Saaduddin pula Belanda mulai mencoba menacapkan
kekuasaan di Kerajaan Muna. Gelagat tidak baik belanda tersebut telah dibaca oleh Raja La Ode
Saaduddin, sehingga begitu Belanda mencoba menginervesi pemerintahaan, Raja La Ode
Saaduddin tidak menerimanya dan menyatakan perang terhadap Pemerintah Kolonial Belanda
yang telah lama menjalin kerja sama dengan Kesultanan Buton.
2. Raja La Ode Ngkadiri gelar Sangia Kaindea ( 1626-1667)-

Raja Muna XII adalah La Ode Ngkadiri. Beliau adalah anak dari La Ode Saaduddin raja
Muna XI. La Ode Ngkadiri memeritah dikerajan selama 21 tahun, dibagi dalam dua periode dan
disela dengan pemerintaha permaisurinya Wa Ode Wakelu selama tiga tahun.

Periode pemerintahan La Ode Ngkadiri ditandai dengan inseden penangkapan dirinya oleh
Kolonial Belanda dalam sebuah buah kapal yang bernama MV. De flamig pada tahun 1652 dan
diasinkan keternate selama tiga tahun. Kapal itu cukup mega sebab diatasnya dilengapi dengan
taman yang cukup luas. Karena penngkapan diatas kapal tersebut sehingga setelah beliau
mangkat sarano wuna menganugrahkan gelar Sangia Kaindea pada beliau.

Peristiwa penangkapan diatas kapal MV. De Flaming tersebut terjadi karena Pemeritah
Imperialis Belanda telah kewalahan mengahadapi Raja La de Ngkadiri dan pasukan yang terus
mengobarkan semangat perang terhadap Belanda. Beberapa kali Belanda mengirimkan ekspedisi
militer ke Kerajaan Muna namun selalu mengalami Kegagalan padahal dalam ekspedisi itu
pasukan Belanda di bantu oleh Tentara Kesultaan Buton yang menjadi sekutu abadinya.

Sikap perlawanan Raja La Ode Ngkjadiri terhadap Kolonial Belanda ditunjukan sejak awal
kedatangan Belanda pertama kali yang dipimpin oleh Piether Both di Kesultanan Buton pada
tahun 1631. Ketika Rombongan Pieter Both tersebut akan masuk ke Kerajaan Muna mereka
mendapat penolakan dari Raja La Ode Ngkadiri.

Penolakan Raja La Ode Ngkadiri terhadap Piether Both tersebut membuat pemerintah Kolonial
Belanda berang, namun untuk melawan sendiri pasukan Kerajaan Muna, Belanda mengalami
kesulitan. Olehnya itu dijalankanlah Politik kotor Belanda untuk memecah bela antara dua
kerajaan ( Kerajaan Muna dan Buton ) yang telah lama menjalin hunbungan yang sangat erat
yang dikenal dengan politik Devide Et Impera.

Maka dicari-carilah benih-benih perpecahan antara dua kerajaan bersaudara tersebut. Kebetulan
sebelum menjadi Raja Muna La Ode Ngkadiri pernah gagal menikahi Wa Ode Sopo Puteri
Sapati Baaluwu yang dipelihara oleh Spelma, padahal keduanya telah dijodohkan. La Ode
Ngkadiri lebih memilih Wa Ode Wakelu puteri Sapati Kapolangku untuk dijadikan isteri
( Drs. La Oba, 2005;43 ).

Kegagalan pernikahan antara Raja La Ode Ngkadiri dengan Wa Ode Sopo anak angkat Spelman
dijadika alasan bagi Belanda untuk mengadu domba Kesultanan Buton agar mau memerangi
Keraajaan Muna yang telah menjalin persaudaraan sejak ribuan tahun yang lalu.
Upaya adu domba Belanda tersebut berhasil, sebab Buton mau bersekutu dengan Belanda untuk
menyerang Kerajaan Muna. sehingga terjadi perang yang cukup lama ( 1631 1652 ) antara
Kerajaan Muna dengan Belanda yang dibantu oleh Kesultanan Buton.

Kendatipun Pasukan Belanda telah dibantu oleh Pasukan Kesultanan Buton namun mereka
belum juga mampu mengalahkan Pasukan Kerajaan Muna yang dipimpin oleh Raja La Ode
Ngkadiri. Olehnya itu Belanda menggunakan strategi lain yaitu dengan mengajak untuk
melakukan perundingan. Padahal maksud dari perundingan tersebut adalah guna menangkap
Raja La Ode Ngkadiri

Untuk memuluskan rencananya itu Belanda mengajak Sultan Ternate ( Sultan Mandayasa )
kerabat dekat lainnya Kerajaan Muna ikut dalam perundingan tersebut. Setelah semuanya telah
diatur dengan rapi, maka disepakati tempat perundingan diatas sebuah kapal MV. De Flaming
dan lokasi yang dipilih adalah ditengah lautan di selat Buton tepatnya di depan Lohia.

Pada saat perundingan tersebutlah kemudian La Ode Ngkadiri dinyatakan ditangkap Oleh
Belanda dan diasingka ke Ternate selama tiga tahun. Bersamaan dengan penangkapan itu
Belanda kemudian mengangkat La Ode Muh. Idrus sebagai Wali Raja di Kerajaan Muna dan
dilantik diatas kapal itu juga.

Selain terjadi pergolakan melwan Kolonial Belanda, pada masa pemerintahan La Ode Ngkadiri
juga masuk misionaris Islam gelombang Ketiga yaitu Syarif Muhammad ( 1643 ). Syarif
Muhammad melanjutkan misi penyebar islam terdahulu yaitu mengajarkan ajaran islam pada
masyarakat Muna.

3. Raja Muna XIV La Ode Muh. Idris Gelar Sorano Kaindea. (1668-1671).
La Ode Muh. Idris adalah raja yang dikirim oleh Belanda dari Kesultanan Buton setelah
berhasil menjatuhkan La Ode Ngkadiri Raja Muna XIV. La Ode Muh. Idrus dilantik menjadi
raja Muna oleh Pemerintah Kolonial Belanda diatas kapal yang sama dimana Raja Muna XIII La
Ode Ngkadiri di gulingkan. Olehnya itu oleh masyarakat Muna dia digelar dengan Sorano
kaindea yang kira-kira diartikan sebagai orang yang berkoalisi dengan Kolonial.
Walaupun La Ode Muh. Idris telah dilantik oleh Pemerintah Kolonial Belanda sebagai Raja
Muna, namun masyarakat Muna dan Sarano Wuna tidak mengakuinnya. Olehnya itu,Wa Ode
Wakelu memproklamirkan dirinya sebagai raja Muna menggantikan Suaminya la Ode Ngkadiri.
Sikap Wa Ode Wakelu dalam mengambil alih kekuasaan tersebut mendapat dukungan dari
Sarano Wuna dan segenap Masyarakat Muna.

Kuatnya dukungan terhadap Wa Ode Wakelu tersebut membuat Pemerintah Konolonil Belanda
dan Kesultanaan Buton tidak dapat membendungnnya sehingga selama tiga tahun masa
pemerintahan La Ode Muh. Idris di Kerajaan Muna terjadi dualisme kepemimpinan yaitu La Ode
Muh. Idris sebagai Utusan kolonial belanda dan Kesultanan Buton SERTA Wa Ode Wakelu
yang mendapat legitimasi dari Sarano Wuna dan Rakyat Muna. Bahkan pada tahun 1671 Sarano
Wuna berhasil mengembalikan La Ode Ngkadiri sebagai raja Muna.

4. Raja Wa Ode Wakelu ( Permaisuri raja -La Ode Ngkadiri )- ( 1667-1668).

Wa Ode Wakelu adalah permaisuri Raja muna XII La Ode Ngkadiri. Wa Ode Wakelu dilantik
menjadi Raja Muna oleh Sarano Wuna karena terjadi kekosongan kekuasaan sebagai akibat dari
diasingkannya suaminya yang saat itu sedang menjadi raja Muna La Ode Ngkadiri. Pelantikan
Wa Ode Wa Kelu sebagai raja Muna selain mengisi kekosongan kekuasaan juga sebagai wujud
perlawanan terhadap penguasa kolonial belanda karena bersamaan dengan di gulingkannya La
Ode Ngkadiri diatas sebuah kapal, turut dilantik pula La Ode Muhammad Idris sebagai Raja
Muna menggantikan La Ode Ngkadiri. yang telah dengan sewenang-wenang menjatuhkan Raja
Muna yang sedang berkuasa.

Perjuangan Wa Ode Wakelu yang didukung oleh sarano wuna dan segenap masyarakat Kerajaan
Muna berhasil mengembalikan tahta Kerajaan muna pada yang berhak.hal itu terjadi setelah tiga
tahun menjadi raja Muna. Pemerintah kolonial Belanda yang didukung oleh Kesultanan Buton
tidak mampu melawan gelombang perlawanan semesta rakyat muna dibawah kepemimpinan Wa
Ode Wa Kelu, sehingga mereka menerima keputusan Sarano wuna untuk melantik kembali La
ode Ngkadiri Sebagai raja muna.
Penerimaan Tokoh dan masyarakat Muna terhadap kepemimpinan Wa Ode Wakelu sebagai raja
Muna selain telah berhasil menunjukan sikap perlawanan terhadap penjajaahan belanda, juga
merupakan wujud implementasi kesetaraan gender dalam sistem pemerintahan tradisional
kerajaan Muna.

5. Raja Muna XVI La Ode Husaini gelar Omputo Sangia ( 1716-1767 )

Pada masa Pemerintahan Raja La Ode Huseni ( omputo sangia ) terjadi reformasi pada
struktur pemerintahan dan struktur masyarakat. Reformasi yang dilakukan oleh La ode husaini
tersebut bertuajuannya agar setiap golongan mempunyai andil dan fungsi dalam roda
pemerinttahan. Selain itu dimaksudkan agar roda pemerintahan dapat berjalan secara efektif.
Perangkat Pejabat Kerajan Muna pada masa Raja La Ode Husaini adalah :

Dari golongan Kaomu berjumlah 20 orang yaitu;


Raja Muna ( Kepla negera )

Dua orang kapita lau ( Panglima Angkatan Laut )

Bobata 8 orang (

Barata 4 orang ( Kepala Daerah Otonom )

Kino Agama 1 orang ( Kepala Urusan Agama/ menteri Agama )

Imamu 1 orang ( Imam )

Hatibi 2 orang. ( Khatib )\

Sedangkan Pejabat Kerajaan dari golongan Walaka berjumlah 10 orang yaitu;

Banto balano 1 orang ( Perdana Menteri )

Mintarano bhitara 1 orang ( Mahkama Agung )

Koghoerano 4 orang ( Kepala Pemerintahan Wilayah setingkat kecamatan )

Mowano Lindo empat Orang ( Kepala Pemerintahan Kampung )

Perangkat Pejabat dalam Kerajaan khusunya golongan Lindo dan Fitu Bangkauno berjumlah 7
orang. Perangkat kerja Raja Muna khususnya Wawono Liwu berjumlah 3 orang. Mitra kerja
raja muna yang mengatur dan di atur disebut manusia awal.

Di masa pemerintahan Raja Muna La ode Huseni, dalam tatanan adat istiadat masyarakat Muna
yang menyangkut soal akad nikah di tetapkan mahar menurut golongan masing-masing sebagai
berikut;

Untuk maharnya goloangan Kaomu 20 boka.


Mahar golongan Walaka 10 boka 10 suku.

Maharnya Lindo dan Fitu Bengkauno 7 boka 2 suku;

Maharnya Wawono Liwu 3 boka 2 suku


Inilah hubungan antara golongan yang sukar dipisakan dan dihilangkan karena
mempunyai hikmah yang mengadung makna menjurus pada poadha-adhati, poangka-angkatao,
popia-piara dan pomoolo-moologho, yang menjadi landasan idiologi SOWITE.
Karena jasanya dalam menyempurnakan struktur Kerajaan, masyarakat dan adat tersebut,
dikalangan masyarakat Muna La Ode Husaini di kenal sebagai Nembali Kolakino Wuna
Nofotoka Bhesarano. Poentauno Alamu Popano, Malaikati Popano,Bhe Badhano Manusia,
Bhewite. Yang artinya kira-kita La Ode Huseni dinobatkan menjadi Raja Muna lengkap dengan
skturtur pemerintahan serta perangkat-perangkat jabatan yang semua bernuansa religius atau ke
agamaan. Yakni agama Islam.
Pada tahun 1910 pemerintah Kolonial Belanda berhasil menguasai Kerajaan Muna.
Akibatnya tatanan kehidupan social ekonomi kemasyarakatan Muna mengalami kesenjangan.
Namun demikian Semangat Koemo Bhada Sumamo Liwu, Koemo Liwu Sumamo Sara,
Koemo Sara Semanumo Adhati, Koemo Adhati Sumanomo Agama terus berkobar dalam jiwa
setiap masyarakat Muna. Hal ini dapat dilihat dari terus dikobarkannya semangat perlawanan
oleh seluruh masyarakat sampai Indonesia merdeka.
Bukti lain dari besarnya api semangat yang dimiliki masyarakat Muna adalah dimana hingga
saat ini tatanan adat istiadat menurut golongan masing-masing masih tetap terpelihara di
Masyarakat Muna walaupun sebahagian masyarakatnya tergolong modern dan berpendidikan
tinggi. Bahkan walaupun mereka menjadi pejabat tinggi di pemerintahan tetapi semangat
memelihara tatanan adat istiadat dalam jiwa mereka tidak lekang oleh panas, tak lapuk oleh
hujan.

6. Raja Muna XX La Ode Umara I gelar Omputo ne Gege ( 1767 17 80 ),


La Ode Umara I , Raja Muna XX adalah raja yang dihukum gantung oleh sarano Wuna
karena telah melakukan sebuah kesalahan yang besar. Keputusan untuk menjatuhkan hukuman
gantung tersebut merupakan vonis peradilan yang dinamakan mintarano bhitara ( yang
memangku kekuasaan peradilan- MA? ).

Tidak diceritakan apa yang menjadi kesalahan Raja sehingga mendapatkan vonis tersebut. Hal
ini berkaitan dengan adab masyarakat Muna yang tabuh untuk menceritakan aib saudaranya apa
lagi itu seorang raja. Sidang majelis yang menyidangkan Raja La Ode Umara berlangsung
tertutup dan semua orang yang terlibat dalam persidangan tersebut disumpah untuk tidak
menyebarkan apa yang dilihat dan didengar dalam persidangan. Diperkirakan kesalahan yang
dilakukan raja La Ode Umara yang menyebabkan dia mendapat hukuman gantung tersebut
adalah menyangkut kesusilaan.
7. Raja Muna XXIII La Ode Sumaili Gelar Omputo ne Sombo ( 1800 1816 ).
Pada masa pemerintahan La Ode Sumaili terjadi pemberotakan yang dilakukan oleh Wa
Ode Kadingke Cucu dari Sangia La Tugho. Pemberotakan itu dipicu oleh perlawanan terhadap
sistem adat dalam hal kawin-mawin.

Wa Ode Kadingke menolak denda adat yang begitu besar yang dibebankan pada suaminya
Daeng Marewa dari Suku Bugis. Menurut adat saat itu, apabila ada perempuan keturunan yang
berdara Kaomu ( Keturunan Raja ) akan menikah dengan orang yang bukan suku Wuna maka
laki-laki tersebut akan dikenakan denda adat berupa membayar mahar sebesar 400 Boka.

Menurut pandangan Wa Ode Kadingke yang berkeyakinan keislamannya cukup tinggi denda
tersebut bertentangan dengan hukum islam sebab menurut hukum islam mengenai besaran mahar
itu ditentukan oleh wanita yang akan menikah dan tidak membebani pihak laki-laki.

Pemberontakan itu semakin meluas, karena Waode Kadingke sangat mahir dalam strategi
perang. La Ode Sumaili tidak mampu meredam pemberontakan tersebut,bahkan akibat
pemberontakan itu Wa Ode Kadingke bersama suaminya Daeng Marewa mendirikan Kesultanan
Tiworo di bagian barat Pulau Muna.

Ketidak mampuan La Ode Sumaili menumpas pemberotakan tersebut oleh sarano wuna
dianggap sebagai suatu kesalahan besar yang dilakukan oleh Raja La Ode Sumaili, olehnya itu
La Ode Sumaili harus mendapat hukuman yang setimpal. Dalam sebuah Rapat dewan sara
diputuskan La Ode Sumaili untuk dihukum rajam samapi mati. Itulah sebabnya La Ode Sumaili
digelar Omputo nesombo artinya Raja yang dihukum gantung.

8. Raja Muna XXIV LA Ode Saete gelar Sorano Masigi ( 1816-1830 ).


La Ode Saete adalah Putera dari Wa Ode Kadingke dengan Daeng Marewa panglima perang
yang memimpin pemberontakan pada masa pemerintahan La Ode Sumaili. Setelah Waode
Kadingke berhasil mengalahkan La Ode Sumaili, maka Sarano Wuna mengangkat La Ode
Sumaili Puteranya sebagai Raja Muna XXIV menggantikan La Ode Sumaili yang telah
dikalahkannya.

Pada waktu yang bersamaan, Kolonial belanda menunjuk la Ode Wita dari Kesultanan Buton
Sebagai Raja Muna sehingga pada waktu itu terjadi dualisme kekuasaan di Muna. Alasan
Penunjukan La Ode Wita sebagai Raja Muna oleh Koalisi Buton Belanda tersebut karena Wa
Ode Kadingke dianggap telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat antara pihak Wa Ode
Kadinge dengan Koalisi Buton Belanda pada saat Wa Ode Kadingke meminta bantuan Belanda
dan Buton untuk melawan Raja La Ode Sumaili.
Namun Sarano Wuna berpendapat lain, menurut Sarano Wuna kesepakatan yang telah dibuat
oleh para pihak tersebut tidak dapat dikatakan sebagai kesepakatan antara Pemerintahan karena
selain waktu itu Wa Ode Kadingke bukan seorang raja juga kesepakatan tersebut tidak mendapat
persetujuan Sarano Wuna. Untuk itu Sarano Wuna berkesimpulan sendiri yaitu dapat saja
mengesampingkan kesepakatan itu dan berhak mengangkat Raja berdaarkan hasil
permusyawaratan Sarano Wuna.

Kendati Sarano Wuna tidak mengakui penunjukan La Ode Wita sebagai Raja Muna, Namun
Kesultanan Buton tetap memaksakan keinginannya itu. Dibawah pengawalan tentara Kolonial
Belanda dan Kesultanan Buton, La Ode Wita diantar ke Wuna untuk menjalankan kekuasaannya
sebagai Wali Raja.

Intervensi. Kesultanan Buton tersebut tentu saja mendapat penolakan dari Rakyat Kerajaan Muna
dan Sarano Wuna Akibatnya terjadi beberapa kali perang bersenjata antara kedua
Kerajaan.Selama masa pemerintahan LA Ode Saete tercatat lebih dari lima kali terjadi perang
terbuka antara Kerajaan Muna dengan Kolaisi Buton-Belanda.

Karenanya sejak awal pemerintahan La Ode Saete, Belanda dan sekutunya Buton memerangi
Kerajaan Muna sebagai akibat dari penolakan Sarano Wuna dan Rakyat Muna terhadap
pengangkatan La Ode Wita sebagai Raja Muna yang di tunjuk oleh Belada, maka selama masa
pemerintahannya tidak ada perubahan sigifikan yang dilakukannya.

Menghadapi dua kekuatan besar tersebut, La Ode Saete tidak gentar. Dia terus menggalang
kekuatan serta menyusun strategi dalam menghadapi perang tersebut dengan menyeruhkan
perang semesta.

Strategi yang pertama dipilih oleh La Ode Saete untuk menghadapi perang tersebut adalah
meindahkan pusat pemerintahan dekat dengan masjid Muna di Kota Lama Muna. Setelah itu
Raja La Ode Saete juga menyususn strategi perang dalam melakukan konfrontasi dengan
pasukan Koalisi Buton Belanda. Strategi yang dilakukan oleh La Ode Saete tersebut ternyata
sangat jitu, sehingga Belanda tidak dapat menguasai Kerajaan Muna.

Karena La Ode Saete memindahkan Pusat Pemerintahan Kerajaan Muna dekat dengan Masjid,
maka setelah mangkat La Ode Saete dianugrahi gelar Omputo Sorano Masigi oleh Sarano
Wuna yang artinya raja yang mendekati masjid.

Dalam perang antara kerajaan Muna yang dipimpin oleh Raja La Ode Saete dengan pasukan
Koalisi Buton Belanda, beberapa kali Pasukan Koalisi dapat dihancurkan oleh pasukan
kerajaan Muna.
Tak mampu menundukan Kerajaan Muna, akhirnya La Ode Wita Raja yang dilantik oleh
Belanda akhirnya ditarik kembali Ke Kesultanan Buton. Sampai akhir masa pemerintahan La
Ode Saete( 1830 ) perang antara Kerajaan Muna dengan pasukan koalisi Buton-Belanda terus
berlanjut. La Ode Saete mengakhiri masa pemerintahan karena mangkat.

9. Raja Muna XXV La Ode Bulae gelar Sangia Laghada (1830-1864 )


La Ode Bulae adalah Putera Raja Muna XXV La Ode Saete. Pada saat diangkat menjadi Raja
Muna, La Ode Bulae baru berusia 12 tahun. Pengangkatan la ode Bulae sebagai Raja Muna
berkenaan dengan mangkatnya ayahanda beliau La Ode Saete. Karena pada saat mangkat Raja
Muna XXV La Ode saete hanya memiliki satu anak laki-laki yang baru berusia 12 tahun yaitu
laode bulae, maka Saraano Wuna bersepakat mengangkatnya sebagai Raja Muna XXVI
penggantikan ayahandanya.

Pengangkatan La Ode Bulae yang baru berusia 12 tahu tesrebut menjadi dilema karena pada saat
penobatannya sebagai Raja La Ode Bulae masih terlalu muda dan dianggap belum cakap
mengendalikan pemerintahan. Namun pada saat yang bersamaan Kerajaan Muna membutuhkan
seorang Pemimpin karena pada saat itu Muna sedang berkonfrontasi dengan Belanda serta
sekutunya Buton. Sedangkan untuk melakukan prosedur pengangkatan raja seperti yang telah
diatur yaitu melalui pemilihan yang dilakukan oleh sarano sangat tidak mungkin karena pasukan
koalisi Buton Benlanda terus mengganggu.

Dalam situasi yang pelik tersebutlah, maka SaranoWuna mengambil keputusan cepat dengan
mengangkat La Ode Bulae Putera Raja La Ode Saete sebagai Raja Muna XXV. Namu karena
Raja La Ode Bulae masih sangat belia dan diangap belm cakap menjalankan pemerintahan, maka
Sarano Wuna nmenunjuk La Aka ( Bonto balano ) untuk menjalankan pemerintahan, sedangkan
La Ode Bulae tetap sebagai kepala negara.

Lain dengan Belanda, moment mangkanya Raja La Ode Saete dan raja penggantinya yang masih
sangat muda dimafaatkan untuk menguasai pemerintahan kerajaan Muna dengan
memaklamatkan secara sepihak bahwa segala urusan pemerintahan Kerajaan Muna berada dalam
kendali Pemerintahan Kolonial Belanda.

Raja La Ode Bulae yang masih begitu muda tidak mampu melawan maklumat tersebut, sehingga
untuk beberapa saat segala urusan administrasi pemerintahan dijalankan oleh Wali Raja dari
Kesultanan Buton yang ditunjuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda.

Setelah Dewasa, La Ode Bulae mejalankan pemerintahan melajutkan kebijakan Ayahandanya.


La Ode Saete menyeruhkan untuk melakukan konfrontasi dengan Kolonial Belanda dan
Sekutunya Buton. La Ode Bulae menyeruhkan perang semesta terhadap Kolonial Belanda dan
Buton sehingga terjadi berang besar antara Kerajaan Muna dengan Belanda dan sekutunya
Buton.

Dalam sebuah perang, Belanda dan sekutunya Buton berhasil menangkap La ode Bulae dan
membawahnya kepersidangan pengadilan di Makassar. Dalam periudangan pengadilan tersebut,
La Ode bulae dinyatakan bersalah dan dibuang di Pulau Nusa Kambangan, kemudian diasingkan
ke Bengkulu.

10. Raja Muna XXX La Ode Ngkaili ( 1870-1907)


La Ode Ngkalili adalah raja Muna Pada masa Pemerintahan La Ode Ngkaili Pusat pemerintahan
Kerajaan Muna di pindahkan dari Kota Muna ke Raha oleh penguasa Kolonial Belanda.
Pemindahan pusat pemerintahan tersebut dibawah tekanan militer Kolonial Belanda setelah
pasukan Kerajaan Muna mengalami kekalahan dalam sebuah pertempuran melawan pasukan
koalisi Belanda- Buton. Bersamaan dengan pemindahan ibu kota kerajaan, pemerintah Kolonial
Belanda mengutus seorang raja dari Kesultanan Buton yaitu la Ode Maktubu untuk
menggulingkan Raja La Ode Ngkaili yang sedang berkuasa dan diangkat oleh Sarano Wuna.

11. Raja Muna XXXI La Ode Ahmad Maktubu/ periode pertama (1907 - 1914)
Setelah pasukan koalisi Belanda Buton memenangkan pertempuran pada tahun 1906 dan
berhasil menggulingkan Raja Muna XXX La Ode Ngkaili, penguasa Kolonial Belanda di
Makassar mengutus seorang dari Kesultanan Buton yakni La Ode Maktubu untuk menjadi Raja
di Kerajaan Wuna sebagai Raja Muna XXXI. La Ode Maktubu adalah Putera Sultan Buton La
Ode Salihi buah perkawinannya dengan putri raja Muna La Ode Bulae yang bernama Wa Ode
Ogo.

Walaupun La Ode Ahmad Maktubu masih memiliki hubungan darah dengan Raja-Raja Muna,
namun intervensi Pemerintahan Belanda dan Pengkoptasian Kesultanan Buton terhadap Kerajaan
Muna tidak diterima oleh segenap masyarakat Kerajaan Muna sehingga terjadi penolakan
terhadap pengangkatan La OdeAhmad Maktubu tersebut.

Para Petinggi kerajaan Muna yang didukung oleh seluruh masyarakat Muna melakukan
perlawanan dan menyeruhkan perang terbuka terhadap intervensi pemerintahan Kolonial
tersebut. Salah satu dari wujud perlawanan itu adalah Sarano Wuna segera menggelar rapat dan
bersepakat untuk mengakat La Ode Umara sebagai Raja Muna XXXI menggantikan Raja La
Ode Ngkaili yang telah digulingkan oleh koalisi Belanda- Buton, serta tidak mengakui La Ode
Maktubu Sebagai Raja Muna.

Besarnya dukungan rakyat terhadap keputusan Sarano Wuna yang tidak mengakui La Ode
Ahmad Maktubu sebagai raja Muna, memaksa La Ode Ahmad Maktubu meninggalkan Muna
dan kembali ke Buton. Sekembalinya di Buton, Laode Ahmad Maktubu mengadukan perinstiwa
tersebut pada sekutunya Belanda.

Pengaduan Kesultanan Buton atas sikap Pemerintahan Kerajaan Muna mengusir utusan
Kesultanan Buton, ditanggapi serius oleh pemerintah Kolonial Belanda sehingga dikirim
pasukan militer untuk memerangi kerajaan Muna.

Pada sebuah pertempuran di sekitar Lohia ( Selat Buton ) tahun 1907, pasukan sekutu Belanda
Buton berhasil mengalahkan prajurit kerajaan Muna dan menggulingkan pemerintahan La Ode
Umara yang diangkat oleh sarano Wuna. Setelah berhasil menggulingkan Pemerintahan La Ode
Umara, Belanda kembali menobatkan La Ode Ahmad Maktubu sebagai raja Muna sampai tahun
1914.

12. Raja Muna XXXIV La Ode Pulu (1914-1918)


Pada masa pemerintahan La Ode Pulu, intervensi politik Kolonial Belanda di Kerajaan Muna
semakin kuat. Di akhir masa pemerintahan La Ode Pulu ( 1918 ) Pemerintah Kolonial Belanda
dan Kesultanan Buton secara sepihak melakukan perjanjian yang dikenal dengan Korte
Verklaring pada 2 Agustus 1918. Belanda dalam perjanjian itu diwakili oleh Residen Bougman
sedangkan Kesultanan Buton di Wakili oleh Sultan Buton La Ode Muhammad Asyikin. Isi
perjanjian tersebut adalah Belanda hanya mengakui ada dua pemerintahan setingkat swapraja di
Sulawesi tenggara yaitu Swapraja Laiwoi dan Swapraja Buton. Dengan demikian menurut
perjanjian tersebut secara otomatis Muna menjadi bagian dari Kesultanan Buton/ Underafdeling.
Sebagai Raja yang berdaulat dan diangkat oleh Sarano Wuna, La Ode Pulu tidak mengakui
perjanjian Korte Varklering tersebut sehingga beliau memimpin rakyat Muna untuk melakukan
perlawanan terhadap Belanda dan Buton.

Karena kalah dalam persenjataan dan jumlah personil pasukan maka La Ode Pulu dan
pasukannya dapat dikalahkan oleh Pasukan Koalisi Belanda-Buton. akhirnya La Ode Pulu dapat
ditangkap dan di asingkan di Nusa Kambangan. Selama dua Tahun pasca pemerinyahan La Ode
Pulu, Kerjaan Muna berada dalam Kekuasaan Kolonial Belanda sampai dewan Adat ( Sarano
Wuna mengadakan rapat dan mengangkat La Ode Afiuddin sebagai Raja.

13. Raja Muna XXXVI La Ode Dika gelar Omputo Komasigino ( 1930- 1938 ).
Pada tahun 1930, Sarano Wuna kembali mengadakan Rapat untuk mengangkat Raja Muna. Pada
rapat yang digelar selama 7 hari tersebut, Sarano Wuna menyepakati untuk mengangkat seorang
pejabat kampung yaitu Kino Labasa yang bernana La Ode Dika sebagai Raja Muna
menggantikan La Ode Rere yang digulingkan oleh Kolonial Belanda.
Pada masa pemerintahan La Ode dika dilakukan pemugaran masjid agung di Kota Muna menjadi
semi permanen. Sebagian dari material pembuatan masjid tersebut dibantu oleh kontrolir
Belanda , Jules Couvreur yang bertugas di Muna saat itu.
Karena selama menjadi Raja Muna ( 8 Tahun ) La Ode Dika sangat fokus terhadap pembangunan
masjid, maka beliau digear Komasigino artinya yang memiliki masjid.Selama bertugas di Muna
Juleus Couvreur juga giat menelusuri sejarah dan mempelajari adat istiadat masyarakat Muna.
Penelusurannya terhadap sejarah dan adat istiadat tersebut dituangkan dalam sebuah buku
Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna yang diterbitkan Artha Wacana Press, Kupang,
Nusa Tenggara Timur, tahun 2001.
Sebagai mana raja muna yang lain, La Ode Dika juga tidak mau tunduk dengan Kolonial
Belanda dan sekutunya Buton. La Ode Dika juga tidak mengakui isi perjanjian
Korte Verklaring sebab perjanjian itu dianggap ilegal. Sikap perlawanan La Ode Dika tersebut di
tunjukan saat berkunjung di istana kesultanan Buton. Di hadapan Sultan Buton, La Ode Dika
tidak mau memberi hormat pada Sultan, tapi malah justeru mengancungkan telunjuk seakan
memberi ancaman pada Sultan Buton.
Apa yang yang dilakukan La Ode Dika tersebut oleh Sultan Buton dilaporkan pada Penguasa
Kolonial Belanda di Makassar. Akibatnya La Ode Dika dipecat dari jabatannya sebagai Raja
Muna.

Menurut La Ode Ali Hanafi salah seorang Putera La Ode Dika dalam Buku bigrafi La Ode
Dika Omputo Komasigino yang ditulisnya mengatakan bahwa penobatan La Ode Dika sebagai
raja Muna tidak melewati proses sebagai mana lazimnya penentuan kandidat raja . La Ode Dika
sebagai mana tertuang dalam Biografi tersebut adalah satu-satunya raja yang dinobatkan menjadi
Raja Muna yang tidak terlebih dahulu menjabat Kino Ghoera tetapi hanya menjabat sebagai
kepala Kampung. Jabatan terakhir La Ode Dika sebelum menjadi Raja Muna adalah Kepala
Kampung Labasa.

14. Raja Muna XXXVII La Ode Pandu ( 1947-1956).


Setelah terjadi kekosongan kekuasaan di kerajaan Muna selama Sembilan tahun ( 1938 1947 ),
pemerintah Belanda di Makassar mengangkat La Ode Pandu sebagai pejabat Raja Muna pada
tahun 1947 dan dilantik pada tahun itu juga di depan Masjid Muna di Kota lama Muna.
Pelantikan Laode Pandu dihadiri oleh utusan pemerintah belanda. La Ode Pandu mengahiri masa
pemerintahannya setelah meninggal akibat ditembak gerombolan DI/TII di Posunsuno
Kecamatan Parigi saat melakukan kunjungan di Wasolangka.

Peristiwa penembakan tersebut terjadi saat Raja La Ode Pandu akan melakukan kunjungan ke
Wasolangka. Kunjungan itu berkaitan terjadinya paceklik di wilayah tersebut akibat gagal panen.
Dalam perjalanan menuju Wasolangka tersebutlah kendaraan yang ditumpangi Raja Muna La
Ode Pandu dihadang para pemberontak DII/TII. Ikut menjadi korban dalam peristiwa itu adalaah
sopir beliau dan pengawalnya.

Sepeninggal La Ode Pandu tidak ada lagi proses pengangkatan Raja. Demikian pula dengan
dewan sara bubar dengan sendiri. Olehnya itu Kerajaan Muna juga ikut bubar.

Para pejuang Muna memfokuskan diri dalam perjuangan pembentukan Propinsi Sulawesi
Tenggara dan Kabupaten Muna.Gerakaan perjuagan ini berkaitan dengan kooptasi Kesultanan
Buton terhadap Kerajaan Muna, sehingga begitu ada wacana pemisahan Kabupaten Sulawesi
Tenggara dari Propinsi Sulawesi Selatan tenggara dan akan membentuk propinsi sendiri, Muna
tidak masuk dalam salah satu Kabupaten yang akan menjadi Propinsi Sulawesi tenggara.
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Melihat fakta tersebut Tokoh-tokoh Muna, baik yang ada di Muna ataupun d
Makassar, yang tua ataupun yang muda bersatu secara sinergis memperjuangkan
pembentukan Propinsi Sulawesi tenggara sekaligus pembentukan kabupaten Muna.

2. Saran
Untuk lebih menambah wawasan dan memperbaiki makalah ini perlulah kiranya
saran yang membangun dari para teman-teman maupun dari kalangan yang berkomitmen
terhadap Sejarah Islam Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

o Muhammad Alimuddin.2012. buku mengenal-sejarah-dan-peradaban-orang-


muna-upaya-pelurusan-sejarah-muna-dan-
perjuangannya.https://formuna.wordpress.com.1 februari 2017.

Anda mungkin juga menyukai