REFERAT Jiwa 99%
REFERAT Jiwa 99%
Oleh:
Pembimbing:
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Oleh
Pembimbing,
KATA PENGANTAR
2
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul Depresi
Berat, Sedang, dan Gangguan Bipolar untuk memenuhi tugas laporan referat
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya
dalam Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. H.M.
Zainie Hassan A.R., Sp.KJ(K), selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga referat ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan referat ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
laporan ini, semoga bermanfaat.
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................3
2.1 Depresi Sedang dan Berat ..............................................................20
2.2 Gangguan Bipolar ..........................................................................27
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................49
4
BAB I
PENDAHULUAN
1
tahun.
Individu dengan gejala-gejala depresi dan bipolar sering tidak
mendapatkan penanganan atau pengobatan sesuai dengan yang mereka inginkan.
Mereka juga tidak mengerti kemana mereka harus meminta pertolongan atau
mereka percaya terhadap suatu pengobatan yang salah atau dapat memperparah
keadaan mereka. Tidak sedikit juga dari mereka yang merasa tidak memerlukan
penanganan atau pengobatan yang tepat karena mereka merasa gejala-gejala
yang muncul pada diri mereka hanya merupakan suatu stres yang biasa atau
normal terjadi (National Institute of Mental Health, 2010).
Jika tidak mendapatkan pengobatan yang sesuai dan penanganan yang
tepat gejala-gejala depresi dan bipolar dapat mencetuskan ide bunuh diri.
Perilaku bunuh diri merupakan ciri atau simtom dari gangguan psikologis yang
mendasarinya, biasanya gangguan mood. Suatu penelitian memperkirakan sekitar
60% orang yang melakukan bunuh diri telah menderita gangguan mood
(National Strategy for Suicide Prevention, (2001), dalam Nevid et al 2005)).
Pemahaman tentang gangguan depresi dan bipolar penting untuk
diketahui mengingat gangguan ini samar-samar dan jarang disadari oleh pasien.
Hingga sekarang terapi yang paling efektif untuk gangguan depresif berat yaitu
kombinasi antara psikoterapi dan farmakoterapi. Psikoterapi jangka pendek dapat
dibagi menjadi yaitu terapi kognitif, terapi perilaku dan terapi interpersonal.
Referat ini disusun untuk memperdalam wawasan mengenai depresi
sedang, berat dan gangguan bipolar agar membantu dalam memahami
patofisiologi, menentukan diagnosis, dan memberikan tatalaksana yang tepat
kepada pasien.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi kejadian depresi cukup tinggi hampir lebih dari 350
jutapenduduk dunia mengalami depresi. Survey yang dilakukan di 17 negara
eropa, rata-rata 1 dari 20 orang pernah mengalami depresi (Marcus, 2012).
Prevalensi gangguan mental emosional pendudukdi atas 15 tahun di
Indonesia berdasarkan data Riskesda tahun 2007 mencapai11,6% atau diderita
sekitar 19 juta orang (RISKESDAS, 2007).
Depresi lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan risiko 2
kali lebih besar. Rata-rata usia onset untuk depresi adalah sekitar 40 tahun. 50%
dari semua pasien mempunyai onset antara 20-50 tahun. Prevalensi depresi tidak
berbeda dari satu ras ke ras lain. Pada umumnya, depresi paling sering terjadi pada
orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang bercerai
atau berpisah (Kaplan dkk, 2010).
b. Seks
3
Gangguan depresif berat dua kali lebih besar pada perempuan daripada laki-laki.
Alasan perbedaan yang telah dihipotesiskan antara lain perbedaan hormonal,
pengaruh kelahiran anak, stressor psikososial yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan model perilaku.
c. Usia
Usia awitan gangguan depresi berat sekitar 40 tahun, dengan 50% pasien memiliki
awitan antara usia 20 dan 50 tahun.
d. Status pernikahan
Gangguan depresif berat paling serng terjadi pada orang tanpa hubungan
antarpersonal yang dekat atau pada orang yang mengalami perpisahan atau
perceraian.
4
Gambar 1. Sistem kortikolimbik.
5
menunjukkan reduksi volume otak pada pasien depresi dibandingkan kontrol
sehat, dengan reduksi volume utama pada cingulate anterior dan korteks
orbitofrontal dan reduksi moderat pada hippocampus, putamen, dan nukleus
kaudatus. Penelitian menggunakan PET menunjukkan abnormalitas aliran darah
cerebral regional dan metabolisme glukosa pada korteks prefrontal dan sistem
limbik yang berimplikasi pada pengolahan emosional. Bagian VMPFC dan
LOPFC menunjukkan peningkatan aktivitas sementara DLPFC menunjukkan
penurunan aktivitas, pada depresi. Penurunan aktivitas DLPFC pada depresi
berhubungan dengan retardasi psikomotor dan anhedonia, dua dari beberapa
manifestasi klinis depresi (Palazidou, 2012). Respons terapi berhubungan dengan
penurunan aktivitas metabolik, dan terapi kronik agen antidepresan menurunkan
metabolisme di amigdala dan ACC pada subyek dengan respons pengobatan
positif yang persisten (Maletic dkk, 2009).
6
yang tinggi. Neoneurogenesis terjadi pada lapisan subgranular dari gyrus dentatus
hippocampus. Aktivitas basal neo-neurogenesis sangat terbatas namun dapat
diaktivasi oleh agonis serotonergik dan adrenergik, seperti antidepresan dan
neurotropin dan disupresi oleh proses penuaan, stess, kortikosteroid, agen
glutamatergik. Volume hippocampus berkurang pada pasien depresi dengan
episode multipel. Struktur ini juga relevan dengan sistem sirkuit yang melibatkan
otak tengah/batang otak (semisal serotonergic raphe nuclei dan adrenergic
nucleus coeruleus). Sirkuit kortiko-striato-pallido-thalamo-limbik bertanggung
jawab menjaga stabilitas emosional dan respons yang sesuai untuk stimulus
emosional sebagaimana regulasi neurotransmisi, fungsi otonomik dan
neeuroendokrin. Komunikasi dalam sirkuit neuronal ini dan efek regulasinya pada
bagian lain di otak terlalu kompleks dan dibutuhkan kerja keras untuk
menyediakan gambaran komprehensif penuh. Berdasarkan bukti ilmiah yang
sudah ada, dihipotesiskan bahwa keadaan depresif adalah gangguan keseimbangan
antarstruktur sirkuit neuronal yang diakibatkan penurunan aktivitas PFC yang
menganggu kerja regulasi (inhibisi) pada struktur limbik sehingga menjadikannya
overaktif (Maletic, 2009).
7
menjelaskan komorbiditas depresi pada penyakit-penyakit kronis. Resistensi
glukokortikoid meningkatkan inflamasi lebih lanjut (Maletic, 2009).
2.1.4 Etiologi
Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk
mengetahuipenyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang
berhubungan denganpenyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor
genetik, faktor psikososial.Dimana faktor-faktor tersebut juga dapat saling
mempengaruhi satu dengan yanglainnya (Kaplan dkk, 2010).
a. Faktor Biologi
Norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling
berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Penurunan serotonin dapat
mencetuskan depresi, dan beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin di dalam cairan serebospinal yang rendah dan konsentrasi
8
tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Penurunan jumlah
norepineprin yang dilepaskan pada sinaps dapat menyebabkan timbulnya gejala
depresi (Lam & Mok, 2000).
9
1. Norepinefrin : Penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas dari
reseptor 2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan
berperan dalam terjadinya gangguan depresi.
10
3. Dopamin : Aktivitas dopamin akan berkurang pada keadaan depresi.
Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien yang mengalami penyakit
Parkinson atau pasien yang mengonsumsi obat reserpine (Serpasil)
yang menunjukkan menurunnya konsentrasi dopamine dalam cairan
serebrospinal. Sedangkan obat seperti tyrosin, amphetamine, dan
bupropion dapat menurunkan gejala depresi.
11
Gambar 7. Jalur Aksis HPA pada depresi
12
kadar serotonin dalam tubuh menurun, hal ini akan menginduksi terjadinya
depresi.
b. Faktor Genetik
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika
adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk
menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada
sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak
saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresi berat berkemungkinan 2
sampai 3 kali lebih besar terkena depresi daripada sanak saudara derajat pertama
subjek kontrol (Kaplan, 2010).
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan
klinikmenyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh
ketegangansering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan
bahwa stres yangmenyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan
fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang
akhirnya perubahan tersebutmenyebabkan seseorang mempunyai resiko yang
tinggi untuk menderita gangguanmood selanjutnya (Kaplan, 2010).
13
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu
hubunganantara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa
kemarahan pasien depresidiarahkan kepada diri sendiri karena
mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang.Freud percaya bahwa introjeksi
merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diriterhadap objek yang hilang
(Kaplan, 2010).
14
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
Terdapat tiga variasi dari episode depresif yang khas, yaitu ringan (F32.0),
sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3). Individu yang mengalami gangguan
depresif umumnya memiliki gejala seperti dibawah ini :
15
4) Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1),
dan berat (F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal
(yang pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di
bahwa salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33,-).
16
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya
6) Dapat dengan gejala somatik atau tanpa gejala somatik.
17
4. (F32.3) Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
1) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
tersebut diatas;
2) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibakan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Pedoman Diagnostik
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi
kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan
depresi).
18
3) Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun
sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya
menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini
harus tetap digunakan).
Pedoman diagnostik :
1) Ciri esensial ialah afek depresif yang berlangsung sangat lama yang
tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria
gangguan depresif berulang ringan atau sedang (F33.0 atau F33.1).
19
2) Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka
waktu tidak terbatas.
Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini seringkali merupakan
kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32.) dan berhubungan dengan
masa berkabung atau stress lain yang tampak jelas.
2.1.6 Tatalaksana
Psikoterapi
Psikoterapi terdiri dari terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi
psikodinamik (Kaplan dkk, 2010).
a. Terapi kognitif
Tujuan :
Bertujuan memberikan peringanan gejala melalui perubahan pikiran
sasaran, mengidentifikasi kognisi yang menghancurkan diri sendiri,
memodifikasi anggapan salah yang spesifik dan mempermudah
pengendalian diri terhadap pola pikiran.
Teknik :
Teknik yang digunakan adalah mencatat dan memonitor kognisi,
mengoreksi tema yang menyimpang dengan tes logika dan
eksperimental, memberikan isi pikiran alternatif, dan pekerjaan rumah.
b. Terapi interpersonal
Tujuan :
Bertujuan memberikan keringanan somatik melalui pemecahan
masalah interpersonal sekarang, menurunkan stres yang melibatkan
keluarga atau pekerjaan, dan meningkatkan keterampilan interpersonal.
Teknik :
Teknik yang digunakan adalah menjelaskan dan menangani hubungan
maladaptif dan mempelajari hubungan yang baru melalui latihan
20
komunikasi dan keterampilan sosial, dan memberikan informasi
tentang penyakit.
c. Terapi psikodinamik
Tujuan :
Bertujuan menimbulkan perubahan kepribadian melalui pengertian
konflik masa lalu, mencapai tilikan ke dalam pertahanan, distorsi ego
dan defek superego, memberikan model peran; dan memungkinkan
pelepasan katartik dari agresi.
Teknik :
Teknik yang digunakan adalah menganalisis transferensi dan resistensi
secara penuh atau parsial, konfrontasi dengan pertahanan, dan
menjelaskan distorsi ego dan superego.
Farmakoterapi
Saat akan memberikan terapi obat-obatan, pasien dan keluarga pasien
perlu diberikan informasi tentang pengobatannya. Saat memperkenalkan masalah
pengobatan pada pasien, dokter harus menekankan bahwa gangguan depresi
adalah suatu kombinasi faktor biologis dan psikologis, dan semua manfaat dari
terapi obat. Dokter juga harus menekankan bahwa pasien tidak akan mengalami
ketagihan terhadap antidepresan, karena obat tersebut tidak memberika pemuasan
yang segera. Dokter harus mengatakan pada pasien mungkin diperlukan waktu 3
sampai 4 minggu untuk dapat dirasakan efek antidepresan dan kendatipun pasien
tidak menunjukkan perbaikan pada waktu tersebut, medikasi lain tersedia. Dokter
harus menjelaskan efek samping yang diperkirakan secara terinci (NICE, 2009).
Dalam pengobatan semua gangguan mental, alasan terbaik untuk memilih
obat adalah riwayat respon yang baik dengan obat tersebut pada pasien atau
anggota keluarga. Jika informasi tersebut tidak ada, pemilihan obat didasarkan
pada terutama efek yang merugikan dari obat. Klinisi harus mempertimbangkan
keparahan dan frekuensi efek yang merugikan yang potensial jika menggunakan
efek samping sebagai dasar untuk memilih dari antara berbagai antidepresan yang
tersedia (Kaplan dkk, 2010).
21
Untuk melakukan pengobatan farmakoterapi pada pasien dengan gangguan
depresi sedang dan berat, ada 3 tahapan yang harus dipertimbangkan antara lain :
a. Fase akut, fase ini berlangsung 6 sampai 10 minggu. pada fase ini bertujuan
untuk mencapai masa remisi ( tidak ada gejala ).
b. Fase lanjutan, fase ini berlangsung selama 4 sampai 9 bulan setelah mencapai
remisi. pada fase ini bertujuan untuk menghilangkan gejala sisa atau
mencegah kekambuhan kembali.
c. Fase pemeliharaan, fase ini berlangsung 12 sampai 36 bulan. Pada fase ini
tujuannya untuk mencegah kekambuhan kembali.
Obat antidepresan terdiri dari beberapa golongan, yaitu golongan ikatan
trisiklik dan tetrasiklik, golongan Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI)
Reversible, golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor, golongan
antidepresan atipikal.
22
masing dapat menyebabkan hipotensi ortostatik dan peningkatan berat badan
(Ciraulo dkk, 2011).
Dosis obat untuk trisiklik dan tetrasiklik bervariasi dan dijelaskan pada tabel 1.
23
Dikutip dari Ciraulo, D. A., Shader, R. I. & Greenblatt, D. J. 2011. Clinical Pharmacology and
Therapeutics of Antidepressants. Department of Psychiatry, Boston University School of
Medicine. England. Hal: 33-100.
24
Tabel 2. Dosis Obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitorpada Orang Dewasa
Dikutip dari Ciraulo, D. A., Shader, R. I. & Greenblatt, D. J. 2011. Clinical Pharmacology and
Therapeutics of Antidepressants. Department of Psychiatry, Boston University School of
Medicine. England. Hal: 33-100.
Venlafaxine
Venlafaxine termasuk golongan Serotonin and Norepinephrine Reuptake
Inhibitors (SNRI). SNRI pada dasarnya perkembangan dari obat SSRI dan
memiliki efikasi lebih tinggi dari pada SSRI karena SNRI mempunyai
mekanisme ganda, yaitu menghambat transporter serotonin dan norepinefrin.
Obat golongan SNRI yang digunakan adalah venlafaxine.
25
Bila venlafaxin tersedia dalam bentuk tablet 37,5mg dan 75mg. dosis
awal lazimnya pada pasien depresi rawat jalan adalah 75mg sehari,
diberikan dalam 2 sampai 3 dosis terbagi. Pada populasi pasien tersebut
dosis dapat ditingkatkan sampai 150 mg sehari, diberikan dalam 2 atau 3
dosis terbagi setelah periode pemeriksaan klinis yang cukup dengan dosis
lebih rendah. Dosis maksimum venlafaxine adalah 375 mg sehari (Kaplan
dkk, 2010).
Bupropion
Bupropion termasuk golongan Norepinephrine and Dopamine
Reuptaking Inhibitors (NDRI), NDRI bekerja pada transporter
norepineprin dan dopamine sehingga meningkatkan jumlah kedua
neurotransmitter tersebut pada postsynaptic cell. Bupropion juga tidak
menyebabkan disfungsi seksual dan penambahan berat badan sehingga
diindikasikan pada orang yang mengalami disfungsi seksual akibat SSRI.
Mirtazapine
Mirtazapine termasuk golongan Noradrenergic and specific
antidepressants (NaSSA). Cara kerja NaSSA adalah dengan menghambat
reseptor alfa-2 adrenergik pada presinaptik dan postsinaptik tetapi juga
memiliki afinitas yang rendah pada reseptor alfa-1 adrenergik. NaSSA
juga menghambat reseptor serotonin 5HT2 dan 5HT3. Dosis awal yang
harus diberikan adalah 15mg dan maksimal 45mg dikonsumsi setiap
malam sebelum tidur (Halverson, 2015).
Trazodone
26
Trazodone efektif dalam penanganan depresi mayor dengan cara
menghambat ambilan semula serotonin dan modulasi neurotransmisi
serotonergik. Trazodone juga mempunyai peran signifikan dalam
menghambat reseptor histamine (H1). Trazodone dapat memperbaiki
kualitas tidur hingga menurunkan jumlah dan lama terjaga di malam hari.
Trazodone sering diberikan pada dosis rendah yaitu antara 25mg hingga
50mg sebagai pelengkap SSRI dalam merawat masalah insomnia
(Halverson, 2015).
Algoritma pengobatan farmakoterapi episode depresi sedang atau berat tanpa ada
kontrindikasi terhadap antidepresan.
Jika obat yang diberikan kepada pasien tidak berespon setelah pemakaian
2 minggu atau 3 minggu maka periksa apakah obat memang benar dikonsumsi
secara teratur atau ada disposisi farmakokinetik (NICE, 2009)
27
Gambar 8. Algoritma Pengobatan Farmakoterapi Episode Depresi Sedang atau
Berat
Pasien depresi yang secra fisik sehat tanpa ada kontraindikasi terhadap antidepresan
Remisi penuh
Dikutip dari Yuniastuti. 2013. Evaluasi Terapi Obat Antidepresan pada Pasien Depresi di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2011-2012. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Indonesia.
Hal: 1-10.
28
Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik
dan ditandai oleh gejala-gejala manic, hipomanik, depresi, dan campuran,
biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode
dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania.
Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara
cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat
menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi.
2.2.2 Epidemiologi
Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan
dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya
sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan
wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6
tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30
tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras
2.2.3 Etiologi
Penyebab gangguan bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan
faktor genetik dan gangguan neurotransmitter di otak. Secara psikososial
dikaitkan dengan pola asuh masa kanak-kanak, stress yang menyakitkan, stress
kehidupan yang berat dan berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya
Faktor Genetik
Penelitian keluarga telah menemukan bahwa kemungkinan menderita
suatu gangguan mood menurun saat derajat hubungan kekeluargaan melebar.
Sebagai contoh, sanak saudara derajat kedua (sepupu) lebih kecil
kemungkinannya dari pada sanak saudara derajat pertama. Penurunan gangguan
bipolar juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50 persen pasien Gangguan
bipolar memiliki sekurangnya satu orangtua dengan suatu Gangguan mood, paling
sering Gangguan depresif berat. Jika satu orangtua menderita gangguan bipolar,
terdapat kemungkinan 25 persen bahwa anaknya menderita suatu Gangguan
mood. Jika kedua orangtua menderita Gangguan bipolar, terdapat kemungkinan
50-75 persen anaknya menderita Gangguan mood
29
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara Gangguan bipolar
dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana
dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang
telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22-q23, dan 21q22.
Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi
21) beresiko rendah menderita Gangguan bipolar
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala
bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmitter dengan
Gangguan bipolar. Neurotransmitter tersebut adalah dopamine, serotonin,
noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmitter tersebut pun
mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin
hidroksilase, cathecol-ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter
(5HTT). Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor
(BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas
sinaps, neurogenesis, dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat
dalam mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat
tiga penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan Gangguan
bipolar dan hasilnya positif
Faktor Biologis
Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini.
Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita
bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-
emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah
yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk
dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada
amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus
merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek)
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin berkurang
pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan
membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat
30
hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat
dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar
Faktor Lingkungan
Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan
penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat
berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang
dipicu oleh faktor lingkungan. Stress yang menyertai episode pertama dari
Gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan
lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal.
Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam
kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang
berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita Gangguan mood
selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal
Episode manik:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood
yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau
lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:
Grandiositas atau percaya diri berlebihan
Berkurangnya kebutuhan tidur
Cepat dan banyaknya pembicaraan
Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor
Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah)
31
Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang)
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa
sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan
produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik
(halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.
Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis,
ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar
dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga
memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, social dan pekerjaan.
Siklus Cepat
Siklus cepat yaitu bila terjadi paling sedikit empat episode depresi,
hipomania, atau mania dalam satu tahun. Seseorang dengan siklus cepat jarang
mengalami bebas gejala dan biasanya terdapat hendaya berat dalam hubungan
interpersonal atau pekerjaan.
Sindrom Psikotik
32
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:
Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian social pramorbid
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan
terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.
2.2.5 Kriteria
Berdasarkan DSM-IV, Gangguan bipolar digolongkan menjadi 4 kriteria:
Gangguan bipolar I
Terdapat satu atau lebih episode manik. Episode depresi dan hipomanik
tidak diperlukan untuk diagnosis tetapi episode tersebut sering terjadi.
Gangguan bipolar II
Terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau episode depresif mayor
tanpa episode manik.
Siklotimia
Adalah bentuk ringan dari Gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania
dan depresi yang ringan yang tidak memenuhi kriteria episode depresif
mayor.
Gangguan bipolar YTT
33
Gejala-gejala yang dialami penderita tidak memenuhi kriteria Gangguan
bipolar I dan II. Gejala-gejala tersebut berlangsung tidak lama atau gejala
terlalu sedikit sehingga tidak dapat didiagnosa Gangguan bipolar I dan II.
2.2.6 Diagnosis
Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Informasi dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
criteria yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang
dapat digunakan untuk mengidentifikasi symptom Gangguan bipolar adalah The
Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination
(PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD-
10.
Pembagian menurut DSM-IV:
Gangguan mood bipolar I
Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manic dan tidak ada riwayat
depresi mayor sebelumnya.
B. Tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,
skizoafektif, Gangguan waham, atau dengan Gangguan psikotik
yang tidak dapat diklasifikasikan.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini
A. Saat ini dalam episode manic
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, Gangguan
34
waham, atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan dan
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini
A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,
skizifreniform, Gangguan waham, atau Gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek oleh fisiologik langsung zat
atau kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini
A. Saat ini dalam episode hipomanik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manic
atau campuran
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya social, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini
A. Saat ini dalam episode depresi mayor
35
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
D. Gejala-gejala tidak disebabkan efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medik umum
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat
ini
A. Criteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, atau dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
D. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Ganggguan Mood Bipolar II
Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit
satu episode hipomanik.
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun, terdapat beberapa periode dengan gejala-
gejala hipomania dan beberapa periode dengan gejala-gejala depresi yang
36
tidak memenuhi criteria untuk Gangguan depresi mayor. Untuk anak-anak
dan remaja durasinya paling sedikit satu tahun.
B. Selama periode dua tahun di atas penderita tidak pernah bebas dari gejala-
gejala pada kriteria A lebih dari dua bulan pada suatu waktu.
C. Tidak ada episode depresi mayor, episode manik, episode campuran,
selama dua tahun Gangguan tersebut
Catatan: setelah dua tahun awal, siklotimia dapat bertumpang tindih
dengan manic atau episode campuran (diagnosis GB I dan Gangguan
siklotimia dapat dibuat) atau episode depresi mayor (diagnosis GB II
dengan Gangguan siklotimia dapat ditegakkan)
D. Gejala-gejala pada criteria A bukan skizoafektif dan tidak
bertumpangtindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham,
atau dengan Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung zat atau
kondisi medic umum
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam social, pekerjaan atau aspek
fungsi penting lainnya.
37
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya
stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30)
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Klinik Hipomanik
Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk hipomania (F30);
dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik , depresif, atau campuran)di masa lampau.
F31.1 Gangguan afektif Bipolar, Episode kini Manik Tanpa Gejala Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
F31.4 gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala
psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau
38
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran dimasa lampau
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar Campuran
Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik, dan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode
penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu);
dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau
campuran di masa lampau
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik,
depres if atau campuran)
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
39
2.2.7 Diagnosis Banding
Terdapat beberapa gangguan mental lainnya yang memiliki gejala yang
sama dengan gangguan bipolar seperti skizofrenia, skizoafektif, intoksikasi obat,
gangguan skizofreniform, dan gangguan kepribadian ambang.
2.2.8 Tatalaksana
Farmakoterapi
Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah
menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah
mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi
penderita.
40
Lini 1
- Litium, diivalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin XR,
aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium atau divalproat +
quetiapin, litium atau divalproat + olanzapin, litium atau divalproat +
aripiprazol.
Lini 2
- Karbamazepin, Terapi Kejang Listrik (TKL), litium + divalproat,
paripalidon
Lini 3
- Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol, litium
+karbamazepin, klozapin.
41
Lini 1
Terapi:
- Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR, litium atau divalproat + SSRI,
Olanzapin + SSRI, litium + divalproat.
Lini 2
Terapi:
- Quetiapin + SSRI, divalproat, litium atau divalproat + lamotrigin
Lini 3
Terapi:
- Karbamazepin, olanzapin, litium + karbamazepin, litium atau divalproat +
venlafaksin, litium + MAOI, TKL, Litium atau divalproat atau AA + TCA,
litium atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + Lamotrigin,
penambahan topiramat.
Obat-obat yang tida direkomendasikan
- Gabapentin monoterapi, aripiprazol mono terapi
Lini 3
42
Terapi:
- Penambahan fenitoin, penambahan olanzapin, penambahan ECT,
penambahan topiramat, penambahan asam lemak omega-3, penambahan
okskarbazepin
-
Obat-obatan yang tidak direkomendasikan:
- Gabapentin, topiramat atau antidepresan monoterapi
Lini 3
Terapi:
43
- Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT
Obat-obatan yamg tidak dianjurkan:
- Gabapentin.
Psikoterapi
Disamping pengobatan medikamentosa, psikoterapi adalah salah satu terapi
yang efektif untuk gangguan bipolar. Terapi ini memberikan dukungan, edukasi,
44
dan petunjuk untuk seorang dengan gangguan bipolar. Beberapa jenis psikoterapi
yaitu:
1. Cognitive behavioral therapy (CBT) membantu penderita gangguan
bipolar untuk mengubah pola pikir dan perilaku negative.
2. Family-focused therapy melibatkan anggota keluarga. Terapi ini juga
memfokuskan pada komunikasi dan pemecahan masalah.
3. Interpersonal and social rhythm therapy membantu penderita gangguan
bipolar meningkatkan hubungan sosial dengan orang lain dan mengatur
aktivitas harian mereka.
4. Psychoeducation mengajarkan pada penderita gangguan bipolar mengenai
penyakit yang mereka derita beserta dengan penatalaksanaannya. Terapi
ini membantu penderita mengenali gejala awal dari episode baik manik
maupun depresi sehingga mereka bisa mendapatkan terapi sedini mungkin.
2.2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada penggunaan obat-obatan dengan dosis yang
tepat, pengetahuan komprehensif mengenai penyakit ini dan efeknya, hubungan
positif dengan dokter dan therapist, kesehatan fisik. Semua faktor ini merujuk ke
prognosis bagus.
Akan tetapi prognosis pasien gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan
dengan pasien dengan gangguan depresif berat. Kira-kira 40%-50% pasien
gangguan bipolar I memiliki episode manik Kedua dalam waktu dua tahun setelah
episode pertama. Kira-kira 7% dari semua pasien gangguan bipolar I tidak
menderita gejala rekurensi, 45% menderita lebih dari satu episode, dan 40%
menderita gangguan kronis. Pasien mungkin memiliki 2 sampai 30 episode manik,
walaupun angka rata-rata adalah Sembilan episode. Kira-kira 40% dari semua
pasien menderita lebih dari 10 episode.
45
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Diagnosis depresi ditegakkan bila memenuhi gejala utama yaitu afek
depresif, anhedonia, dan anergia, serta gejala penyerta yaitu penurunan
konsentrasi, penurunan rasa percaya diri dan harga diri, gagasan rasa bersalah
dan tidak berguna, pandangan masa depan suram dan pesimistis, gagasan
membahayakan diri atau bunuh diri, gangguan tidur dan penurunan nafsu
makan, selama minimal 2 minggu.
3.2. Depresi terbagi menjadi depresi ringan tanpa atau dengan gejala somatik,
depresi sedang tanpa atau dengan gejala somatik, dan depresi berat tanpa atau
dengan gejala psikotik. Terdapat beberapa skala penentuan beratnya depresi,
di antaranya Hamilton Rating Scale for Depression, dan Montgomery-Asberg
Depression Rating Scale.
3.3. Terapi depresi terbagi menjadi psikoterapi dan farmakoterapi. Psikoterapi
yang dapat digunakan adalah kognitif, interpersonal, psikodinamik. Obat
antidepresan terdiri dari beberapa golongan, yaitu golongan ikatan trisiklik
dan tetrasiklik, golongan Mono Amine Oxidase Inhibitor (MAOI) Reversible,
golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor, serta golongan antidepresan
atipikal.
3.4. Episode depresi dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari gangguan
bipolar.
3.5. Diagnosis gangguan bipolar ditegakkan bila terdapat sekurang-kurangnya
dua episode, pada waktu tertentu terdapat hipomania atau mania, dan waktu
lain berupa depresi. Episode berulang hanya hipomania atau mania
digolongkan sebagai gangguan bipolar.
3.6. Episode mania ditegakkan dengan kriteria mood elasi, ekspansif, atau
iritabel dengan tiga atau lebih gejala grandiositas, meningkatnya kepercayaan
diri, berkurangnya kebutuhan tidur, bicara lebih banyak, loncatan gagasan,
distraktibilitas, meningkatnya aktivitas bertujuan dan yang berpotensi
merugikan.
3.7. Gangguan afektif bipolar terbagi berdasarkan episode saat ini yaitu
episode kini hipomanik, manik tanpa atau dengan gejala psikotik, depresi
ringan atau sedang, depresi berat tanpa atau dengan gejala psikotik, dan
46
campuran. Gangguan bipolar I bila terdapat satu atau lebih episode manik;
Gangguan bipolar II bila terdapat satu atau lebih episode hipomanik atau
episode depresif mayor tanpa episode manik; Siklotimia yaitu bentuk ringan
dari gangguan bipolar. Terdapat episode hipomania dan depresi yang ringan
yang tidak memenuhi kriteria episode depresif mayor.
3.8. Pengobatan gangguan bipolar dilaksanakan dengan psikoterapi dan
farmakoterapi. Psikoterapi yang dapat dilakukan diantaranya Cognitive
behavioral therapy (CBT), family-focused therapy, interpersonal and social
rhythm therapy serta psychoeducation. Farmakoterapi yang dapat digunakan
yaitu lithium, divalproat, lamotrigin, antipsikotik atipikal, antidepresan
seperti SSRI, dan kombinasi obat yang disesuaikan dengan jenis bipolar dan
kondisi episode kini.
47
Daftar Pustaka
48
12. Yuniastuti. 2013. Evaluasi Terapi Obat Antidepresan pada Pasien Depresi di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta Tahun 2011-2012. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Indonesia. Hal: 1-10.
49