Anda di halaman 1dari 16

Economic Order Quantity (EOQ)

Adalah jumlah pembelian yang paling ekonomis (Economical Order Quantity = EOQ)

Definisi : jumlah setiap kali pembelian bahan yang disertai biaya minimal = jumlah

pembelian bahan yang paling ekonomis

EOQ terdiri dari :

1. Biaya pemesanan (ordering cost/set up cost)

Adalah semua biaya dari persiapan pemesanan sampai barang yang dipesan dating

Sifat : konstan, tidak tergantung pada jumlah barang yang dipesan

Biaya-biaya ini adalah :

a. biaya persiapan pemesanan

b. biaya mengirim atau menugaskan karyawan untuk melakukan pemesanan.

c. biaya saat penerimaan bahan yang dipesan

d. biaya penyelesaian pembayaran pemesanan.

2. Biaya Penyimpanan di Gudang (Inventory C arrying Cost)

terdiri dari :
a.biaya sewa gudang

b.biaya pemeliharaan bahan

c.biaya asuransi bahan

d.biaya TK di gudang

e.biaya kerusakan bahan baku

Pertentangan 2 hal :

Biaya pemesanan menghendaki yang dipesan sebesar-besarnya agar biaya pemesanan minimal

sedangkan biaya penyimpanan menghendaki jumlah yang dipesan sekecil-kecilnya agar

menghemat biaya penyimpanan.

Rumus EOQ :

EOQ = 2xRxS

Rumus EOQ :

EOQ = 2xRxS

C
R = Kebutuhan barang dalam suatu periode tertentu missal setahun

S = biaya pemesanan setiap kali pesan

P = harga beli setiap unit barang

I = Biaya penyimpanan yang dinyatakan dalam prosentase dari nilai rata-rata persediaan barang

yang disimpan

C = Biaya penyimpanan tiap unit barang yang disimpan (dalam rupiah)

SS = Safety Stok adalah Persediaan Pengaman

ROP = Re Order Point adalah titik dimana harus dilakukan pemesanan kembali

Lead Time (LT) atau tenggang waktu adalah waktu yang dibutuhkan sejak memesan barang

sampai barang yang dipesan datang.

Contoh soal :

Perusahaan x membutuhkan bahan mentah karet sebanyak 6.400 unit/tahun ( 1 tahun = 320 hari)

dengan harga Rp.50 setiap unit

Dalam rangka pembelia tersebut dibutuhkan biaya-biaya sbb:


-biaya pengiriman pesanan =Rp.10/1 kali pesan

-biaya administrasi = Rp.20/1 kali pesan

-biaya penyelesaian pemesanan Rp 20 / 1 kali pesan

-biaya penyimpanan di gudang = Rp. 1 /unit / tahun

Pertanyaan :

1. tentukan EOQ

2. ROP jika Procuremen Lead Time (PLT) selama 6 hari.

3. Gambarkan grafik EOQ, ROP dan SS jika SS ditentukan 500 unit.

Jawab :

Diket :

R = 6.400 unit

S = 10 + 20 + 20 = Rp. 50

C = Rp. 1

a.
Rumus EOQ :

EOQ = 2xRxS

EOQ = 2 x 6.400 x 50

= 800 unit

1. Penggunaan selama 1 tahun = 6.400 unit

Penggunaan selama 1 hari = 6.400/320 = 20 unit

Penggunaan selama lead time = 20 x 6 = 120 unit

Safety stock = 500

ROP = PLT + SS

ROP = 120 x 500 = 620 unit

2. Frekuensi pembelian 1 tahun =

: 800 = 8 kali

atau 320 hr/8 = 40 hari sekali.


Break Even Point
Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari
jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu
untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.

Rumus Analisis Break Even :

BEP = Total Fixed Cost / (Harga perunit - Variabel Cost Perunit)

Namun ada juga yang membuat pengertian break even point sebagai berikut :

1). Menurut S. Munawir (2002) Titik break even point atau titik pulang pokok dapat
diartikan sebagai suatu keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi (total penghasilan = Total biaya).

2). Menurut Abdullah (2004) Analisis Break even point disebut juga Cost Volume Profit
Analysis. Arti penting analisis break even point bagi menejer perusahaan dalam
pengambilan keputusan keuangan adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak
mengalami kerugian.
b. Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu.
c. Penetapan seberapa jauhkan menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan
tidak menderita rugi.

3). Menurut Purba (2002) Titik impas (break even) berlandaskan pada pernyataan
sedarhana, berapa besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut.

4). Menurut PS. Djarwanto (2002) Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu
apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan
tersebut tidak mendapat keuntungan dan sebaliknya tidak menderita kerugian.

5). Menurut Harahap (2004) Break even point berarti suatu keadaan dimana
perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat ditutupi oleh penghasilan
penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan total penjualan
sehingga tidak ada laba tidak ada rugi.

6). Menurut Garrison dan Noreen (2004) Break even point adalah tingkat penjualan
yang diperlukan untuk menutupi semua biaya operasional, dimana break even
tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama dengan nol (0). Langkah pertama
untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan (HPP) dan
biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap merupakan fungsi
dari waktu, bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan
berdasarkan kontrak, misalnya sewa gudang. Sedangkan biaya variabel tergantung
langsung dengan penjualan, bukan fungsi dari waktu, misalnya biaya angkut
barang.

Jenis-jenis Break Even Point ( BEP )

1. Break Even Chart


Suatu peta yang menggambarkan grafik-grafik yang terdiri atas kurva jumlah
seluruh biaya ( tetap dan variabel ) dan kurva pendapatan pada tiap tingkatan
produksi, perpotongan kedua kurva adalah titik kembali pokok (titik yang
berpotongan dari 2 garis lurus yang sama besar wilayahnya).

2. Break Even Equation


Suatu persamaan yang dinyatakan dengan rumus :
Penjualan pada titik kembali pokok
FC= 1- Pct VC
Keterangan :
FC = biaya tetap
Pct VC = Persentase biaya variabel terhadap penjualan

3. Break Even Function


Fungsi kembali pokok yang dirumuskan sebagai berikut :
FC
S = ( 1 VC )
Keterangan :
S = Jumlah penjualan
FC = Biaya tetap
VC = Rasio biaya variabel terhadap jumlah penjualan yang diharapkan.

Syarat-syarat Analisis BEP :

1. Harga jual tidak berubah-ubah.


2. Seluruh biaya dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
3. Biaya variabel bersifat proposional.
4. Jika barang yang diproduksi lebih dari satu jenis, maka komposisi barang yang dijual
tidak berubah-ubah.

Manfaat BEP :

1. Alat perencanaan untuk hasilkan laba


2. Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta
hubungannya dengan kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan
yang bersangkutan.
3. Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhan
4. Mengganti system laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti
5. Mengetahui jumlah penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan
tidak mengalami kerugian.
6. Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu.\
7. Seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita rugi.
8. Untuk mengetahui bagaimana efek perubahan harga jual, biaya dan volume
penjualan terhadap keuntungan yang diperoleh.

Kompenen yang berperan pada BEP yaitu biaya, dimana biaya yang dimaksud
adalah biaya variabel dan biaya tetap, dimana pada prakteknya untuk
memisahkannya atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau tetap
bukanlah pekerjaan yang mudah, Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan
oleh kita untuk produksi ataupun tidak, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak produksi maka
tidak ada biaya ini.

Ada 2(dua) alasan mengapa para pelaku bisnis menerima alasan ini:

1. Analisis ini berdasarkan pada asumsi yang lugas.


2. Perusahaan-perusahaan telah menemukan bahwa informasi yang didapat dari
metode titik impas ini sangat menguntungkan di dalam pengambilan keputusan.

Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai
dengan pertumbuhan perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin
dapat dilakukan dengan tiga langkah sebagai berikut, yaitu :

1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan


mempertahankan tingkat harga, kualitas dan kunatitas.
2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3. Meningkatkan volume kegitan semaksimal mungkin.

Kegunaan Break Even Point

Diatas telah dikemukakan bahwa analisa break even point sangat penting bagi
pimpinan perusahaan untuk mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya
akan sama dengan jumlah penjualan atau dengan kata lain dengan mengetahui
break even point kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga
jual, biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil
kebijaksanaan.

Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar


dipenuhui. Asumsi-asumsi tersebut adalah :

1. Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel


dan biaya tetap.
2. Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan
volume produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah
tetap.
3. Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume
produksi atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah
karena adanya perubahan volume kegiatan.
4. Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang
diproduksi.
5. Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
6. Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis
komposisi masing-masing jenis produk dianggap konstan (tetap).

Analisa break even point juga dapat digunakan oleh pihak menejemen
perusahaan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai
:

1. Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
2. Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian.
3. Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
4. Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan
terhadap laba yang diperoleh.

Break even point juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah,
namun ketiganya saling berhubungan, yaitu untuk :

1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara


lebih mekanis dan otomatis dan mengganti biaya variabel dengan biaya tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum.
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan
menginginkan break even point dalam suatu proyek yang diusulkan.

Menurut Harahap (2004) Dalam analisa laporan keuangan kita dapat menggunakan
rumus break even point untuk mengetahui :

1) Hubungan antara penjualan biaya dan laba.


2) Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan biaya variabel.
3) Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas
dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi.
4) Untuk mengetahui hubungan antara cost, volume, harga dan laba.

Analisa break even point memberikan penerapan yang luas untuk menguji tindakan-
tindakan yang diusulkan dalam mempertimbangkan alternatif-alternatif atau tujuan
pengambilan keputusan yang lain. Analisa break even point tidak hanya semata-
mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang break even saja, akan tetapi
analisa break even point mampu memeberikan informasi kepada pimpinan
perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungan dengan
kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.

Kelemahan Analisa Break Even Point


Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak
dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan
utama dari analisa break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity,
kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.
(Soehardi,2004).

a. Asumsi tentang linearity


Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah
berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat
penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan
menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue
tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per
unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan
mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya
efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.

b. Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam
mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap
sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik
tersebut.

c. Jangka waktu penggunaan


Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya
yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi
selama setahun.

Pendekatan dalam mengitung BEP

1. Pendekatan persamaan
_ Y=cx bx a
Keterangan :
_ Y = laba
_ c = harga jual per unit
_ x = jumlah produk
_ b = biaya variabel satuan
_ a =biaya tetap total
_ cx = hasil penjualan
_ bx = biaya variabel total
_ X(BEP dalam unit) = a/(c-b)
_ CX(BEP dalam unit) = ac/(c-b) = a/(1 b/c)

2. Pendekatan Marjin Kontribusi


Pendekatan margin kontribusi didapat dengan mengurangkan nilai penjualan total
(total revenue =TR) dengan biaya variabel total (total Variabel cost = TVC) dan
mengurangkan harga jual per unit dengan biaya variabel.

3. Pendekatan Grafik
Dalam pendekatan grafis, BEP digambarkan sebagai titik potong antara garis
penjualan dengan garis biaya total (Biaya total = Biaya tetap + Biaya variabel)
Jenis Jenis Biaya dalam Menghitung BEP

1. Variabel Cost (biaya Variabel)


Variabel cost merupakan jenis biaya yang selalu berubah sesuai dengan perubahan
volume penjualan, dimana perubahannya tercermin dalam biaya variabel total.
Dalam pengertian ini biaya variabel dapat dihitung berdasarkan persentase tertentu
dari penjualan, atau variabel cost per unit dikalikan dengan penjualan dalam unit.

Contoh dalam perusahan furniture


_ Biaya perlengkapan
_ Biaya bahan bakar
_ Biaya sumber tenaga
_ Biaya perkakas kecil
_ Asuransi aktiva tetap dan kewajiban
_ Gaji satpam dan pesuruh pabri

2. Fixed Cost (biaya tetap)


Fixed cost merupakan jenis biaya yang selalu tetap dan tidak terpengaruh oleh
volume penjualan melainkan dihubungkan dengan waktu(function of time) sehingga
jenis biaya ini akan konstan selama periode tertentu. Contoh biaya sewa,
depresiasi, bunga. Berproduksi atau tidaknya perusahaan biaya ini tetap
dikeluarkan.

Contoh dalam perusahan furniture


_ Biaya penyusutan
_ Gaji eksekutif
_ Pajak bumi dan bangunan
_ Amortisasi paten
_ Biaya penerimaan barang
_ Biaya komunikasi
_ Upah lembur

3. Semi Varibel Cost


Semi variabel cost merupakan jenis biaya yang sebagian variabel dan sebagian
tetap, yang kadang-kadang disebut dengan semi fixed cost. Biaya yang tergolong
jenis ini misalnya: Sales expense atau komisi bagi salesman dimana komisi bagi

Rumus BEP
Untuk menghitung BEP kita bisa hitung dalam bentuk unit atau price tergantung
untuk kebutuhan.
Atas dasar unit

Atas dasar sales dalam rupiah

Keterangan :
FC : Biaya Tetap
P : Harga jual per unit
VC : Biaya Variabel per unit
Adapun rumus untuk menghitung Break Even Point ada 2 yaitu :

1. Rumus BEP untuk menghitung berapa unit yang harus dijual agar terjadi Break Even
Point :
Total Fixed Cost
__________________________________
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Contoh :
Fixed Cost suatu toko lampu : Rp.200,000,-
Variable cost Rp.5,000 / unit
Harga jual Rp. 10,000 / unit
Maka BEP per unitnya adalah
Rp.200,000
__________ = 40 units
10,000 5,000
Artinya perusahaan perlu menjual 40 unit lampu agar terjadi break even point. Pada
pejualan unit ke 41, maka took itu mulai memperoleh keuntungan

2. Rumus BEP untuk menghitung berapa uang penjualan yang perlu diterima agar
terjadi BEP :
Total Fixed Cost
__________________________________ x Harga jual / unit
Harga jual per unit dikurangi variable cost
Dengan menggunakan contoh soal sama seperti diatas maka uang penjualan yang
harus diterima agar terjadi BEP adalah
Rp.200,000
__________ x Rp.10,000 = Rp.400,000,-
10,000 5,000

Contoh :
Misalnya ada perusahaan konveksi kaos kaki murah yang harga satu buah kaos kaki
adalah Rp. 10.000 dengan biaya variabel sebesar Rp. 5.000 per kaos kaki dan biaya
tatap sebesar Rp. 10.000.000
BEP = 10.000.000 / (10.000 - 5.000)
BEP = 20.000
Jadi diperlukan memproduksi 20.000 kaos kaki untuk mendapatkan kondisi
seimbang antara biaya dengan keuntungan alias profit nol.

Pada Kasus CV. Donut Kotak


Harga Jual per unit Rp. 5.000
Biaya variabel Per Unit Rp. 3.000
Margin kontribusi Rp. 2.000
BEP(unit) = (Biaya tetap Total : Margin kontribusi per unit)
BEP(unit) = 7.500.000/2.000 = 3.750 unit
_ BEP (rupiah)
Terlebih dahulu harus dihitung Rasio Margin Kontribusi
_ Harga penjualan per unit Rp. 5.000,- 100 %
_ Biaya Variabel per unit Rp. 3.000,- 60 %
_ Margin kontribusi Rp. 2.000,- 40 %
Ratio margin kontribusi = 0,40
BEP (rupiah)= (Biaya tetap Total : Rasio Margin kontribusi)
= Rp. 7.500.000/0,40
= Rp. 18.750.000,-
Margin Of Safety

Margin Of Safety adalah juga menggambarkan batas jarak, dimana kalau


berkurangnya penjualan akan melampaui batas jarak tersebut, perusahaan akan
menderita kerugian. dengan demikian rumus yang digunakan dalam Margin Of
Safety adalah :
Tingkat Penjualan yang dibudgetkan Tingkat penjualan BEP
MS = X 100 % Tingkat penjualan yang dibudgetkan

1. Marjin Keamanan ( Margin of Safety )

Margin of Safety adalah suatu informasi mengenai sampai tingkat berapa


perusahaan boleh mengalami penurunan penjualan namun perusahaan tidak
mengalami kerugian.Dalam Hal ini semakin besar Margin of Safety makin baik untuk
perusahaan karena perusahaan bias mengalami penurunan yang cukup jauh.
Margin of Safety adalah informas tentang jumlah maksimum penurunan nilai
penjualan. (Darsono Prawironegoro&Ari Purwanti,2008:125)
Margin of Safety dicaru dengan mengurangi jumlah penjualan pada titik impas,
Semakin besar margin of safety semakin besar perusahaan dapat memperoleh laba
dan begitu pula sebaliknya.
Ratio Margin of safety dapat dihubungkan langsung dengan tingkat keuntungan
perusahaan yang menggunakan cara sebagai berikut :
Profit % = Margin income ratio x Ratio Margin of safety

DOL (Degree Of Leverage)

Operasi hasil leverage dari adanya biaya operasi tetap dalam arus pendapatan
perusahaan. Tingkat kehadiran biaya operasi tetap dalam aliran pendapatan suatu
perusahaan diukur dengan tingkat operating leverage (DOL).
Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
DOL =
Persentase Perubahan Penjualan
Keuangan memanfaatkan hasil dari adanya biaya keuangan tetap dalam arus
pendapatan perusahaan. Tingkat kehadiran biaya keuangan tetap dalam aliran
pendapatan suatu perusahaan diukur dengan tingkat leverage keuangan (DFL).
Persentase Perubahan Laba (NI)
DFL =
Persentase Perubahan Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)
Perusahaan yang sering memiliki kedua operasi dan leverage keuangan. Hal ini
menyebabkan meningkatkan total atau gabungan dari kehadiran keduanya
beroperasi tetap dan biaya keuangan dalam arus pendapatan perusahaan.
Memanfaatkan Dikombinasikan diukur oleh tingkat leverage gabungan (DCL).
Persentase Perubahan Laba (NI)
DCL =
Persentase Perubahan Penjualan
Perhatikan bahwa DCL = DFL DOL

Tingkat DOL (Degree Of Leverage)

Perusahaan yang memiliki derajat yang lebih besar memiliki tingkat leverage yang
lebih besar dari biaya tetap. Dan dengan demikian, mereka cenderung memiliki
lebih besar impas poin dibandingkan perusahaan yang tidak memiliki leverage.
Keuntungan memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah bahwa volume
penjualan suatu perusahaan meningkat melampaui titik impas, marjin yang
meningkat. Kerugian dari memiliki derajat yang lebih besar dari leverage adalah
bahwa karena titik impas yang lebih tinggi, yang berarti bahwa perusahaan yang
dibutuhkan untuk mencapai volume penjualan yang lebih tinggi untuk mencapai
titik impas. Pada kondisi baik ketika penjualan tinggi, lebih tinggi tingkat leverage
yang memungkinkan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan. Pada zaman
buruk ketika penjualan tidak baik, perusahaan dapat meminimalkan kerugian
dengan memiliki tingkat lebih rendah dari leverage.

Contoh:
Pada contoh di bawah, EBIT suatu perusahaan diproyeksikan bawah dua struktur
biaya yang sangat berbeda.

Laporan Laba Rugi Tinggi leverage Rendah leverage


Penjualan $ 100,000 100 % $ 100,000 100 %
Variabel Biaya Operasional -20,000 -20 -40,000 -40
Marjin Kontribusi 80,000 80 60,000 60
Tetap Biaya Operasional -40,000 -40 -20,000 -20
EBIT $ 40,000 40 % $ 40,000 40 %
Perhatikan perusahaan mengalami tingkat yang sama dari penjualan, sementara itu
memiliki struktur biaya yang sangat berbeda.
Sekarang perhatikan apa yang terjadi pada perusahaan di bawah setiap pilihan
ketika penjualan mereka turun menjadi $ 50.000.

Laporan Laba Rugi Tinggi leverage Rendah leverage


Penjualan $ 50,000 100 % $ 50,000 100 %
Variabel Biaya Operasional -10,000 -20 -20,000 -40
Marjin Kontribusi 40,000 80 30,000 60
Tetap Biaya Operasional -40,000 -80 -20,000 -40
EBIT $0 0 % $ 10,000 20 %
Ketika drop penjualan untuk $ 50.000, pilihan leverage yang tinggi menurun ke titik
impas, sementara pilihan leverage yang rendah meminimalkan kerugian. Sekarang
perhatikan apa yang terjadi pada kenaikan penjualan perusahaan untuk $ 150.000.

Laporan Laba Rugi Tinggi leverage Rendah leverage


Penjualan $ 150,000 100 % $ 150,000 100 %
Variabel Biaya Operasional -30,000 -20 -60,000 -40
Marjin Kontribusi 120,000 80 90,000 60
Tetap Biaya Operasional -40,000 -27 -20,000 -13
EBIT $ 80,000 53 % $ 70,000 47 %
Ketika penjualan suatu perusahaan meningkat, struktur biaya pilihan dengan
tingkat lebih tinggi leverage dapat memaksimalkan keuntungan perusahaan.

Kesimpulan

Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari
jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu
untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan / profit.
Break event point adalah suatu keadaan dimana dalam suatu operasi perusahaan
tidak mendapat untung maupun rugi/ impas (penghasilan = total biaya)
Diposkan oleh Anggun di 16.49
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar
http://anggun-mulyati.blogspot.com/2012/03/break-even-point.html

Anda mungkin juga menyukai