Anda di halaman 1dari 13

MENTAWAI,

BANGUNLAH JIWANYA
BANGUNLAH BADANNYA

Rasanya tidak satupun rakyat Indonesia yang tidak kenal bait Indonesia Raya yang dinukilkan
WR Supratman tersebut. Membangun dalam keseimbangan. Membangun jiwa dan raga.
Tidaklah mungkin bait ini dilupakan, termasuk dalam membangun Mentawai. Pulau-pulau
indah di barat Sumatera, yang sekarang kembali jadi perhatian kita, bahkan dunia.
Reporter FAJAR, Rasmi Soeki, Ir. Eki Hari Purnama, Akmal Thulas, Maifil Eka Putra, Yeyen
Kiram, mengangkatnya untuk pembaca.
Seminar Nasional Pulau-pulau Kecil, Terpencil dan Strategis yang digelar UNAND di Novotel
Bukittinggi, diliput oleh Eki. Eka mengungkap refleksi sosio-historis interaksi Mentawai dan
Tanah Tepi. Pendekatan sosio-kultural puncak-puncak kebudayaan Mentawai digali Akmal.
Sementara Yeyen memotret kiprah nyata LSM memberdayakan potensi SDM/SDA Mentawai.
Rasmi Soeki menyajikan keindahan Mentawai dari view- finder kameranya.
Liputan ini diperkaya dengan kajian pustaka dan disunting untuk disajikan pada ANDA oleh
Effendi Koesnar, Irsyad dan Ipul.

Wawancara H Mas'oed Abidin


Ada Allah dalam Ikere
Mentawai belakangan ini cukup menarik bagi orang-orang dalam dan luar negeri. Banyak
pelancong ke pulau-pulau tepi barat Sumatera tersebut. Untuk mengenal Mentawai lebih jauh
berikut petikan wawancara reporter FAJAR, Akmal Thulas bersama H Mas'oed Abidin yang
lebih 25 tahun berkonsentrasi dalam pengembangan dakwah Islam di sana.

Bagaimana Ustadz melihat Arat Sabulungan ?

Arat Sabulungan itu adalah adat istiadat daerah Mentawai. Itu bukan agama.

Apa kepercayaan di sana sebelumnya ?

Masyarakat di sana sudah mengenal Kekuatan Tunggal yang menciptakan langit dan bumi.
Kepercayaan mereka lebih dekat dengan Islam. Di dalam doa mereka, yang dikenal dengan
ikere, ada di sebut nama Allah.

Alasan Ustadz ?

Di dalam buku Stefanose Coronese, Kebudayaan Suku Mentawai, pada halaman 31


disebutkan bahwa orang Mentawai telah melakukan hubungan dengan orang Tiku tahun 1621.
Masa itu Tiku berada di bawah kerajaan Aceh yang telah memeluk agama Islam.

Bagaimanakah inti sari kebudayaan mereka ?

1
Orang Mentawai mempunyai puncak kebudayaan, berisi 10 ajaran yang sangat dekat dengan
Islam. Pertama adalah orang Mentawai percaya kepada Kekuasaan Tunggal yang menciptakan
langit dan bumi. Ini dikenal dengan Teikamanua. Mereka telah mengenal Maha Esa.
Kedua, Adil. Orang Mentawai kalau membagi sesuatu harus sama banyak. Tidak berat sebelah.
Ketiga, Kebersamaan. Orang Mentawai lebih mengutamakan persatuan dan persaudaraan.
Keempat, Tidak boleh berzina. Perkawinan bagi mereka merupakan hal yang sakral. Kalau ada
yang melanggar dihukum oleh adat. Dahulu hukumannya ada yang dibunuh.
Kelima, tidak boleh masuk rumah kalau di dalamnya hanya ada perempuan saja.
Keenam, Kalau berjalan bersama-sama maka laki-laki harus di depan.
Ketujuh, orang Mentawai jujur dan lugu. Kalau kita menjanjikan akan memberikan rokok
Gudang Garam kepada penduduk, ternyata kita memberikan mereka hanya rokok Dji-sam-soe.
Rokok Dji-sam-soe tetap mereka terima tetapi rokok Gudang Garam tetap mereka tanyakan
dan minta.
Kedelapan, berat sepikul ringan sejinjing. Semua pekerjaan mereka lakukan bergotong royong.
Kesembilan, tidak mau mengambil hak orang lain. dan kesepuluh menghormati tamu.

Bagaimana dengan kenyataan sekarang ?

Sosial budaya Mentawai akhir-akhir ini sudah banyak berubah sejak masuknya pendatang
dalam dan luar negeri.

Sejak kapan program DDII di sana ?

Program Mentawai merupakan salah satu program yang dicanangkan Mohammad Natsir ketika
pulang ke Sumatera Barat 1968, atas undangan gubernur untuk menghimbau orang Sumatera
Barat membangun kampung halaman.
1970, DDII telah mengirimkan para da'i ke Mentawai. Mereka yang telah lama mengabdi di
sana seperti Abdul Hadi, Aruni, Usmar Marlen, dan Najib Adnan.

Apa saja yang dilakukan DDII di sana ?

DDII di sana mengajak orang Mentawai yang tak beragama menjadi beragama Islam. Di
samping itu kami membuat paket-paket program peningkatan sumber daya manusia. Seperti
pembangunan lembaga-lembaga pendidikan; mengadakan penyuluhan-penyuluhan keagamaan,
masalah-masalah kehidupan; peternakan dan pertanian. Kami bergerak atas swadana
masyarakat Sumbar. Tidak ada dana luarnegeri yang menggaji da'i di Sana. Alhamdulillah orang
Mentawai banyak memeluk agama Islam dengan kesadaran sendiri.

DARI SEMINAR NASIONAL PULAU KECIL


Kita Berdosa Membiarkan Tertinggal

2
"Kita sangat berdosa jika membiarkan mereka hidup tertinggal sangat jauh dari
saudara-saudaranya yang ada di Sumatera Barat sendiri maupun di daerah lain di Indonesia,"
kata Siswono
Yudohusodo, Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (PPH), ketika memberi
pengarahan pada seminar nasional 'Pulau-Pulau Kecil, Terpencil, dan Strategis di Bukittinggi,
Maret 1997. Seminar yang berlangsung di Kota Wisata itu, selain menekankan pembahasan
terhadap Pulau Siberut, Mentawai, juga memperbincangkan nasib gugus pulau-pulau kecil
lainnya di Nusantara. Selain Siswono, turut memberikan pengarahan dalam forum ini Menteri
Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Soesilo Soedarman. Pembukaan acara ini juga
dihadiri Gubernur Sumbar Hasan Basri Durin, Rektor Universitas Andalas Prof.Fachri Ahmad
dan Ketua Panpel Prof.Marlis Rahman,
Sekilas tentu muncul pertanyaan kenapa Mentrans dan PPH mengutip kata dosa, ketika
berbicara tentang nasib Kepulauan Mentawai. Kata yang berdimensi religius setidaknya
menyiratkan betapa gugus kepulauan di pesisir Barat Pulau Sumatera perlu perhatian. Jelas
perhatian yang dimaksud bukan sekadar di sana terdapat spesies binatang langka. Seperti
Siamang Kerdil (Hylobtaes telossi), Lutung Mentawai (Presbytis potenziani) ataupun Beruk
Mentawai (Macaca pagensis). Atau karena kayu-kayu di hutannya bisa disulap menjadi fulus
yang jumlahnya jutaan dollar. Bukan pula karena Mentawai terdapat plasma nutfah yang patut
dilestarikan. Lebih daripada itu, kata Mentrans dan PPH, pelaksanaan program pembangunan
seperti transmigrasi di Mentawai bertujuan meningkatkan harkat dan martabat hidup
masyarakat yang harus diletakkan di atas segala-galanya. Artinya, secara normatif meletakkan
Kepulauan Mentawai pada tataran pinggiran berarti akan menuai dosa
Dan, isu pembangunan yang dikaitkan dengan upaya pemberdayaan pulau-pulau kecil,
terpencil, dan strategis, agaknya bukanlah sesuatu yang baru. Kenapa topik itu kembali
dihangatkan, apalagi dalam forum nasional di Convention Hall, Hotel Novotel Bukittinggi,
yang dihadiri pakar dan peneliti dari LIPI dan perguruan tinggi, Bappenas, dan serta kalangan
LSM. Sebab, dalam mimbar ilmiah yang digagas Universitas Andalas, Padang, ditegaskan
bahwa pulau-pulau kecil, terpencil, dan strategis, bukan hanya perkara menyejahterakan
penghuninya. Ia terkait pula dengan kepentingan bangsa, baik dari sudut pandang ekonomi
seperti pemberlakuan zona ekonomi ekslusif (ZEE), maupun pertahanan dan keamanan,
karena terletak pada lokasi-lokasi yang berpotensi konflik. Bahkan, kata Menko Polkam , "
Membangun pulau-pulau kecil itu tak bisa dipisahkan dengan aspek pertahanan dan
keamanan," ungkapnya.
Lebih lanjut Menko Polkam mengatakan, pada dasarnya percepatan pembangunan pulau-pulau
kecil itu tak bisa dipisahkan dari potensi kekayaan baharinya. Karena itu, pemerintah
membentuk Dewan Kelautan Nasional (DKN) yang diketuai Presiden Soeharto pada 16
Januari 1997 lalu. Dari hasil jajak pendapat, katanya, ada bidang awal dalam mengangkat
potensi sumber daya kelautan. "Yaitu bidang perikanan, wisata bahari, transportasi laut, bidang
lingkungan hidup dan wilayah pesisir," ucap Soesilo yang juga Wakil Ketua DKN.
Kalau Siberut atau Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat yang jadi topik utama, katanya,
sebab lokasi ini sudah dikenal masyarakat dunia karena kekayaan sosial budayanya serta
lingkungan hidupnya. Dia mengatakan bahwa sebagai kepulauan yang terpencil namun terkenal
di dunia, pembangunannya harus dilaksanakan dengan hati-hati. Ia menjelaskan bahwa dalam
membangun kepulauan Mentawai yang terpisah sangat jauh dari induknya, yakni daratan
Sumbar, selain dilaksanakan dengan hati-hati juga bertahap dalam batas-batas kondisi dan
kemampuan yang ada.

3
"Tidak perlu disamaratakan sebagaimana pembangunan yang dilaksanakan di wilayah lain
karena kondisi geografisnya memang memiliki karakteristik tersendiri," kata Menko Polkam
dan menambahkan Kepulauan Mentawai mewakili gugusan ribuan pulau kecil dan strategis lain
yang perlu dibangun.
Menurut Menko Polkam, dalam pembangunan Pulau-pulau kecil, terpencil dan strategis di
Indonesia perlu memperhatikan aneka ragam Sumber Daya Hayatinya demi terpeliharanya
lingkungan hidup dan sosial budaya.
Selain itu, menurut Soesilo Soedarman, tidak perlu terjadi tumpang tindih alokasi
pembangunan, pengelolaan tanah atau tata ruang/wilayah yang serasi termasuk adanya hak
ulayat. Pembangunan pulau-pulau kecil (Mentawai) diarahkan untuk meningkatkan potensi
kelautan dan wilayah yang dikenal dengan "Agromarine" dan "Aquamarine" yaitu
memanfaatkan pulau-pulau kecil dengan usaha yang berkaitan dengan laut dan wilayah
pulaunya dikelola melalui instensifikasi lahan pertanian dan perkebunan.
Sementara itu dilain pihak, katanya, perlu diusahakan pemberdayaan masyarakat setempat yang
umumnya nelayan tradisional guna mengenali teknologi laut yang lebih canggih dan berusaha
belajar dari pendatang mengenai berbagai aspek kehidupan seperti menjadi nelayan lepas pantai
mengingat kita memiliki ZEE luas. Dalam menyukseskan pembangunan di pulau-pulau kecil,
menurut Menko Polkam, diperlukan perhatian semua pihak, yaitu Pemda dengan
memperhatikan permasalahan mendasar di bidang transportasi dengan pulau-pulau besar lain.
Menurut dia, Kepulauan Mentawai merupakan gugusan pulau-pulau yang khas baik ekosistem
maupun kependudukannya dan terkenal memiliki sosial budaya dan lingkungan hidup berupa
biosfir dunia di Pulau Siberut serta potensi pariwisata. Selain itu, katanya, pembangunan pulau
kecil terpencil dan strategis bukanlah pembangunan pulau demi pulau, akan tetapi pemban-
gunan atas dasar kawasan pulau secara terpadu dan saling menunjang dan bukan dalam bentuk
persaingan.
Di sudut lain, Gubernur Sumbar menilai, pada dasarnya pembangunan pulau Mentawai selalu
menempati agenda utama dalam pembangunan daerah. Tak dipungkiri, kata Hasan, gerak
pembangunan di Mentawai selalu menjadi perhatian, bukan hanya kelompok masyarakat di
dalam negeri ataupun di luar negeri. Atas dasar ini dia mengajak semua pihak untuk
menempatkan kepentingan masyarakat Mentawai pada tempat teratas, terutama hak mereka
untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. "Yang pasti sebuah masyarakat yang terasing
akan semakin terasing kalau ia semakin jauh dari sentuhan pembangunan," tandasnya.
Dalam bahasa Mentrans dan PPH, dikatakan adalah adalah tidak bijaksana jika kita tetap
membiarkan kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang kalau mau makan harus berburu
terlebih dahulu dan mengambil ubi di hutan, padahal kebiasaan itu di manapun sudah lama tidak
ada. Sehubungan itu dia menyergah pendapat yang menyatakan tidak setuju terhadap
pembangunan di Mentawai, Siswono menjelaskan, dirinya sama sekali tidak setuju. Menurut
dia, pemerintah tetap ingin untuk membuat mereka lebih maju dan sejahtera melalui sistem
pertanian modern yang berorientasi agrobisnis dan agroindustri.
Masih menurut Siswono, program transmigrasi merupakan langkah yang logis dalam
memberdayakan potensi Kepulauan Mentawai. Program ini selain mendongkrak jumlah
penduduk yang berhubungan dengan produktifitas sekaligus menjembatani penularan
peradaban yang lebih moderen. "Pembangunan pada dasarnya juga membangun peradaban.
Demikian untuk membangun pulau-pulau kecil. Tak perlu khawatir dengan perubahan, sebab
peradaban itu besifat dinamis dan berubah. Dan, kita semua tahu yang merubah itu adalah
manusia itu sendiri," terangnya.

4
Meski Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Ir. Siswono Yudohusodo
mengatakan pelaksanaan program transmigrasi di Pulau Siberut wilayah Kepulauan Mentawai,
Sumbar, tergolong rumit.
Dalam penjelasannya di Bukittinggi, dia mengatakan penduduk di Pulau Siberut masih sangat
tradisional, bahkan banyak yang masih animis dan menggantungkan hidupnya dari hasil berburu
dan meramu hasil hutan. Dalam program transmigrasi, menurut Siswono, Pemerintah ingin
mengajak mereka untuk masuk pada dunia yang lebih modern dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat di daerah terisolir itu. Karena itu, kata dia, pembangunan transmi-
grasi di wilayah Mentawai yang sampai saat ini baru terlaksana di Pulau Siberut harus
benar-benar dipahami sebagai proses belajar yang efektif bagi penduduk setempat. Hanya
dengan meniru dari saudara-saudara dari daerah lain, menurut Siswono, masyarakat Mentawai
dapat lebih cepat maju dibandingkan melalui proses pendidikan yang menghabiskan waktu
bertahun-tahun.
Ia menjelaskan bahwa kepulauan Mentawai hanya dipimpin camat, padahal Pulau Simeulue di
Aceh dan Pulau Nias di Sumut sudah dipimpin seorang Bupati.

MEREKA YANG PEDULI MENTAWAI


"BURGER" DURIAN DARI SIPORA
Salah satu pertanyaan mendasar dalam pembicaraan seputar Mentawai adalah sumber daya
potensial yang dimiliki, baik sumber daya alam nabati dan botani, maupun sumber daya
manusia sebagai modal dasar pembangunan secara keseluruhan.
Mentawai, dengan empat kecamatan dan luas wilayah lebih kurang 60. 000 km2, yaitu Siberut
Selatan, Siberut Utara, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan -- adakah segenap potensi
Mentawai selama ini telah digarap secara maksimal, baik terhadap peningkatan kualitas
maupun kesejahteraan masyarakat di sektor pendidikan, ekonomi maupun kebudayaan?
Apalagi kondisi geografis yang berbentuk kepulauan, merupakan halangan untuk menjalin
komunikasi dan transportasi bagi pelaksanaan pembangunan, maupun bagi upaya
pengembangan dan peningakatan kesejahteraan masyarakat Mentawai.
Kendala ini tidak saja muncul sewaktu Seminar Nasional tentang Pulau-Pulau Terpencil dan
Strategis baru-baru ini di Bukittinggi, namun juga diakui oleh aktifis dari sejumlah Lembaga
Swadaya Masyarakat di Padang yang peduli terhadap pengembangan dan pembangunan
kepulauan Mentawai, serta oleh putra daerah Mentawai sendiri.
Berikut ini pengakuan para aktifis LSM yang mengkhususkan diri dalam upaya
pengembangan kesejahteraan masyarakat Mentawai.

Ir. YUHIRMAN, direktur Sekretariat Pengembangan Kawasan Mentawai (SPKM) yang


beberapa kali menjalin kerjasama dengan lembaga donor dari dalam dan luar negeri,
menandaskan bagaimana alam dan manusia di Mentawai saling mempengaruhi satu sama lain.
Hal ini terimplementasi dalam pola kehidupan sehari-hari mereka.
Dapat dilihat, misalnya, dari pola mata pencaharian utama penduduk setempat, yang mayoritas
nelayan atau petani. Sulit dijumpai penduduk asli yang mencari nafkah melalui dagang atau
wiraswasta.

5
Hal yang sama juga diakui oleh ADE WALDEMAR. SH, putera daerah dari Ikatan Pemuda
Pelajar Pelajar Mentawai (IPPMEN) yang berdiri sejak tahun 1982.
"Mentawai sesungguhnya amatlah potensial. Alam dan hutannya kaya, jumlah penduduknya
juga cukup banyak. Lebih kurang 60. 000 jiwa pada saat ini, terutama pemuda yang berada di
usia produktif".
"Akan tetapi karena teknologi dan tingkat pendidikan masyarakat setempat masih rendah,
tanpa disadari, banyak masyarakat di luar cenderung menganggap rendah atau melecehkan
Mentawai. Dapat dilihat dari istilah 'orang pagai', 'lego pagai', dan sebagainya. Semua itu
berkonotasi rendah di tengah-tengah masyarakat kita," tambah Yuhirman kepada FAJAR.

Masih menurut Yuhirman, pada dasarnya arah terpenting pengembangan sumber daya
Mentawai saat ini adalah, kemampuan mengelola sumber daya alam, serta kemampuan
mengembangkan lokomotif ekonomi Mentawai.
Permasalahan sekitar sumber daya manusia, dalam pengakuan Ade Waldemar, bukan terletak
pada pemuda Mentawai yang menolak untuk diberdayakan, sebagaimana kecendrungan dari
suku terasing lain. Dimana mereka menolak diasimilasikan dengan masyarakat di luar suku
mereka.
Masalah lebih terpaku pada rancangan sistem pendidikan yang kurang memberi peluang
terhadap pengembangan kemampuan serta intelektualitas murid didik semenjak di Sekolah
Dasar. Pendidikan dilaksanakan hanya sebagai pemenuhan program kurikulum dari pusat.
Bukan pada pemenuhan kebutuhan anak-anak di Mentawai. Secara psikologis, sosial dan
budaya, mereka berbeda dengan anak-anak di tempat lain di luar Mentawai.
Tanpa disadari, secara mental keadaan ini memberi dampak yang kurang menguntungkan bagi
anak-anak.

Semua ini berawal dari kurikulum pendidikan yang menyamaratakan untuk seluruh daerah.
Secara topografis dan geografis alam Mentawai sangat berbeda dengan daerah lainnya,
khususnya di daratan Sumatera. Harusnya, hal ini dipertimbangkan oleh lembaga pendidikan
terkait, ujar Ade menjelaskan.

Sumber Daya Alam yang Potensial.


--------------------------------
SPKM didirikan 10 tahun silam oleh para aktifis yang peduli terhadap kelangsungan sumber
daya alam dan populasi kehidupan di kepulauan Mentawai, diantaranya Ir. Nurdin. Dalam
program kerjanya, lembaga ini lebih berorientasi terhadap pemberdayaan ekonomi rakyat
setempat, selaras dengan sumber daya alam yang ada.
Tahun 1996, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Dirjen POM, bagian Budi Daya
Tanaman Obat, SPKM mengadakan penelitian terhadap bahan obat-obatan tradisionil yang
terkandung dalam hutan dan alam Mentawai. Ditemui sekitar 40 macam tanaman yang
memiliki kandungan obat-obatan yang bermanfaat.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjalin kerjasama dengan lembaga KEHATI
(Keanekaragaman Hayati), pimpinan Bapak Emil Salim dan masyarakat terkait lainnya.

Dalam penelitian lainnya, SPKM menemukan bahwa durian lokal Mentawai, ternyata memiliki
kualitas yang sangat baik diantara durian Indonesia. Duriannya memiliki duri yang lunak
kehijauan, biji berukuran kecil dan daging yang tebal.

6
Untuk pengembangan durian ini, Yuhirman dan kawan-kawan mengadakan program
penangkaran bibit. Telah ada sebanyak 8. 100 bibit durian yang diprogram mendatangkan hasil
lebih cepat dibanding pertumbuhan alami rata-rata, yakni lima tahun. Dengan lokasi di SP II
Transmigrasi Toupejat, Kecamatan Sipora.

Program lainnya adalah, upaya peningkatan ekonomi rakyat melalui usaha industri rumah
tangga, dengan pemanfaatan teknologi tepatguna melalui pengolahan pisang sale. Buah
pisang dibeli dari kebun masyarakat setempat, selanjutnya diolah menjadi makanan ringan.
Kualitas pisang Mentawai yang baik diharapkan menghasilkan sale yang dapat diekspor ke luar
negeri.
Dalam percobaan, durian dan pisang ini diolah menjadi makanan "burger" durian, semacam
hamburger atau cheeseburger. Terdiri dari lapisan roti, pisang sale, selai durian, pisang, dan
roti. Atau khusus selai durian dalam kemasan botol.
Bila program tersebut berhasil, upaya ini akan membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.
Di samping dapat menambah devisa bagi negara dan daerah daerah setempat.
Selain durian dan pisang, jagung Mentawai termasuk berkualitas baik. Hanya saja, perhatian
terhadap pengembangan budidaya tanaman jagung belum terlihat. Sebagai tanaman
percontohan, SPKM bekerjasama dengan Departemen Transmigrasi mengajak masyarakat
setempat, terutama masyarakat di wilayah transmigrasi, untuk berpartisipasi menanam
beberapa pohon jagung di halaman rumah masing-masing. Alhamadulillah, ajakan ini
dipenuhi.

Sumber Daya Manusia Mentawai


----------------------------
Secara kuantitas, jumlah pemuda berusia produktif di kepulauan Mentawai merupakan potensi
tersendiri bagi pemberdayaan masyarakat Mentawai secara umum. Namun karena pola
pendidikan dasar yang diberikan belum sesuai dengan kondisi sosial budaya anak-anak
Mentawai, potensi itu akhirnya belum termanfaatkan secara maksimal.
"Terkecuali anak-anak yang memiliki orang tua campuran. Maksudnya, salah satu orangtuanya
merupakan kaum pendatang, atau orang dari daerah seberang (Minangkabau) yang menikah
dengan penduduk asli, atau sebaliknya. Anak-anak ini dapat melanjutkan pendidikan ke
sekolah yang lebih baik kualitas maupun fasilitasnya, seperti yang ada di Padang," ujar Ade
Waldemar yang menempuh pendidikan dasar (SD) dan SMP di kecamatan Sikakap, Mentawai.
Pendidikan atas ditempuhnya di SMA 2 Padang, kemudian meneruskan di Fak. Hukum,
Universitas Andalas, Padang.
Tak heran jika mantan ketua umum IPPMEN ini merasa prihatin atas kondisi tersebut. Itulah
sebabnya, IPPMEN sebagai organisasi yang didirikan oleh para putera daerah Mentawai di
Padang, merasa ikut bertanggungjawab dalam hal ini. Mereka mengadakan latihan-latihan
dasar untuk calon tenaga kerja yang berasal dari pemuda asli Mentawai di Padang.
Di samping latihan menambah wawasan dan intelektualitas, IPPMEN juga memberi
pengarahan dalam memilih sekolah dan tempat tinggal bagi yang hendak meneruskan
pendidikan di Padang.
"Kebanyakan generasi muda Mentawai, selain meneruskan sekolah, juga untuk mencari kerja di
Padang ini. Mereka umumnya bergerak di sektor informal. Misalnya, menjadi pembantu
rumah tangga, atau cukup bekerja sebagai buruh kecil pabrik di kota Padang dan sekitarnya. "

7
Beranjak dari kenyataan tersebut, terlalu dangkal kiranya jika Mentawai masih dipandang
sebagai kawasan terisolir yang tertinggal dan penuh kekurangan. Tidak saja terhadap potensi
ekonomi, potensi dari sektor pariwisatapun agaknya Mentawai belum tergarap secara maksimal
dan profesional. Sehingga beberapa kegiatan budaya masyarakat lokal setempat yang cukup
menarik sebagai asset pariwisata, berlalu begitu saja.
Hal ini disebabkan oleh terbatasnya informasi tentang Mentawai. Sehingga tidak jarang
menimbulkan kesalahpahaman dalam memandang wilayah kepulauan di kawasan pantai barat
Sumatera tersebut, baik oleh masyarakat Sumatera Barat sendiri, apalagi masyarakat luar.
Dengan demikian, kepedulian dan perhatian terhadap Mentawai tidak lagi merupakan
'pekerjaan' sepihak. Atau hanya melibatkan sebahagian kecil dari masyarakat, sebagaimana
yang ada selama ini. Yeyen Kiram.
------------------------------------------------------------------------------

Saat ini, tidak banyak lembaga maupun masyarakat yang peduli tentang apa dan bagaimana
Mentawai. Terkecuali bila tiba-tiba muncul berita mengejutkan yang bersifat sensasional,
barulah kita ramai-ramai berpaling ke daerah kepulauan yang spesifik ini.
Di Padang sendiri, terdapat sembilan lembaga swasta non-profit yang mengkhususkan diri
bergerak di seputar Mentawai serta upaya pemberdayaan dari persoalan-persoalan
ke-Mentawai-an.

Inilah beberapa dari lembaga maupun yayasan tersebut.


1. Lembaga Sibujailaggai.
2. Lembaga Laggai Simoeru.
3. Yayasan Citra Mandiri.
4. Yayasan Pembinaan Masyarakat Mentawai.
5. Yayasan Suku Mentawai.
6. Sekretariat Pengembangan Kawasan Mentawai (SPKM).
7. Ikatan Pemuda Pelajar Mentawai. (IPPMEN).
8. Yayasan Bhineka Tunggal Ika.
9. Yayasan Bina Sejahtera.

Sembilan lembaga tersebut tergabung dalam suatu wadah, bernama Forum Pemersatu Peduli
Mentawai (FPPM) yang diketuai oleh Miko Kamal.
Di antara lembaga tersebut, SPKM tercatat yang paling banyak melakukan kerjasama dengan
lembaga swadaya lain baik dari dalam maupun luar negeri. Kendati bermula dari modal
swadaya para pendiri, Ir. Nurdin dan Ir. Yuhirman, namun lembaga inipun diketahui paling awal
berdiri, tahun 1989.
SKPM pernah melakukan kerjasama dengan UNDP (lembaga PBB) tahun 1992, Conservation
International tahun 1991, Danamitra Lingkungan tahun 1990, Canada Foundation tahun 1992,
Departemen Kesehatan Dirjen POM tahun 1996-1997 dan sedang berlangsung sekarang ada-
lah, kerjasama dengan Departemen Transmigrasi, sejak tahun 1996.

Mentawai dan Tanah Tepi

8
Banyak yang berbicara tentang Mentawai, tapi sedikit yang berusaha memahaminya.
Tidak terkecuali mereka di dunia akademis yang menghabiskan berlembar-lembar
makalah.
Mentawai dan tanah tepi bukan sesuatu yang baru. Hanya sebagian besar 'orang tanah
tepi' baru terbuka matanya. Mentawai tidak tertinggal sebenarnya, kita yang tertinggal
memahaminya.

Sebenarnya Mentawai mempunyai kebudayaan yang tinggi, tidak hanya sebatas kabit- kabit dan
busur panah. Sepanjang mau meneliti puncak-puncak kebudayaan masyarakat Mentawai,
banyak hal yang bisa diungkap. Hasilnya, tentu akan sangat mendukung jalan pembangunan
Mentawai sendiri. Pernyataan itu disampaikan H Mas'oed Abidin kepada FAJAR ketika
mengomentari pembangunan pulau terpencil, baru-baru ini.
Menurut Mas'oed, puncak kebudayaan masyarakat Mentawai diantara- nya kepercayaan pada
penguasa tunggal, yang dalam istilah mereka disebut penguasa langit dan bumi (Tekamanua).
Sedangkan roh-roh nenek moyang hanyalah perantara untuk meminta kepada penguasa tunggal
tersebut (Baca: Ada Allah dalam Ikere).
Puncak kebudayaan itu terlihat dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi dasar beberapa
aturan bermasyarakat. 'Larangan berzina,' satu diantaranya. Jika tertangkap, si pezina
dihukuman berat, mungkin dibunuh. Dalam kehidupan sosial, membangun rumah dan membuat
perahu selalu dilakukan bersama-sama. Bahkan bila terjadi kemalangan (kematian) atau
keuntungan (mendapat binatang buruan) berita disebar ke seluruh kampung. Tudukkat (sejenis
kentongan) ditabuh mengeluarkan bunyi isyarat khusus yang hanya bisa diterjemahkan orang
Mentawai. Cara itu masih ditemui sampai sekarang di Siberut Selatan (Matotonan) dan Siberut
Utara (Simalegi, Simatalu), ungkap Mas'oed.
Dalam hal membagi jatah, seperti hasil buruan atau suatu barang, orang Mentawai terkenal
adil. Sehingga ada ungkapan 'Bagi Mentawai' (membagi cara Mentawai). Semuanya akan
memperoleh bagian dalam jumlah sama besar. Orang yang membagi memperoleh pada giliran
terakhir.
Tingginya penghormatan terhadap nilai-nilai rumah tangga dan penghargaan pada kaum wanita
merupakan norma sosial yang amat mengesankan. Buktinya, seseorang tidak leluasa menaiki
rumah orang lain bila di dalam rumah hanya ada para wanita. Bila laki-laki berjalan dengan
wanita, yang dahulu adalah laki-laki, sedangkan wanita mengiring di belakang, sebagaimana
dilakukan umat Nabi Musa As.
Selain itu, kata Mas'oed, jangan coba-coba berjanji dengan orang Mentawai bila tidak mampu
menepati. Akibatnya kepercayaan mereka akan hilang selamanya. Orang Mentawai tidak mau
mengambil hak orang lain. Dalam pembagian, mereka akan mengambil bagian mereka dan
tidak mengambil hak orang lain, kecuali bila direlakan.
Menurut Mas'oed, secara analitis, sebenarnya Mentawai mempunyai potensi amat besar untuk
pembangunan. Tinggal bagaimana petugas yang membangun Mentawai bisa mengerti dengan
puncak kebudayaan mereka. Pendekatan kebudayaan seharusnya lebih diutamakan dari pada
pendekatan kehendak. Penduduk Mentawai bukanlah orang yang terbelakang, melainkan
masyarakat yang beradab. Sejak 1621 (375 tahun lalu), mereka telah berhubungan dengan
orang tanah tepi (pantai barat Sumatera), khususnya orang Tiku. Penduduk pulau Mentawai
ketika itu belum paham dengan bahasa orang Tiku, begitu juga sebaliknya, seperti dilansir
Stefano Corenese dalam bukunya 'Kebudayaan Mentawai'. (1988:31)
Selintas, hubungan ini adalah hubungan kekerabatan dan saling memenuhi kebutuhan, seperti

9
hubungan ekonomi atau transaksi di pasar. Bila dilihat daerah-daerah pantai Mentawai sebelah
timur, yang berhadapan langsung dengan tanah tepi, banyak ditemui desa atau dusun dengan
nama Pasa atau Pasar. Diantaranya ada yang bernama Pasakiat atau Pasar, juga Pasapuat atau
Pasar Besar. Di tempat ini dilakukan jual beli dengan bahasa isyarat.
Secara teoritis dapat dipahami bahwa hubungan kekerabatan atau persaudaraan antara orang
Mentawai dan penduduk pulau Sumatera terjalin sangat akrab. Di kampung-kampung
pedalaman sekalipun, di depan rumah (Uma) selalu tergantung kuali besar.
Dari penelitian, tidak ditemukan satu kebudayaan yang menghasilkan kerajinan logam. Tidak
ada pandai besi. Padahal tidak seorangpun orang Mentawai yang tidak memiliki parang
panjang. Darimana mereka peroleh kalau bukan melalui hubungan jual beli?
Catatan sejarah tidak pernah membuktikan terjadinya perang atau perkelahian besar antara
penduduk Mentawai dengan pendatang dari tanah tepi. Ini membuktikan bahwa hubungan
Mentawai dengan pantai barat Sumatera adalah hubungan kekerabatan, bukan hubungan pen-
guasaan.
Misionaris pertama masuk ke Mentawai tahun 1901. Dipimpin August Lett, seorang pendeta
dari Jerman (Zending Protestan). Akan tetapi nasib jualah yang menyebabkan August Lett,
harus mati dibunuh penduduk Mentawai, setelah delapan tahun ia di sana (1908).
Kematian August Lett bukan karena mengembangkan agama Protestan, tetapi karena menjadi
penghubung tentara kompeni Hindia Belanda (lihat juga tulisan Stefano Coronese). Orang
Mentawai bukanlah orang yang benci terhadap pendatang atau penyebar agama, walaupun
mereka sudah menganut sebuah kebiasaan nenek moyang yang dikenal dengan arat
sabulungan (belum berupa agama, karena tidak ada aturan-aturan peribadatan).
Tahun 1954, terjadi perubahan besar di Mentawai, dengan adanya musyawarah tiga agama,
Islam, Kristen Protestan dan Arat Sabulungan. (Katholik baru masuk 1954 dipandu oleh Pastor
Aurelius Cannizaro dari Itali). Salah satu keputusan musyawarah adalah bahwa Arat
Sabulungan harus ditinggalkan oleh masyarakat Mentawai dan mereka dipersilahkan memilih
agama resmi di dalam Negara RI.
Tahun 1955, seluruh masyarakat Mentawai sudah menjadi masyarakat beragama. Arat
Sabulungan ditinggalkan. Hal ini membuktikan bahwa musyawarah bukan hanya sebuah
produk pemaksaan. Kalau ada yang lari ke hutan, jumlahnya tidak banyak, sekitar satu
keluarga saja. Mereka dikenal dengan suku Sekudai yang hidup di hutan sampai hari ini.
Minggatnya suku Sekudai ke pedalaman Sagalubek bukan hanya disebabkan rapat tiga agama,
tetapi lebih banyak karena pergeseran paham antar suku di Rokdok.
Orang Mentawai bangun pukul 03.00 dini hari, melaksanakan rencana kerja untuk hari itu.
Meski mereka pergi ke hutan dan ladang hanya untuk mengembala babi atau ayam.
Problema utama adalah mencerdaskan orang Mentawai, dan mendidik orang Mentawai yang
akan membangun negeri mereka. Kemudian bagaimana membuka kesempatan untuk
meningkatkan taraf kehidupan mereka sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
ada. Konsekwensinya, setiap pendatang memiliki tugas rangkap sebagai transformator
kemajuan dan alih ilmu pengetahuan.
Selain mengandalkan pendidikan,pendatang perlu mawas diri supaya jangan menjadi anasir
penghasut di Mentawai.
Dengan sedikit sedih, Mas'oed menyatakan bahwa banyak yang berbicara tentang Mentawai,
tapi sangat sedikit yang berusaha memahaminya. Banyak yang berusaha mengetahui mentawai
hanya dari cerita orang tanpa pernah melihat seperti apa adanya. Tidak terkecuali mereka di
dunia akademis yang menghabiskan berlembar-lembar makalah.

10
Mentawai dan tanah tepi bukan sesuatu yang baru. Hanya sebagian besar 'orang tanah tepi'
baru terbuka matanya. Mentawai sebenarnya tidak 'tertinggal', kita yang tertinggal
memahaminya, demikian Mas'oed.
Sementara dari versi kebijaksanaan pemerintah membangun pulau terpencil, yang
diseminarkan baru-baru ini, oleh UNAND di Hotel Novotel Bukittinggi menekankan,
membangun Mentawai tidak bisa disamakan dengan membangun kawasan lain, seperti tanah
tepi. Bahkan Menko Polkam Soesilo Soedarman menilai Mentawai mempunyai sosio budaya
yang khas. Sehingga pendekatan pembangunan di sana haruslah mengacu pada sosio budaya
itu.
Aspek yang ditinjau para pengamat, selain potensi sosial budaya juga kekayaan alam
kelautannya. Kayu dan lutungnya yang tidak ada di kawasan hutan lain di Indonesia, masih
mengundang penelitian para ahli. Akan tetapi bisakah semuanya diteliti, bila belum paham
dengan ekosistem secara komplek. Untuk itu selayaknya bangunlah jiwanya jangan hanya
membangun raganya.

KIPRAH DAKWAH DI MENTAWAI


Ketika Imanuel Menjadi Imanullah
TIDAK ada paksaan untuk orang memeluk Islam, demikian diungkapkan Ustaz Ristawardi Dt.
Marajo Nan Batungkek Ameh, ketika tabligh akbar, sebelum pensyahadatan 45 mualaf di
Mesjid Nurul Iman Sioban, Kecamatan Sipora, pada Pekan Muhktadin IV tahun lalu.
Namun, kata Ristawardi, kalau sudah masuk Islam tidak boleh murtad atau keluar dari Islam,
karena sudah terang mana yang benar dan salah.
Kalau keluar, berarti meneguk ludah yang telah dibuang. Sama dengan menumpang mobil,
lanjutnya, apabila sudah naik, sekalipun tidak dapat tempat duduk, membayar tetap sesuai
dengan tarif. Maka penumpang yang ingin selamat jangan coba-coba membayar tidak sesuai
dengan tarif.
"Maka begitu juga memeluk Islam, kalau ingin selamat laksanakan perintah Islam dengan baik,
jangan separoh-separoh, meskipun seorang yang baru masuk Islam. Karena dengan
sungguh-sungguh itulah yang akan membawa keselamatan," ujar Ristawardi, konselor agama
Islam, PT Semen Padang itu.
Apa yang disampaikan Ustaz Ristawardi itu, tersemat mati dan kokoh dalam hati Imanullah
yang dulu bernama Imanuel, seorang mualaf paling tua dan juga mantan kepala Suku di
Mentawai diantara mualaf yang disyahadatkan malam itu. "Saya berjanji akan
bersungguh-sungguh melaksanakan agama Islam, meski umur saya sudah 70 tahun," ujar
Imanullah saat itu, ketika ditanya tentang motivasinya masuk Islam.
Imanullah, 70, mengaku masuk Islam tanpa ada pengaruh dan rayuan siapapun. Dia sudah
mempelajari Islam sejak zaman Belanda. Ketika itu ia masih remaja. Dan di Mentawai saat itu
sudah ada yang Islam. Selama itu, baru sekarang niat hatinya terujud untuk masuk Islam.
Imanullah --sebelum disyahadatkan namanya Imanuel--, Islam adalah 'syurga' yang telah lama
diimpikan. Di dalam Islam dia melihat banyak kemajuan dan ajaran yang memotivasi manusia
untuk maju, yakni dengan ajaran jihad di jalan Allah Swt. Dia yakin dengan ajaran jihad, setiap
yang dilakukan dalam kehidupan dinilai ibadah oleh Allah Swt. Dengan itu pula dia optimis

11
Mentawai bisa maju seperti tanah tepi, karena ada motivasi untuk membangun yang diimbali
dengan pahala. Selain itu,nan lebih dipujikannya adalah rasa persaudaraan (Ukhuwwah- Red)
yang tinggi. Dalam Islam, kata
Imanullah, susah senang dirasakan secara bersama-sama. Kalau ada saudara seakidah yang
miskin atau kekurangan harta, maka akan dibantu lewat zakat atau sedekah. Bahkan yang
menarik, meski ada hak orang miskin dalam harta orang kaya, maka Islam tidak pernah
menganjurkan umatnya untuk meminta-minta. Malahan, kata Imanullah seraya mengutip hadist
nabi, tangan yang diatas lebih baik dari tangan dibawah. "Artinya orang yang memberi lebih
baik di mata Allah dari yang menerima," kata Imanullah mantan Kepala Suku di Matobek,
Kecamatan Sipora.
Sebenarnya pada Pekan Muhtadin III, 1995, Imunullah sudah berniat mengingkrarkan diri
masuk Islam. Namun karena malu dikhitan, dia masih ragu. Akhirnya, pada Pekan Muhtadin
IV, perasaan malu itu telah dia buang. Setelah dikhitan oleh Tim Kesehatan BAZIS PT Semen
Padang, di Puskesmas Kecamatan Sipora di Sioban, dia merasa lega, cita-citanya untuk
bergabung dengan Islam tercapai sudah.
"Rupanya khitan yang sebelumnya saya anggap sakit, ternyata tidak demikian," katanya
gembira.
Dalam keluarganya, Imanullah yang memiliki tato, sebagai seorang ayah yang juga Kepala
Suku, tidak bersikap keras terhadap anak-anaknya. Dia mempunyai lima orang anak, dua orang
perempuan dan empat orang laki-laki. Satu orang diantaranya --anak ketiga-- sudah masuk
Islam bulan Juli 1995. Dengan, masuk Islam anak yang ketiga itu, dia bisa mempelajari
perubahan yang terdapat dalam diri anaknya setelah masuk Islam. Karena itu pulalah semakin
padat hatinya untuk mengucapkan kalimah syahadat.
"Terus terang, setahun saya melihat anak saya dalam 'pelukan' Islam, setahun itu saya merasa
tersanjung sebagai ayah. Ada rasa kebanggaan bagi diri saya terhadap dirinya. Akhlaknya
kepada saya sangat baik, " katanya.
Selain itu, anak Imanullah yang keempat merupakan sarjana beraagama lain. Namun ketika dia
menyampaikan akan memeluk Islam, dia mengucapkan selamat. Ketika ditanya, apakah dia
berniat mengislamkan seluruh anggota keluarganya? Imanullah menjawab tergantung hidayah
Allah Swt kepadanya.
Melihat keikhlasan hati Imanullah masuk Islam, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) Perwakilan Sumatera Barat Kantor Padang H. Masoed Abidin dan Ketua BAZIS PT
Semen Padang Ir. Khairul Nasri meneteskan air mata haru. "Orang tua renta masih ingin masuk
Islam, kita sudah dari kecil memeluk Islam kadang-kadang suka mengabaikannya," kata
Masoed.

12
13

Anda mungkin juga menyukai