Anda di halaman 1dari 12

TUGAS HUKUM INVESTASI

PENANAMAN MODAL ASING SECARA LANGSUNG

Nama : I Nyoman Satria Wibawa


NIM : 1416051172
Kelas :B

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
BAB 1

Pendahuluan

1.1 latar belakang

Penanaman modal merupakan segala kegiatan menanamkan modal, baik oleh


penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia. Penanaman modal asing sampai hari ini merupakan
faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang dimana
terdapat pembagian penanaman modal asing secara langsung (direct investment) dan
penanaman modal asing secara tidak langsung (indirect investment). Mengingat akan
begitu besarnya peran penanaman modal atau investasi bagi pembangunan nasional, maka
sudah sewajarnya penanaman modal asing mendapat perhatian khusus dari pemerintah
dan menjadi bagian yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional. Sebab
dengan adanya kegiatan penanaman modal asing Indonesia dapat mengolah segala
potensi ekonomi yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil.

Bagi negara-negara berkembang, untuk bisa mendatangkan investor setidak-tidaknya


dibutuhkan tiga syarat, yaitu pertama, ada economic opportunity (investasi mampu
memberi keuntungan secara ekonomis bagi investor); kedua, political stability (investasi
akan sangat dipengaruhi stabilitas politik); ketiga, legal certainty atau kepastian hukum.

Dari ketiga faktor diatas dapat dikatakan bahwa faktor kepastian hukum (legal
certainty) merupakan faktor yang paling sering dijadikan dasar pertimbangan utama bagi
para investor dalam mengambil keputusan untuk melakukan kegiatan penanaman modal
atau investasi di suatu negara. Hal ini dikarenakan investor mempunyai kepentingan serta
tujuan dalam menanamkan modalnya dan dalam usaha mempertahankan kepentingan
serta tujuan tersebut instrumen hukum adalah alatnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja yang menjadi pokok-pokok pembahasan penanaman modal asing secara
langsung di Indonesia ?
2. Bagaimana perizinan dalam membentuk joint venture company di Indonesia ?
BAB II

POKOK-POKOK PENGATURAN PENANAMAN MODAL ASING SECARA


LANGSUNG (FOREIGN DIRECT INVESTMENT) DI INDONESIA

2.1

A. Pengertian penanaman modal asing secara langsung (foreign directinvestment)

Dikalangan masyarakat, kata investasi memiliki pengertian yang lebih luas


karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak
langsung (portfolio investment), sedangkan kata penanaman modal lebih mempunyai
konotasi kepada investasi langsung. Penanaman modal baik langsung atau tidak langsung
memiliki unsur-unsur, adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya
mempertahankan nilai modalnya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal sebenarnya sudah
membedakan secara tegas antara investasi langsung (directinvestment) dan investasi tidak
langsung (portfolio investment). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 2 undang-
undang tersebut, dimana dikatakan: yang dimaksud dengan penanaman modal di semua
sektor di wilayah negara Republik Indonesia adalah penanaman modal langsung dan tidak
termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.
Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung dari
pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal. Dalam penanaman modal secara langsung,
pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha dan bertanggung jawab
secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.
Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization ForEconomic
Cooperation (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment ismeant acquisition of
sufficient interest in an under taking to ensure its control bythe investor (suatu bentuk
penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan
penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa
penanam modal mempunyai penguasaan atas modalnya). Penanaman modal asing secara
langsung juga memberikan pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan
modalnya secara langsung, maka secara fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan
usahanya. Dengan hadirnya atau tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus
sebagai penanaman modal asing , maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan
hukum di Indonesia.
B. Bentuk-bentuk penanaman modal secara langsung

Dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal telah ditentukan secara jelas tentang bentuk hukum perusahaan
penanaman modal asing. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas.
Secara lengkap, bunyi Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman modal :

penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain
oleh undang-undang.

Unsur yang melekat dalam ketentuan ini meliputi:

1. bentuk hukum dari perusahaan penanaman modal asing adalah perseroan terbatas
(PT);

2. didasarkan pada hukum Indonesia;

3. berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.

Penanaman modal asing di Indonesia dapat dilakukan oleh pihak asing/perorangan


atau badan hukum ke dalam suatu perusahaan yang seratus persen diusahakan oleh pihak
asing atau dengan menggabungkan modal asing itu dengan modal nasional.

Menurut Ismail Suny ada 3 (tiga) macam kerjasama antara modal asing dengan
modal nasional berdasarkan undang-undang penanaman modal asing No. 1 Tahun 1967 yaitu
joint venture, joint enterprise dan kontrak karya. Dalam hal joint venture para pihak tidak
membentuk badan hukum yang baru, akan tetapi kerjasama semata-mata bersifat kontraktuil,
sedangkan dalam joint enterprise terjadi penggabungan modal asing dengan modal nasional
ke dalam satu badan hukum Indonesia dan dalam kontrak kerja pihak asing membentuk suatu
badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum
(nasional) Indonesia yang lain.

Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerjasama dengan badan hukum
(nasional) Indonesia yang lain.
1. Joint Venture

Pengertian joint venture sebenarnya tidak secara tegas diatur dalam Undang-Undang,
namun itu dijelaskan pada Pasal 5 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal (UU 25/2007) yang menyatakan:

Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan
terbatas dilakukan dengan mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas.

Dalam buku Andersons Business Law And The Legal Environment yang ditulis oleh
David P. Twomey disebutkan:

Joint venture is relationship in which two or more persons comine their labor or property for single
business undertaking and share profits and losses equally or as otherwise agreed.

Dari pengertian di atas, kita dapat melihat bahwa joint venture merupakan suatu
kerangka perjanjian antara dua pihak (perusahaan) atau lebih yang memiliki tujuan yang
sama. Perjanjian ini biasanya bermuara pada terbentuknya suatu perusahaan joint venture.
Dengan skema joint venture ini, para pihak mendapatkan beberapa manfaat seperti:

1. Mengurangi kebutuhan modal dan sumber daya lainnya karena adanya unsur
pembagian kebutuhan

2. Transfer teknologi antar pihak;

3. Meminimalisasi resiko usaha;

4. Memungkinkan untuk mengembangkan usaha sampai ke skala global.

Dalam perkembangannya, joint venture sering dikaitkan dengan kemampuan modal


nasional yang sudah dapat melakukan usaha kerja sama dengan penanam modal asing melalui
bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) secara langsung di Indonesia. Bahkan Sunaryati
Hartono dalam bukunya Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di
Indonesia mengemukakan batasan joint venture sebagai setiap usaha bersama antara modal
Indonesia dan modal asing, baik ia merupakan usaha bersama antara swasta dan swasta,
pemerintah dan swasta, ataupun pemerintah dan pemerintah. Juga tidak dibedakan apakah
joint venture itu dianggap sebagai penanaman modal asing ataupun penanaman modal dalam
negeri.
Huala Adolf dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Kontrak Internasional menyebutkan
bahwa joint venture dipilih oleh pemilik modal asing biasanya karena kekhawatiran terhadap
adanya pengambilalihan secara sewenang-wenang tanpa melalui suatu prosedur hukum oleh
negara penerima modal (nasionalisasi).

Isu nasionalisasi ini masih eksis di beberapa komunitas. Namun secara hukum saat
ini, nasionalisasi sudah tidak dimungkinkan, kecuali dengan Undang-Undang[1],misalnya
melalui mekanisme divestasi. Oleh karena itu, joint venture menjadi salah satu model
aktivitas investasi (penanaman modal) yang dilakukan oleh PMA selaku investor melalui
perusahaan patungan yang melakukan usahanya di wilayah Republik Indonesia.

Disini terlihat bahwa joint venture merupakan salah satu sarana menarik modal asing
yang dalam pelaksanaannya berdasarkan persetujuan para pihak. Persetujuan dimaksud harus
memenuhi kaidah perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:

1. Para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya;

2. Para pihak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum;

3. Perbuatan hukum tersebut harus mengenai suatu hal tertentu; dan

4. Persetujuan tersebut harus mengenai suatu hal yang tidak bertentangan dengan
hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Menyusun perjanjian joint venture (joint venture agreement) merupakan langkah awal
dalam membentuk perusahaan joint venture. Joint venture agreement sendiri berisikan
kesepakatan para pihak dalam hal, antara lain kepemilikan modal, saham, peningkatan
kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli,
penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi, dan berakhirnya perjanjian.

Perusahaan joint venture yang modalnya diperoleh dari campuran modal dalam negeri
dan modal asing dikategorikan sebagai PMA. Di Indonesia sendiri, mengenai pendirian PT
PMA diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU 25/2007 yang berbunyi:

Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanaman modal dalam negeri.
Dalam masalah joint venture ada kendala dalam memperoleh know-how yang
disebabkan karena pengusaha Indonesia sendiri terlalu status oriented yang tidak terlalu
mengerjakan atau memikirkan apa-apa kecuali membubuhi tanda tangannya daripada
menjadi managing director dan yang kedua adalah pihak asing tidak rela melepaskan segala
rahasia perusahaannya, juga tidak pada partnernya sehingga managing director nya selalu ada
ditangan pihak asing.

Berbagai macam corak atau variasi dari join venture yang ditemukan dalam praktik
aplikasi penanaman modal asing dikemukakan sebagai berikut :

a. Technical Assistance (service) Contract : suatu bentuk kerjasama yang dilakukan


antara pihak modal asing dengan modal nasional sepanjang yang bersangkut paut
dengan skill atau cara kerja (method) misalnya; suatu perusahaan modal nasional
yang ingin memajukan atau meningkatkan produksinya. Membutuhkan suatu
peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja. Dalam hal demikian, maka
dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar
negeri dengan cara pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambilkan
dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan

b. Franchise and brand-use Agreement : suatu bentuk usaha kerjasama yang


digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak
memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti: Coca-
Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc Donalds, Kentucky Fried Chicken, dan
sebagainya.

c. Management Contract: suatu bentuk usaha kerjasama antara pihak modal asing
dengan modal nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khusunya
dalam hal pengelolaan manajemen oleh pihak modal asing terhadap suatu
perusahaan nasional. Misalnya yang lazim dipergunakan dalam pembuatan
maupun pengelolaan hotel yang bertaraf internasional oleh pihak Indonesia
diserahkan kepada swasta luar negeri seperti : Hilton International Hotel,
Mandarin International Hotel, dan sebagainya.

d. Build, Operation, and Transfer (B.O.T) : suatu bentuk kerjasama yang relatif baru
dikenal yang pada pokoknya merupakan suatu kerjasama antara para pihak,
dimana suatu objek dibangun, dikelola, atau dioperasikan selama jangka waktu
tertentu diserahkan kepada pemilik asli.

2. Joint Enterprise

Joint enterprise merupakan suatu kerjasama antara penanaman modal asing dengan
penanaman modal dalam negeri dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum
baru sesuai dengan yang diisyaratkan dalam Pasal 3 UU PMA. Joint Enterprise merupakan
suatu perusahaan terbatas, yang modalnya terdiri dari modal dalam nilai rupiah maupun
dengan modal yang dinyatakan dalam valuta asing.

3. Kontrak Karya

Pengertian kontrak karya (contract of work) sebagai suatu bentuk usaha kerjasama
antara penanaman modal asing dengan modal nasional terjadi apabila penanam modal
asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan perjanjian
kerja sama dengan suatu badan hukum yang mempergunakan modal nasional. Bentuk
kerjasama kontrak karya ini hanya terdapat dalam perjanjian kerja sama antara badan
hukum milik negara (BUMN) seperti; Kontrak karya antara PN. Pertamina dengan PT.
Caltex International Petroleum yang berkedudukan di Amerika Serikat.

Disamping ketiga bentuk kerjasama di atas masih terdapat bentuk kerjasama


yang lain seperti production sharing, management contract, penanaman modal asing
dengan disc-rupiah dan kredit untuk proyek (barang modal).

C. Manfaat penanaman modal asing secara langsung

Keberadaan penanaman modal asing secara langsung (foreign direct investment) tidak
dapat dipungkiri telah memberi banyak manfaat bagi negara penerima modal (host country),
begitu pula bagi investor maupun bagi negara asal (home country).

Bagi negara penerima modal (host country) keberadaaan investasi yang ditanamkan
oleh investor, khususnya penanaman modal asing secara langsung (foreign direct
investment), ternyata telah memberikan dampak positif atau manfaat di dalam pembangunan.

Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing, namun
secara teoritis kiranya dapat dikemukakan, bahwa kehadiran investor asing di suatu negara
mempunyai manfaat yang cukup luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud, yakni
kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat
menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku menambah devisa
apalagi investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari
sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih pengetahuan
(transfer of know law). Dilihat dari sudut pandang ini terlihat bahwa kehadiran investor
cukup berperan dalam pembangunan ekonomi suatu negara, khususnya pembangunan
ekonomi di daerah foreign direct investment menjalankan aktifitasnya.

2.2

A. Syarat-syarat menjadi joint venture company

Adapun yang menjadi syarat-syarat dari pembentukan joint venture company itu
sendiri antara lain :

1. Wajib dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) jika ada unsur modal asing.
2. Untuk joint venture yang PMA, modal dalam negeri minimal 51% dari total modal
perusahan patungan (joint venture company) tersebut. Namun prosentase kepemilikan ini
bisa lebih besar atau lebih kecil, tergantung pada bidang usaha yang akan dimasuki oleh
perusahaan joint venture tersebut mengingat Pemerintah Indonesia telah menerbitkan
Daftar Negatif Investasi (Negative Investment List) yang di dalamnya disebutkan
prosentase maksimal modal asing yang boleh masuk pada bidang usaha tertentu.
Untuk detail bidang usaha, Saudara dapat melihat pada Peraturan Presiden Nomor 39
Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
3. Ada sejumlah bidang usaha yang tertutup untuk perusahaan joint venture, sehingga calon
investor harus melihat Daftar Negatif Investasi yang terbaru.
4. Perusahaan joint venture PMA wajib mengajukan izin prinsip dan izin usaha tetap (IUT)
ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
5. Perusahaan joint venture PMA secara berkala menyampaikan Laporan Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) ke BKPM.

Selanjutnya, mengenai perusahaan dalam negeri sendiri, kami menafsirkan yang Saudara
maksud adalah Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Oleh karena itu, kami
berpegangan pada Pasal 5 ayat (1) UU 25/2007 yang menyatakan bahwa:
PMDN dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan
hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan melihat pada aturan di atas, kami mengasumsikan bahwa perusahaan dalam negeri
yang Saudara maksudkan adalah PMDN yang termanifestasi dalam bentuk suatu badan
usaha, baik badan usaha berbadan hukum maupun badan usaha tidak berbadan hukum, yang
didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan permodalan badan usahanya berasal dari modal
yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan Warga Negara Indonesia, atau
badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.

Dengan demikian, PMDN merupakan perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara
Indonesia yang melakukan penanaman modal di wilayah Republik Indonesia dan saham
beserta hak-hak yang melekat pada saham tersebut (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas) dimiliki oleh perseorangan warga negara Indonesia, BUMN,
BUMD, pemerintah daerah atau pemerintah Republik Indonesia. Mengingat joint
venture pada dasarnya merupakan upaya patungan modal, maka dimungkinkan bagi dua
perusahaan dalam negeri untuk membentuk suatu joint venture company.

Kantor Cabang Perusahaan


Selanjutnya mengenai cabang perusahaan, dalam Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran
Perusahaan (Permendag 37/2007) disebutkan:

Kantor cabang perusahaan adalah perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahaan
induknya yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat berdiri sendiri atau bertugas
untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya.

Untuk membuat kantor cabang, berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi:
1. Ada kantor pusatnya yang dibuktikan dengan adanya:
a. akta notaris dan SK Kemenhukham yang menjelaskan pendirian perusahaan yang
akan menjadi kantor pusat.
b. fotocopy seluruh pengurus perusahaan kantor pusat yang namanya tercantum
dalam akta pendirian perusahaan kantor pusat.
c. SIUP dan TDP dari perusahaan kantor pusat.
2. Bentuk badan usaha kantor cabang sama dengan kantor pusatnya.
3. Pembuatan akta pendirian kantor cabang dan penerbitan SK Kemenhukham yang dalam
prosesnya membutuhkan adanya dokumen:
a. surat kuasa dari salah satu pengurus kantor pusat dalam hal pendirian kantor
cabang.
b. salinan surat pengangkatan/penunjukan personal yang menjadi kepala cabang
nantinya beserta fotocopi identitas/KTP dan foto kepala cabang.
c. susunan bakal pengurus kantor cabang.
4. Pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) kantor cabang yang dalam
prosesnya membutuhkan adanya dokumen:
a. denah lokasi/kantor dari kantor cabang.
b. bukti pelunasan PBB tempat kantor cabang.
5. Pembuatan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) kantor cabang.
6. Pembuatan izin lain yang terkait, misalnya persetujuan prinsip untuk perusahaan asing.
7. Pemenuhan syarat minimum modal untuk kantor cabang tertentu, misalnya kantor
cabang pialang berjangka.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Investasi, khususnya investasi langsung yang berasal dari penanaman modal asing
sampai hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Dalam investasi langsung terdapat berbagai variasi dimana di
dalamnya terdapat segi-segi ekonomis dan komersil. Dalam menjalankan perannya
sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi investasi langsung memiliki kebaikan-
kebaikan serta kesulitan-kesulitan yang menimbulkan persoalan-persoalan yang perlu
dipertimbangkan baik dari pihak investor maupun pihak penerima investasi. Masalah
penanaman modal di dalam dan luar negeri dilayani secara terpadu oleh lembaga
pemerintah yakni Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang berperan
memberikan izin, mengatur, mengawasi, dan bertanggung jawab langsung kepada
presiden. Sedangkan lembaga yang ,melakukan pengawasan sehari-hari kegiatan
pasar modal dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan RI adalah
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Dan pada akhirnyadi dalam
melaksanakan proses investasi dilakukan berdasarkan dua analisis yakni analisis
investasi secara tradisional dan analisis investasi secara modern.

Anda mungkin juga menyukai