Anda di halaman 1dari 53

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1. Kondisi Umum Perusahaan


2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Binuang Mitra Bersama (PT BMB) merupakan salah satu perusahaan
swasta dalam bidang usaha pertambangan batubara. Secara administratif, lokasi
pertambangan batubara PT BMB berlokasi di Kecamatan Salam Barbaris,
Kecamatan Bungur, dan Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi
Kalimantan Selatan. Struktur organisasi PT Binuang Mitra Bersama terdiri dari 5
departemen di bawah Site Manager :
a. Departemen Engineering
b. Departemen Produksi
c. Departemen HRGA
d. Departemen FA
e. Departemen Legal

Direktur Utama
H. Rihan Variza

Direktur Operational
Sontan Sihite
Admint
Ella Nur Latifa
GM Operation
M. Edy askari

Site Manager
Santosa
Safety Officer
Didi Hidayat

Manager Engineering Manager Produksi Manager HRGA Manager FA Manager Legal


Giyarno Santosa Ahdian Noor A. Naim Romli Endah Kadarullah

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2015


Gambar 2.1
Struktur Organisasi PT Binuang Mitra Bersama

2-1
PT Binuang Mitra Bersama mempunyai visi misi sebagai berikut :
a. Visi PT Binuang Mitra Bersama
1) Untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada di wilayah
Kabupaten Tapin sekaligus berusaha untuk mewujudkan penata
lingkungan wilayah pertambangan di Kabupaten Tapin dengan
membentuk Super Pit. Untuk mewujudkan tujuan tersebut PT Binuang
Mitra Bersama mengajak pemegang IUP-IUP di wilayah Kabupaten
Tapin untuk bergabung menjadi satu perusahaan.
2) Menjadi salah satu perusahaan lokal berskala internasional di Indonesia
yang berfokus pada penyediaan bahan baku batubara, yang
berwawasan lingkungan serta peduli terhadap masyarakat sekitar.
b. Misi PT Binuang Mitra Bersama
1) Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mewujudkan setiap
komitmen kelancaran suplay batubara.
2) Memaksimalkan pendapatan dengan margin yang optimal untuk
kelangsungan kemajuan perusahaan.
3) Berupaya secara berkesinambungan mewujudkan usaha yang paling
efektif dan efisien di bidangnya.
4) Peduli terhadap Safety, Health, Environtment, dan Coorporate Social
Responbility, serta Management Security yang baik dalam proses
pelaksanaan operasional.
Total cadangan batubara PT BMB sebesar 65 Juta MT dengan
pengupasan Overburden 167 Juta BCM dan stripping ratio 1 : 2,5. Direncanakan
tiap tahun PT BMB memproduksi Batubara sebesar 3 juta MT.
2.1.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi PT BMB terletak di Jl. Pelda Bunawar Desa Pualam Sari-Transad
Binuang Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dari Kota Banjarmasin Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berjarak 70 KM dan
ditempuh selama 3 jam dengan kendaraan roda empat atau roda dua.
Secara astronomis, posisi PT Binuang Mitra bersama terletak wilayah
Kabupaten Tapin antara 2o3243-3o350 Lintang Selatan dan 114o4613 Bujur
Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah utara,
Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat dan Kabupaten Banjar di sebelah
selatan dan timur. Kantor PT Binuang Mitra Bersama berjarak 40 km dari kota
Banjarbaru menggunakan kendaraan roda dua/empat dengan jalan beraspal

2-2
selama 1 jam perjalanan. Kemudian dari kantor PT Binuang Mitra Bersama
menuju lokasi penelitian menempuh jarak sejauh 10 km melalui jalan beraspal
dan jalan hauling selama 20 menit.

2.1.3 Cadangan, Parameter Kualitas, dan Produksi Batubara


Dengan jumlah cadangan yang tersedia PT Binuang Mitra Bersama
melakukan penambangan pada Blok 1-3 dan menargetkan produksi
penambangan batubara sebesar 2.600.000 ton/tahun. Namun berdasarkan data
pada tahun 2014 diperoleh ratarata produksi batubara dari PT Binuang Mitra
Bersama sebesar 1.500.000 ton/tahun.

Tabel 2.1
Jumlah Cadangan Batubara Wilayah IUP PT BMB

Tereka (Ton) Tertunjuk (Ton) Terukur (Ton) Total (Ton)

CADANGAN 75.127.245,62 65.328.039,67 45.729.627,77 186.184.913,06

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

Tabel 2.2
Parameter Kualitas Batubara Lokasi Tambang PT BMB

Parameter Basis Satuan Kualitas

Total Moisture ARB % 38,76

Moisture ADB % 15,8

Volatile Matter ADB % 38,47

Fixed Carbon ADB % 37,52

Ash ADB % 2,75

Total Sulphur ADB % 0,4

Calorific Value ADB Cal/gr 4300

Calorific Value ARB Cal/gr 3600

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

2-3
Sumber : PT Binuang Mitra Bersama

Gambar 2.2.
Peta Kesampaian Daerah PT Binuang Mitra Bersama

2-4
2.1.4 Iklim dan Cuaca
Daerah Kalimantan Selatan termasuk daerah yang beriklim tropis karena
posisinya dekat dengan garis khatulistiwa. Kerena itu pada wilayah ini hanya
terdapat dua macam musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah
hujan rata-rata daerah PT Binuang Mitra Bersama terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.3
Data Curah Hujan Rata-rata Per Bulan Tahun 2005-2014
Intensitas Curah Hujan (mm)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

2005 0,0 18,0 27,1 35,4 51,5 40,8 0,0 20,6 24,3 30,4 42,0 71,4
2006 19,9 40,7 23,8 20,6 20,0 82,5 0,0 0,0 65,0 65,0 48,8 38,8
2007 50,3 50,4 21,7 27,9 52,5 0,0 29,5 13,0 25,5 16,3 50,4 37,9
2008 55,8 21,7 0,0 27,1 54,2 27,1 16,3 82,8 29,8 33,3 48,8 97,8
2009 57,2 0,0 26,0 35,0 35,0 15,0 15,0 0,0 43,5 41,0 37,0 67,5
2010 40,6 40,4 25,7 30,8 43,0 30,0 54,0 87,0 293,0 134,5 91,50 436,0
2011 19,4 219,0 294,0 192,0 98,0 15,2 0,0 0,0 73,0 119,0 191,0 336,0
2012 224,0 23,9 170,0 91,0 0,0 15,0 15,3 35,0 0,0 21,5 198,0 230,0
2013 112.4 194.4 247.4 218.5 61,0 19,5 21,0 210,5 19,0 66,0 191,0 240,0
2014 131,0 229,5 317,0 195,0 73,0 36,0 100,0 86,0 33,0 102,5
Sumber : BMKG, Kabupaten Tapin

2. 2. Keadaan Geologi
2.2.1. Morfologi
Morfologi daerah penyelidikan mempunyai kenampakan yang relatif sama
berupa perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 25 m - 40 m di atas
permukaan laut dengan kondisi topografi yang tidak terlalu menonjol di setiap
daerah. Karena adanya penambangan yang telah dilakukan oleh PETI, maka
banyak ditemui gundukan-gundukan tanah dimana tingginya tebing yang
ditinggalkan dapat mencapai +50 meter. Satuan morfologi lainnya adalah dataran
rendah berupa padang alang-alang, dataran alluvial, dan rawa-rawa.

2.2.2. Stratigrafi
Secara regional, formasi batuan yang menyusun daerah PT Binuang Mitra
Bersama terdiri dari Formasi Tanjung, Formasi Berai, dan Formasi Warukin.
Deskripsi dari formasi batuan yang menyusun daerah PKP2B PT Binuang Mitra
Bersama (Gambar 2.3) adalah sebagai berikut :

2-5
Sumber : Profil PT Binuang Mitra Bersama
Gambar 2.3.
Peta Geologi PT Binuang Mitra Bersama

2-6
a. Formasi Dahor
Formasi ini disusun oleh batupasir kuarsa yang lunak, konglomerat dan
batu lempung lunak, dengan sisipan lignit (5-10cm), kaolin (30-100cm) dan
limonit. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal
formasi diperkirakan 250 m. Umurnya diduga Pilo-Plistosen.
b. Formasi Warukin
Perselingan batupasir kuarsa halus-kasar setempat konglomerat (5-30cm)
dan batulempung (3-100cm), dengan sisipan batulempung pasiran dan batubara
(20-50cm) yang terendapkan dalam lingkun gan paralik dengan ketebalan
diperkirakan 1250m. Fosil foraminifera yang terkandung dalam batulempung
pasiran antara lain Ammonia indica (Le Roy), Cellanthus sp, Amphistegina sp,
Florilus sp, menunjukkan umur nisbi akhir Mioen Awal-Miosen Tengah.
c. Formasi Berai
Formasi ini disusun oleh batugamping berwarna putih kelabu, berlapis baik
dengan ketebalan 20-200 cm setempat kaya akan koral, foraminifera dan
ganggang, besisipan napal berwarna kelabu muda padat berlapis baik (10-15
cm), mengandung foraminifera plankton dan batulempung berwarna kelabu
setempat terserpihkan dengan ketebalan 25-75 cm. Kumpulan foraminifera besar
yang terdapat dalam batugamping adalah Nummulites fichteli (Michelotti),
Heterostegina sp., Quinquiloculina sp., Lepidocyclina (Eulepidina) sp.,
Cycloclypeus sp., Gypsina sp., Echinoid dan Rotalia sp., yang menunjukkan
umur Oligosen Awal-Miosen Awal. Kumpulan foraminifera plankton yang terdapat
dalam napal dan batulempung adalah Globorotalia opima (Bolli), Globigerina
ouchitaensis (Bolli), Globigerinita unicava (Bolli, Loeblich dan Tappan),
Globigerinoides quadrilobatus (Banner dan Blow), dan Cassigerinella chipolensis
(Chushman dan Ponton) yang menunjukkan umur nisbi Oligosen. Formasi ini
terendapkan dalam lingkungan neritik dan ketebalannya lebih kurang 1000
meter.

2.3 Kegiatan Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT BMB merupakan lanjutan program


eksplorasi dari perusahaan yang telah ada sebelumnya, dengan titik berat
program adalah dalam rangka kontrol kuantitas dan kualitas cadangan serta
pembuatan rencana tambang yang lebih rinci. Kegiatan ini diantaranya meliputi
pengeboran (drilling), pemetaan (mapping), dan parit uji (tranching). Pengeboran

2-7
akan dilakukan di daerah-daerah potensial batubara dan juga di bagian utara
area konsesi. Pengeboran diarahkan untuk mencukupi data di daerah yang
dianggap minim data geologi. Hal ini diharapkan akan dapat membantu dan
mempermudah proses pemodelan cadangan batubara.

2.4 Kegiatan Penambangan

Pada kegiatan penambangan, pekerjaan yang dilakukan meliputi


pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, pengupasan batuan penutup,
pembuangan batuan penutup ke lokasi waste dump yang berada di luar pit dan
inpit serta penggalian batubara.
Sistem penambangan yang diterapkan di PT BMB adalah sistem tambang
terbuka, sesuai dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit, sehingga untuk
memulai menambang endapan batubara yang berada pada badan bukit harus
terlebih dahulu mengupas tanah penutup dengan metode penambangan open
cut. Untuk melanjutkan penambangan yang berada di bawah permukaan datar
(kaki bukit), menggunakan metode penambangan open pit.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014


Gambar 2.4
Pit PT Binuang Mitra Bersama

Urutan-urutan pekerjaan dari tahap awal penambangan secara umum yang


diterapkan di PT BMB adalah:
a. Pembersihan Lahan
Pembersihan Lahan (Land Clearing) diperuntukkan bagi perluasan lokasi
waste dump area. Vegetasi yang ada di areal beberapa Pit terdiri dari karet
milik rakyat, perladangan dan sedikit semak belukar. Untuk pit-pit yang lain
aktivitas tidak melanjutkan pekerjaan yang dilakukan pada Triwulan
sebelumnya yaitu pengupasan overburden dan penggalian batubara.

2-8
b. Pengupasan dan Pengangkutan Tanah Pucuk
Tanah pucuk yang berasal dari lokasi yang akan digunakan sebagai tempat
buangan batuan penutup ditempatkan pada bagian yang tidak terganggu oleh
aktivitas operasional penambangan. Pengupasan top soil dimaksudkan untuk
menutup kembali daerah yang telah selesai di reklamasi dan untuk
penyediaan media tumbuh tanaman saat pelaksanaan revegetasi.
c. Pengupasan dan Pengangkutan Batuan Penutup
Pembongkaran lapisan batuan penutup dilakukan dengan penggalian bebas
dan batuan yang keras dilakukan dengan cara penggaruan/ripping.
Ripping/penggaruan dilakukan dengan menggunakan alat berat Bulldozer
Komatsu, kemudian setelah terberai batuan tersebut di dozing dan di
umpankan ke alat muat PC 400 kemudian diangkut oleh alat muat jenis truk
jungkit Scania kapasitas 20 ton ke tempat pembuangan (waste dump)
dengan jarak maksimal 800 m.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.5.
Pembongkaran batuan penutup

2.5 Pengolahan Batubara

a. Pemisahan Batubara Bersih dan Batubara Kotor


Lapisan batubara yang berkembang pada area konsesi PT Binuang
Mitra Bersama dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu blok utara dan blok
selatan. Pada blok utara lapisan batubara yang berkembang adalah batubara
lapisan 1, lapisan 2 dan lapisan 3 atau secara berurutan dari yang terbawah
ke atas biasa disebut sebagai seam D, seam C dan seam B. Seam B yang
relatif tipis dengan ketebalan berkisar antara 0,3 0,8 meter yang

2-9
didalamnya terdapat sisipan dengan ketebalan 1 3 cm. Sedangkan seam C
dan seam D mempunyai ketebalan berkisar antara 1,2 2,6 meter. Seam C
mempunyai penyebaran lateral yang relatif konsisten akan tetapi mempunyai
kandungan sulfur yang tinggi : 1,7 2,4 %. Seam D semakin ke arah selatan
semakin menipis dan pecah menjadi dua bagian. Ketebalan yang masih
menyatu berkisar antara 2,1 2,6 meter. Ke arah selatan seam D ini pecah
menjadi dua dengan masing-masing ketebalan menjadi berkisar antara 0,5
0,8 meter, seam inilah yang menjadi target utama sebagai pencampur
batubara yang lain sehingga produk yang terjual dapat sesuai dengan
spesifikasi yang dikehendaki.
Di blok bagian selatan seam yang berkembang adalah seam B,
mempunyai ketebalan antara 0,3 1,8 meter dengan dijumpai sisipan-sisipan
tipis siltstone dengan ketebalan antara 1 5 cm dan membentuk perlapisan
yang tidak teratur sehingga dalam proses penambangan tidak bisa
dipisahkan. Kandungan ash berkisar antara 19 32 %. Sedangkan seam C
dan seam D tidak berkembang di blok bagian selatan.
Produk yang dihasilkan oleh PT Binuang Mitra Bersama adalah
pencampuran dari produksi yang berasal dari Blok Utara dan Blok Selatan.
Dalam penanganannya pencampuran yang kita lakukan adalah dengan
membatasi range ash antara 15 19 % kita kategorikan sebagai produk
clean sedangkan range ash > 19 25 % masuk kategori kotor.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.6.
Proses Penggalian Batubara

2-10
b. Peremukan
Peremukan batubara dilakukan pada Buffer Stockpile yang berada di
KM 88. Proses peremukan batubara dilakukan dengan menggunakan type
roller crusher dengan hasil sizing berkisar antara 2 mm 50 mm. Maximum +
50 mm adalah 3 %. Kapasitas produksi mesin peremuk tersebut adalah 200-
300 ton/jam dengan jam kerja 2 (dua) shift per hari. Jam kerja shift 1 mulai
dari jam 7.00 16.00 sedangkan shift 2 mulai dari jam 19.00 04.00.
Sebelum batubara diremuk sudah dilakukan pemisahan batubara
sesuai dengan ketentuan seperti tersebut di atas, yaitu batubara bersih dan
batubara kotor. Sehingga produk hasil peremukan sudah terpisah antara
batubara yang bersih dan batubara yang kotor.

2-11
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Kondisi Umum Perusahaan


2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Binuang Mitra Bersama (PT BMB) merupakan salah satu perusahaan
swasta dalam bidang usaha pertambangan batubara. Secara administratif, lokasi
pertambangan batubara PT BMB berlokasi di Kecamatan Salam Barbaris,
Kecamatan Bungur, dan Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi
Kalimantan Selatan. Struktur organisasi PT Binuang Mitra Bersama terdiri dari 5
departemen di bawah Site Manager :
a. Departemen Engineering
b. Departemen Produksi
c. Departemen HRGA
d. Departemen FA
e. Departemen Legal

Direktur Utama
H. Rihan Variza

Direktur Operational
Sontan Sihite
Admint
Ella Nur Latifa
GM Operation
M. Edy askari

Site Manager
Santosa
Safety Officer
Didi Hidayat

Manager Engineering Manager Produksi Manager HRGA Manager FA Manager Legal


Giyarno Santosa Ahdian Noor A. Naim Romli Endah Kadarullah

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2015


Gambar 2.1
Struktur Organisasi PT Binuang Mitra Bersama

2-1
PT Binuang Mitra Bersama mempunyai visi misi sebagai berikut :
a. Visi PT Binuang Mitra Bersama
1) Untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada di wilayah
Kabupaten Tapin sekaligus berusaha untuk mewujudkan penata
lingkungan wilayah pertambangan di Kabupaten Tapin dengan
membentuk Super Pit. Untuk mewujudkan tujuan tersebut PT Binuang
Mitra Bersama mengajak pemegang IUP-IUP di wilayah Kabupaten
Tapin untuk bergabung menjadi satu perusahaan.
2) Menjadi salah satu perusahaan lokal berskala internasional di Indonesia
yang berfokus pada penyediaan bahan baku batubara, yang
berwawasan lingkungan serta peduli terhadap masyarakat sekitar.
b. Misi PT Binuang Mitra Bersama
1) Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mewujudkan setiap
komitmen kelancaran suplay batubara.
2) Memaksimalkan pendapatan dengan margin yang optimal untuk
kelangsungan kemajuan perusahaan.
3) Berupaya secara berkesinambungan mewujudkan usaha yang paling
efektif dan efisien di bidangnya.
4) Peduli terhadap Safety, Health, Environtment, dan Coorporate Social
Responbility, serta Management Security yang baik dalam proses
pelaksanaan operasional.
Total cadangan batubara PT BMB sebesar 65 Juta MT dengan
pengupasan Overburden 167 Juta BCM dan stripping ratio 1 : 2,5. Direncanakan
tiap tahun PT BMB memproduksi Batubara sebesar 3 juta MT.
2.1.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi PT BMB terletak di Jl. Pelda Bunawar Desa Pualam Sari-Transad
Binuang Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dari Kota Banjarmasin Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berjarak 70 KM dan
ditempuh selama 3 jam dengan kendaraan roda empat atau roda dua.
Secara astronomis, posisi PT Binuang Mitra bersama terletak wilayah
Kabupaten Tapin antara 2o3243-3o350 Lintang Selatan dan 114o4613 Bujur
Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah utara,
Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat dan Kabupaten Banjar di sebelah
selatan dan timur. Kantor PT Binuang Mitra Bersama berjarak 40 km dari kota
Banjarbaru menggunakan kendaraan roda dua/empat dengan jalan beraspal

2-2
selama 1 jam perjalanan. Kemudian dari kantor PT Binuang Mitra Bersama
menuju lokasi penelitian menempuh jarak sejauh 10 km melalui jalan beraspal
dan jalan hauling selama 20 menit.

2.1.3 Cadangan, Parameter Kualitas, dan Produksi Batubara


Dengan jumlah cadangan yang tersedia PT Binuang Mitra Bersama
melakukan penambangan pada Blok 1-3 dan menargetkan produksi
penambangan batubara sebesar 2.600.000 ton/tahun. Namun berdasarkan data
pada tahun 2014 diperoleh ratarata produksi batubara dari PT Binuang Mitra
Bersama sebesar 1.500.000 ton/tahun.

Tabel 2.1
Jumlah Cadangan Batubara Wilayah IUP PT BMB

Tereka (Ton) Tertunjuk (Ton) Terukur (Ton) Total (Ton)

CADANGAN 75.127.245,62 65.328.039,67 45.729.627,77 186.184.913,06

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

Tabel 2.2
Parameter Kualitas Batubara Lokasi Tambang PT BMB

Parameter Basis Satuan Kualitas

Total Moisture ARB % 38,76

Moisture ADB % 15,8

Volatile Matter ADB % 38,47

Fixed Carbon ADB % 37,52

Ash ADB % 2,75

Total Sulphur ADB % 0,4

Calorific Value ADB Cal/gr 4300

Calorific Value ARB Cal/gr 3600

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

2-3
Sumber : PT Binuang Mitra Bersama

Gambar 2.2.
Peta Kesampaian Daerah PT Binuang Mitra Bersama

2-4
2.1.4 Iklim dan Cuaca
Daerah Kalimantan Selatan termasuk daerah yang beriklim tropis karena
posisinya dekat dengan garis khatulistiwa. Kerena itu pada wilayah ini hanya
terdapat dua macam musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah
hujan rata-rata daerah PT Binuang Mitra Bersama terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.3
Data Curah Hujan Rata-rata Per Bulan Tahun 2005-2014
Intensitas Curah Hujan (mm)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

2005 0,0 18,0 27,1 35,4 51,5 40,8 0,0 20,6 24,3 30,4 42,0 71,4
2006 19,9 40,7 23,8 20,6 20,0 82,5 0,0 0,0 65,0 65,0 48,8 38,8
2007 50,3 50,4 21,7 27,9 52,5 0,0 29,5 13,0 25,5 16,3 50,4 37,9
2008 55,8 21,7 0,0 27,1 54,2 27,1 16,3 82,8 29,8 33,3 48,8 97,8
2009 57,2 0,0 26,0 35,0 35,0 15,0 15,0 0,0 43,5 41,0 37,0 67,5
2010 40,6 40,4 25,7 30,8 43,0 30,0 54,0 87,0 293,0 134,5 91,50 436,0
2011 19,4 219,0 294,0 192,0 98,0 15,2 0,0 0,0 73,0 119,0 191,0 336,0
2012 224,0 23,9 170,0 91,0 0,0 15,0 15,3 35,0 0,0 21,5 198,0 230,0
2013 112.4 194.4 247.4 218.5 61,0 19,5 21,0 210,5 19,0 66,0 191,0 240,0
2014 131,0 229,5 317,0 195,0 73,0 36,0 100,0 86,0 33,0 102,5
Sumber : BMKG, Kabupaten Tapin

2. 2. Keadaan Geologi
2.2.1. Morfologi
Morfologi daerah penyelidikan mempunyai kenampakan yang relatif sama
berupa perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 25 m - 40 m di atas
permukaan laut dengan kondisi topografi yang tidak terlalu menonjol di setiap
daerah. Karena adanya penambangan yang telah dilakukan oleh PETI, maka
banyak ditemui gundukan-gundukan tanah dimana tingginya tebing yang
ditinggalkan dapat mencapai +50 meter. Satuan morfologi lainnya adalah dataran
rendah berupa padang alang-alang, dataran alluvial, dan rawa-rawa.

2.2.2. Stratigrafi
Secara regional, formasi batuan yang menyusun daerah PT Binuang
Mitra Bersama terdiri dari Formasi Tanjung, Formasi Berai, dan Formasi
Warukin. Deskripsi dari formasi batuan yang menyusun daerah PKP2B PT
Binuang Mitra Bersama (Gambar 2.3) adalah sebagai berikut :

2-5
Sumber : Profil PT Binuang Mitra Bersama
Gambar 2.3.
Peta Geologi PT Binuang Mitra Bersama

2-6
a. Formasi Dahor
Formasi ini disusun oleh batupasir kuarsa yang lunak, konglomerat dan
batu lempung lunak, dengan sisipan lignit (5-10cm), kaolin (30-100cm) dan
limonit. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal
formasi diperkirakan 250 m. Umurnya diduga Pilo-Plistosen.
b. Formasi Warukin
Perselingan batupasir kuarsa halus-kasar setempat konglomerat (5-30cm)
dan batulempung (3-100cm), dengan sisipan batulempung pasiran dan batubara
(20-50cm) yang terendapkan dalam lingkun gan paralik dengan ketebalan
diperkirakan 1250m. Fosil foraminifera yang terkandung dalam batulempung
pasiran antara lain Ammonia indica (Le Roy), Cellanthus sp, Amphistegina sp,
Florilus sp, menunjukkan umur nisbi akhir Mioen Awal-Miosen Tengah.
c. Formasi Berai
Formasi ini disusun oleh batugamping berwarna putih kelabu, berlapis baik
dengan ketebalan 20-200 cm setempat kaya akan koral, foraminifera dan
ganggang, besisipan napal berwarna kelabu muda padat berlapis baik (10-15
cm), mengandung foraminifera plankton dan batulempung berwarna kelabu
setempat terserpihkan dengan ketebalan 25-75 cm. Kumpulan foraminifera besar
yang terdapat dalam batugamping adalah Nummulites fichteli (Michelotti),
Heterostegina sp., Quinquiloculina sp., Lepidocyclina (Eulepidina) sp.,
Cycloclypeus sp., Gypsina sp., Echinoid dan Rotalia sp., yang menunjukkan
umur Oligosen Awal-Miosen Awal. Kumpulan foraminifera plankton yang terdapat
dalam napal dan batulempung adalah Globorotalia opima (Bolli), Globigerina
ouchitaensis (Bolli), Globigerinita unicava (Bolli, Loeblich dan Tappan),
Globigerinoides quadrilobatus (Banner dan Blow), dan Cassigerinella chipolensis
(Chushman dan Ponton) yang menunjukkan umur nisbi Oligosen. Formasi ini
terendapkan dalam lingkungan neritik dan ketebalannya lebih kurang 1000
meter.

2.3 Kegiatan Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT BMB merupakan lanjutan program


eksplorasi dari perusahaan yang telah ada sebelumnya, dengan titik berat
program adalah dalam rangka kontrol kuantitas dan kualitas cadangan serta
pembuatan rencana tambang yang lebih rinci. Kegiatan ini diantaranya meliputi
pengeboran (drilling), pemetaan (mapping), dan parit uji (tranching). Pengeboran

2-7
akan dilakukan di daerah-daerah potensial batubara dan juga di bagian utara
area konsesi. Pengeboran diarahkan untuk mencukupi data di daerah yang
dianggap minim data geologi. Hal ini diharapkan akan dapat membantu dan
mempermudah proses pemodelan cadangan batubara.

2.4 Kegiatan Penambangan

Pada kegiatan penambangan, pekerjaan yang dilakukan meliputi


pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, pengupasan batuan penutup,
pembuangan batuan penutup ke lokasi waste dump yang berada di luar pit dan
inpit serta penggalian batubara.
Sistem penambangan yang diterapkan di PT BMB adalah sistem tambang
terbuka, sesuai dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit, sehingga untuk
memulai menambang endapan batubara yang berada pada badan bukit harus
terlebih dahulu mengupas tanah penutup dengan metode penambangan open
cut. Untuk melanjutkan penambangan yang berada di bawah permukaan datar
(kaki bukit), menggunakan metode penambangan open pit.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014


Gambar 2.4
Pit PT Binuang Mitra Bersama

Urutan-urutan pekerjaan dari tahap awal penambangan secara umum yang


diterapkan di PT BMB adalah:
a. Pembersihan Lahan
Pembersihan Lahan (Land Clearing) diperuntukkan bagi perluasan lokasi
waste dump area. Vegetasi yang ada di areal beberapa Pit terdiri dari karet
milik rakyat, perladangan dan sedikit semak belukar. Untuk pit-pit yang lain
aktivitas tidak melanjutkan pekerjaan yang dilakukan pada Triwulan
sebelumnya yaitu pengupasan overburden dan penggalian batubara.

2-8
b. Pengupasan dan Pengangkutan Tanah Pucuk
Tanah pucuk yang berasal dari lokasi yang akan digunakan sebagai tempat
buangan batuan penutup ditempatkan pada bagian yang tidak terganggu oleh
aktivitas operasional penambangan. Pengupasan top soil dimaksudkan untuk
menutup kembali daerah yang telah selesai di reklamasi dan untuk
penyediaan media tumbuh tanaman saat pelaksanaan revegetasi.
c. Pengupasan dan Pengangkutan Batuan Penutup
Pembongkaran lapisan batuan penutup dilakukan dengan penggalian bebas
dan batuan yang keras dilakukan dengan cara penggaruan/ripping.
Ripping/penggaruan dilakukan dengan menggunakan alat berat Bulldozer
Komatsu, kemudian setelah terberai batuan tersebut di dozing dan di
umpankan ke alat muat PC 400 kemudian diangkut oleh alat muat jenis truk
jungkit Scania kapasitas 20 ton ke tempat pembuangan (waste dump)
dengan jarak maksimal 800 m.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.5.
Pembongkaran batuan penutup

2.5 Pengolahan Batubara

a. Pemisahan Batubara Bersih dan Batubara Kotor


Lapisan batubara yang berkembang pada area konsesi PT Binuang
Mitra Bersama dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu blok utara dan blok
selatan. Pada blok utara lapisan batubara yang berkembang adalah batubara
lapisan 1, lapisan 2 dan lapisan 3 atau secara berurutan dari yang terbawah
ke atas biasa disebut sebagai seam D, seam C dan seam B. Seam B yang
relatif tipis dengan ketebalan berkisar antara 0,3 0,8 meter yang

2-9
didalamnya terdapat sisipan dengan ketebalan 1 3 cm. Sedangkan seam C
dan seam D mempunyai ketebalan berkisar antara 1,2 2,6 meter. Seam C
mempunyai penyebaran lateral yang relatif konsisten akan tetapi mempunyai
kandungan sulfur yang tinggi : 1,7 2,4 %. Seam D semakin ke arah selatan
semakin menipis dan pecah menjadi dua bagian. Ketebalan yang masih
menyatu berkisar antara 2,1 2,6 meter. Ke arah selatan seam D ini pecah
menjadi dua dengan masing-masing ketebalan menjadi berkisar antara 0,5
0,8 meter, seam inilah yang menjadi target utama sebagai pencampur
batubara yang lain sehingga produk yang terjual dapat sesuai dengan
spesifikasi yang dikehendaki.
Di blok bagian selatan seam yang berkembang adalah seam B,
mempunyai ketebalan antara 0,3 1,8 meter dengan dijumpai sisipan-sisipan
tipis siltstone dengan ketebalan antara 1 5 cm dan membentuk perlapisan
yang tidak teratur sehingga dalam proses penambangan tidak bisa
dipisahkan. Kandungan ash berkisar antara 19 32 %. Sedangkan seam C
dan seam D tidak berkembang di blok bagian selatan.
Produk yang dihasilkan oleh PT Binuang Mitra Bersama adalah
pencampuran dari produksi yang berasal dari Blok Utara dan Blok Selatan.
Dalam penanganannya pencampuran yang kita lakukan adalah dengan
membatasi range ash antara 15 19 % kita kategorikan sebagai produk
clean sedangkan range ash > 19 25 % masuk kategori kotor.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.6.
Proses Penggalian Batubara

2-10
b. Peremukan
Peremukan batubara dilakukan pada Buffer Stockpile yang berada di
KM 88. Proses peremukan batubara dilakukan dengan menggunakan type
roller crusher dengan hasil sizing berkisar antara 2 mm 50 mm. Maximum +
50 mm adalah 3 %. Kapasitas produksi mesin peremuk tersebut adalah 200-
300 ton/jam dengan jam kerja 2 (dua) shift per hari. Jam kerja shift 1 mulai
dari jam 7.00 16.00 sedangkan shift 2 mulai dari jam 19.00 04.00.
Sebelum batubara diremuk sudah dilakukan pemisahan batubara
sesuai dengan ketentuan seperti tersebut di atas, yaitu batubara bersih dan
batubara kotor. Sehingga produk hasil peremukan sudah terpisah antara
batubara yang bersih dan batubara yang kotor.

2-11
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Kondisi Umum Perusahaan


2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT Binuang Mitra Bersama (PT BMB) merupakan salah satu perusahaan
swasta dalam bidang usaha pertambangan batubara. Secara administratif, lokasi
pertambangan batubara PT BMB berlokasi di Kecamatan Salam Barbaris,
Kecamatan Bungur, dan Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi
Kalimantan Selatan. Struktur organisasi PT Binuang Mitra Bersama terdiri dari 5
departemen di bawah Site Manager :
a. Departemen Engineering
b. Departemen Produksi
c. Departemen HRGA
d. Departemen FA
e. Departemen Legal

Direktur Utama
H. Rihan Variza

Direktur Operational
Sontan Sihite
Admint
Ella Nur Latifa
GM Operation
M. Edy askari

Site Manager
Santosa
Safety Officer
Didi Hidayat

Manager Engineering Manager Produksi Manager HRGA Manager FA Manager Legal


Giyarno Santosa Ahdian Noor A. Naim Romli Endah Kadarullah

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2015


Gambar 2.1
Struktur Organisasi PT Binuang Mitra Bersama

2-1
PT Binuang Mitra Bersama mempunyai visi misi sebagai berikut :
a. Visi PT Binuang Mitra Bersama
1) Untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya yang ada di wilayah
Kabupaten Tapin sekaligus berusaha untuk mewujudkan penata
lingkungan wilayah pertambangan di Kabupaten Tapin dengan
membentuk Super Pit. Untuk mewujudkan tujuan tersebut PT Binuang
Mitra Bersama mengajak pemegang IUP-IUP di wilayah Kabupaten
Tapin untuk bergabung menjadi satu perusahaan.
2) Menjadi salah satu perusahaan lokal berskala internasional di Indonesia
yang berfokus pada penyediaan bahan baku batubara, yang
berwawasan lingkungan serta peduli terhadap masyarakat sekitar.
b. Misi PT Binuang Mitra Bersama
1) Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan mewujudkan setiap
komitmen kelancaran suplay batubara.
2) Memaksimalkan pendapatan dengan margin yang optimal untuk
kelangsungan kemajuan perusahaan.
3) Berupaya secara berkesinambungan mewujudkan usaha yang paling
efektif dan efisien di bidangnya.
4) Peduli terhadap Safety, Health, Environtment, dan Coorporate Social
Responbility, serta Management Security yang baik dalam proses
pelaksanaan operasional.
Total cadangan batubara PT BMB sebesar 65 Juta MT dengan
pengupasan Overburden 167 Juta BCM dan stripping ratio 1 : 2,5. Direncanakan
tiap tahun PT BMB memproduksi Batubara sebesar 3 juta MT.
2.1.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi PT BMB terletak di Jl. Pelda Bunawar Desa Pualam Sari-Transad
Binuang Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Dari Kota Banjarmasin Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan berjarak 70 KM dan
ditempuh selama 3 jam dengan kendaraan roda empat atau roda dua.
Secara astronomis, posisi PT Binuang Mitra bersama terletak wilayah
Kabupaten Tapin antara 2o3243-3o350 Lintang Selatan dan 114o4613 Bujur
Timur yang berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah utara,
Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat dan Kabupaten Banjar di sebelah
selatan dan timur. Kantor PT Binuang Mitra Bersama berjarak 40 km dari kota
Banjarbaru menggunakan kendaraan roda dua/empat dengan jalan beraspal

2-2
selama 1 jam perjalanan. Kemudian dari kantor PT Binuang Mitra Bersama
menuju lokasi penelitian menempuh jarak sejauh 10 km melalui jalan beraspal
dan jalan hauling selama 20 menit.

2.1.3 Cadangan, Parameter Kualitas, dan Produksi Batubara


Dengan jumlah cadangan yang tersedia PT Binuang Mitra Bersama
melakukan penambangan pada Blok 1-3 dan menargetkan produksi
penambangan batubara sebesar 2.600.000 ton/tahun. Namun berdasarkan data
pada tahun 2014 diperoleh ratarata produksi batubara dari PT Binuang Mitra
Bersama sebesar 1.500.000 ton/tahun.

Tabel 2.1
Jumlah Cadangan Batubara Wilayah IUP PT BMB

Tereka (Ton) Tertunjuk (Ton) Terukur (Ton) Total (Ton)

CADANGAN 75.127.245,62 65.328.039,67 45.729.627,77 186.184.913,06

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

Tabel 2.2
Parameter Kualitas Batubara Lokasi Tambang PT BMB

Parameter Basis Satuan Kualitas

Total Moisture ARB % 38,76

Moisture ADB % 15,8

Volatile Matter ADB % 38,47

Fixed Carbon ADB % 37,52

Ash ADB % 2,75

Total Sulphur ADB % 0,4

Calorific Value ADB Cal/gr 4300

Calorific Value ARB Cal/gr 3600

Sumber : PT Binuang Mitra Bersama, 2014

2-3
Sumber : PT Binuang Mitra Bersama

Gambar 2.2.
Peta Kesampaian Daerah PT Binuang Mitra Bersama

2-4
2.1.4 Iklim dan Cuaca
Daerah Kalimantan Selatan termasuk daerah yang beriklim tropis karena
posisinya dekat dengan garis khatulistiwa. Kerena itu pada wilayah ini hanya
terdapat dua macam musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Curah
hujan rata-rata daerah PT Binuang Mitra Bersama terlihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.3
Data Curah Hujan Rata-rata Per Bulan Tahun 2005-2014
Intensitas Curah Hujan (mm)
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des

2005 0,0 18,0 27,1 35,4 51,5 40,8 0,0 20,6 24,3 30,4 42,0 71,4
2006 19,9 40,7 23,8 20,6 20,0 82,5 0,0 0,0 65,0 65,0 48,8 38,8
2007 50,3 50,4 21,7 27,9 52,5 0,0 29,5 13,0 25,5 16,3 50,4 37,9
2008 55,8 21,7 0,0 27,1 54,2 27,1 16,3 82,8 29,8 33,3 48,8 97,8
2009 57,2 0,0 26,0 35,0 35,0 15,0 15,0 0,0 43,5 41,0 37,0 67,5
2010 40,6 40,4 25,7 30,8 43,0 30,0 54,0 87,0 293,0 134,5 91,50 436,0
2011 19,4 219,0 294,0 192,0 98,0 15,2 0,0 0,0 73,0 119,0 191,0 336,0
2012 224,0 23,9 170,0 91,0 0,0 15,0 15,3 35,0 0,0 21,5 198,0 230,0
2013 112.4 194.4 247.4 218.5 61,0 19,5 21,0 210,5 19,0 66,0 191,0 240,0
2014 131,0 229,5 317,0 195,0 73,0 36,0 100,0 86,0 33,0 102,5
Sumber : BMKG, Kabupaten Tapin

2. 2. Keadaan Geologi
2.2.1. Morfologi
Morfologi daerah penyelidikan mempunyai kenampakan yang relatif sama
berupa perbukitan bergelombang dengan ketinggian antara 25 m - 40 m di atas
permukaan laut dengan kondisi topografi yang tidak terlalu menonjol di setiap
daerah. Karena adanya penambangan yang telah dilakukan oleh PETI, maka
banyak ditemui gundukan-gundukan tanah dimana tingginya tebing yang
ditinggalkan dapat mencapai +50 meter. Satuan morfologi lainnya adalah dataran
rendah berupa padang alang-alang, dataran alluvial, dan rawa-rawa.

2.2.2. Stratigrafi
Secara regional, formasi batuan yang menyusun daerah PT Binuang
Mitra Bersama terdiri dari Formasi Tanjung, Formasi Berai, dan Formasi
Warukin. Deskripsi dari formasi batuan yang menyusun daerah PKP2B PT
Binuang Mitra Bersama (Gambar 2.3) adalah sebagai berikut :

2-5
Sumber : Profil PT Binuang Mitra Bersama
Gambar 2.3.
Peta Geologi PT Binuang Mitra Bersama

2-6
a. Formasi Dahor
Formasi ini disusun oleh batupasir kuarsa yang lunak, konglomerat dan
batu lempung lunak, dengan sisipan lignit (5-10cm), kaolin (30-100cm) dan
limonit. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal
formasi diperkirakan 250 m. Umurnya diduga Pilo-Plistosen.
b. Formasi Warukin
Perselingan batupasir kuarsa halus-kasar setempat konglomerat (5-30cm)
dan batulempung (3-100cm), dengan sisipan batulempung pasiran dan batubara
(20-50cm) yang terendapkan dalam lingkun gan paralik dengan ketebalan
diperkirakan 1250m. Fosil foraminifera yang terkandung dalam batulempung
pasiran antara lain Ammonia indica (Le Roy), Cellanthus sp, Amphistegina sp,
Florilus sp, menunjukkan umur nisbi akhir Mioen Awal-Miosen Tengah.
c. Formasi Berai
Formasi ini disusun oleh batugamping berwarna putih kelabu, berlapis baik
dengan ketebalan 20-200 cm setempat kaya akan koral, foraminifera dan
ganggang, besisipan napal berwarna kelabu muda padat berlapis baik (10-15
cm), mengandung foraminifera plankton dan batulempung berwarna kelabu
setempat terserpihkan dengan ketebalan 25-75 cm. Kumpulan foraminifera besar
yang terdapat dalam batugamping adalah Nummulites fichteli (Michelotti),
Heterostegina sp., Quinquiloculina sp., Lepidocyclina (Eulepidina) sp.,
Cycloclypeus sp., Gypsina sp., Echinoid dan Rotalia sp., yang menunjukkan
umur Oligosen Awal-Miosen Awal. Kumpulan foraminifera plankton yang terdapat
dalam napal dan batulempung adalah Globorotalia opima (Bolli), Globigerina
ouchitaensis (Bolli), Globigerinita unicava (Bolli, Loeblich dan Tappan),
Globigerinoides quadrilobatus (Banner dan Blow), dan Cassigerinella chipolensis
(Chushman dan Ponton) yang menunjukkan umur nisbi Oligosen. Formasi ini
terendapkan dalam lingkungan neritik dan ketebalannya lebih kurang 1000
meter.

2.3 Kegiatan Eksplorasi

Kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT BMB merupakan lanjutan program


eksplorasi dari perusahaan yang telah ada sebelumnya, dengan titik berat
program adalah dalam rangka kontrol kuantitas dan kualitas cadangan serta
pembuatan rencana tambang yang lebih rinci. Kegiatan ini diantaranya meliputi
pengeboran (drilling), pemetaan (mapping), dan parit uji (tranching). Pengeboran

2-7
akan dilakukan di daerah-daerah potensial batubara dan juga di bagian utara
area konsesi. Pengeboran diarahkan untuk mencukupi data di daerah yang
dianggap minim data geologi. Hal ini diharapkan akan dapat membantu dan
mempermudah proses pemodelan cadangan batubara.

2.4 Kegiatan Penambangan

Pada kegiatan penambangan, pekerjaan yang dilakukan meliputi


pembersihan lahan, pengupasan tanah pucuk, pengupasan batuan penutup,
pembuangan batuan penutup ke lokasi waste dump yang berada di luar pit dan
inpit serta penggalian batubara.
Sistem penambangan yang diterapkan di PT BMB adalah sistem tambang
terbuka, sesuai dengan kondisi topografi yang berbukit-bukit, sehingga untuk
memulai menambang endapan batubara yang berada pada badan bukit harus
terlebih dahulu mengupas tanah penutup dengan metode penambangan open
cut. Untuk melanjutkan penambangan yang berada di bawah permukaan datar
(kaki bukit), menggunakan metode penambangan open pit.

Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2014


Gambar 2.4
Pit PT Binuang Mitra Bersama

Urutan-urutan pekerjaan dari tahap awal penambangan secara umum yang


diterapkan di PT BMB adalah:
a. Pembersihan Lahan
Pembersihan Lahan (Land Clearing) diperuntukkan bagi perluasan lokasi
waste dump area. Vegetasi yang ada di areal beberapa Pit terdiri dari karet
milik rakyat, perladangan dan sedikit semak belukar. Untuk pit-pit yang lain
aktivitas tidak melanjutkan pekerjaan yang dilakukan pada Triwulan
sebelumnya yaitu pengupasan overburden dan penggalian batubara.

2-8
b. Pengupasan dan Pengangkutan Tanah Pucuk
Tanah pucuk yang berasal dari lokasi yang akan digunakan sebagai tempat
buangan batuan penutup ditempatkan pada bagian yang tidak terganggu oleh
aktivitas operasional penambangan. Pengupasan top soil dimaksudkan untuk
menutup kembali daerah yang telah selesai di reklamasi dan untuk
penyediaan media tumbuh tanaman saat pelaksanaan revegetasi.
c. Pengupasan dan Pengangkutan Batuan Penutup
Pembongkaran lapisan batuan penutup dilakukan dengan penggalian bebas
dan batuan yang keras dilakukan dengan cara penggaruan/ripping.
Ripping/penggaruan dilakukan dengan menggunakan alat berat Bulldozer
Komatsu, kemudian setelah terberai batuan tersebut di dozing dan di
umpankan ke alat muat PC 400 kemudian diangkut oleh alat muat jenis truk
jungkit Scania kapasitas 20 ton ke tempat pembuangan (waste dump)
dengan jarak maksimal 800 m.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.5.
Pembongkaran batuan penutup

2.5 Pengolahan Batubara

a. Pemisahan Batubara Bersih dan Batubara Kotor


Lapisan batubara yang berkembang pada area konsesi PT Binuang
Mitra Bersama dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu blok utara dan blok
selatan. Pada blok utara lapisan batubara yang berkembang adalah batubara
lapisan 1, lapisan 2 dan lapisan 3 atau secara berurutan dari yang terbawah
ke atas biasa disebut sebagai seam D, seam C dan seam B. Seam B yang
relatif tipis dengan ketebalan berkisar antara 0,3 0,8 meter yang

2-9
didalamnya terdapat sisipan dengan ketebalan 1 3 cm. Sedangkan seam C
dan seam D mempunyai ketebalan berkisar antara 1,2 2,6 meter. Seam C
mempunyai penyebaran lateral yang relatif konsisten akan tetapi mempunyai
kandungan sulfur yang tinggi : 1,7 2,4 %. Seam D semakin ke arah selatan
semakin menipis dan pecah menjadi dua bagian. Ketebalan yang masih
menyatu berkisar antara 2,1 2,6 meter. Ke arah selatan seam D ini pecah
menjadi dua dengan masing-masing ketebalan menjadi berkisar antara 0,5
0,8 meter, seam inilah yang menjadi target utama sebagai pencampur
batubara yang lain sehingga produk yang terjual dapat sesuai dengan
spesifikasi yang dikehendaki.
Di blok bagian selatan seam yang berkembang adalah seam B,
mempunyai ketebalan antara 0,3 1,8 meter dengan dijumpai sisipan-sisipan
tipis siltstone dengan ketebalan antara 1 5 cm dan membentuk perlapisan
yang tidak teratur sehingga dalam proses penambangan tidak bisa
dipisahkan. Kandungan ash berkisar antara 19 32 %. Sedangkan seam C
dan seam D tidak berkembang di blok bagian selatan.
Produk yang dihasilkan oleh PT Binuang Mitra Bersama adalah
pencampuran dari produksi yang berasal dari Blok Utara dan Blok Selatan.
Dalam penanganannya pencampuran yang kita lakukan adalah dengan
membatasi range ash antara 15 19 % kita kategorikan sebagai produk
clean sedangkan range ash > 19 25 % masuk kategori kotor.

Sumber : Dokumentasi pribadi, 2014


Gambar 2.6.
Proses Penggalian Batubara

2-10
b. Peremukan
Peremukan batubara dilakukan pada Buffer Stockpile yang berada di
KM 88. Proses peremukan batubara dilakukan dengan menggunakan type
roller crusher dengan hasil sizing berkisar antara 2 mm 50 mm. Maximum +
50 mm adalah 3 %. Kapasitas produksi mesin peremuk tersebut adalah 200-
300 ton/jam dengan jam kerja 2 (dua) shift per hari. Jam kerja shift 1 mulai
dari jam 7.00 16.00 sedangkan shift 2 mulai dari jam 19.00 04.00.
Sebelum batubara diremuk sudah dilakukan pemisahan batubara
sesuai dengan ketentuan seperti tersebut di atas, yaitu batubara bersih dan
batubara kotor. Sehingga produk hasil peremukan sudah terpisah antara
batubara yang bersih dan batubara yang kotor.

2-11
BAB III
KAJIIAN PUSTAKA

3.1 Batubara

Batubara adalah batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah
heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen sebagai
unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Hal ini
mudah dimengerti karena batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah
mengalami proses pembatubaraan (coalification).
Dalam mempelajari cara terbentuknya batubara, dikenal 2 macam teori,
sebagai berikut :
1. Teori Insitu
Teori ini mengatakan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara,
terbentuknya pada tempat di mana tumbuhan itu berasal dan berkembang,
hingga tumbuhan itu tumbang dan tertutupi oleh tanah.
2. Teori Drift
Teori ini menyebutkan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan batubara
terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat di mana tumbuhan semula hidup
dan berkembang
(Sukandarrumidi, 1995 : hal 11-12).
Selain itu pembentukan batubara juga dipengaruhi oleh adanya tekanan,
perbedaan suhu, dan waktu. Adapun konsep pembentukan batuan meliputi :
1. Prinsip Sedimentasi
Pada dasarnya batubara termasuk kedalam jenis batuan sedimen.
Batuan sedimen terbentuk dari material yang terendapkan di dalam suatu
cekungan dalam kondisi tertentu dan mengalami kompaksi serta transformasi
baik secara fisik, kimia dan biokimia. Pada saat pengendapan material ini selalu
membentuk perlapisan yang horizontal.
2. Skala waktu geologi
Proses sedimentasi, kompaksi, transforamasi oleh material dasar
pembentuk menjadi batuan sedimen berjalan selama jutaan tahun. Untuk dapat
memahami lamanya kisaran waktu dari pembentukan batuan sedimen tersebut
maka dikenal suatu skala waktu yang disebut skala waktu geologi.

3-1
Gambar 3.1
Proses Pembentukan Endapan Batubara

Adapun tahapan proses terbentuknya dari batubara dari gambut sampai


antrasit meliputi :
1. Gambut / Peat
Tahap ini merupakan tahap awal dalam pembentukan batubara
(coalification). Gambut berasal dari tumbuhan yang telah mati dan menumpuk di
atas tanah yang makin lama makin menebal menyebabkan dasar rawa turun
secara perlahan. Material tumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur
pada kondisi anaerob menjadi CO2, air dan amoniak dan sebagai hasilnya
adalah gambut/ humus.
2. Lignite
Dengan berubahnya topografi daerah sekelilingnya, gambut menjadi
terkubur di bawah lapisan silt dan pasir yang menyebabkan tekanan dan suhu
pada lapisan gambut meningkat. Penutupan rawa gambut memberikan
kesempatan pada bakteri untuk aktif menguraikan dalam kondisi basa
menyebabkan dibebaskannya CO2, deoksigenasi dari ulmin, hingga kandungan
hidrogen dan karbon bertambah.
3. Sub Bituminous
Tahap selanjutnya dari pembentukan batubara adalah pengubahan
batubara bitumen dengan sejarah geologi yang rendah menjadi batubara dengan
sejarah geologi menengah dan tinggi. Selama tahap ini kandungan hidrogen
akan tetap konstan dan oksigen turun.

3-2
4. Bituminous
Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bituminous,
kandungan hidrogen turun dengan menurunnya oksigen secara perlahan-lahan.
5. Anthracite
Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini oksigen hampir
konstan sedangkan hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap
sebelumnya.

3.2 Tambang Batubara

Tipe penambangan batubara dengan metode tambang batubara


tergantung pada letak dan kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalam
satu cadangan dan pemakaian alat mekanis yang digunakan dalam kegiatan
penambangan.
Tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka adalah
sebagai berikut :
1. Contour mining
Penambangannya terdapat dipegunungan atau perbukitan biasanya
dimulai dengan suatu singkapan batubara di permukaan atau cropline yang
mengikuti garis kontur sekeliling bukit atau pegunungan tersebut. Lapisan
penutup dibuang ke arah lereng bukit dan selanjutnya batubara yang telah
tersingkap diambil dan diangkut.
2. Open pit mining
Penambangan secara terbuka dalam pengertian umum, yang di terapkan
pada endapan batubara dengan jalan membuang lapisan penutup sehingga
lapisan batubaranya tersingkap dan selanjutny.a siap untuk diekstraksi atau
penggalian di lakukan dari suatu permukaan relatif mendatar ke arah bawah
menuju letak endapan atau seam. Penambangan tipe open pit mining biasanya
di lakukan pada endapan batubara yang mempunyai lapisan tebal/dalam dan di
lakukan dengan menggunakan beberapa bench.
3. Striping mining
Strip mining adalah jenis pertambangan permukaan yang melibatkan
pemindahan lapisan tanah permukaan yaitu overburden untuk mengambil
deposit mineral. Jenis pertambangan ini hanya efektif di daerah di mana deposit
mineral sangat dekat dengan permukaan, sehingga dapat dengan cepat dan
mudah menghilangkan overburden untuk mengambil deposit mineral. Pada

3-3
umumnya, strip mining digunakan untuk menambang pasir dan batu bara. Teknik
ini juga disebut sebagai open cast, atau stripping.

3.3 Crushing Plant


Pengolahan batubara hasil penambangan perlu dilakukan terutama untuk
memenuhi atau menyesuaikan dengan permintaan konsumen akan kualitas dan
ukuran butiran. Untuk meningkatkan nilai jual dari suatu bahan galian diperlukan
suatu proses yang disebut pengolahan bahan galian. Tujuan utama pengolahan
bahan galian adalah untuk meningkatkan kualitas batubara agar siap jual,
diantaranya menyiapkan kondisi batubara sesuai dengan keinginan pengguna,
misalnya menyesuaikan ukuran butir, membuat agar batubara lebih homogen,
mengurangi kadar sulfur, serta mengurangi kadar abu.
Dalam beberapa operasi penanganan material, proses pengolahan
merupakan sebuah sumber utama pemakaian energi yang paling besar. Di
samping sifat termal batubara, kemurnian dan kelembaban serta kualitas produk
juga mencakup distribusi ukuran batubara seperti yang telah ditetapkan oleh
pelanggan. Hanya dengan kominusi yang baik pada crushing plant yang
memungkinkan untuk menghasilkan saleable coal sesuai dengan spesifikasi
pelanggan.
Operasi pengecilan ukuran bertujuan pertama untuk menyesuaikan
ukuran partikel batubara dengan ukuran yang dapat diterima oleh operasi
pencucian, kedua agar ukuran partikel batubara sesuai dengan permintaan
pasar.
Operasi pengecilan ukuran harus dilakukan secara bertahap, karena tidak
mungkin atau sampai saat ini belum ada alat yang dapat memperkecil ukuran
batuan yang semula berukuran 50 cm menjadi langsung ukuran 1 cm dalam satu
kali peremukkan. Apabila material yang datang dari tambang berukuran
katakanlah 50 cm, maka pada tahap pertama harus dilakukan pengecilan ukuran
menjadi misalnya 10 cm, kemudian pada tahap kedua dilakukan pengecilan
ukuran menjadi 2 cm. mengingat sifat batubara yang relatif lunak tetapi liat, maka
tahap pertama dan kedua ini biasanya dilakukan dengan menggunakan suatu
peremukan rol (roll crusher).
Tahap selanjutnya adalah memperkecil ukuran butiran batubara sampai
diperoleh derajat liberasi pengotor yang diinginkan. Dalam melaksanakan tahap
kominusi, pengecilan ukuran harus dilakukan sampai pada ukuran yang
diperlukan saja, tanpa harus memperkecil sehingga menjadi terlalu halus

3-4
(berlebihan), karena akan menambah biaya tahap kominusi yang umumnya
relatif mahal.
Unit pengolahan (crushing plant) merupakan rangkaian peralatan
mekanis yang digunakan untuk mereduksi ukuran hasil penambangan.
Pengolahan batubara hasil penambangan perlu dilakukan terutama untuk
memenuhi atau menyesuaikan dengan permintaan konsumen akan kualitas dan
ukuran butiran.
Secara umum peralatan yang digunakan didalam proses pengolahan
ialah semua peralatan yang dipakai dan diperlukan didalam siklus kegiatan
pengolahan bahan galian. Adapun peralatan yang dipakai pada siklus
pengolahan bahan galian antara lain terdiri dari :
1. Hopper, Grizzly dan Dust Supression
Hopper adalah tempat penumpahan material atau dengan kata lain
sebagai mulut crusher. Hopper kebanyakan dibuat posisi tinggi, akan tetapi
karena posisi tinggi membuat waktu kurang efisien, saat ini hopper yang efisien
dan cepat menyalurkan material adalah hopper model bunker. Hopper
merupakan wadah penyimpan yang terbuat dari baja dan mencakup sebuah
tempat pemberhentian truk, grizzly, side wings, wear plates dan sistem
penyemprot debu spinkler.
Batubara dimuat ke dalam hopper dengan alat support dan jatuh ke jeruji
grizzly. Pengayak statis jenis grizzly umumnya dipakai sebagai pengayak primer.
Grizzly terdiri dari satu set jeruji yang diantaranya diberi spasi, yang berfungsi
untuk menahan ukuran bongkah batubara tertentu yang diijinkan lolos ke dalam
hopper. Anyaman besi siku disusun bersilangan saling sejajar pada jarak yang
ditentukan dan ditempatkan di lubang masuk hopper.
Setiap bongkahan batubara yang bertahan saat pembuangan awal akan
tetap bertahan di atas grizzly hingga tekanan dari pembuangan berikutnya akan
menyebabkan batubara tersebut hancur. Batubara dengan ukuran dibawah 700
mm masuk ke dalam hopper dan bergerak melalui feeder untuk diumpankan
menuju breaker.
Fungsi hopper dan grizzly adalah untuk :
1. Menyediakan ruangan bagi batubara untuk diumpan ke feeder breaker.
2. Bertindak sebagai surge bin, sehingga pasokan batubara yang dijatuhkan
oleh alat support dapat diatur secara konstan menuju feeder breaker.
3. Agar keluaran bin tidak terhalang oleh batubara oversize.

3-5
Debu yang dihasilkan selama proses dumping dapat ditekan/ dikurangi
melalui dust supression, biasanya berupa penyemprot air. Semprotan air
disediakan oleh sebuah pompa air dengan sebuah akumulator bertekanan
pneumatik yang terletak berdekatan dengan pompa. Air dari akumulator
ditransfer ke semprotan air melalui pipa yang terhubung dengan katup pengatur
tekanan dan katup pembuangan air.
Kapasitas produksi hopper menurut Raymond A. Kulwiec sebagai berikut:

P = ( /3 ) ( /)
144 2 /2

/
/
P = ...(3.1)

Keterangan :
P = Produktivitas (ton/jam)

Sumber : Anonim, 2015


Gambar 3.2
Hopper, Grizzly, dan Dust Supression

2. Feeder dan Vibrating Feeder


Fungsi utama feeder adalah mengatur aliran bahan batuan yang masuk
ke dalam pemecah batu (crusher). Feeder dapat digerakkan oleh motor
bertenaga 5 s/d 20 horsepower (tergantung kapasitas yang ada). Mechanical
atau reciprocating plate feeder umumnya untuk material lebih halus (gravel pit).
Reciprocating plate digerakkan oleh poros "eccentric dengan tenaga motor
sekitar 3 s/d 20 horsepower. Ukuran atau dimensi feeder dan kecepatannya
sebaiknya mempunyai kapasitas 25 s/d 35 % lebih besar dari kapasitas crusher.
3. Crusher
Crusher merupakan alat yang digunakan dalam proses crushing.
Crushing merupakan proses yang bertujuan untuk meliberasi mineral/batuan

3-6
yang diinginkan dari mineral pengotornya. Crushing biasanya dilakukan dengan
proses kering, dan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Prymary Crushing, Secondary
Crushing, dan Fine Crushing.
a. Primary Crushing
Primary Crushing merupakan peremukan tahap pertama, alat peremuk
yang biasanya digunakan pada tahap ini adalah Jaw Crusher dan Gyratory
Crusher. Umpan yang digunakan biasanya berasal dari hasil penambangan
dengan ukuran berkisar 1500 mm, dengan ukuran antara 30 mm sampai 100
mm. Ukuran terbesar dari produk peremukan tahap pertama biasanya kurang
dari 200 mm.
b. Secondary Crushing
Secondary Crushing merupakan peremukan tahap kedua, alat peremuk
yang digunakan adalah Jaw Crusher ukuran kecil, Gyratory Crusher ukuran
kecil, Cone Crusher, Hammer Mill dan Rolls. Umpan yang digunakan berkisar
150 mm, dengan menghasilkan produk ukuran antara 12,5 mm sampai 25,4
mm.
Salah satu alat dengan tahap Secondary Crushing adalah Roll Crusher,
yang merupakan mesin pereduksi ukuran yang menekan material antara dua
permukaan yang keras. Permukaan yang digunakan biasanya berbentuk roll
yang berputar atau dua roll dengan diameter sama yang berputar pada
kecepatan sama namun arahnya berlawanan.
c. Fine Crushing
Fine Crushing merupakan peremukan tahap lanjut dari Secondary
Crushing, alat yang digunakan adalah Rolls, Dry Ball Mills, Disc Mills dan Ring
Mills. Untuk memperkecil material hasil penambangan yang umumnya masih
berukuran bongkah digunakan alat peremuk. Material hasil dari peremukan
kemudian dilakukan pengayakan atau screening yang akan menghasilkan dua
macam produk yaitu produk yang lolos ayakan yang disebut undersize yang
merupakan produk yang akan diolah lebih lanjut atau sebagai produk akhir,
dan material yang tidak lolos ayakan yang disebut oversize yang merupakan
produk yang harus dilakukan peremukan lagi.
Crusher adalah sebuah mesin yang dirancang untuk mengurangi ukuran
batu-batu besar ke batu kecil, kerikil, atau serpihan batu. Crusher/penghancur
dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan material yang akan digiling/dihancurkan.
Berikut adalah jenis-jenis crusher dan kegunaanya :

3-7
Double Roll crusher untuk batubara/semen
Jaw crusher untuk batu kali/batu besi
Impact crusher untuk batu besi

Sumber : Anonim, 2015.


Gambar 3.3
Double Roll Crusher

Double roll crusher adalah jenis crusher yang memecahkan material


dengan cara menghimpitkan material tersebut di antara dua silinder logam,
dengan sumbu sejajar satu sama lain dan dipisahkan dengan spasi sama
dengan ukuran produk yang diinginkan. Menggunakan kompresi untuk
menghancurkan materi. Alat ini terdiri dari dua buah silinder baja dan masing-
masing dihubungkan pada poros sendiri-sendiri. Silinder ini hanya satu saja yang
berputar dan lainnya diam, tetapi karena adanya material yang masuk dan
pengaruh silinder lainnya maka silinder ini ikut berputar. Putaran masing-masing
silinder tersebut berlawanan arahnya sehingga material yang ada di atas roll
akan terjepit dan hancur. Bentuk dari roll crusher ada dua macam, yaitu :
a. Rigid Roll
Alat ini pada porosnya tidak dilengkapi dengan pegas sehingga
kemungkinan patah pada poros sangat memungkinkan. Roll yang berputar
hanya satu saja tetapi ada juga yang keduanya ikut berputar.
b. Spring Roll.
Alat ini dilengkapi dengan pegas, sehingga kemungkinan porosnya patah
sangat kecil sekali. Dengan adanya pegas maka roll dapat mundur dengan
sendirinya bila ada material yang sangat keras, sehingga tidak dapat
dihancurkan dan material itu akan jatuh.
Apabila menggunakan double roll crusher maka harus diperhatikan agar
gigi-gigi dari kedua permukaan roller tidak saling beradu atau bersinggungan.

3-8
Bentuk gigi akan sangat mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan dari
peremukan. Tingkat keausan gigi tergantung pada jenis material umpan. Bijih
logam bersifat lebih abrasif dari batubara, karena itu peremuk roller jarang
digunakan untuk operasi peremukan bijih logam (Sudarsono, 2003).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan produksi crusher
adalah sebagai berikut :
a. Sifat fisik material meliputi kekerasan, berat jenis, dan kandungan air.
b. Impurities yaitu ada tidaknya pengotor yang terdapat pada batubara.
c. Kondisi roll crusher.
d. Kemampuan feeding batubara baik dari tambang maupun ROM Stockpile ke
hopper.
Kapasitas Roll Crusher Menurut A.Gupta dan D.S. Yan (ton/jam) sebagai
berikut :
Q = x 60 x D x W x x L x b .(3.2)
atau
Q = 188,5 .(3.3)
D = Diameter Roll (m)
W = Lebar Roll (m)
= Kecepatan Putar Roll (rpm)
L = Jarak antara Roll (m)
b = Spesifik Gravity dari material (ton/m3)
4. Conveyor
Conveyor loading atau Conveyor muat adalah suatu alat yang terdiri dari
banyak roll yang di atasnya terdapat putaran ban/karet berjalan. Conveyor
loading banyak membantu di dalam pekerjaan pemuatan barang. Dalam hal ini
kami membicarakan Conveyor loading untuk pemuatan batubara ke Stockpile.
Sistem Conveyor digunakan apabila ingin memindahkan suatu material dalam
jumlah yang banyak dari suatu tempat ke tempat lain yang melewati suatu jalur
tertentu yang tetap (fixed path), dimana perpindahan material yang terjadi yaitu
secara kontinyu. Keuntungan dalam menggunakan Conveyor adalah :
a. Menurunkan biaya dan waktu dalam memindahkan material
b. Meningkatkan efisiensi pemindahan material
c. Menghemat ruang
d. Meningkatkan kondisi lingkungan kerja

3-9
Belt Conveyor digerakkan oleh motor penggerak yang dipasang pada
head pulley. Sabuk akan kembali ke tempat semula karena dibelokkan oleh
pulley awal dan pulley akhir. Material yang didistribusikan melalui pengumpan
akan dibawa oleh belt conveyor dan berakhir pada head pulley. Pada proses
kerja di unit peremuk dimulai belt conveyor harus bergerak terlebih dahulu
sebelum alat peremuk bekerja. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya kelebihan
muatan pada belt.
Belt Conveyor merupakan salah satu alat transportasi yang digunakan
untuk mengangkut material. Pemakaian belt conveyor dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sifat fisik, keadaan material, jarak pengangkutan dan produksi.
a. Sifat Fisik dan Kondisi Material
Kemampuan belt conveyor dalam mengangkut material sangat
berhubungan dengan material yang diangkatnya. Kondisi material tersebut
antara lain :
1) Ukuran dan Bentuk Material
Belt Conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material yang
mempunyai ukuran tidak terlalu besar. Hal ini disesuaikan dengan
bentuk belt conveyor yang mempunyai penampang melintang yang
kecil. Untuk ukuran material yang kecil akan memudahkan dalam
pengangkutan dan tidak mudah tumpah keluar dari belt. Agar memenuhi
persyaratan tersebut maka material hasil penambangan perlu diperkecil
ukurannya.
2) Kandungan Air
Kandungan air pada material dapat mempengaruhi kondisi belt
conveyor. Material dengan kandungan air tinggi tidak dapat diangkut
dengan Belt Conveyor yang memiliki kemiringan besar. Sebaliknya bila
kandungan air terlalu sedikit maka material yang terlalu kecil akan
beterbangan. Agar kandungan air tetap tidak bertambah yang
diakibatkan oleh adanya air hujan, maka belt conveyor harus dilengkapi
dengan penutup sehingga memiliki kandungan air tetap.
3) Komposisi Material
Material yang berada di kuari tidak hanya berupa material saja, tetapi
juga tersisipi oleh tanah (soil). Pada saat kandungan air pada material
besar, tanah akan menjadi lengket. Apabila kondisi demikian maka
dapat menyebabkan material lengket atau menempel pada return idler,

3-10
sehingga jalannya belt akan bergelombang dan daya motor akan
semakin bertambah besar.
4) Jarak Pengangkutan
Belt conveyor dapat digunakan untuk mengangkut material jarak dekat
maupun jarak jauh. Untuk pengangkutan jarak jauh belt conveyor dibuat
dalam beberapa unit. Hasil kerja pengangkutan material dengan belt
conveyor berlangsung berkesinambungan, sehingga dapat
menghasilkan produksi belt conveyor yang besar. Tetapi jika pada suatu
saat belt conveyor mengalami kerusakan, maka produksi akan menurun
atau bahkan tidak bisa berproduksi sama sekali. Dengan demikian
pertimbangan terhadap kemungkinan ini perlu dilakukan dalam
penggunaan belt conveyor.

3.4 Stockpile
Stockpile merupakan tempat penimbunan batubara setelah diproses
sebelum dikirim ke pembeli. Biasanya pada Stockpile, batubara dipisahkan
berdasarkan karakteristik tertentu dari batubara tersebut sesuai parameter
batubaranya. Stockpile digunakan pada :
1. Coal Mines
2. Coal Preparation Plants
3. Coal Terminal
4. End User Sites
Pengaturan penyimpanan batubara di Stockpile memegang peranan
penting dalam manajemen Stockpile karena dapat menjaga mutu dan kualitas
dari batubara tersebut. Dalam mengatur penyimpanan batubara di Stockpile, hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah desain Stockpile dan sistem penumpukannya.
Fungsi utama suatu Stockpile adalah untuk mempersiapkan dan
menopang kegiatan antara delivery (pengiriman) dan processing (pengolahan),
dalam hal ini berperan strategis dalam mengatasi kemungkinan interupsi short
dan long term supply serta untuk homogenisasi batubara blending sebagai
jaminan kualitas batubara yang merata. Homogenisasi adalah kegiatan untuk
menyediakan satu produk material, yang fluktuasi kualitasnya dan ukuran variasi
tidak terlihat lagi. Blending adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu
produk FC (Fine Coal) yang tidak mengarah ke pemunculan satu produk tertentu,
melainkan kualitas merata sama denan produk akhir.

3-11
Tempat penyimpanan (stockyard) yang baik seharusnya dapat :
1. Menyediakan kemudahan akses untuk penumpukan dan penyimpanan.
2. Mampu menampung batubara stacking (tumpukan) dan reclaiming dengan
aktivitas minimum.
3. Memenuhi homogenisasi dan kebutuhan blending
4. Minimalisasi kebutuhan tenaga manusia
5. Maksimalisasi kemampuan peralatan
6. Aman dan dapat mengatasi potensial api
7. Dapat secara eviromental mengatasi emisi debu, polusi suara dan drainase
yang baik.
8. Future expansion.
Penanganan batubara di Stockpile harus dilakukan karena sangat penting
untuk menjaga kualitas batubara yang akan dipasarkan. Masalah yang sering
timbul di Stockpile antara lain yang menyebabkan kualitas batubara menjadi
turun, yaitu terjadi pembakaran spontan pada batubara (spontaneous
combustion) dan Stockpile sering tergenang air. Adapun cara untuk mencegah
hal-hal tersebut, yaitu :
1. Membuat dasar permukaan stockpile miring agar air yang masuk ke dalam
stockpile dapat dialirkan ke luar.
2. Membuat paritan-paritan di pinggir stockpile
3. Adanya biding coal (batubara yang rendah kalori yang digunakan sebagai
dasar di atas permukaan tanah).
4. Menyimpan batubara tidak boleh terlalu lama (first in first out).
5. Mencegah atau meminimalkan tekanan angin terhadap stockpile batubara.
6. Membatasi tinggi stockpile.
7. Melakukan pemadatan terhadap batubara yang akan disimpan.

3.5 Peralatan Support


Salah satu penunjang dalam kegiatan penambangan adalah penggunaan
alat support, baik itu dalam pengolahan jalan angkut, penggalian, pemuatan dan
pengangkutan. Dalam pengamatan di lapangan, penggunaan alat mekanis yang
paling penting digunakan untuk produksi adalah :
3.5.1 Alat Gali dan Muat
Penggalian dan pemuatan material ke atas alat angkut (dump truck)
dibutuhkan alat-alat gali muat yang harus disesuaikan dengan keadaan
lapangan kerja yang sangat bermacam-macam (Basuki dan Nurhakim, 2004 :

3-12
hal 30). Klasifikasi untuk peralatan tambang untuk penggalian-pemuatan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Klasifikasi Untuk Peralatan Penggalian dan Pemuatan
Operasi Kategori atau
Mesin (Aplikasi)
Tambang Metoda

Shovel Power shovel, front-end, hydraulic excavator,


backhoe (penambangan bijih, pengupasan overburden)
Dragline Crawler, walking (pengupasan overburden)
Siklus (cyclic)
Dozer Rubber tired, crawler (blade)
Scraper Rubber tired, crawler
Peledakan Explossives striping (overburden)

Ekskavator Bucket wheel (BWE) (overburden), cutting head (tanah,


mekanis batubara)
Kontinu
(Continuous) Highwall Mining Auger, highwall miner (batubara)
Dredging Bucket ladder, hydraulic (placer)
Sumber : Hartman, 1987 : 135
a. Power shovel
Merupakan sekop besar yang mekanis, digerakkan oleh mesin uap,
mesin bensin, mesin diesel atau kadang-kadang dengan mesin listrik. Besar alat
ini diukur dengan dippernya yang dapat digerakkan baik secara horizontal
maupun vertikal. Power Shovel digunakan untuk menggali material yang letaknya
di atas permukaan tempat alat tersebut berada. Alat ini mempunyai kemampuan
untuk menggali material yang keras.

Sumber :
Gambar 3.4
Power Shovel
b. Back Hoe
Backhoe adalah alat penggali yang cocok untuk menggali parit atau
saluran-saluran. Gerakan bucket atau dipper dari backhoe pada saat menggali
arahnya adalah ke arah badan (body) backhoe itu sendiri.

3-13
Tipe backhoe dibedakan dalam beberapa hal antara lain dari alat kendali
dan undercarriage-nya. Sebagai alat kendali dapat digunakan kabel (cable
controlled) atau hidrolis (hydraulic controlled), dan sebagai undercarriage-nya
dapat digunakan crawler mounted atau roda karet (whell mounted). Tetapi pada
umumnya backhoe dengan alat kendali kabel untuk saat ini sudah jarang
dijumpai, dan yang banyak saat ini adalah backhoe dengan kendali hidrolis

Sumber : Pengamatan Lapangan 2015


Gambar 3.5
Backhoe
Waktu edar alat gali muat terdiri dari waktu untuk menggali, waktu ayunan
bermuatan, waktu untuk menumpahkan muatan, waktu ayunan kosong .
Cycle time = ET + STL
+ DT + STE ....(3.4)

Keterangan :
ET = Excavating time (detik) DT = Dumping Time (detik)
STL = Swing time Loaded (detik) STE = Swing time empty (detik)
(Komatsu edisi 28, 2007 hal :15A-10)
Produktivitas excavator (backhoe) merupakan produktivitas untuk
memuatkan sejumlah material sesuai dengan spesifikasi alat tersebut
Rumus perhitungan produksi per siklus alat gali muat dapat
menggunakan persamaan dibawah ini:
q = q1 x K ......................(3.5)
Keterangan :
q = Produksi per siklus (m3)
q1 = Kapasitas Munjung Bucket (m3)
K = Bucket Fill Factor
Kemudian untuk melakukan perhitungan produktivitas alat gali muat
dapat menggunakan persamaan dibawah ini :

3-14
xqxE .........................(3.6)
Keterangan :
Q = Produktivitas alat gali muat (m3/jam)
q = Produksi per siklus (m3)
E = Efisiensi Kerja
CT = Cycle time (detik)
(Nurhakim, 2004)
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas excavator (backhoe)
sebagai berikut :
a. Cycle time
Berikut cycle time standar alat gali muat untuk merk Komatsu dapat dilihat
pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Cycle Time Standar untuk Excavator Merk Komatsu
Swing Angle (s) Swing Angle (s)
Model o o o o
Model
45 90 90 180 45 90o
o
90o 180o
PC80 10 13 13 16 PC300, 15 18 18 21
PC100 11 14 14 17 PC380 16 19 19 22
PW100,PW130 11 14 14 17 PC400,PC 16 19 19 22
PC120, PC130 11 14 14 17 PC750 18 21 21 24
PC150 13 16 16 19 PC800 18 21 21 24
PW170ES 13 16 16 19 PC1250 22 25 25 28
PC180 13 16 16 19 PC1800 24 27 27 30
PC200,PC210 13 16 16 19 PC1400 24 30 30 37
PW210 14 17 17 20 PC3000 24 30 30 37
PC220,PC230 14 17 17 20 PC4000 24 30 30 37
PC240 15 18 18 21 PC5500 25 31 31 38
PC250 15 18 18 21 PC8000 25 31 31 38
(Sumber : Komatsu performance handbook 30th )
Waktu edar alat gali muat terdiri dari waktu untuk menggali, waktu ayunan
bermuatan, waktu untuk menumpahkan muatan, waktu ayunan kosong .
Cycle time = ET + STL
+ DT + STE ......(3.7)

Keterangan :
ET = Excavating time (detik) DT = Dumping Time (detik)
STL = Swing time Loaded (detik) STE = Swing time empty (detik)
(Komatsu edisi 30, 2010 hal :14A-9)

3-15
b. Efisiensi kerja
Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat
factor yang mempengaruhi produktivitas alat yaitu efisiensi kerja. Efektifitas alat
tersebut bekerja tergantung dari beberapa hal yaitu :
1) Kemampuan operator pemakai alat
2) Pemilihan dan pemeliharaan alat
3) Perencanaan dan pengaturan letak alat
4) Topografi dan volume pekerjaan
5) Kondisi cuaca
6) Metode pelaksanaan alat
Dalam pelaksanaannya agar alat yang digunakan bekerja secara efisien,
alat yang akan digunakan harus disesuaikan dengan letak dan kondisi material
yang akan dikerjakan.
Untuk penentuan efisiensi kerja dapat ditentukan berdasarkan table
efisiensi kerja seperti pada table 3.3.
Tabel 3.3
Efisiensi kerja Standar untuk Backhoe Tipe Komatsu

No Operating conditions Job efficiensi


1 Good 0,83
2 Average 0,75
3 Rather poor 0,67
4 Poor 0,58
(Sumber : Komatsu performance handbook 30th )
Cara yang sangat umum untuk menentukan edisiensi alat adalah dengan
menghitung berapa menit alat tersebut bekerja secara efektif dalam satu satuan
waktu.

Eff = 100% ..(3.8)

Keterangan :
Eff = Efisiensi kerja (%)
CT = Cycle time (detik)
DT = Delay time (detik)
(Nurhakim, 2006 : 6)
c. Bucket Fill factor
Bucket fill factor untuk excavator dapat diperoleh dengan mengacu pada
parameter penggalian yang dapat dilihat pada table 3.4.

3-16
Tabel 3.4
Bucket fill factor untuk Backhoe Tipe Komatsu
Bucket Fill
No Condition Excavating Conditions
Factor
1 Easy Excavating natural ground of clayey soil, clay, or soft soil 1.1 1.2
2 Average Excavating natural ground of soil such as sandy soil and
1.0 1.1
dry soil
3 Rather Excavating natural ground of sandy soil with gravel 0.8 0.9
4 Difficult Loading Blasted Rock 0.7 0.8
(Sumber : Komatsu performance handbook 30th)
Bucket fill factor actual adalah perbandingan antara kapasitas nyata alat muat
dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen/ Semakin besar
factor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.


Bff = 100% . (3.9)

Keterangan :
Bff = Faktor pengisian
Vn = Kapasitas nyata alat (m3)
Vb = Kapasitas baku alat (m3)
(Sudarsono, 1993: 11)

3.5.2 Alat Angkut


Alat angkut yang sering digunakan dalam dunia pertambangan adalah
dump truck. Dump truck sering dipakai untuk mengangkut tanah, bongkahan-
bongkahan, batuan, bijih, batubara, dan material material lain. Klasifikasi atau
macam-macam dump truck didasarkan pada (Projosumarto, 2000 : Hal 52-57) :
a. Ukuran dan tipe mesinnya : gasoline, diesel, butane, propane.
b. Jumlah gear yang dimiliki.
c. Jumlah roda yang langsung digerakkan oleh mesin (kind of drive) : two
wheel drive, four wheel drive, six wheel drive
d. Jumlah susunan sumbu dan roda penggeraknya : single-axle dual-wheel.
e. Metode penumpahan muatan : rear dump, side dump, bottom dump
truck.
f. Macam material yang diangkut : earth, rock, coal, ore
g. Kapasitas truck (dinyatakan dalam ton atau cu yd)
h. Sumber tenaga gerak (macam mekanisme) untuk penumpahan muatan pada
rear/side/bottom dump truck : hydraulic, cable.
Klasifikasi metoda pengangkutan dapat dilihat pada tabel 3.5.

3-17
Tabel 3.5.
Klasifikasi Metoda Pengangkutan
Gradeability (o)
Operasi Metode Jarak Angkut Rata-
Maks.
rata
Surface
Rain, Train Tidak terbatas 2 3
Truk, trailer 0,3 - 8 km 0,2-5 mil 8 12
Scrapper (ban karet) 150-1500 m 500-5000 ft 12 15
Siklus
Front-end loader 300 m <1000 ft 8 12
(Cyclic)
Dozer 150 m <500 ft 15 20
Skip 2400 m <8000 ft Tidak terbatas
Aerial Tramway 0,8-8 km 0,5-5 mil 5 20
Belt Conveyor 0,3-16 km 0,2-10 mil 17 20
High-angle
Kontinu 40 60
Conveyor 1,6 km < 1 mil
(Continuous) Hydraulic Conveyor
(pipeline) Tidak terbatas Tidak terbatas

Sumber : Hartman, 1987 :139

3.6 Ketersediaan Alat


Ketersediaan alat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi
produktivitas alat. Ketersediaan alat yang merupakan suatu faktor yang
menunjukkan kondisi alat-alat mekanis yang digunakan dalam kegiatan
penambangan. Terdapat beberapa parameter yang dapat digunakan untuk
mengetahui ketersediaan alat dan penggunaannya di lapangan menurut buku
Partanto Pradjosumarto, 2000 yaitu :

3.6.1 Kesediaan Mekanik ( Mechanical Availability, MA )


Merupakan keadaan mekani;s yang sesungguhnya dari alat yang sedang
dipergunakan dengan melihat perbandingan antara jumlah waktu kerja terpakai
dengan jumlah waktu kerja terpakai dan waktu perbaikan alat.
Persamaannya, yaitu :
W
MA = 100% ..............(3.10)
W +R
Keterangan :
MA = Kesediaan alat
W = Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan pada alat dalam kondisi
dapat beroperasi, dalam arti tidak rusak (jam), hal ini termasuk juga
hambatan yang di alami alat ketika dalam melakukan kerja.

3-18
R = Jumlah jam untuk perbaikan, yaitu waktu yang dilakukan untuk
perbaikan dan juga waktu yang hilang karena menunggu saat perbaikan
termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang.

3.6.2 Kesediaan Fisik (Physical Availability, PA)


Merupakan catatan mengenai kesediaan fisik dari alat yang sedang
dipergunakan.
Persamaannya, yaitu :
W +S
PA = 100% ....(3.11)
W +R+S
Keterangan :
PA = Kesediaan fisik
S = Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal alat
tersebut tidak rusak dan dalam keadaan siap operasi.
T = W + R + S = Jumlah seluruh jam kerja dimana alat dijadwalkan dapat
untuk operasi.
3.6.3 Kesediaan Pemakaian ( Use of Availability, UA )
Kesediaan pemakaian menunjukkan berapa persen waktu yang
digunakan oleh suatu alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut dapat
dipergunakan.
Persamaannya adalah :
W
UA = 100% ....(3.12)
W +S
Keterangan :
UA = Kesediaan Pemakaian
3.6.4 Kesediaan Efektif ( Effective Utilization, EU )
Kesediaan efektif untuk menunjukkan berapa persen dari waktu kerja
yang tersedia untuk dimanfaatkan untuk kerja produktif. Kesediaan efektif
mempunyai pengertian sama dengan efesiensi kerja.
Persamaan yang dipergunakan yaitu :
W
EU = 100% (3.13)
W +R+S
Keterangan :
EU = Kesediaan Efektif
(Partanto, 1993)

3-19
3.7 Produksi
Produksi berdasarkan nilai PA dan UA menurut Projosumarto, 1989 : 68-
69.
Productivity = Kapasitas produksi x waktu kerja x PA x UA ...(3.14)

3-20

Anda mungkin juga menyukai