Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrobiologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari mahluk hidup berukuran


mikroskopis (mikrobia) meliputi bakteri, algae, protozoa, fungi, dan virus. Mikrobiologi
dapat dipandang sebagai ilmu dasar yang mempelajari biologi dari mikrobia seperti Fisiologi,
Taksonomi, Ekologi, dan Genetika mikrobia, dan dapat berperan sebagai ilmu terapan seperti
Mikrobiologi Medik, Immunologi, Mikrobiologi Pangan, Mikrobiologi Industri,
Mikrobiologi Lingkungan, dan Mikrobiologi Pertanian (Agricultural Microbiology).
(Anonim, 2010)

Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang tidak dapat dilihat dengan mata
telanjang. Keberadaan mikroorganisme umumnya bersifat menguntungkan dan merugikan
organisme lainnya atau yang dikenal dengan istilah patogen. Mikroorganisme banyak
ditemukan hampir diseluruh media/tempat seperti tanah, udara, air, di tubuh makhluk hidup
dan sebagainya. (Rozirwan & Usup, G. 2004)
Beberapa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, walaupun
demikian jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme yang
menguntungkan dalam arti dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tanaman.
Mikroorganisme memiliki peranan kunci dalam menjaga, memulihkan, dan meningkatkan
kualitas tanah, serta memacu pertumbuhan tanaman. Di tanah banyak dijumpai
mikroorganisme yang mampu menyediakan Nitrogen, Fosfor, Sulfur, Logam-logam (Fe, Cu,
Mn), dan zat pemacu tumbuh bagi tanaman. Terdapat juga mikroorganisme yang mampu
menekan populasi mikroorganisme penyebab penyakit, dan mikroorganisme yang mampu
menghilangkan cemaran organik / anorganik. (Anonim, 2010)

Mikrobiologi Pertanian merupakan penggunaan Mikrobiologi untuk tujuan


memecahkan masalah-masalah praktis di bidang pertanian. Dengan demikian dapat
dirumuskan tugas dari Mikrobiologi Pertanian adalah mempelajari dan memanfaatkan
mikrobia sebaik mungkin guna meningkatkan produksi pertanian baik kuantitas maupun
kualitas dan menekan kemungkinan kehilangan produksi karena berbagai sebab. Maka dari
itu bidang pertanian sangat membutuhkan mikroorganisme. (Anonim, 2010)

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa dunia pertanian memerlukan mikroorganisme ?


2. Apa saja peran mikroorganisme dalam pertanian ?

1.3 Tujuan

Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mengapa dunia pertanian membutuhkan


mikroorganisme dan mengetahui peran mikroorganisme dalam dunia pertanian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, kehidupan dan penyebaran
jasad hidup yang termasuk mikroba (jasad renik, mikrobia, mikroorganisme). Mikroba
berasal dari kata: micros: kecil/sangat kecil, bios= hidup/kehidupan. bidang ilmu biologi ini
mencangkup salah satu kelompok besar jasah hidup yang mempunyai bentuk dan ukuran
sangat kecil, serta sifat hidup yang berbeda dengan jasad lain umumnya (Suriawiria,1985).

Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolisme yang tinggi karena


mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga
apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat
yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk
menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak
diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan. Enzim-enzim tertentu yang
diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut
sudah ada. Mikroorganisme ini juga tidak memerlukan tempat yang besar, mudah
ditumbuhkan dalam media buatan, dan tingkat pembiakannya relatif cepat. Oleh karena
aktivitasnya tersebut, maka setiap mikroorganisme memiliki peranan dalam kehidupan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan (Iqbal,2008).

Dunia mikroorganisme terdiri dari lima kelompok organisme : bakteri, protozoa,


virus, algae, dan cendawan mikroskopis. Mikrobiologi dapat dikatakan ilmu yang masih
muda. Dunia jasad renik barulah ditemukan sekitar 300 tahun yang lalu, dan makna
sesungguhnya mengenai mikroorganisme itu barulah dipahami dan dihargai 200 tahun
kemudian. Selama 40 tahun terakhir, mikrobiologi muncul sebagai bidang biologi yang
berarti. Kini mikroorganisme digunakan hamper semua peneliti dalam gejala biologis
(Pelczar,1986).

Mikrobiologi Pertanian merupakan penggunaan Mikrobiologi untuk tujuan


memecahkan masalah-masalah praktis di bidang pertanian. Dengan demikian dapat
dirumuskan tugas dari Mikrobiologi Pertanian adalah mempelajari dan memanfaatkan
mikrobia sebaik mungkin guna meningkatkan produksi pertanian baik kuantitas maupun
kualitas dan menekan kemungkinan kehilangan produksi karena berbagai sebab.

Pemanfaatan mikrobia dalam produksi pertanian dilakukan melalui:


a. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang
berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia
pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),

b. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma


pengganggu tanaman (OPT),

c. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi /


penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),

d. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil


fitohormon. (Anonim, 2010)
BAB III
PEMBAHASAN

Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk, sifat, kehidupan dan penyebaran
jasad hidup yang termasuk mikroba (jasad renik, mikrobia, mikroorganisme). Mikroba
berasal dari kata: micros: kecil/sangat kecil, bios= hidup/kehidupan. bidang ilmu biologi ini
mencangkup salah satu kelompok besar jasah hidup yang mempunyai bentuk dan ukuran
sangat kecil, serta sifat hidup yang berbeda dengan jasad lain umumnya (Suriawiria,1985).

Beberapa mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit pada tanaman, walaupun


demikian jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme yang
menguntungkan dalam arti dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tanaman.
Mikroorganisme memiliki peranan kunci dalam menjaga, memulihkan, dan meningkatkan
kualitas tanah, serta memacu pertumbuhan tanaman. Di tanah banyak dijumpai
mikroorganisme yang mampu menyediakan Nitrogen, Fosfor, Sulfur, Logam-logam (Fe, Cu,
Mn), dan zat pemacu tumbuh bagi tanaman. Terdapat juga mikroorganisme yang mampu
menekan populasi mikroorganisme penyebab penyakit, dan mikroorganisme yang mampu
menghilangkan cemaran organik / anorganik. (Anonim, 2010)

Mikrobiologi Pertanian merupakan penggunaan Mikrobiologi untuk tujuan


memecahkan masalah-masalah praktis di bidang pertanian. Dengan demikian dapat
dirumuskan tugas dari Mikrobiologi Pertanian adalah mempelajari dan memanfaatkan
mikrobia sebaik mungkin guna meningkatkan produksi pertanian baik kuantitas maupun
kualitas dan menekan kemungkinan kehilangan produksi karena berbagai sebab. Maka dari
itu bidang pertanian sangat membutuhkan mikroorganisme. (Anonim, 2010)

Pemanfaatan mikrobia dalam produksi pertanian dilakukan melalui:

1. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang


berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia
pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),

2. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma


pengganggu tanaman (OPT),
3. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi /
penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),

4. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil


fitohormon. (Anonim, 2010)

Peranan mikroorganisme tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Mikroorganisme sebagai agen pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah


1.1 Mikrobia Penambat Nitrogen

Beberapa reaksi redox dari nitrogen terjadi secara alami dan hampir eksklusif oleh
mikroorganisme, dan keterlibatan mikrobia di dalam siklus nitrogen mempunyai arti
penting. Secara termodinamis, gas nitrogen yang berbentuk N2 akan menjadi bentuk
bolak-balik dari nitrogen pada kondisi seimbang. Dijelaskan bahwa reservoir utama
untuk nitrogen di atas bumi ini adalah di atmosfir. Ini berbeda dengan karbon, di mana
atmosfir adalah suatu reservoir minor secara relatif (CO 2, CH4). Hanya suatu jumlah
relative kecil mikroorganisme bisa menggunakan N 2, prosesnya disebut fiksasi nitrogen,
pendauran ulang nitrogen di atas bumi melibatkan sejumlah perubahan bentuk, amoniak
dan nitrat. (Madigan et al.2000)

Komponen utama nitrogen di atas bumi adalah N2, yang mana dapat digunakan
sebagai sumber nitrogen oleh bakteri pengfiksasi nitrogen. Amoniak yang dihasilkan oleh
fiksasi nitrogen atau oleh ammonifikasi dari nitrogen bahan campuran organik dapat
berasimilasi ke bahan organik atau dapat dioksidasi ke nitrat oleh bakteri nitrifikasi.
Hilangnya nitrogen dari biosphere terjadi sebagai hasil denitrifikasi, di mana nitrat
dikompersikan kembali ke N2 . (Madigan et al.2000)

Pool N terbesar di udara sebagai gas N


N menjadi tersedia melalui proses fiksasi (kimia maupun mikrobiologis) (nitrogen
fixer: rhizobium dll)
N organik (dalam jaringan makhluk hidup bentuk protein, asam amino dan asam
nukleat) menjadi N anorganik melalui proses mineralisasi NH == (ammonium)
MO dekomposer
NH mengalami Nitrifikasi oleh Nitrosomonas, Nitrosococcus dan Nitrosovibrio
NO menjadi NO oleh Nitrobacter dan Nitrococcus NO mengalami
Denitrifikasi menjadi
NO oleh Pseudomonas, Bacillus dan Alcaligenes N anorganik dapat diasimilasi
oleh mikroorganisme == Imobilisasi (Krisno Agus, 2011)
1.2 Mikrobia Pelarut Fosfat
Mikroorganisme pelarut fosfat terdiri atas bakteri, fungi, dan sedikit aktinomiset.
Mikroorganisme yang termasuk dalam kelompok bakteri pelarut fosfat antara lain
Pseudomonas striata, P. diminuta, P. fluorescens, P. cerevisia, P. aeruginosa, P. putida, P.
denitrificans, P. rathonis, Bacillus polymyxa, B. laevolacticus, B. megatherium,
Thiobacillus sp., Mycobacterium, Micrococcus, Flavobacterium, Escherichia freundii,
Cunninghamella, Brevibacterium spp., Serratia spp., Alcaligenes spp., Achromobacter
spp., dan Thiobacillus sp. Kelompok bakteri pelarut fosfat yang banyak terdapat pada
lahan pertanian di Indonesia berasal dari genus Enterobacter dan Mycobacterium.
Sedangkan fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok
Deutromycetes antara lain Aspergillus niger, A. awamori, P. digitatum, P. bilaji,
Fusarium, Sclerotium, Aspergillus niger, dan lain-lain. Fungi pelarut fosfat yang dominan
di tanah adalah Penicillium dan Aspergillus. Fungi pelarut fosfat yang dominan
ditemukan di tanah masam Indonesia ialah Aspergillus niger dan Penicillium (Goenadi et
al., 1993).

Mikroorganisme ini hidup terutama di sekitar perakaran tanaman, yaitu di daerah


permukaan tanah sampai kedalaman 25 cm dari permukaan tanah. Keberadaan
mikroorganisme ini berkaitan dengan banyaknya jumlah bahan organik yang secara
langsung mempengaruhi jumlah dan aktivitas hidupnya. Akar tanaman mempengaruhi
kehidupan mikroorganisme dan secara fisiologis mikroorganisme yang berada dekat
dengan daerah perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari daerah perakaran.
Di dalam tanah, fosfat dapat berbentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber
fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan organik, sedangkan fosfat
anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa
fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis baik
untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroorganisme pelarut fosfat
membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya.

Salah satu contoh dari mikrobia pelarut fosfat adalah jamur Arbuscular
mycorrhizal pada simbiosisnya dengan akar tanaman. Penelitian tentang jamur
Arbuscular mycorrhizal telah menuju pada pengetahuan yang berharga. Ini telah diulang-
ulang dan di demonsrasikan bahwa simbiosis jamur ini dengan tanaman sangat
beragam,berubah secara drastis tergantung dengan perbedaan habitat,dalam satu habitat
berbeda waktu dan jenis tanaman juga berpengaruh. Bagaimanapun peran secara ekologis
dari Arbuscular mycorrhizal ini tidak mendapat perhatian hingga kita mengerti hubungan
antara keberagaman moorfologi,fungsional,dan molekular (Husband, 2014).

Arbuscular mycorrhizal (AM, dulu disebut mikoriza vesikular-arbuskular, VAM)


tumbuh dari luar perakaran lalu masuk ke dalam jaringan perakaran dan pada gilirannya
memasuki sel-sel perakaran. AM di dalam jaringan akan membentuk arbuskula, yaitu
jaringan hifa yang menembus sela-sela sel dan bahkan menembus sel
melalui plasmalema. Di dalam sel, hifa akan membentuk vesikula, suatu gelembung-
gelembung kecil di sitoplasma. AM sulit ditumbuhkan secara aksenik (media buatan)
sehingga MVA dianggap merupakan simbion obligat (wajib) (Kabirun,2012).

Vesikula berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma yang


mengandung lipid dan menjadi alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya bila sel
pecah akibat rusaknya korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa yang
menembus plasmalema dan membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan.
Pembentukan vesikula dan arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah
terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama dengan
mikoriza berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari dalam tanah
(Kabirun,2012).

Selain vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu
memperluas ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang
hifa eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa dapat
membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi
(Kabirun,2012).

AM banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki


hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi
karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman,
terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan
hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S). Selain itu,
MVA memperluas ruang tanah yang dapat dijangkau oleh tanaman inang. Jeruk,
umpamanya, dikenal responsif terhadap inokulasi MVA. Inokulasi ini dapat mengarah
pada menurunnya penggunaan pupuk P. Selain meningkatkan ketersediaan hara, AM
meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa
di tanah membantu akar menyerap air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang
terhadap serangan penyakit. AM, tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh
serangan jamur patogen. Demikian pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda.
Sebaliknya, tumbuhan yang terinfeksi AM menurun ketahanannya terhadap
serangan virus (Kabirun,2012).

Pengaruh AM lain yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis


antara bakteri bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella
mosseae, memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi
tanah (Kabirun,2012).

1.3 Mikrobia Pengoksidasi Sulfur dan Logam-Logam (Fe, Cu, Mn, dan Al)

Kelompok mikrobia tanah yang terlibat dalam proses oksidasi biologi dari sulfur
anorganik berasal dari kelompok bakteri yang tergolong khemoautotrof dan heterotrof. Di
samping itu terdapat dari golongan bakteri yang membentuk benang dan bakteri sulfur
hijau dan ungu. Kelompok bakteri khemoautotrof terutama berasal dari
genus Thiobacillus.Terdapat lima spesies Thiobacillus yang telah banyak dipelajari yaitu
(Mashum, 2003) :
1. Thiobacillus thiooxidans, termasuk khemoauototrof yang mengoksidasi S elemen dan
tumbuh aktif pada pH 3 atau lebih rendah. Oleh karenanya oksidasi sulfur oleh bakteri
ini berlangsung sangat cepat pada kebanyakan tanah bereaksi masam. Persamaan
reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini adalah :
S + 1 O2 + H2O ----------------------> H2SO4

2. Thiobacillus thioparus, termasuk hemoautotrof oblogat dan tumbuh aktif pada pH


netral, dan tergolong sebagai bakteri yang peka terhadap kondisi masam. Bakteri ini
mempunyai ciri khusus yakni dapat mengendapkan sulfur bebas pada permukaan
media cair selama oksidasi thiosulfat. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang
dikatalis oleh spesies ini adalah :

Na2S4O6 + Na2CO3 + 1/2O2 ----------------------> 2Na2SO4 + 2 S + CO2


3. Thiobacillus novellus, mikrobia ini tidak menggunakan S elemen tetapi akan
mengoksidasi baik senyawa S organik maupun garam S, dan dapat berkembang baik
dalam kondisi anaerobik. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar
netral atau bahkan sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis
oleh spesies ini adalah :

Na2S2O3 + 2O2 + H2O ------------------------> 2 NaHSO4

4. Thiobacillus denitrificans, mikrobia ini menggunakan O sebagai aseptor elektron dalam


suasana aerobik, dan menggunakan nitrat sebagai aseptor elektron dalam kondisi
anaerobik. Pada keadaan anaerobik, bakteri ini menggunakan nitrat menjadi gas
nitrogen, dan pada saat yang sama tiosulfat atau beberapa senyawa sulfur lainnya
dioksidasi. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini ada pada sekitar netral atau bahkan
sedikit alkalis. Persamaan reaksi oksidasi S anorganik yang dikatalis oleh spesies ini
adalah :

5 S + 6 KNO3 + 2H2O ----------------------> K2SO4 + 4 KHSO4 + 3H2

5. Thiobacillus ferroxidans, dapat menggunakan garam fero atau sulfur sebagai sumber
energinya. Reaksi tanah optimum untuk bakteri ini sekitar 2 sampai 3,5.

Dalam Proses oksidasi S anorganik menjadi sulfat oleh Thiobacillus, terdapat tiga
lintasan yaitu : Lintasan pertama S elemen diubah menjadi sulfit; lintasan kedua beberapa
sulfit bereaksi dengan sisa-sisa sulfur menjadi tiosulfat; lintasan ketiga tiosulfat mungkin
dipecah menjadi sulfit dan sulfur atau diubah menjadi tetrationat kemudian tetrationat
dapat dimetabolik menjadi sulfur dan sulfit, yang selanjutnya dioksidasi menjadi sulfat.
Sulfat akan tereduksi menjadi bentuk sulfida pada kondisi air tergenang (anaerobik), atau
sebagai S elementer pada lingkungan yang kondisi aerobik dan anaerobiknya yang terjadi
bergantian. Sulfur elementer merupakan sumber S yang baik, tetapi dia harus teroksidasi
dulu secara biologi menjadi SO4 2-, dipacu oleh bakteri Thiobacillus thiooxidans, sebelum
dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011).
Kelompok mikrobia heterotrof yang juga mengoksidir senyawa S anorganik
berasal dari kelompok bakteri, aktinomisetes dan fungi. Sebagai contoh, bakteri yang
terlibat dari golongan ini adalah dari genus Arthrobacter, Bacillus,
Flavobatrium danPseudomonas. Bakteri-bakteri ini mengoksidasi tiosulfat menjadi
tetrationat apabila ada nutrisi organik. Kecepatan reaksi ini lebih lambat dari pada reaksi
yang dikatalisir oleh juga mengoksidir senyawa S anorganik. Selanjutnya fungi yang
berfilamen dapat pula menghasilkan sulfat dari substrat organik seperti sestein, thiourea,
metionin. Fungi-fungi tersebut berasal dari genus Aspergillus, Penicillium dan
Microsporum (Mashum, 2003).
Mikroorganisme memainkan peranan penting di banyak bidang industri dan
teknologi, terutama di tanah-tanah bekas penambangan, pertanian, dan juga sebagai
pengontrol sampah/limbah buangan. Di daerah pertambangan, bakteri Thiobacillus
ferrooxidans merupakan salah satu mikroorganisme penting. Thiobacillus ferrooxidans
merupakan kelompok acidophilik kemolithotropik yang toleran terhadap logam-logam toksik
dan hidup pada lingkungan masam dengan temperatur panas, retakan bahan volkanik, dan
deposit bijih sulfida dengan konsentrasi asam sulfurik tinggi. Bakteri Thiobacillus
ferrooxidans memperoleh energi untuk pertumbuhannya dari oksidasi zat inorganik besi atau
sulfur. Bakteri ini berfungsi sebagai katalis dalam mengoksidasi logam sulfida yang larut
seperti : Cu2S 2Cu+ + SO4 2- . Secara alami Cu2S akan teroksidasi di alam dengan adanya
udara (O2) dalam lingkungan masam, tetapi sangat lambat. Namun dengan adanya T.
ferrooxidans, proses ini akan berlangsung 100 kali lebih cepat dari proses alami. Selain
berfungsi sebagai katalisor dalam oksidasi logam sulfida, juga mengoksidasi ion ferro (Fe2+)
menjadi ion ferri (Fe3+) berbentuk endapan keras. Persamaan reaksi : 4FeSO4 + 2H2SO4 +
O2 2Fe2(SO4)3 + 2H2O pada pH 1,0 dan 4,5, dengan pengucualian tidak terdapat CaCO3
sebagai agent. Selain Thiobacillus ferrooxidans sebagai pelarut logam-logam berat, terdapat
pula Thiobacillus thioxidans yang tumbuh dan berkembang dari unsur sulfur dan beberapa
senyawa sulfur dapat larut. (Taberima,2004)

2. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma


pengganggu tanaman (OPT)

Golongan mikroorganisme atau jasad renik yang menyebabkan serangga sakit dan
akhirnya mati. Patogen adalah salah satu faktor hayati yang turut serta dalam mempengaruhi
dan menekan perkembangan serangga hama. Karena mikroorganisme ini dapat menyerang
dan menyebabkan kematian serangga hama, maka patogen disebut sebagai salah satu musuh
alami serangga hama selain predator dan parasitoid dan juga dimanfaatkan dalam kegiatan
pengendalian. Beberapa patogen dalam kondisi lingkungan tertentu dapat menjadi faktor
mortalitas utama bagi populasi serangga tetapi ada banyak patogen pengaruhnya kecil
terhadap gejolak populasi serangga. Oleh karena kemampuanya membunuh serangga hama
sejak lama patogen digunakan sebagai Agen Penendali hayati (biological control agens).
(sunarno, 2010)

Penggunaan patogen sebagai pengendali hama sejak abab ke-18 yaitu pengendali
hama kumbang moncong pada bit gula, Cleonus punctiventus dengan menggunakan sejenis
jamur. Kelompok serangga dalam kehidupan diserang banyak patogen atau penyakit yang
berupa virus, bakteri, protozoa, jamur, riketzia dan nenatoda. Ini merupakan macam
patogenik yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati. (sunarno, 2010)

a) Bakteri
Bakteri yang biasa digunakan adalah bakteri yang menghasilkan spora. Bakteri
yang menyerang serangga dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu bakteri
yang tidak membentuk spora dan bakteri yang membentuk spora. Bakteri
penghasil spora merupakan bakteri yang sangat penting yang saat ini banyak
digunakan sebagai insektisida mikrobia. Contoh bakteri yang biasa digunakan
sebagai berikut.
- Bacillus popiliae sebagai patogen dari kumbang jepang Popilie japonika dan
kumbang skarabia lainya
- Bacillus thuringiensis sangat efektif dalam mengendaliakan larva dari ordo
Lepidoptera dan larva nyamuk. (sunarno, 2010)
b) Jamur
Jamur yang menginfeksi serangga disebut Jamur Entopatogenik. Saat ini telah
dikenal lebih dari 750 spesies jamur entopatogenik dan sekitar 100 genera jamur.
Berbeda dengan virus, jamur patogen masuk kedalam tubuh serangga tidak
melalui saluran makanan tetapi langsung masuk kedalam tubuh melalui kulit atau
integumen. Setelah konodia jamur masuk kedalam tubuh serangga, jamur
memperbanyak diri melalui pembentukan hife dalam jaringan epicutikula,
epidermis, hemocoel serta jaringan-jaringan lainnya, dan pada akhirnya semua
jaringan dipenuhi oleh miselia jamur. Disamping itu juga ada beberapa jamur yang
dapat mempengaruhi pigmentasi serangga dan menghasilkan toksin yang sangat
mempengaruhi fisiologis serangga. Penyebaran dan infeksi jamur sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan inang, kesediaan spora,
cuaca terutama angin dan kebasahan. Kebasahan tinggi dan angin kencang
sangant membantu penyebaran konidia dan pemerataan infeksi patogen pada
seluruh individu populasi inang.
Contoh jamur yang sering dipakai dalam pengendalian dengan patogen jamur
adalah : Jamur Metarhizium anisopliae digunakan untuk mengendaliakan hama
Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa dan juga hama awereng hijau yang
meyerang tanaman padi. (sunarno, 2010)
c) Virus
Saat ini kurang lebih 1500 virus telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi
dari serangga antropoda. Virus-virus antropoda sebagian besar masuk dalam
genera Nucleopolyhidrovirus, Granulavirus, Iridovirus, Entomopoxvirus,
Cypovirus dan Nodavirus. Diantara ke-6 genera ini jenis NPV
(Nucleopolyhidrovirus) merupakan genus terpenting karena 40 % jenis virus yang
dikenal menyerang serangga termasuk jenus ini. Selain NPV ada jenus lain yaitu
GV (Granulavirus), CPV ( Cytoplasmic Polyhidrosis Virus ) dan kelompok lain
yang lebih kecil jumlahnya. Contoh virus yang dapat dipakai untuk pengendalian
hayati adalah:
Cth. NPV ( Nucleopolyhedro virus ) paling banyak menyerang pada serangga ordo
lepidoptera, Hyminoptera, Diptera serta Coleoptera. (sunarno, 2010)
d) Nematoda

Disamping, virus, jamur dan bakteri juga ada banyak spesies nematoda
yang bersifat parasitik terhadap serangga hama, baik yang bersifat parasit obligat
maupun fakultatif. Dari 19 famili yang menyerang serangga Famili Mermithidae
merupakan famili yang paling banyak/terpenting terdiri atas 50 genera dan 200
spesies. Nematoda muda meninggalkan telur dan masuk kedalam tubuh serangga
melalui kutikula dan masuk kedalam homocoel, setelah berganti kulit beberapa
kali maka nematoda dewasa keluar dari tubuh serangga, dan serangga mati
sebelum atau sesudan nematoda keluar. Keuntungan menggunakan nematoda
entomopagen adalah kemampuan mematikan inang sangat cepat, karena serangan
nematoda akan mengalami kematian dalam waktu 24-48 jam setelah aplikasi.
Tubuh serangga akan lemas terjadi penurunan aktivitas dan terjadi perubahan
warna tubuh menjadi merah kecoklatan jika terserang Steinernema spp dan hitam
jika terserang Heterorhabditis spp.

Nematoda akan berkembangbiak dalam tubuh serangga inang sampai


menghasilkan keturunan yang sangat banyak. Nematoda akan memasuki fase
reproduktif yaitu memperbanyak keturunan apabila populasi nematoda dalam
tubuh inang rendah sedangkan bila populasi tinggi akan memasuki fase infektif.
Nematoda stadium ketiga sering disebut juvenil infektif akan keluar dari tubuh
serangga dan berusaha untuk mencari inang baru. Juvenil infektif mampu bertahan
hidup lama sampai memperoleh inang kembali dan fase ini merupakan satu-
satunya fase yang bersifat infektif terhadap serangga inang. Contoh nematoda
yang sering digunakan untuk pengendalian hayati adalah :

Cth. Nenatoda Steinernema spp dapat mengendalikan hama dari Ordo Lepidoptera
dan Coleoptera (sunarno, 2010)

e) Protozoa dan Rikettsia

Spesies-spesies protozoa yang patogenik terhadap serangga pada


umumnya termasuk dalam sub kelompok Mikrosporodia. Telah dikenal kurang
lebih 250 spesies mikrospodia yang menyerang serangga. Tiga jenis
mikrosporodia yang telah dikenal antara lain Nosema locustae, N. Acridopagus
dan N. Cuneatum telah di jadikan sebagai agen hayati untuk mengendalikan hama
belalang kususnya di Amerika. (sunarno, 2010)

Penyebaran mikrosporadia melalui makanan dan dipindahkan dari induk


yang terinfeksi keketurunanya. Pengaruh mikrosporodia terhadap kehidupan inang
relatif lambat dan gejala luarnya sangat bervariasi. Mikrosporodia tersebar luas
secara alami dapat menjadi faktor mortalitas yang penting bagi serangga
inangnya. Jenis rikettsia banyak menyerang kumbang. Kematian akibat riketsia
akan terjadi 1-4 bulan setelah aplikasi atau lebih lama dibandingkan kematian
akibat agen hayati seperti jamur, bakteri, nematoda dan virus. Contoh Protozoa
dan Rikettsia yang dapat dipakai dalam pengendalian hayati adalah : Cocodia
mampu menginfeksi hama gudang Tribolium confusum. (sunarno, 2010)

3. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi /


penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi)
Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi masalah
lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme. Secara umum pembagian
jenis mikroorganisme yang dimaksud adalah seperti dari golongan khamir, fungi
(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri. Mikroorganisme-mikroorganisme ini akan
mendegradasi zat pencemar atau polutan menjadi bahan yang kurang beracun atau
tidak beracun. Polutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan pencemar organik dan
sintetik (buatan). (Lumbanraja, parlindungan. 2014)
4. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil
fitohormon

Mikroorganisme endofit adalah mikroorganisme yang memiliki siklus hidup


berada dalam jaringan tanaman dan dapat membentuk koloni tanpa menimbulkan
kerusakan pada tanaman tersebut. Contohnya Azospirillum sp.

Azospirillum sp. adalah bakteri yang mampu menambat N2 dan menghasilkan


fitohormon. Fitohormon yang dihasilkan adalah auksin, giberelin, sitokinin dan etilen.
Introduksi Azospirillum sp. pada tanaman mangga dapat mempercepat pertumbuhan
mangga dan pemasakan buah mangga.

Kemampuan Azospirillum sp. dalam menghasilkan hormon etilen sangat


berpengaruh terhadap percepatan pemasakan buah mangga. Disinilah letak penting
dari penggunaan Azospirillum sp. untuk mempercepat pemasakan buah mangga.
Etilen dapat berkombinasi dengan hormon lain yang memberikan efek yang
menguntungkan. Misalnya, etilen berkombinasi dengan auksin dapat memacu
pembungaan pada tanaman mangga (Istamar Syamsuri, 2007). Jika pada umumnya
tanaman mangga hanya dapat dipanen satu periode dalam satu tahun maka dengan
adanya kombinasi dari dua hormon ini maka diharapkan tanaman mangga dapat
dipanen dua periode dalam satu tahun. Dengan begitu akan meningkatkan produksi
buah mangga dan meningkatkan pendapatan petani mangga.
BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pemanfaatan mikrobia dalam produksi pertanian dilakukan melalui:

a. Pemeliharaan dan peningkatan kesuburan tanah dengan memanfaatkan mikrobia yang


berperan dalam siklus Nitrogen (mikrobia penambat nitrogen, mikrobia amonifikasi,
nitrifikasi, dan denitrifikasi), Fosfor (mikrobia pelarut fosfat), Sulfur (Mikrobia
pengoksidasi sulfur), dan Logam-logam (Fe, Cu, Mn, dan Al),

b. Pemeliharaan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia penekan organisma


pengganggu tanaman (OPT),

c. Pemulihan kesehatan tanah dengan memanfaatkan mikrobia pendekomposisi /


penyerap senyawa-senyawa toksik terhadap mahluk hidup (Bioremediasi),

d. Pemacuan pertumbuhan tanaman dengan memanfaatkan mikrobia penghasil


fitohormon. (Anonim, 2010)

Anda mungkin juga menyukai