Anda di halaman 1dari 5

Hadapi Ujian PPAT?

Yuk, Intip Kisi-Kisinya


Kisi-kisi ini bersifat informatif agar calon PPAT peserta ujian bisa lebih optimal
mempersiapkan diri dalam ujian. Sebab, Kementerian ATR/BPN rencananya akan
menerapkan standar kelulusan yang tinggi mulai penyelenggaraan ujian.

Dalam waktu dekat, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) direncanakan akan menggelar ujian penerimaan bagi calon Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT). Pokok bahasan yang akan diujikan masih seperti penyelenggaraan sebelumnya
yang merujuk pada Peraturan Kepala BPN Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Pasal 12 ayat (3) aturan tersebut menyebutkan enam pokok materi yang akan diujikan ke
setiap peserta ujian. Dari beberapa penyelenggaraan ujian, diketahui komposisi materi terdiri
dari 30 persen praktik pembuatan akta dan sisanya teori berkaitan dengan tugas dan jabatan
PPAT. Namun, untuk lebih mempermudah ketika mempelajari dan mendalami materi,
agaknya kisi-kisi menjadi penting diketahui terutama bagi para calon PPAT yang akan
menghadapi ujian.

Hal ini terungkap dalam acara Pendidikan dan Pelatihan dalam Rangka Mempersiapkan
PPAT yang Berkualitas dan Berintegritas yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) dan didukung sejumlah narasumber dari Kementerian
ATR/BPN pekan lalu. Hukumonline mencoba menghimpun kisi-kisi yang layak diketahui
para calon PPAT dari pemaparan sejumlah narasumber baik perwakilan dari pihak
Kementerian ATR/BPN maupun PP IPPAT.

Berikut kisi-kisi yang berhasil dihimpun atas enam materi yang akan diujikan:

1. Hukum Pertanahan Nasional


Setiap calon PPAT wajib membaca UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA). Tak cuma membaca, calon PPAT wajib memahami serta menghafal
substansi yang diatur di dalamnya, antara lain mengenai jenis-jenis hak atas tanah di
Indonesia mulai dari hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak
pakai.

Kepala Seksi PPAT pada Direktorat Pembebanan Hak dan PPAT Kementerian ATR/BPN,
Sutoro mengatakan bahwa penting juga menghafal mengenai jangka waktu atas masing-
masing hak atas tanah. Selain jangka waktu, perlu juga dipahami dan dihafalkan aturan
terkait lain yang menjadi turunan UUPA seperti Peraturan Pemerintah hingga Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Pakemnya itu saja, tambahan paling regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh (Peraturan)
Kepala BPN, kata Sutoro.

2. Organisasi dan Kelembagaan Pertanahan


Soal-soal yang mungkin akan ditanyakan saat ujian berkenaan dengan organisasi dan
kelembagaan pertanahan adalah seputar struktur organisasi pada Kementerian ATR/BPN.
Biasanya, soal yang muncul dalam penyelenggaraan ujian beberapa tahun belakangan
menanyakan tentang sejarah lembaga saat masih BPN terpisah dengan kementerian hingga
saat ini bergabung menjadi Kementerian ATR/BPN.

Dikatakan Sutoro, calon PPAT mesti menghafalkan periodisasi waktu ke waktu perubahan
struktur pada BPN. Cari tahu juga, mengenai waktu-waktu penting seputar lembaga BPN,
seperti tonggak sejarah terbitnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 sebagai awal
berdirinya BPN. Lalu, mulai tahun 1993, tugas Kepala BPN mulai dirangkap oleh Menteri
Negara Agraria yang memimpin dua lembaga, yakni Kementerian Agraria dan BPN (saat ini,
Kementerian ATR/BPN).

Selain itu, Sutoro menyebutkan penting juga diketahui dan dihafalkan tujuh Direktorat
Jenderal (Ditjen) pada lingkungan Kementerian ATR/BPN baik yang berlaku saat ini maupun
perubahannya. Tak cuma level pejabat eselon I, perhatikan juga hingga tingkat Sekretariat
Jenderal, Inspektorat, hingga Staf Ahli Kementerian, Kantor Wilayah BPN, dan Kantor
Pertanahan sebagaimana diatur lewat Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan.

PPAT ini di bawah Dirjen (Direktur Jenderal) Hubungan Hukum Keagrariaan. Harus paham
juga susunan kantor pertanahan. Ada berapa total seluruh Kantor Wilayah. Ini yang akan diuji
soal struktur organisasi, sebut Sutoro.

Tak kalah pentingnya, beberapa ujian PPAT pernah menanyakan seputar tujuh tertib BPN.
Program Sapta Tertib Pertanahan itu resmi diluncurkan BPN ketika Hari Agraria Nasional
dan Hati Tani Nasional ke-52 melalui Keputusan Kepala BPN RI Nomor 277/KEP-
71/VI/2012 Tahun 2012 tentang Sapta Tertib Pertanahan. Ketujuh tertib itu, antara lain tertib
administrasi, tertib anggaran, tertib perlengkapan, tertib perkantoran, tertib kepegawaian,
tertib disiplik kerja, dan tertib moral.

Sumber: Kementerian ATR/BPN

3. Pendaftaran Tanah
Dalam menjawab pertanyaan seputar pendaftaran tanah, calon PPAT dapat merujuk PP
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan aturan teknis dalam Peraturan Kepala
BPN Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/
Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Dari beberapa penyelenggaran ujian PPAT, seringkali muncul pertanyaan mengenai dua jenis
pendaftaran, meliputi pendaftaran tanah pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran
tanah. Lalu, muncul juga pertanyaan mengenai proses pendaftaran tanah, seperti sistem
sporadik dan sistematis. (Baca Juga: PPAT Akan Diberi Izin Lakukan Pengukuran
Bidang Tanah)

Dikatakan Sutoro, calon PPAT juga mesti mendalami hal yang berkaitan erat dengan
pendaftaran tanah. Misalnya, aturan teknis seputar pengadaan tanah terutama yang
bersinggungan dengan tugas dan wewenang PPAT. Selain itu, calon PPAT mesti
mempersiapkan juga apabila ternyata muncul pertanyaan seputar tanah wakaf. Biasanya,
pertanyaan yang muncul berkutat pada apa objek tanah yang dapat dilakukan wakaf dan jenis
akta untuk perbuatan hukum wakaf oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Perhatikanlah substansi UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Misal wakaf dahulu hanya bisa dilakukan diatas tanah hak milik. Namun, dalam UU Nomor
41 Tahun 2004 ternyata semua jenis tanah bolah menjadi objek wakaf. Wakif adalah orang
yang melakukan wakaf, baik orang, organisasi, atau badan hukum. Nazif adalah pihak yang
menerima wakaf. PPAT harus paham bawha dalam konteks ini, sebetulnya yang adalah
PPAIW, katanya.

Satu poin penting yang mesti dipersiapkan, calon PPAT juga mesti belajar menghitung pajak
baik pajak penghasilan (PPh) hingga Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangungan
(BPHTB). Kata Sutoro, calon PPAT mesti juga memahami substansi dari UU Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tetutama mulai Pasal 85 hingga Pasal
105 undang-undang tersebut. Lebih lanjut, kemungkinan calon PPAT juga akan diminta
menghitung besaran pajak tersebut mengenai PP Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan
Ketiga Atas PP Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Lihat juga aturan lain
seperti Perda terkait, katanya.

4. Peraturan Jabatan PPAT


Calon PPAT dapat merujuk pada PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk
memahami seputar tugas dan wewenag profesi PPAT. Sejatinya, PPAT terdiri dari PPAT
umum (notaris), PPAT Khusus, dan PPAT Sementara. Untuk berjaga-jaga, calon PPAT
disarankan membaca apa beda dari ketiga jenis PPAT tersebut.

Menurut Sutoro, calon PPAT disarankan agar memahami substansi perubahan antara PP
Nomor 24 Tahun 2016 dan PP Nomor 37 Tahun 1998. Besar kemungkinan, substansi terbaru
itu akan masuk dalam soal ujian. Misalnya, perubahan usia minimal PPAT menjadi 22 tahun
atau yang banyak menarik perhatian, seperti perluasan wilayah kerja PPAT menjadi satu
provinsi. (Baca Juga: 3 Potensi Masalah Bagi PPAT Akibat Perluasan Wilayah Kerja)

Selain itu, calon PPAT tak ada salahnya juga memahami substansi dari Peraturan Kepala BPN
Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006
tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah. Tak kalah menariknya, mesti dipahami soal formasi PPAT, alasan PPAT
berhenti atau diberhentikan dari jabatannya.

5. Pembuatan Akta PPAT


Ini menjadi penting mengingat penyelenggaraan ujian PPAT dari tahun ke tahun selalu
memunculkan soal yang meminta peserta ujian PPAT membuat akta. Sebagaimana diketahui,
Pasal 2 ayat (2) Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan
PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah mengatur
bahwa PPAT berwenang membuat delapan jenis akta, mulai dari jual beli, tukar menukar,
hibah, inbreng, pembagian hak bersama, pemberian HGU, pemberian Hak Tanggungan,
pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan. Pelajari 8 jenis akta yang menjadi
kewenangan PPAT, kata Sutoro.

Lebih lanjut, Sutoro mengatakan bahwa calon PPAT disarankan tak hanya berlatih membuat
delapan jenis akta tersebut. Sebab, soal yang ditanyakan biasanya disertai juga dengan kasus
posisi yang dimana PPAT diminta menentukan jenis akta yang paling tepat untuk
membungkus perbuatan hukum pihak dalam soal tersebut. biasanya, jumlah soal yang
meminta membuat akta sekitar 23 soal.

Notaris dan PPAT kota Jakarta Barat, Diah Sulistyani Muladi menyarankan agar calon PPAT
membuat akta layaknya PPAT sesungguhnya. Maksudnya, buatlah akta dengan
memperhatikan teknis yang lazim dilakukan setiap PPAT seperti membuat kop surat yang
berisi nama PPAT, alamat, nomor akta secara lengkah. Tak cuma itu, calon PPAT juga mesti
memperhatikan substansi akta seperti premis-premis, kalimat pembuka dan penutup hingga
tanda tangan para pihak.

Latihan membuat tanda-tangan yang berbeda-beda untuk tes. Bawalah penggaris dan
lengkapi kalimat pembuka dan kalimat penutup dalam akta. Lalu lengkapi dengan meterai
tidak perlu asli, gambar seolah-olah itu meterai, sebut Listi, -sapaan akrab Diah-.

6. Etika Profesi
Sebetulnya ini menjadi domain organisasi profesi PPAT, yakni Ikatan Pejabat Pembuat Akta
Tanah (IPPAT) yang diketuai oleh Syafran Sofyan. Salah satu substansi terkait kode etik
PPAT tak disebut dalam PP Nomor 37 Tahun 1998 dan PP Nomor 24 Tahun 2016. Namun,
dalam Pasal 28 ayat ayat (2) huruf c Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 dinyatakan
PPAT diberhentukan dengan tidak hormat oleh Kepala BPN salah satunya karena melanggar
kode etik profesi.

Kode etik profesi PPAT disusun oleh organisasi profesi PPAT dan ditetapkan oleh Kepala
BPN dan berlaku secara nasional. Penelusuran hukumonline, kode etik profesi PPAT yang
berlaku saat ini, yakni hasil keputusan Kongres IV IPPAT tanggal 31 Agustus 1 September
2007. Kita ingin PPAT profesional dalam jalankan jabatannya, tutup Sutoro.

Tak Ada Istilah Cuci Gudang


Dikatakan Sutoro, calon PPAT yang akan mengikuti ujian mestinya tak sekedar belajar karena
ingin sebatas lulus dalam Ujian PPAT. Pasalnya, dalam penyelenggaraan ujian PPAT
mendatang, Menteri ATR/ Kepala BPN, Sofyan Djalil berpesan agar tidak mudah
memberikan kelulusan kepada peserta. Menteri Sofyan, kata Sutoro, ingin agar calon PPAT
yang dinyatakan lulus dalam ujian adalah orang yang memang benar-benar memiliki kualitas.
Asumsinya, calon PPAT yang siap dalam mengikuti ujian berarti siap juga bekerja sebagai
PPAT.

Ujian kali ini tidak ada lagi yang istilahnya cuci gudang. Hasil ujian baik, maka asumsinya
bisa menjadi PPAT yang baik. Bisa saja dari 100 persen, hanya 50 persen saja yang lulus,
kata Sutoro.

Lebih lanjut, Sutoro berharap agar calon PPAT memiliki perspektif bahwa pengetahuan
mendalam seputar profesi PPAT menjadi kunci keberhasilan setiap karier PPAT. Dan yang
terpenting, lulus ujian PPAT bukanlah akhir dari proses. Sebaliknya, ini menjadi fase mereka
memasuki dunia profesi baru di bidang pertanahan yang boleh dikatakan sangat menjanjikan.

Ini hanya sebatas gambaran, tips kami pelajari secara lebih mendalam dan teknis. Kuasai
aturan tetapi juga pahami kasus, ujarnya.

Mesti juga dicatat, rencananya untuk kali pertama Kementerian ATR/BPN akan
menyelenggarakan ujian secara komputerisasi. Kemungkinan, teknis menjawab akan
menggunakan perangkat komputer sebagai lembar penjawabnya. Namun, hingga berita ini
diturunkan, belum ada ketetapan mengenai teknis ujian pembuatan akta apakah juga
menggunakan perangkat komputer atau tetap tertulis secara manual.

Anda mungkin juga menyukai