Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kata maqamat berasal dari bahasa arab yang berarti tempat orang
berdiri atau pangkal mulia. Selanjutnya, istilah ini digunakan untuk arti
jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat
dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal dengan istilah
stages yang berarti tangga. Oleh karena itu, maqamat dapat diartikan
sebagai tahapan atau tingkatan yang harus ditempuh olwh seseorang
untuk mendapat karunianya dan anugrah oleh Allah SWT.

Abi Said bin Abi Al Khair salah satu seorang sufi abad ke-4 H,
menyatakan bahwa mawamat itu ada 40 (Al-maqamat al-arbain) yaitu
niat, inabat (penyesalan), tobat, iradat (kendali diri), mujahadah
(perjuangan batin),muraqabah (mawas diri), sabar, zikir, ridha,
mukhalafat an-nafs (melawan hawa nafsu), mufakat, taslim (penyerahan)
tawakal, zuhud, ibadah, wara(menjauhi yang tak halal), ikhlas, siddiq
(benar/jujur), al-khauf (takut akan kemurkaan Allah), raja (mengharapkan
rahmat Allah), fana (peleburan diri), baka (hidup kekal), ilm al-yaqin (ilmu
yakin), haqqa al-yaqin (benar-benar yakin), makrifat atau mengenal, juhd
(usaha keras), wilayat (kewalian), mahabbah atau cinta, widj (ekstase),
qurb (kedekatan), tafakur (perenungan), wisal (kontak atau hubungan),
kasyf (tersingkapnya hijab atau dinding yang membatasi hati manusia dan
Allah SWT), khidmat (pelayanan), tajrid atau tajarrud (pembersihan diri),
tafrid (kesendirian), inbisat (perluasan), tahkik (penentuan kebenaran),
nihayat (tujuan akhir yang luhur) serta tasawuf.

Abu Bakar Al-Kalabazi menyebutkan bahwa maqam ada sepuluh,


yaitu cinta, tobat,zuhud, sabar, fakir (miskin), tawaduk (rendah hati),
takwa,tawakal, rida, mahabbah (cinta) dan makrifat. Istilah maqamat
dalam ilmu tasawuf adalah jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi

1
untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui beberapa tahapan antara
lain seperti yang dikemukakan oleh Abu Nasr As-Sarraj At-Tusi dalam
bukunya Kitab Al-Luma (bekal hidup) bahwa mahqam itu ada tujuh
sebagai berikut:

1. Tobat, artinya memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan


dan dosa-dosa yang telah diperbuat dan berjanji tidak akan mengulangi.

2. Wara artinya meninggalkan keraguan antara yang halal dan haram


(syubhat).

3. Zuhud artinya pola hidup yang menghindari dan meninggalkan


keduniawian karena ibadah kepada Allah SWT, serta lebih mencintai
kehidupan akhirat.

4. Fakir artinya tidak meminta lebih dari apa yang telah diberikan Allah.

5. Sabar dimaksudkan sabar dalam menjalankan perintah-perintah


Allah,sabar dalam menahan diri dari semua perbuatan jahat, dan sabar
ketika menerima cobaan-cobaan dari Allah.

6. Tawakal artinya bersandar atau memercayakan diri kepada Allah dalam


menghadapi setiap kepentingan.

7. Rida dalam pandangan tasawuf adalah rela menerima segala yang


telah ditentukandan ditakdirkan, rela berjuang di jalan-Nya rela membawa
kebenaran serta berkorban dengan harta, pikiran dan jiwa.

Al-Ghazali menjelaskan bahwa untuk mencapai akhlak yang baik


ssesseorang harus dapat mengupayakannya melalui jiwa atau
pembiasaan terutama dalam menghilangkan hawa nafsu. Hal ini terkait
dengan konsep Al-Ghazali tentang kebahagiaan yang dicapai melalui dua
hal yaitu perbuatan (amal), dan pengetahuan (ilmi)

2
1.2 Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan maqamat dan tahap-tahapannya dalam


tasawuf?

2. Bagaimanakah penafsiran imam al-junaid mengenai maqamat sufi?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui penjelasan tentang maqamat dan tahap-tahapanya


dalam tasawuf serta mengetahui pendapat imam-imam mazhab dalam
menafsrikan maqamat sufi

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-maqamat dalam tasawuf dan tahap-


tahapannya

Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti


tempat orang berdiri atau pangkal mulia. 1 Istilah ini selanjutnya digunakan
untuk arti sebagai jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi
untuk berada dekat dengan Allah. 2 Dalam bahasa Inggris maqamat
dikenal dengan stages yang berarti tangga. Sedangkan dalam ilmu
tasawuf, maqamat berarti kedudukan hamba dalam pandangan Allah
berdasarkan apa yang telah diusahakan baik melalui riyadhah,ibadah
maupun mujahaddah.

Tentang beberapa jumlah tangga atau maqamat yang harus ditempuh


oleh seorang sufi untuk sampai menuju Tuhan, dikalangan para sufi tidak
sama pendapatnya. Muhammad Al-Kalabazy dalam kitabnya Al-Taarruf li
Mazhabahl Al-Tasawwuf dikutip Harun Nasution misalnya mengatakan
mahqamat itu jumlahnya ada sepuluh yaitu al-taubah, al-zuhud, al-shabr,
al-faqr, al-tawadlu, al-taqwa,al-tawakkal, al-ridha, al-mahabbah, dan al-
marifah.

Sementara itu Abu Nasr Al-Sarraj Al-Tusi dalam kitab Al-


Lumamenyebutkan jumlah maqamat hanya tujuh yaitu al-taubah, al-
zuhud,al-wara al-tawakkal, al-shabr,dan al-ridha. Sedangkan Imam Al-
Ghazali dalam kitabnyaihya Ulm al-Din mengatakan bahwa maqamat
itu ada delapan yaitu al-taubah, al-shabr, al-zuhud, al-tawakkal, al-al-

1 Mahmud yunus,Kamus bahasa arab indonesia,(Jakarta:Hidakarya


agung,1990,)hlm .362

2 Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (jakarta:Bulan


bintang.1983) Cet.III hlm.62

4
mahabbah, al-marifah dan al-ridha.3 Kutipan tersebut memperlihatkan
keadaan variasi penyebutan maqamat yang berbeda-beda, namun ada
maqamat yang mereka sepakati yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara, al-
shabr, al-faqr al-tawakkal,dan al-ridha. Sedangkan al-tawadlu, al-
mahabbah dan al-maarifah mereka menyebutnya sebagai maqamat dan
terkadang mereka menyebutnya sepakati hal dan ittihad (tercapainya
kesatuan wujud rohaniah dengan tuhan).

3 Ibd, hlm.62

5
1. Al-Zuhud

Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang


bersifat keduniawian.4 Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya
keadaan meninggalkan dunia dan hidup kematerian. Selanjutnya Al-
Qusyari mengatakan zuhud adalah orang yang zuhud didalam masalah
yang haram karena yang halal adalah sesuatu yang mubah dalam
pandangan Allah, yaitu orang yang diberikan nikmat berupa harta yang
halal kemudian ia bersyukur dan meninggalkan dunia dengan
5
kesadarannya sendiri.

Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat penting


dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia. Orang
yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup di
akhirat yang kekal dan abadi dari pada mengejar kehidupan dunia yang
fana dan sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat yang
berbunyi:

Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan senda gurau
belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang bertakwa.Maka tidaklah kamu memahaminya (QS.AL-ANAM,6:32)

4 Mahmud Yunus,op.cit, hlm 158

5 Al-Qusyairi,Al-Naisabury,al-risalah al-Qusyairiyah fiIlm al-Tasawuf hlm.115

6
Hai orang-orang yang beriman apakah sebabnya bila dikatakan
kepadamu:berangkaatlah (untuk berperang) pada jalan Allah kamu
merasa berat dan ingin ditempatmu?Apakah kamu puas dengan
kehidupan didunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan )
diakhirat hanyalah sedikit

Ayat-ayat diatas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang


sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi
sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan
dunia. Orang yang memilki pandangan yang demikian tidak akan mau
mengorbankan kebahagiaan hidupnya diakhirat hanya karena dunia yang
sementara. Orang yang demikian akhirnya akan terpelihara dari
melakukan hal-hal yang negatif. Hal ini sejalan dengan hadits nabi yang
mengatakan:

Jika kamu melihat seseorang yang telah dianugrahi sifat zuhud dalam
dirinya dan selalu lurus sikapnya,maka dekatlah orang itu karena orang
itu yang telah meyakini hikmah

Sikap zuhud sebagaimana telah disebutkan diatas menurut Harun


Nasution adalah sikap yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi. Sikap
ini dalam sejarah pertama kali muncul ketika terjadi kesenjangan antara
kaum yang hidup sederhana dengan para raja yang hidup kemewahan
dan berbuat dosa. Muawiyah misalnya disebut sebagai raja Roma dan
Persia yang hidup dalam kemewahan. Anaknya bernama Yazid dikenal

7
sebagai pemabuk. Demikian pula dengan khalifah-khalifah Bani Abbas. Al-
Amin anak Harun Al-Rasyid juga dikenal dalam sejarah sebagai orang
yang kepribadiannya jauh dari kesucian hingga ia dibenci oleh ibunya
sendiri Zubaidah.

2. Al-Taubah

Al-Taubah berasal dari bahasa arab taba, yatubu, taubatan yang


6
artinya kembali. Sedangkan taubat yang dimaksud oleh kalangan sufi
adalah memohon mapun atas segala dosa dan kesalahan disertai janji
yang sungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan dosa tersebut
yang dissertai dengan melakukan amal kebajikan.

Harun nasution mengatakan taubat yang dimaksud sufi ialah taubat yang
sebenarnya taubat yang tidak akan membawa kepada dosa lagi. Untuk
mencapai taubat yang sesungguhnya dan diterima oleh Allah terkadang
tidak dapat dicapai satu kali saja. Ada kisah yang mengatakan bahwa
seorang sufi sampai tujuh kali taubat baru ia sampai ke tingkat taubat
yang sesungguhnya.

Taubat yang sesungguhnya dalam paham sufisme ialah lupa pada


segala hal kecuali tuhan. Selanjutnya dalam buku Kunci memahami ilmu
tasawuf Mustafa zahri menyebut taubat bebarengan dengan istigfar
(memohon ampun). Bagi orang awam taubat cukup dengan membaca
Astagfirullah wa atubu ilahi (aku memohon ampun dan bertaubat kepada
Nya) sebanyak 70 kali sehari semalam. Sedangkan bagi orang khawas
bertaubat dengan mengadakan riadah (latihan) dan mujahadah
(perjuangan) dalam usaha membuka hijab (tabir) yang membatasi diri
dari Tuhan.7

Didalam Al-Quran banyak dijumpai ayat-ayat yang menganjurkan manusia


agar bertaubat. diantaranya ayat-ayat yang berbunyi:

6 Mahmud yunus,hlm 79

7 Mustafa zahri.Kunci memahami ilmu tasawuf,(Surabaya:Bina ilmu,1995)cet I


Hlm.105-106

8
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka (QS.ALI-IMRAN,3:135)

3. Al-Wara

Secara harfiah al-wara artinya shaleh, menjauhkan diri dari perbuatan


dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak
baik. Dan dalam pengertian sufi al-wara adalah meninggalkan segala
yang didalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram
(syubhat). Sikap menjauhi diri dari yang syubhat ini sejalan dengan hadits
nabi yang artinya:

Barang siapa yang dirinya terbebas dari syubhat maka sesungguhnya ia


telah terbebas dari yang haram(H.R BUKHARI)

Hadits tersebut menunjukkan bahwa syubhat lebih dekat pada haram.


Kaum sufi menyadari bahwa setiap makanan, minuman,pakaian dan
sebagainya yang haram dapat memberi pengaruh bagi orang yang
memakan,meminum atau memaknnya. Orang yang demikian akan keras
hatinya sulit mendapatkan hidayah dan ilham dari tuhan. Hal ini dipahami
dari hadits nabi yang menyatakan bahwa setiap makanan yang haram
yang dimakan oleh manusia akan menyebabkan noda hitam pada hati
yang lama-kelamaan hati menjadi keras. Hal ini sangat ditakuti oleh pra
sufi yang senantiasa mengharapkan nur ilahi yang dipancarkan lewat
hatinya yang bersih.

9
4. Kefakiran

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang


berhajat,butuh atau orang miskin. Sedangkan dalam pandangan sufi fakir
adalah tidak meminta lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak
meminta rezeki kecuali hanya untuk dapat menjalankan kewajiban-
kewajiban.

5. Sabar

Secara harfiah sabar berarti tabah hati. Menurut Zun al-nun Mishry,
sabar artinya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan
kehendak Allah tetapi tenang ketika mendapatkan cobaan dan
mentampakkan sikap cukup walaupun sebenarnya berada dalam
kefakiran dalam bidang ekonomi. Selanjutnya Ibn Atha mengatakan sabar
artinya tetap tabah dalam menghadapi cobaab dengan sikap yang baik.
Ibn Usman al-hairi mengatakan sabar adalah orang yang mampu
memasung dirinya atas segala sesuatu yang kurang menyenagkan.

Dikalangan para sufi sabar diartikan sabar dalam menjalankan


perintah-perintah Allah, dalam menjauhi segala larangannya dan dalam
menerima segala percobaa-percobaan yang ditimpakan-Nya pada diri kita.
Sabar dalam menunggu datangnya pertolongan tuhan, sabar dalam
menjalani cobaan dan tidak menunggu-nunggu datangnya pertolongan.
Sikap saba sangat dianjurkan ajaran A-quran sesuai dengan firman Allah
yaitu:

Artinya:

maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan


hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab)
bagi mereka (QS.AL-AHQAAF,46:35)

10
Menrut Ali bin abi thalib bahwa sabar itu adalah bagian dari iman
sebagaimana kepala yang kedudukannya lebih tinggi dari jasad. Hal ini
menunjukkan bahwa sabar sangat memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia.

6. Tawakkal

Secara harfiah tawakkal berarti menyerahkan diri. Menurut Sahl bin


Abdullah awalnya tawakkal adalah apabila seorang hamba dihadapan
Allah seperti bangkai dihadapan orang yang memandikannya, ia
mengikuti semaunya yang memandikan, tidak bergerak dan bertindak.
Hamdun al-qashshar mengatakan tawakkal adalah berpegang teguh
kepada Allah. Al-Qusyairi lebih lanjut mengatakan bahwa tawakkal
tempatnya di dalam hati dan timbulnya gerak dalam perbuatan tidak
mengubah tawakkal yang terdapat dalam hati. Hal itu terjadi setelah
hamba meyakini bahwa segala ketentuan hanya didasarkan paa
ketentuan Allah. Merka menganggap jika menghadapi kesulitan maka
yang demikian itu sebenarnya takdir Allah.

Pengertian tawakkal yang demikian itu sejalan dengan yang


dikemukakan Harun nasution. Ia mengatakan tawakkal adalah
menyerahkan diri kepada qada dan keputusan Allah. Selamnya dalam
keadaan tentram jika mendapat pemberian berterima kasih jika mendapat
apa-apa bersikap sabar dan menyerah kepaa qada dan qadar tuhan. Tidak
memikirkan hari esok cukup dengan apa yang ada untuk hari ini.Tidak
mau makan jika ada orang lain yang lebih berhajat pada makanan
tersebut pada dirinya.Percaya kepada janji Allah menyerah kepada Allah
dengan Allah dan karena Allah.

11
2.2 Penafsiran imam al-junaid mengenai maqamat suf
A. Taubat

Imam al-junaid memberi wawasan yang lebih jelas ketika


menafsirkan maqamat yang bersama-sama dengan ahwal merupakan
substansi jalan tasawuf. Ia menyebutkan bahwa taubat adalah menyesali
tindak kelalaian terhadap Allah yang telah terjadi disertai tekad kuat
untuk melekatkan diri dengan jalan tasawuf dan usaha serius untuk
mengembalikan barang-barang yang dahulu diperolehnya secara tidak
sah kepada pemilik aslinya. Ia mengatakan:taubat memiliki tiga
pengertian:pertama, sesal: kedua, tekad untuk tidak mengulangi
perbuatan yang dilarang Allah: dan ketiga, usaha untuk mengembalikan
mazhalim (orang yang dizalimi).

Landasan jalan tasawuf yang benar adalah taubat sesungguh-


sungguhnya yang menjadi titik tolak seorang hamba dalam meninggalkan
dosa-dosa secara total. Saat ditanya tentang bagaimana jalan menuju
Allah Imam al-junaid menjawab Taubat yang mengurai kebandelan
(melakukan dosa). Setelah melepaskan diri dari belenggu kebandelan
orang yang bertaubat harus menaiki tangga-tangga jalan tasawuf dan
jenjang-jenjang irfan hingga bisa melupakan maksiat yang sebelumnya
menghalangi dari pencapaian. Saat itulah ia menduduki satu posisi
spiritual yang membuatnya tidak ingat apa-apa selain Allah. Itulah
martabat al-mutahaqqiqintaubat berarti melupakan dosamu.8

Isyarat al-junaid mengenai konsepsi taubat al-mutahaqqiqin yang


dimaksudkannya untuk menggambarkan kondisi fana yang dialami
olehkaum sufi, hingga mereka tidak ingat akan apa-apa lagi selain Allah.

B. Al-wara

Al-wara menurut penafsiran Imam al-Junaid tidak hanya terbatas


paa pencarian rezeki yang halal saja dengan menghindari syubhat-
syubhat didalamnya melainkan juga mencakup komitmen menjaga diri

8 Al-luma hlm.68

12
untuk tidak mengucapkan hal-hal yang tidak diridhai Allah. Bahkan Imam
al-Junaid mengatakan: menjaga sikap al-wara dalam berbicara lebih
berat dari pada al-wara dalam bekerja mengais rezeki pendalaman
makna al-wara oleh Imam al-Junaid diatas terinspirasi oleh sabda
rasulullah Jagalah lisanmu.

C. Zuhud

Zuhud menurut penafsiran Al-Junaid berpangkal pada pemurnian


hati dari ketertarikan dunia agar si hamba tidak berpaling dari Allah dan
tidak terkotori kesuciannya bersama Allah. Imam al-junaid mengatakan:
Hati tidak murni menatap amal akhirat kecuali jika ia telah terbebas dari
cinta dunia. Jadi pemegang kendali dalam zuhud menurut Imam al-junaid
adalah hati. Tangan boleh jadi kosong dari sesuatu namun hati bisa jadi
tertambat padanya (mengangankannya).

Zuhud sangat erat dengan makna qanaah yang ditafsirkan Imam


al-junaid sebagai mencukupkan diri dengan apa yang ada saat ini tanpa
melongok ke masa depan yang jauh karena percaya sepenuhnya dengan
rezeki yang dijamin Allah bag setiap makhluk. Ketika ditanya tentang
qanaah Imam al-junaid menjawab "janganlah keinginannmu melampaui
apa yang kau miliki saat itu9. Zuhud menurut Imam al-junaid
mengharuskan pelakunya untuk tidak mencari lebih banyak lagi harta
kekayaan entah karena kurang banyak atau rakus. Imam asy-Syarani
bercerita: Suatu kali ada seseorang datang menemui al-junaid dengan
membawa uang lima ratus dinar lalu meletakkanya dihadapan al-junaid
seraya berkata: Silakan anda bagikan uang ini pada jamaahmu! Al-
junaid bertanya: apakah kamu masih memilki uang selain ini? dijawab:
ya Beliau tanya lagi: Apakah kau masih ingin lebih dari apa yang kamu
miliki? orang itu menjawab:ya Al-junaid pun menolak hibah tersebut
dan berkata kepadanya: kalau begitu amabil kembali uang itu sebab
kamu lebih membutuhkannya dari pada kami.10
9 Al-Hilyah,X/263

10 Asy-Syarani, ath-thabaqat al-kubra, 1/72

13
Sikap Imam al-junaid ini mengandung pesan bahawa ambis besar
mencari kekayaan bisa menyeret pelakunya dalam banyak kasus untuk
menghalalkan segala macam cara termasuk dengan cara-cara ilegal yang
tidak diakui oleh islam.Zuhud yang berarti kekosongan hati dari cinta
dunia termasuk langkah yang bisa membantu seseorang untuk
menyiapkan hatinya agar bisa menerima hikmah dari Allah.

14
D. Fakir

Fakir menurut penafsiran Imam al-junaid adalah orang-orang yang


menghadap Allah dengan lebih banyak ibadah dalam khalwat. Kadang ia
memiliki indikator lahirlah yang bisa membedakan sebagian kaum dengan
yang lain sebab mereka adalah orang-orang yang membutuhkan Allah
secara batin dan lahir. Imam al-junaid ingin setiap fakir meluruskan apa
yang ada dibatinnya dan batinnya membenarkan apa yang ditunjukkan
lahirnya. Dengan bahasa singkat setiap fakir harus bebas dari
klaim/pengakuan. Ia mengatakan: Wahai orang-orang fakir sekalian, kalian
mengenal Allah dan memuliakan Allah maka perhatikanlah bagaimana
kalian bersama Allah saat kalian menyendiri dengan-Nya.

Ketulusan dalam status kefakiran yang hanya ditunjukkan kepada


Allah saja membuat sang fakir sejati tidak mau mengemis dan meminta-
minta pada manusia karena sudah merasa cukup kaya dengan apa yang
diperolehnya disisi Allah. Sikap ini juga mendorongnya untuk tidak
berdebat dan bersilat lidah dalam masalah agama sehingga seorang fakir
adalah orang yang tidak memusihi siapa pun dan jika dimususi ia diam.
Ath-Thusi mengatakan: Imam al-junaid berkata: Tanda fakir sejati adalah
tidak mengemis dan tidak menentang dan jika ditentang ia diam.
Statement ini dimaksudkan agar seorang sufi membebaskan diri dari riya,
menjaga kehormatan diri dari mengemis juga tidak terpancing melakukan
perdebatan dalam masalah agama. Tidak diragukan lagi bahwa sunnah
yang shahih mendukung apa yang dinyatakan Imam al-junaid.

E. Sabar

Sabar menurut Imam al-junaid berarti ketegaran saat ditimpa


bencana yang merupakan siksa dari Allah bagi orang-orang mukmin yang
mencampuradukkan amal shaleh dan amal buruk, pengampunan dosa
bagi orang-orang mukmin sejati sementara bagi para nabi, ia adalah
hikmah dari Allah yang hanya dia ketahui atau eksekusi sebab apa yang
dia kehendaki pasti terjadi. Idealisme orang yang sabar adalah mampu
menanggung penderitaan sebagai bentuk penghambaan diri kepada Alah

15
hingga duka berlalu. menurut Imam al-junaid mengatakan: Akhir orang
sabar dalam status kesabarannya adalah menanggung beban demi Allah
hingga masa-masa penderitaan berakhir.

Jalan menuju Allah berasaskan iman kepada-Nya dan setiap mukmin bisa
meneliti jalan tersebut jika memang ia mau bersabar mengingat
penapakan jenjang-jenjang didalamnya meniscayakan kesabaran ekstra
dan hal itu tidak diamampui oleh orang kebanyakan karena jalan ini
menuntut seseorang untuk lebih banyak lagi menghadap Allah dengan
khalawat dan zikir.

F.Ridha

Ridha menurut Imam al-junaid adalah ketundukan mutlak dan


penyerahan diri sseutuhnya pada ketentuan qadha Allah yang telah
ditetapkan sejak zaman azali. Ketika ditanya mengenai ridha Imam al-
junaid menjawab,Ridha berarti melepas ikhtiar. Ridah dengan
pengertian yang shahih ini merupakan salah satu derajat marifah billah,
jalan kesinambungan marifah billah dan sarana meraih keabadian ridha-
Nya.Ridha juga menjadi sarana meraih kebahagiaan hidup. Ketika ditanya
tentang ridha Imam al-junaid menjawab: kalian telah bertanya tentang
kehidupan yang nyaman dan menentramkan hati. Itulah buah oranag
yang ridha kepada Allah

G.Tawakal

Tawakal menurut Imam al-junaid berarti percayasepenuhnya kepada Allah


sebagai penjamin rexeki bagi setiap makhluk sebagaimana firman-Nya:
Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi melainkan Allah lah yang
memberi rezekinya (Q.S Hud (11);6). Ketika ditanya mengenai tawakal
Imam al-junaid menjawab kebersandaran hati pada Allah.11

11Al-luma hlm.79

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam ilmu tasawuf dikenal dua istilah yang dijadikan landasan


metodologi keberhasilannya sebagai berikut:

1. Ahwal yaitu suatu keadaan atau kondisi jiwa seseorang yang


dicerahkan sehingga jiwanya dapat merasakan kebesaran dan keagungan
tuhan

2. Maqamat yaitu sebagai tahapan atau tingkatan yang harus ditempuh


olwh seseorang untuk mendapat karunianya dan anugrah oleh Allah SWT.

Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti


tempat orang berdiri atau pangkal mulia. Selanjutnya, istilah ini digunakan
untuk arti jalan panjang yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk
berada dekat dengan Allah. Dalam bahasa Inggris maqamat dikenal
dengan istilah stages yang berarti tangga. Oleh karena itu, maqamat
dapat diartikan sebagai tahapan atau tingkatan yang harus ditempuh
olwh seseorang untuk mendapat karunianya dan anugrah oleh Allah SWT.
maqamat yang mereka sepakati yaitu al-taubah, al-zuhud, al-wara, al-
shabr, al-faqr al-tawakkal,dan al-ridha. Sedangkan al-tawadlu, al-
mahabbah dan al-maarifah mereka menyebutnya sebagai maqamat dan
terkadang mereka menyebutnya sepakati hal dan ittihad (tercapainya
kesatuan wujud rohaniah dengan tuhan).

3.2 Saran

Makalah ini tidak luput dari kesalahan baik penulisan, literatur maupun isi
dari makalah ini sendiri. Kritik dan saran yang kontruktif dibutukan guna
memperbaiki makalah ini.

17

Anda mungkin juga menyukai