Anda di halaman 1dari 15

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Regulasi dan Standar Sektor Publik

Disusun oleh:

Dina Isharyanti (114040113)

Lina ulfiana (114040117)

Hesti Indriani (114040143)

Nati Yulia sari (114040130)

Eggit Firdian (114040118)

Kelas : 2D / Akuntansi

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


Jl. Pemuda No.32 Tlp. (0231) 206558

CIREBON
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai Regulasi dan Standar Sektor
Publik suatu permasalahan yang selalu dialami sebuah pemerintah.

Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman materi mengenai tentang
Akuntansi Sektor Publik karena dalam sebuah pemerintah sangat diperlukan dengan harapan
bahwa dapat memahami tentang sektor publik. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi
tugas penulis dalam bidang studi ASP.

Hanya kepada Tuhan Maha Kuasa jualah penulis memohon doa sehingga bantuan dari
berbagai pihak bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput
dari kesalahan dan kekurangan sehingga hanya yang demikian sajalah yang dapat penulis
berikan. Penulis juga sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca sehingga
penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Demikian makalah ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Cirebon,September 2015

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini, informasi memilki peranan penting bagi kita semua.
Informasi merupakan sarana komunikasi yang efektif antara anggota masrakat dengan
anggota masyarakat lainnya atau anatara suatu entitas dengan masyarakat sekitarnya. Dalam
seperti ini, penyediaan informasi yang akan menciptakan transparansi dan pada gilirannya
akan mewujudkan akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima dan
dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun, mereka dapat
memberikan keputusan dari informasi tersebut.Sehingga, informasi tersebut haruslah memilki
standar yang menyeluruh agar terjadi suatu keseragaman bentuk informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang disebut Prisnsip akuntansi yang
Berlaku Umum-PABU ( Generally Accepted Accounting Principles-GAAP ). Berlaku umum
ini maksudnya informasi akuntansi suatu perusahaan bias dimengerti oleh siapapun dengan
latar belakang apa pun. Sehingga, informasi ini berguna bagi investor, karyawan, pemberi
pinjaman, pemasok, kreditor lainnya, pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta
masyarakat.
Akuntansi sector publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan akuntansi biasa.
Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban kepada masyarakat yang ada
di sektor publik.
Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya telah memasukan standar untuk organisasi
nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada
PSAK nomor 45 tentang organisasi nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi
praktik-praktik lembaga pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Karna itu,
pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional. Organisasi yang
merancang standar ini adalah International Federation of Accountants-IFAC (Federasi Auntan
Internasional). Mereka membuat suatu standar akuntansi sector publik yang disebut
Internation Public Sector Accounting Standards-IPSAS ( Standar Internasional Akuntansi
Sektor Publik ). Standar ini menjadi pedoman bagi perancangan standar akuntansi
pemerintahan di setiap Negara di dunia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perkembangan regulasi di sektor public?
2. Bagaimana standar akuntansi sektor publik?
3. Bagaimana standar akuntansi pemerintahan?
4. Bagaimana standar pemeriksaan keuangan negara SPKN?

1.3 Tujuan
Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Akuntansi Sektor Publik. Secara khusus penulisan makalah ini untuk mengenal, menambah
wawasan dan pemahaman mahasiswa tentang regulasi dan standar akuntansi sektor publik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
Regulasi di sektor publik dibagi dalam dua bagian besar, yaitu perkembangan regulasi
yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintahan. Sifat regulasi disektor
publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi pemerintah,
regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.

2.1.1 Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba


A. Regulasi Tentang Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagaamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
Dengan kegiatan yayasan yang terkait dengan kesejahteraan sosial masyarakat luas,
regulasi yang detail diperlukan untuk mengatur pelaksanaan yayasan. Regulasi yang terkait
dengan yayasan adalah undang undang RI Nomor 16 Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk
menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar yayasan dapat berfungsi sesuai dengan
maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarat.
Berikut isi Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2001
1. Ketentuan Umum Yayasan yang meliputi pengertian yayasan beserta organ-organ
yang membentukknya, persyaratan kegiatan usaha yang dapat dilakukan dan
kekayaan yayasan
2. Tata cara pendirian Yayasan sejak pengajuan pendirian, pembuatan akta,sampai
dengan permohonan pengesahannya ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
3. Tata cara perubahan Anggaran Dasar Yayasan
4. Kewajiban pengumuman akta pendirian yayasan dalam tambahan berita negara
republik Indonesia
5. Kekayaan yayasan
6. Organ yayasan yang terdiri atas pembinam pengurus dan pengawas
7. Laporan tahunan yang harus disampaikan
8. Tata cara pemeriksaan dan pembubaran yayasan
Undang-undang ini diperbarui dalam beberapa aspek dengan UU no. 24 tentang
perubahan atas UU. No. 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
Berikut beberapa hal yang diubah pada UU 28/2004
1. Memperjelas larangan pengalihan atau pembagiaan kekayaan yayasan. Pada UU
28/2004 ini ditambahkan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan
baik gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang
dengan beberapa pengecualiaan yang diatur lebih detail.
2. Perubahan proses perolehan status badan hukum. Pada UU 28/2004 permohonan
diajukan kepada notaris yang mebuat akta pendirian yayasan. UU ini juga
menjelaskan secara lebih detail dalam hal perspektif waktu tata cara pengesahan
pendirian yayasan.
3. Ketentuan baru mengenai tanggung jawab secara tanggung renteng oleh pengurus
yayasan untuk perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus atas nama yayasan
sebelum yayasan memperoleh status badan hukum.
4. Jangka waktu pengumuman pendirian yayasan yang telah disetujui diperpendek dari
jangka waktu 30 hari (UU 16/2001) menjadi 14 hari (UU 28/2004) terhitung sejak
tanggal akta pendirian yayasan disahkan.
5. Pembagian kekayaan sisa hasil likuidasi yayasan sebelumnya diatur hanya diberikan
pada yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan atau diserahkan kepada negara.
UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada yayasan lain yang
memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat diberikan pada badan
hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi diserahkan pada negara.
Selain undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan undang-undang nomor 28 tahun 2004
untik lebih menjamin kepastian hukum pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang tentang yayasan. PP ini
memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari ketentuan yang telah diatur dalam
Undang-undang tetang yayasan, antara lain:
1. Pemakaian nama yayasan
2. Kekayaan awal yayasan
3. Tata cara pendirian yayasan oleh orang asing
4. Tata cara perubahan anggaran dasar
5. Syarat dan tata cara pemberian bantuan negara kepada yayasan
6. Syarat dan tata cara yayasan yang melakukan kegiatan di Indonesia
7. Syarat dan tata cara penggabungan Yayasan.

B. Regulasi tentang Partai Politik


Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era eformasi dengan
sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah era reformasi adalah
undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang partai politik. Seiring dengan perkembangan
masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis diawal-awal era reformasi,
undang-undang ini diperbarui dengan Undang-undang nomor 31 tahun 2002 tentang partai
politik.
UU no. 31 tahun 2002 mengatur pondasi dan hal-hal pokok mengenai partai politik
antara lain:

1. Pembentukkan partai politik


2. Asas, ciri, tujuan fungsi, hak dan kewajiban partai politik
3. Keanggotaan dan kedaulatan anggota partai politik
4. Kepengurusan partai politik
5. Peradilan perkara jika terjadi masalah dipartai politik
6. Keuangan
7. Larangan-larangan untuk partai politik
8. Penggabungan partai politik
9. Pengawasan partai politik

Undang-undang 31/2002 kembali diperbarui dengan undang-undang nomor 2 tahun


2008 tentang partai politik yang sifatnya lebih melengkapidan menyempurnakan UU
31/2002. Menurut UU 2/2008 partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan poliitik anggota, masyarakat, bangsa dan
negara, serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Undang undang 31/2002 belum memiliki ketentuan mengenai kewajiban partai
politik untuk menyusun laporan pertanggungjawaban keuangan, sedangkan UU 2/2008
mengatur bahwa rekening kas umum partai politik dan kewajiban penggurus disetiap
tingkatan organisasi untuk menyusun laporan pertanggung jawaban penerimaan dan
pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran berakhir dan bersifat terbuka untuk diketahui
masyarakat. Hal ini sejalan dengan semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan transparansi
keuangan partai politik dari masyarakat.

C. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Badan Hukum Milik Negara ( BHMN ) adalah satah satu bentuk badan hukum di
Indonesia yang awalnya dibentuk untuk mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka
privatisasi lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat non-
profit meski berstatus sebagai badan usaha.
Penetapan sebuah universitas menjadi berstatus BHMN ditetapkan melalui peraturan
pemerintah. Universitas yang ditetapkan berstatus BHMN oleh pemerintah:
1. Universitas Indonesia (UI) tahun 2000
2. Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 2000
3. Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2000
4. Institut Tekhnologi Bandung (ITB) tahun 2000
5. Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2003
6. Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung melalui Peraturan Pemerintah No. 6
tahun 2004
7. Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melalui peraturan pemerintah No. 30 tahun
2006
Pada akhir tahun 2008, disahkannya Undang-Undang tentang Badan Hukum
Pendidikan (BHP). BHP adalah badan hukum penyelenggaraan pendidikan formal dengan
berprinsip nirlaba yang memiliki kemandirian pengelolaannya dengan tujuan memajukan
satuan pendidikan.
Dalam pengelolaannya, BHP mendasarkan pada sepuluh prinsip berikut:
1. Nirlaba 6. Layanan Prima
2. Otonom 7. Akses yang berkeadilan
3. Akuntabel 8. Keberagaman
4. Transparan 9. Keberlanjutan
5. Penjaminan Mutu 10. Partispasi atas tanggung jawab negara
D. Regulasi tentang Badan Layanan Umum
Badan Layanan Umum (BLU) adalah instasi dilingkungan pemerintah yang dibentuk
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakt berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. BLU dibentuk untuk mempromosikan
peningkatan layanan publik melalui fleksibelitas pengelolaan keuangan BLU yang dikelola
secara profesional dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.

2.1.2 Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara


A. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
Pengertian dan Ruang Lingkup
Pengertian Keuangan Negara secara umum merupakan, semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Namun jika ditinjau dari sudut pandang sebagai obyek, subyek, proses dan
tujuan memiliki pengertian yang berbeda pula, yakni : .Dari sisi obyekyang dimaksud
keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.
Dengan dianutnya azas azas umum tersebut di dalam undang undang tentang
keuangan negara, maka pelaksanaan undang undang ini selain menjadi acuan dalam
reformasi manajeman keuangan negara sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan
pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
2. Penyusunan dan Penetapan APBN dan APBD
3. Hubungan keauangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah dan
lembaga asing, perusahaan Negara, perusahaan daerah, perusahaan swasta serta badan
pengelolaan dana masyarakat
4. Pelaksanaan APBN dan APBD

B. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


Undang undang tentang perbendaharaan negara ini dimaksudkan untuk memberikan
landasan hukum di bidang administrasi keuangan negara. Dalam Undang undang
Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang
dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sesuai dengan kaidah kaidah yang
baik dalam pengelolaan keuangan negara, Undang undang Perbendaharaan Negara ini
menganut azas kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan
yang diatur dalam Undang undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena itu
Undang undang Perbendaharaan Negara ini selain menjadi landasan hukum dalam
pelaksanaan reformasi pengelolaan keuangan negara pada tingkat pemerintah pusat, berfungsi
pula untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan


Tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai
kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban.
Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
D. Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah menyadari masih terdapat
banyak aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah dalam peraturan perundangan yang
sering menimbulkan kerancuan, disamping itu UU Nomor 22 Tahun 1999 sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggara otonomi daerah yang
lebih efisien.

E. Undang-Undang Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan


Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuang yang proporsional,
demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan pemerintah antara
pemerintrah pusat dengan pemerintah daerah, maka telah dikeluarkan Undang-undang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbanagn Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah yang merupakan penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999.
Peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur tentang pembagian dana
perimbangan, sumber-sumber dana bagi hasil, mekanisme pengalokasian dana bagi hasil,
mekanisme pengalokasian dana alokasi umum, mekanisme pengalokasian dana alokasi
khusus, pemantauan serta evaluasi.

F. Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan


Daerah
Dengan kemajuan teknologi informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara
luas, hal tersebut membuka peluang bagi berbagai pihak untuk mengakses, mengelola, dan
mendayagunakan informasi secara cepat dan akurat untuk lebih mendorong terwujudnya
pemerintahan yang bersih, transparan, serta mampu menjawab tuntutan perubahan secara
efektif.
Untuk menindaklanjuti terselenggaranya proses pembangunan yang sejalan dengan
prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah pusat dan pemerintah
daerah berkewajiban untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi untuk meningkatkan kemmapuan mengelola keuangan daerah, dan menyalurkan
Informasi Keaungan Daerah kepada pelayanan publik.
Peraturan pemerintah Nomor 56 tahun 2005 mengatur tentang prinsip-prinsip informasi
keuangan daerah, isi dari keuangan daerah, batas waktu penyampaian informasi keuangan
daerah, tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah secara nasioanal dan
di daerah, sanksi atas tidak disampakainnya informasi keuangan daerah.
G. Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada daerah
Peraturan pemerintah nomor 57 tahun 2005 mengatur tentang sumber-sumber hibah,
bentuk hibah, pengelolaan hibah, pertanggungjawaban dan pelaporan hiabh. Prinsip
kebijakan perimbangan keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004, adalah perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yang merupakn suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Sumber pendanaan
penyelenggaraan asas desentralisasi di daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dan
Perimbangan, Pinjaman Daaerah dan Lain-lain Pendapatan. Salah satu komponen lain-lain
pendapatan yang dinyatakan dalam pasal Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 sebagai
bentuk hubungan keungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah hibah.
Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam
lembaga atau perorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Hibah digunakan untuk
menunjang peningkatan fungsi pemerintah dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan
aparatur daerah.

H. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, diaman
timbul hak dan daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu
sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari
sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Selain kedua undang-undang di atas, terdapat beberapa pratuaran perundang-undangan
yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih dulu. Undang-
undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, Undang-undang
Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keunagn
Negara dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencnaan Pembangunan
Nasional.
2.2 Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik
Saat ini, banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik yang
telah mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi, praktik
akuntansi yang dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak perbedaan khususnya
dalam proses pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat dimungkinkan oleh belum banyaknya
pemerintah suatu negara yang menerbitkan standar baku akuntansi untuk mengatur praktik
akuntansi bagi organisasi sektor publik.

Berdasarkan kebutuhan tersebut, International Federation of Accountants-IFAC


(Federasi Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang bertugas menyusun
sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku secara internasional yang
kemudian disebut International Public Sector Accounting Standards-IPSAS (Standar
Internasional Akuntansi Sektor Publik). Dalam pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya
menyusun standar tetapi juga membuat program yang sistematis yang mendorong aplikasi
IPSAS oleh entitas-entitas publik di seluruh dunia.

IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual (accrual
basis), namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci kebutuhan untuk
basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh organisasi sektor publik
yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke akrual basis. Jika demikian, maka
organisasi sektor publik yang telah memutuskan untuk mengadopsi basis akrual menurut
IPSAS, harus mengikuti ketentuan waktu mengenai masa transisi dari basis kas ke basis
akrual yang diatur oleh IPSAS.

Pada akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi sektor
publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah regional
(provinsi), pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen kerjanya (dinas-
dinas).

2.3 Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan


Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memerlukan waktu yang lama.
Awalnya, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan pengelolaan
keuangannya sendiri. Hal ini tentu saja menjadikan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
menjadi entitas-entitas otonom yang harus melakukan pengelolaan dan pertanggung jawaban
keuangannya sendiri mendorong perlunya standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah
Nomor 105 Tahun 2000 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 dalam pasal 35 mengamanatkan bahwa penatausahaan dan pertanggungjawaban
keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah, meskipun
belum ada standar akuntansi pemerintahan yang baku.

Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan siapa
yang berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan. Sementara itu,
pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan peraturan perundangan
meskipun standar belum ada.

Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh:

1. International Federation of Accountant (IFAC).

2. International Accounting Standards Committee (IASC).

3. International Monetary Fund (IMF).

4. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

5. Financial Accounting Standards Board (GASB).

6. Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik


Indonesia.

7. Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi pelaporan


keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.

Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat international,


dengan tetap mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan perundangan dan
praktik-praktik akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber daya manusia. Selain itu,
strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan pemerintahan dilakukan dengan proses
transisi menuju basis akrual. Saat ini, pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis
kas; sementara aktiva, kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual.

SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan departemen-


departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya. Penerapan SAP diyakini
akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan keuangan di pemerintah pusat dan
daerah. Ini berarti informasi keuangan pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan
keputusan di pemerintahan dan juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka konseptual dan
11 pernyataan, yaitu:

1. PSAP 01 Penyajian Laporan Keuangan

2. PSAP 02 Laporan Realisasi Anggaran

3. PSAP 03 Laporan Arus Kas

4. PSAP 04 Catatan atas Laporan Keuangan

5. PSAP 05 Akuntansi Persediaan

6. PSAP 06 Akuntansi Investasi

7. PSAP 07 Akuntansi Aset Tetap

8. PSAP 08 Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan

9. PSAP 09 Akuntansi Kewajiban

10. PSAP10 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa


Luar Biasa

11. PSAP 11 Laporan Keuangan Konsolidasi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sifat regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi.
Pada instansi pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
Standar akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran
dasar yang mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses
perumusan atau formulasi standar akuntansi.

DAPTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi, Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai