Anda di halaman 1dari 22

A.

Judul
Pengaruh Metode Pengolahan dan Dekafeinasi : Uji komparasi Potensi dan
Karakteristik (Kimia dan Sensori) Antioksidan Kopi dari Jenis Arabika dan
Robusta

B. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk bidang pertanian khususnya Ilmu dan Teknologi Pangan

C. Pendahuluan
Banyak penelitian berbasis kopi yang dihubungkan dengan kesehatan
manusia terfokus pada aspek-aspek negatif, seperti efek tokxisitas dari kafein.
Karena Kopi telah dikonsumsi di banyak negara, pasti ada dampak positif pada
kopi, seperti efek antioksidative pada kesehatan manusia. Manfaat antioksidan
bagi kesehatan telah dikenal luas, sejak senyawa ini mampu menetralkan errant
molecules atau lebih dikenal dengan radikal bebas. Ketidakseimbangan elektrik
sel akan membunuh sel-sel yang sehat dan sel-sel tersebut mencoba menstabilkan
kondisi dengan mengambil partikel sub-atom. Hal inilah yang menyebabkan
penuaan dini, diabetes, kardiovaskular, katarak, kanker, penurunan kekebalan
tubuh dan system syaraf dan masalah kesehatan lainnya (Richelle et al., 2001;
Borelli et al., 2004; Del Castillo et al., 2004; Yanagimoto et al., 2004)
Kopi merupakan salah satu sumber antioksidan. Secara alamiah, di dalam
kopi terdapat golongan polifenol yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan.
Menurut Yen et al. (2005), kopi memiliki efek antioksidan empat kali lebih
banyak daripada kandungan antioksidan teh hijau. Selain itu slogan back to
nature yang sekarang di anut sebagian besar orang merupakan peluang yang
prospektif bagi komoditas kopi.
Kopi merupakan minuman penyegar yang dikonsumsi oleh sebagian orang
saat santai dan berbagai kesempatan. Sebagian besar mengonsumsi kopi dengan
tujuan memperpanjang waktu terjaga dan meningkatkan konsentrasi berpikir. Hal
ini merupakan dampak positif dari kafein (1,3,7 trimetilxantin). Namun, jika
dikonsumsi secara berlebihan kafein juga memiliki efek negatif.

1
Misalnya merangsang kerja jantung, meningkatkan ketegangan otak, dan
meningkatkan sekresi lambung.
Melihat efek negatif, disamping efek positif yang ditimbulkan oleh kafein,
maka penting dilakukan upaya untuk menghilangkan kafein (dekafeinasi), sesuai
standar yang ditetapkan, pada kopi. Pada dasarnya, tujuan kafeinasi adalah
memproduksi kopi tanpa atau sedikit kafein tanpa mengurangi aroma dan
rasanya.
Beberapa metode yang digunakan dalam proses dekafeinasi adalah metode
dengan menggunakan air, dan metode kimiawi. Penggunaan air memiliki
beberapa keunggulan, yaitu aman, ekonomis tidak berbau dan tidak berasa.
Namun , metode ini memiliki kekurangan yaitu penggunaan air dalam jumlah
yang cukup banyak. Pelarut kimia yang aman digunakan adalah methylene
chloride dan ethyl acetate. Metode ini lebih efektif, karena penggunaan pelarut
kafein yang dapat di daur ulang. Penelitian Lestari (2004) yang mengggunakan
pelarut air dengan mengkombinasikan steam dan leaching, mampu mengurangi
kafein hingga menjadi 0,3 persen. Artinya syarat sebagai kopi bubuk dekafeinasi
sudah tercapai, karena standarnya 0,1 0,3 persen.
Di Indonesia terdapat dua jenis tanaman kopi yang dominan, yaitu kopi
robusta (Coffea canephora) dan kopi arabika (Coffea arabica). Kandungan
kafein pada biji kopi robusta sekitar 1,57 2,68 persen, lebih tinggi daripada kopi
arabica yang mengandung kafein 0,94 1,59 persen. Bukan hanya itu, kafein
pada kopi robusta memiliki sifat kelarutan yang makin tinggi pada saat terjadi
peningkatan suhu. Di satu sisi, dengan alasan tersebut diatas, harga kopi arabika
lebih baik dibandingkan kopi robusta. Padahal kopi yang dihasilkan dari
perkebunan rakyat Indonesia sebagian besar adalah kopi varietas robusta
Sebagian besar kopi Indonesia dihasilkan oleh perkebunan rakyat. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan mutu kopi harus diikuti dengan penyebaran
informasi teknologi budidaya dan cara pengolahan yang benar agar petani bisa
memahami dan menerapkannya. Penerapan teknologi tersebut bagi petani bukan
hanya akan menghasilkan kopi yang bermutu baik, tapi juga mendapatkan
produksi dan pendapatan yang lebih tinggi.

2
Hal ini dimungkinkan karena pada tahap pengolahan buah kopi menjadi biji
kopi kering ini, terjadi perubahan fisik dan kimia pada biji kopi, maka kualitas
biji kopi sangat dipengaruhi oleh keberhasilan proses ini. Menurut Sitoresmi dan
Wicaksono (2006), kadar fenol sebagai antioksidan pada biji kopi Robusta yang
diolah secara basah lebih tinggi dibandingkan pada biji kopi yang diolah secara
kering, sebaliknya nilai rata-rata aktivitas antioksidan pada biji kopi yang diolah
secara basah lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada pengolahan basah
pengeringan yang dilakukan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
pada pengolahan cara kering

D. Perumusan Masalah
Saat ini persaingan di bisnis industri pangan sangat ketat. Setiap bulannya
hampir 100 merk baru bermunculan. Pengembangan produk baru, yang akan
mengakibatkan repositioning product, adalah dengan meningkatkan kualitas yang
memberikan ciri khas pada produk sebagai pembeda dari produk lain sejenis.
Dekafeinasi kopi akan menurunkan kadar kafein dalam biji kopi sesuai
standar yang ditetapkan tanpa merubah rasa dan aroma. Padahal, selain efek
negatif yang ditimbulkan, kafein adalah senyawa khas pada kopi yang
memberikan efek terjaga dan stimulan bagi kerja otak. Sebagian besar orang,
mengkonsumsi kopi untuk tujuan tersebut.
Kopi terdekafeinasi,diharapkan mampu memperbaiki citra kopi menjadi
minuman stimulan yang aman dikonsumsi (bahkan bagi penderita penyakit
jantung dan Diabetes Melitus) dan bermanfaat karena memiliki kandungan
senyawa polifenol sebagai antioksidan.
Dengan citra positif ini niscaya budaya ngopi di masyarakat bisa terus
dilakukan tanpa menggerus kondisi kesehatannya. Untuk itu maka perlu dikaji
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh metode pengolahan terhadap potensi dan
karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan kopi terdekafeinasi yang
dihasilkan

3
2. Bagaimana pengaruh metode dekafeinasi terhadap potensi dan
karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan kopi terdekafeinasi yang
dihasilkan
3. Bagaimana pengaruh interaksi metode pengolahan dan dekafeinasi
terhadap potensi dan karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan biji
kopi terdekafeinasi yang dihasilkan
4. Bagaimana perbandingkan potensi dan karakteristik ( kimia dan sensori)
antioksidan kopi terdekafeinasi dari jenis arabika dan robusta

E. Tinjauan Pustaka
Kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili
Rubiaceae dan genus Coffea. Dunia perdagangan mengenal beberapa golongan kopi,
tetapi yang paling sering dibudidayakan adalah kopi robusta, arabika, dan liberika.
Pada umumnya, penggolongan kopi berdasarkan spesiesnya, kecuali kopi robusta.
Kopi Robusta bukan nama spesies karena kopi ini merupakan turunan dari beberapa
spesies kopi, terutama Coffea canephora (Haarer, 1971).
Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.000
m di atas permukaan laut atau daerah-daerah yang mempunyai suhu sekitar 20 C.
Tanaman kopi robusta dapat tumbuh di daerah relatif rendah karena jenis kopi ini
dapat bertahan dari serangan hama bubuk kopi Hypothenemus hampei yang hidup
di dataran rendah. Tanaman kopi arabika tumbuh di daerah-daerah yang lebih tinggi
sampai ketinggian sekitar 1.700 m diatas permukaan laut atau daerah-daerah yang
mempunyai suhu sekitar 10-16 C. Sedangkan tanaman kopi liberika dapat tumbuh di
dataran rendah (Siswoputranto, 1978).
Kopi robusta mempunyai beberapa varietas, antara lain: Quillou, Uganda, dan
Chanephora dengan sifat-sifat seperti pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Beberapa jenis kopi robusta dan sifat-sifatnya
Varietas Sifat
Quillou Pohon tegap, cabang primer panjang dengan arah
pertumbuhan mendatar dan ujung agak melengkung ke bawah.
Daun agak sempit dan panjang dengan permukaan
berombak
Buah matang berwarna merah jernih dan bergaris.
Produksi tinggi pada tahun-tahun pertama, tetapi setelah
itu menurun cepat.
Uganda Cabang primer lemah.
Daun kecil dan sempit, helaiannya agak menutup, dan
permukaan berombak.
Buah mudah rontok dan mudah terserang hama bubuk.
Sesuai untuk dataran tinggi (> 500 m dpl)
Canephora Pohon banyak mengeluarkan cabang reproduksi.
Daun sempit dengan permukaan berombak.
Buah muda berwarna coklat-kemerahan.
Mudah terserang HV.
Bersifat self steril, sehingga harus dicampur dengan klon
lain.
Sumber: Anonim, 2001

Tanaman kopi robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 1.000
m di atas permukaan laut atau daerah-daerah yang mempunyai suhu sekitar 20 C.
Tanaman kopi robusta dapat tumbuh di daerah relatif rendah karena jenis kopi ini
dapat bertahan dari serangan hama bubuk kopi Hypothenemus hampei yang hidup
di dataran rendah. Tanaman kopi arabika tumbuh di daerah-daerah yang lebih tinggi
sampai ketinggian sekitar 1.700 m diatas permukaan laut atau daerah-daerah yang
mempunyai suhu sekitar 10-16 C. Sedangkan tanaman kopi liberika dapat tumbuh di
dataran rendah (Siswoputranto, 1978).
Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi terdiri dari daging buah dan biji.
Buah terdiri dari tiga lapisan yaitu:
a. Lapisan kulit luar (eksokarp) yang terdiri dari satu lapisan yang tipis.
b. Lapisan daging buah (mesokarp) yang apabila telah masak akan berlendir.
c. Lapisan kulit tanduk (endocarp/parchment) yang cukup keras.

5
Lapisan kulit luar

Lapisan daging buah

Lapisan kulit tanduk

Kulit ari

Biji

Gb. 1. Bagian-bagian buah kopi

Secara struktur, kopi robusta memiliki kulit ari yang sulit dilepas dari
endospermnya. Hal ini disebabkan karena kopi robusta memiliki lendir dalam jumlah
yang sedikit (Najiyati dan Danarti, 2004). Kopi robusta memiliki kafein yang lebih
tinggi, rasa yang pahit, dan asam (Indrianto, 2007).
Teknik budidaya biji kopi untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi tidak
hanya berhenti pada budidaya dan pemanenan saja, melainkan juga cara penanganan
hasil panen. Penanganan kopi hasil panen dimulai dengan sortasi (pemilahan)
gelondong, kemudian pengolahan, sortasi biji, dan pengepakan/penyimpanan
(Najiyati dan Danarti, 2004).
Pengolahan buah kopi dilakukan melalui dua cara, yaitu cara basah dan
kering. Pengolahan cara basah memerlukan modal besar, tetapi prosesnya lebih cepat
dan mutu yang dihasilkan lebih baik. Pengolahan basah banyak dilakukan oleh PTP,
perkebunan swasta yang cukup besar, atau kelompok petani yang membentuk
koperasi (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Pengolahan Cara Basah
Pengolahan cara basah banyak menggunakan air. Pengolahan basah dilakukan
melalui tujuh tahap, yaitu: sortasi gelondong, pulping, fermentasi, pencucian,
pengeringan, hulling, dan sortasi.
Sortasi gelondong dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji
dan sehat dengan kopi hampa yang terserang bubuk. Prinsip kerja dari tahapan ini
adalah perbedaan berat jenis kopi tersebut (Ciptadi dan Nasution, 1985).

6
Pulping bertujuan untuk memisahkan biji dari kulit terluar dan mesocarp
(bagian daging) sehingga diperoleh biji kopi yang masih terbungkus kulit tanduk.
Prinsip kerja pulping adalah melepaskan eksocarp dan mesocarp buah kopi pada air
mengalir (Ridwansyah, 2003).
Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan lapisan lendir yang menyelimuti
kopi yang keluar dari mesin pulper. Fermentasi basah dilakukan dengan jalan
merendam biji kopi selama 24 jam, kemudian baru dilakukan pencucian pada air yang
mengalir dan bersih. Biji dianggap bersih jika biji diraba terasa kesat (Rubiyo, et al.,
2005).
Menurut Ridwansyah (2003), perubahan yang terjadi selama proses fermentasi
meliputi:
Pemecahan komponen mucilage
Bagian yang terpenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen
protopektin yaitu suatu insoluble complex tempat terjadinya meta cellular lactice
dari daging buah. Ada yang berpendapat bahwa terjadinya pemecahan getah itu
adalah sebagai akibat bekerjanya enzim pektinase yang terdapat dalam buah kopi.
Proses pemecahan ini juga dibantu oleh Bacterium lactic aerogenes, dan
Saccharomyces. Proses pemecahan getah pada kondisi fermentasi dengan pH 5,5-6
akan berjalan cukup cepat.
Pemecahan gula
Gula adalah senyawa yang dapat larut dalam air. Pencucian biji kopi lebih dari
15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya kehilangan konsentrasi gula. Proses
difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah berjalan sangat lambat. Proses
ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Selama
fermentasi, komponen gula pada biji kopi berubah menjadi polisakarida (larut air),
oligosakarida, caramel, dan komponen volatil. Kadar gula dalam daging biji akan
mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah pada beberapa jam setelah fermentasi
(Rubiyo, et al., 2005). Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan
asam asetat dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang
dihasilkan dari proses fermentasi ini adalah etanol, asam butirat, dan propionat.

7
Perubahan warna kulit
Pemisahan biji kopi dari pulp dan parchment menyebabkan kulit ari berwarna
coklat. Jaringan daging biji juga akan berubah menjadi kecoklatan. Proses browning
ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang
menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian
yang bersifat alkalis.
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran
lainnya yang masih tertinggal setelah fermentasi atau setelah keluar dari mesin raung
pulper. Pencucian secara sederhana dilakukan pada bak memanjang dengan air
mengalir.
Pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air kopi hingga menjadi 12
persen. Pengeringan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu: cara alami, buatan, dan
kombinasi antara cara alami dan buatan. Sedangkan Hulling bertujuan untuk
memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk dan kulit arinya (Ciptadi
dan Nasution, 1985).
Penyangraian (Roasting)
Penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 180-225 C.
Tujuan penyangraian adalah untuk mendapatkan kopi sangrai yang berwarna coklat
kayu manis kehitaman. Proses penyangraian biji kopi sangat tergantung pada waktu
dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan, penyangraian kopi dibedakan atas tiga golongan,
yaitu:
1. Penyangraian ringan/light, yaitu penyangraian kopi yang dilakukan pada suhu
193-199 C dengan kehilangan air sekitar 3-5 persen.
2. Penyangraian sedang/medium, yaitu penyangraian kopi yang dilakukan pada suhu
204 C dengan kehilangan air sekitar 5-8 persen.
3. Penyangraian berat/heavy, yaitu penyangraian kopi yang dilakukan pada suhu
113-221 C dengan kehilangan air sekitar 8-14 persen.
Tahap awal penyangraian adalah membuang uap air pada suhu penyangraian
100 C, kemudian diikuti tahap pirolisis pada suhu 180 C. Pada tahap pirolisis terjadi
perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak 10 persen.

8
Kehilangan berat ini disebabkan karena produk CO2 yang dihasilkan dan produk
pirolisis volatil lainnya (Ciptadi dan Nasution, 1985).
Perubahan sifat fisik dan kimia yang terjadi selama proses penyangraian
adalah: swelling, penguapan air, pembentukan senyawa volatil, karamelisasi
karbohidrat, pengurangan serat kasar, denaturasi protein, pembentukan gas CO2
sebagai hasil oksidasi, dan pembentukan aroma yang spesifik pada kopi. Selama
penyangraian, swelling disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar
terdiri dari CO2 yang kemudian mengisi ruang dalam sel atau pori-pori (Ridwansyah,
2003).
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Ciptadi dan
Nasution (1985) adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak menguap, yaitu asam kofeat, asam klorogenat,
asam ginat, dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil, yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, dan vanilin
aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam, yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, dan merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino, yaitu leusin, isoleusin, varilin, hidroksiprolin, alanin,
treonin, glisin, dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat, dan volerat.
Pada proses penyangraian terjadi penguapan kafein dan penguraian protein,
asam, amino, arabinogalaktan, gula, trigonelline, asam klorogenik, sukrosa, dan air
yang akan membentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia,
trimetilamin, metilpiridinium, asam formiat, asam asetat, dan melanoidin
(Del Castillo, et al., 2002). Perubahan-perubahan yang terjadi selama penyangraian
dapat dilihat pada Table 2. Karemelisasi sukrosa terjadi apabila titik leleh sukrosa
telah tercapai, yaitu pada suhu 188 C (Anonim, 2004). Kafein di dalam kopi terdapat
baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat
sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat (Spiller, 1998).

Table 2. Komposisi kimia kopi robusta sebelum dan setelah penyangraian

Komponen Biji kopi robusta Kopi robusta tersangrai

9
Mineral 4,0-4,5 4,6-5
Kaffein 1,6-2,4 2
Trigonelline 0,6-0,75 0,3-0,6
Lemak 9-13 11-16
Total asam klorogenik 7-10 3,9-4,6
Asam alifatis 1,5-1,2 1-1,5
Oligosakarida 5-7 0-3,5
Total polisakarida 37-47
Asam amino 0
Protein 13-15
Asam humik 16-17
Sumber: Ridwansyah (2003)
Antioksidan Kopi
Secara alamiah, antioksidan dapat ditemukan di beberapa tanaman, seperti:
buah, sayur, kacang-kacangan, teh, dan kopi dalam bentuk senyawa polifenol baik
golongan flavonoid maupun fenol. Flavonoid adalah hasil metabolisme sekunder
yang ditemukan pada tanaman pangan, seperti: buah, sayuran, serealia, dan minuman.
Flavonoid selalu ada pada sel dalam bentuk glikosida. Glikosida ini akan terpecah
menjadi aglikon dan gula oleh enzim atau karena panas-asam perlakuan (Shahidi dan
Naczk, 1995). Tiap bahan makanan itu mempunyai kandungan flavonoid dan
senyawa fenolik yang berbeda (Madhavi et al., 1995). Buah kopi banyak
mengandung senyawa polifenol, seperti: asam klorogenik, trigoneline, asam kafein,
asam ferulik, dan asam p-coumaric. Polifenol tergabung dalam molekul gula yang
melindungi kelompok antioksidan. Penyangraian membuat komposisi senyawa
polifenol berubah (Richelle et al., 2001).
Senyawa makromolekul seperti melanoidin dihasilkan dari gula-asam amino
pada reaksi maillard yang akan menghambat reaksi oksidasi pada lemak. Fraksi masa
yang lebih tinggi dari biji kopi hasil penyangraian mengandung antioksidan tertentu.
Melanoidin memiliki aktifitas antioksidan yang kuat, dan diperkuat lagi dengan asam
fenol karbonik yang memiliki berat molekul rendah terutama senyawa heterosiklik.
Senyawa yang didapat dari reaksi maillard telah dianggap sebagai antioksidan.
Beberapa contoh senyawa heterosiklik hasil reaksi maillard adalah: pyrroles,
oxazoles, furans, thiazoles, thiophenes, imidazoles, pyrazines, dan maltol. Pada saat

10
pemanggangan juga terbentuk metilpiridinium yang berasal dari trigonelline. Pyroles
dan furans menunjukkan aktifitas paling tinggi (Yanagimoto et al., 2004).
Antioksidan sangat penting dalam usaha untuk menghambat reaksi oksidasi
yang menghasilkan radikal bebas dan turunannya. Reaksi oksidasi berlangsung
dalam tiga tahap, yaitu:
Inisiasi : RH R* + H *
Propagasi : R* + O2 ROO*
ROO* + RH ROOH + R*
Terminasi : ROO* + ROO* ROOR + O2
ROO* + R* ROOR
R* + R * RR
Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang mempunyai satu
elektron atau lebih yang tidak berpasangan. Secara teoritis, radikal bebas dapat
terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan kovalen (Muhilal, 1991).
Tahap inisiasi merupakan tahap pembentukan radikal bebas lemak bila
hidrogen (sebenarnya sebuah proton) meninggalkan karbon -metilena pada gugus
asam lemak tak jenuh dari molekul lemak (RH). Hasil reaksi inisiasi berupa radikal
bebas (R*) yang sangat peka terhadap serangan oksigen atmosfer dan membentuk
radikal peroksi tak stabil (ROO*). Radikal peroksi tak stabil berperan sebagai inisiator
dan pemacu kuat oksidasi selanjutnya. Pada proses selanjutnya, pemecahan oksidatif
lemak dan minyak menjadi proses yang dipacu oleh dirinya sendiri (autokatalitik)
atau autooksidatif. Reaksi berantai antara peroksi radikal (ROO*) dengan lemak (RH)
menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal hidrokarbon (R*) baru. Radikal
baru ini kemudian berperan dalam reaksi berantai karena bereaksi dengan molekul
oksigen lain. Hidroperoksida ini kemudian dapat mengalami pemecahan menjadi
senyawa organik yang lebih kecil, seperti: aldehid, malonaldehid, keton, dan asam
yang memberikan bau dan cita rasa tak enak yang dikenal dengan ketengikan. Bila
dua radikal bergabung maka terjadi terminasi. Jika tidak ada lagi radikal yang tersedia
untuk reaksi lebih lanjut dengan oksigen, tentu saja diperlukan reaksi inisiasi yang
baru apabila oksidasi akan terus berlangsung (Tranggono, et al., 1989).

11
Penghambatan oksidasi oleh antioksidan dapat dilakukan secara primer dan
sekunder. Penghambatan secara primer terjadi apabila antioksidan memutus reaksi
berantai (chain breaking) pembentukan rantai oksidasi. Penghambatan sekunder
terjadi apabila antioksidan mengubah radikal lipid ke bentuk yang lebih stabil,
mendeaktifkan ion logam yang merupakan prooksidan, menangkap oksigen, dan
mengikat singlet oksigen.
Senyawa yang berperan sebagai antioksidan primer adalah fenolik. Radikal
yang terbentuk dari reaksi fenol dengan radikal lipid distabilkan melalui delokalisasi
elektron yang tidak berpasangan di sekeliling cincin aromatik. Stabilitas radikal
fenoksil mengurangi kecepatan propagasi pada reaksi autooksidasi karena reaksi ini
berjalan lebih lambat dibanding reaksi propagasi tanpa adanya antioksidan. Pengaruh
konsentrasi antioksidan pada kecepatan autooksidasi tergantung pada beberapa faktor,
antara lain: struktur antioksidan, kondisi oksidasi dan sampel yang teroksidasi
(Gordon, 1990).
Dekafeinasi Kopi
Dekafeinasi adalah upaya menghilangkan kafein dari bahan baku yang
mengandung kafein, seperti teh, kakao, kopi dan lain sebagainya, sesuai standar yang
telah ditentukan, yaitu berkisar 97% - 99,9% bebas kafein. Beberapa metode yang
digunakan adalah metode langsung dan metode tidak langsung, dengan masing-
masing metode menggunakan larutan air atau kimia. Beberapa ahli juga
menyebutkan metode air (steam) dan metode kimia (http://
www.swisswater.ca/decaf/process/greenbean).
Pada biji kopi, secara sederhana dekafeinasi dilakukan pada kopi yang telah
mengalami proses pengolahan (biji kopi kering) sebelum dilakukan penyangraian.
Kemudian biji kopi direndam dalam pelarut kafein, berulang dilakukan hingga
kandungan kafein hanya 1-3% dari kandungan awal (http://
www.swisswater.ca/decaf/process/greenbean).
Metode langsung menyebutkan biji kopi dikukus selama 30 menit, kemudian
direndam dalam methylene chloride atau ethyl acetate selama 10 jam. Biji kopi
dikukus kembali selama 1 jam untuk menghilangkan semua residu bahan kimia, dan
dikeringkan (http:// www.swisswater.ca/decaf/process/greenbean).

12
Dalam metode tidak langsung, kopi direndam dalam air panas selama 1 jam .
Kemudian biji dikeluarkan dari pelarut yang kemudian diberi methylene chloride atau
ethyl acetate untuk mengekstak kafein dari pelarut. Kafein dipisahkan dari air dengan
metode evaporasi sederhana. Penggunaan air dengan penggunaan bahan kimia yang
tidak bersentuhan langsung dengan biji kopi mengakibatkan proses ini sering disebut
dengan metode air (http:// www.swisswater.ca/decaf/process/greenbean).
Menurut Peker et al, (2004) laju dekafeinasi merupakan fungsi dari laju aliran
CO2 , temperatur, dan tekanan. Ekstraksi dengan mengunakan metode supercritical
carbon dioxide merupakan pelarut yang selektif dan diaplikasikan untuk dekafeinasi
biji kopi dengan temperatur 70 derajat Celcius dengan bertekanan tinggi.
Metode dengan menggunakan pelarut air membutuhkan tekanan dan
temperatur di atas titik didih air. Dengan adanya paas dapat memutuskan ikatan ion
kafein dan senyawa lain, sehingga kafein akan terbebas dan lepas dalam air
(Peker et al., 2004)

F. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap potensi dan
karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan kopi terdekafeinasi yang
dihasilkan
2. Mengetahui pengaruh metode dekafeinasi terhadap potensi dan
karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan kopi terdekafeinasi yang
dihasilkan
3. Mengetahui pengaruh interaksi metode pengolahan dan dekafeinasi
kopi terhadap potensi dan karakteristik ( kimia dan sensori) antioksidan
kopi terdekafeinasi yang dihasilkan
4. Membandingkan potensi dan karakteristik ( kimia dan sensori)
antioksidan kopi terdekafeinasi dari jenis arabika dan robusta

G. Manfaat Penelitian

13
1. Dari penelitian ini dihasilkan produk kopi terdekafeinasi (decafeinnated coffee)
yang memiliki potensi dan karakteristik antioksidan yang optimum dan memiliki
efek negatif yang rendah sehingga aman bagi penderita jantung, DM dan
hipertensi dengan rasa dan aroma yang tidak jauh berbeda dengan kopi yang biasa
dikonsumsi
2. Meningkatkan konsumsi kopi yang pada akhirnya akan meningkatkan prospek
komoditi kopi
3. Menambah kelengkapan bahan ajar khususnya untuk MK Bahan Penyegar di PS
ITP-Unsoed

H. Metode Penelitian:
1. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium ITP-Unsoed, selama 5 bulan
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kopi dari jenis arabika dan
robusta. Bahan kimia untuk analisis kadar kafein, jumlah dan aktivitas senyawa
fenol sebagai antioksidan, yaitu: NaOH, petroleum eter, etanol , aquades, air bebas
ion, reagen Folin Ciocalteau, Na2CO3, asam tanat, TCA (asam triklorasetat), TBA
(asam tiobarbiturat), asam asetat glasial, asam linoleat, buffer phospat pH 7,1,
amonium tiosianat, FeCl2, HCl, dan -tokoferol.
3. Alat
Peralatan yang digunakan diantaranya adalah peralatan pengolahan kopi cara
basah dan kering , coffee roaster, Moullinex Coffee Grinder, timbangan digital,
kertas Whatman no.41, pengaduk, ependorf, mikro pipet, tabung reaksi, sentrifus,
ultrasentrifus, vorteks, freeze drier, dan alat-alat gelas.

4. Garis besar urutan tahap penelitian:


a. Pengolahan buah kopi menjadi biji kopi kering
b. Dekafeinasi biji kopi

14
c. Penyangraian ringan /light biji kopi terdekafeinasi (karena dari hasil
penelitian Sitoresmi dan Rumpoko, 2005, penyangraian ringan
memberikan kadar dan aktivitas antioksidan yang lebih baik)
d. Ekstraksi kopi
e. Analisis potensi dan karakteristik (kimia dan sensori).
5. Rancangan percobaan
Aktivitas antioksidan dari kopi terdekafeinasi varietas robusta dilakukan
terpisah dari varietas arabika, namun semua perlakuan yang diberikan (sesuai garis
besar urutan tahap penelitian) sama. Hasil yang didapat akan dibandingkan secara
komparatif. Faktor-faktor yang dikaji adalah sebagai berikut:
Faktor 1. Metode dekafeinasi:
a. Metode steam
b. Metode kimia
Faktor 2. Metode pengolahan
a. Metode pengolahan basah
b. Metode pengolahan kering
Rancangan percobaan yang digunakan RCBD (Randomized Completely
Block Design) dengan dua faktor 2x2 dengan ulangan 4 kali sehingga terdapat 16
unit.
6. Variabel penelitian:
a. Potensi antioksidan
b. Karakteristik kimia
c. Karakteristik sensori
7. Analisa data
Data potensi dan karakteristik kimia dianalisis dengan uji F, apabila hasilnya nyata
maka dilanjutkan uji DMRT taraf 5 persen. Data variabel sensori dianalisis dengan
Uji Friedman dan jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Banding Ganda
pada taraf 5 persen. Penentuan kombinasi perlakuan terbaik dengan metode Indeks
Efektivitas.
Model Rancangan Acak Kelompok menurut Karnomo dkk (2001) yang
digunakan:

15
Yij = + Pi + Kj + ij
Dimana:
Yij = variabel respon yang diukur
= nilai rata-rata Yij
Pi = pengaruh perlakuan ke-i
Kj = pengaruh perlakuan ke-j
ij = errror pada unit yang mendapat perlakuan ke-i pada kelompok ke-J
8. Prosedur
a. Pengolahan buah kopi menjadi biji kopi kering
b. Pembuatan biji kopi kering terdekafeinasi (Lestari, 2004)
c. Penyangraian ringan biji kopi kering terdekafeinasi (Sitoresmi dan
Rumpoko, 2005)
d. Ekstraksi biji kopi (Del Castillo, et al., 2002)
e. Potensi antioksidan; total fenol terekstraksi (Andarwulan dan Shetty,
1999)
f. Karakteristik kimia : kadar kafein (Lestari, 2004), kelarutan (Del Castillo
et al, 2002), aktivitas antioksidan yang diukur melalui absorbansi
peroksida( Chen et al., 1996) dan absorbansi malonaldehida (Kikuzaki dan
Nakatami, 1993)
g. Karakteristik sensori: rasa, aroma, warna

I. Jadwal Penelitian
No Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5
1 Pengolahan dan
dekafeinasi biji kopi

16
kering terdekafeinasi
2 Penyangraian
3 Ekstraksi kopi
4 Analisis karakteristik
kimia dan sensori
5 Pengolahan dan
interpertasi data
6 Draf laporan
7 Laporan akhir

J. Personalia Penelitian
1. Ketua :
a. Nama lengkap dan gelar : Ike Sitoresmi Mulyo P, S.TP, M.Sc
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Golongan/Pangkat/NIP : IIIA/Penata Muda/132233684
d. Disiplin ilmu : Rekayasa proses Industri Pertanian
e. PS/Jurusan : ITP/Teknologi Pertanian
f. Fakultas/Universitas : Pertanian/UNSOED
g. Waktu penelitian : 15 jam / minggu
2. Anggota
a. Nama lengkap dan gelar : Ir. Sujiman, MP
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Golongan/Pangkat/NIP : IIId/Penata Tk I/Lektor
d. Disiplin Ilmu : Teknologi Hasil Perkebunan
e. PS/Jurusan : Ilmu dan Teknologi Pangan/TP
f. Fakultas/Universitas : Pertanian/UNSOED
g. Waktu penelitian : 15 jam / minggu

K. ANGGARAN
Rekapitulasi biaya
No Uraian Jumlah (Rp)
1 Gaji dan Upah 900.000
2 Bahan Habis Pakai 4.300.000
3 Peralatan 900.000
4 Perjalanan 400.000
5 Lain-lain 1.000.000

17
Total 7.500.000
1. Gaji dan Upah
No Pelaksana Jml Lama Kerja Honor/ Jumlah
Kegiatan ( bulan) bulan Honor (Rp)
(Rp)
1 Koordinator 1 5 100.000 500.000
2 Peneliti 1 5 80.000 400.000
Jumlah biaya 900.000

2. Bahan Habis Pakai


No Bahan Volume Biaya Satuan Biaya
1 Kopi varietas arabika 20 kg 20.000 400.000
2 Kopi varietas robusta 20 kg 15.000 300.000
3 Kimia dekafeinasi 10 liter 40.000 400.000
4 Analisis kadar kafein 32 25.000 800.000
5 Analisis total fenol 32 20.000 640.000
7 Analisis abs 32 20.000 640.000
peroksida
8 Analisis abs 32 15.000 480.000
malonaldehide
9 Analisis sensori 32 20.000 640.000
Jumlah biaya 4.300.000
3. Peralatan
No Bahan Volume Biaya Satuan Biaya
1 Sewa alat laboratorium 1 unit 500.000 500.000
ITP
2 Plastik PVC 10 pak 10.000 100.000
3 Ember/Bak Plastik 10 bh 15.000 150.000
4 Kain saring 1m 50.000 50.000
5 Sewa alat pengolahan kopi 1 unit 100.000 100.000
cara basah

Jumlah Biaya 900.000


4. Perjalanan
No Tujuan Volume Biaya Satuan Biaya
1 Yogyakarta(1 paket = 1 org, 1 paket 400.000,00 400.000,00
2 hari)

Jumlah Biaya 400.000,00


5. Lain-lain
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan Biaya

18
1 Seminar 1 100.000,00 100.000,00
2 Publikasi 1 500.000,00 500.000,00
3 Pelaporan 1 paket 300.000,00 300.000,00
4 Dokumentasi 1 paket 100.000,00 100.000,00
Jumlah biaya 1.000.000,00

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan, N and K. Shetty. 1999. Phenolic content in differentiated tissue culture of


transformed and agrobacterium-transformed roots of anisse (Pimpinela anisum
L.). J. Afric Food Chem. 447:1776-1780.

19
Anonim. 2004. A rough pictoral guide to the roast process (On-line). www.google.com.
diakses 15 Desember 2006.

.2004. Kopi: Antioksidan terbaik (On-line).


www.sinarharapan.co.id/berita/0508/30/lua05.html. diakses 12 September 2006.

. 2001. Jenis biji kopi (On-ine).http://www.lablink.or.id/Agro/Kopi/kopi-


robusta.htm. diakses 3 Maret 2007.

. 2007. Decaffeination Standards. (On-line).


www.swisswater.ca/decaf/process/greenbean). Diakses 15 Maret 2009

Borelli, R.C., F. Esposito., A. Napolitano., A.Ritieni., and V. Fogliano. 2004.


Characterization of a New Potential Functional Ingredient: Coffee Silverskin. J.
Agric. Food Chem. 52: 1338 1343

Chen,H.M., et al. 1996. Antioxidant activity of designed peptides based on the


antioxidative peptides isolated from digests of a soybean protein. J. Agric Food
Chem. 44:2619.

Ciptadi, W. Dan M.Z. Nasution.1985. Pengolahan Kopi. Agro Industri Press, Jurusan
Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor. 34 hal.

Daglia, M., M. Racchi, A. Papetti, C. Lanni, S. Govoni, and G. Gazzani. 2004. In Vitro
and Ex Vivo Antihydroxyl Radical Activity of Green and Roasted Coffee. J. Agric.
Food Chem. 52:1700-1704

Del Castillo, M.D., J.M. Ames, dan M.H. Gordon. 2002. Effect of roasting on the
antioxidant of coffee brews. J. Agric Food Chem. 50:3698-3703.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2002. Commodity Outlook (Coffee). Jakarta.

Gordon. 1990. The mechanism of antioxidant action in vitro. In: B.J.F. Hudson (Ed.),
Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, New York. Pp. 1-15.

Haarer, A.E. 1971. Coffee Growing. Oxford University Press, London. 10 hal.

Indrianto, N. 2007. Kopi robusta (coffea robusta). (On-


line).http://bla3x.blogspot.com/2005/09/manfaat-kopi.html. Diakses 3 Mei 2007.

Karnomo, J.B., E.A. Marimono, Indarmawan. 2001. Dasar-Dasar Perancangan


Percobaan dan Analisis Data Hasil Percobaan dengan Metode Statistika.
Penerbit Universitas Jenderal Soedirman.143 hal.

20
Kikuzaki, H. Dan Nakatami.1993. Antiokxidant effect of some ginger constituents. J. of
Food Science. 15(6):1407-1410

Lestari (2004) didalam Lestari (2009). Kopi, Efek Kafein, dan Dekafeinasi. Suara
Merdeka, 6 Februari 2009

Madhavi, D.L., S.S. Deshpande, D.K. Salunkhe. 1995. Food Antioxidants.


Technological, Toxicological, and Health Perspectives. Marcel Dekker, inc,
New York. Pp. 41-70.

Muhilal. 1991. Teori Radikal Bebas Dalam Gizi dan Kedokteran. Cermin Dunia
Kedokteran. 73:9-11.

Najiyati,S., dan Danarti. 2004. Kopi: Budi Daya dan Penanganan Pascapanen. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Peker, H., M.P.Srivasan, J.M Smith, Ben J.McCoy. 2004. Caffeine Extraction Rates
From Coffee Beans With Supercritical Carbon Dioxide. AIChE. 38:761-770

Richelle, M., I.Tavazzi, and E.Offord. 2001. Comparison of the Antioxidant of


Commonly Consumed Polyphenolic Beverages (Coffee, Cocoa, and Tea) Prepared
per Cup Serving. J.Agric. Food Chem. 49:3438-3442.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan kopi (On-line).


http://library.usu.ad.id/download/fp/tekper-ridwansyah4.pdf. diakses 7 Mei
2006.

Rubiyo, L. Kartini, M.S. Agung. 2005. Pengaruh dosis pupuk kandang dan lama
fermentasi terhadap mutu fisik dan citarasa kopi arabika varietas s 795 di Bali
(On-line). http:/www.pustaka_ deptan.go.id/agritech/ppua0157.pdf. diakses
tanggal 2 Januari 2007.

Shahidi, F., M. Naczk. 1995. Food Phenolics: Sources, Chemistry, Effects, Applications.
Technomic Publising. Co. Inc., Basel. Pp. 115-123.

Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi, dan Coklat Internasional.


Gramedia, Jakarta. 20 hal.

Sitoresmi, I dan R.Wicaksono. 2006. Pengaruh Cara Pengolahan dan Derajat


Penyangraian terhadap Aktivitas Antioksidan pada Biji Kopi Robusta. Laporan
Penelitian (tidak dipublikasikan).

Spiller, G.A. 1998. Caffein. Health Research and Studies Centre and Sphera Foundation,
California. 70 hal.

21
Tranggono, et al.1989. Bahan Tambahan Pangan (Food Additives). Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, UGM,Yogyakarta. Hal. 482-554.

Yanagimoto, K., H. Ochi, K.G. Lee and T. Shibamoto. 2004. Antioxidative Activities of
Fractions Obtained From Brewed Coffee. J. Agric. Food Chem. 52: 592-596.

Yen, W.J., et al. 2005. Antioxidant properties of roasted coffee residues. J. Agric Food
Chem. 53:2658-2663.

22

Anda mungkin juga menyukai