Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Kopi merupakan minuman yang sangat terkenal di dunia dan sudah


dikonsumsi sejak abad ke-9 M. Kopi merupakan biji buah dari pohon Genus Coffea.
Di dunia ada dua jenis kopi yang terkenal, yaitu kopi arabika (Coffea arabica) dan
kopi robusta (Coffea robusta). Salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia adalah
mengkonsumsi kopi. Kopi sebagai minuman ringan memiliki berbagai khasiat untuk
kesehatan dan hal ini telah dibuktikan dari penelitian-penelitian yang pernah
dilakukan, termasuk terhadap kesehatan gigi dan mulut. 1 Penelitian yang dilakukan
oleh Ferrazano et al (2009) menyatakan bahwa kopi mengandung turunan dari asam
hidroksinamis diantaranya kafein, klorogenik, coumarin, ferulin, asam sinapik,
flavonoid, dan polifenol.2 Kafein pada kopi diketahui berfungsi sebagai antibakteri
yang dapat menghambat dinding sel dan sinstesis DNA bakteri.1

Indonesia merupakan negara yang kaya akan tumbuhan berkhasiat, salah satu
yaitu kopi. Indonesia merupakan produsen penghasil kopi nomor 3 di dunia setelah
Brazil dan Vietnam. Kopi secara umum memiliki beberapa manfaat seperti
merangsang proses pernapasan, membantu asimilasi dan pencernaan makanan,
menenangkan perasaan mental saat badan letih, sebagai obat diare, pencegah muntah
sesudah operasi.

Penelitian yang berkhaisat sebagai antibakteri baru yang berpotensi


menghambat atau membunuh bakteri sangat diperlukan dan dikembang luaskan.
Salah satu alternative yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan zat aktif
pembunuh bakteri yang terkandung dalam tanaman obat yaitu kopi.3

Enterococcus faecalis memiliki peran utama dalam etiologi infeksi di saluran


akar gigi. Pada umumnya ditemukan dalam persentase yang tinggi dalam saluran akar

1
sebagai organisme tunggal yang mampu bertahan setelah perawatan. Bakteri tersebut
mengandalkan kemampuannya untuk bertahan hidup sebagai patogen dengan
menunjukan resistensi antibiotik gen atau mutase spontan. Prevalensi infeksi
endodontik yang disebabkan oleh bakteri Enterococcus faecalis berkisar antara 24-
77%. Penemuan ini dapat dijabarkan melalui variasi dari ketahanan dan virulensi dari
bakteri Enterococcus faecalis sendiri, termasuk kemampuannya dalam berkompetisi
dengan mikroorganisme lain masuk ke tubulus dentin dan mampu bertahan dalam
kondisi dengan nutrisi yang sedikit. Bakteri Enterococcus faecalis yang tertinggal
dalam saluran akar dapat secara signifikan mengurangi tingkat keberhasilan setelah
perawatan saluran akar. 4

Penggunaan obat saluran akar sangat dianjurkan untuk mencegah perkembang


biakan sekaligus membunuh bakteri yang ada di dalamnya. Obat tersebut harus
memiliki efek spektrum yang luas. Kalium hidroksida merupakan senyawa yang ada
dalam obat saluran akar untuk membunuh kuman. Suasana alkalin yang disebabkan
oleh kalsium hidroksida ini menyebabkan bakteri saluran akar tidak mampu untuk
bertahan dalam lingkungan tersebut, tetapi tidak berlaku bagi bakteri Enterococcus
faecalis.5

Dalam beberapa tahun terakhir, enterococci telah neningkatankan angka


perkembangan resistensi terhadap beberapa obat antimikroba. Enterococci dinyatakan
resistensi terhadap tetrasiklin, eritoromisin, timethoprin, dan tingkat tinggi
klindamisin. Vancomycin Resistant Enterococci (VRE) merupakan tantangan yang
paling serius di antara resistensi mikroba dan sebagai sumber infeksi klinis pada
manusia di dekade terakhir.13

Resistensi antibiotik meruapakan masalah kesehatan saat ini dimana


mengakibatkan peningkatan kasus infeksi yang mengancam jiwa. Hal ini disebabkan
karena penggunaan yang tidak tepat dalam dosis, tidak sesuai dengan penyakit dan
jangka waktu penggunaan yang kurang tepat. Bakteri Enterococcus faecalis diketahui

2
mengalami resistensi terhadap antibiotic golongan β-lactam yaitu ampisilin,
amoksisilin, dan penisilin.6

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


tentang efek antibakteri dari ekstrak biji kopi arabika dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Sehingga penelitian ini dapat
dimanfaatkan sebagai aplikasi dalam bidang kedokteran.

I.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka muncul suatu


permasalahan antara lain :

1. Apakah ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica) dapat menghambat


pertumbuhan Enterococcus faecalis ?
2. Berapa konsentrasi hambatan minimal ekstrak biji kopi arabika (Coffea
arabica) terhadap pertumbuhan Enterococcus faecalis ?

I.3 HIPOTESIS

Ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica) dapat menghambat pertumbuhan


bakteri Enterococcus faecalis

I.4 TUJUAN PENELITIAN

I.4.1 Tujuan umum

Untuk melihat adanya pengaruh ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica)
sebagai antibakteri, terutama terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.

3
I.4.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui gambaran antibakteri dilihat dari diameter zona hambat
pertumbuhan Enterococcus faecalis berdasarkan konsentrasi 80%, 60%, 40% dan
20% ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica)
2. Untuk mengetahui zona hambatan minimal dari ekstrak biji kopi arabika
(Coffea arabica) dalam menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis.

I.5 MANFAAT PENELITIAN

I.5.1 Bagi Peneliti

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai efektivitas hambatan


ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica) terhadap pertumbuhan
Enterococcus faecalis.
2. Sebagai persyaratan tugas untuk memperoleh S.Ked (Sarajana
Kedokteran) di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

I.5.1 Bagi Institusi

1. Menambah publikasi ilmiah dalam herbal sebagai antibakteri


2. Memperkaya data dan informasi untuk penelitian klinik dalam bidang
herbal

I.5.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi kepada masyarakat untuk


membudidayakan tanaman herbal untuk pengobatan alternatif

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Biji Kopi Arabika (Coffea arabica)

Kopi arabika pertama kali ditemukan di dataran tinggi Etiopia dan


dipopulerkan oleh bangsa Arab. Biji kopi dari Etiopia dibawa oleh pedagang Arab ke
Yaman dan diperjual-belikan. Memasuki abad ke-17 orang Eropa mulai
mengembangkan perkebunan kopi sendiri tetapi iklimnya tidak cocok dan pada abad
ke-19. Belanda mendatangkan kopi ke pulau Jawa dan membudidayakannya.25,26,27

Kopi arabika memiliki persyaratan dalam konidisi iklim dan tanah yang
optimum untuk pertumbuhannya. Kopi arabika sangat cocok ditanam pada dataran
tinggi dengan ketinggian 700 – 1400 meter di atas permukaan laut, suhu udara yang
relatif rendah yaitu 15 - 24oC, curah hujan rata-rata 2.000-4.000 mm/tahun,
kedalaman tanah efektif > 100cm dan pH tanah 5,3 – 6,0.17 Kopi arabika tersebar luas
dan memiliki perbedaan citra rasa di yang tergantung dari kondisi tanah dan iklim di
tempat tanaman kopi ditanam. Di Indonesia, nama kopi arabika berdasarkan tempat
penanamannya. Berikut merupakan jenis kopi arabika yang terkenal dan di daerah
asal tanamnya: 18
1. Kopi Arabika Garut (Jawa Barat)
2. Kopi Arabika Arjuno (Jawa Timur)
3. Kopi Arabika Mandailing (Sumatera Utara)
4. Kopi Arabika Aceh Gayo (Aceh)
5. Kopi Arabika Toraja Kalosi (Toraja)
6. Kopi Arabika Kintamani (Bali)
7. Kopi Arabika Papua Wamena (Papua) 18

II.1.1. Taksonomi Biji Kopi Arabika (Coffea arabica)7

5
Kigdom : Plantae

Subkigdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Rubiales

Famili : Rubiaceae

Genus : Coffea

Spesies : Cofffea arabica

II.1.2. Morfologi dan Khasiat Biji Kopi Arabika (Coffea arabica)

Gambar II.1 Coffea Arabica (Sumber: Gambar II.2 Coffea Arabica (Sumber:
https://www.filosofikopi.com/2019/04/pe https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Sta
rbedaan-kopi-robusta-dan-arabika.html ) rr_070308-5472_Coffea_arabica.jpg )

6
Tanaman kopi arabika (Cofffea arabica) merupakan tanaman semak belukar
yang berkeping dua (dikotil), sehingga memiliki perakaran tunggang. Tanaman kopi
ini memilik total panjang 5 m hingga 6 m dan berdiameter 7 cm di batangnya. Kulit
dari batangnya berwarna abu-abu muda, tipis, dan saat tua menjadi pecah - pecah dan
kasar. Sedangkan kayunya bersifat keras, berat dan tangguh.7

Daun kopi arabika (Cofffea arabica) sederhana dengan tangkai daun pendek
memili ciri-ciri berwarna hijau gelap, kasar, mengkilap, lonjong 4 – 8 inci. Pada
permukaan bawah daun terdapat rongga kecil yang disebut domatia dan menonjol
keluar ke permukaan daun. Masa hidup daun kopi arabika kurang dari satu tahun.
Lokasi, bentuk, ukuran dan serta tidak ada atau adanya domatia pada daun kopi
arabika telah digunakan untuk membedakan spesies dan varieatas kopi. Buah pada
tanaman kopi arabika (Cofffea arabica) berwarna merah dan bijinya memiliki bentuk
agak memanjang, sedikit cembung, coklat muda, dan celah tengah dibagain datarnya
berkeluk. 7

II.1.3. Kandungan Kimia Biji Kopi Arabika (Coffea arabica)

Kopi memiliki banyak kandungan yang memiliki manfaat untuk kesehatan.


Adapun kandungan dari biji kopi arabika (Coffea Arabica) adalah sebagai berikut:

1. Kafein

Kafein merupakan senyawa aktif secara farmakologi yang merupakan turunan


dari metilxantin yang berfungsi sebagai antimikroba. 8 Kafein yang berasal dari biji
kopi arabika menunjukan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Kafein dapat melewati dinding sel bakteri dengan mudah sehingga
dapat menghambat sintesis DNA pada bakteri tersebut. Selanjutnya aktivitas bakteri
akan turun dan mati. 19

2. Asam Klorogenat

7
Asam klorogenat adalah suatu senyawa yang termasuk dalam komponen
fenolik yang berfungsi sebagai pelindung tumbuhan kopi dari mikroorganisme,
serangga dan radiasi UV. Secara farmakologis, asam klorogenat bisa menjadi
antioksida, antivirus, hepatoprotektif, dan berperan dalam antispasmodik. 9

Asam klorogenat dapat berikatan dan meningkatkan permeabilitas dinding sel


bakteri. Ketika dinding sel terganggu maka menyebabkan keluarnya molekul kecil
dari dalam bakteri sehingga terjadi gangguan metabolisme sel pada bakteri.20

3. Flavonoid

Flavonoid dikenal memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan antimikroba.


Senyawa flavonoid memiliki efektivitas sebagai antimikroba dengan cara
menghambat sintesis asam nukleat, menghambat metabolisme, menghambat
pembentukan formasi biofilm, dan meningkatkan permeabilitas membran pada
dinding sel bakteri.21

4. Trigonelin

Trigonelin merupakan turunan dari vitamin B6 yang berfungsi sebagai


antimikroba dengan cara meningkatan permeabilitas dinding sel bakteri.22

II.1.4. Manfaat Kopi Arabika

Kopi merupakan minuman yang populer di seluruh negara. Dengan rasanya


yang pahit tetapi kopi memiliki citra rasa yang unik. Dalam pembuatan minuman
kopi, bagian yang dipakai adalah biji kopi. Berdasarkan penelitian, kopi memiliki
banyak manfaat antara lain:

1. Kopi dapat menstimulasi sistem saraf pusat, otot jantung dan relaksasi otot
polos terutama pada otot pada bronkus. Stimulan yang dihasilkan dapat
membangkitkan semangat seseorang ketika tubuh merasa lelah bekerja
atau pada malam hari dapat membuat tubuh menjadi siaga. 8

8
2. Kopi memiliki aktifitas antioksidan yang berperan sebagai pelindung dari
kerusakan hati yang disebabkan oleh efek samping obat parasetamol,
mengatur metabolisme lemak dan glukosa dengan menghambat ekspresi
G6Pase. 9
3. Kopi memiliki aktifitas antivirus yang dapat menghambat replikasi dari
virus Hepatitis B. 9
4. Menurut penelitian Yaqin dan Nurmilawati, ekstrak dari biji kopi memili
efek antibakteri terhadap bakteri E. coli23
5. Ekstrak dari biji kopi juga memiliki efek antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dengan merusak struktur dinding sel dan
menyebabkan lisis, Konsentrasi minimal dari ekstrak biji kopi sebesar
12,5% 24

II.2 Enterococcus faecalis

Enterokokus merupakan bakteri komensal pada manusia normal hidup di


rongga mulut, saluran pencernaan dan vagina. Bakteri tersebut dapat menyebabkan
berbagai penyakit yang menginfeksi saluran kemih, pembuluh darah, endokardium,
saluran pencernaan, dan rongga mulut. Enterokokus berada di peringkat tiga teratas
sebagai bakteri patogen penyebab infeksi nosokomial yang resisten terhadap berbagai
antibiotik sehingga menimbulkan masalah dalam pengobatan. Enterococcus faecalis
menginfeksi manusia pada 90% kasus yang ada. Enterococcus faecalis terlibat dalam
infeksi edondotik. Bakteri tersebut masih dapat ditemukan pada saluran akar gigi
setelah pengobatan, hal ini disebabkan Enterococcus faecalis mengalami resistensi
antibiotik yang membuat sulit untuk mengobati infeksi pada daerah tersebut. 11

Enterococcus faecalis mengontaminasi saluran akar dan membentuk koloni di


permukaan dentin dengan bantuan asam lipotikoat sedangkan aggregate substance
dan surface adhesion berperan pada perlekatan kolagen.12

9
II.2.1 Taksonomi Enterococcus faecalis15

Kigdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacillales

Famili : Enterococcaceae

Genus : Enterococcus

Spesies : Enterococcus faecalis

Gambar II.3 Enterococcus faecalis (Sumber:


https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/6/6
5/Enterococcus_faecalis.jpg/220px-Enterococcus_faecalis.jpg )

II.2.2 Morofologi dan Identifikasi Enterococcus faecalis

Bakteri Enterococcus faecalis berbentuk kokus, Gram positif, anaerob


fakultatif, dan berdiameter 0,5 - 1 μm. Bakteri tersebut memiliki susunan
berpasangan, berantai pendek, dan tunggal. Kebanyakan strainnya adalah non

10
hemolitik dan non motil. Koloni permukaan pada agar darah berbentuk bulat, halus
(smooth), dan utuh. 11

Enterococcus faecalis dapat hidup dalam kondisi lingkukan pada suhu 10 ° C


- 45 °C, pH 9,6, dalam kandungan NaCl 6,5% dan mati pada suhu 60 ° C selama 30
menit. Enterococcus faecalis bersifat anaerob fakultatif yang artinya mampu
berkembang biak dengan atau tanpa adanya oksigen. Dengan kurangnya oksigen
bakteri ini akan menghasilkan energi melalui fermentasi. Bakteri ini
mengkatabolisme berbagai sumber energi antara lain karbohidrat, gliserol, laktat,
sitrat, arginin, argmantin dan asam keto lainnya. Bakteri ini menyebabkan 80-90%
infeksi saluran akar gigi, 63% disebabkan dari kegagalan perawatan saluran akar gigi
yang mengalami infeksi berulang karena bakteri tersebut sudah resisten terhadap
antibiotik.11

II.2.3 Patogenesis Enterococcus faecalis

Enterococcus faecalis dapat ditemukan pada kasus infeksi edodontik primer


dan sering ditemukan ketika terapi edodontik gagal. Bakteri ini beradaptasi dengan
baik untuk bertahan hidup dalam berbagai lingkungan yang merugikan bagi bakteri
tersebut. Enterococcus faecalis telah terbukti tahan terhadap efek antimikroba dari
kalsium hidroksida yang memiliki mekanisme pompa proton yang efektif pada
bakteri sehingga dapat mempertahankan tingkat pH sitoplasma yang optimal.5

Organisme ini memiliki kemampuan alami untuk mengkodekan sifat virulensi


yang membantu berkolonisasi, bersaing dengan bakteri lain, melawan mekanisme
pertahanan inang dan menghasilkan perubahan patologis secara langsung melalui
produksi toksin yang akan menyebabkan peradangan. Dengan adanya kolonisasi
bakteri maka juga terjadi perlekatan pada dinding saluran akar gigi yang dibantu
dengan zat agregasi.12

11
Adhesion surface merupakan protein yang terlokalisasi di permukaan sel
bakteri yang berguna memediasikan pertukaran plasmid antara strain pemenerima
dan pendonor. Dengan cara ini, materi genetik seperti resistensi antibiotik dapat
ditransfer terhadap sesama E. faecalis. Zat agregasi atau gugus pengikat fibrionektin
memfasilitasi organisme untuk menampung kolagen tipe 1 dan protein matriks
ekstraselular yang ada dalam dentin. Zat agregasi dapat berfungsi sebagai penentu
virulensi E. faecalis setidaknya dalam empat cara berbeda. Pertama, memainkan
peran dalam penyebaran yang dikodekan oleh plasmid faktor virulensi, seperti
cytolysin enterococcal dan penentu resistensi antibiotik. Kedua, pengkodean tersebut
dapat terjadi di sel epitel ginjal dan usus. Ketiga, zat agegrasi tersebut dapat
melindungi bakteri dari leukosit polimorfonuklear (PMN) atau penghancuran sel yang
dimediasi makrofag dengan cara fagositosis bakteri. Keempat, zat agregasi dan
sitolisin memiliki tindakan sinergis yang meningkatkan virulensi dengan
mengaktifkan mode quorum-sensing dari regulasi sitolisin. Hal ini akan
mengakibatkan kerusakan jaringan dan invasi jaringan yang lebih dalam.11, 12

Fungsi utama dari protease bakteri adalah untuk memberikan nutrisi peptida
ke organisme. Namun, ada kemungkinan protease itu menyebabkan kerusakan
langsung atau tidak langsung pada jaringan host dan kemudian mereka dapat
diklasifikasikan sebagai faktor virulensi. Enterococcus faecalis memiliki dua protease
yang disekresi yaitu gelatinase dan protease serin. Gelatinase adalah
metalloendopeptidase non-plasmid-encoded yang merupakan protein hidrofobik kuat
dan memiliki pH luas luas antara 6 dan 8. Gelatinase dapat menghidrolisis gelatin,
kasein, insulin, fibrinogen dan peptida kecil. 11, 12,13

Terdapat juga toksin seperti sitolisin yang dapat menyebabkan kerusakan


jaringan dan bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan organisme lainnya.
Sitolisin merupakan toksin yang diproduksi oleh Enterococcus faecalis beta-
hemolitik. Dengan melisiskan eritrosit, neutrofil dan makrofag dapat menyebabkan
penurunan fagositosis sehingga bakteri tetap dapat hidup. 13

12
Sementara asam lipoteikoat dan senyawa superoksida dapat memodulasi
proses inflamasi lokal dengan merangsang leukosit untuk melepaskan beberapa
mediator seperti tumor necrosis factor, interleukin dan prostaglandin yang
berkontribusi dalam kerusakan periradikular. Enzim hyaluronidase berperan juga
dengan mengganggu pembentukan jaringan ikat pada dentin.13

II.2.4 Infeksi Enterococcus faecalis

Enterococcus faecalis menyebabkan 80% dari semua infeksi yang disebabkan


oleh enterokokus sedangkan E. faecium menyebabkan 20% infeksi yang tersisa.
Enterokokus bertanggung jawab atas 8-15% dari penyakit endokarditis dan memiliki
afinitas tinggi untuk jaringan katup jantung seperti streptokokus dan stafilokokus.
Enterococcal endocarditis adalah kondisi yang sulit untuk diobati karena resistensi
terhadap antibiotik seperti β-laktam, aminoglikosida, klindamisin, lincomycin dan
fluoroquinolone. E. faecalis lebih sering menyebabkan endokarditis dibandingkan E.
faecium.13

Enterokokus menyebabkan 5–15% infeksi di saluran kemih noskomial yang


di laporkan di AS. Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh enterokokus paling
mungkin diperoleh di rumah sakit ketika sedang melakukan perawatan jangka
panjang.13

Enterokokus diisolasi dalam rongga mulut yang paling banyak ditemukan


adalah E. faecalis. Bakteri tersebut bersifat komensalisme yang cocok bertahan hidup
di usus, saluran vagina dan rongga mulut. Penelitian menurut Williams dkk,
ditemukan enterokokus di air liur sebanyak 21,8% dari 206 orang yang diteliti.
Sedangkan Sedgley dkk meneliti prevalensi dari fenotip dan genotip enterokokus
oral. Enterokokus terdeteksi dalam sampel bilasan oral dari 11 % dari 100 pasien
yang menerima perawatan edodontik dan 1% dari 100 gigi siswa tanpa riwayat
perawatan edodontik. Semua isolat enterokokus diidentifikasi sebagai E. faecalis.13,14

13
Enterococcus spp. bukan isolat khas pada periodontitis apikal primer saat
dilakukan pengambilan sampel yang dimulai sebelum prosedur pengobatan.
Enterococcus faecalis adalah bakteri yang paling resisten terhadap kalsium
hidroksida baik in vivo dan in vitro. Biasanya Candida sp. oral juga ditemukan
setelah pemberian larutan kalsium hidroksida jenuh. Siquera dkk menemukan
Enterococcus faecalis lebih sering ditemukan pada gigi yang mengalami infeksi
kronik dibandingkan dengan infeksi akut. Meskipun bakteri tersebut adalah spesies
yang dominan pada saluran akar gigi dengan resistensi terhadap anti bakteri, tidak
ditemukan bukti bahwa E. faecalis bertanggung jawab atas terjadinya infeksi akut.13

II.3 Antibiotik

Antibiotik merupakan senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme


untuk membunuh atau menghambat perrtumbuhan bakteri. Secara garis besar
antibiotik dibagi menjadi dua jenis yaitu yang membunuh kuman (bakterisid) dan
menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang bersifat bakterisid
contohnya antara lain penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, rifampisin, isoniazid
dan lain-lain. Sedangkan antibiotik yang bersifat bakteriostatik adalah sulfonamida,
tetrasiklin, eritromisin dan lain-lain.17

II.3.1 Mekanisme kerja anti bakteri

1. Menghambat sintesis dinding sel bakteri,

Dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan dan berfungsi melindungi


bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan
lainnya. Mekanisme antibiotik ini merusak dinding sel dengan cara menghambat
sintesis peptidoglikan sehingga dapat menyebabkan lisis. Contoh jenis antibiotik ini
antara lain beta-laktam (penisilin, sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor
beta-laktamase), basitrasin, dan vankomisin.18, 28

14
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein

Penghambatan sintesis protein dapat berlangsung di dalam ribosom. Dengan


terganggunya sintesis protein pada sel maka akan terjadi penghentian pertumbuhan
dan pembelahan sel sehingga bakteri mati. Contoh antibiotik golongan ini antara lain,
aminoglikosid, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin,
klaritromisin), klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.28

3. Merusak membran dinding sel

Antibiotik ini dapat meningkatkan permeabilitas membran sel mikroba


sehingga menyebabkan keluarnya berbagai komponen dari dalam sel yaitu protein,
asam nukleat, dan nukleotida, hal tersebut akan menyebabkan sel mati. Contoh
antibiotik ini adalah polien.28

4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat

Asam nukleat merupakan bagian dari DNA dan RNA yang diperlukan dalam
proses replikasi dan perkembangbiakkan sel. Karena sintesis asam nukleat terganggu
maka akan menyebabkan kematian sel. Contoh antibiotik golongan ini antara lain,
kuinolon dan rifampisin.28

II.3.2 Metode Pengujian Anti Bakteri

Kemampuan antimikroba melawan bakteri dapat diukur dengan dua metode,


yaitu:

1. Metode Dilusi

Metode ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antimikroba secara


kuantitatif. Antimikroba dilarutkan ke dalam media agar atau kaldu yang kemudian
ditanami bakteri yang akan di tes, setelah itu diinkubasi satu malam. Metode dilusi
diguanakan untuk menentukan konsentrasi hambatan minimal dan konsentrasi bunuh

15
minimal Metode dilusi dibagi menjadi dua yaitu dilusi perbenihan cair dan dilusi
agar.30

a. Dilusi Perbenihan Cair

Antimikroba yang digunakan disediakan pada berbagai pengenceran.


Konsentrasi bervariasi tergantung jenis dan sifat antibiotik. Untuk menentukan MIC
(Minimal Inhibitory Concentration), pengenceran antimikroba dilakukan penurunan
konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1 µg/ml. 30

b. Dilusi Agar

Metode ini hampir sama dengan metode dilusi cair, namum menggunakan
media agar (padat). Ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa penambahan
antibiotik. Diperlukan juga media agar yang sesuai dengan bakteri.30

2. Metode Difusi

Metode ini melihat pertumbuhan bakteri terhadap antimikroba dengan menilai


zona hambatan yang terjadi. Metode difusi dibagi menjadi 3 cara yaitu:

a. Metode Kirby and Bauer (Kertas cakram)

Pada cara ini digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang
berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring tersebut
kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji,
kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi
optimum dari mikroba uji. Setelah diinkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk
melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling cakram.31

b. Metode Parit

Metode ini dilakukan dengan meletakkan beberapa silinder yang terbuat dari
gelas atau besi tahan karat di atas media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri

16
tertentu. Setiap silinder diisi dengan larutan yang akan diuji kemudian diinkubasi,
setelah diinkubasi pertumbuhan bakteri dapat diamati ada tidaknya daerah hambatan
di sekeliling silinder.31,32

c. Metode Sumuran

Pada metode ini media agar dibuatkan lubang yang selanjutnya diisi dengan
zat antimikroba. Setelah itu diinkubasi pada suhu dan waktu yang sesuai dengan
mikroba uji lalu dilakukan pengamatan dengan melihat ada atau tidaknya zona
hambatan di sekliling lubang.31,32

II. 4 Kriteria Aktivitas Zona Daya Hambat

Menurut Greenwood efektifitas dari antibakteri ditentukan berdasarkan zona


daya hambat yang terjadi saat dilakukan uji sensitifitas antibakteri. Efektifitas dari
suatu zat antibakteri dapat dikelompokan sebagai berikut :15

Tabel 1. Kriteria Aktivitas Zona Daya Hambat menurut Greenwood

Diameter Zona Hambat (mm) Respon hambat pertumbuhan

>20 Kuat

16-20 Sedang

10-15 Lemah

<10 Tidak ada

II.5 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksikan senyawa


aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani dengan menggunakan pelarut yang

17
sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. 34

Ada beberapa jenis ekstrak yaitu: ekstrak cair, ekstrak kental, dan ekstrak
kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasnya kadar air lebih
dari 30%. Ektstak kental jika memiliki kadar air antara 5 – 30%. Ekstrak kering jika
mengandung kadar air kurang dari 5%.34

Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari campurannya dengan


menggunakan pelarut yang sesuai. Faktor yang mempengaruhi ekstraksi antara lain
yaitu bahan baku, pemilihan pelarut, waktu proses, dan suhu ekstraksi. Pemilihan
pelarut akan mempengaruhi suhu dan waktu proses ekstraksi.35

Pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor penting dalam proses ekstraksi.
Syarat pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi, yaitu sebagai berikut:39

a. Memiliki daya larut dan selektivitas terhadap solute yang tinggi. Pelarut harus
dapat melarutkan komponen yang diinginkan sebanyak mungkin.
b. Pelarut tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen bahan
ekstraksi.
c. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi.
d. Tidak korosif
e. Tidak beracun
f. Tidak mudah terbakar
g. Stabil secara kimia dan termal
h. Tidak berbahaya bagi lingkungan
i. Memiliki viskositas yang rendah
j. Memiliki titik didih yang cukup rendah agar mudah diuapkan

18
Cairan pelarut merupakan suatu zat untuk melarutkan zat terlarut dengan
memisahkan senyawa aktif dari kandungan lainnya. Pelarut dikelompokan menjadi
pelaurt non-polar (heksana, benzene, kloroform, toluen), pelarut polar aprotik (aseton,
diklorometana, dimetil sulfoksida), dan pelarut polar protik (etanol, methanol, air,
asam asetat, dll). Namun demikian pemerintah membatasi cairan pelarut apa saja
yang diperbolehkan, yaitu air, etanol, methanol, heksana, toluene, kloroform, dan
aseton.34

Etanol adalah pelarut serbaguna yang memiliki polaritas yang tinggi sehingga
dapat mengekstrak senyawa lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang
lain. Etanol memilik titik didih 79°C dan tidak berbahaya. Umumnya digunakan
sebagai pelarut, antiseptik, pewarna, bahan pada industri kosmetik dan obat-obatan.36

Etanol memiliki kadar toksin yang rendah dibandingkan metanol sehingga


menjadi pelarut yang baik untuk ekstraksi biji kopi. Etanol merupakan pelarut yang
efesien untuk ekstraksi antioksidan pada senyawa asam fenolik yang berperan penting
sebagai antimikroba.37 Pelarut etanol memiliki sifat selektif, dapat bercampur dengan
air, ekonomis, dapat mengekstrak sebagian besar senyawa kimia yang terkandung
dalam simplisia seperti tanin, polifenol, alkaloid, minyak atsiri, glikosida, kurkumin,
klorofil, steroid, dan flavonoid.23
Penelitian Hartati dkk, menunjukan bahwa ekstrak daun kopi dengan
menggunakan etanol 70% memiliki daya hambat lebih tinggi terhadap bakteri S.
aureus dan E. coli dibandingkan dengan menggunakan pelarut etil asetat.38 Tanauma
dkk membuktikan bahwa ekstraksi biji kopi robusta dengan menggunakan pelarut
etanol 96% dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli yang menghasilkan zona
hambat sebesar 22,5% dalam 10% konsentrasi dari ekstraksi biji kopi robusta.23

II.5.1 Metode Esktraksi

19
Dibagi menjadi dua macam berdasarkan prosesnya yaitu ekstraksi cara dingin
dan ekstraksi cara panas.29

a. Ekstraksi cara dingin

Metode ini dilakukan tanpa proses pemanasan selama proses ekstraksi


berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan tidak menjadi rusak. Jenis
metode ini yaitu maserasi dan perkolasi.

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik


yang dilakukan dengan cara merendam simplisia di dalam maserator dan sesekali
diaduk. Cairan pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel sehingga isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di
luar sel. Persitiwa difusi akan berulang dan menyebabkan terjadinya keseimbangan
konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. 29

Kelebihan :33

1) Alat yang dipakai hanya bejana perendam


2) Biaya operasional rendah
3) Pelarut yang digunakan sedikit
4) Tanpa pemanasan

Kekurangan: 33

1) Proses ekstraksi kurang sempurna


2) Membutuhkan waktu yang lama (bebarapa hari)

2. Perkolasi

20
Simplisia dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator. Cairan pelarut
dialirkan secara terus menerus dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut sampai
warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya sudah tidak ada lagi
senyawa yang larut. 29

Kelebihan: 33

1) Tidak terjadi kejenuhan


2) Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialirkan cairan pelarut sehingga
zat seperti terdorong keluar dari sel)

Kekurangan: 33

1) Membutuhkan cairan pelarut lebih banyak


2) Risiko pencemaran mikorba untuk pelarut air karena dilakukan secara
terbuka

b. Ekstraksi cara panas

Metode ini menggunakan proses pemanasan selama proses ekstraksi


berlangsung. Adanya panas akan mempercepat proses ekstraksi dibandingkan dengan
cara dingin. Jenis metode ini yaitu refluks dan soxhlet.

1. Refluks

Pada metode refluks dilakukan dengan cara penguapan dengan suhu tinggi
dan akan didinginkan dengan kondesor sehingga pelarut dan simplisia yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun ke wadah reaksi
sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangusung. 29 Kelebihan dari metode
reflux dapat digunakan untuk mengekstrasi sampel yang memiliki tekstur kasar dan
kekurangannya yaitu membutuhkan pelarut yang lebih banyak. 33

21
2. Sokletasi

Suatu metode dengan memisahkan komponen yang terdapat dalam simplisia


dengan cara penyaringan berulang menggunakan pelarut organik tertentu. Simplisia
ditempatkan di dalam sarung selulosa atau kertas saring yang berada di atas labu dan
di bawah kondensor. Pelarut dimasukkan ke dalam labu. 29

Kelebihan: 33

1) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur lunak


2) Digunakan pelarut yang lebih sedikit
3) Pemanasanya dapat diatur

Kekurangan: 33

1) Dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas


2) Senyawa yang diekstraksi akan lebih banyak dibandingkan pelarutnya
sehingga dapat mengendap dalam wadah
3) Tidak cocok dengan menggunakan pelarut yang memiliki titik didih
terlalu tinggi

22
II.6 Kerangka Teori

Coffea arabica

Senyawa akif

Asam
Kafein Flavonoid Trigonelin
klorogenat

Menghambat Menghambat Meningkatkan


Meningkatkan
sintesis DNA proses permeabilitas
permeabilitas
pada bakteri pembentukan dinding sel
dinding sel dan
tersebut dinding sel dan
mengganggu
melisisikan sel
metabolisme
bakteri
sel bakteri

Uji sensitivitas secara


In Vitro dengan 23
Metode Kirby Bauer
Disk Diffusion
Pertumbuhan bakteri dihambat

II.7 Kerangka Konsep

Ekstrak Coffea
arabica dalam
berbagai
konsentrasi

Suspensi bakteri
Enterococcus
facealis

Uji sensitivitas
secara In Vitro
dengan Metode
Kirby Bauer

Pertumbuhan
bakteri dihambat

Ukur zona
hambatan

24
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis rancangan penelitian ini adalah Post Test Control Group Design dengan
memberi 2 kelompok kontrol. Kontrol negatif menggunakan larutan aquades steril
dan kontrol positif yang digunakan adalah cakram antibiotik ampisilin terhadap
pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Serta uji daya hambat menggunakan
metode agar diffusion test (metode Kirby dan Bauer).

III.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2020 di


Laboratorium Mikrobiologi FK UKI dan proses ekstraksi biji kopi arabika dilakukan
di Laboratorium FK UKI

III.3 Bahan yang Diuji

Biji Kopi Arabika (Coffea arabica) yang dibeli di pasar Senen daerah Jakarta
Pusat. Proses ekstraksi dilakukan di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia.

III.4 Sampel Bakteri

Sampel bakteri yang digunakan adalah Enterococcus faecalis ATCC dari


Universitas Indonesia

III.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

25
3.5.1 Kriteria Inklusi
 Biji kopi arabika yang sudah matang

 Bakteri Enterococcus faecalis ATCC biakan murni

3.5.2 Kriteria Eksklusi


 Biji kopi arabika yang sudah busuk

 Bakteri Enterococcus faecalis dari biakan campuran

III.6 Identifikasi Variabel

3.6.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kopi arabika (Coffea
arabica) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%.

3.6.2 Variabel terikat

Pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis pada Mueller Hinton Agar dengan


berbagai zona hambatan yang terukur dalam satuan milimeter dengan menggunakan
jangka sorong.

III.7 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur


Operasional

Variabel Terikat

Pertumbuhan
mikroba yang

26
terbentuk setelah

Diameter diberikan
Jangka Diameter Numerik/angka
zona hambat variabel
sorong zona
Enterococcus independen dan
faecalis hambat
kontrol
(mm)

Variabel Bebas

Ekstrak Biji Kopi Jumlah


Arabika yang ekstrak
telah dilarutkan sesuai
Ekstrak Biji dengan etanol Mikropipet dengan Kategorik
Kopi Arabika 96% pada (μL) berbagai
(Coffea konsentrasi yang konsentrasi
Arabica) telah ditentukan

III.8 Besar Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak biji kopi arabika
dalam bebagai konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% serta antibiotik ampisilin sebagai
kontrol positif dan aquadest steril sebagai kontrol negatif. Perlakukan ini diulangi
sebanyak 4 kali percobaan. Penentuan pengulangan ditentukan dengan rumus
Federer, sebagai berikut :

Rumus Federer: (n-1)(k-1) ≥ 15


(n-1)(6-1) ≥ 15
(n-1)(5) ≥ 15

27
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥4

Keterangan : n = jumlah pengulangan

k = jumlah pengelompokkan = 6

III.9 Instrumen, Bahan dan Cara Pengumpulan Data

III.9.1 Instumen Penelitian :

a) Rak dan tabung reaksi


b) Ose
c) Beaker glass
d) Pipet tetes dan pipet mikro
e) Kapas alkohol
f) Kapas lidi steril
g) Bunsen dan korek api
h) Spatula
i) Cawan petri
j) Tabung Erlenmeyer
k) Jangka sorong
l) Timbangan dan neraca
m) Autoklav
n) Kertas saring whatman no. 1
o) Baki,
p) Inkubator
q) Vortex
r) Laminar outflow
s) Tisu

28
t) Cakram uji kosong
u) Vacuum rotary evaporator

III.9.2 Bahan Penelitian

a) Ekstrak biji kopi arabika (Coffea arabica)


b) Bakteri Enterococcus faecalis
c) Media Mueller Hinton Agar
d) Aquadest steril
e) Larutan standar 0,5 McFarland
f) Pelarut etanol 96% (absolut)
g) Cakram antibiotik ampisilin

III.9.3 Cara Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melihat dan mengukur hasil dari zona hambat pada
media Mueller Hinton Agar dengan menggunakan jangka sorong.

III.10 Prosedur Penelitian

III.10.1 Sterililisasi Alat

Semua alat yang digunakan untuk percobaan ini dicuci bersih


kemudian disterilkan di autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit dengan
tekanan 1.5 atm. Sedangkan alat yang terbuat dari kaca dicuci sampai bersih,
kemuidian dikeringkan dan disterilkan dengan menggunakan alkohol 70%.

III.10.2 Pembuatan Ekstrak Biji Kopi Arabika

Pembuatan ekstrak biji kopi arabika dilakukan di Laboratorium


Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UKI. Biji kopi arabika diambil 2 kg lalu
dibersihkan dengan dicuci di bawah air mengalir sampai bersih, lalu

29
dikeringkan dengan cara diangin - anginkan selama ± 48 jam dengan suhu
ruangan. Selanjutkan pengeringan dengan oven dengan suhu 40 oC selama dua
hari. Biji kopi arabika yang telah kering diblender hingga menjadi serbuk dan
di saring (mesh 30) sampai didapatkan serbuk halus. Serbuk biji kopi arabika
ditimbang seberat 200 gram, dimasukan dalam erlenmeyer dan di tambahkan
etanol 96% sebanyak 360 ml dengan campuran aquadest 40 ml lalu diaduk
hingga homogen, tutup segera kemudian disimpan dalam ruangan yang
terhindar dari cahaya matahari selama 3 hari. Selama 3 hari perendaman,
setiap hari diaduk dan disaring menggunakan kertas saring. Setelah direndam
dan disaring selama 3 hari, selanjutnya diuapkan dengan rotary vacum
evaporator untuk mendapatkan ekstrak yang kental bebas pelarut pada
temperatur 40 oC selama 3 jam. Setelah itu ekstrak murni yang didapat
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40 oC selama 2 jam lalu dituang ke
dalam botol steril tertutup dan disimpan di dalam lemari pendingin. Ekstrak
biji kopi arabika (konsentrasi 100%) akan diencerkan dengan menggunakan
aquadest steril dengan rumus sebagai berikut:

N1 X V1 = N2 X V2

Keterangan:

N1 : Konsentrasi awal

V2 : Volume awal

N2 : Konsentrasi akhir

V2 : Volume akhir

III.10.3 Pembuatan Media

III.10.3.1 Media Blood Agar

30
Blood Agar Base (Oxoid) ditimbang sebanyak 40 gram, selanjutnya
ditambahkan aquades hingga 1000 ml di dalam erlenmeyer. Panaskan hingga
mendidih untuk melarutkan media seutuhnya. Kemudian disterilkan dengan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121°C. Setelah disterilkan, dibiarkan
sampai suhunya mencapai 45°-50°C lalu ditambahkan darah domba steril 5%
dan di homogenkan. Kemudian dituang pada cawan petri ukuran 9 cm dan
diamkan sampai membeku. Kemudian dibungkus dengan kertas dan ditandai
nama media dan tanggal pembuatan. Simpan di kulkas pada suhu 4°C dengan
keadaan dibalik.

III.10.3.2 MHA (Mueller Hinton Agar)

Sebanyak 38 gram MHA dimasukan ke dalam tabung Erlenmeyer


yang berisi 1 liter aquadest dan dipanaskan sampai mendidih untuk
melarutkan media. Kemudian disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit. Lalu tuangkan ke dalam cawan petri yang sudah steril.

III.10.4 Regenerasi Bakteri

Pembuatan stok bakteri ini dilakukan apabila untuk memperbanyak


dan meremajakan bakteri E. faecalis ATCC dengan cara mengambil 1 ose
biakan murni bakteri E. faecalis ATCC ke dalam agar darah kemudian
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dalam inkubator.

III.10.5 Pembuatan Larutan McFarland

Larutan McFarland 0,5 digunakan sebagai pembanding kekeruahan


biakan bakteri. Pembuatan larutan McFarland dengan cara mencampur larutan
BaCl2 1% sebanyak 0.05 ml dan larutan H2SO4 1% sebanyak 9,95 ml dan
dikocok homogen.

III.10.6 Pembuatan Suspensi Bakteri

31
Satu ose bakteri strain patogen Enterococcus faecalis ATCC dibuat
suspensi dimasukan ke dalam tabung I yang berisi NaCl 0,9% sampai
didapatkan kekeruhan sesuai standar kekeruhan 0,5 McFarland untuk
mendapatkan bakteri sebanyak 109 CFU/ml. Setelah itu diencerkan 3 kali
hingga didapatkan suspensi koloni 105 CFU/ml. Suspensi bakteri digunakan
sebagai inokulum.

III.10.7 Uji Daya Hambat dengan Metode Disc Diffusion Kirby Bauer

1) Usapkan suspensi bakteri E. faecalis pada lempeng agar MHA dengan


menggunakan kapas lidi steril.
2) Letakkan kertas saring yang telah direndam terlebih dahulu selama 15 menit
dengan ekstrak biji kopi arabika dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%,
100% pada media MHA.
3) Sebagai kontrol negatif, gunakan kertas saring yang direndam dengan
aquadest steril pada media MHA.
4) Sebagai kontrol positif gunakan disk antibiotik ampisilin pada media MHA.
5) Prosedur dilakukan duplikasi sebanyak 4 kali.
6) Selanjutnya cawan petri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC.
7) Setelah 24 jam, lihat ada atau tidaknya zona hambatan yang terbentuk di
sekitar kertas saring. Bila teradapat zona hambatan di sekitar kertas saring,
maka ukur dengan menggunakan jangka sorong.

III.11 Alur Penelitian

III.11.1 Alur Pembuatan Ekstrak Biji Kopi Arabika

32
Sediaan biji Bahan baku Bahan baku diiris tipis
kopi arabika 2kg dicuci dan dikeringkan dengan
bersih oven selama 2 hari

Serbuk disangrai
dan ditimbang Simplisia kering
Simplisia kering
dengan neraca diblender hingga
didapatkan
sebanyak 200 gram menjadi serbuk

Serbuk 200 gram Filtrat dilakukan


dicampurkan dengan Disaring dengan evaporasi dengan
etanol absolut sebanyak kertas saring Vacuum Rotatory
360 ml, lalu dimaserasi whatman no.1 Evaporator
selama 3 hari

Didapatkan filtrat
murni bebas
etanol

III.11.2 Alur Uji Sensitivitas dengan Metode Kirby Bauer

Pembuatan stok Suspensi bakteri


variabel Enterecoccus faecalis
konsentrasi

33

Kelompok
Kontrol + Kontrol -
Pengukuran
zona hambatan

Hitung rata-rata
tiap perlakuan

III.12 Pengolahan Data Analisis Hasil

Data yang diperoleh secara deskriptif melalui pencatatan hasil zona hambat
bakteri Gram positif Enterococcus faecalis setelah diberikan perlakuan terhadap

34
ekstrak biji kopi arabika pada berbagai konsentrasi, kontrol negative (aquadest steril),
dan kontrol positif (ampisilin).

Data dianalisis dengan menggunakan program aplikasi Microsoft Excel


disajikan dalam bentuk tabulasi yang berisi rincian zona hambatan yang terbentuk
akibat ekstrak biji kopi arabika dalam berbagai konsentrasi kemudian dianalisis dan
ditinjau secara deskriptif.

35

Anda mungkin juga menyukai