Anda di halaman 1dari 15
TEHNIK BAKEL SKLERA PADA ABLASIO RETINA Oleh : Dr. Iwan Sovani. SpM. Jakarta Eye Center, Mei 1998 Program Fellowship Pendidikan Vitreo Retina DAFTAR ISI I. TH. Iv. Pendahuluan. Mekanisme perlekatan Retina normal. Tipe dan Patogenesa Ablasio Retina a. Tipe Ablasio Retina. b.Patogenesa Ablasio Retina Tehnik Bakel Sklera a.Anestesi b.Persiapan daerah operasi c.Lokalisasi robekan Retina d.Terapi terhadap robekan Retina e.Pemasangan Bakel f.Drainage cairan subretina g-Ablasio Retina pada pseudofakia Komplikasi Operasi. a.Komplikasi selama operasi b.Komplikasi sesudah operasi VI. Penutup. VII. Daftar Kepustakaan. I. PENDAHULUAN Ablasio Retina adalah suatu kelainan pada mata yang disebabkan karena terpisahnya lapisan Neuroretina dari lapisan Epitel Pigmen Retina akibat adanya cairan di dalam rongga subretina atau akibat adanya suatu tarikan pada retina oleh jaringan ikat atau membran vitreoretina. '?** Pada dasarnya Ablasio Retina adalah suatu kelainan mata bilateral, sehingga harus diperiksa dan ditangani kedua mata. Biasanya Ablasio Retina ini adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia tinggi, dimana akan terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreous . Diperkirakan prevalensi Ablasio Retina adalah 1 kasus dalam 10.000 populasi. Prevalensi meningkat pada beberapa Keadaan seperti Miop tinggi, Afakia/pseudofakia dan trauma. Pada penderita ~penderita Ablasio Retina ditemukan adanya Miopia sebesar 55%, degenerasi Lattice 20 — 30 %, trauma 10 — 20% dan Afakia/pseudofakia 30 - 40%. Pemahaman embriologi mata akan menolong kita untuk mengerti lebih baik penyebab Ablasio Retina. Pada janin 1 bulan akan terbentuk optik vesikel secara bilateral, yang kemudian akan melipat kedalam membentuk “optic cup”.rongga vesikel ini berhubungan dengan ventrikel otak. “Optic cup” ini akan mengalami invaginasi lebih lanjut dan meninggalkan rongga potensial diantara lapisan neuroretina dan epitel pigmen retina, yang merupakan tempat terjadinya Ablasio Retina pada dewasa.“* Pada referat ini akan dibicarakan mengenai mekanisme perlekatan retina normal, tipe dan patogenesa Ablasio Retina ,tehnik bakel sklera sebagai salahsatu tehnik penanganan pada Ablasio Retina serta komplikasi yang mungkin terjadi akibat tehnik ini IL MEKANISME PERLEKATAN RETINA NORMAL. Secara normal retina melekat sangat erat pada epitel pigmen retina (EPR) dan tidak akan lepas kecuali pada beberapa keadaan patologis. Terdapat beberapa mekanisme untuk mejaga agar retina tetap melekat , yaitu : "7 * Tekanan pada retina dari aliran cairan yang melintasinya dan dari vitreous. Cairan dari vitreous sebagian kecil dikeluarkan melalui Retina-EPR ke khoriokapilaris. Hal ini dimungkinkan oleh adanya tekanan intraokular dan tekanan osmotik khoroid, serta transport aktif cairan dari sel-sel EPR. Hambatan terhadap proses pengeluaran cairan ini adalah jaringan retina itu sendiri. Jaringan retina yang utuh hanya sedikit melewatkan cairan, Apabila terdapat robekan retina dan cairan subretina, cairan yang dikeluarkan melalui proses ini jauh lebih besar. Oleh karena itu pada Ablasio Retina sering kita temukan adanya penurunan tekanan intraokular. Keuntungan tambahan dari aliran cairan dari dalam keluar ini adalah turut membantu_ memberi penekanan pada retina sehingga adhesi dengan EPR lebih erat. Vitreous yang masih utuh juga membentu menghambat aliran cairan keluar, serta menekan retina kearah EPR. Oleh karena itu tanpa pencairan dan pelepasan vitreous , sering ditemukan robekan retina yang tidak berkembang menjadi Ablasio Retina. © Interdigitasi_ fisik antara segmen luar fotoreseptor dengan mikrovili EPR. Mikrovili dari EPR mampu membungkus erat ujung-ujung segmen luar fotoreseptor untuk kemudian melakukan fagositosis terhadap fragmen-fragmen segmen luar tersebut. Interdigitasi fisik ini membantu penempelan lebih erat antara retina sensorik dengan Epitel Pigmen Retina. + Matriks interfotoreseptor yang mengandung molekul-molekul spesifik. _ Rongga subretina berisi matriks interfotoreseptor (MIP), yaitu bahan kental yang mengan- dung berbagai macam molekul . Matriks interfotoreseptor diduga _membantu perlekatan retina sensorik-EPR melalui sifat kentalnya yang berfungsi seperti perekat, serta melalui molekul-molekul sel Adhesi didalamnya. ‘© Aktivitas metabolik Epitel Pigmen Retina. Kemampuan sel-sel EPR untuk memin- dahkan secara aktif cairan dari rongga subretina kejaringan khoroid merupakan aktivitas metabolik EPR terpenting dalam mempertahankan rongga subretina tetap kering sehingga perlekatan retina sensorik-EPR tetap terjaga. Selain itu sel-sel EPR juga aktif mengeluarkan — molekul-molekul sel Adhesi kedalam —Matriks Interfotoreseptor. Ill, TIPE DAN PATOGENESA ABLASIO RETINA Tipe Ablasio Retina. '* Ablasio Retina Regmatogen Ablasio Retina Traksi * Kombinasi Ablasio Retina Regmatogen dan Traksi Ablasio Retina Nonregmatogen ( Eksudatif ) Patogenesa Ablasio Retina. '*7* * Ablasio Retina Regmatogen Pada tipe ini pelepasan retina timbul akibat adanya robekan pada retina. Robekan retina secara umum disebut “retinal break”, robekan retina yang disebabkan karena traksi vitreretina disebut “retinal tear”, robekan retina yang timbul sekunder dari suatu atropi atau deteorisasi retina disebut “retinal hole”. ‘Ada beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya vitreous cair kedalam rongga subretina melalui robekan retina yaitu; adanya pergerakan bolamata, adanya traksi vitreous pada pinggir robekan ,faktor gravitasi dan adanya “Posterior Vitreous Detachment”. Ablasio Retina Regmatogen sering didahului oleh adanya “Posterior Vitreous Detachment” (PVD) , yaitu adanya pelepasan jaringan vitreous posterior dari membrana limitans interna. Usia lanjut akan menyebabkan kadar asam hialuronidase dalam vitreous menurun sehingga topmpangan anyaman kolagen berkurang,kolagen kolaps,vitreous posterior lepas. Vitreous yang mengkerut ini didalam rongga vitreous akan bergerak-gerak sehingga menimbulkan traksi vitreoretinal pada bagian yang masih melekat dengan retina. Traksi ini akhirnya dapat menimbulkan robekan retina, Lokasi robekan biasanya di depan ckuator,karena dibelakang ekuator lapisan retina lebih tebal serta diperkuat dengan adanya pembuluh darah retina. Gambar 1: Ablasi> sctina regmatogen(kiri) dan Ablasio retina traksi(kanan) + Ablasio Retina Traksi ‘Ablasio Retina Traksi terjadi apabila terdapat_kelainan patulogis vitreoretinal yang secara mekanik menarik retina lepas dari epitel pigmen retina. Kelainan ini dapat terjadi pada Retinopati Diabetika Proliferatif, Vitreoretinopati proliferatif, trauma dan “Retinopathy of Prematurity” © Kombinasi Ab/asio Retina Regmatogen dan Traksi Pada Ablasio Retina Traksi , tarikan kuat yang terjadi pada retina pada akhimya dapat juga menyebabkan robekan retina, sehingga terjadi Ablasio Retina Regmatogen sekunder. * Ablasio Retina Nonregmatogen ( Eksudatif). Ablasio Retina Eksudatif biasanya terjadi sekunder dari penyakit epitel_pigmen retina atau khoroid seperti tumor atau proses inflamasi dimana timbul cairan subretinal tanpa adanya robekan pada retina. Tehnik bakel sklcra umumnya sudah cukup untuk menempelkan kembali pelepasan reti- na pada kebanyakan kasus ablatio retina. Namun pada ablasio retina yang disertai komplikasi dan ablasio traksi, umumnya diperlukan bantuan operasi_vitrektomi. Pengobatan ablasio retina eksudatif ditujukan terhadap penyakit utamanya. IV. TEHNIK BAKEL SKLERA. Prinsip pertama langkah operasi Ablasio Retina adalah_menemukan robekan retina Tehnik bakel sklera mempunyai tujuan menutup robekan retina dengan cara indentasi sklera sehingga retina didaerah robekan menempel kembali dengan EPR. Indentasi sklera dapat dicapai dengan berbagai_macam tehnik, dengan langkah-langkah sebagai berikut a. Anestesi, °° Anestesi dapat dilakukan dengan cara lokal maupun umum, tetapi umumnya lebih sering dipilih anestesi umum b. Persiapan daerah operasi. *””"° Setelah dilakukan tindakan a dan antiseptik daerah mata dan sekitarnya, dilakukan peritomi konjungtiva pada limbus. Untuk mengurangi tarikan-tarikan pada konjungtiva dibuat insisi radial pada satu atau dua kwadran. Kemudian sklera pada keempat kwadran dibersihkan dari jaringan sekitarnya dengan memisahkan jaringan episklera-kapsula tenon dengan gunting tumpul Dengan menggunakan kaitan otot, dipasang kendala pada keempat otot rektus dengan benang sutera hitam 2-0 . Lakukan pemeriksaan permukaan sklera disetiap kwadran untuk melihat adanya penipisan sklera, stafiloma atau anomali vena vortikosa c. Lokalisasi robekan retina. '*’ Lokalisasi robekan retina adalah langkah yang sangat penting dalam tehnik bakel sklera, Dengan bantuan opthalmoskop indirek dan alat , kita tentukan daerah lokasi robekan retina pada sklera, beri tanda . Untuk robekan kecil cukup satu tanda, untuk robekan besar perlu beberapa tanda Hati-hati pada robekan retina yang terangkat cukup tinggi, karena akan menyebabkan efek paralaks, yaitu lokasi robekan akan terlihat lebih keposterior dari kedudukan sebenarnya. Pungsi cairan dapat memudabkan lokalisasi, tetapi mata akan menjadi hipotoni yang akan menyulitkan langkah-langkah selanjutnya d. Terapi terhadap robekan retina (retinopeksi) Tujuan terapi adalah menimbulkan perlekatan antara lapisan neuroiretina dan EPR. Hal ini dapat dicapai dengan menimbulkan trauma termal melalui diatermi, krioterapi atau foto koagulasi laser. Diatermi tidak dianjurkan transkleral, karena dapat menimbulkan nekrosis_ dan pengerutan sklera. Kemungkinan ini dapat dihindari dengan melakukan diatermi melalui suatu flap sklera lamelar. Krioterapi dilakukan transkleral, tidak menimbulkan komplikasi pada sklera seperti diatermi, tidak merusak arteri,vena atau saraf yang tidak sengaja tetkena efek pembekuan. Tujuannya adalah mengelilingi robekan retina dengan bekuan bersambung. Probe yang digunakan biasanya berdiameter 2 — 2,5 mm. Intensitas pembekuan dianggap cukup apabila retina terlihat pucat kurang lebih I detik. 5), 1237910 Gambar 2: Kriopeksi sckitar robekan retina, Salahsatu kerugian kriopeksi adalah dispersi sel EPR yang dapat menimbulkan PVR. Dispersi EPR ini akan bertambah bila kita sering melakukan depresi sklera sebelum melakukan kriopeksi. Oleh karena itu lakukanlah kriopeksi seminimal mungkin dan hindarilah kriopeksi diatas daerah robekan yang terbuka Fotokoagulasi laser dapat dilakukan pada waktu operasi dengan ophthalmoskop indirek , dengan mikroskop /endolaser atau pasca operasi dengan biomikroskop, Laser hanya dapat dilakukan pada retina yang telah melekat kembali. Keuntungan laser adalah ketepatan dalam lokalisasi dan intensitas, efek termal hanya terbatas pada jaringan retina dan EPR. Efek perlekatan terjadi segera. Perbandingan kekuatan perlekatan khorioretinal sesudah diatermi, krioterapi dan laser fotokoagulasi tidak menunjukan perbedaan yang bermakna. Pemasangan bakel. Pemasangan bakel dapat dilakukan intrasklera (implant) atau diatas sklera (eksplant). Bakel intrasklera digunakan bila kita menggunakan diatermi Tehnik eksplant, '°7 Dengan tehnik eksplant operator dapat dengan tepat dan relatif mudah menempatkan bahan bakel sklera untuk menangani kelainan patologis retina tanpa perlu melakukan diseksi sklera. Krioterapi adalah tehnik yang melengkapi tindakan tehnik eksplant. Kebanyakan abli bedah retina sekarang lebih memilih tehnik ini dengan krioterapi yang tidak memerlukan tindakan diseksi sklera. Bahan yang digunakan sebagai eksplant adalah silikon padat, silikon sponge atau bahan biologis. Ada tiga bentuk dasar silikon padat,yaitu ; lurus, “tire” simetrik dan “tire” tidak simetrik . Silikon padat ini dapat disertai alur untuk penempatan pita sirklase dan terswedia dalam berbagai ukuran. Silikon sponge mengandung banyak kantung-kantung udara sehingga lebih elastis dan lebih mudah ditekan Daya absorbsinya minimal, tersedia dalam berbagai ukuran, berbentuk bulat atau lonjong, diameter 3 — 7 mm yang dapat disertai adanya alur. Fiksasi eksplant pada sklera dapat dilakukan dengan bantuan jahitan intrasklera benang tidak diserap 5-0 atau 4-0. Jahitan dipasang secara matras sejajar poros memanjang dari pita , jahitan matras dijahit tegak lurus dengan poros memanjang Se aS AR ye y) «ss ye Ee elemen meridional tersebut. Jahitan intrasklera dibuat sedalam % sampai % kedalam- an sklera sepanjang 3 - 5 mm Umumnya jahitan matras harus paling sedikit 2 mm lebih lebar dari silikon yang akan ditunjangnya. Jahitan dipasang sebelum — sebelum drainage cairan subretina, tetapi baru diikat kuat setelah drainage. Eksplant dapat dipasang secara segmental atau mengeliling. Pemasangan segmental dapat secara radial atau sitkumferensial Pemasangan bakel sklera segmental lebih mudah/sederhana, perubahan refraksi minimal. Pemasangan bakel sklera mengeliling biasanya dianjurkan pada; 1) robekan retina multipel dikwadran yang berlainan, 2) afakia 3) pseudofakia 4) miopia 5) keadaan patologis di retina perifer atau vitreous seperti degenerasi kisi-kisi luas atau degenerasi vitreoretinal , 6) PVR tingkat B atau lebih buruk. Baik sponge maupun silikon padat keduanya dapat digunakan sebagai clemen mengeliling. Biasanya lebih banyak digunakan silikon padat karena pada sponge karena diperlukan jahitan yang lebih banyak pada setiap kwadran. Pemasangan bakel sklera mengeliling ini tergantung lokasi faktor patologis yang akan ditunjang, usahakan bagian posterior bake! menunjang bagian paling posterior dari patologi yang ditunjang. Bila tidak ada faktor patologis yang ditunjang, biasanya bakel sklera mengeliling dipasang menunjang bagian posterior dari basis vitreous (nasal 3mm, temporal 2mm dari oraserata ), difiksasi_ dengan jahitan matras pada setiap kwadran. Kedua ujung pita disatukan dan diikat dengan benang tidak diserap secara “clove hitch”, klip tantafum atau “silicone sleeve” Keketatan pita diatur agar ketinggian pita sesuai dengan yang diinginkan tanpa menimbulkan lipatan-lipatan pada retina atau fenomena”fishmouth” dari robekan retina. Gambar3 : Bakel sklera eksplant a79 Tehnik implant. Tehnik ini terdiri dari 3 tahap, yaitu; diseksi sklera, diatermi dan implantasi bakel Tujuan diseksi sklera adalah membuat flap sklera, tempat dimana implant akan ditanamkan, Diseksi sklera dimulai dengan insisi sejajar limbus pada sisi posterior robekan retina. Kedalaman sayatan cukup sampai meninggalkan lapisan tipis sklera yang terlihat keabu-abuan. Kemudian pada tiap ujung insisi dibuat insisi tegaklurus kearah anterior dan posterior. Besarnya flap tergantung ukuran bakel; yang akan dipasang, Dianjurkan untuk membuat diseksi sklera sampai batas 3 mm posterior, 2mm anterior dan 3-4 mm kepinggir dari batas robekan retina, Lakukan diseksi lamelar sklera secara tumpul sampai membentuk suatu flap sklera dengan flap yang membuka keanterior dan keposterior, kemudian lakukan diatermi pada permukaan sklera tertinggal. Setiap titik bakar diatermi dipasang 3-5 detik, titik-titik bakar ditempatkan berderetan sejajar limbus dengan jarak antara 2 mm. Hindari saraf dan arteri siliaris posterior longus dan vena vortikosa Setelah diatermi, kita siapkan silikon yang akan ditanam. Letakkan silikon dan sklera ditutup dengan jahitan matras memakai benang tidak diserap 4-0, sering dikombinasi dengan pemasangan pita sirklase. Gambar 4: Bakel sklera implant, f Drainage cairan subretina. Drainage cairan subretina adalah suatu tindakan yang tidak begitu penting pada operasi retina. Cairan subretina akan diabsorbsi secara spontan apabila pemasangan bakel sklera akurat dan menutup semua robekan retina. Drainage cairan subretina mempunyai banyak komplikasi , sebaiknya dihindari, kecuali pada keadaan-keadaan + Ablasio retina bulosa, dimana retina terangkat cukup tinggi schingga mempersulit resorbsi cairan, * PVR (Vitreoretinopati proliferatif), yaitu adanya membran periretina, retina menjadi lebih kaku sehingga penempelan terhambat dan robekan tetap terbuka * Robekan terjadi di inferior, mungkin karena adanya efek gravitasi, penempelan retina lebih sulit dan lambat_apabila tidak dilakukan drainage. * Mata miopia tinggi, mata afakia, Pencairan vitreous(sineresis) akan mempersulit penempelan tanpa drainage * Ablasio retina menahun, dimana cairan subretina lebih kental sehingga resorbsi lebih lama, © Mata dengan resiko bila tekanan intraokular(T1O) tinggi, misal glaukoma,pasca bedah katarak. + Fungsi EPR buruk, misal pada degenerasi senilis, schingga kemampuan transport aktif EPR terganggu, resorbsi akan terhambat. Pengeluaran cairan subretina umumnya dilakukan secara transkleral melalui suatu sklerotomi, Bila kita melakukan vitrektomi, cairan dapat juga dikeluarkan melalui robekan atau retinotomi. Lokasi pungsi untuk drainage ditentukan oleh beberapa faktor ; * Hanus cukup cairan subretina dibawah tempat yang dipilih , tidak perhu ditempat yang paling banyak cairannya. + Pilih tempat pungsi dekat dengan sisi otot rektus, karena daerah ini jauh dari vena vortikosa dan pembuluh-pembuluh darah besar khoroid. 10 Cara pungsi : Buat sklerotomi radial 3-4 mm didaerah yang dipilih, Sayatan harus tegaklurus dengan permukaan sklera dan dihentikan setelah terlihat khoroid berwarna gelap bebas dari serat sklera. Kauter sedikit dinding sklerotomi dan khoroid yang akan ditembus, Tusukan dapat tegaklurus atau tangensial terhadap khoroid, dengan menggunakan jarum nop. 27 ~ 30G atau dengan jarum spatula benang dacron 4-0 yang dipakai untuk mengikat bakel. Pungsi berhasil apabila terlihat cairan subretina keluar. Untuk mempertahankan tekanan intraokular tidak terlalu rendah, bola mata dapat ditekan dengan kapas lidi. Luka insisi kemudian dijahit dengan prolene 6-0 atau sejenis. Dapat dilakukan jahitan matras atau jahitan tali sepatu dengan 2-3 gigirtan Insisi yang dilakukan dibawah bakel ,tidak perlu dilakukan penjahitan. Gambar 5 : Radial dan sirkumferential sklerotomi pada drainage cairan subretina. g.Ablasio Retina pada pseudofakia. ' Dengan penggunaan implantasi lensa intraokular secara rutin setelah ekstraksi katarak. Maka terjadi peningkatan proporsi kasus ablasio retina pada pseudofakia. Kemungkinan masalah terbesar pada ablasio retina pseudofakia adalah kesulitan visualisasi retina perifer. Robekan retina tidak ditemukan pada 20% kasus ablasio retina pseudofakia, hal ini dapat terjadi karena : pupil kecil (biasanya pada lensa fiksasi iris) , kesulitan melihat melalui tepi lensa intraokular, adanya sisa kortek lensa dan adanya kekeruhan kapsul lensa Diantara semua jenis Lensa intraokular , lensa bilik mata belakang adalah yang terkecil menyebabkan kesulitan pada waktu operasi bakel sklera. Walaupun demikian, Karena resiko untuk terjadinya dislokasi lensa dan visualisasi dapat terganggu , prosedur sirklase merupakan indikasi pada bakel sklera ablasio retina pseudofakia. V. KOMPLIKASI OPERASI a.Komplikasi selama operasi. '*”*'° * Kekeruhan korea. Kekeruhan kornea selama operasi sering terjadi dan umumnya disebabkan oleh edema epitel akibat peninggian tekanan intraokular saat indentasi sklera. Epitel dapat juga mengalami kerusakan oleh karena terlalu ama dibiarkan kering atau oleh trauma mekanik yang tidak disengaja. Kekeruhan ini dapat diatasi dengan melakukan debridement epitel Miosis. Miosis dapat juga mengganggu visualisasi selama operasi. Hal ini dapat terjadi akibat dilatasi sebelum operasi yang tidak memadai, hipotoni saat darinage atau inflamasi setelah krioterapi atau parasentesa. Mengatasinya sering cukup dengan penambahan tetes midriarikum. Bila tidak berhasil, pada mata afakia atau pseudofakia dapat diberikan 0,2 ml epinephrin 1/10000 intrakameral. Seperti pada operasi katarak, miosis dapat dihindarkan dengan pemberian tetes mata obat anti radang non-steroid (NSAID) 2 jam prabedah, Perforasi sklera. Sklera dapat tertembus secara tidak sengaja saat kita melakukan jahitan matras pada sklera, Terlihat dengan munculnya darah, pigmen atau cairan subretina pada jalur jahitan. Bila hal ini terjadi , segera lakukan penekanan pada daerah tersebut dengan kapas lidi guna meninggikan tekanan intraokular dan meng- hentikan perdarahan khoroid yang mungkin timbul . Kemudian lakukan oftalmoskopi indirek untuk melihat kerusakan yang mungkin terjadi disebelah dalam dari perforasi . Bila terjadi robekan retina , lakukan krioterapi disekeliling robekan dan posisi bakel disesuaikan agar robekan baru tersebut turut tertunjang, Bila terjadi perdarahan khoroid masif, harus diatasi dengan tindakan vitrektomi dan drainage transvitreal. Komplikasi drainage. Walaupun tehnik sudah benar, komplikasi saat pungsi cairan subretinal dapat saja terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu ; perforasi retina, inkarserasi retina, dan perdarahan khoroid. Perforasi dapat terjadi apabila_cairan subretinal daerah pungsi yang dipilih terlalu dangkal atau penetrasi jarum pungsi terlalu dalam. Lakukan krioterapi dan penyesuaian letak bakel seperti diatas. Inkarserasi terlihat sebagai retina yang berkerut didaerah pungsi. Bila retina yang terjepit cukup banyak, daerah inkarserasi perlu ditunjang bakel. “fishmouthing” robekan retina Keadaan ini terjadi akibat pemasangan pita sirklase yang terlalu ketat sehingga menyebabkan pemendekan relatif lingkaran sklera dan khoroid dari retina. Permukaan retina yang berlebih ini akan mengakibatkan lipatan- lipatan retina diatas bakel. Fenomena “fishmouth” terjadi apabila lipatan ini terjadi pada robekan retina , sehingga hal ini menyebabkan elongasi robekan, berbentuk lonjong, meridian anteroposterior. Robekan akan terlihat seperti mulut ikan yang menganga. Keadaan ini dapat diatasi dengan menambahkan elemen radial diatas daerah yang melipat atau dengan mengganti pita yang lebih lebar seperti “tire”. Kriopeksi pada makula atau Nervus optikus. Komplikasi ini dapat terjadi apabila terdapat kesalahan indentasi dengan batang kriopeksi, sehingga lokasi ujung kriopeksi terletak lebih posterior. © Ruptur Ruptur sklera dapat terjadi akibat penekanan sklera yang berlebihan atau akibat pengangkatan tip kriopeksi sewaktu masih melekat. A wv b.Komplikasi sesudah operasi. "7" ar gi wo ttt © Glaukoma Mae Apo pa Glaukoma yang dapat terjadi umumnya sudut tertutup inan ‘= tanpa blok &-7; pupil. Terjadi peninggian tekanan intraokular, edema kornea dan pedangkalan sudut bilik mata depan. Bila ada blok pupil akan terlihat adanya iris bombe. Mekanisme terjadinya penyempitan sudut bilik mata depan diduga akibat desakan korpus siliaris yang sedikit terlepas. Lepasnya korpus siliaris akibat testimbuiany calran difonges supra borcidal Keadaan ini umumnya terjadi 2 ~T hari pasca bedah, tetapi dapat juga terjadi pada hari pertama pasca bedah. Terapi awal terdiri dari obat-obatan penurun tekanan bola mata dan steroid topikal untuk mengurangi reaksi radang dan memperkecil terjadinya sinekhia Sudut bolamata dapat jugamembuka dengan bantuan indentasi kornea. Bila beberapa hari belum berhasil, lakukan operasi_ pungsi/drainage cairan suprakhoroidal sambil menyuntikkan BSS kedalam bilik mata depan Sinekhia yang telah terjadi kita coba lepaskan dengan spatula atau suntikan sodium hyaluronate. . byt © Iskemia segmen anterior. + tyro $y Hu Iskemia segmen anterior dapat juga menimbulkan glaukoma pasca bedah Gejala klinis yang terlihat adalah edema stroma kornea, “flare” cairan akuos, tekanan tinggi bolamata dan kadang-kadang pendangkalan bilik mata depan. Perubahan yang terjadi kemudian adalah atropi aris, sinekhia anterior dan posterior, katarak dan neovaskularisasi iris. Kadang-kadang sulit membedakan secara klinis antara iskemia segmen anterior dengan penuitupan sudut BMD. Iskemia umumnya berhubungan dengan adanya gangguan peredaran darah after menuju korpus siliaris akibat_putus atau rusaknya firteri siliaris longus tetutama bila dilakukan reseksi otot lebih dari ‘atu Atalvperedaran darah—"Vona yang Keluar dart Forpus silaris aklibat (Qenekinan pie ike Bila gejala ringan dapat diterapi dengan steroid pikal sistemik. Bila berat pita sirklase kemungkinan perlu dilepas. © Infeksi dan ekstrusi Olehkareta bakel sklera_merupakan benda asing bagi tubuh, kemungkinan infeksi dan ekstrusi bisa saja terjadi. Gejala Klinis bakel terinfeksi setelah diatermi dan implant berbeda dengan gejala setelah kriopeksi dan eksplant. Setelah diatermi-implant, gejala timbul akut dengan rasa nyeri, proptosis, vitritis dan abses sklera. Umumnya timbul pada hari ke 4-9 sesudah operasi. Nekrosis sklera akibat diatermi menimbulkan pembentukan abses sklera dan memperberat inflamasi intraokular. Infeksi setelah kriopeksi-eksplant timbul tidak terlalu akut, umumnya 2 minggu sampai 2 bulan pasca bedah. Gejala berupa hiperemia konjungtiva dan khemosis. Dapar juga ditemukan gejala- gejala lain seperti fistula, granuloma, sekret purulen dan perdarahan konjungtiva. Jarang timbul inflmasi intraokular, kuman penyebab tersering adalah stafilokokus. Ekstrusi eksplant sering terjadi tanpa tanda-tanda infeksi_ sebelumnya Walaupun demikian ekstrusi sering dikaitkan dengan infeksi subklinis menahun, fakto-faktor mekanik yang melibatkan eksplant dan penempatan jahitan, Insidensi infeksi dan ekstrusi eksplant sekitar 1%, lebih sering terjadi pada pemasangan sponge. Insidensi menurun bila bakel yang akan digunakan direndam dulu dalam larutan antibiotik. ‘Terapi dengan antibiotik topikal dan sistemik dapat mengurangi gejala tetapi tidak menyembuhkan, schingga seringnya bakel perlu dikeluarkan. Resiko ablasio residif sekitar 4-33%. Olehkarena itu ada baiknya bila 2 minggu sebelum dikeluarkan,lakukan duly fotokoagulasi laser sitar robekan retina dan pada daerah traksi vitreoretinal. wo de ge se fe Pelepasan khoroid, /e-lemey ete cbt~hern Terkumpulnya cafran dirongga suprakhoroid sering terjadi_setelah pemasangan bakel sklera, Umumnya terjadi akibat obstruksi vena vortikosa. Insidensi pelepasan khoroid ini dipengaruhi oleh panjang Keliling dan letak posterior dari bakel sklera. Posisi bakel segmental dan tidak lebih dari_14 mm, umumnya memperkecil terjadinya pelepasan khoroid. Drainage cairan subretinal dan usia Tanjut juga meninggikan insidens Pelepasan khoroid umumnya terjadi 2-4 hari setelah operasi. Kadang ~kadang sulit membedakan dengan pelepasan retina yang masih tersisa. Permukaan umumnya rata,wama pucat kemerahan dan pelepasan melewati oraserata Bentuk dan ukuran tidak berubah dengan pergerakan kepala atau mata, Sering disertai vitritis yang menimbulkan kekeruhan vitreuos ringan. Pelepasan khoroid yang ringan atau sedang umumnya diserap dalam beberapa iminggu. Anti inflamasi seperti steroid dapat dapat mempercepat penyerapan Tetapi pelepasan berat dapat menimbulkan aposisi retina dan glaukoma sudut tertutup. Keadaan seperti ini harus diatasi dengan pembedahan. Pada afakia / pseudofakia , cairan dapat dipungsi melalui sklera, bersamaan dengan pemasukan udara melalui parsplana/limbus. Pada mata fakia, sebelum dilakukan drainage, bilik mata depan diperdalam dengan memasukkan BSS melalui suntikan limbus. Edema makula kistoid. Edema makula kistoid timbul 4-6 minggu pasca bedah sebagai respon terhadap inflamasi okular. Inflamasi timbul akibat prostaglandin banyak diproduksi oleh trauma manipulasi saat pembedahan. Prostaglandin meninggikan permeabilitas kapiler perifoveal schingga timbul gejala edema makula kistoid. Terapi umumnya diberikan steroid ataa NSAID, dapat topikal, subconjungtiva atau sistemik. “Macular pucker”. Membran epiretina yang tipis dan transparan diatas makula. Membran ini kemudian mengalami kontraksi sentripetal dengan akibat kerutan retina berbentuk striae. Faktor resiko untuk tesjadinya kelainan ini adalah; PVR , usia, ablasio total,prolaps vitreous saat drainage, Diplopia pasca bedah. Biasanya diplopia lebih sering terjadi setelah operasi ulang, insidensinya rendah, dapat terjadi pada ; pemasangan implant atau eksplant berukuran besar dibawah otot rektus, kerusakan traumatik pada otot rektus selama pemasangan bakel dan pelepasan otot untuk memudahkan pemasangan bakel Terapi biasanya konservatif, karena kebanyakan kasus mengalami resolusi spontan dan penuh. Bila ini tidak terjadi, terapi dengan prisma lebih dianjurkan daripada pembedahan oleh karena sulit dan sering tidak berhasil © Perubahan anomali refraksi. Bakel segmental sangat kecil pengaruhnya terhadap kelainan refraksi, kecuali pada bakel radial besar yang melewati oraserata keanterior yang, dapat merubah kelengkungan korea Prosedur sirklase menimbulkan perubahan refraktif cukup besar. Besar dan arah perubahan refraksi tergantung tingginya indentasi yang ditimbulkan pita sirklase. Indentasi rendah atau sedang akan memperpanjang aksis, sebaliknya indentasi tinggi akan memperpendek aksis sehingga mata menjadi lebih hipermetrop. Perubahan ini umumnya menjadi stabil setelah 2-3 bulan pasca operasi. * Kegagalan penempelan retina. Lebih dari 90% kegagalan penempelan retina disebabkan karena vitreoretinopati proliferatif (PVR). Penyebab lain adalah; robekan yang tidak tertunjang karena tidak terlihat waktu operasi dan kedudukan bakel yang tidak tepat. Kegagalan penempelan retina karena PVR ringan , dapat dicoba penyuntikan gas intravitreal disusul fotokoagulasi setelah retina menempel. PVR tingkat C1 atau lebih memerlukan tindakan vitrektomi. VL PENUTUP. Telah dibicarakan terapi bakel sklera pada ablasio retina termasuk ; mekanisme perlekatan retina, tipe dan patogenesa, tehnik bakel sklera juga mengenai komplikasi- komplikasi yang sering terjadi pada tehnik ini Saat ini, berbagai macam tehnik alternatif untuk penanganan ablasio retina regmatogen telah dilakukan, termasuk “pneumatic retinopexy” dan vitrektomi_ primer. Walaupun tehnik-tehnik alternatif ini mempunyai beberapa keuntungan, tehnik bakel sklera’ masih merupakan tehnik standard yang perlu dipertimbangkan dengan keberhasilan cukup tinggi dalam melekatkan retina pada ablasio retina regmatogen. see nN 10. VII. DAFTAR KEPUSTAKAAN. Ryan.SJ, Glaser.BM, Michels.RG : Retina, vol.3, Surgical Retina. St.Louis, The CV Mosby Company, 1989, Lim.ASM, Ang.BC, Fleck.BW : Fison’s, Retinal Detachment Surgery, second edition. Singapore, PG Publishing, 1989. Hilton.GF, Mc Lean.EB, Brinton.DA : Retinal Detachment, Principles and Practice, second edition. San Fransisco, American Academy of Ophthalmology, 1995 Kanski : Clinical Ophthalmology, third edition. Butterworth-Heineman, 1994 Wu G: Retina , The Fundamentals. Philadelphia, WB.Saunders Company, 1995. Sigelman J : Retinal Diseases, pathogenesis, laser therapy and surgury. Boston, Little Brown and Company, 1984 Michels.RG, Wilkinson.CP, Rice.TA : Retinal Detachment. St.Louis, The CV Mosby Company, 1990. Basic and Clinical Science Course 1997 — 1998 : Retina and Vitreous, Section 12 . San Fransisco, American Academy of Ophthalmology, 1997. Williams.GA, Aaberg.TM : Techniques of Scleral Buckling dalam Duane’s Ophthalmology on CD ROM. Lippincot-Raven Publishers,1997... Wright.KW, et al : Color Atlas of Ophthalmic Surgery, Retinal Surgery and ocular trauma, Philadelphia, Lippincot Company, 1995. 000000000

Anda mungkin juga menyukai