Anda di halaman 1dari 22

KUMPULAN SOAL-JAWAB TERKAIT BEBERAPA HUKUM SYARA

1. Pertanyaan:
Di dalam kitab Nijhom Ijtima\'i ada penjelasan bahwa Wanita
Muslimah tidak wajib menutup wajahnya, jadi pertanyaannya
apa hukumnya, wajibkah atau sunnah, mubah saja tolong di
jelaskan
Jawab:
Menutup wajah dengan cadar (purdah) hukumnya mubah. Tidak sunnah,
apalagi wajib. Kalau ada syabbah yang menggunakan cadar, harus ditanya
apa hukum menggunakan menurutnya. Jika jawabannya: mubah, maka tidak
masalah. Namun jika jawabannya: Sunnah atau wajib, berarti dia telah
melanggar tabanni. Ini harus diberika solusi.

2. Pertanyaan:

(a)Mhn di jawab, apakah pernyataan2 org2 JIL spt agama semua


benar, dapat dikatakan org JIL sudah murtad? setahu saya, sampai
saat ini belum ada kontitusi jamaah/kelompok/MUI yang
mengatakan org mengatakan demikian telah MURTAD, mhn
penjelasannya!

Jawaban:

Murtad dan tidak kembali kepada keyakinan. Kalau menyatakan Semua


agama sama itu disertai dengan keyakinan, bahwa pandangan itu benar,
yang berarti meyakini, bahwa selain Allah, ada yang lain yang berhak
menurunkan agama, dan sama benarnya dengan agama Allah, berarti telah
meyakini ada tuhan (sekutu) lain, selain Allah. Maka, pernyataan seperti ini
bisa mengindikasikan kemurtadan, dengan catatan dinyatakan berdasarkan
keyakinan. Bukan karena tidak tahu. Tetapi, jika tidak tahu, atau tahu, hanya
tidak yakin, maka pernyataan seperti ini mengindikasikan kefasikan.

(b)Status uang muka (DP) dalam syariat seperti apa? Bagaimana


kalau dalam klausul (perjanjian walaupun tidak tertlis) bahwa uang
muka bisa hangus apabila pembelian tidak jadi. Bagaimana
hukumnya DP tersebut?
Jawaban:
Boleh jual-beli dengan DP, dan kalau tidak jadi, DPnya bisa hangus. Jual-beli
seperti ini disebut Bai al-Arbun. Jual beli seperti ini diperbolehkan dalam
Islam, dan Hizb sendiri membolehkan jual-beli dengan model seperti ini.
3. Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya jual beli dengan sistem tuker tambah, misal


untuk jual beli handphone, si pembeli memberikan handphone
lamanya ditambah sejumlah uang kepada penjual untuk
mendapatkan handphone baru.

Jawaban:

Jual-beli bisa dikategorikan menjadi empat macam: (1) jual-beli barang


dengan barang (barter). Jual-beli seperti ini disebut bai al-muqayadhah,
seperti menjual HP dengan HP, baik dengan atau tanpa tambahan; (2) jual-
beli barang dengan hutang (kredit), seperti hutang (dayn) atau cicilan
(taqsith); (3) jual-beli hutang dengan hutang, seperti pertukaran mata uang
(sharf); (4) jual-beli hutang dengan barang, seperti inden (salam/pesanan).

Dari fakta, bahwa jual-beli yang ditanyakan di atas adalah jual-beli HP


dengan HP, meski dengan disertai tambahan uang, maka bisa dimasukkan
dalam kategori jual-beli muqayadhah. Sedangkan uang tambahan itu
dianggap sebagai kelebihan harga dari barang yang ditukarkan. Jual-beli
seperti ini hukumnya mubah.

4. Pertanyaan:
(a)Terkait dng Pakaian isteri : Darisin Minimal Menutup aurat dan
Hizbiyin memakai jilbab? apakah ketentuan batas waktu 6 atau
Sembilan masih berlaku?

(1)Syabab yang isterinya tidak menutup aurat, diminta melakukan perbaikan


terhadap isterinya;

(2) pada saat yang sama akan ditanyakan kepada amir mengenai perkara
tersebut; (c) dibuat catatan tambahan, apa yang saja yang perlu dipenuhi
oleh daris mapun hizbiyy.

(b)Pemanfaatan VOI sampai sejauh mana?

Pertanyaan ini sama dengan bulan lalu. Jawabannya:


(a)Menurut penjelasan dari mandub, kita tidak boleh ada hubungan dakwah
dengan orang yang sudah keluar dan dikeluarkan dari 000.
(b)Oleh karena itu, syabab tidak boleh berhubungan dengan VoI yang
dikomandani Umar Abdullah. Juga harus, ditegaskan bahwa VoI tidak ada
hubungannya dengan 000. Demikian juga dengan pemanfaatan produk VoI
di radio melalui struktural harus dihentikan.
(c)Syabab yang masih berhubungan dengan VOI harus dijelaskan tentang
ketentuan tersebut dan diingatkan agar tidak melanjutkan hubungannya
lagi. Jika syabab itu tidak mau taat, dilaporkan pada bulan depan.

(c)Materi di MU dan di Alwai apakah mutabanat atau tidak ?


(sehubungan dengan pertanyaan dan Jawaban di Al Wai ttn wanita
naik mobil pribadi)

(1)Perkara mutabannat terdapat dalam: (a) Kitab dan kutaib yang tertulis
min mantsurat Hizbut Tahrir; (b) nasyrah pemikiran, fiqh, dan politik, yang di
bawahnya tertulis Hizbut Tahrir; (c) Milaf dan qanun idari; (d) Nasyrah dan
tamim administrasi dan nasyrah perjalan dakwah yang dikeluarkan hizb yan
tidak bertentangan dengan qanun idari; (e) apa yang dikeluarkan hizb
sebagai syarah apa yang ditabanni, seperti pembahasan ajal dan rezxeki
dalam kitab al-Fikr al-Islami.

(2)AL-Waie, MU, dan Website, merupakan sarana untuk mengelaborasi ide-


ide mutabannat ke tengah umat. Meskipun tidak semua isinya mutabannat,
tetapi semua tulisan yang dimuat terikat dengan tabanni dan tidak
bertentangan dengan dengan tabanni.

(3)Tulisan hukum wanita naik mobil pribadi merupakan Soal-Jawab amir


dalam website. Para syabab harus terikat dengan pendapat tersebut.

(d)Bagaimana Komunikasi dengan syabab yang kena ihmal atau


sanksi? baik urusan dakwaha atau urusan lain misalnya kalau sakit?

Tidak boleh berhubungan dalam perkara dakwah. Sementara dalam perkara


muamalah, jika memeang harus berhubungan, diperbolehkan. Namun
sebaiknya tidak berhubungan.

(e)Ada daris sudah selesai 3 kitab akan tetapi ketika ditawarkau jadi
karyawaan tidak mau malah ingin kembali ke kitab awal, bagaimana
perlakuaannya?

(1)Harus ditanya mengapa dia tidak mau masuk;

(2)Kalau menyatakan tidak paham, harus dicek aspek apa yang tidak
mengerti. Perkara yang tidak dipahami itu yang dijelaskan. Jika memang
tidak paham sama sekali terhadap kitab itu, bisa diulang;
(f)Ada daris yang sudah siap jadi karyawan dan mau di qosam tapi
masih ada masalah terkait pinjaman RIBAWI (KPR BTN ataupun yg
lainnya), bagaimana satusnya bolehkah dijadikan karyawan?

Syabab yang masih terlibat dalam aktivitas riba, tidak boleh diqasam; oleh
karena itu, jika syabab sudah siap diqasam, dia harus segera menyelesaikan
problemnya

(g)Dapatkah khalifah membatalkan vonis seorang qodhi


Jawaban:
Tidak bisa. Karena keputusan qadhi adalah hukum syara, yang bersifat
mengikat. Khalifah dan jajaran hakim (penguasa) di bawahnya berkewajiban
untuk melaksanakan keputusan qadhi. Selain itu, ijtihad tidak bisa
dibatalkan oleh ijtihad yang lain, hatta oleh mujtahid yang sama, atau qadhi
yang sama. Suatu ketika Khalifah Umar bin al-Khatthab memutuskan
perkara waris, dengan kasus yang sama pada dua orang yang berbeda,
tetapi keputusannya berbeda. Ketika orang pertama datang meminta
keputusan beliau diubah, sama dengan keputusan untuk orang kedua, maka
beliau mengatakan:

Keputusan itu sudah sesuai dengan apa telah kami putuskan, dan ini juga
sesuai dengan apa yang kami putuskan sekarang.

5. Pertanyaan :
BAGAIMANA HUKUM KHUTBAH JUM\'AT MENGGUNAKAN FASILITAS
LCD ATAU MEDIA AUDIO VISUAL LAINNYA???
Jawaban:

Pertanyaan ini mengindikasikan, bahwa penanya tidak mengetahui substansi


khutbah. Khutbah Jumat atau Id, adalah khutbah (orasi). Seorang khathib
adalah orator. Seorang orator (khathib) disebut berkhutbah, kalau
menggunakan bahasa khithab (seruan). Ini bagian dari adab yang harus
diperhatikan oleh seorang khatib. Secara rinci, adab khutbah dinyatakan
dalam kitab Min Muqawwimat, sebagai berikut:

(a)Memendekkan khutbah, dan memanjang-kan shalat.

(b)Menggunakan gaya retorika (khithabah), bukan gaya mengajar,


presentasi, berkisah atau bersyair.
(c)Menjauhi sejauh-jauhnya gaya melodi dalam berkhutbah, maupun
membaca ayat al-Quran..
Menggunakan LCD adalah uslub dan wasilah yang digunakan untuk
presentasi, sementara karakteristik khutbah tidak sama dengan presentasi,
tetapi menyeru dengan seruan yang lantang dan keras. Karena itu, uslub
dan wasilah ini tidak sesuai dengan karakteristik khutbah yang merupakan
seruan. Bahkan, bisa memalingkan pendengarnya dari seruan khatib.
Padahal, ketika khatib di atas mimbar, diperintahkan kepada audiens untuk
mendengarkan dan menyimaknya dengan seksama. Bukan memperhatikan
gambar atau layar presentasi. Ini berbeda, jika menggunakan screen
pembesar untuk membantu audiens, agar bisa melihat dan menyimak suara
khatib.

6. Pertanyaan:
Pertanyaan dalam halq: apakah dibolehkan muawin tafwid lebih dari
2orang ?
Jawaban:

Boleh. Meski status Muawin Tafwidh ini adalah hakim


(penguasa/penyelenggara negara), bukan muwaddhaf (pegawai), tetapi
dibolehkan menjadi hakim (penguasa) dengan wilayah atau bidang tertentu
yang telah ditetapkan oleh Khalifah sebagai pemilik otoritas (shahib as-
shalahiyyah). Karena itu, konteks banyaknya Muawin Tafwidh dalam
kapasitasnya sebagai hakim, tidak bertentangan dengan keharusan adanya
hakim yang satu, sebagai konsekuensi dari prinsip kepemimpinan tunggal
dalam Islam. Karena, mereka tetap satu hakim untuk satu wilayah atau
bidang tertentu. (Lihat, Ajhizatu ad-Daulah, h. )

7. pertanyaan

mohon diskripsi lengkap tentang rekreasi yang boleh dan rekreasi


yang tidak boleh? bagaimana kalau mengantar siswa-siswa yang
rekreasi ke tempat wisata tertentu dalam rangka refreshing
kenaikan kelas atau kelulusan?
Jawaban:

Melancong atau rekreasi, dalam bahasa Arab, biasanya dinyatakan dengan


istilah siyahah. Dalam al-Quran orang yang melakukan siyahah disebut
saihun. Konotasi as-saihun (orang yang melancong) di dalam al-Quran
adalah: (1) orang yang bepergian untuk hijrah bersama Nabi, dan itulah
siyahah yang dilakukan oleh umat Muhammad (at-Thabari, Tafsir at-
Thabari, juz XXVIII, h. 155); (2) orang yang berpuasa, disebut demikian,
karena orang yang melakukan siyahah umumnya tidak mempunyai bekal,
dan makan apa adanya (at-Thabari, Tafsir at-Thabari, juz XXVIII, h.
269); (3) orang yang bepergian untuk melakukan ketaatan kepada Allah;
(4) Berkeliling di muka bumi (al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, juz XVIII,
h. 193); (5) Bepergian untuk mencari ilmu atau berkeliling untuk mencari
pelajaran (ibrah) (an-Nasafi, Tafsir an-Nasafi, juz II, h. 210).

Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad menyatakan, bahwa siyahah


sebenarnya tidak ada kaitannya dengan Islam, baik yang dilakukan oleh para
Nabi maupun orang-orang shalih. Dalam kitab al-Ikhtiyarat, beliau
menegaskan, bahwa melakukan perjalanan (melancong/siyahah) di suatu
negeri, tanpa tujuan yang dibenarkan syariah, sebagaimana yang dilakukan
oleh sebagian orang merupakan perkara yang dilarang. Ketika ada seorang
lelaki meminta izin kepada Nabi, Ya Rasulullah, izinkanlah kami untuk
melancong. Nabi bersabda:


Melancongnya ummatku adalah berjihad di jalan Allah Azza wa Jalla. (Hr.
Abu Dawud)

Tetapi, bepergian, melancong atau rekreasi dengan tujuan untuk menimba


ilmu, ini termasuk bepergian yang diperbolehkan, bahkan diperintahkan.
Yang terakhir ini biasanya disebut rihlah li thalab al-ilm, sebagaimana yang
lazim dilakukan oleh Ahli Hadits, Fiqih maupun ulama lain. Demikian juga
bepergian untuk mencari pelajaran dari berbagai pemandangan alam atau
peristiwa yang pernah terjadi juga diperintahkan, terutama jika dilakukan
untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah SWT.

Adapun bepergian dengan tujuan refressing, pada dasarnya merupakan


bepergian yang juga diperbolehkan, karena tujuannya bukan untuk
melakukan maksiat. Tetapi, jika pergi ke tempat-tempat yang di dalamnya
banyak maksiat, seperti di pantai tempat turis berjemur, maka meski
tujuannya untuk refressing tersebut mubah, namun tempatnya adalah
tempat syubhat, dalam kondisi seperti ini, tidak boleh dilakukan. Mengenai
dalil kebolehkan refressing itu sendiri ditegaskan oleh Nabi:

( )

Senangkanlah hati ini sebentar dan sebentar. Dalam riwayat lain, Sesaat
dan sesaat. (Hr Ibn Syihab, Musnad, juz I, h. 393)

Maksudnya, buatlah hati itu menjadi senang untuk sebagian waktu dari
kepenatan ibadah dengan perkara mubah, yang tidak ada dosa dan
pahalanya (al-Manawi, Faidh al-Qadir, juz IV, h. 41).
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan, bahwa hukum rekreasi, melancong
dan sebagainya adalah mubah, selama tujuannya bukan untuk melakukan
perkara yang diharamkan. Juga harus dihindari bepergian, melancong atau
rekreasi di tempat-tempat syubhat, agar tidak jatuh dalam kemaksiatan.
Meski demikian, bepergian, melancong atau rekreasi yang diperintahkan
adalah rekreasi yang bersifat edukatif, dengan cara melakukan tadabbur
alam, dengan tujuan mencari pelajaran, ilmu dan meningkatkan ketaatan
kepada Allah.

8. Pertanyaan
Apa hukum menjadi sales kendaraan bermotor yang menggunakan
leasing?
Jawaban: Menjadi sales, atau penjual, dengan sistem leasing dari lembaga
finance seperti ADIRA, FIF ataupun yang lain, yang jelas-jelas menggunakan
sistem riba, hukumnya mengikuti keharaman transaksinya. Karena
transaksinya haram, maka menjualkan produk keuangan yang haram
tersebut juga haram. Sebab, ini merupakan bagian dari akad ijarah,
sementara jasa yang diberikan oleh sales tersebut merupakan jasa untuk
menggaet orang agar melakukan transaksi yang diharamkan. Karena itu,
bekerja sebagai sales dengan sistem leasing seperti ini jelas diharamkan

9. Pertanyaan
Pangkalpinang; bolehkah pelanggan berlangganan al Islam tetapi
didanai oleh APBD?.
Jawab: Asalkan dengan akad jual-beli, boleh. Patut catat dalam jual beli itu
tidak boleh: (1) digunakan kwintansi kosong, yang dapat membuka peluang
dan kesempatan terjadinya korupsi dan manipulasi; (2) tidak ada boleh kick
back, penyunatan atau pembengkakan anggaran, atau pemberian komisi.

10. Pertanyaan
Perihal masalah klasik yang selalu menjadi pertanyaan tentang
acara yang ada dimasyarakat yaitu tahlilan tujuh hari empat belas
hari dan berikutnya. Bagaimana mensikapi hal ini?
Jawab: Pertama, masalah ini tidak di-tabanni oleh 000, sehingga syabab
diperbolehkan untuk mengikuti pendapat ulama manapun. Kedua, tentang
hukumnya sendiri ada ikhtilaf. Ada yang menyatakan, bahwa mengadakan
jamuan makan (kenduri) untuk mayit pada hari ke-1 hingga ke-7, hari ke-40
dan 100 harinya adalah bidah. Karena, tatacara seperti ini tidak diajarkan
dalam Sunnah Nabi saw. Tetapi ada yang menyatakan, bahwa hukumnya
makruh. Karena menambah musibah dan beban bagi keluarga mayit.
Bahkan, bisa dianggap menyerupai kebiasaan orang-orang Jahiliyah. Ini
didasarkan pada hadits Jarir bin Abdillah al-Bajari ra yang menyatakan,
bahwa Kami menganggap pertemuan (jamuan) untuk keluarga mayit dan
membuat makanan setelah dia dikubur merupakan bentuk niyahah
(meratapi mayit). (Hr Ahmad) Sedangkan niyahah itu merupakan dosa
besar dan diharamkan. Ini bertentangan dengan Sunnah, sebab Sunnah
mengajarkan, bahwa hendaknya tetangganyalah yang menyediakan
makanan untuk keluarga mayit berdasarkan hadits Nabi: Buatlah makanan
untuk keluarga Jafar, karena mereka telah disibukkan dengan urusan yang
menyibukkan mereka, atau mereka telah disibukkan oleh sesuatu yang
menyibukkan mereka. (Hr. Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah)
Selain itu, jamuan makan yang mengundang orang kaya, sementara orang
miskin tidak, juga bisa dianggap seburuk-buruk jamuan makan. Dalam
haditsnya, Nabi menyatakan, Seburuk-buruk jamuan makan adalah
makanan dari jamuan yang mengundang orang kaya, sedangkan orang
miskin ditinggalkan. (Hr Bukhari dan Muslim)
Jika jamuan makan yang disediakan pada hari ke-1, 2 dan seterusnya dari
kematian mayit tersebut dari harta peninggalannya, maka boleh jadi
mengambil bagian dari ahli waris, atau bagian dari anak yatim, dan ini tidak
diperbolehkan, sebagaimana larangan Allah dalam surat an-Nisa: 10.
Mengambil bagian ahli waris dengan seperti ini juga tidak boleh. Bahkan, jika
keluarganya miskin, kemudian mengadakan jamuan dengan berhutang,
maka tindakan seperti ini juga makruh. Karena boleh jadi tindakan tersebut
didorong oleh faktor sumah, riya atau perasaan tidak enak dengan
masyarakat.
Jika mayit berwasiat untuk mengadakan jamuan makan, dan diambilkan dari
harta peninggalannya, maka dalam pelaksanaannya tidak boleh
mengabiskan dari 1/3 hartanya, sehingga tidak memakan bagian ahli waris.
Selain itu, membagikan harta mayit kepada ahli waris itu lebih baik,
ketimbang dibuat mengadakan jamuan makan dan menyembelih sapi,
kambing atau ayam. Tentu, jika si mayit tidak berwasiat untuk melakukan
itu. Namun, kalau sebelumnya dia berwasiat, maka hukum menunaikan
wasiatnya adalah wajib.
Demikian juga membagi-bagikan manisan kepada tamu yang hadir juga
dinyatakan makruh oleh sebagian ulama. Karena menyambut tamu
(dhiyafah) dengan cara seperti itu untuk konteks suka-cita (afrah), bukan
duka-cita (atrah).

11. Pertanyaan
(1) Apa status orang kafir saat ini? Kafir dzimmi, muahid dll apakah
saat ini ada? Di Indonesia gimana? (perdebatan di meeting bulan
september); (2) Terkait dengan posisi muawin tafwid jika berbeda
keputusannya dengan Khalifah mana yang bisa dicancel dan mana
yg tetap. Contoh praktisnya apa? Jika muawin tafwid tidak boleh
memegang departemen tertentu, secara fakta pada jaman rasul
pernah diminta urusan tertentu, urusan haji, baitul mal, dll. terkait
dgn tugas khusus dgn wewenang umum?
Jawab:
(1) Status dzimmah dan muahadah itu adalah status yang diperoleh ketika
hukum Islam diterapkan oleh negara atau Khilafah. Ada atau tidaknya saat
ini harus merujuk kepada klausul perjanjian mereka dengan Khilafah waktu
itu. Di beberapa wilayah, seperti Palestina, Libanon, Suriah, Yordania, Mesir,
Sudan atau yang lain yang dahulu menjadi wilayah Khilafah, mungkin masih
ada orang yang berstatus sebagai ahli dzimmah, paling tidak bagi generasi
non-Muslim yang berusia di atas 90 tahun. Di bawah usia mereka yang
tersisa adalah keturunan ahli dzimmah. Namun, mereka dihukumi sama
dengan status orang tua mereka. Kepada mereka juga bisa diberlakukan
hukum yang sama dengan orang tua mereka, termasuk jika ada
pelanggaran, maka dzimmah mereka pun bisa dibatalkan. Ini berbeda
dengan muahad, karena melibatkan negara. Dengan runtuhnya Khilafah,
meski sebelumnya mereka terikat perjanjian dengan Khilafah, tetapi karena
status muahadah-nya sudah tidak ada, secara automatis status muahad
mereka pun tidak berlaku.
(2)Di Indonesia, orang-orang non-Muslim di negeri ini tidak bisa dimasukkan
sebagai ahli dzimmah. Orang Kristen, misalnya, ada setelah adanya penjajah
datang ke negeri ini, sehingga status mereka bukan ahli dzimmah. Demikian
juga yang lain. Kalau pun ada sebelum penjajah, mereka tidak pernah
mengajukan dirinya sebagai ahli dzimmah Khilafah Utmaniyyah ketika itu.
(3)Tentang muawin tafwidh, karena statusnya sama dengan khalifah, dan
telah mendapatkan mandat memerintah dari khalifah, maka keputusannya
pun mengikat. Ukuran mana keputusannya yang bisa dibatalkan atau tidak
oleh khalifah, bisa dikembalikan kepada pertanyaan: dalam hal apa, ketika
khalifah membuat keputusan, kemudian keputusannya bisa
dicabut/dibatalkan, maka dalam hal itulah, keputusan muawin tafwidh juga
bisa dibatalkan.

12. Pertanyaan
Bagaimana pendapat syarikah tentang syiah yg memiliki keimanan
akan imamah, tapi menolak khilafah ?
Jawab: Masalah imamah yang dibahas oleh Syiah dalam pembahasan
akidah, sama dengan pembahasan Sunni, yaitu tentang adanya imam bagi
seluruh kaum Muslim, serta hukum wajibnya mengangkatnya jika
tidak/belum ada. Dalam konteks ini, sebenarnya istilah imamah digunakan
dengan konotasi yang sama dengan Sunni, yaitu Khilafah. Tentu, karena
Syiah dan Sunni adalah dua mazhab Islam yang berbeda, maka perbedaan di
antara keduanya merupakan keniscayaan. Contoh, syarat imam bagi Syiah,
antara lain, harus mashum (terjaga dari dosa), jelas berbeda dengan syarat
imam/khalifah bagi Sunni, yang tidak disyaratkan harus mashum, bahkan
tidak boleh. Karena kemaksuman itu hanyalah sifat yang melekat pada Nabi
dan Rasul, yang berkewajiban menyampaikan risalah.
Perbedaan-perbedaan seperti ini merupakan khazanah fikih, yang akan bisa
diselesaikan oleh Khalifah dengan mudah, karena pendapat Khalifah itulah
yang harus dilaksanakan lahir dan batin. Selain itu, perintah imam/Khalifah
itu bisa menghilangkan perselisihan di tengah-tengah masyarakat.

13. Pertanyaan
Berkenaan dengan ilat syariyyah:
(1) Apa dasar dalil bahwa ibadah, akhlak, makanan dan pakaian
tidak mengandung illat?
(2) Contoh illat di bidang uqubat
Jawab: Pertama, secara umum, hukum syara adalah keputusan (hukm)
yang datang dari Allah, yang dinyatakan dalam seruan (khithab)-nya, baik
melalui al-Quran, as-Sunnah maupun Ijmak Sahabat dan Qiyas. Kedua,
seruan hukum tersebut kadang disertai alasan (illat) dan kadang tidak. Jika
disertai alasan, maka hukum tersebut bisa ditarik pada kasus yang lain,
karena alasan yang sama. Inilah yang disebut illat mutaaddiyah. Darinya,
kasus-kasus serupa lainnya bisa ditarik hukumnya dengan hukum yang
sama. Namun, jika tidak disertai dengan alasan, maka hukum tersebut harus
diterima apa adanya, tanpa reaoning dan pertanyaan: mengapa? Dalam
konteks yang pertama, hukum tersebut disertai alasan (illat), sementara
dalam konteks yang kedua, hukum tersebut tidak disertai alasan (illat).
Ibadah adalah hukum syariah yang bersifat tauqifiyyah (diterima apa
adanya) dari Allah SWT. Dalam konteks ini, kita tidak perlu bertanya,
mengapa? Karena kita tidak akan ditanya perbuatan Allah, sebaliknya kitalah
yang akan ditanya perbuatan kita. Kita tidak perlu bertanya mengapa kita
harus thawaf mengelilingi Kabah dan sai di Shafa-Marwa sebanyak 7 kali
putaran? Tatacara ini tidak pernah dijelaskan alasannya oleh Allah,
karenanya harus kita terima apa adanya sebagai manasik haji. Kita tidak
perlu perlu bertanya, mengapa shalat Fajar 2 rakaat dan shalat Dhuhur 4
rakaat, dan seterusnya. Karena ini adalah ibadah, dan bersifat tauqifiyyah.
Dengan demikian, ibadah tidak disertai alasan (reasoning/illat), dan tidak
boleh dicari-cari alasan (reasoning/illat)-nya. Inilah fakta hukum ibadah dan
dalil (khithab) yang menyertainya.
Mengenai pakaian, Allah telah menjelaskan bahwa aurat laki-laki yang harus
ditutup adalah bagian antara pusar hingga lutut, sedangkan bagi wanita
adalah seluruh bagian tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Dalam
hal ini, Allah tidak pernah menjelaskan dalam khithab-Nya, mengapa wanita
tidak diperintahkan untuk menutup wajahnya, padahal wajah adalah sumber
fitnah? Sama persis, seperti ketika nas menjelaskan tentang kesucian mani,
di satu sisi, sementara di sisi lain, kita diperintahkan mandi junub, tidak
hanya sekedar berwudhu, padahal ketika kita kencing yang najis, kita tidak
diperintah mandi junub. Ini menunjukkan, bahwa khithab-Nya tidak
menjelaskan reasoning/illat disyariatkannya hukum tersebut. Dengan
demikian, jelas bahwa dalam hal pakaian tidak ada illat.

Begitu juga dalam hal makanan dan minuman. Kita tidak perlu bertanya,
mengapa sapi dihalalkan, sedangkan babi dan anjing diharamkan? Mengapa
khamer dan darah diharamkan, sedangkan susu dan air dihalalkan? Karena
dalam hal ini, tidak satu dalil pun yang menjelaskan alasan (reasoning/illat)-
nya. Karenanya, tidak bisa dicari-cari dan ditarik alasan hukumnya.
Hal yang sama juga berlaku dalam kontek hukum akhlak. Karena itu,
kembali pada pertanyaan di atas: Apa dalil yang menjadi sandaran dari
kesimpulan, bahwa hukum ibadah, pakaian, makanan, minuman dan akhlak
tidak disertai illat? Dalil yang menjadi sandaran adalah fakta dalilnya itu
sendiri, yang dinyatakan oleh nas tanpa disertai dengan alasan
(reasoning/illat). Tetapi, ini merupakan ketentuan asal. Dalam faktanya, ada
juga nas yang disertai alasan, seperti dijadikannya sejumlah sifat
mundhabithah yang menjadi mustahiq zakat, sekaligus menjadi alasan
hukum ditetapkannya mereka sebagai orang yang berhak menerima zakat
itu. Sehingga, ketika sifat tersebut tidak ada, maka hukumnya pun tidak
diberlakukan lagi. Umar membatalkan pemberian zakat kepada muallafati
qulubuhum, karena sifat itu dianggap tidak ada.
Adapun contoh illat dalam kasus uqubat, bisa dilihat pada sifat as-sariqu
wa as-sariqatu (pencuri laki-laki dan perempuan), dengan kriterianya,
sehingga bisa dibedakan dengan pencuri kain kafan dengan menggali kubur,
yang disebut an-nabis, atau koruptor yang disebut mukhtalis. Indikasi bahwa
sifat as-sariqu wa as-sariqatu (pencuri laki-laki dan perempuan) tersebut
merupakan illat (alasan hukum), karena adanya fa taqib, dengan
konsekuensi hukum (sanksi)-nya, yaitu faqthau (potonglah).
14. Pertanyaan:

(a)Apakah berniat melakukan pekerjaan haram tetapi belum


terlaksana sudah terkatagori dosa?
Jawab: Dalam ada hadits Qudsi yang menyatakan:
:


:

.











.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi bersabda: Allah berfirman: Jika hamba-Ku
berniat melakukan keburukan, maka janganlah kalian catat keburukan itu
padanya, hingga dia mengerjakannya. Jika dia mengerjakannya, maka
catatkan dengan nilai yang sepadan. Jika dia meninggalkannya karena-Ku,
maka catatkan dengan kebaikan. Jika dia berniat mengerjakan kebaikan,
maka catatlah kebaikan itu untuknya. Jika melakukannya, maka catatlah
dengan nilai 10 kali lipatnya hingga 700 kali lipatnya. (Hr Ibn Hibban)
Hadits ini menjelaskan, bahwa niat untuk melakukan perbuatan jahat,
ternyata oleh Allah belum dicatat sebagai kejahatan. Apa yang belum
dicatat sebagai kejahatan oleh Allah, berarti statusnya tidak bisa
dinyatakan dosa. Selain itu, dengan niat berbuat jahat, seseorang juga
tidak bisa dijatuhi hukuman atau sanksi, karena memang niat tersebut
belum dianggap kejahatan
(b) apa Hukum syara berbisnis kodok dan membudidayakan kodok?
Jawab: Kodok termasuk binatang yang diharamkan dibunuh; maka
memakannya juga termasuk haram. Oleh karena itu, menjualbelikan dan
membudidayakan kodok merupakan sesuatu yang diharamkan.

15. Pertanyaan
(a)Bagaimana pandangan Hizb ttg menyimpan uang di bank dan
menggunakan jasa perbankan seperti ATM. Menurut si Penanya
hukum ttg masalah tersebut adalah haram, karena dianggap
melanggengkan sistem perbankan konvensional yang nyata2
mengandung riba. Dalil2 yg menjadi rujukan penanya sedng
disusun. Dan akan disampaikan lewat Asdir
Jawab:
Penggunaan Bank Konvensional untuk keperluan hawalah diperbolehkan,
meski harus membayar biaya administrasi. Adapun aspek lain yang
disyaratkan di dalamnya, jika bertentangan dengan syara, maka wajib
diabaikan. Karena hukum hawalah secara syari hukumnya mubah.

(b)Bagaimana pandangan Hizb ttg hukum orang yang berhaji, tetapi


sebagian kekurangan biaya operasional haji diambil dari bunga
bank tabungan ONH. Menurut fakta yg penanya dapatkan dari
internet bahwa Depag (Menteri Agama) memang mengakui hal tsb
sejak 2009. Menurut si Penannya hukum ttg masalah tersebut
adalah haram bagi jamaah haji menunaikan haji dengan cara
menabung sprt itu, dengan demikian tdk ada kewajiban menunaikan
ibadah haji (bila harus menabung dgn cara tsb). Dalil2 yg menjadi
rujukan penanya sedng disusun. Dan akan disampaikan lewat Asdir
Jawab:
Ya, memang haram. Karena status bunga riba bank hukumnya haram. Riba
merupakan bentuk pengembangan harta yang diharamkan oleh Islam. Maka,
menggunakan harta yang bersumber dari hasil pengembangan harta yang
haram, hukumnya juga diharamkan.

(c) Bagaimana pandangan Hizb ttg masih iman/Islam atau


kufur/kafir seorang/pemimpin yang melaksanakan sistem Hukum
Thogut, contohnya seperti Presiden negeri ini
Jawab:
Status seseorang yang menerapkan sistem Kufur tergantung pada masing-
masing orang: (1) Jika dia meyakini kebenaran sistem Kufur yang diterapkan,
maka dia sama dengan menyatakan, hukum Kufur tersebut sama dengan
hukum Allah, dan ini merupakan penyekutuan Allah dengan yang lain.
Karena itu, status penguasa seperti ini, jelas dinyatakan Kafir. (2) Jika tidak
meyakini, tetapi dia tetap menerapkan sistem Kufur, maka statusnya bisa
Fasik atau Zalim, tergantung kondisinya. Jika masih malu-malu
melaksanakan sistem Kufur, maka dia Zalim. Namun, jika sudah tidak malu-
malu, meski ketika ditanya tidak meyakini, maka statusnya Fasik.

16. Pertanyaan
Apa hukum syara terkait 2 kali shalat Idul Adha.
Jawab:
Dalam hal ini, 000 tidak mentabanni. Pendapat ulama dalam masalah ini
ada dua, yaitu ada yang membolehkan, selama masih dalam Hari Tasyrik.
Dan, ada yang tidak membolehkan, karena tidak boleh ada shalat lebih dari
sekali, atau melaksanakan shalat yang sama secara berulang

17. Pertanyaan
Terdapat bebrapa prtanyan yang terkait dengan Jiha; kewajiban,
dhowabit, sera peran hizb dalam beberapa isu kekerasan terjadap
kaum muslimin di dunia terutama di Indonesia (seperti kasus
AMBON-Tajung priuk, dll). pertanyaan ini muncul ketika ada
beberapa syabab yang berinterkasi (diskusi) dengan aktivis JAT.
Kita sudah jelaskan bahwa jihad hukum asalnya fardu kifayah, akan
menjadi wajib dalam beberapa kondisi; seperti ketika wilayah kaum
muslim di serang. Kita juga sudag jelaskan bahwa tidak semua Qital
itu terkatagori Jihad. Diantara pertanyaan yang juag muncul adalah
terkait hadist thaaifah mansuroh. Mohon kalau bisa terkait hal di
atas bisa direspon dalam bentuk tulisan, sebagai bekal untuk
syabab.
Jawab:
1. Tentang tulisan: Sudah ada tulisan yang sangat lengkap soal hukum-
hukum jihad, sebagaimana yang ditulis dalam kitab as-Syakhshiyyah
al-Islamiyyah juz II, karya al-Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani,
atau kitab al-Jihad wa al-Qital fi as-Siyasah as-Syariyyah, karya
al-Allamah Dr. Muhammad Khair Haikal.
2. Dari aspek hukum: justru mereka tidak memahami hukum jihad
dengan benar. Jika mereka terus memprovokasi orang lain berjihad,
bukan berarti mereka juga sudah melakukannya. Kalau pun
melakukannya, juga belum tentu benar, karena kebanyakan mereka
tidak mempunyai ilmu yang cukup tentang jihad, sebagaimana yang
digariskan oleh Islam.
3. Dari aspek politik: Harus diwaspadai upaya ilfiltrasi dan provokasi
melalui JAT, sehingga syabab terseret untuk melakukan tindakan yang
justru menjerumuskan mereka dalam jebakan intelijen.

18. Pertanyaan
(a)Sebagaimana diketahui bhw berhubungan dengan Negara Kafir
harbi Fi'lan adalah haram.
-Bagaimana hukumnya dgn menuntut ilmu di negara yg terkategori
Kafir Harbi Fi'lan?
-Bagaiman hukumnya berkunjung ke negara tersebut dengan tujuan
untuk dakwah?
-Bagaimana hukumnya jika ada kaum muslimin yang tinggal di
negara yg terkategori kafir harbi fi'lan?

Jawab:
Hubungan dengan Negara Kafir Harbi Filan adalah hubungan perang. Ini
dalam konteks State to state (negara dengan negara), tetapi dalam konteks
hubungan rakyat dengan rakyat, masing-masing bisa berlaku hukum
jaminan keamanan (al-aman).
(a)Hukum menuntut ilmu di negara yang terkategori Kafir Haribi Fi'lan boleh
saja, dengan syarat mendapatkan jaminan keamanan (visa) dari negara
yang bersangkutan. Selain itu, tidak boleh menuntut ilmu kepada orang
Kafir, dalam kaitannya dengan tsaqafah, sebagaimana pernyataan Sayyidina
Ali, Arifu amman takhudzu dinakum (Kenalilah dari siapa kamu
mengambil urusan agamamu).
(b)Hukum berdakwah juga dibolehkan, dengan syarat mendapatkan jaminan
keamanan (visa) dari negara yang bersangkutan.
(c)Hukum orang Islam yang tinggal di Negara Kafir Harbi Filan sebagaimana
hukum kaum Muslim yang di Dar al-Kufur secara umum, karena terpaksa.
Ketika Dar al-Islam tidak ada, sehingga tidak ada pilihan.
(b)Tentang 3 waktu aurat, adakah illatnya? mengingat jadwal-
jadwal muslim kadang berubah-ubah (terutama yg bekerja dg
sistem sift), misal: jika dia sift 3 maka waktu dia di rumah adalah
pagi-mlm, waktu istirahat pun berubah yg tadinya malam jd pagi-
siang-sore?
Jawab:
Mengenai 3 waktu aurat, telah ditetapkan oleh syara: (1) Sebelum shalat
Fajar; (2) Ketika menanggalkan baju, waktu Dhuhur, ketika orang hendak
istirahat siang; (3) Setelah Isya. Pertama, Surat an-Nur [24]: 58 ini tidak
disertai illat, sehingga tidak bisa dianalogikan, atau digantikan dengan
waktu lain. Kedua, tentang kebolehan masuk di luar waktu tersebut, dan
larang masuk pada waktu 3 aurat, kecuali dengan izin, hanya berlaku untuk
dua orang: (1) budak yang dimiliki; (2) anak yang belum baligh. Adapun
untuk selain mereka, tidak berarti boleh masuk, sebagaimana status dua
orang tersebut. Kepadanya berlaku hukum lain, sebagaimana ketentuan
dalam kehidupan umum dan khusus.

(c)Adakah pernikahan antar budak? jika budak wanita sdh menikah


bolehkah dipergauli oleh tuannya ataukah statusnya otomatis
merdeka
Jawab:
Pernikahan antar budak ada, tetapi atas restu dari tuannya. Karena mereka
tidak boleh melakukan tasharruf fili maupun qauli, kecuali apa yang telah
ditetapkan oleh majikannya. Dalam syarah kitab al-Muntaqa Syarah al-
Muwathha, Imam Malik menyatakan demikian.

(d)Mungkinkah masa perbudakan akan kembali lagi seiring futuhat2


yg akan dilakukan oleh khalifah yg akan datang?
Jawab:
Budak bisa terjadi dengan adanya sabab. Penjelasan lengkap ada di kitab al-
Syakhshiyyah al-Islamiyyah II, silakan dirujuk dalam kitab tersebut.

19. Pertanyaan
(a)Terkait penggunaan ar roya dan al liwa dalam aksi 000, apakah
kebijakannya tidak merujuk ke kitab struktur? dalam kitab struktur
bab bendera dan panji disebutkan dalam kondisi damai al liwa'
hanya satu utk satu brigade pasukan, dimana liwa menandakan
posisi amir. secara real jika kita aksi/masiroh sering digunakan al-
liwa' dalam jumlah banyak dan bebas siapapun untuk membawa dan
menggunakan, padahal dlm kitab struktur al-liwa' tdk sembarangan
digunakan dan ini termasuk yg ditabanni.
(b)Terkait posisi amerika sebagai kafir harbi muhariban fi'lan, untuk
penduduk AS yg muslim apa juga diterapkan hukum yang sama
dengan non muslim?

Jawab:
1. Penggunaan rayah/liwa yang dinyatakan dalam kitab Ajhizah itu
terkait dengan negara. Tidak berarti, individu kaum Muslim tidak boleh
menggunakannya, termasuk dalam aksi yang mereka lakukan.
2. Status warga negara Kafir Harbi Filan, sekalipun Muslim, sama dengan
kaum Kafir, ketika hendak masuk di Dar al-Islam. Karena itu, ada nas
yang diberlakukan untuk mereka, berbeda antara Muslim yang tinggal
di Dar al-Kufur dengan Muslim yang tinggal di Dar al-Islam, yaitu: Fain
Jauka fahkum bainahum au aridh anhum (Jika mereka datang
kepadamu, yaitu ke Dar al-Islam, maka putuskanlah mereka dengan
hukum Islam, atau berhak menolak mereka). Ini bukti, bahwa mereka
diperlakukan sama sebagaimana kaum Kafir Harbi Filan.

20. Pertanyaan
(a)Bagaimana hukum mendirikan koperasi "syariah", menjadi
anggota "otomatis" di tempat kerja, dan menerima SHU-nya. (Mhn
Penjelasan tambahan ttg koperasi di Nizham Iqtishadi).
Jawab:
Tidak ada koperasi syariah. Karena hukum koperasi, sebagai bentuk syarikah
telah diharamkan. Jika bentuknya diubah menjadi syarikah syariyyah,
apakah inan, mudharabah, abdan, wujuh maupun mufawadhah, maka
namanya bukan koperasi lagi. Jika model koperasi, sebagai syarikah tersebut
haram, maka hukum SHU-nya juga haram.

(b)Di kitab nizhamul hukmi fil islam dikatakan ada kekosongan 5


hari pad suksesi khalifah dari utsman ke ali. Mengapa bisa
disimpulkan bahwa kekosongan khalifah berdasarkan ijma shahabat
adalah 3 hari dan mlm-mlmnya bukan 5 hari, padahal suksesi dari
utsman ke ali juga disaksikan para sahabat.
Jawab:
3 Hari yang dinyatakan sebagai Ijmak Sahabat dalam suksesi Abu Bakar as-
Shiddiq, berbeda dengan 5 hari kevakuman dalam suksesi Ali. Pertama,
kondisi yang terjadi pada zaman Abu Bakar adalah kondisi normal, tidak ada
insiden apapun. Berbeda dengan kondisi yang terjadi pada zaman Sayyidina
Ali, dimana terjadi fitnah kubra, terkait dengan pembunuhan Sayyidina
Utsman. Kedua, Ijmak Sahabat itu berlaku jika memenuhi dua syarat: (1)
Dilakukan secara terbuka oleh para sahabat, sehingga semua sahabat tahu,
karena peristiwanya masyhur di kalangan mereka; (2) Seharusnya diingkari
oleh para sahabat, tetapi ternyata diterima, karena di sana ada dalil yang
mereka ketahui menyatakan kebolehannya, meski dalil itu tidak
teriwayatkan nasnya.

21. Pertanyaan
(a)Untuk Khutbah ied... yang saya fahami tetap berlaku seperti
khutbah Jum'at, yakni 2 X khutbah, namun dalam pelaksanaannya,
kalo dilihat dari naskah khutbah yang datang dari pusat itu
mengesankan hanya satu kali, mohon penjelasannya, syukron
Jawab:
Status khutbah Ied, baik dua kali atau sekali, sebenarnya ikhtilaf fiqih,
sehingga tidak perlu dipersoalkan. Dalam hal ini, 000 tidak mengadopsi.
Adapun khutbah yang ditulis dengan satu khutbah, tidak berarti 000
mentabanni, hanya satu khutbah. Melainkan, hanya panduan teks khutbah,
tidak membahas tatacara khutbah. Karena itu, tatacara khutbahnya,
dikembalikan kepada masing-masing syabab, apakah dia mengikuti mazhab
yang menyatakan dua khutbah, atau satu khutbah, semuaya diserahkan
kepada dia.

(b)Mohon Penjelasan hukum syara arisan qurban yg lagi ramai


ditengah masyarakat
Jawab:
Hukum qurban adalah sunnah, sebagai bagian dari shadaqah tathawwu.
Sebagaimana hukum shadaqah yang sunnah itu berlaku, jika orang yang
bersedekah tersebut adalah orang kaya (ghani), yaitu mempunyai kelebihan
dari kebutuhan pokoknya. Arisan, menabung atau apapun, adalah uslub,
yang boleh digunakan, selama uslub tersebut tidak bertentangan dengan
syara. Dengan catatan, selama dana yang dimiliki untuk berqurban tersebut
merupakan dana kelebihan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Maka,
boleh. Tetapi, jika dana arisan atau menabung tersebut bukan merupakan
kelebihan, tetapi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, maka
memenuhi kebutuhan pokoknya lebih utama, ketimbang berqurban.

22. Pertanyaan
(a)Pada kitab Ajhizah Daulah Khilafah halaman 60 baris ke 5 dari
bawah atau terjemahan halaman 100, menyebutkan bahwa:
"Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas Mu'awin at-Tafwidh dan
pengaturan berbagai urusan pemerintahan yang dilakukannya agar
ia bisa menyetujui apa saja yang sesuai dengan kebenaran dan
meluruskan setiap kesalahan. Sebab, pengaturan berbagai urusan
umat pada dasarnya adalah sesuatu yang diwakilkan kepada
Khalifah dan digantungkan dengan ijtihadnya" maksud dari
"ijtihadnya" tersebut adalah ijtihad khalifah atau siapa? karena jika
maknanya adalah ijtihad Khalifah, maka bisa jadi nanti akan ada
Khalifah yang bukan mujtahid, karena mujtahid hanya merupakan
syarat afdhaliyah saja. Apakah sebaiknya redaksinya diganti dengan
"pendapat khalifah" atau "tabanni khalifah" sehingga tidak rancu
dengan syarat-syarat khalifah, di mana mujtahid hanyalah syarat
afdhaliyah.
Jawab:
Yang dimaksud ijtihad di sini adalah Khalifah, bukan ijtihad Muawin
Tafwidh.
(b)Berdosakah orang yang membayar pajak kepada negara kufur?
karena saat ini setiap warga negara wajib mempunyai NPWP yang
kemudian terikat dengan pajak penghasilan (sekalipun langsung
dibayar oleh perusahaan), di samping kami juga selalu membayar
pajak-pajak yang lain seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bumi
dan bangunan, maupun PPN.Jazakallah khai
Jawab:

Membayar pajak di negara seperti ini merupakan bentuk keterpaksaan,


karena dipaksa oleh UU, sehingga berlaku status, Ma ma ustukrihu alaih..
yang dimaafkan oleh syara.

(c)Bagaimana hukum seorang yang bekerja sebagai Satpam Bank,


Cleaning Service Bank, apakah juga terkategori "bersyarikah dalam
riba"
Jawab:
Menjadi Satpam Bank atau Cleaning Service Bank boleh, karena tidak
terlibat langsung maupun tidak langsung dengan keharaman orang yang
melakukan riba, baik yang bertransaksi, saksi maupun yang tidak langsung,
tetapi masih terkait dengan riba, seperti ahli akutansi Bank, dan sebagainya.

(d)Ada putusan atau pendapat dari nabi saw ketika memerintahkan


kepada umar untuk sementara meminpin sholat jamaah, juga nabi
ketika menghadpi perang ke luar madinah memerinthkan salah satu
sahabat menjadi amir sementara. artinya adanya amir sementara
adalah atas perintah pemimpin negara, lalu bila nanti khilafah akan
tegak apakah sebagai ahlul halli wal aqdi boleh mengangkat salah
satu amir sementara sebagai kholifah padahal ia tidak boleh
mencalonkan sebagaimana dimasa nabi, namn dimasa umar
berbeda, bagaimna pernyataan ini benar atau salah?
Jawab:
Status pengangkatan amir sementara adalah hak amir sebelumnya, atau
Khalifah definitif, bukan yang lain. Ahl al-halli wa al-aqdi tidak mempunyai
hak untuk mengangkat atau memberhentikan amir sementara. Selain itu,
status amir sementara ini adalah status wakalah/niyabah yang mendapatkan
status wakalah/niyabah tersebut dari Khalifah.

23. Pertanyaan
(a)Pada kitab Ajhizah Daulah Khilafah halaman 60 baris ke 5 dari
bawah atau terjemahan halaman 100, menyebutkan bahwa:
"Khalifah wajib mengontrol tugas-tugas Mu'awin at-Tafwidh dan
pengaturan berbagai urusan pemerintahan yang dilakukannya agar
ia bisa menyetujui apa saja yang sesuai dengan kebenaran dan
meluruskan setiap kesalahan. Sebab, pengaturan berbagai urusan
umat pada dasarnya adalah sesuatu yang diwakilkan kepada
Khalifah dan digantungkan dengan ijtihadnya" maksud dari
"ijtihadnya" tersebut adalah ijtihad khalifah atau siapa? karena jika
maknanya adalah ijtihad Khalifah, maka bisa jadi nanti akan ada
Khalifah yang bukan mujtahid, karena mujtahid hanya merupakan
syarat afdhaliyah saja. Apakah sebaiknya redaksinya diganti dengan
"pendapat khalifah" atau "tabanni khalifah" sehingga tidak rancu
dengan syarat-syarat khalifah, di mana mujtahid hanyalah syarat
afdhaliyah.
Jawab:
Yang dimaksud ijtihad di sini adalah Khalifah, bukan ijtihad Muawin
Tafwidh.

(b)Berdosakah orang yang membayar pajak kepada negara kufur?


karena saat ini setiap warga negara wajib mempunyai NPWP yang
kemudian terikat dengan pajak penghasilan (sekalipun langsung
dibayar oleh perusahaan), di samping kami juga selalu membayar
pajak-pajak yang lain seperti pajak kendaraan bermotor, pajak bumi
dan bangunan, maupun PPN.Jazakallah khai
Jawab:

Membayar pajak di negara seperti ini merupakan bentuk keterpaksaan,


karena dipaksa oleh UU, sehingga berlaku status, Ma ma ustukrihu alaih..
yang dimaafkan oleh syara.

(c)Bagaimana hukum seorang yang bekerja sebagai Satpam Bank,


Cleaning Service Bank, apakah juga terkategori "bersyarikah dalam
riba"

Jawab:
Menjadi Satpam Bank atau Cleaning Service Bank boleh, karena tidak
terlibat langsung maupun tidak langsung dengan keharaman orang yang
melakukan riba, baik yang bertransaksi, saksi maupun yang tidak langsung,
tetapi masih terkait dengan riba, seperti ahli akutansi Bank, dan sebagainya.

(d)Ada putusan atau pendapat dari nabi saw ketika memerintahkan


kepada umar untuk sementara meminpin sholat jamaah, juga nabi
ketika menghadpi perang ke luar madinah memerinthkan salah satu
sahabat menjadi amir sementara. artinya adanya amir sementara
adalah atas perintah pemimpin negara, lalu bila nanti khilafah akan
tegak apakah sebagai ahlul halli wal aqdi boleh mengangkat salah
satu amir sementara sebagai kholifah padahal ia tidak boleh
mencalonkan sebagaimana dimasa nabi, namn dimasa umar
berbeda, bagaimna pernyataan ini benar atau salah?

Jawab:
Status pengangkatan amir sementara adalah hak amir sebelumnya, atau
Khalifah definitif, bukan yang lain. Ahl al-halli wa al-aqdi tidak mempunyai
hak untuk mengangkat atau memberhentikan amir sementara. Selain itu,
status amir sementara ini adalah status wakalah/niyabah yang mendapatkan
status wakalah/niyabah tersebut dari Khalifah.

(e)Bagaimana hukumnya membaca dan ikut aktifitas jamaah


wahidiyah? Apa sholawatnya tergolong bid'ah? Jzkmllah.
Jawab:
Shalawat Wahidiyyah mengandung unsur yang diharamkan oleh Islam.
Karena itu, hukum membaca shalawatnya adalah haram. Bisa juga disebut
bidah, karena tidak mengikuti shighat yang telah dinyatakan dalam
shalawat matsur. Sebagaimana menambah lafadz adzan, dalam nasyrah
Bidah, dianggap sebagai bentuk bidah.

(e)Terkait dengan peristiwa di solo, mohon agar 000 mengeluarkan


kebijakan agar semua syabab menutup grup2 diskusi online,
terutama yang ada dalam face book. Karena selama ini diskusinya
sudah banyak keluar jalur. Selain itu, keberadaan grup tersebut
akan lebih memudahkan orang lain untuk memantau aktivitas 000
secara detail, maupun untuk mengestimasi berapa jumlah
anggotanya. Sedangkan untuk akun online yang sifatnya personall,
termasuk yg di FB, tidak masalah untuk tetap dipertahankan.
Jawab:
Ketentuan:
1. 000 tidak memiliki FB atau Twiter atas nama HTI. Karena itu, semua
yang mengatasnamakan 000 harus dinonaktifkan. Setiap syabab
dilarang untuk terlibat dalam diskusi-diskusi yang mengatasnamakan
FB 000.
2. Website, blog, dan jejaring sosial yang mengatasnamakan gema
pembebasan harus ditutup semua. Blog gema pembebasan yang
resmi hanya satu, di bawah kontrol LTJ,
3. Mendiskusikan tentang ide diperbolehkan. Sedangkan persoalan idari,
sama sekali tidak diperbolehkan, seperti membahas pertemuan
internal 000.
4. Adapun mengenai forum-forum diskusi yang dikelola syabab, harus
ditanyakan terlebih dahulu.
(f)Bagaimana hukumya bagi syabab, menerima bantuan beasiswa
asing (misalnya Ausaid)

Jawab:
Hukum menerima bantuan dana dari Negara Kafir Harbi Filan, baik AS
maupun Australia, adalah haram.
(g)aww. mohon dijelaskan dalam bentuk nasroh hukum membuat
patung,(misalkan patung untuk pakean, setengah badan dan
seterusnya dalam fasion)
Jawab:
Hukum membuat patung jelas haram, apapun tujuannya. Karena keharaman
membuat patung tidak disertai alasan syari (illat syari).

(h)seorang syabab diutus oleh kepala sekolahnya untuk mengikuti


workshop di makassar. ketika hendak menunggu mobil umum, salah
seorang temannya (laki-laki) yang mengendarai kendaraan pribadi
(mobil) menawarinya tumpangan karena mereka satu tujuan ke
tempat acara. syabab itupun menerima tawaran itu. tidak lama
kemudian, mobil itu berhenti untuk memberi tumpangan kepada
dua orang wanita (guru dari sekolah yang berbeda) yang juga diutus
dalam workshop tersebut. di atas mobil, perempuan ditempatkan di
kursi belakang sementara laki-laki duduk di kursi depan.
pertanyaan:1. dapaatkah mereka dikatakan sebagai rombongan
sementara setiap sekolah masing-masing mengutus 2 orang guru
dan tanpa koordinasi dengan sekolah lain? lalu bagaimana fakta
rombongan? apakah boleh bercampur-baur laki-laki dan perempuan
tanpa disertai mahramnya?2. bukankah aktivitas di atas terkategori
ikhtilat karena mobil yang ditumpangi adalah mobil pribadi yang
terkategori hayatul khas?terima kasih atas penjelasannya
Jawab:
Hukum membawa penumpang wanita di tengah jalan, dimana sopir tidak
sendirian, tetapi disertai oleh teman lelaki yang dikenal oleh wanita
tersebut, sama dengan kondisi ketika Nabi naik unta menawarkan
tumpangan kepada Asma bin Abu Bakar untuk dibonceng di belakang
baginda. Meski Asma menolak tawaran baginda karena malu. Tetapi, ini
menjadi dalil, bahwa naiknya penumpang wanita tersebut dalam situasi
seperti ini diperbolehkan.

Anda mungkin juga menyukai