Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma) merupakan tumor


ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma
fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya kolangiokarsinoma
dan sistoadenokarsinoma berasala dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma
dan leimiosarkoma berasala dari mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang
pernah didiagnosis, 85 % merupakan karsinoma hepatoseluler.1

Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Virus ini


mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma. Hepatoma
seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang
mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya
sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa minggu sampai bulan.
Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera makan, penurunan berat
badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.2

Karsinoma hepatoselular (KH) atau Hepatoma merupakan keganasan primer


pada hepar yang paling sering ditemui, 90-95% dari seluruh tumor hepar primer.
Kanker ini menduduki peringkat keempat terbanyak di dunia dan menyebabkan
hampir 250.000 kematian per tahun. Di Asia dan Sub-Sahara Afrika insidensi
tahunan KH mencapai 500 kasus per 100.000 penduduk. Sehingga pembahasan
selanjutnya akan ditujukan terhadap karsinoma hati primer. Dalam dasawarsa
terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain
perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-
kurangnya perbaikan pada kualitas hidup pasien.3,4 Pasien hepatoma 88%
terinfeksi virus hepatitis B atau C.5 Tampaknya virus ini mempunyai hubungan
yang erat dengan timbulnya hepatoma.5,6 Lebih dari 80% pasien hepatoma
menderita sirosis hati.3

1
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D. A
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ngraden Ngraden, Wonosari, Klaten
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
No. CM : 190921
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Masuk RS : 23September 2016
Tanggal periksa : 24Spetember 2016

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Perut keras dan kencang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah sakit dengan keluhan perut kanan terasa
keras dan kencang. Keluhan timbul sejak 3 minggu yang lalu dan terasa
semakin berat 3 hari ini. Keluhan pertama kali dirasakan nyeri pada perut
bagian kanan atas saat pulang kerja, nyeri menetap dan tidak menjalar.
Nyeri dirasakan terus menerus dan bertambah jika di tekan. pasien juga
merasakan pusing, perut terasa mual, kemudian muntah.

Selain itu pasien juga merasa nyeri di ulu hati disertai mual dan
muntah. 3 hari yang lalu pasien muntah cair warna merah tua satu kali
sebanyak kira- kira gelas aqua.

Nyeri perut kanan atas bertambah berat bila pasien bernafas


dalam, duduk atau saat berjalan tegap. Rasa nyeri akan berkurang bila
kedua kaki ditekuk ke badan atau dengan membungkukan badan. Nyeri

2
awalnya dirasa tidak mengganggu altivitas namun lama kelamaan nyeri
dirasa mengganggu aktivitas

Pasien sering sekali merasa badan nya lemas dan mudah lelah
selama 3 minggu ini. Pasien merasakan perutnya cepat kenyang karena
perutnya terasa penuh dan sesak. Pasien juga tidak nafsu makan. Berat
badan menurun drastis.

Pasien juga mengeluhkan kepala nya pusing dan leher terasa


tegang. Keluhan diatas tersebut tidak disertai keluhan BAB hitam seperti
petis, kencing seperti teh

Selama perawatan (tanggal 24/9/2016) pasen mengeluhkan perut


terasa keras dan kencang, mual(+) muntah(-), pusing (+), leher kaku(+).
Dari pemeriksaan fisik KU/Kes: tampak sedikit lemas/CM, TD : 160/100,
N: 66, RR: 20, S:36,1oC. Abdomen: datar, spider nevi (-), warna kulit
sama dengan sekitar, Bu (+) normal, Pekak hipokondriaka dextra dan
lumbal dextra, distanded(+), hepar terraba kirar-kira 5 jari, nyeri tekan
hipokonrdiaka dextra(+), teraba masa berbenjol tidak rata konsistensi
keras di regio hipokondrika sampai lumbal dextra, udem ekstremitas
inferior +/+ minimal.

Selama perawatan (tanggal 25/9/2016) pasen mengeluhkan perut


terasa keras dan kencang, mual(-) muntah(-), pusing (+), leher kaku(+).
Dari pemeriksaan fisik KU/Kes: tampak sedikit lemas/CM, TD : 160/100,
N: 66, RR: 20, S:36,1oC. Abdomen: datar, spider nevi (-), warna kulit
sama dengan sekitar, Bu (+) normal, Pekak hipokondriaka dextra dan
lumbal dextra, distanded (-), hepar terraba kirar-kira 5 jari, nyeri tekan
hipokonrdiaka dextra (+), teraba masa berbenjol tidak rata konsistensi
keras di regio hipokondrika sampai lumbal dextra, udem ekstremitas
inferior +/+ minimal.

Selama perawatan (tanggal 26/9/2016) pasen mengeluhkan perut


terasa keras dan kencang, mual(+) muntah(-), pusing (+), leher kaku(+).
Dari pemeriksaan fisik KU/Kes: tampak sedikit lemas/CM, TD : 140/90,

3
N: 66, RR: 20, S:36,1oC. Abdomen: datar, spider nevi (-), warna kulit
sama dengan sekitar, Bu (+) normal, Pekak hipokondriaka dextra dan
lumbal dextra, distanded (-), hepar terraba kirar-kira 5 jari, nyeri tekan
hipokonrdiaka dextra (+), teraba masa berbenjol tidak rata konsistensi
keras di regio hipokondrika sampai lumbal dextra, udem ekstremitas
inferior +/+ minimal.

Selama perawatan (tanggal 27/9/2016) pasen mengeluhkan perut


terasa keras dan kencang, mual(-) muntah(-), pusing (+), leher kaku(+).
Dari pemeriksaan fisik KU/Kes: tampak sedikit lemas/CM, TD : 140/90,
N: 66, RR: 20, S:36,1oC. Abdomen: datar, spider nevi (-), warna kulit
sama dengan sekitar, Bu (+) normal, Pekak hipokondriaka dextra dan
lumbal dextra, distanded (-), hepar terraba kirar-kira 5 jari, nyeri tekan
hipokonrdiaka dextra (+), teraba masa berbenjol tidak rata konsistensi
keras di regio hipokondrika sampai lumbal dextra, udem ekstremitas
inferior -/-minimal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit serupa : Disangkal


Riwayat hepatitis : Diakui
Riwayat sakit maag : Disangkal
Riwayat darah tinggi : Diakui
Riwayat kencing manis : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
Riwayat penyakit hati/liver : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat stroke : Disangkal
Riwayat keganasan : Disangkal
Riwayat operasi : Disangkal
Riwayat alergi obat : Disangkal
Riwayat rawat inap : Disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga

4
Riwayat sakit serupa : Disangkal
Riwayat darah tinggi : Diakui
Riwayat kencing manis : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat penyakit hati/liver : Disangkal
Riwayat sakit jantung : Disangkal
Riwayat keganasan : Disangkal

5. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya sudah berobat beberapa kali ke mantri dan puskesmas,
namun tidak ada perubahan.

6. Riwayat Pribadi
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya. Pasien merupakan orang
yang terbuka, setiap ada masalah selalu menceritakannya kepada sang
istri. Pasien juga sudah tidak bekerja semenjak sakit. Sebelum sakit
pasien bekerja sebagai karyawan di pabrik makanan

7. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : Diakui, merokok sejak 5 tahun lalu, namun
sudah berhenti.
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat olah raga : Jarang berolahraga
Riwayat minum obat herbal : Disangkal
Kebiasaan makan : Tidak teratur
Kebiasaan kurang tidur : Disangkal
Penggunaan tatoo : Disangkal

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Pekerjaan pasien dulunya adalah karyawan, Biaya pengobatan
menggunakan JAMKESDA. Kesan ekonomi cukup.

5
9. Anamnesis Sistemik
a. Keluhan Utama : Perut terasa keras
b. Kulit : kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal
(-), bercak-bercak kuning (-), luka (-)
c. Kepala : pusing (+), nggliyer (-), terasa berat (-), perasaan
berputar-putar (-), rambut mudah rontok (-), tengkuk terasa tegang (+)
d. Mata : berkunang-kunang (-), pandangan kabur (-), gatal
(-), mata merah (-), mata kuning (-), lodoken (-)
e. Hidung : tersumbat (-), keluar darah (-), lender (-), gatal (-)
f. Telinga : pendengaran berkurang (-), keluar cairan (-), darah
(-), berdenging (-), nyeri (-)
g. Mulut : bibir kering (-), gusi berdarah (-), sariawan (-), gigi
mudah goyah (-), sulit berbicara (-)
h. Tenggorokan : perasaan kering dan gatal (-), nyeri telan (-), susah
menelan (-), nyeri tenggorokan (-), serak (-)
i. Leher : benjolan (-)
j. Respirasi : sesak napas (-), batuk (-), nyeri dada saat tarik
napas (-)
k. Kardiovaskuler : nyeri dada (-), ampeg (-), riwayat pingsan (-),
berdebar-debar (-), demam (-), ulu hati panas (-), sesak napas
bertambah dengan aktivitas (-), sulit tidur karena sesak (-).
l. Gastrointestinal : mual (+), muntah (+), muntah warna merah
gelap (+), muntahan -/+ setengah gelas aqua(+), nyeri perut (+)
pada bagian tengah, rasa penuh di perut (+), perut sebah (+),
perut keras (+), nyeri ulu hati (+), BAB darah (-), nyeri setelah
makan (-), feses dempul (-), feses hitam seperti teh (-) nafsu makan
turun (+).
m. Muskuloskeletal : lemas (+), badan keju kemeng (-), kaku sendi (-),
nyeri sendi (-), bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang
(-), leher cengeng (-), nyeri tulang (-)
n. Genitourinaria : nyeri BAK (-), panas saat BAK (-), sering BAK
(-), warna BAK seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-), anyang-

6
anyangen (-), sering menahan kencing (-), pinggang pegal (-), rasa
gatal di saluran kemih (-), rasa gatal di kelamin (-), gangguan saat
hubungan seksual (-)
o. Ekstremitas :
Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tebal (-/-), tremor (-/-), ujung
jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-),
memar kulit (-/-)
Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tebal (-/-), tremor (-/-),
ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-), lemah (-/-), nyeri (-/-),
memar kulit (-/-)

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sedikit lemas
Kesadaran : Compos mentis
1. Tanda vital :
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 98x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Frekuensi napas : 22x/menit reguler
Suhu : 36,30 C (aksiler)
2. Status Gizi :
BB : 50 kg
TB : 164 cm
BMI : 18.06
3. Kulit : warna sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi (-), kering (-) teleangiektasis (-), petekie (-), ikterik (+),
ekimosis (-)
4. Kepala : Mesosefal, rambut warna hitam, mudah rontok (-),
luka (-), atrofi m temporalis (-)
5. Mata : mata cekung (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (+/+), reflek cahaya (+/+), pupil isokor 3mm/3mm, lensa
(jernih/jernih), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)
6. Hidung : Nafas cuping (-), discharge (-/-), deformitas (-)

7
7. Telinga : Serumen (+/+) sedikit, discharge (-/-), nyeri tekan
tragus dan mastoid (-)
8. Mulut : Bibir Sianosis (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-),
atrofi papil lidah (-), tonsil hiperemis (-) T1T1, Faring hiperemis (-), oral
thrush (-)
9. Leher : Pembesaran KGB servikal (-), JVP R + 1 cm (tidak
meningkat), otot bantu pernapasan (-), leher kaku (-), distensi vena leher
(-)
10. Toraks : bentuk normochest, simetris kanan dan kiri, warna
kulit = kulit sekitar, venektasi (-), spider nevi (-), pola pernapasan
torakoabdominal, retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-),
pembesaran KGB axilla (-/-), atrofi m. Pectoralis (-)
Cor :

Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 2 cm
medial linea mid clavicula sinistra, thrill (-), pulsus
epigastrium (-), pulsus parasternal (-), kuat angkat (-)
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm medial linea mid
clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Konfigurasi jantung kesan tidak ada pembesaran
Auskultasi: Suara Jantung I II normal murni, reguler, bising (-),
gallop (-).

Pulmo :

Sinistra Dextra
Depan
1. Inspeksi Kulit seperti kulit sekitar, datar, Kulit seperti kulit sekitar, datar,
Statis simetris, ictus cordis tak terlihat, simetris, ictus cordis tak terlihat,
ICS tak melebar ICS tak melebar

8
Dinamis Pergerakan hemitoraks sinistra = Pergerakan hemitoraks sinistra =
dextra, retraksi intercostal (-), dextra, retraksi intercostal (-),
retraksi epigastrium (-) retraksi epigastrium (-)

2. Palpasi
Statis Nyeri tekan (-), simetris Nyeri tekan (-), simetris, massa
Massa (-), krepitasi (-), deviasi (-), krepitus (-)
trachea (-) Deviasi trachea (-)
Dinamis Stem fremitus sinistra = dextra, Stem fremitus sinistra =
pergerakan hemitoraks sama dextra, pergerakan hemitoraks
kuatnya. sama kuatnya

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru, Sonor di seluruh lapang paru


batas paru hati pada ICS VI linea
mid clavicula sinistra

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara tambahan
Wheezing (-) (-)

RBH (-) (-)


(-) (-)
RBK
(-) (-)
RK
(-) (-)
Stridor

9
Belakang
1. Inspeksi Kulit seperti kulit sekitar, datar, Kulit seperti kulit sekitar, datar,
Statis simetris, ictus cordis tak terlihat, simetris, ictus cordis tak terlihat,
ICS tak meleba ICS tak melebar
Dinamis Pergerakan hemitoraks sinistra = Pergerakan hemitoraks sinistra =
dextra dextra

2. Palpasi
Statis Nyeri tekan (-), simetris Nyeri tekan (-), simetris
Dinamis Stem fremitus sinistra = dextra, Stem fremitus sinistra = dextra,
pergerakan hemitoraks sama pergerakan hemitoraks sama
kuatnya kuatnya

3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru, Sonor di seluruh lapang paru,


peranjakan paru 5cm peranjakan paru 5cm

4. Auskultasi
Suara dasar Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Suara tambahan
Wheezing (-) (-)

RBH (-) (-)


(-) (-)
RBK
(-) (-)
RK
(-) (-)
Stridor

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SDV +/+ SDV +/+

11. Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, warna sama dengan kulit sekitar.
Auskultasi : Bising usus (+) normal (35x/menit), bising renal (-)

10
Perkusi : Pekak daerah di regio hipokondriaka dekstra dan
lumbal dextra (+), pekak sisi (+), pekak alih (-).
Palpasi : Distended (+), Teraba massa + 6 x 8 cm di regio
hipokondriaka dekstra meluas hingga regio lumbal, konsistensi padat,
permukaan berbenjol-benjol, nyeri tekan (+), hepar teraba 5 jari , lien tidak
teraba

12. Ekstremitas :
Ekstremitas Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Capillary refill < 2 detik < 2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
Kekuatan 5/5 5/5

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium ( tanggal 23/9/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 15.0 14.0-18.0
Leukosit 6.6 4.0-12.0
Trombosit 300 150.0-400.0
Eritrosit 4.17 4.50-5.50
Hematokrit 37.1 40.0-48.0
Granulosit 75.7 50.0-80.0
Limfosit 17.6 20.5-51.1
Monosit 7 2-9
MCV 90.3 80.3-103.4
MCH 36.0 26.0-34.4
MCHC 39.8 31.8-36.3
Ureum 40 10-50
Creatinin 0.81 0.60-1.10
SGOT 290 6-25
SGPT 146 4-30
GDS 92 < 180
HbsAG Reaktif Non Reaktif

Pemeriksaan fungsi hati (tanggal 23/9/2016)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

11
Billirubin indirek 1.49 0.0-1.10
Billirubin direk 0,97 0.0-0.25
Billirubin total 2.46 <1.5

Pemeriksaan Anti HIV Ag (tanggal 12/8/2015)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Antio HCV total Non-reaktif Non- Reaktif

EKG (tanggal 23/9/2016)

Gambaran :
- HR : 75 Normal
- Irama sinus : normal
- Axis : lead I (+) dan AVF (-) : deviasi ke kiri
- Gelombang P : Tinggi : 1x 0,04 : 0,04 (N)
Lebar : 2,5 x 0,04 : 0,1 (N)
- Gelombang QRS : lebar : 1x 0,04 : 0,04 (N)
- Interval PR : 3x 0,04 : 0,12 (N)
- Interval QT : 5 x 0,04 : 0,20 (N)
- Segmen ST : lebar : 2,5 x 0,04 : 0,1 (N)

Kesan : dalam batas normal


X foto Thorax (tanggal 23/9/2016)

12
Deskripsi :

- Cor : bentuk dan letak normal, CTR < 50%


- Pulmo : dalam batas normal
Kesan :
- Besar cor dalam batas normal
-
USG Abdomen (tanggal 23/9/2016)

Hepar : Ukuran Hepar membesar dan echostruktur kasar inhomogen


dengan gambaran multiple noduler di kedua lobus hepar. Tak tampak
pelebaran sistem bilier intrahepatal, sistem vaskuler tak prominen, lumen
tak melebar, dinding licin tak menebal, tak tampak batu maupun masa, tak
tampak pelebaran sisterna bilier ekstrahepatal.
Kesan : KHS/ Hepatoma

13
I. Resume
Pasien laki-laki usia 39 tahun dengan keluhan perut kanan terasa
keras. Keluhan telah sejak 3 minggu yang lalu dan. Keluhan pertama kali
dirasakan saat pulang kerja, tiba tiba pnyeri perut dan perut terasa
kencang dan keras. Nyeri pada perut bagian kanan dan ulu hati. Nyeri
dirasakan terus menerus dan bertambah jika di tekan.

Nyeri perut kanan atas bertambah berat bila pasien bernafas


dalam, duduk atau saat berjalan tegap. Rasa nyeri akan berkurang bila
kedua kaki ditekuk ke badan atau dengan membungkukan badan. Nyeri
awalnya dirasa tidak mengganggu aktivitas namun lama kelamaan nyeri
dirasa mengganggu aktivitas.

Pasien sering sekali merasa badan nya lemas dan mudah lelah
selama 3 minggu ini. Pasien juga tidak nafsu makan. Berat badan
menurun. 3 yang lalu pasien merasa pusing, mual, kemudian muntah.
Muntah cair warna merah tua satu kali sebanyak kira- kira gelas aqua.

Dari pemeriksaan fisik KU/Kes: tampak sedikit lemas/CM, TD :


160/100, N: 66, RR: 20, S:36,1oC. Abdomen: datar, spider nevi (-), warna
kulit sama dengan sekitar, Bu (+) normal, Pekak hipokondriaka dextra dan
lumbal dextra, distanded(+), hepar teraba kirar-kira 5 jari, nyeri tekan
hipokonrdiaka dextra(+), teraba masa berbenjol tidak rata konsistensi
keras di regio hipokondrika sampai lumbal dextra, udem ekstremitas
inferior +/+ minimal.
Pada pemeriksaan laboratorium : Eritrosit 4.17 , Hematokrit 37.1
, Limfosit 17.6 , MCH 36.0 , HbsAG reaktif, SGOT 290, SGPT 146
, Bilirubin : Bilirubin Indirek 1.49, Bilirubin Direk 0.97 , Bilirubin
Total 2.46 , USG kesan Hepatoma

II. Daftar Abnormalitas

14
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
1. Perut terasa keras 8. TD 180/100
2. Mual muntah 9. Sklera ikterik (+/+)
3. Muntah darah merah tua 10. Abdomen Distended, Pekak
4. Pusing
daerah hipokondriaka dextra
5. Nafsu makan berkurang
6. Berat badan turun dan lumbal dextra(+), pekak
7. Malaise
sisi (+), hepar teraba 5 jari.
11. Teraba massa + 6 x 8 cm di
regio hipokondriaka dekstra
meluas hingga regio lumbal,
konsistensi padat, permukaan
berbenjol-benjol, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan penunjang
12. Laboratorium : Eritrosit 4.17 ,
Hematokrit 37.1 , Limfosit
17.6 , MCH 36.0 , HbsAG
reaktif, SGOT 290, SGPT
146
13. Bilirubin : Bilirubin Indirek
1.49, Bilirubin Direk 0.97,
Bilirubin Total 2.46
14. USG Hepatoma
III. Problem
1. Hepatoma : 1,2,3,5,6,7,9,10,11,12,13,14
2. Hipertensi : 4, 8
3. Hepatitis B : 1, 9,12

IV. Rencana Pemecahan masalah


1. Hepatoma
Assesment
- Problem :
Subjektif : mual muntah, muntah warna merah tua, perut
terasa keras, nafsu makan berkurang, berat badan turun, lemas.
Objektif : Sklera ikterik (+/+), Abdomen Distended, Pekak
daerah hipokondriaka dan lumbal dextra (+), pekak sisi (+),
hepar teraba 5 jari, Teraba massa + 6 x 8 cm di regio
hipokondriaka dekstra meluas hingga regio lumbal dextra,
konsistensi padat, permukaan berbenjol-benjol, nyeri tekan (+).
- Initial Plan

15
IpDx
- Pemeriksaan darah lengkap (Hb,Ht, MCV, MCH, dan
MCHC)
- Pemeriksaan senzim serum transaminase ( SGOT dan
SGPT)
- Pemeriksaan Albumin
- Pemeriksaan USG
- Foto thorax
- Tes faal hati yaitu Alfa Feto Protein (AFP)
- Pemeriksaan marker serologi pertanda virus HbsAg,
HbsAb, HbeaG, HBV DNA, HCV DNA.
- Enndoskopi
- Biopsi hepar (pemeriksaan histopatologi jaringan).
IpTx
Non medikamentosa

Monitor vital sign


Awasi tanda-tanda syok
Tirah baring untuk mencegah perdarahan berulang
dan mencegah terjadinya hipotensi ortostatik
Diet Puasa
Pasang NGT
Tujuan:
Evaluasi kemungkinan perdarahan saluran
cerna.
Membersihkan lambung dari makanan dan
darah
Untuk mencegah aspirasi
Untuk gastric lavage untuk mencegah
koma hepatikum
a. Medikamentosa
1). IVFD D5%
2). Vitamin K 1x10 mg
Untuk memperbaiki defisiensi komplek
protombin karena vitamin K merangsang
pembentukan fibrinogen.

16
3). Ranitidine 2 x 50 mg i.v
Untuk menekan histamin karena adanya
perdarahan menyebabkan pengeluran histamin,
sedangkan hepar tidak dapat menginaktivasi
histamin.
4). Sefalosporin generasi ke-3
Untuk mencegah infeksi sekunder (peritonitis
bakterial spontan dan septikemia)
5). Curcuma 2x1 tab
Sebagai hepatoprotektor
6). Obat alternatif/paliatif neoplasma : 5 fluorourasil
500 mg inj

IpMx : monitoring keluhan, monitoring muntah darah.


Evaluasi efek samping obat melalui pemeriksaan, terutama
fungsi hati (SGOT, SGPT, bilirubin).
IpEx : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang penyakit yang diderita pasien (Differential
diagnosis : hepatoma atau tumor intra abdomen lain).
Menjelaskan pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan
untuk menegakkan diagnosis serta menjelaskan resikonya
2. Hipertensi
- Assesment
Problem :
Subjektif : Pusing, tengkuk terasa tegang
Objektif : Tekanan darah 180/100 mmHg
- Initial Plan
IpDx : montitoring tekanan darah
IpTx
Diet Rendah garam II
Obat-obatan
Furosemid 1A/24 jam, Spironolactone 25 mg
1x1tab , Candesartan 16 mg 1x1tab.
IpMx : Keadaan Umum, Tanda Vital.
IpEx : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang penyakit yang diderita pasien, komplikasi lebih

17
lanjut dari penyakit. Menjelaskan untuk makan secara
teratur diet rendah garam.
3. Hepatitis B
- Assesment
Problem :

Subjektif : Nafsu makan berkurang, berat badan turun,


malaise
Objektif : ikterik +/+, HbsAG reaktif, bilirubin direk
meningkat
- Initial Plan
IpDx : Serologis Hepatitis B: Anti-HBs, Anti-HBc,
HBeAg, Anti-HBe, DNA-VHB. Serologi Hepatitis lain:
Anti-HCV, Anti-HAV
Biokimia hati: Gamma Globulin T, Alkali Fosfatase,
albumin, globulin, prothrombin time
Tumor marker : alfa-fetoprotein
USG abdomen, biopsi hati (pemeriksaan histopatologi
jaringan)
IpTx
infus RL 20 tpm
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
Curcuma 3.1 tab
Tirah baring, asupan nutrisi dan cairan tetap adekuat
IpMx : Keadaan Umum, keluhan pasien, Tanda vital,
Hasil laboratorium (SGOT, SGPT, dan Bilirubin)
IpEx : menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien
tentang penyakit yang diderita pasien, komplikasi lebih
lanjut dari penyakit. Menjelaskan anggota keluarga
bahwa penderita mempunyai kemungkinan menular
anggota keluarga (lewat darah, hubungan seksual)

Prognosis :

Quo ad Vitam : dubia ad malam


Quo ad Sanam : dubia ad malam
Quo ad Fungsionam : dubia ad malam

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kanker didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan sel yang tidak
teratur serta merupakan suatu invasi atau metastasis jaringan. Nama lain
kanker adalah neoplasma. Fenotip ganas pada kanker sering membutuhkan
mutasi pada gen berbeda yang dapat mengatur proliferasi sel. Mutasi yang
menyebabkan kanker akan mengaktifkan jaringan trannsduksi sinyal
sehingga menimbulkan penyimpangan proliferasi sel dan gangguan
diferensiasi sel.4
Sel normal mempunyai suatu mekanisme perlindungan, dimana
ketika sel normal rusak, maka sel akan mengaktifkan suiciede pathway
untuk mencegah kerusakan pada organ. Pada sel kanker, mekanisme ini
tidak terjadi, sehingga sel rusak tidak mengalami apoptosis dalam jangka
waktu yang lama.4
Kanker hatii (hepatocelluler carcinoma) adalah suatu kanker yang
timbul dari hati. Dikenal juga sebagai kanker hati atau hepatoma. Tumor
ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu atau metastasis dari tumor jaringan
lainnya.1
B. Etiologi
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor
dan multifasik, akselaerasi dan transformasi dan proses banyak tahapan
serta peran serta bnayak onkogen dan gen trekait, mutasi genetik.5
Faktor predisposisi dari HCC sangat bervariasi. Beberapa faktor
yang berperan meliputi paparan darri virus hepatitis, vinyl chloride, rokok
makanan yang terkontaminasi oleh aflotaxin-b (AFB), asupan alkohol
yang berlebih, daiabetes, obesitas, pola makan, kopi, kontrasepsi oral, dan
hemakromatosis. Keberagaman faktor tersebut bergantung pada variasi
data yang dikumpulkan dari berbagai daerah. Namun, berdasarkan
penelitian hampir 80% dari kasus HCC berkembang dari individu yang

19
terinveksi oleh virus hepatitis B atau C kronis, sirosis hati, dan juga
terpapar oleh alfatoxin-b1.4
a. Infeksi HBV
Hepatitis B kronis menyebabkan hepatoma. Hal ini terlihat pada
daerah endemis hepatitis B seperti Cina dan Asia Tenggara. Pada
daerah tersebut prevalansi terjadinya hepatoma lebih tinggi
dibandingkan Amerika atau Eropa. Selain itu factor genetic juga
mempengaruhi timbulnya hepatoma. Karena penderita hepatitis B
kronis pada orang Asia lebih tinggi angka kejadiannya dibandingkan
dengan penderita hepatitis B kronis pada orang Eropa maupun
Amerika. HBV dapat mengintegrasi genom pada host sehingga timbul
proliferasi yang berlebihan dari sel host (sel hepatosit). HBV
menghasilkan protein X (HBx) yang mengstimulasi pertumbuhan sel.
HBV menekan p53 (tumor suppressor gen).1,5
b. Hepatitis C
HCV tidak mengintegrasi sel host seperti yang dilakukan HBV. RNA
HCV dapat ditemukan pada penderita hepatoma yang tidak
menunjukkan adanya sirosis maupun fibrosis. Sel hati yang
berproliferasi secara berlebihan mungkin berperan dalam timbulnya
Hepatoma. Hal tersebut disebabkan oleh produk dari genom HCV
(kapsid) yang meregulasi sel host. HCV juga menimbulkan sirosis
hepatis yang nantinya dapat menimbulkan Hepatoma.1,5
c. Sirosis hepatis
Sirosis merupakan penyebab utama dari hepatoma. Pada sirosis banyak
sel hepatosit yang rusak maka hati akan meregerasi sel hati yang sudah
mengalamin fibrosis. Regenerasi sel hati yang berlebihan
menyebabkan hepatoma.1,5
d. Aflatoxin 1
Aflatoxin 1 dihasilkan oleh Aspergillus flavus. Zat tersebut bersifat
toksin bagi hepar. Hepatoma yang disebabkan Aflatoxin 1 ditemukan
pada daerah tropis dan subtropis.Aflatoxin 1 menginduksi G menjadi
T pada posisi ketiga dari kodon 249 di p53.1,5
e. Hemokromatosis
Hemokromatosis merupakan penyakit herediterautosomal resesif yang
menyebabkan kelainan deposisi pada Fe. Hemokromatosis

20
menyebabkan sirosis hepatis yang nantinya dapat menimbulkan
hepatoma.1,5
f. Defisiensi -1-antitripsin
Defisiensi -1-antitripsin merupakan penyakit herediter pada
autosomal resesif yang sering menimbulkan penyakit hepar pada anak
sehingga dibutuhkan transplantasi hepar. Pada orang dewasa
menimbulkan sirosis hepatis dan hepatoma.1,5
C. Patofisiologi
Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus
berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan
proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien- pasien dengan
hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan
dengan replikasi DNA virus dan virus hepatitis yang juga memproduksi
HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel hati, yang
merupakan host dari infeksi virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut
merupakan suatu RNA. RNNA ini akan berkembang mereepliksi disi di
sitoplasmma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembanagn dari
keganasanyang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan
proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen-gen yang berubah
dalam perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari
gen p53, PIKCA, dan B karoten.2,4
Perjalanan alamiah dari karsinoma hepatoseluler dapat dibagi
menjadi 3 fase yang berbeda, yaitu (1) fase molekuler (2) fase pra klinis
(3) fase klinis atau simptomatik.1
Fase molekuler, terjkadi alterasi genom dari hepatosit, biliosit atau
stem cell live. Alterasi genom pada hepatosit atau biliosit meliputi
Chronic liver disease Cirrhosis
peningkatan daya proliferasi dan penghambatan apoptosis sel. Sedangkan,
alterasi genomm pada stem cell berkaitan dengan diferensiasi sel.1,5

Viral hepatitis B, C
Regenerative stimuli
Hemochromotosis
Alcohol? NASH
Tyroslinemia etc..
Envorintment/ co- carcinogens

Aflatoxins hormones

HCC
21 Genetics

Non-Chronic pathway
Gambar 1. Patobiologi karsinoma hepatoseluler

Fase pra klinik meliputi fase awal, yaitu tumopr masih terlalu kecil
untuk dideteksi melalui tekhnik imaging, dan fase diagnnostik pra klinis,
yaitu tumor dapat dideteksi melalui imaging, namun masih asimtomatik.1,2
Selama fase pra neoplastik (hepatitis kronis dan sirosis hati),
alterasi genetik hampir sebagian besar secara kuantitatif, yterjadi melalu
mekanisme epigenetik tanpa adanya perubahan strukturak gen. Pada fase
ini, hepatosit mengalami stimulasi mitogenik yang intens oleh berbagai
keadaan seperti pertimbangan kadar growth factors (miss; insulin-like
growth fagtor (IGF-2), transforming growth factor (TGF-) dan
peningkatan kadar sitokin pro inflasmasi. Keadaan ini mengaktifkan jalur
persinyalan utama dalam proliferasi sel. Peningkatan ekspresi dan growth
factor dan sitokin dapat disebabkan oleh proses inflamasi, protein virus,
dan respon regeneratif terhadap kematian sel.1,2
Mekanisme dari semua faktor ini dalam mempengaruhi ekspresi
gen meliputi aktivasi cis- dan trans- serta metilasi dan asetilasi kromatin
yang dapat berdampak pada aktivasi atau inaktivasi promotor gen. Selain
itu, protein yang diproduksi oleh virus, seperti protein X (HBX) yang
diproduksi oleh hepatitis B (HBV) dapat secara langsung menstimulasi
kaskade sinyal utama dari kinase sitosol. Sedangkan, perubahan struktural
pada gen dapat disebabkan oleh(1) infeksi HBV yang secara langsung
mutagenik setelah integrasi genom atau fragmennya dengan DNA sel (2)
produk molekuler dari HBV (HBX) dan HCV (inti, NS5A, NS3) dapat
mengganggu fungsi tumor supressor p53 dan gen retinoblastoma serta

22
mengganggu efisiensi enzim yang berperan dalam mekanismme perbaikan
dan stabilitas gen (3) erosi dari panjang telomer pada sel yang sangat
replikatif menyebabkan disrupsi kromosom dan alterasi mitosis (4)
kerusakan oksidatif DNA dapat terjadi pada keadaan inflamasi kronis.
sifat genotoksis dari HBV dapat meningkatkan dengan adanya paparan
terhadap alfatoxin B, suatu mikotoksin kontaminasi yang ditemukan pada
makanan pada wilayah tertentu di dunia.3,4
Alterasi genom pada kromosom hepatoseluler sangat heterogen,
hal ini menandakan fenotipe neoplasma dapat berasal dari rute genom
yang berbeda. Genomic loss atau gain yang ditemukan pada beberapa
lengan kromososm anatara lain: 1p, 4q, 5q, 6q, 8p, 13q, 17q, 16p ,16q,
17p, 19p, 16q22, 5q34, 4q28, 13q21, loss; 1p, 1q, 6p, 7q, 8q, 17q, 20q,
1q21, 11q12, 14p11, 12p11, 19q3.1 (gain). Beberapa dari lokus yang
hilang ini (delesi alel) mengkode tumor supressor gene, seperti p53 dan
17p. Retinoblastoma pada 13q, Axin 1 pada 16p, Cdkn2A (p16INK4) pada
9p, dan reseptor IGF-2 pada 6q. Sedangkan gain dapat terjadi pada
onkogen tertentu, seperti c-myc.3,4
Penyimpangan genetik dan epiganetik ini serta konsekuensinya
terhadap jalur persinyalan tertentu pada hepatokarsinogenesis meliputi (1)
inaktivasi tumor supressor gene p53 melalui mutasi dan interaski pos
transkripsi dengan protein virus (2) aktivasi jalur Wnt/Frizzled/-catenin
melalui mutasi pada -catenin atau pada komponen lain dari kompleks
hasil destruksinya (gllycogen synthase kinase / adennomatous polyposis
coli protein/axin) atau melalui upregulasi elemen upstream seperti reseptor
Frizzeld (3) altreasi tumor supressor retinoblastoma dan gen p16INK
melalui mutasi atau metilasi promoternya (4) alterasi jalur persinyalan
IGFs/IRS/MAPK melalui over sekspresi IGFs, IRS, dan kemungkinan
mutasi reseptor IGF-2 (5) alterasi jalur persinyalan TGF- (6) aktivasi
jalur persinyalan P13K/AKT dan aktivasi transuder dan aktivasi sinyal
JAK melalui penyimpangan metilasi supressor dari gen yang mengkode
sinyal untuk sitokin (7) upregulasi dari gen yang terlibat dalam
angiogenesis, seperti VEGF dan gen yang terlibat dalam metastasis, seperti
matrix metallopoteinase. Selain itu, mutasi inaktivasi dari gen yang

23
mengatur remodelling kromatin ARID2 juga ditemukan pada 4 subtipe
utama kasinoma hepatoseluler.3
Kecepatan proliferasi hepatosit, pemendekan telomer, dan ekspresi
telomer semakin meningkat seiring dengan perubahan dari fase pra
neoplastik menuju displasia dan pada akhirnya karsinoma hepatoseluller.
Interaksi DNA dengan karsinogen dan reactive oxygen species (ROS)
yang dihasilkan selama metabolisme karsinogen dan inflamasi menandai
tahap awal hepatokasrinogenesis. Hal ini menyebabkan instabilitas genom
yang mneyebabkan genom rentan terhadap akumulasi kerusakan DNA
yang parah selama ekspansi klonal.3
D. Klasifikasi
Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer:6
Ia : Tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A


Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan

5 cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis


kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan

10cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan

5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,
tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan

10cm, di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan

5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,
tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika
atau saluran empedu
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh
utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe
peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis

24
Gambar 5. Carcinoma Hepatocellular
Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan
trabekular padat atau prosessus seperti jari tangan yang padat, biasanya sel
tumor lebih kecil dari sel hati normal. 11
Histologi, memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang
jernih tak berwarna, sering berbusa tau bervakuolisasi lipid dan glikogen
berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini berhubungan dengan
hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis yang
bervariasi 11
Pembagian atas tipe morfologisnya adalah:3
1. ekspansif, dengan batas yang jelas,
2. infilttratif, menyebar/menjalar;
3. multifokal.

Menurut WHO secara histologik HCC dapat diklasifikasikan


berdasa organisasi struktural sel tumor sebagai berikut:3

1. Trabekuli (sinusoidal),
2. Pseudoglandular (asiner),
3. Kompak (padat),
4. Sirous
E. Diagnosis
a. Gambaran klinis
Hepatoma fase subklinis
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah
pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya
ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya

25
adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik
pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat
digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi
hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi
hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma
primer.7,8
Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,
manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan
lanjut sering dating berobat karena kembung dan tak nyaman
atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya
bersifat tumpul( dullache) atau menusuk intermiten atau
kontinu, sebagian merasa area hati terbebat kencang,
disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah
regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah
hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur
hepatoma.7
2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat
menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan
fisik menemukan hepatomegali di bawah arkus kostae
berbenjol benjol; hepatoma segmen inferior lobus kanan
sering dapat langsung teraba massa di bawah arkus kostae
kanan; hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah
prosesus xifoideus atau massa di bawah arkus kostae kiri.7,8
3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites
dan gangguan fungsi hati.7
4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor
mendesak saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma
makanan dalam jumlah banyak karena terasa begah.7,8
5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas
dan berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat
sampai kakeksia.7,8

26
6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan
metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam
kanker, umumnya tidak disertai menggigil.7
7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya
karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut,
juga dapat karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor
mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis
ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai
udem kedua tungkai.7
9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare,
nyeri bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit
gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti
splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi,
venodilatasi dinding abdomen dll. Pada stadium akhir
hepatoma sering timbul metastasis paru, tulang dan banyak
organ lain.7,8
b. Pemeriksaan laboratorium 1-6
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan
sakus vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus
2 minggu, AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum
orang normal hanya terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika
hepatosit berubah ganas, AFP kembali muncul. Selain itu
teratoma testes atau ovarium serta beberapa tumor lain (seperti
karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum pasien juga dapat
ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien hepatitis
akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat
meningkat.1
AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200
ng/ L bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat
disingkirkan kehamilan dan kanker embrional kelenjar
reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis
ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.

27
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca
reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus menurun dengan
waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi dalam 2 bulan
kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun hingga
normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi
residif atau rekurensi tumor.5
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak
spesifik untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan
gabungan untuk diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki
nilai rujukan tertemu, yang relatif umum digunakan adalah:
des-gama karboksi protrombin (DCP), alfa-L-fukosidase
(AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-II), CA19-9,
antitripsin, feritin, CEA, dll.1,2
3. Fungsi had dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis
dan latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan
kelainan fungsi hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C
positif, artinya terdapat dasar penyakit hati untuk hepatoma, itu
dapat membantu dalam diagnosis.5
c.
Pemeriksaan pencitraan
1.
Ultrasonografi (USG)1,9
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Ke-gunaan dari USG dapat dirangkum
sebagai berikut: memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang
dalam hati; dapat dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan
AFP sebagai metode diagnosis penapisan awal untuk hepatoma.
Secara umum pada USG tumor primer hati sering
diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang
bergelombang, dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko
yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukan
struktur eko yang lebih tinggi disertai dengan nekrosis sentral
berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya
nekrosis, tepi ireguler. Yang sangat sulit ialah menentukan

28
hepatoma pada stadium awal dimana gambaran struktur eko yang
masih isoekoik dengan parenkim hati normal.

Gambar 5. Karsinoma hepatoselular 9

2.
CT-Scan
CT telah menj adi parameter pemeriksaan rutin terpenting
untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu
memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan
ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan pembuluh darah
penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah penting.
Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin
dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA), atau ke
dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3 minggu
dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT-lipiodol dapat
menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.9

Gambar 6. CT-Scan karsinoma hepatoselular 3,4

3. MRI

29
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak
memakai zat kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan
struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga
cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan
hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan
hepatoma kecil kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.6,9
4. Angiografi arteri hepatika
Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode
kateterisasi arteri femoralis perkutan untuk membuat angiografi
organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau
supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam
diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasif,
penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak
kurang baik, dewasa ini indikasinya adalah: klinis suspek
hepatoma atau AFP positif tapi hasil pencitraan lain negatif
hasilnya; berbagai teknik pencitraan noninvasif sulit menentukan
sifat lesi penempat ruang tersebut.9
5. Tomografi emisi positron (PET)
Dewasa ini diagnosis terhadap hepatoma masih kurang
ideal, namun karsinoma kolangioselular dan karsinoma
hepatoselular berdiferensiasi buruk memiliki daya ambil terhadap
18F-FDG yang relatif kuat, maka pada pencitraan PET tampak
sebagai lesi metabolisme tinggi.9
F. Diagnosis Banding
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif7,8
Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan,
tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran
digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor
embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik tumor
bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster, kanker
pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas kadang
kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya relatif;
rendah, dan tanpa latar belakang penyakit : hati, USG dan CT serta
pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat

30
memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan
pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang
dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP,
memonitor perubahan ALT dan AFP.
Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif 7,8
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita,
riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang
hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI
dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat
riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan
tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati,
terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan
menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada hidatidosis
hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat penyakit hati,
umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya baik, zat
petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair
penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik.
Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil
KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda
hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal,
pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma
primer
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hepatoma didasarkan pada criteria Child-Pugh
dan Okuda.10

31
Okuda Classification of Hepatocellular Carcinoma

Negative Positive
Tumor size <50% of liver >50% of liver

Ascites Absent Present

Serum albumin >3 g/dl <3 g/dl

Bilirubin <3 mg/dl >3 mg/dl

Okuda I: No positive factor;


Okuda II: 1 or 2 positive factors;
Okuda III: 3 or 4 positive factors.

a. Medika mentosa10
1) Sorafenib

32
Sorafenib merupakan inhibitor tirosin kinase. Sorafenib
bekerja dengan cara membidik sel tumor dan sistem pendarahan
tumor. Dalam uji preklinis, Sorafenib terbukti mampu menghambat
dua jenis kinase yakni profilerasi sel dan angiogenesis (pembentukan
pembuluh darah) di mana keduanya berperan besar dalam proses
pertumbuhan kanker.10
Proses ini penting pula bagi sel normal, sehingga terapi target
dari Sorafenib juga bisa mempengaruhi beberapa sel normal.
Sorafenib sudah menjadi sistem standar untuk terapi kanker hati
stadium lanjut. Obat ini adalah satu-satunya terapi yang telah
menunjukkan adanya peningkatan survival rate bagi para penderita
kanker hati hingga 47 persen.10
2) Bevacizumab
Bevacizumab merupakan suatu rekombinan monoklonal antibody
yang mengalami humanised dan berikatan pada vascular endothelial
growth factor (VEGF), suatu protein yang telah diidentifikasi
sebagai mediator kunci angiogenesis tumor Ini adalah anti-
angiogenic10

33
yang pertama dan satu-satunya yang terbukti meningkatkan harapan
hidup penderita kankert pada studi fase 3. Dengan menghambat
VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) maka akan
menghambat pertumbuhan tumor, mencegah penyebaran ke seluruh
tubuh (metastasis) dan meningkatkan efektifitas kemoterapi pada
tumor.10
3) Erlotinib
Erlotinib memiliki mekanisme kerja yang disebut HER1/EGFR
TKI atau Human Epidermal Receptor 1 /Epidermal Growth Factor
Receptor Tyrosine Kinase Inhibitor atau secara sederhana dapat
dijelaskan sebagai penghambat aktivasi enzim tyrosine kinase yang
dilepas dari reseptor nya yang disebut HER1/EGFR, sehingga Tarceva
akan menghambat terjadinya mekanisme proliferasi, metastasis,
angiogenesis dan merangsang proses apoptosis. Erlotinib ini tergolong
dalam biological targeted therapy. Yang dimaksud dengan biological
targeted therapy adalah golongan obat anti kanker yang bersifat

34
memusnahkan hanya pada sel kanker saja tanpa merusak sel-sel
sehat.10
b. Terapi Operasi1,5,10
1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya
mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi
hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi
karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat
menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini
adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau
multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. 1
2. Transplantasi Hati
Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk
menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang
mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering
disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant.
Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh
dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. 1
3. Terapi Operatif non Reseksi
Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat
dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi
mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau
kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena
porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan
gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen
cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi
alkohol absolut intratumor saat operasi.5
c. Terapi Lokal
1. Ablasi radiofrekuensi (RFA)
Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan
efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor,
melepaskan energi radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami
nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif
membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis

35
seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas
mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.1,5
2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan
Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati
perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan
umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi
adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.10
3. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan
Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan
cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan
lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama
mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri
hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan
hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta
sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil.
Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi,
tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma
rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat
direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.5
4. Kemoterapi
Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas
kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU,
ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin,
dll.1,5
5. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma
yang relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh
tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir
radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode
terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri
hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan
metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga
memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma.5
H. Pencegahan
Hepatoselular carcinoma pada Asia sering disebabkan oleh hepatitis
virus. Hal yang perlu dilakukan adalah memberikan vaksin Hepatitis B,

36
mencegah penularan Hepatitis B dan C, pencegahan secara vertikal, dan
mencegah perkembangan virus pada kronic hepatitis. Merubah gaya hidup
juga dibutuhkan pada alcoholic steatohepatitis maupun non-alkoholic
hepatitis. Sirosis yang diakibatkan oleh aflatoxin dan hemokromatosis pun
harus dicegah.2
1) Vaksinasi hepatitis B
Pemberian vaksinasi hepatitis B memberikan makna yang besar pada
pencegahan hepatoma. Di Indonesia sebagian besar penderita hepatoma
disebabkan oleh hepatitis B. Vaksinasi secara dini merupakan hal yang penting
karena semakin muda usia terkena hepatitis B maka semakin besar
kemungkinan menjadi hepatitis B kronik yang nantinya dapat berkembang
menjadi hepatoma.2 pengobatan hepatitis B mencegah terjadinya karsinoma
hepar. Terapi dapat diberikan lamivudin.
Lamivudine adalah obat antivirus yang efektif untuk penderita hepatitis B.
Virus hepatitis B membawa informasi genetik DNA. Obat ini mempengaruhi
proses replikasi DNA dan membatasi kemampuan virus hepatitis B
berproliferasi. Lamivudine merupakan analog nukleosida deoxycytidine dan
bekerja dengan menghambat pembentukan DNA virus hepatitis B. Pengobatan
dengan lamivudine akan menghasilkan HBV DNA yang menjadi negatif pada
hampir semua pasien yang diobati selama 1 bulan. Lamivudin akan
meningkatkan angka serokonversi HBeAg, mempertahankan fungsi hati yang
optimal,dan menekan terjadinya proses nekrosis-inflamasi. Lamivudine juga
mengurangi kemungkinan terjadinya fibrosis dan sirosis serta dapat
mengurangi kemungkinan terjadinya kanker hati.

2) Pencegahan penularan hepatitis B dan C


Di Negara berkembang termasuk Indonesia tingkat penularan hepatitis B dan
C sangat tinggi hal ini disebabkan karena sanitasi dan tingkat steril yang
kurang pada pelayanan kesehatan. Hepatitis B dan C ditularkan melalui darah.
Penularan melalui darah dengan cara :5
Hubungan seksual
Penggunaan jarum suntik pada pengguna narkoba
Perawatan gigi
Pembuatan tatto
Piercing
Akupuntur

37
3) Pencegahan secara vertikal
Penularan secara transversal disebabkan dari ibu dengan HBsAg positif yang
sedang hamil. Maka yang perlu dilakukan adalah pemberian lamivudin pada
ibu untuk menekan virus dan pemberian IgHBV dan kemudian pemberian
vaksin pada perinatal.1,5
4) Mencegah perkembangan virus pada kronik hepatitis
Untuk mencegah hepatoma maka yang harus dilakukan ialah pengobatan
Hepatitis B dengan cara kombinasi antara peg-interferon dengan lamivudin.
Pengobatan hepatitis C dengan kombinasi antara peg-interferon dengan
ribavirin.1,5
5) Pencegahan alcoholic steatohepatitis dan non-alkoholic steatohepatitis
Untuk mencegah ini maka yang perlu dilakukan ialah gaya hidup sehat. Antara
lain dengan membatasi minum alcohol, tidak merokok, diet makanan sehat,
mengurangi makanan berlemak, dan rajin berolahraga.1,5
6) Mencegah sirosis akibat hemokromatosis
Hemokromatosis merupakan penyakit yang disebabkan kelainan genetic
sehingga distribusi Fe yang menumpuk pada hepar. Untuk mencegah sirosis
akibat penyakit tersebut ialah melakukan flebotomi.1,5
7) Mencegah sirosis akibat Aflatoxin
Aflatoxin dihasilkan oleh Aspergillus flavus. Berarti untuk mencegah ini maka
dilakukan fungisida untuk Aspergillus tetapi membutuhkan biaya yang mahal
sehingga sulit untuk diterapkan di Negara berkembang seperti di Indonesia.
Jika sudah memakan makanan yang mengandung aflatoksin maka diberikan
Oltipraz (antischistosoma). Obat ini bekerja dengan cara mendetoksikasi
dengan cara menghasilkan serum aflatoksin-albumin. Chlorophyllin juga
memberikan hasil yang baik pada pasien ini. Chlorophyllin merupakan obat
yang lebih murah dibandingkan dengan Oltipraz.1,5
I.
Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan antara lain :5
1) Perdarahan pada gastrointestinal
2) Asites
3) Ensefalopati hepatikum
4) Sindrom hepatorenal
5) Infeksi
6) Metastase
7) Kematian
J. Prognosis
Sekitar 80% kasus hepatoma disebabkan oleh sirosis. Sehingga
mengakibatkan banyaknya komplikasi yang terjadi.Selain itu pasien dengan

38
hepatoma sering tidak menyadari kanker ini karena jika kerusakan pada hepar
<80% maka tidak menimbulkan gejala sehingga kanker sudah menjadi berat. Hal
tersebut akan menyebabkan keterlambatan penanganan. Sehingga prognosis pada
hepatoma itu buruk.5

Klasifikasi child pugh dipakai sebagai petunjuk prognosis dari pasien hepatoma.
Pada pasien ini termasuk kriteria child C = 11 (10 15) dimana mortalitas pada
operasi 60%. Sehingga prognosis pasien ini dubia ad malam.

39

Anda mungkin juga menyukai