Modul Sintetis Obat PDF
Modul Sintetis Obat PDF
SINTETIS OBAT
PROGRAM STUDI FARMASI
MODUL SINTESIS OBAT
BAB I
SINTESIS BAHAN OBAT
A. Pengertian Sintesis
Sintesis merupakan reaksi kimia untuk membentuk molekul senyawa, dalam
kefarmasian, fokusnya pada senyawa obat, seperti yang kita ketahui ada banyak
senyawa kimia, tetapi tidak semuanya adalah obat, ada kriteria tertentu untuk
menjadi obat.Obat merupakan senyawa kimia yang memenuhi persyaratan, yaitu
mempunyai aktivitas farmakologi, toksisitas rendah, dan stabil dalam
penyimpanan.Kebanyakan obat adalah senyawa organik, jadi fokus mata kuliah di
sini adalah senyawa organik (Soekardjo dan Bambang, 2008).
Ahli sintesis harus dapat mensintesis obat sesuai dengan target struktur kimia
yang diminta, yaitu molekul targetnya. Yang meminta adlaah yang telah
mendesain dan melakukan studi farmakokimia. Material pemula yang diperlukan
apa saja, sintesisnya bagaimana (menggunakan metode apa), dan reagen lain apa
saja, serta kondisinya bagaimana itu yang dilakukan oleh ahli sintesis. Terkait
dengan material pemula, bagaimana cara mendapatkannya dapat menggunakan
beberapa metode, salah satunya adalah dengan pendekatan diskoneksi atau sinton
(Soekardjo dan Bambang, 2008).
Diskoneksi adlaah pemotongan-pemotongan ikatan kimia molekul target
secara berseri sehingga diperoleh material pemula yang mungkin. Diskoneksi
disebut juga sintesis mundur atau retro-sintetik.Berikut adalah tanda dari
diskoneksi (Marham, 2008).
Dalam diskoneksi ada yang disebut dengan sinton dan reagen.Sinton adalah
fragmen idealis, biasanya berupa kation/anion yang dihasilkan dari
diskoneksi.Sinton bisa merupakan senywa antara yang sesuai dengan reaksi.Selain
itu, sinton pada dasarnya tidak ada di pasaran sehingga harus membentuk reagen
yang mana terdapat di pasaran sehingga berikutnya kita bisa mensintesis senyawa
dari reagen yang bisa dibeli di pasaran.Reagen inilah yang disebut sebagai
material pemula, yaitu senyawa yang digunakan dalam reaksi sintesis sebagai
pengganti sinton.(Marham, 2008)
BAB II
PEMURNIAAN ZAT
tanpa melalui fase cair. Merupakan salah satu metode pemurnian untuk senyawa-
senyawa yang dapat menyublim (misalnya yodium, amonium, klorida,
arsenitrioksida, dan lain sebagainya). Dan jika padatan yang tersublimasi tersebut
bisa diembunkan lagi (rekondensasi) kalau sublimasi digunakan maksud-maksud
preparative,maka tekanan atmosfir 3 diatas senyawaa tersebut baru dikecilkan
dengan sebuah aspirator vakum. Ini mengakibatkan tekanan zaat itu menyapai
tekanan atm pada suhu yang lebih rendah. Pada kondisi ini kecil kemungkinan
terjadi dekomposisi jumlah senyawa yang dimurnikan pada tekanan normal
termasuk sedikit.
5. Kristalisasi, merupakan proses pemishan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan dengan cara menguapkan pelarutannya. Pada kristlisasi, larutan pekat
dididnginkan sehingga zat terlarut tidak cukup pekat maka dapat dipekatkan
terlebih dahulu dengan cara penguapan. Kemudian dilanjutkan dengan pendingin.
Melalui kristalisasi diperoleh zat padat yang lebih murni karena komponen larutan
lainnya yang kadarnya lebih kecil tidak ikut mengkristal.
6. Destilasi, merupakan cara pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan
titik didih komponen-komponen penyususnnya. Prinsip kerja cara penyulingan ini
didasarkan pada perbedaan titik didih dari dua zat yang bercampur atau
partikelnya yangsatu mendidih atau menguap sedangkan yang lain tidak.
BAB III
STRATEGI RANCANGAN SINTESIS
BAB IV
BAHAN BAKU OBAT
3. Bahan Baku Sediaan Biologik adalah bahan berupa vaksin, serta (anti sera) dan
bahan diagnostika biologik. Vaksin adalah sediaan biologik yang digunakan untuk
menimbulkan kekebalan terhadap satu penyakit hewan. Sedangkan Sera (anti
sera) adalah sediaan biologik berupa serum darah yang mengandung zat kebal
berasal dari hewan dipergunakan untuk mencegah, menyembuhkan atau
mendiagnosa penyakit pada hewan yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jasad
renik lainnya dengan maksud untuk meniadakan daya toksinnya. Dan bahan
diagnostika biologik adalah sediaan biologik yang digunakan untuk mendiagnosa
suatu penyakit pada hewan.
BAB V
REAKSI PARUH NUKLEOFILIK dan ELEKTROFILIK
A. Latar belakang
Secara umum reaksi terjadi pada gugus yang reaktif dari suatu molekul
atau ion. Gugus yang dimaksud dibagi dalam dua kategori. Yang pertama, gugus
yang mengandung banyak elektron. Hal ini bisa disebabkan oleh:
(a) memiliki pasangan elektron bebas
(b) bermuatan parsial negatif pada ikatan polar
(c) memiliki electron phi
Gugus yang kaya elektron bersifat nukleofilik disebut nukleofil atau donor
elektron.Yang kedua:
(a) kemampuan menarik elektron
(b) bermuatan parsial positif pada ikatan polar.
Gugus yang kehilangan electron bersifat elekrofilik disebut elektrofil atau
akseptor electron (Fessenden, 1986).
B. Reaksi elektrofilik
Reaksi elektrofilik merupakan reaksi pergantian elektrofil.Elektrofil
merupakan kebalikan dari nukleofil.Elektrofil merupakan spesi yang tertarik pada
muatan negatif.Jadi elektrofil merupakan suatu asam Lewis.Pada umumnya reaksi
substitusi elektrofilik yang disubstitusi adalah H+ atau asam Lewis.Reaksi SE
dapat terjadi pada senyawa benzena atau benzena tersubstitusi. Contoh reaksi SE
benzena, meliputi: nitrasi, sulfonasi, halogenasi, alkilasi, asilasi, reaksi substitusi
elektrofilik substituen EDG benzena monosubstitusi, reaksi substitusi elektrofilik
substituen EWG benzena monosubstitusi dan reaksi substitusi elektrofilik benzena
disubstitusi (Fessenden, 1986).
C. Reaksi Nukleofilik
Reaksi nukleofilik terjadi apabila gugus yang mengganti merupakan pereaksi
nukleofil.Contoh reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi antara etanol dengan
asam bromida menghasilkan etil-bromida.
Reaksi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom
karbon hibrida-sp3 yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen
oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi.Nukleofil harus
mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan
baru dengan karbon.Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan
membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua
persamaan umum yang dapat dituliskan:
BAB VI
APLIKASI DALAM SINTESIS ANTIBIOTIKA DAN VITAMIN
A. Teori umum
Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi
produk-produk penting dan bermanfaat seperti protein dan enzim tertentu.
Rekayasa genetika pada hewan dan tanaman agar menghasilkan protein asing
tertentu dan juga senyawa kimia lainnya seperti vitamin juga termasuk dalam
penggunaan bioteknologi. Berikut adalah contoh-contoh penggunaan bioteknologi
di bidang biosintesis obat (Kayser, O., dan Muller, R.H., 2004).
Penggunaan bioteknologi di bidang industri obat dan makanan bukanlah hal
baru. Selama lebih dari 70 tahun, industri obat menggunakan mikroorganisme
untuk membantu prosesfermentasi, termasuk penggunaan ragi dan jamur lainnya.
Pemanfaatan bioteknologi dan genetika sangat berperan dalam menentukan sifat
karakteristik dan farmakokinetik obat sehingga dapat meningkatkan produksi obat
(Kayser, O., dan Muller, R.H., 2004).
Bakteri golongan Actinomycetes adalah jenis bakteri yang sering digunakan
dalam proses produksi obat selama bertahun-tahun. Dengan adanya data sekuens
genom yang lengkap dari mikroorganisme ini, maka dapat dipelajari jalur
metabolisme primer dan sekundernya. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk
membuat strain baru dimana jalur yang tidak diinginkan dapat dihilangkan dan
menambah jalur metabolisme yang diinginkan serta prekursor dan kofaktor
penting yang diperlukan agar bakteri tersebut dapat menghasilkan obat (antibiotik,
vitamin, antiviral, antikanker dan lain-lain) yang diinginkan.
B. Sintesis vitamin C
Vitamin C atau disebut juga asam L-askorbat sangat dibutuhkan oleh
manusia. Proses produksi konvensional akan membutuhkan serangkaian proses
reaksi kimia dan fermentasi yang panjang sehingga membutuhkan dana yang
besar. Berikut adalah tahapan sintesis vitamin C konvensional: tahap kimia,
didapatkanlah vitamin C (L-ascorbic acid). Dari penelitian-penelitian biokimia
mengenai lintasan-lintasan metabolit diketahui bahwa diperlukan beberapa
yang digunakan industri farmasi untuk memproduksi penisilin dalam skala besar
(Kayser, O., dan Muller, R.H., 2004; Sudjadi, 2008).
Penisilin dibuat dari glukosa, laktosa dan cairan rendaman jagung sebagai
media fermentasi dengan disertai penambahan mineral-mineral tertentu.
Pembuatan penisilin dilakukan dengan proses kelompok (bath). Sebelum proses
fermentasi dilakukan seleksistrainPenicillium chrysogenum pada media agar di
laboratorium, kemudian dilakukan perbanyakan pada tangki seeding. Media
fermentasi diumpankan ke dalam fermentol pada suasan asam (pH 5,5). Proses
fermentasi diawali dengan sterilisasi media fermentasi dengan steam bertekanan
sebesar 15 lb (120oC) selama setengah jam. Sterilisasi dilanjutkan dengan proses
pendinginan fermentol dengan air pendingin. Saat temperatur mencapai 75oF
(24oC), media ini diinokulasi pada kondisi aseptik dengan mengumpankan spora-
spora kapang.
Penicillium chrysogenum. Selamaproses fermentasi berlangsung dilakukan
pengadukan, sementara udara steril dihembuskan melalui sparger kedalam
fermentol. Proses fermentasi ini akan berlangsung secara batch terumpani selama
100-150 jam dengan tekanan operasi 5-15 psig. Temperatur operasi dijaga konstan
selama fermentasi penisilinberlangsung dengan cara mensirkulasikan air
pendingin melalui coil. Busa-busa yang terbentuk dapat diminimalkan dengan
penambahan agen anti-foam. Kapang aerobik dibiarkan tumbuh selama 5-6 hari
sampai gas CO2 mulai terbentuk.
BAB VII
RETROSINTESIS dan IGF
A. Pengertian Retrosintesis
Retrosintesis adalah proses pembelahan molekul target sintesis menuju ke
material start yang tersedia melalui serangkaian pemutusan ikatan (diskoneksi)
dan perubahan gugus fungsi atau interkonversi gugus fungsional
(IGF).Retrosintesis merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah
struktur dari molekul target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana
melalui jalur yang berakhir pada suatu material start yang sesuai dan mudah
didapatkan untuk keperluan sintesis (Marham, 2008).
Dengan cara ini, struktur molekul yang akan disintesis ditentukan terlebih
dahulu yang dikenal sebagai molekul target (MT). Selanjutnya MT
dipecah/dipotong/diputus dengan seri diskoneksi. Diskoneksi merupakan operasi
balik suatu reaksi melalui suatu pembelahan yang dibayangkan dari suatu ikatan
agar memutus molekul ke dalam material start yang mungkin. Diskoneksi
seringkali tidak mudah dilaksanakan, tetapi ikatan yang diputuskan haruslah
berhubungan dengan reaksi-reaksi yang dipercaya serta metodenya dapat
dikerjakan di laboratorium. Dari hasil diskoneksi, akan didapatkan bahan awal
(Starting Material) atau sinton yang tersedia atau disediakan melalui suatu reaksi
Interkonversi Gugus Fungsi (IGF).
5. Analisis Retrosintetik V
Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi gugus fungsi
dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon.Analisis ini
menghasilkan sinton yang bermuatan positif pada posisi terhadap karbonil dan
sinton nukleofil karbon.
6. Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi dari alkohol
ke keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-,. Adisi litium
difenilkuprat pada dienon menghasilkan kerangka karbon yang diperlukan.
BAB VIII
DISKONEKSI
A. Latar Belakang
Organik sintesis merupakan ilmu yang memudahkan kimiawan melakukan
peniltian dalam sintesis senyawa organik.Perkembangan ilmu ini disebabkan
pengetahuan struktur suatu senyawa menjadi terbuka setelah diperkenalkan cara-
cara mengidentifikan sisenyawa organic dan berkembangnya bahan lama yang
sangat pesat.Teori yang menunjang semakin berkembangnya organic sintesisa
dalam pendekatan diskoneksi (Marham, 2008).
Pendekatan diskoneksi adalah metode yang dapat memudahkan para
kimiawan alam merekayasa dan menentukan bahan dasar apa saja yang dapat
digunakan pada peneli-tian. Dalam makalah ini akan dibahas tentang metode
sintesis pendekatan deskoneksi dalam merancang proses sintesis dari suatu
senyawa organik. Tujuan penyusunan makalah ini da-pat membantu para
kimiawan pemula dalam memahami proses sintesis pendekatan diskoneksi
(Marham, 2008).
B. Pengertian Diskoneksi
1. Diskoneksi
Diskoneksi adalah pemotongan ikatan secara imaginer pemecah molekul yang
diharapkan lebih sederhana. Diskoneksi bias disebut kebalikan dari sintesis, jika
sintesis mereaksikan senyawa starting material menjadi suatu produk senyawa
baru. Proses dikoneksi dapat dilakukan beberapa tahap hingga mendapat senyawa
yang diinginkan.Apabila suatu senyawa kimia memiliki ikatan lebih dari satu
yang harus diputus, maka harus dipilih salah satu pertimbangan:
a. Sedapat mungkin di sekitar bagian tengah molekul sehingga didapatkan dua
molekul yang seimbang.
b. Sebaiknya pada titik cabang yang lebih memberikan fragmen berantai lurus untuk
meminimalkan gangguan sterik dalam reaksi.
c. Diskoneksi untuk senyawa-senyawa aromatic secara umum dilakukan pada gugus/
subtituennya.
d. Memilihr untutan reaksi juga harus didasarkan pada factor efisiensi dan
kelayan reaksi serat bahan baku yang digunakan.
e. Jika pada suatu senyawa aromatic terdapat dua gugus yang berbeda,
maka pemotongan ikatan berdasarkan pada reaktivitas relatifnya. Gugus
penarik elektron (deaktivasi) mendapat prioritas pertama dalam pemutusan
ikatan dan seterusnya.
BAB IX
SINTON
A. Pengertian sinton
Iskoneksi aromatik yang berguna lainnya adalah sinton. Sinton merupakan
fragmen ideal yang dapat atau tidak dapat terlibat dalam reaksi, tetapi yang
membantu untuk menentukan reagen-reagen yang sesuai untuk digunakan.
Reagen inilah yang disebut sebagai material pemula, yaitu senyawa yang
digunakan dalam reaksi sintesis sebagai pengganti sinton (Stuart: 1995).
menjadisenyawa sinton yang lebih kecil, maka cara analisis ini dikenal dengan
nama diskoneksi. Untukdapat mengadakan diskoneksi sehingga mendapatkan
bahan-bahan dasar yangtepat di atas, serta pereaksi yang tepat untuk katalisator,
diperlukan pendalamanmekanisme reaksi kimia, sehingga dalam sintesis senyawa
kimia atau obat, setelahdidapatkan bahan dasar atau senyawa sinton, perlu
diadakan penulisan kembalimekanisme reaksi pembentukan senyawa yang akan
disintesis, untuk mengetahuisuasana selama sintesis, reagen-reagen dan alat-alat
yang diperlukan (Stuart: 1995).
BAB X
SINTESIS BAHAN OBAT BARBITURAT DAN FEROMON
A. Teori umum
Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai
hipnotik dan sedatif. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang
spesifik, barbiturat telah banyak digantikan oleh benzodiazepin yang lebih aman
(Ganiswara, 1995).
Secara kimia, barbiturat merupakan derivat asam barbiturat. Asam barbiturat
(2,4,6-trioksoheksahidropirirmidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara urea
dengan asam malonat (Ganiswara, 1995).
Asam barbiturat sendiri tidak menyebabkan depresi SSP, efek hipnotik dan
sedatif serta efek lainnya ditimbulkan bila pada posisi 5 ada gugusan alkil atau aril
(Ganiswara, 1995).
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Dosis nonanestesi teruatama menekan respons pasca sinaps.
Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Walaupun demikian efek
yang terjadi mungkin tidak semuanya melalui GABA sebagai mediator
(Ganiswara, 1995).
Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan
inhibisi transmisi sinaptik. Kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian
menyerupai kerja benzodiazepine, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat
sebagai aganis GABA-nergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat
menimbulkan depresi SSP yang berat (Ganiswara, 1995).
Barbital-barbital semuanya bersifat lipofil, sukar larut dalam air tetapi mudah
larut dalam pelarut-pelarut non polar seperti minyak, kloroform dan sebagainya.
Sifat lipofil ini dimiliki oleh kebanyakan obat yang mampu menekan SSP.
Dengan meningkatnya sifat lipofil ini, misalnya dengan mengganti atom oksigen
pada atom C2 menjadi atom belerang, maka efek dan lama kerjanya dipercepat,
dan seringkali daya hipnotiknya diperkuat pula (Ganiswara, 1995).
C. Turunan barbiturat
1. Reaksi umum
a. Zat uji pada drupple plate + alkohol hingga larut + 2-3 tetes reagen Parri + 1 tetes
amonia pekat warna ungu
2. Fenobarbital (luminal)
a. Zat uji pada drupple plate + alkohol hingga larut + 2-3 tetes reagen Parri + 1 tetes
amonia pekat warna ungu kebiruan
b. Zat uji + 2 tetes alkohol + 2 tetes reagen Zwikker B panaskan terbentuk
kristal ungu amati di bawah mikroskop
c. Zat uji + 2 tetes NaOH jika perlu panaskan untuk melarutkan + HCl encer
amati kristal di bawah mikroskop
d. 200 mg zat uji + 10 ml NaOH didihkan gas yang membirukan lakmus
merah
e. Zat uji + 1 ml H2SO4 pekat panaskan perlahan setelah dingin + NaNO2
arang (bandingkan dengan barbital)
f. Zat uji + 5 ml air + beberapa tetes NaOH + 1 ml asam sitrat endapan putih
(bandingkan dengan barbital)
3. Barbital (veronal)
a. Zat uji pada drupple plate + alkohol hingga larut + 2-3 tetes reagen Parri + 1 tetes
amonia pekat warna ungu tua
b. Zat uji + 2 tetes alkohol + 2 tetes reagen Zwikker B panaskan terbentuk
kristal ungu amati di bawah mikroskop
c. Zat uji + 2 tetes NaOH jika perlu panaskan untuk melarutkan + HCl encer
amati kristal di bawah mikroskop
d. 200 mg zat uji + 10 ml NaOH didihkan gas yang membirukan lakmus
merah
e. Zat uji + 1 ml H2SO4 pekat panaskan perlahan setelah dingin + NaN
D. Sejarah feromon
Feromon, berasal dari bahasa Yunani phero yang artinya pembawa dan
mone sensasi. Feromon merupakan sejenis zat kimia yang berfungsi untuk
merangsang dan memiliki daya pikat seks pada hewan jantan maupun betina. Zat
ini berasal dari kelenjar eksokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk
mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses
reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya
dapat mempengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies)
(Baysinger,2004).
Ketika pertama kali ditemukan pada serangga, feromon banyak dikaitkan
dengan fungsi reproduksi serangga. Penemu zat feromon pertama kalinya pada
hewan (serangga) adalah Jean-Henri Fabre, ketika pada satu musim semi tahun
1870 an pengamatannya pada ngengat Great peacock betina keluar dari
kepompongnya dan diletakkan di kandang kawat di meja studinya untuk beberapa
lama menemukan bahwa pada pada malam harinya lusinan ngengat jantan
berkumpul merubung kandang kawat di meja studinya. Fabre menghabiskan
tahun-tahun berikutnya mempelajari bagaimana ngengat-ngengat jantan
menemukan betina-betinanya.anhidrida asetat dengan bantuan sedikit asam
sulfat pekat sebagai katalisator (Baysinger,2004).
Fabre sampai pada kesimpulan jika ngengat betina menghasilkan zat kimia
tertentu yang baunya menarik ngengat-ngengat jantan.
Feromon ini terdiri atas tiga jenis, yaitu feromon seks, feromon jejak, dan feromon
alarm.
b. Feromon primer, yang berpengaruh terhadap system syaraf endokrin dan
reproduksi individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-perubahan
fisiologis
Menurut Sutrisno (2008), feromon dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
diantaranya:
a. Feromon jejak
Merupakan feromon yang digunakan untuk menunjukan arah kelompok/koloni
suatu serangga. Contohnya pada semut,pada semut ini digunakan feromon sebagai
penunjuk jejak.
b. Feromon alarm
Merupakan feromon yang dipergunakan untuk memperingatkan serangga terhadap
bahaya yang datang, apakah itu predator atau bahaya lainnya.Tanggapannya dapat
berupa membubarkan diri atau membentuk pertahanan koloni.Beberapa anggota
familia Hemiptera dan serangga sosial menggunakan feromon ini untuk
menghadapi bahaya.Bahan feromon ini pada afid misalnya, dikeluarkan melalui
kornikulanya, yang mengandung bahan feromon alarm umumnya farnesen, dan
menyebabkan afid yang berada di sekitarnya menjatuhkan diri, menjauh atau
meloncat pergi.
Wilson dan Bosert, ahli serangga sosial terutama semut, menduga bahwa bahan
feromon alarm harus menghasilkan penanda yang bersifat lokal, jelas dan
pendek/singkat. Feromon harus menyebar dengan cepat untuk dapat
mengkoordinir terbentuknya pertahanan koloni dan harus segera lenyap agar tidak
memunculkan tanda bahaya yang keliru.Agar dapat dilacak dengan mudah, ruang
aktifnya harus sempit.Pada semut misalnya, feromon ini bahan utamanya adalah
senyawa 4-metil-3-heptanon dan dikeluarkan melalui kelenjar mandibula. Jika
kepala seekor semut pekerja dihancurkan, isi kelenjar mandibulanya akan
menyebar mencapai radius ruang aktif sekitar 6 cm dalam 13 detik, dan jika
dibiarkan meluas, dalam 35 detik ruang aktif ini akan hilang. Semut pekerja lain
yang mendeteksi feromon ini oleh karenanya akan menambahkan feromonnya
sendiri sehingga keberadaan ruang aktifnya dapat bertahan lebih lama. Feromon
alarm bersifat sangat volatil, dan kebanyakan memiliki berat molekul rendah,
dengan rantai karbon 12 atau kurang. Senyawa dari kelenjar mandibula umumnya
mengandung gugus keton atau aldehid, sedang yang berasal dari kelenjar Dufour
(di dekat sengat) berupa hidrokarbon. Banyak di antaranya yang toksik dan
rasanya tak enak, sehingga sekaligus juga berfungsi sebagai senyawa pertahanan
diri.
Peneliti dari Inggris (Bradshaw, Baker dan Howse) menunjukkan bahwa
sedikitnya terdapat 33 jenis senyawa volatil jika kepala seekor semut pekerja
dihancurkan.Dari jumlah itu ada empat jenis senyawa yang merupakan feromon
alarm, dan masing memiliki volatilitas yang berbeda, mulai dari heksanal (yang
sangat volatil) sampai 2-butil-2-oktenal (yang kurang volatil).Mekanisme
kerjanya dapat digambarkan dengan suatu lingkaran konsentris, yang pada bagian
tengahnya merupakan tempat melepas feromon. Dalam kondisi tak ada angin,
bahan volatil feromon akan berdifusi ke segala arah dengan kecepatan yang
berbeda karena volatilitasnya berbeda. Dalam waktu singkat heksenal akan
menempati ruang aktif terbesar, atau lingkaran konsentris terluar. Bila ada
serangga memasuki wilayah ini, muncul perilaku khas karena memperoleh
"peringatan". Begitu serangga menuju ke lingkaran berikutnya (heksanol),
serangga pekerja akan terpikat ke arah sumber feromon. Pada wilayah terdalam,
terdapat 2-butil-2-oktenal sebagai penanda perilaku menggigit, dan 3-undekanon
sebagai penunjuk orientasi arah jarak pendek. Setelah bahan feromon menguap,
maka pengaruh heksanal dan heksanol tidak ada lagi, tetapi pekerja yang sufdah
berada di tengah akan menunjukkan perilaku agresif, menggigit. Jadi feromon
alarm sebenarnya akan mengawali munculnya serangkaian perilaku yang polanya
sudah tertentu.
c. Feromon agregasi
Feromon agregasi adalah feromon yang diperlukan untuk mengumpulkan anggota
koloni atau pun individu dan mempengaruhi perilakunya sebagai suatu
individu.Kegunaan feromon ini berkisar dari penunjang perilaku makan, mating,
berlindung, oviposisi, sampai ke perilaku yang belum terdeteksi secara jelas.Ada
yang berhubungan dengan musim (hibernasi), berhubungan dengan amplitudo
harian (agregasi istirahat), berhubungan dengan stadia pertumbuhan (larva yang
BAB XI
SINTESIS BAHAN OBAT SAKARIN DAN SULFA
A. Pengertian Sakarin
Sakarin yang dikenal antara lain dengan nama 0--sulfon-benzoic imide
pertama kali ditemukan oleh Remsen pada tahun 1879. Sakarin adalah zat
pemanis buatan yang dibuat dari garam natrium dari asam sakarin terbentuk
bubuk putih, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai
tingkat kemanisan 550 kali gula biuasa. Oleh karena itu angat popular dipakai
sebagai bahan pengganti gula (Asnawir, 2006)
Dalam perdagangan dikenal dengan nama Gucide, Glucid, Garantose,
Saccharimol, Saccharol, dan Sykosa. Harga sakarin paling murah dibanding
dengan pemanis buatan lainnya.Sakarin dapat menghemat biaya produksi.Harga
pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli. Pemanis buatan
hanya sedikit ditambahkan untuk memperoleh rasa manis yang kuat.
Tak dapat diragukan bahwa sebagian besar orang manis merupakan suatu
rasa yang mempunyai daya tarik sendiri. Selanjutnya daya tarik yang manis
ituakan terus meningkat, seperti ungkapan umumlebih manis, lebih menarik.
Kecenderungan inipun untuk seorang anak bahkan orang dewasa sekalipun dapat
merupaka kecanduan, artinya kecanduan makanan yang manis akan terus
bertambah, jika tidak kita sendiri yang membatasinya. Hal ini terutama jika sejak
bayi, makanan tambahan yang dikenal pertama telah diberi bahan pemanis.
Sejauh ini, bahan pemanis utama yang digunakan manusia adalah gula,
kemudian selanjutnya berkembang bahan-bahan pemanis buatan selain
gula.Dengan bahan pemanis ini banayk orang yang menggunakannya sebagai
hadiah bagi anak-anak utnuk suatu prestasi tertentu atau sebagai ungkapan rasa
cinta.Hal ini selanjutnya dimanfaatkan oleh para industriawan yang khususnya
bergerak dalam bidang makanan bergula (convectionery) seperti permen, cokelat,
minuman, dan kue-kue.Mereka menghubungkan segi iklan (promosinya) antara
kemanisan dengan cinta, keberuntungan, pengertian, kemudahan dan berbagai
daya tarik yang menyebabkan kita lebih terpikat dengan produk-produk berkadar
gula tinggi tersebut (Asnawir, 2006).
Bahan pemanis buatan adalah bahan pemanis yang dihasilkan melalui reaksi-
reaksi kimia organik di laboratorium atau dalam skala industri, boleh juga
dikatakan diperoleh secara sintesis dan tidak ,menghasilkan kalori seperti halnya
bahan pengganti gula. Kebanyakan bahan pemanis itu campuran dari sakarin dan
siklamat.Organisasi Pangan Dunia (WHO) telah menetapkan batas-batas yang
disebut ADI werte (kebutuhan per orang tiap harinya), yaitu sejumlkah yang dapt
dikonsumsi tanpa menimbulkan resiko.Nilai ini untuk orang dewasa tidak terlalu
banyak berarti, tetapi bagi anak-anak relative menimbulkan kepekaan yang besar.
Untuk sakarin batas tersebut adalah 5 mg per berat badan, adapun untuk siklamat
11 mg per kg berat badan, artinya jika 1 tablet mengandung 16,5 mg sakarin atau
70 mg siklamat, maka untuk seorang yang berberat badan 70 kg jumlah yang
disarankan untuk dikonsumsi per hari tidak lebih dari 21 tablet sakarin atau 11
tablet siklamat.
Telah diketahui tubuh manusia atau hewan terdiri dari alat tubuh dan jaringan.
Alat tubuh atau jaringan tersebut tersusun dari unit-unit yang sangat kecil, yang
disebut sel. Sel-sel ini mempunyai fungsi yang berlainan, akan tetapi mereka
memperbanyak jumlahnya dengan cara pembelahan yang sama. Dalam keadaaan
normal, proses pembelahan itu diatur sedemikian rupa sehingga jumlah sel tubuh
yang dibentuk adalah sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menggantikan
sel-sel yang sudah usang atau mati, agar bentuk alat tubuh atau jaringan tersebut
tetap tersusun dalam proporsi yang seimbang dan serasi. Bilaman proses
pembelahan sel itu menyimpang dan tidak dapat dikendalikan, akan menimbulkan
pertumbuhan yang abnormal. Pertumbuhan abnormal tersebut disebut neoplasia
atau tumbuh ganda. Penyebab atau factor-faktor penyelewengan proses
pembelahan sel itu banayk macamnya, diantaranya yang sekarang sering
diperbiuncangkan ialah yang disebabkan oleh bahan-bahan bersifat kimia dan
mikotoksi (Asnawir, 2006).
pada posisi meta akan membuat senyawa menjadi sangat pahit, substitusi gugus
metal pada amino menghasilkan senyawa yang hambar, sedangkan sakarin dalam
konsentrasi yang tinggi cenderung memberikan rasa pahit.
D. Sulfa
1. Tata nama
1) Nama umum : sulfonamid
2) Turunan para aminobenzensulfonamid/ sulfonamida
Gugus fungsi sulfonamida dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah gugus sulfonat yang
berikatan dengan amina. Senyawa sulfonamida adalah senyawa yang mengandung
gugus tersebut. Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam
sulfonat dengan menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina (Sudarwan,
2008)
2. Klasifikasi
1) Berdasarkan lamanya masa kerja
2) Berdasarkan masa kerjanya sulfonamida sistemik dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu sulfonamida dengan masa kerja pendek, sulfonamida dengan masa kerja
sedang, sulfonamida dengan masa kerja panjang.
a. Sulfonamida dengan masa kerja pendek; Waktu paruh lebih kecil dari 10 jam.
Contoh: sulfetidol, sulfamerazin, sulfametazin, sulfatiazol, sulfasomidin dan
sulfaksasol.
b. Saulfonamida dengan masa kerja sedang; waktu paroh 10 24 jam
Contoh: sulfadiazin, sulfametoksasol dan sulfafenazo
c. Sulfonamida dengan masa kerja panjang; waktu paroh lebih besar 24 jam
Contoh: sulfadoksin, sulfalen, sulfametoksipiridazin dan sulfametoksidiazin.
3) Berdasarkan kecepatan absorpsi dan ekskresinya, sulfonamid dibagi dalam empat
golongan besar:
a. Sulfonamid dengan ekskresi cepat, antara lain sulfadiazin dan sulfisoksazol
b. Sulfonamid yang hanya diabsorpsi sedikit bila diberikan per oral dan karena itu
kerjanya dalam lumen usus, antara lain sulfasalazin
c. Sulfonamid yang terutama digunakan untuk pembrian topikal, antara lain
sulfasetamid, mafenid, dan Ag-sulfadiazin
d. Sulfonamid dengan masa kerja panjang,seperti sulfadoksin, absorpsinya cepat dan
ekskresinya lambat.
E. Golongan Sulfonilamid
Sulfonamida dapat dibagi menjadi dua kelompok, Antibiotik dan Non Antibiotik.
1. Antibiotik, contoh :
a. sulfamethoxazole
b. sulfisoxazole
c. Sulfacetamide
2. Golongan sulfonilamid non antibiotik, contoh:
a. Clortiazid
b. Furosemid
c. Celecoxib
F. Turunan sulfonilamid
1. Rumus umum
a. Zat uji pada drupple plate + 1-2 tetes DAB HCl amati warna yang terjadi,
amati pula kristalnya di bawah mikroskop ( bandingkan tiap-tiap sulfa)
b. Zat uji pada tabung reaksi + NaOH kelebihan alkali netralkan dengan HCl +
CuSO4 gojog amati warna yang terjadi ( bandingkan tiap-tiap sulfa)
c. Zat uji pada drupple plate + larutan jenuh KBrO3 + 1-2 tetes H2SO4 pekat
amati warna yang terjadi (bandingkan tiap-tiap sulfa)
d. Reaksi kristal dengan aseton-air amati di bawah mikroskop (bandingkan sulfa
lain)
2. Sulfaguanidin
a. Zat uji + DAB HCl warna orange, ada kristal agak putih
b. Zat uji + reagen Parri warna hijau biru
c. Zat uji + Cu asetat + aseton warna biru muda
BAB XII
SINTESIS BAHAN OBAT METIL SALISILAT dan ASPIRIN
B. Reaksi esterifikasi
Proses reaksi esterifikasi diatas dikenal dengan nama esterifikasi fisenar. Dari
proses tersebut diperoleh hasil sampingan yaitu H2O untuk mengetahui dari mana
H2O tersebut digunakan metode yang dikenal labeling isotop, ternyata air yang
terbentuk bukan berasal dari asam tetapi dari gugus OH milik asam (Underwood,
1997).
Ester pada umumnya mempunyai aroma yang berbau harum seperti aroma
buah-buahan atau wangi bebungaan.Ester dapat dibuat dengan mereaksikan asam
karboksilat dengan alkohol.Dalam reaksi ini digunakan pemanasan dan asam (HCl
atau H2SO4).
Cara ini dikenal dengan esterifikasi Fischer (Fessenden, 1994).
suatu ester dimana asam salisilat dipanaskan dalam metil alkohol bersama
sejumlah kecil asam kuat sebagai katalisator untuk membentuk metil salisilat
gugus hidroksil dalam air yang terjadi berasal dari asam karboksilat. Reaksi ini
bersifat bolak-balik atau reversible, jika dipakai alcohol dalam jumlah berlebihan,
maka kesetimbangan beranjak ke arah pembentukan ester; sebaliknya, jika ester
dipanaskan dengan air yang berlebihan beserta suatu katalisator asam, maka ester
akan dihidrolisis menjadi asam dan alkohol (Ganiswarna, 1995).
Asam salisilat, metil salisilat, dan asam-asam asetilsilat semua merupakan
senyawa-senyawa yang penting dalam pengobatan. Metal salisilat dapat dipakai
sebagai obat dalam atau melalui penyerapan via kulit, dan dengan demikian
memberikan pemakaiannya yang lebih luas dalam obat-obat gosok dan untuk
pemakaian pada tempat-tempat tertentu yang sakit.
C. Pengertian Aspirin
Reaksi asetilasi merupakan suatu reaksi yang memasukkan gugus asetil ke
dalam suatu substrat yang sesuai. Gugus asetil adalah R-C-OO (dimana R
merupakan alkil atau aril). Aspirin disebut juga asam asetil salisilat atau
acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan cara asetilasi senyawa phenol (dalam
bentuk asam salisilat) menggunakan anhidrida asetat dengan bantuan sedikit asam
sulfat pekat sebagai katalisator (Baysinger,2004).
BAB XIII
SINTESIS BAHAN OBAT PARASETAMOL DAN MEFENAMAT
A. Pengertian Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan
cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat
(SSP) Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk
sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain
dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas (Kasim, fauzi,
dkk. 2010).
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan
telah digunakan sejak tahun 1893. Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya
kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak
menyebabkan iritasi serta peradangan lambung .
B. Sejarah Parasetamol
Pada tahun 1946, Lembaga Studi Analgetik dan obat-obatan sedative telah
memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji
masalah yang berkaitan dengan agen analgetik. Bernard Brodie dan Julius
Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan
dengan adanya methemoglobinemiasejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di
dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan
asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgetik
asetanilida adalah disebabkan metabolit Parasetamol aktif. Mereka membela
penggunaan Parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak mengahasilkan
racun asetanilida (Kasim, fauzi, dkk. 2010).
Derivat- asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak
digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik
dan antipiretik, tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap
sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi(pengobatan
mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kafein dengan kira-kira 50% dan
kodein. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal lebih lambat.
Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan
darah (Kasim, fauzi, dkk. 2010).
Overdosis bisa menimbulkan mual, muntah dan anoreksia.
Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar
(asam amino N-asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10
jam setelah intoksikasi. Wanita hamil dapat menggunakan Parasetamol dengan
aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis
tinggi memperkuat efek antikoagulansia, dan pada dosis biasa tidak interaktif
(Kasim, fauzi, dkk. 2010).
C. Sifat Parasetamol
Mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan
untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab
yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk
meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam
dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak
sengaja sering terjadi.Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini,
dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah
Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain (Tjay,2008).
Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya
diduga berdasarkan efek sentral.Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena,
tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada
posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang
dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula
terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat
anhidrat (Tjay,2008)
Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai
sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama
seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya.
Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri)
mengurangi atau meredakan rasa sakit atau nyeri tersebut maka banyak digunakan
obat-obat analgetik (seperti parasetamol, asam mefenamat dan antalgin) yang
bekerja dengan memblokir pelepasan mediator nyeri sehingga reseptor nyeri tidak
menerima rangsang nyeri (Rachadian, 2009).
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetika dengan anastetika umum
yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri namun, analgetika bekerja tanpa menghilangkan
kesadaraan. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan mekanis, kimiawi, atau fisis
yang memicu pelepasan mediator nyeri. Intensitas rangsangan terendah saat
seseorang merasakan nyeri dinamakan ambang nyeri (Tjay, 2008).
Analgetika yang bekerja perifer atau kecil memiliki kerja antipiretik dan juga
komponen kerja antiflogistika dengan pengecualian turunan asetilanilida.Nyeri
ringan dapat ditangani dengan obat perifer (parasetamol, asetosal, mefenamat atau
aminofenazon). Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein dan kodein. Nyeri
yang disertai pembengkakan sebaiknya diobati dengan suatu analgetikum anti
radang (aminofenazon, mefenaminat dan nifluminat). Nyeri yang hebat perlu
ditanggulangi dengan morfin. Obat terakhir yang disebut dapat menimbulkan
ketagihan dan menimbulkan efek samping sentral yang merugikan (Tjay, 2008).
E. PengertianAsammefenamat
Asam Mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan
sebagai NSAID (Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa
digunakan untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering
diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau
menjelang haid. Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat
menyebabkan efek samping. Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan
merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada
pasien yang mengidap gangguan lambung,dan sebaiknya diberikan pada saat
lambung tidak dalam kondisi kosong atau setelah makan (Tjay,2008).
BAB IV
SINTESIS BAHAN OBAT SABUN DAN DETERJEN
A. Pengertian Sabun
Sabun merupakan salah satu jenis pembersih yang dapat dibuat degngan
reaksi kimia antara basa natrium dengan kalium natrium dengan minyak nabati
atau lemak hewani. Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat
hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifattulah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan atau pakaian. Selain itu, sabun
juga merupakan pembersih yang dapat dibuat dengan reaksi kimia antara kalium
atau natrium dengna asam lemak dari minyak nabatai atau lemak hewani. Sabun
dibuat dengan ua cara yaitu proses saponifikasi dan proses proses netralisasi
minyak proses saponifikasi mnyak akan memperoleh produk sampingan yaitu
gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali,
sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan akali
(Hart, 1983).
Proses esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam
produksi ester dari asam lemak spesifik Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi
oleh struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara.
Data tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter
kinetiknya, sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai
konstanta kesetimbangan. Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat
sebagai berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat
alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.
Pemilihan jenis asam lemak menentukan karakteristik sabun yang dihasilkan,
karena setiap jenis asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun
yaitu perbedaan kekerasan dan karakteristik busa pada sabun akhir. Secara umum,
panjang rantai atom karbon dalam trigliserida (minyak) yang kurang dari 12
adalah tidak diinginkan, karena reaksi peyabunan minyak tersebut akan
menghasilkan sabun yang dapat menyebabkan iritasi kulit. Panjang rantai atom
karbon yang lebih dari 20 dalam minyak akan membentuk sabun yang tidak
mudah larut dalam air. Selain itu, semakin besar proporsi asam-asam lemak tidak
jenuh dalam minyak akan menghasilkan sabun yang tidak stabil karena proses
sifat asam lemak tidak jenuh yang mudah teroksidasi. Komposisi asam lemak
yang baik untuk sabun adalah rantai panjang (C12-C18). Rantai C12-C14
memberikan fungsi yang baik untuk pembusaaan, sedangkan C16-C18baik untuk
kekerasan pada sabun (Hart, 1983).
Karakteristik sabun bukan hanya ditentukan oleh pemilihan asam lemaknya
saja, tetapi juga ditentukan oleh kadar dari bahan baku lainnya seperti NaOH.
NaOH berfungsi sebagai pengubah minyak nabati dan lemak hewan menjadi
sabun. NaOH memiliki efek korosif yang tinggi pada kulit, sehingga dapat
menyebabkan luka pada kulit, sehingga kadar NaOH pada pembuatan sabun perlu
ditangani dan diperhatikan sebab penambahan alkali yang berlebihan pada proses
penyabunan menyebabkan meningkatnya alkali bebas. Alkali bebas yang
berlebihan tidak diinginkan ada dalam sabun, sebab alkali bersifat keras dan dapat
menyebabakan iritasi pada kulit, tetapi jika sabun kekurangan NaOH maka akan
menyebabkan berlebihnya asam lemak bebas yang tidak dapat tersabunkan
sehingga akan mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran (Hart, 1983).
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat.
Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam
reaksi pembuatan sabun. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun
keras (hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH dikenal dengan
sabun lunak (soft soap), sabun keras (hard soap) dibuat dari lemak netral yang
padat atau dari minyak nabati, sabun ini dalam bentuk batangan dan bersifat sukar
larut dalam air. sabun lunak (soft soap) dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa
sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernih, sabun ini dalam bentuk pasta
maupun cair bersifat mudah larut dalam air (Hart, 1983).
Asam lemak akan memberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk.
Asam laurat pada sabun dapat menyebabkan sabun menjadi keras dan
menghasilkan busa yang lembut, sama seperti asam miristat . asam palmitat,
selain dapat mengeraskan juga dapat menyebabkan busa menjadi stabil. Berbeda
dengan asam oleat dan linoleat, mereka berperan dalam melembabkan sabun pada
saat sabun digunakan (Paul, 2007).
Molekul sabun terdiri dari rantai karbon, hydrogen dan oksigen yang disusun
dalam bagian kepala dan ekor. Bagian kepala merupakan gugus hidrofilik (rantai
karboksil) yang berfungsiuntuk mengikat air, sedangkan bagian ekor merupakan
gugus hidrofobik (rantai hidrokarbon) yang berfungsi untuk mengikat kotoran dan
minyak.
Jika sabun dilarutkan di dalam air, ujung hidrofilik dari molekulnya ditarik
kedalam air dan melarutkannya, tetapi bagian hidrofobik ditolak oleh moekul air.
Akibatnya, suatu lapisan tipis terbentuk diatas permukaan air, dan secara drastis
menurunkan tegangan permukaan air (Paul, 2007).
B. PengertianDeterjen
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari Natrium (RSO3- Na+ dan
ROSO3-Na+) yang berasal dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi
parafin dan olefin).
Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan
permukaan, misalnya: palkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat
bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin
benzena dengan reaksi alkilasi FriedelCraft Sulfonasi, yang disusul dengan
pengolahan dengan basa.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai
ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan
aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat
melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik
berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene
Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non
ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl Ethylenediamines).
mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril
Sulfat dengan reaksi: C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga
dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih
pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun
cuci tangan, dll.
2. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling
populer di masyarakat.
3. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk
penggunaan manual maupun mesin pencuci piring.
4. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih
bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel
pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang
menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat
rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh
karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen, sehingga menjadi bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat
menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua
bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders,
diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
manusia dan lingkungannya.Umumnya pada deterjen anionik ditambahkan zat
aditif lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener (alkyldimetihylbenzyl-
ammonium cloride, diethanolamine/ DEA), chlorinated trisodium phospate
(chlorinated TSP) dan beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate
(SLS),sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl benzene sulfonate (LAS).
Golongan ammonium kuartener ini dapat membentuk senyawa nitrosamin.
Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan senyawa golongan
DAFTAR PUSTAKA