Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

1.1.1 Mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan pengukkuran


lembar per lembar dan orientasi stereoskopik

1.1.2 Menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

1.1.3 Menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara

1.2 Tujuan

1.2.1 Mampu mengetahui perhitungan paralaks dengan menggunakan


pengukkuran lembar per lembar dan orientasi stereoskopik

1.2.2 Mampu menghitung base photo, tinggi terbang, serta skala foto

1.2.3 Mampu menghitung luas sebenarnya dari delineasi pada foto udara

1
BAB II

DASAR TEORI

Fotogrametri atau aerial surveying adalah teknik pemetaan melalui foto


udara. Hasil pemetaan secara fotogrametrik berupa peta foto dan tidak dapat
langsung dijadikan dasar atau lampiran penerbitan peta. Pemetaan secara
fotogrametrik tidak dapat lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai
dari penetapan ground controls (titik dasar kontrol) hingga kepada pengukuran
batas tanah. Batas-batas tanah yang diidentifikasi pada peta foto harus diukur di
lapangan. Fotogrametri adalah suatu seni, ilmu dan teknik untuk memperoleh

2
data-data tentang objek fisik dan keadaan di permukaan bumi melalui proses
perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra fotografik adalah
foto udara yang diperoleh dari pemotretan dari udara yang menggunakan pesawat
terbang atau wahana terbang lainnya. Hasil dari proses fotogrametri adalah berupa
peta foto atau peta garis. Peta ini umumnya dipergunakan untuk berbagai kegiatan
perencanaan dan desain seperti jalan raya, jalan kereta api, jembatan, jalur pipa,
tanggul, jaringan listrik, jaringan telepon, bendungan, pelabuhan, pembangunan
perkotaan, dsb.

Gambar 2.1 Foto udara


(sumber:itenas,pondoksurveyor,dll)

Fotogrametri diperlukan karena :


Untuk menentukan letak relatif objek atau fenomena dan untuk
menentukan ukuran lainnya.
Untuk menggambarkannya pada peta.
Salah satu karateristik fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek
yang dilakukan tanpa berhubungan perlu berhubungan ataupun bersentuhan secara
langsung dengannya. Pengukuran terhadap objek tersebut dilakukan melalui data
yang diperoleh pada sistem sensor yang digunakan.

(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?
cat=4)
3
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat teknik ini
digunakan untuk objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera
berada dekat dengan objek. Fotogrametri rentang dekat adalah teknik pengukuran
3D tanpa kontak langsung dengan objek, menggunakan kamera
untuk mendapatkan geometri sebuah objek.
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?
cat=4)
Dalam fotogrametri syarat fundamental yang banyak digunakan adalah
syarat kesegarisan berkas sinar (collinearity condition) yaitu suatu kondisi dimana
titik pusat proyeksi, titik foto dan titik obyek di tanah terletak pada satu garis
dalam ruang. Kondisi ini dinamakan kondisi kolinearitas.
(http://geodesy.gd.itb.ac.id/nrahmah/?
cat=4)
Pada acara praktikum kali ini, kita akan mencari data melalui pengukuran
dari unsur unsur fotogrametri. Pengukuran yang dilakukan antara lain :
1. Pengukuran Luas
Dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu alat sederhana, alat mekanik dan
alat elektronik. Dalam hal ini yang digunakan adalah alat sederhana karena
penggunaannya paling cepat. Berdasarkan metode yang digunakan alat
sederhana dibedakan atas :
a. Metode strip; yang digunakan berupa lembaran tembus cahaya yang
padanya ditarik garis-garis sejajar dan berinterval sama besar. Lembaran
tembus cahaya ini ditumpangkan pada objek yang diukur luasnya.
Kemudian ditarik garis-garis tegak lurus pada batas objek sedemikian
hingga bagian yang dihilangkan sama dengan bagian yang yang
ditambahkan. Sisi atas segi empat panjang atau sisi atas strip itu
dijumlahkan dan dikalikan dengan intervalnya sehingga diperoleh luas
objek pada foto.

4
Gambar 2.2 Pengukuran Luas Metode Strip
Dari gambar di atas, luas objek diukur dengan menjumlahkan luas masing-
masing segi empat panjang (Luas ABBA + CDDC + EFFE), dimana
AA, BB, CC, DD, EE dan FF merupakan interval strip.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

b. Metode bujursangkar; dilakukan dengan kertas milimeter. Kertas


milimeter ini ditumpangkan di atas objek yang diukur luasnya. Dalam
mengukur luas pada objek pada citra dihitung berapa bujur sangkar 1cm x
1cm yang jatuh dalam batas objek yang diukur luasnya. Dari gambar 2.2,
luas objek dapat diukur dengan menjumlahkan bujursangkar yang memuat
luas lebih dari setengah bujursangkar. Jika bujursangkar berjumlah 12
buah dengan skala pada foto adalah 1 : 50.000 (maka 1 cm = 500 m),
maka 1 bujursangkar sama dengan 250.000 m2. dengan demikian luas
objek tersebut adalah 12 x 250.000 m2 sama dengan 3.000.000 m2.

Gambar 2.3 Pengukuran Luas Metode Bujur Sangkar

c. Metode jaringan titik; alat ukurnya berupa lembaran tembus cahaya yang
diberi jaringan titik yang masing-masing berjarak sama. Titik itu serupa
dengan titik yang dibuat pada tengah-tengah bujursangkar yang kemudian
bujursangkarnya dihapus. Dalam metode ini kita tinggal menghitung
berapa titik yang masuk dalam batas objek yang diukur luasnya. Tiap titik
dianggap mewakili satu bujursangkar, sehingga tiap titik dikalikan dengan
luas bujursangkar untuk mendapatkan luas objeknya.

5
(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

Gambar 2.4 Pengukuran Luas Metode Jaringan Titik


2. Skala Foto Udara Vertikal
Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan
jarak sebenarnya di lapanagan. Skala foto diperlukan untuk menentukan
ukuran objek maupun untuk mengenalinya. Ada beberapa cara untuk
menentukan skala foto udara vertikal, yaitu :
Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang. Persamaannya yaitu :
f
S=
H

dengan S = skala, f = fokus dan H = tinggi terbang.


Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan, dilakukan bila membawa
foto udara ke lapangan atau kalau tahu jarak sesungguhnya objek di lapangan
dari objek yang tergambar pada foto. Persamaan yang digunakan yaitu :
df
S=
dl

dengan S = skala, df = jarak pada foto, dan dl = jarak di lapangan.


Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui
jaraknya. Persamaan yang digunakan yaitu :
dp df
=
pf pp

dengan dp = jarak di peta, df = jarak pada foto, pf = skala foto dan pp = skala
pada peta.
3. Basis Foto (Photo Base)

6
Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan
kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya.
Jarak pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto.
Besarnya basis foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil
pengukuran dua basis foto tersebut, persamaannya yaitu :
b1 +b2
B=
2

dengan B = basis foto, b1 = basis foto 1 dan b2 = basis foto 2.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

4. Paralaks
Merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara yang
bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralaks ini
disebut juga dengan paralaks absolut atau paralaks total. Lebih jauh
dikemukakan bahwa paralaks absolut suatu titik adalah perbedaan aljabar yang
diukur sepanjang sumbu x, berpangkal dari sumbu y ke arah titik bersangkutan
yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi
bahwa masing-masing foto udara itu benar-benar vertikal dan dengan tinggi
terbang yang sama. Pada gambar 2.4, titik A dan B terletak di atas bidang
rujukan dan titik P terletak pada titik utama. Nilai paralaks absolutnya
merupakan jumlah nilai sumbu X masing-masing titik, yaitu jumlah
absolutnya (tanpa tanda negatifnya).

7
Gambar 2.5 Paralaks Titik A, B, dan U
Pengukuran paralaks dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Pengukuran paralaks secara stereoskopik; dilakukan dengan menggunkan
batang paralaks atau meter paralaks (parallax bar) terdiri dari dua keping
kaca yang diberi tanda padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating
mark). Masing-masing keping kaca dipasang pada batang yang dapat
diatur panjangnya yang diatur dengan memutar sekrup mikrometer.
Pengukuran dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan
stereoskopik. Tanda apung kiri diletakkan pada titik yang akan diukur
paralaksnya di foto kiri, dan tanda apung kanan diletakkan pada titik yang
akan diukur paralaksnya pada foto kanan, dimana peletakan dilakukan
dengan melihat dari stereoskop. Kemudian dilakukan pembacaan pada
sekrup mikrometer yang dibaca dalam milimeter (mm).
b. Pengukuran paralaks secara monoskopik; atau disebut juga cara manual,
dilakukan tanpa menggunakan batang paralaks, melainkan hanya dengan
menggunakan penggaris biasa. Dari gambar 2.5, maka paralaks titik A dan
titik B dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
PA = XA1 (-XA2) = XA1 + XA2 PB = XB1 XB2

8
Gambar 2.6 Pengukuran Paralaks dengan Cara Monoskopik
5. Beda Tinggi
Beda tinggi antara dua titik yang tergambar pada tampalan foto dapat diukur
berdasarkan beda paralaksnya.paralaks suatu titik dapat diukur dan dinyatakan
dengan persamaan :
H
h= p
b

dengan h = beda tinggi, H = tinggi terbang, p = beda paralaks dan b = base


foto. Jika beda tinggi, beda paralaks dan base foto diketahui maka tinggi
terbang dapat ditentukan dengan persamaan di atas.
Dari persamaan di atas dapat divariasikan dan menghasilkan beberapa
persamaan, yaitu :
H .P
h=
P B + P

dengan h = beda tinggi, HB = tinggi terbang pesawat dari titik B, PB =


paralaks titik B, PA = paralaks titik A, P = selisih paralaks A dan B, H =
tinggi terbang pesawat dari bidang dasar, b = jarak dasar foto (photo base), B
= jarak dasar udara (air base) dan f = jarak fokus lensa kamera. Hasil
pengukuran beda tinggi akan teliti apabila foto udara yang digunakan berskala
1 : 10.000 atau lebih besar.

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

6. Pengukuran Jarak Horizontal


Jarak pada foto udara tidak mencerminkan jarak sesungguhnya di lapangan,
karena ada pergeseran. Untuk menentukan jarak horizontal yang
sesungguhnya digunakan cara grafis, karena kalau dengan mengukur relief-

9
displacement satu per satu akan membutuhkan waktu lama. Prosedur
pengukurannya yaitu :
a. Tentukan pusat masing-masing foto yang berpasangan.
b. Letakkan miuka pada masing-masing foto udara.
c. Titik pusat foto (n1 dan n2) dan titik pusat foto konjugasi (n1 dan n2)
diplot pada mika.
d. Tarik garis dari n1 ke A1 dan ke B1, juga garis n2A2 dan n2B2 pada mika.
e. Masing-masing mika diambil dan dipasang berimpitan hingga n1 berimpit
denagn n1 dan n2 berimpit dengan n2.
f. Titik potong antara n1A1 dan n2A2 serta n1B1 dan n2B2 dihubungkan. Garis
penghubung itu adalah jarak AB yang sudah terkoreksi. Sehingga jarak di
lapangan dihitung dengan persamaan = dAB x H/f, dengan dAB = jarak
AB pada foto yang sudah terkoreksi, H = tinggi terbang pesawat dari
bidang dasar dan f = jarak fokus lensa kamera.

Gambar 2.7 Pengukuran Jarak Horizontal Secara Grafis

(Tim Asisten Geomorfologi dan Geofoto, 2008)

10
BAB III

HASIL PERHITUNGAN

Praktikum pada acara fotogrametri yaitu melakukan perhitungan terhadap


foto udara. Perhitungan-perhitungan yang dilakukan, didapat data berupa :
3.1 Perhitungan Paralaks
Pengukuran lembar per lembar
- Pengukuran paralaks A
x A 1 = 3 cm

x A 2 = 3,2 cm

PA2 = x A1 - ( x A2 ) = x A1 - x A 2 = 33,2=0,2cm

- Pengukuran paralaks B
x B 1 = 2,1 cm

x B 2 = 2,4 cm

PB 2 = xB1 - ( xB2 ) = xB1 - x B 2 = 2,12,4=0,3 cm

Oreintasi Stereoskopik
D= jarak PP 1 ke PP2=23,2 cm

dA= jarak A1 ke A2 =23,4 cm

dB= jarak B1 ke B2=23,5 cm

D=DdA
23,2 cm23,4 cm=0,2 cm
D= jarak PP 1 ke PP2=23,2 cm

23,2 cm23,5 cm=0,3 cm

3.2 Bases Photo


b +b
B= 1 2
2

11
b1= jarak PP 1 ke CPP 2=23,2 cm

b2= jarak PP 1 ke CPP 1=23,2 cm

23,2+ 23,2
B= =23,2cm
2

3.3 Pengukuran Tinggi Terbang


H=H a bidangdasar

Dimana : H = tinggi terbang


H a=3.800 feet x 0,3048 m=11.582,4 m

Bidang dasar = 225 m


H=11.582,4 m225 m=11.357,4 m

3.4 Skala Foto


f
S=
H

Dimana :
f = jarak fokus lensa = 88,84 mm
H = tinggi terbang = 11.357,4 m = 11.357.400 mm
88,84
S=
11.357 .400
1:127.841

3.5 Perhitungan Luas


Skala 1:127.841
1 cm:1278,41 mm

1 cm2 =1.634 .332,128 m2

Metode jaringan titik


Jumlah titik= 14 titik
Luas pada foto = jumlah titik x 1 cm2
Luas pada foto = 14 x 1 cm2 = 14 cm2
Luas sebenarnya = 14 x 1634332,128 m2 = 22880649,792 m2
Metode bujur sangkar
Jumlah kotak =14 buah
Sisi kotak = 1 cm

12
Luas pada foto = n kotak x 1 cm2 = 14 x 1 cm2 = 14 cm2
Luas sebenarnya = 14 x 1.634.332,128 m2 = 22.880.649,792 m2
Metode strip
Luas total = L1 + L2 + L3 + L4 +. + Ln
Luas 1 = 3,5 cm x 1 cm =3,5 cm2
Luas 2 = 4,9 cm x 1 cm =4,9 cm2
Luas 3 = 6,5 cm x 1 cm =6,5 cm2
Luas 4 = 5,9 cm x 1 cm =5,9 cm2
Luas total pada foto = 3,5 + 4,9 + 6,5 + 5,9 = 20,8 cm2
Luas sebenarnya = 20,8 x 1.634.332,128 m2
= 33.994.108,2624 m2

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum pada acara fotogrametri, praktikan diminta untuk meakukan


perhitungan dalam penginderaan jauh pada foto udara dengan menggunakan alat
yang bernama stereoskop. Praktikan melakukan perhitungan berupa angka-angka
pada foto udara supaya mendapatkan data yang diperlukan. Dalam praktikum,
foto udara yang digunakan sebanyak 2 foto udara. Supaya mendapatkan gambar 3
dimensi dari foto udara menggunakan stereoskop. Dari angka-angka yang didapat
menggunakan pengukuran menggunakan penggaris pada kedua foto udara,
kemudian angka-angka tersebut diolah untuk mendapatkan hasil pengukuran
berupa paralaks, perhitungan base photo, skala foto, tinggi terbang, serta luas
daerah pada foto udara.
Sebelum melakukan pengukuran, foto udara diatur sedemikian rupa
sehingga mendapatkan gambar 3 dimensi. Yaitu dengan cara meletakkan dua buah
foto udara di bawah stereoskop. Kemudian mencari dua titik pada peta yang sama
dengan menggunakan jari telunjuk. Setelah itu foto udara digeser-geser hingga jari
telunjuk terlihat berhimpitan. Sehingga didapatkan gambar tiga dimensi.
Kemudian ditempel mika bening sebanyak dua lembar yang telah disambung di
atas foto udara yang terlah menunjukkan gamabr tiga dimensi. Kemudian mika
tersebut ditempel supaya tidak berubah kedudukannya.
4.1 Paralaks
Paralaks merupakan perubahan kedudukan gambaran titik pada foto
udara yang bertampalan yang diakibatkan oleh perubahan kedudukan kamera.
Hal pertama yang dilakukan dalam pengukuran paralaks adalah membuat titik
pada kedua foto udara yang merupakan pusat dari masing-masing foto udara
atau principle point (PP). Caranya yaitu dengan mebuat garis vertikal dan
garis horisontal pada masing-masing foto udara. Pada titik potong dari kedua
garis tersebut merupakan titik pusat dari masing-masing foto udara. Titik
pusat pada foto udara yang ada disebelah kiri atau foro udara yang pertama

14
diberi keterangan PP1. Sedangkan pada foto udara yang berada di sebelah
kanan diberi keterangan PP2.
Yang kedua adalah menentukan titik pusat dari foto udara yang pertama
pada foto udara yang kedua, serta menentukan titik pusat foto udara kedua
pada foto udara yang pertama. Dengan kata lain, mencari titik pusat bayangan
pada foto udara yang satunya. Caranya yaitu melihat dengan stereoskop.
Pertama, meletakkan jari telunjuk kiri pada foto udara yang pertama.
Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan, praktikan mencari titik yang
pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari telunjuk terlihat berhimpitan.
Setelah itu beri tanda pada foto udara yang kedua di tempat jari telunjuk
tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian tersebut diberi keterangan CPP2.
Kemudian pada foto udara yang kedua, meletakkan jari telunjuk kiri pada
foto udara yang pertama. Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan,
praktikan mencari titik yang pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari
telunjuk terlihat berhimpitan. Setelah itu beri tanda pada foto udara yang
kedua di tempat jari telunjuk tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian
tersebut diberi keterangan CPP1.
Yang ketiga adalah menentukan titik tertinggi dan titik terendah pada
kedua foto udara. Untuk mencari tinggi tertinggi pada foto udara caranya
adalah yang pertama menentukan titik terttinggi pada foto udara yang
pertama. Kemudian meletakkan jari telunjuk kiri pada titik tertinggi foto
udara yang pertama. Titik tertinggi pada foto udara yang pertama diberi
keterangan A1 Kemudian dengan jari telunjuk tangan kanan, praktikan
mencari titik yang pada saat dilihat dengan stereoskop kedua jari telunjuk
terlihat berhimpitan. Setelah itu beri tanda pada foto udara yang kedua di
tempat jari telunjuk tangan kanan. Tanda dari hasil pencarian tersebut diberi
keterangan A2. Sedangkan untuk titik terendah pada foto udara caranya adalah
meletakkan jari telunjuk kiri pada foto udara yang pertama. Titik terendah
pada foto udara yang pertama diberi keterangan B1. Kemudian dengan jari
telunjuk tangan kanan, praktikan mencari titik yang pada saat dilihat dengan
stereoskop kedua jari telunjuk terlihat berhimpitan. Setelah itu beri tanda pada

15
foto udara yang kedua di tempat jari telunjuk tangan kanan. Tanda dari hasil
pencarian tersebut diberi keterangan B2.
Setelah didapat titik-titik tersebut. Kemudian dilakukan pengukuran
dengan menggunakan penggaris. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan
adalah :
- Mengukur jarak dari A1 sampai pada garis vertikal pada foto udara yang
pertama, didapat hasil 3 cm
- Mengukur jarak dari A2 sampai pada garis vertikal pada foto udara yang
kedua, didapat hasil 3,2 cm
- Mengukur jarak dari titik PP1 pada foto udara yang pertama sampai titik
PP2 pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,2 cm
- Mengukur jarak dari titik A1 pada foto udara yang pertama sampai titik A2
pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,4 cm
- Mengukur jarak dari titik B1 pada foto udara yang pertama sampai titik B 2
pada foto udara yang kedua, didapat hasil 23,5 cm
Perhitungan yang dicari pada paralaks yaitu :
a. Pengukuran lembar per lembar
Pengukuran dilakukan pada masing-masing foto udara. Yang dicari
yaitu paralaks pada foto udara pertama (P A) dan paralaks kedua (PB). Bila
titik berada di sebekah kiri sumbu Y bernilai negatif dan bila titik berada di
sebelah kana sumbu Y maka bernilai positif. Dari pengukuran yang sudah
dilakuakan untuk jarak dari titik-titik yang ada pada foto udara didapat
nilai XA1 = 3 cm , XA2 = 3,2 cm, XB1 = 2,1 cm dan XB2 = 2,4 cm.
Berdasarkan data dari hasil pengukuran titik-titik tersebut, maka dapat
dilakukan perhitungan paralaks sebagai berikut :
PA2 = x A1 - ( x A2 ) = x A1 - x A 2 = 33,2=0,2cm

PB 2 = xB1 - ( xB2 ) = xB1 - x B 2 = 2,12,4=0,3 cm

Dari perhitungan paralaks tersebut, diperoleh hasil untuk paralaks A


sebesar -0,2 cm dan paralaks B sebesar -0,3 cm.
b. Orientasi Stereoskopik
Data yang diperhitungan dalam perhitungan padalaks dengan
orientasi stereoskopik adalah jarak dari PP1 ke PP2, jarak A1 ke A2, serta
jarak B1 ke B2. Data tersebut digunakan untuk menghitung paralaks dari

16
masing-masing titik tertinggi dan titik terendah. Perhitungan paralaks
dengan menggunakan orientasi stereoskopik yaitu :
D= jarak PP 1 ke PP2=23,2 cm

dA= jarak A1 ke A2 =23,4 cm

dB= jarak B1 ke B2=23,5 cm

D=DdA
23,2 cm23,4 cm=0,2 cm
D= jarak PP 1 ke PP2=23,2 cm

23,2 cm23,5 cm=0,3 cm

Sehingga diperoleh data dari hasil perhitungan pada paralaks titik A


sebesar -0,2 cm dan paralaks titik B sebesar -0,3 cm.

4.2 Base Photo


Merupakan jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan
kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya.
Pengukuran base photo dilakukan tidak menggunakan stereoskop. Namun
pengukuran dilakukan menggunakan alat sederhana berupa penggaris.
Pengukuran yang dilakukan yaitu :
- Mengukur jarak titik B1 sampai garis vertikal pada foto udara pertama,
didapat hasil 23,2 cm
- Mengukur jarak titik B2 sampai garis vertikal pada foto udara kedua,
didapat hasil 23,2 cm
Setelah diperoleh data jarak dati titik B 1 sampai garis vertikal foto udara
pertama dan jarak dari titik B2 sampai garis vertikal foto udara kedua. Maka
dapat dilakukan perhitungan mencari base photo (B) :
b +b
B= 1 2
2
23,2+ 23,2
B= =23,2cm
2

Sehingga diperoleh bese photo dari foto udara sebesar 23,2 cm.

4.3 Tinggi Terbang

17
Tinggi terbang merupakan jarak antara pesawat yang mengambil foto
udara sampai permukaan laut. Data yang diperlukan untuk mengetahui tinggi
terbang adalah Ha (ketinggian dari pesawat). Ha diketahui sebersar 38.000
feet, serta bidang dasar sebesar 225 m. Langkah pertama yaitu mengubah
satuan dari Ha, dari feet menjadi meter. Dimana 1 feet = 0,3048 m
Ha = 38.000 feet = 38.000 feet x 0,3048 m = 11.582,4 m
Maka :
H=H a bidangdasar

H=11.582,4 m225 m=11.357,4 m

Sehingga diperoleh tinggi terbang sebesar 11.357,4 m.

4.4 Skala Foto


Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara
dengan jarak sebenarnya di lapangan. Data yang diperlukan untuk
perhitungan skala foto adalah fokus dari kamera (f) dan tinggi terbang (H).
Fokus dari kamera bisanya tercantum pada masing-masing foto udara yang
terletak dibagian bawah foto udara. Pada foto udara yang digunakan, fokus
dari kamera sebesar 88,84 mm. Serta nilai H sebesar 11.357,4 m. Satuan dari
nilai H diubah terlebih dahulu dari satuan meter menjadi milimeter. Yaitu dari
11.3587,4 m menjadi 11.357.400 mm. Maka :
f
S=
H
88,84
S=
11.357 .400
1:127.841

Sehingga diketahui bahwa skala foto = 1 : 127.841 yang artinya 1 cm di


foto udara mewakili 127.841 cm di lapangan.

4.5 Perhitungan Luas

18
Pada foto udara, terdapat tiga macam metode untuk perhitungan luas.
Metode-metode tersebut adalah metode jaringan titik, metode bujur sangkar,
dan metode jaringan strip.
Sebelum melakukan perhitungan luas, hal pertama yang harus dilakuakan
adalah menempelkan satu lembar mika bening di atas foto udara. Kemudian
membuat delineasi untuk daerah yang akan dicari luasnya. Pada praktikum
ini, delineasi dilakukan didaerah berupa awan. Pada perhitungan luas, skala
sangat diperhatikan. Skala pada foto udara yang telah dihitung sebesar 1 :
127.841. Dimana 1 cm pada peta mewakili 1.278,41 m di lapangan. Karena
perhitungan luas sisi x sisi, maka 1 cm 2 di foto udara = 1634332,128 m2 di
lapangan. Perhitungan dari masingmasing metode yaitu :
a. Metode jaringan titik
Cara perhitungan dengan menggunakan metode jaringan titik yaitu, mika
yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel
pada kertas milimeter block. Kemudian daerah yang berada di dalam
delineasi dicari titik tengah dari milimeter block yang memiliki ukuran 1 x
1 cm. Daerah yang berada dalam delineasi yang memenuhi 1 x 1 cm pada
milimeter block diberi tanda titik dari titik tengah milimeter block tersebut.
Sedangkan daerah yang kurang dari setengah 1 x 1 cm milimeter block
tidak perlu diberi titik. Setelah semua daerah delineasi diberi tanda titik,
kemudian jumlah dari titik tersebut dihitung. Dalam praktikum, jumlah
titik pada delineasi sebanyak 14 titik. Sehingga perhitungan luas dengan
metode jaringan titik adalah :
Luas pada foto = jumlah titik x 1 cm2
Luas pada foto = 14 x 1 cm2 = 14 cm2
Luas sebenarnya = 14 x 1634332,128 m2 = 22.880.649,792 m2
Sehingga diperoleh luas daerah delineasi sebesar 22.880.649,792 m 2.
Namun, perhitungan luas menggunakan metode jaringan titik ini memiliki
kekurangan. Kekurangan tersebut adalah apabila ada suatu daerah yang
cukup luas pada daerah yang telah didelineasi, namun tidak mengenai titik
yang ada pada milimeter block, maka tidak dihitung dan mengurangi luas
wilayah sebenarnya.
b. Metode bujur sangkar

19
Cara perhitungan dengan menggunakan metode bujur sangkar yaitu, mika
yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel
pada kertas milimeter block. Kemudian bujur sangkar atau bentuk persegi
ukuran 1 x 1 cm pada milimeter block. Daerah yang berada dalam
delineasi yang memenuhi 1 x 1 cm pada milimeter block diberi angka
berurutan dari 1 sampai bujur sangkar yang dapat memenuhi delineasi
habis. Angka-angka tersebut berada di tengah bujur sangkar pada
milimeter block tersebut. Sedangkan daerah yang kurang dari setengah 1 x
1 cm milimeter block tidak perlu diberi angka, hanya untuk daerah yang
dapat memenuhi ukuran 1 x 1 cm yang lebih dari setengah. Setelah semua
daerah delineasi diberi angka, maka angka yang terakhir menunjukkan
jumlah dari buur sangkar yang dapat memenuhi delineasi. Dalam
praktikum, jumlah titik pada delineasi sebanyak 14 titik. Sehingga
perhitungan luas dengan metode jaringan titik adalah :
Luas pada foto = n kotak x 1 cm2 = 14 x 1 cm2 = 14 cm2
Luas sebenarnya = 14 x 1.634.332,128 m2 = 22.880.649,792 m2
Sehingga diperoleh luas dari delineasi dengan metode bujur sangkar
sebesar 22.880.649,792 m2. Namun, perhitungan luas menggunakan
metode jaringan titik ini memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut adalah
apabila ada suatu daerah yang cukup luas pada daerah yang telah
didelineasi, namun tidak mengenai titik yang ada pada milimeter block,
maka tidak dihitung dan mengurangi luas wilayah sebenarnya.
c. Metode strip
Cara perhitungan dengan menggunakan metode bujur sangkar yaitu, mika
yang terdapat delineasi dari daerah yang akan dihitung luasnya ditempel
pada kertas milimeter block. Kemudan mika ditempelkan pada milimeter
block. Setelah itu, pada delineasi dibuat gari horisontal, dengan gar
pertama berada pada batas bagian atas dari delineasi. Kemudian dibbuat
garis horisontal yang sama yang berada di bagian bawahnya dengan jarak
1 cm. Setelah dibuat garis horisontal smapai delineasi pada mika berada di
dalam garis horisontal atau strip, maka pengukuran dapat dimulai.

20
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat sederhana berupa
penggaris. Yang pertama dilakukan adalah membuat garis terluar dari
daerah strip pertama atau yang berada paling atas. Pengukuran luas
tersebut berupa luas persegi panjang. Begitu pula dengan daerah strip di
bawahnya. Pada praktikum terdapat 4 daerah strip atau persegi panjang.
Perhitungan luas tersebut yaitu :
Luas 1 = 3,5 cm x 1 cm =3,5 cm2
Luas 2 = 4,9 cm x 1 cm =4,9 cm2
Luas 3 = 6,5 cm x 1 cm =6,5 cm2
Luas 4 = 5,9 cm x 1 cm =5,9 cm2
Luas total pada foto = 3,5 + 4,9 + 6,5 + 5,9 = 20,8 cm2
Luas sebenarnya = 20,8 x 1.634.332,128 m2
= 33.994.108,2624 m2
Sehingga diperoleh luas dari daerah delineasi dengan menggunakan
metode strip sebesar 33.994.108,2624 m2. Namun, metode strip memiliki
kekurangan. Kekurangan tersebut adalah apabila darah yang berada pada
strip, dan setelah di ambil daris terluar dari masing-masing persegi
panjang, dan banyak daera di dalam persegi panjang yang tidak termasuk
dalam delineasi maka menyebabkan perhitungan luas yang diperoleh akan
lebih luas dari daerah delineasi yang dihitung dengan metode jaringan titik
dan metode bujur sangkar.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Perhitungan paralaks dengan menggunakan perhitungan lembar per lember
diperoleh hasil paralaks pada titik A sebesar -0,2 cm, sedangkan paralaks
pada titik B sebesar -0,3 cm

21
- Perhitungan paralaks dengan menggunakan orientasi stereoskopik
diperoleh hasil perhitungan pada paralaks titik A sebesar -0,2 cm,
sedangkan pada paralaks titik B sebesar -0,3 cm.
- Hasil perhitungan dari base photo sebesar 23,2 cm
- Hasil perhitungan dari tinggi terbang sebesar 127.841 cm di lapangan
- Skala foto hasil perhitungan yaitu 1 : 127.841, yang berarti 1 cm pada
skala mewakili 127.841 pada keadaan sebenarnya
- Perhitungan luas dengan metode jaringan titik dari delineasi pada foto
udara sebesar 22.880.649,792 m2
- Perhitungan luas dengan metode bujur sangkar dari delineasi pada foto
udara sebesar 22.880.649,792 m2
- Perhitungan luas dengan metode jaringan titik dari delineasi pada foto
udara sebesar 33.994.108,2624 m2.

5.2 Saran
- Penyimpanan stereoskopik lebih hati-hati supaya tidak mengalami
kerusakan
- sebaiknya alat praktikum lebih diperbanyak lagi, supaya praktikum dapat
berjalan intensif.

22

Anda mungkin juga menyukai