oleh
Riana Vera Andantika, S. Kep
NIM 122311101006
1.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
a. FC I : Non farmakologi
b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi
diuretik, digitalis.
c. FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
Secara farmakologis, jenis obat yang dapat diberikan, antaralain sebagai
berikut:
a. Obat Antiiskemi
1) Penyekat Beta (Beta blocker)
Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap
reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen
miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan
disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup
memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta direkomendasikan bagi
pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat hipertensi dan/atau
takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-B). penyekat
beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam pertama (Kelas I-B).
Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian
penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta
kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk
klasifikasi Kilip III (Kelas I-B).
2) Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari
nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun
yang mengalami aterosklerosis.
a) Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam
fase akut dari episode angina (Kelas I-C).
b) Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada
berlanjut. Sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit
sampai maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus
dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena jika tidak ada
indikasi kontra (Kelas I-C).
c) Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas
I-B).
d) Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik
<90 mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat
(<50 kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau
infark ventrikel kanan (Kelas III-C).
e) Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam
48 jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian
vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
3) Calcium Channel Blockerrs (CCBs)
Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil
dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Node yang
menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB tersebut di atas
mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang. Oleh karena itu CCB,
terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi
angina vasospastik. Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI
umumnya memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta
dalam mengatasi keluhan angina.
a) CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala
bagi pasien yang telah mendapatkan nitrat dan penyekat beta
(Kelas I-B).
b) CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI
dengan indikasi kontra terhadap penyekat beta (Kelas I-B).
c) CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan
sebagai pengganti terapi penyekat beta (Kelas IIb-B).
d) CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik
(Kelas I-C).
e) Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release)
tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat
beta. (Kelas III-B).
b. Obat Antiplatelet
1) Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanpa indikasi kontra
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg
setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
2) Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi
kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3) Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy-aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia
65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau steroid
(Kelas I-A).
4) Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12
bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis
(Kelas I-C).
5) Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan
troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali
sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan
awal. Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan) (Kelas I-B).
6) Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,
dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7) Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300
mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk
pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa
mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8) Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari)
perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang
dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).
9) Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor
ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi
(termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan
selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat
risiko kejadian iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10) Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan
(atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman
(Kelas IIa-B).
11) Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID (penghambat
COX-2 selektif dan NSAID non-selektif ) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa
memperdulikan jenis stent.
2. Penatalaksanaan Nonfarmakologis
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan-bahan
farmakologis
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik,
diet dan istirahat.
d. Menghilangkan faktor pencetus (anemia, aritmia, atau masalah medis
lainnya)
e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun
bedah.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi ADHF secara
nonfarmakologis antara lain:
a. Diet rendah garam (pembatasan natrium)
b. Pembatasan cairan
c. Mengurangi berat badan
d. Menghindari alkohol
e. Manajemen stress
f. Pengaturan aktivitas fisik
1.9 Pencegahan
1. Pencegahan Primordial
Yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap penyakit
jantung dalam suatu wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi
risiko penyakit jantung. Sasaran dari pencegahan ini adalah masyarakat yang
sehat secara umum. Upaya ini terutama ditujukan kepada masalah penyakit tidak
menular. Upaya primordial dapat berupa anjuran kesehatan, peraturan-peraturan
atau kebijakan nasional nutrisi dalam sektor agrokultur, industri makanan, impor
ekspor makanan, pencegahan hipertensi, promosi aktivitas fisik atau olahraga dan
peringatan pemerintah pada iklan rokok.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan penyakit jantung sebelum
seseorang menderita penyakit jantung. Pencegahan ini ditujukan kepada
kelompok yang mempunyai faktor risiko tinggi. Dengan adanya pencegahan ini
diharapkan kelompok yang berisiko ini dapat mencegah berkembangnya proses
atherosklerosis secara dini.
Upaya-upaya pencegahan disarankan meliputi:
a. Mengontrol kolesterol darah, yaitu dengan cara mengidentifikasi jenis
makanan yang kaya akan kolesterol kemudian mengurangi konsumsinya
serta mengkonsumsi serat yang larut.
b. Mengontrol tekanan darah
Banyak kasus tekanan darah tinggi tidak dapat disembuhkan. Keadaan ini
berasal dari suatu kecenderungan genetik yang bercampur dengan faktor
risiko seperti stress, kegemukan, terlalu banyak konsumsi garam dan
kurang gerak badan. Upaya pengendalian yang dapat dilakukan adalah
mengatur diet, menjaga berat badan, menurunkan stress dan melakukan
olahraga.
c. Berhenti merokok
Program-program pendidikan umum dan kampanye anti merokok perlu
dilaksanakan secara intensif di rumah sakit dan tempat umum lainnya
d. Aktivitas fisik
Manfaat melakukan akvifitas fisik dan olahraga bagi penyakit jantung
antara lain adalah perbaikan fungsi dan efisiensi kardiovaskular,
pengurangan faktor risiko lain yang mengganggu pembuluh darah koroner.
Ada dua jenis olahraga, yaitu olahraga aerobik dan olahraga anaerobik.
Olahraga aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus-menerus
dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh. Sebagai contoh
olahraga aerobik adalah gerak jalan cepat, jogging, lari, senam, renang,
dan bersepeda. Olahraga anaerobik adalah olahraga dimana kebutuhan
oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Sebagai contoh
angkat besi, lari sprint 100 M, tenis lapangan, dan bulu tangkis.
3. Pencegahan Sekunder
Yaitu upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi melalui
tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan yang tepat pada penderita
penyakit jantung. Disini diperlukan perubahan pola hidup terhadap faktor-faktor
yang dapat dikendalikan dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah
menderita penyakit jantung. Pencegahan ini ditujukan untuk menurunkan angka
mortalitas.
2. Asuhan Keperawatan
D.1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Biasanya klien merasakan nyeri dada sebelah kiri tembus punggung atau
menjalar hingga ke lengan kiri
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan IMA biasanya klien mengeluh nyeri di bagian dada
sebelah kiri. Nyeri yang dirasakan klien seperti terbakar di bagian dada.
Nyeri di bagian dada kiri tembus ke punggung atau menjalar hingga ke
lengan kiri. Nyeri tidak hilang saat istirahat. Nyeri yang dirasakanklien
sering datang tiba-tiba. Selain itu klien juga akan mengeluhkan sesak nafas,
mual, kelemahan, dan berkeringat dingin.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah memiliki riwayat penyakit jantung
sebelumnya, apakah klien memiliki riwayat hipertensi yang menahun,
apakah klien memiliki riwayat penyakit DM, kaji juga apakah klien
mengalami obesitas atau tidak
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji apakah anggota keluarga yang tinggal serumah ada yang mengalami
gejala yang sama dengan klien atau tidak, kaji apakah ada anggota keluarga
yang memiliki riwayat hipertensi menahun. Kejadian IMA juga
kemungkinan berhubungan dengan kebiasaan merokok di dalam anggota
keluarga.
e. Pemeriksaan Fisik Body System
1) B1 (Breath)
Inspeksi : pengembangan dada simetris, penggunaan otot bantu
pernafasan (+), pernafasan cuping hidung (-), irama nafas
cepat (takipnea), RR di atas batas normal (>16-
20x/menit). Klien dengan ADHF akan mengalami
peningkatan RR akibat suplai O2 ke jaringan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh tidak adekuat, sehingga klien
akan melakukan upaya kompensasi dengan meningkatkan
frekuensi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh.
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolah di daerah dada, vocal
fremitus teraba jelas di lapang paru kanan-kiri, terkadang
tidak teraba jika klien disertai dengan edema paru akibat
infark secara luas
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru: ICS ke-1 hingga ICS ke-6
di seluruh lobus paru
Auskultasi : Ada bunyi nafas tambahan ronchi di akhir pernapasan
sebagai komplikasi infark secara luas
2) B2 (Blood)
Inspeksi : kaji apakah ada jejas di daerah dada
Palpasi : pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis
normal atau sedikit meningkat, pulsasi arteri karotis
melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa
jantung, volume dan denyut nadi cepat, namun pada
kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai., CRT
>2detik karena kurangnya suplai O2 ke jaringan.
Perkusi : redup pada batas jantung di daerah dada
Auskultasi : dari auskultasi terdengar suara jantung melemah, pada
infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal
yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4),
penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting
suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel
jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar
suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark
miokard transmural tipe STEMI
3) B3 (Brain)
Adanya gangguan tidur akibat nyeri yang dirasakan oleh klien, demam,
nyeri dada sebelah kiri tembus ke punggung, nyeri seperti terbakar,
nyeri tidak hilang dengan istirahat, klien mengeluh pusing, konjungtiva
umumnya anemis karena perfusi jaringan tidak efektif
4) B4 (Bladder)
Frekuensi pengeluaran urin, warna, an bau urin dalam batas normal
pada infark miokard. Penurunan frekuensi urine akan ditemukan pada
klien dengan infark miokard bila terjadi perluasan hingga berakibat
pada retensi natrium.
5) B5 (Bowel)
Bising usus (+), frekuensi bising usus dalam batas normal, tidak ada
benjolan, nyeri tekan pada kuadran kanan bawah tidak ada, pembesaran
hepar tidak ada, mual, danmuntah, rasa tidak nyaman pada abdomen
yang berakibat pada penurunan nafsu makan
6) B6 (Bone)
Kelelahan, kelemahan, malaise, kelemahan otot, kehilangan tonus, tidak
ada pembatasan gerak sendi, perubahan turgor kulit atau kelembaban
kulit (kulit kering).
f. Pengkajian Pola Kesehatan
1) Aktivitas-Istirahat
Pada pnegkajian pola aktivitas-istirahat, klien mengeluh letih terus
menerus sepanjang hari. Klien akan mengalami kesulitan untuk tidur,
sakit pada dada saat beraktivitas, sesak nafas saat aktivitas atau saat
tidur, gelisah, perubahan status mental misalnya letargi, dan
ditunjukkan dengan tanda vital yang berubah saat klien beraktivitas
2) Sirkulasi
Kebanyakan klien dengan ADHF memiliki riwayat hipertensi yang
menahun dan juga penyakit jantung lain (AMI) yang menyertai. Klien
akan mengeluhkan bengkak pada telapak kaki, kaki,perut, perubahan
tekanan darah (rendah atau tinggi), takikardi, disritmia, bunyi jantung
(S3/gallop, S4 ), murmur sistolik dan diastolic, perubahan denyutan
nadi perifer dan nadi sentral mungkin kuat, warna kulit dan punggung
kuku sianotik atau pucat, pengisian kapiler yang lambat, dan teraba
pembesaran pada hepar. Selain itu juga terdapat refleks hepatojugularis,
bunyi nafas krekels atau ronchi, edema khususnya pada ekstremitas,
serta distensi pada vena jugularis
3) Integritas ego
Pada pengkajian integritas ego, klien umumya akan menunjukkan
gejala cemas, takut dan khawatir akan kondisi kesehatannya. Bahkan
ada beberapa kasus yang mengakibatkan klien marah dan mudah
tersinggung karena perubahan kondisi kesehatannya
4) Eliminasi
Kencing sedikit, kencing berwarna gelap, berkemih malam hari
(nokturia)
5) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan (anoreksia), mual/muntah, perubahan berat
badan yang signifikan akibat adanya edema, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, penambahan berat
badan cepat, distensi abdomen (asites), edema (umum, dependent,
pitting, tekanan)
6) Hygiene
Kelelahan selama aktivitas perawatan diri
7) Neurosensori
Keletihan, pening, letargi, disorientasi, perubahan perilaku, mudah
tersinggung
8) Nyeri/keamanan
Nyeri dada, nyeri perut kanan atas, nyeri otot, tidak tenang, gelisah,
tampak meringis, takikardi
9) Pernafasan
Sesak saat beraktivitas, tidur sambil duduk, tidur dengan beberapa
bantal, batuk dengan atau tanpa dahak, nafas dangkal, penggunaan otot
bantu pernafasan, batuk kering atau nonproduktif atau batuk terus
menerus tanpa atau dengan sputum
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada klien dengan IMA:
1) Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG menunjukkan adanya elevasi segmen-ST sesuai
dengan lokasi dinding ventrikel yang mengalami infark. Pada fase
hiperakut, perubahan EKG didahului oleh gelombang T yang meninggi,
kemudian elevasi segmen-T selanjutnya terbentuk gelombang Q yang
patologis disertai elevasi segmen-ST.
2) Ekokardiografi
Ekokardiografi sangat berguna di dalam ruangan Coronary Care Unit
(CCU) karena dapat mendiagnosa dengan cepat dan tepat adanya iskemia
miokard terutama bila elektrokardiogram penderita tidak jelas dan kadar
enzim jantung belum meningkat. Ciri khas adanya nekrosis miokard
ekokardiografi adalah adanya abnormalitas pergerakan dinding ventikel.
3) Arteriografi Koroner
Dengan kateter khusus melalui cara kateterisasi perkutan, disuntikkan
zat kontras ke dalam arteri koroner yang hendak diperiksa. Dengan cara ini
tampaklah arteri koroner yang menyempit dan beratnya stenosis dapat pula
dinilai.
h. Instruksikan pasien
untuk bernafas secara
perlahan dan
mengeluarkannya secara
perlahan
Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Self Care: ADLs Energy Management Energy Management
ketidakseimbangan antara 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
suplai oksigen miocard dan 3. Konservasi Energi pembatasan pasien mana psien dapat melakukan
kebutuhan, adanya dalam melakukan aktifitas yang ditolerir oleh
iskemik/nekrotik jaringan Setelah dilakukan tindakan aktifitas tubuhnya
miocard (00092) keperawatan selama 3 x 24
jam pasien dapat bertoleransi b. Meminimalkan faktor
terhadap aktivitas dengan b. Kaji adanya faktor yang pencetus agar tidak terjadi
Kriteria Hasil: menyebabkan kelelahan kelelahan berlebih
k. Berpartisipasi dalam c. Mengidentifikasi kecukupan
aktivitas fisik tanpa c. Monitor nutrisi dan energi yang dimiliki tubuh
disertai peningkatan sumber energi yang untuk melakukan aktifitas
tekanan darah, nadi, dan adekuat d. Penurunan/ketidakmampuan
RR miokardium untuk
l. Mampu melakukan d. Monitor respon meningkatkan volume
aktifitas sehari-hari kardiovaskular terhadap sekuncup selama aktivitas
(ADLs) secara mandiri aktivitas (takikardia, dapat menyebabkan
m.Keseimbangan aktifitas disritmia, sesak nafas, peningkatan segera frekuensi
dan istirahat diaphoresis, pucat, jantung dan kebutuhan
perubahan oksigen juga peningkatan
hemodinamik) kelelahan dan kelemahan.
e. Mengidentifikasi kecukupan
energi yang dihasilkan
dengan beristirahat untuk
melakukan aktifitas
e. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur atau Activity Therapy
istirahat pasien a. Peningkatan bertahap pada
aktivitas dengan
Activity Therapy menghindari kerja
a. Kolaborasikan dengan jantung/konsumsi oksigen
tenaga rehabilitasi dalam berlebihan. Penguatan dan
merencanakan program perbaikan fungsi jantung
terapi yang tepat dibawah stress, bila fungsi
jantung tidak dapat membaik
kembali.
b. Mengidentifikasi
kemampuan pasien dalam
melakukan aktifitas yang
b. Bantu pasien untuk ditolerir oleh tubuhnya
mengidentifikasi c. Mengidentifikasi minat
aktivitas yang mampu pasien dalam melakukan
dilakukan aktifitas yang akan
digunakan sebagai terapi
c. Bantu untuk d. Membantu pasien untuk
mengidentifikasi melkaukan kegiatan latihan
aktivitas yang disukai perbaikan aktifitas secara
kontinyu
d. Bantu pasien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
DAFTAR PUSTAKA
Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Arif, Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta. Medica
Aesculpalus, FKUI.
Moorhead S., Johnson M., Maas M.L., Swanson E. 2013. Nursing Outcomes
Classifications (NOC): Measurement of Health Outcomes. 5th edition.
Mosby: Elsevier Inc.
Sukandar, E., 2006. Neurologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD.
Waugh, A., Grant A. 2014. Ross and Wilson Anatomy & Physiology in Health and
Illness. 12th edition. Churchill Livingstone: Elseiver (China) Ltd.