Anda di halaman 1dari 3

Kasus Diskriminasi Agama di Tolikara, Papua

Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang tumbuh

berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan

individu dengan kestabilan masyarakat. Namun kebebasan individu tersebut

juga diatur dalam undang-undang sehingga tidak semena-mena dalam

melakukan suatu hal yang dapat mengancam kestabilan masyarakat. Berikut

mengambil contoh dari Kasus Diskriminasi Agama di Tolikara, Papua. Awal

mula maslaah tersebut adalah dari dikeluarkannya surat pada tanggal 11 Juli 2015

atas nama Jemaat GIDI. Surat selebaran tersebut berisi GIDI Wilaha Toli, melarang agama lain

dan gereja Denominasi lain untuk mendirikan tempat-tempat ibadah lain di Kabupaten Tolikara.

Surat edaran tersebut juga melarang berlangsunnya sholat idul fitri oleh umat muslim di Tolikara.

Yang mana pada akhirnya berujung pada konflik kekerasan fisik.

UU No 9 tahun 1998 pasal 1 Kemerdekaan menyampaikan pendapat

adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikirandengan lisan,

tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab dalam UU

tersebut telah jelas menjamin kebebasan berpendapat setiap individu di

muka umum. Namun jika implementasi kebebasan individu adalah seperti

contoh kasus di atas maka telah terjadi penyelewengan hak kebebasan

individu.

UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara saja telah melindungi


warganya untuk beribadah sesuai agama masing-masing, namun dalam

kasus Tolikara, Pihak jemaat GIDI telah mengancam kebebasan umat muslim

untuk neribadah sesuai keyakinannya.

Strenght

Kasus Tolikara ini dari awal timbul karena hal negatif dan banyak

membawa dampak negatif pula. Namun sesungguhnya semua kejadian

terjadi pasti ada dampak positif dibaliknya. Setelah Kasus Tolikara berakhir,

banyak orang yang bertanggung jawab dibalik kasus penyerangan tersebut

berurusan dengan hukum. Dan malah ada yang meninggal dunia pada saat

kejadian tersebut. Sesungguhnya apa yang mereka perjuangkan dari semua

hal tersebut? Adakah keuntungan yang mereka dapat dari kejadian tersebut?

Mungkin para dalang dibalik kasus tersebut sekarang tersadar. Apa yang

mereka lakukan tidak bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan orang lain.

Sehingga timbul lah kesadaran, ada hal lain yang lebih baik yang dapat

mereka lakukan.

Kesadaran tersebut dapat menjadi suatu kekuatan baru untuk

membangun perdamaian antara umat beragama di daerah tersebut. Dari

masyarakat setempat pun timbul kesadaran untuk lebih toleran dan menjaga

kestabilan perdamaian antar umat beragama, sehingga hal-hal tersebut

tidak terulang kembali. Dari pihak berwajib dan pemda, juga belajar dari

kecerobohan mereka yang mana tidak tahu menahu dan tidak menarik surat
edaran tersebut sehingga timbul kerusuhan Tolikara tersebut. Sehingga

pemerintah dapat lebih mengawasi dan menegakkan keadilan dalam

kehidupan sosial bermasyarakat.

Kembali ke konsep masyarakat madani, poin yang perlu ditekankan

adalah toleransi antar umat beragama dalam masyarakat. Contoh kasus

Tolikara tersebut tentu belum mencerminkan karakteristik dari masyarakat

madani. Namun setelah kasus berakhir masyarakat mendapat pembelajaran

yang berarti. Lebih baik menyelesaikan permasalahan tersebut dengan

musyawarah, dan berdiskusi untuk mendapatkan hasil yang seimbang di

kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai