Anda di halaman 1dari 48

PENDAHULUAN

PENGERTIAN ISLAM

Tujuan :

(1) Mahasiswa memahami pengertian Islam secara menyeluruh (jamian) dan terbatas
(manian), (2) Mahasiswa terdorong untuk mempelajari dan mempraktekkan Islam dalam
semua aspek kehidupan sehari-hari

Konsep :

A. Pengantar

Sering dalam kehidupan sehari-hari kita mendapatkan pertanyaan sebagai berikut: Anda
itu orang Islam (muslim), tolong jelaskan kepada saya apa itu Islam?; Sebagai seorang
muslim, mungkin kita pernah mendapatkan pernyataan ini : Ini masalah politik, jangan
membawa-bawa agama, Ini masalah ekonomi, jangan membawa-bawa agama.

Bagaimana sesungguhnya hubungan antara kita (manusia) dengan agama? Apa


sesungguhnya pengertian Islam itu? Bagaimana cakupan ajaran Islam ? Bagaimana
aplikasi Islam dalam kehidupan sehari-hari ?

B. Manusia dan Agama

Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang diberikan berbagai potensi, baik berupa : (1)
akal (al-aqal), (2) potensi hidup (thaqah al hayawiyah) yang terdiri dari (a) kebutuhan
fisik (hajat udlowiyah), (b) naluri atau insting (gharizah). Pemenuhan kedua potensi ini
melahirkan dorongan yang membentuk perasaan(qalbu).

Akal adalah kemampuan untuk mencari dan menemukan kebenaran. Akal adalah proses
memindahkan gambaran fakta (fact) ke otak (brain) melalui indera(sense), dan dengan
informasi sebelumnya (previous information) tentang fakta itu, maka difahami atau
ditafsirkan fakta tersebut. Kebutuhan jasmani dan naluri membutuhkan pemenuhan.

1
2

Pemenuhan ini akan menghasilkan dorongan yang melahirkan perasaan. Perasaan adalah
ekspresi dari dorongan yang ada pada manusia dalam memenuhi naluri dan kebutuhan
jasmaninya.

Potensi pemikiran, perasaan, dan fisik akan membentuk perilaku yang kalau didasarkan
kepada landasan dan nilai-nilai tertentu akan membentuk kepribadian yang khas pada diri
manusia, secara personal. Secara kolektif, ketika manusia berkumpul dan bersama
manusia yang lain akan membentuk kelompok dan masyarakat yang khas pula.

Agama memberikan landasan, nilai-nilai dan aturan tertentu bagi manusia dalam
kehidupan. Agama adalah bentuk kepercayaan tertinggi yang ada pada diri manusia.
Agama ([bahasa Indonesia], religion [inggris], ad-diin [arab]) secara umum adalah sistem
keyakinan atas adanya Yang Mutlak (Pencipta) di luar manusia, sistem ritus (tata
peribadahan) manusia kepada yang dianggap Yang Mutlak itu, serta sistem aturan (tata
kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan dengan alam
lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaksud.

Bila kita melihat dari sumbernya, agama ada dua kategori. Pertama, Agama samawi
(agama langit atau agama wahyu, revealed religion, addin as samawi, yaitu agama yang
diwahyukan atau diturunkan Allah kepada manusia melalui para Nabi dan Rasul yang
dipilih Allah SWT). Kedua, agama budaya (agama bumi, non revealed religion, addin al
ardhi, yaitu agama yang berasal dari ciptaan manusia.

Hubungan antara agama dan manusia sepanjang sejarah kehidupan sangat jelas. Manusia
membutuhkan agama karena dua alasan utama. Pertama, secara fitrahnya, manusia
adalah ciptaan Sang Pencipta yang lemah dan terbatas. Manusia membutuhkan
bimbingan Sang Pencipta melalui agama. Ada satu ungkapan, we can not not to faith a
religion. Kita tidak bisa tidak pasti meyakini satu agama tertentu. Artinya manusia
beragama itu adalah bagian dari fitrah penciptaan. Kedua, manusia berusaha memenuhi
potensi dalam dirinya dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Agama
memberikan keyakinan dan aturan kepada manusia untuk memenuhi berbagai potensi
(fisik, akal, qalbu) dengan cara tertentu, sehingga kehidupannya akan sejalan dengan
warna kehidupan yang diberikan Sang Pencipta.
3

Pertanyaan berikutnya adalah, mengapa kita memilih Islam? Secara mendasar dapat
dikemukakan bahwa, Islamlah agama yang paling sesuai dengan fitrah manusia dan
sesuai dengan akal sehat manusia. Penjelasan ini akan diperdalam pada BAB 2 tentang
Konsepsi Islam Tentang KeTuhanan.

Islam adalah agama samawi yang bersumber dari Allah SWT datang untuk seluruh alam
dan manusia bukan hanya muslim saja (rahmatan lil alamin), memberikan petunjuk
(hudan), penjelasan tentang petunjuk (al bayinah minal huda), dan sebagai pembeda (al
furqan) dalam memenuhi potensinya dan memberikan berbagai pemecahan atas berbagai
masalah dalam kehidupannya sesuai dengan fitrahnya sebagai ciptaan Allah SWT.

C. Pengertian Islam dan Cakupan Islam

1. Pengertian Islam

Syarat dalam satu pengertian adalah jamian (mencakup, include) dan manian
(membatasi, exclude). Jamian artinya suatu definisi itu mencakup segala hal yang masuk
dalam definisi. Manian artinya definisi itu mengeluarkan segala sesuatu yang tidak
termasuk.

Apa pengertian Islam? Maka, secara bahasa (etimologis, lughowi [arab]), Islam berasal
dari bahasa Arab, dari akar kata aslama yuslimu islaman: tunduk, patuh, terikat,
damai, sejahtera,dll.

Secara istilah (terminologis, istilahi [arab]), Islam adalah agama yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dan dengan sesama manusia.

Pengertian frasa Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT , bermakna ada
agama yang tidak diturunkan Allah SWT, artinya hasil rekayasa manusia atau sering
disebut sebagai agama budaya (cipta, rasa, karya manusia). Frasa kepada Nabi
Muhammad SAW artinya ada agama yang tidak diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW. Dan frasa mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, dirinya sendiri, dan
sesama manusia, berarti cakupan ajaran Islam dalam mengatur seluruh hubungan
(interaksi) manusia dengan berbagai pihak.
4

Sehingga Islam adalah sebuah agama (ad-din) yang sempurna, berbeda dengan agama
dan sistem kehidupan lainnya. Agama lainnya diluar Islam: ahlul kitab (yahudi dan
nasrani) dan musyrik (hindu, budha, dll). Sistem kehidupan lainnya (sistem kapitalisme-
demokrasi-liberalisme-sekuler dan sistem sosialisme& komunisme-materialisme).

Pengertian ini sekaligus menegaskan perbedaan Islam dengan agama dan sistem hidup
yang lain. Dasar ayat QS Al Imron(3):19:

Sesungguhnya Agama yang diridhoi disisi Allah hanyalah Islam

QS Al Imron(3):85:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

QS Al Maidah (5): 3 :

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku -cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Sehingga dari sebagian ayat ini kita dapat memahami bahwa Islam adalah risalah yang
tinggi dan sempurna. Islam adalah tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya. Hadits
Nabi SAW: Islam yalu wala yula alaih (Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih
tinggi dari [islam]). Kesempurnaan Islam berarti ajaran Islam mencakup semua aspek
kehidupan, sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk Allah SWT.
5

2. Cakupan Islam

Pengertian Islam mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mencakup masalah


aqidah dan ibadah (ritual, seperti shalat, puasa, zakat, haji). Mencakup aturan kepada
dirinya sendiri, seperti dalam akhlaq, tata cara makan, minum, berpakaian). Sedangkan
cakupan hubungan sesama manusia, berarti Islam muamalah dan uqubat. Muamalah
dalam bidang pendidikan, sosial, pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional) dan
Uqubat ( sanksi dalam semua aspek, mencakup hudud, jinayah, tazir dan mukhalafat).

Beberapa ulama muslim telah membuat skema atau penyederhanaan tentang cakupan
ajaran Islam sehingga mudah untuk dipahami:

1. Skema Pertama
AQIDAH

SYARIAH

2. Skema Kedua

AQIDAH

ISLAM
SYARIAH

AKHLAQ
6

3. Skema Ketiga
i ma n, shalat,zakat
Hub dg Allah
puasa,haji

ISLAM
Hub dg Diri Pa ka i a n, ma ka na n,
Sendiri mi numa n, a khl a q

Hub dg manusia
lain Muamalah dan
uqubat

4. Skema Keempat
Ima n kpd Al l a h,
ma l aikat, kitab, ra s ul ,
AQIDAH ki a ma t, ta kdi r

ISLAM
IBADAH MAHDLOH:
s ha lat, pua s a , za ka t,
ha ji

SYARIAH

IBADAH
G.MAHDLOH:
Mua ma l a h+Uquba t

AKHLAQ KPD ALLAH


AKHLAQ

AKHLAQ KPD MANUSIA


DAN SELAINNYA (ALAM,
HEWAN, TUMBUHAN)
7

Keempat skema diatas, hanyalah sebagian cara untuk menggambarkan bahwa Islam
adalah agama yang sempurna yang mencakup semua aspek kehidupan.

D. Aplikasi Dalam Kehidupan

Bila kita memahami bahwa islam adalah agama yang sempurna, maka tentulah kita akan
senantiasa berusaha meyakininya (iman, aqidah), memahami (ilmu), dan berusaha
menerapkannya (amal) dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak (dakwah) semua pihak
untuk bersama-sama menjalankan islam dalam semua aspek kehidupan. Sehingga Islam
akan menjadi sesuatu yang mengarahkan tujuan hidup kita (life direction), cara kita
memandang dunia dan kehidupan (life view), dan cara kita mengukur atau menstandarkan
segala sesuatu (life standard).

Sebagai tujuan hidup artinya, Islam memberikan arah yang tertentu kepada kaum
muslimin agar hidupnya memiliki tujuan yang jelas dan cara menempuhnya. Sebagai cara
pandang dalam menghadapi berbagai masalah dan memberikan solusi menurut konsep
Islam. Standar hidup artinya ada nilai-nilai tertentu yang digunakan dalam mengukur dan
membandingkan sesuatu perkara, baik itu perbuatan dan benda.

Bahan Diskusi

1. Mengapa kita beragama?


2. Mengapa kita memilih Islam ?
3. Apa Pengertian Islam ?
4. Apakah fungsi agama (Islam ) dalam kehidupan kita ?

Referensi

1. Jalal Al Anshori (editor), Mengenal Sistem Islam dari A sampai Z, Pustaka


Thariqul Izzah, 2004
2. Endang Saefuddin Anshori, Agama, Ilmu dan Filsafat, PT Bina Ilmu, 1990
3. M Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam di Perguruan Tinggi, Penerbit Bulan
Bintang
8

BAB I
KONSEPSI ISLAM TENTANG MANUSIA

Tujuan :

(1) Mahasiswa memahami fakta hakiki manusia sebagai makhluk Allah, (2) Mahasiswa
memahami konsepsi Islam dalam mengatur fungsi dan peran manusia

Konsep:

A. Konsep Islam tentang Manusia


1. Asal usul Manusia
Manusia adalah makhluk. Makhluk adalah ciptaan. Ciptaan dari Sang Khaliq
(Pencipta), Allah SWT.
Allah SWT menciptakan manusia dari tidak ada menjadi ada. Manusia pertama yang
diciptakan Allah SWT adalah Adam, alaihissalam. Adam diciptakan dari tanah,
tanpa melalui proses interaksi ayah dan ibu. Hal ini berbeda dengan malaikat yang
diciptakan Allah SWT dari cahaya. Berbeda dengan Iblis yang diciptakan dari api.
Sebagaimana diterakan dalam QS Al Baqarah(2):30, yang artinya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui."

Setelah Adam diciptakan, Allah menciptakan pasangannya, yaitu Hawa. Bila Adam
berjenis kelamin pria, maka Hawa berjenis kelamin wanita. Allah menjadikan
keduanya, Adam dan Hawa sebagai pasangan suami dan istri. Keduanya Allah
tempatkan di surga. Ketika iblis berhasil memperdaya mereka sehingga mereka
memakan buah dari pohon yang Allah haramkan. Mereka berdua sangat menyesali
apa yang mereka perbuat dan keduanya bertobat. Allah menerima taubat
keduanya.Lalu, Allah turunkan mereka ke bumi untuk memulai kehidupan baru. Di
bumi itu, keduanya melahirkan seluruh generasi manusia hingga saat ini.
9

Proses melahirkan generasi ini melalui interaksi pria dan wanita yang terikat dalam
hubungan pernikahan. Sehingga, dari pernikahan ini lahirlah manusia baru mulai
sejak dari tidak ada menjadi ada. Kemudian manusia akan kembali tidak ada. Siklus
kehidupan manusia ini digambarkan dalam QS Al Mukminun (23): 12-16.

12. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu nuthfah (air mani yang bercampur sel telur)
yang disimpan dalam tempat yang kokoh (rahim). 14. Kemudian nuthfah itu Kami jadikan
alaqah (segumpal darah), lalu segumpal darah itu Kami jadikan mudhghah (segumpal
daging), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain.
Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. 15. Kemudian, sesudah itu,
sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. 16. Kemudian, sesungguhnya kamu
sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.

Bila diuraikan secara fisik dan biologis, maka proses penciptaam manusia itu akan
melalui tahapan sebagai berikut:
1. Fase Sulalah Min Thin
Sulalah min thin berarti intisari dari tanah. Fase ini menujukkan bahwa manusia
mengandung unsur yang dikandung dalam tanah, diantaranya karbon, oksigen,
hidrogen, fosfor, sulfur, nitrogen, kalsium, sodium magnesium, timah dan
aluminium. Dalam diri setiap orang mengandung unsur-unsur tersebut dengan
kadar yang berbeda-beda.
2. Fase Nuthfah
Nuthfah artinya setetes yang dapat membasahi. Sebagian ulama mengartikannya
setetes air mani (sel kelamin pria, sperma). Dalam QS.Al-Insan (76): 2
digunakan istilah nuthfah amsyaj, yaitu air mani yang tercampur (dengan sel
kelamin wanita, sel telur, ovum). Nuthfah ini berproses selama kurang lebih 40
hari.

3. Fase Alaqah
Alaqah berasal dari kata alaqa yang artinya menggantung, menempel,
segumpal darah. Setelah terjadi pembuahan antara sel kelamin pria dan sel
kelamin wanita, berlangsung selama 40 hari. Alaqah bermakna sesuatu yang
10

bergantung atau berdempet di dinding rahim. Proses ini merupakan persiapan


bagi pembentukan organ-organ tubuh telah matang.
4. Fase Mudghah
Mudghah artinya daging besar. Daging ini tumbuh sebagai kelanjutan proses
sebelumnya yaitu alaqah. Proses ini berlangsung selama 40 hari. SelamaFase ini
mencakup proses pembentukan tulang belulang dan pembungkusan tulang
dengan daging. Proses ini terus berlangsung sampai fase siap untuk dilahirkan.
5. Fase Manusia Sempurna
Pada tahapan ini calon manusia sudah siap untuk dilahirkan. Secara waktu,
biasanya sekitar 9 bulan 10 hari. Sampai proses persalinan berlangsung, dan
manusia baru terlahir ke dunia.

Setelah manusia sempurna ini hadir ke dunia, mereka akan menjalani hidup sejak
dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua dan akhirnya mati. Setelah kematian
mereka akan dibangkitkan di akhirat untuk mempertanggungjawabkan seluruh
apa yang dilakukan di dunia. Sebagaimana diuraikan dalam QS Al Hajj (22): 5,

5. Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes
mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna
kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan
dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah
kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara
kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi
sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah.
11

2. Istilah Terkait dengan Manusia dalam Al Quran


Beberapa istilah dalam Al Quran yang terkait dengan manusia adalah sebagai
berikut:

a.Bani Adam
Istilah ini berujuk pada aspek historis, bahwa semua manusia berasal dari manusia
pertama, Nabi Adam AS. QS Al Araf (7): 31

b. Basyar
Istilah ini merujuk kepada aspek fisik atau biologis dalam manusia. Digunakan
sebanyak 37 kali, salah satunya dalam QS Al Kahfi (18):110. Manusia yang berasal
dari tanah, makan dan minum, dll.

c. Insan
Istilah ini disebut 65 kali. Merujuk kepada asepk potensi diri manusia secara
individu, baik dari sisi psikologis dan spiritual, yaitu berupa pemikiran dan perasaan
(mental). Disebut diantaranya dalam QS Al Alaq (96): 5.

d. An Naas
Istilah ini digunakan sebanyak 240 kali, Istilah ini merujuk pada aspek sosiologis,
dimana manusia adalah makhluk sosial dan hidup bersama secara kolektif.

B. Potensi Dasar Manusia

Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadianya, kemudian memberinya petunjuk (QS. Thaaha: 50)

Manusia tersusun dari materi. Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan
memiliki massa tertentu. Allah SWT telah meletakkan nyawa (sirrul hayat) di dalam
jasad/tubuh/fisik manusia. Selain itu, dalam diri manusia terdapat dua potensi : (1) Akal
yang melahirkan pemikiran, (2) potensi kehidupan (thaqah al-hayawiyyah) yang terdiri
dari: (a) naluri (al-gharizah), (b) Kebutuhan Jasmani ( al-hajah al-udlawiyyah).
12

Secara skematis, potensi dasar manusia dan hubungannya dengan perilaku manusia,
dapat disusun sebagai berikut:

Akal Otak, Pemikiran


indera,
fakta, info
MANUSIA Beragama, PERILAKU
Naluri Keturunan,
Eksistensi
POTENSI Perasaan
Makan HIDUP
Kebutuhan Makan,
Fisik Minum,
Tidur, dll

1. Akal ( Al Idraak, Al Fikr[Arab]; Mind[Inggris])


Firman Allah SWT:
Sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran-Nya) bagi kaum
yang memikirkan.(QS. Ar Rad: 3).
Sesungguhnya yang demikian terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
menggunakan akalnya.(QS. Ar Rad: 4).
Dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.(QS. Al Ankabuut
43).
AlAql, Al-Idraak, al-fikr, atau mind bermakna satu. Akal adalah potensi (khasiat)
untuk memindahkan gambaran realitas melalui indera ke otak, dan dengan adanya
informasi sebelumnya tentang realitas itu, maka realitas itu dapat dipahami (ditafsirkan).
Kelebihan manusia dari hewan ada pada khasiat akalnya, dan inilah yang
menjadikan manusia pada derajat lebih utama dari hewan, firman Allah:
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami.
Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu).(QS. Al Furqaan 4).
13

Ayat tersebut menunjukan binatang itu tidak berfikir. Proses berfikir harus
memenuhi empat syarat, yaitu :
1. Otak yang sehat (Al-dimaagh al-shaalih [arab]; brain [Inggris])
2. Realita yang terindera (Al-waaqi al-mahsus [arab]; fact [Inggris])
3. Indera (Al-ihsaas [arab]; sense[Inggris])
4. Informasi sebelumnya(Al-maluumaatu al-saabiqah [arab]; previous
information[Inggris])
Otak adalah materi yang ada pada tengkorak kepala. Otak ini dikelilingi tiga
lapisan / selaput secara baik, yang menembus dari sela-sela lapisan ini syaraf-syaraf yang
banyak, yang menghubungkan dengan otak, indera dan seluruh organ tubuh. Serabut-
serabut syaraf ini menyebar sampai batas yang sulit dipercayai, karena telah diketahui
bahwa urat syaraf / darah tersebar pada seluruh jaringan tubuh yang panjangnya
mendekati 200.000 mil. Dalam tugas otak menjaga tubuh melalui 76 urat syaraf kepala.
Berat otak manusia dewasa sekitar 1200 gram, yang menghabiskan 25 % dari
oksigen yang masuk melalui paru-paru. Para pakar ilmu syaraf telah menguji dengan
menggunakan alat dari listrik pada otak manusia, dan berkesimpulan bahwa otak adalah
salah satu organ yang berfungsi untuk berfikir pada manusia, serta dari penelitian tersebut
diketahui munculnya gelombang listrik secara tiba-tiba dari sel otak, pada saat manusia
mengkonsentrasikan fikirannya atau ketika dipengaruhi emosi dan mendengar kegaduhan
yang sangat atau ketika menghitung sesuatu yang rumit.
Dan diketahui putusnya sebagian otak pada sebagian orang sakit tidak
menghilangkan ingatannya. Juga telah diprediksi oleh sebagian pakar bahwa tempat
penyimpan memori dari informasi yang memungkinkan manusia menguasai informasi
tersebut sama kapasitasnya dengan 90 juta jilid buku yang penuh berisi dengan tulisan,
ini adalah suatu penciptaan yang mengagumkan pada otak manusia sebagai argumen
Maha hebatnya kekuasaan Allah, firman Allah :
Dan bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang yakin, dan juga
pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan ? (QS. Adz Dzaariyaat
20-21).
Adapun realitas atau fakta yang bisa dideteksi indera kadang-kadang realitas
yang sifatnya materi seperti bulan, buku dan kuda dan juga kadang-kadang realitas yang
14

terdeteksi hanya bekas atau pengaruh dari realitas yang sifatnya materi seperti suara
angin, suara kapal terbang dan bau harumnya bunga. Akan tetapi kadang-kadang ada juga
realitas yang sifatnya immateri hanya terdeteksi dari indikasi dan bekasnya saja seperti
sifat pemberani, malu, takut dan penyayang.
Adapun sesuatu yang diketahui wujudnya kadang-kadang mempunyai sifat
terindera dan terpegang, seperti tali, pohon dan kuda. Dan kadang-kadang hanya terindera
dan tanpa terpegang seperti gembira, sakit. Juga kadang-kadang tidak terindera dan tidak
terpegang, hanya bisa diketahui wujudnya dari wujud penampakannya saja, seperti tiga
naluri (tadayyun, baqa, nau) dan adanya kehidupan pada manusia.
Adapun penginderaan pada realitas adalah pemindahan realitas ke otak melalui
alat panca indera yaitu penginderaan penglihatan dengan alat mata, penginderaan
pendengaran dengan telinga, penginderaan perabaan dengan alatnya kulit, dan
penginderaan rasa dengan alatnya lidah serta penginderaan penciuman dengan alatnya
hidung.
Adapun mekanisme penginderaan dengan jalan mata secara lengkapnya sebagai
berikut: Sampainya sinar yang terang yang terpantul dari benda ke dalam kelopak mata
menuju jaring mata, lalu jaring mata meneruskan sinar terang tadi menuju syaraf mata
dalam bentuk gelombang-gelombang listrik ke pusat penglihatan di bagian belakang otak,
seketika manusia melihat bentuk gambar yang ada di depannya, akan tetapi orang yang
bisa melihat tersebut belum bisa memahami gambar yang ada di depannya, yakni tidak
bisa menghukumi gambar tersebut kecuali bila mempunyai informasi sebelumnya tentang
gambar yang dilihatnya yang sudah tersimpan di dalam otaknya.
Penglihatan manusia terbatas karena mata manusia punya daya jangkau
penglihatan sampai batas yang tidak mampu lagi melihat, hal ini terbukti ketika mata
manusia melihat sesuatu yang sangat lembut atau ketika melihat atom juga ketika melihat
sebagian bintang yang sangat jauh. Oleh karena kita tidak bisa melihat sebagian besar apa
yang sebetulnya ada, ini karena keterbatasan tadi, firman Allah :
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat, dan dengan apa yang tidak kamu
lihat. (QS. Al Haaqqah 38-39).
Indera pendengaran adalah salah satu indera yang penting, karena melalui indera
ini manusia memperoleh ilmu, Allah telah menyebutkan di dalam ayat-ayat-Nya tentang
15

penginderaan ini dengan penyebutan lebih dahulu daripada indera penglihatan, firman-
Nya:
atau siapakah yang berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan.
(QS.Yunus 31)
Firman-Nya :
Dan dia memberi kamu pendengaran dan penglihatan. (QS. An-Nahl 78)
Sesungguhnya pengendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya. (QS. Al Israa 36)
Indera pendengaran adalah yang menerima gelombang-gelombang suara lalu
diteruskan menuju ke syaraf pendengaran kemuadian ke otak. Telinga manusia bisa
menangkap getaran-getaran suara yang kecepatannya antara 16-20 ribu getaran tiap detik,
adapun suara yang getarnnya lebih cepat dari di atas, telinga manusia tidak mampu
memindahkannya ke otak.
Sedang telinga kucing kemampuannya 50 ribu getaran tiap detik, dan telinga
kelelawar mampu memindahkan getaran yang diterima ke otak sekitar 120 ribu getaran
tiap detik, sehingga mampu menggantikan penglihatannya, karena mempunyai ketajaman
terhadap benda yang ada di depannya walau tidak melihatnya, Maha Besar Allah, dengan
firman-Nya:
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang yang yakin. (QS.
Adz Dzaariyaat 20)
Dan manusia tidak bisa mendengarkan sesuatu, kecuali sebagian dari suara yang ada di
sekitarnya.
Indera perasa dengan syaraf-syaraf yang banyak tersebar diseluruh bagian tubuh
manusia, terutama di kulit, tiap syaraf mempunyai fungsi tertentu, maka seperti indera
perasa mempunyai syaraf-syaraf yang tidak seluruhnya berfungsi memindahkan indera
rasa sakit, atau indera rasa dingin dan indera rasa panas. Seperti syarat-syarat
penginderaan rasa sakit terdapat di kulit, sehingga bila ditusukkan sebuah jarum lewat di
kulit, maka bila sudah masuk ke dalam otot-otot tidak terasa sakit, firman Allah :
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami
masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit
16

mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka meraskan adzab. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(QS. An Nisaa 56)
Setiap kulit orang kafir itu hangus terbakar api neraka, maka Allah akan menggantikan
dengan kulit yang lain agar syaraf-syaraf indera yang ada dikuliti bisa memindahkan
kepada orang kafir dengan merasakan sakitnya terbakar.
Sedangakan hidung dan mulut memindahkan penginderaan, bau atau makanan
melalui proses mekanisme kimiawi, yakni melalui syaraf-syaraf penciuman dan syaraf-
syaraf pengecapan ke otak.
Dan yang terakhir dari unsur-unsur pemikiran adalah informasi sebelumnya,
yaitu apa yang tersimpan di dalam otak dari informasi-informasi yang telah masuk berupa
realitas yang terindera. Otak akan mengeluarkan simpanan informasi yang telah masuk
tadi, bila dibutuhkan dalam proses pemikiran. Informasi ini ada 2 macam:
1. Pemikiran-pemikiran yang lalu tentang realitas yang terindera, pemikiran inilah yang
lazim digunakan untuk mempersepsi atau menghukumi tentang realitas yang ada di
depannya, yakni dengan menghubungkan antara pemikiran terdahulu dengan realitas
yang ada didepannya.
2. Informasi yang merupakan hasil dari respon otak karena penginderaannya yang lalu,
yang punya hubungan dengan realitas yang terindera, hal ini disebabkan berulang-
ulangnya penginderaan kepada realitas yang mempunyai hubungan dengan
pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani secara langsung.
Umumnya yang membentuk informasi dari realitas ini adalah dilihat apakah dapat
memenuhi atau tidak terhadap naluri dan kebutuhan jasmani, informasi seperti ini tidak
sesuai bila digunakan untuk menghukumi sesuatu.
Informasi sebelumnya dari realitas adalah bagian penting dari mekanisme berfikir
(thinking activity). Jadi tidak mungkin bisa berfikir tentang realitas tanpa adanya
informasi sebelumnya.
Sekarang timbul pertanyaan kritis, kalau informasi sebelumnya adalah bagian
penting dari mekanisme berfikir, dari mana awal mula datangnnya informasi sebelumnya
itu pada realitas pertama yang bisa dibuat pemikiran manusia ?
Konsekwensi logis dari manusia, bagaimanapun manusia tetap manusia, dengan
asumsi manusia yang pertama kali hidup atau yang pertama kali ada di dunia, lalu
17

bagaimana manusia yang pertama kali itu mendapatkan informasi sebelumnya yang bisa
di tangkap oleh inderanya ?
Dari sini bisa difikirkan, bahwa manusia yang pertama kali hidup di dunia harus
ada informasi sebelumnya dari sesuatu, sehingga ia bisa memikirkan dan mendapatkan
informasi sesuatu itu. Manusia tidak mungkin mendapatkan informasi yang bisa dan
cocok untuk digunakan sebagai salah satu dari empat syarat berfikir kalau hanya
penginderaan yang berulang-ulang dari sesuatu, apalagi bila digunakan untuk
mempersegi atau menghukumi sesuatu, hal ini bisa dihadirkan ketika dihadirkan
dihadapan kita realitas yang bisa terindera berupa bahasa china, lalu kita suguhkan secara
berulang-ulang bahasa china tersebut kepada orang yang tidak mengetahui dan
sebelumnya tidak pernah paham bahasa ini. Maka orang tersebut tidak akan bisa
mempersepsi dan memahami bahasa tersebut walaupun dengan cara diulang-ulang.
Jadi harus ada informasi yang datang dari luar manusia pertama, dan dari luar
realitas, karena penginderaan pada realitas bagaimanapun berulang-ulangnya senantiasa
hanya sebatas penginderaan saja, tidak bisa didapatkan informasi sebelumnya yang bisa
memindahkan dari penginderaan ke pemikiran.
Manusia senantiasa tidak akan bisa membentuk informasi sebelumnya dari
sesuatu, dan manusia adalah makhluk tertinggi yang ada di bumi, maka harus ada
informasi sebelumnya yang pertama untuk pemikiran yang datang dari luar dirinya yang
lebih sempurna dan lebih mengetahui, Dialah Al-Khaliq Allah SWT.
Dan Al-Quran telah menukilkan kepada kita, yaitu kalam Allah yang pasti
sumbernya, bahwa Allahlah yang telah memberikan kepada manusia berupa informasi,
firman-Nya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu orang-orang yang benar!. Mereka menjawab:Maha suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah engkau ajarkan kepada kami;
sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahu lagi maha bijaksana. Allah
berfirman: hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu. Allah
berfirman:Bukankah sudah-Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku
18

mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?(QS. Al-Baqarah 31-33)
Malaikat tidak mampu mengetahui nama-nama benda yang diajarkan kepada
Adam karena Malaikat tidak bisa memikirkan nama-nama benda itu, Malaikat berkata:
Tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. (QS.
Al Baqarah 32)
Sedangkan Adam dapat memberitahukan kepada Malaikat karena Allah telah
mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya, yaitu mengajarkan rahasia
sesuatu itu seperti yang dianjurkan Allah kepada Malaikat. Allah memberikan informasi
yang pasti, yang dapat memikirkan sesuatu itu. Sehingga ketika Adam dituntut Allah
untuk memberitahukan hakekat sesuatu itu kepada Malaikat, Adam dengan menggunakan
informasi tersebut mampu menerangkan kepada Malaikat.
Dan inilah awal penggunaan akal oleh Adam dan awal pemikiran terhadap
sesuatu yang dibangun atas informasi sebelumnya dari sesuatu yang diberitahukan Allah
Rabbulalamin, yang mengetahui rahasia di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang
disembunyikan makhluq-Nya ataupun yang ditampakkan, dan informasi ini adalah nimat
besar yang diberikan kepada manusia, firman-Nya:
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui. (QS. Al Alaq 5).
Informasi tersebut adalah inti pemikiran bagi manusia yang bertambah dari
sesuatu ke sesuatu dari generasi ke generasi dari zaman ke zaman hingga bermilyar-
milyar informasi, sebagai hasil penggunaan manusia pada informasi untuk menghukumi
benda dan perbuatan, sebab pemikiran manusia sebelumnya akan menjadi informasi
untuk manusia yang kemudian, dan hal ini akan berlanjut selama kehidupan manusia di
bumi.
Ketika manusia melihat, mendengar, mencium, merasakan dan meraba, indera
memindahkan realitas ini ke otak melalui syaraf-syaraf indera, sehingga bila di dalam
otak ada informasi sebelumnya dari realitas yang diindera maka otak akan
menyambungkan realitas ini dengan informasi. Proses selanjutnya otak akan memberikan
penafsiran terhadap realitas dan mempersepsi/menghukuminya.
Semisal kita menyuguhkan tulisan bahasa inggris kepada seseorang yang
mempunyai informasi sebelumnya tentang bahasa tersebut maka indera mata orang
19

tersebut akan melihat tulisan yang di depannya, kemudian dilanjutkan indera ke otak
yang di dalam otak tersebut sudah tersimpan informasi sebelumnya terhadap bahasa yang
dikirimkan otak, lalu otak tersebut akan memproses apa yang masuk, yang dilanjutkan
oleh orang tersebut dengan membaca memahami bahasa tersebut, tetapi bila bahasa tadi
disuguhkan kepada orang lain yang tidak mempunyai sedikitpun informasi sebelumnya
pada bahasa inggris, maka indera penglihat akan melihat tulisan bahasa inggris yang ada
di hadapannya.
Walaupun penginderaan terhadap realitas tersebut berulang-ulang hanya jadi
sekedar penginderaan saja, tanpa bisa dibuat sebagai hasil dari pemikiran.
Adapun proses berfikir kadang-kadang hadir dengan realitas yang terindera tetapi
juga kadang-kadang tanpa terindera hanya tergambar di dalam otak saja. Manusia
kadang-kadang berfikir tentang seorang laki-laki yang dia lihat fotonya ketika membaca
berita kematiannya di koran, maka foto tersebut akan menjadi informasi di dalam otak
dan suatu saat dia bisa mengatakan kepada orang lain bahwa orang yang mati tersebut
mulia, karena sebelumnya dia telah memiliki informasi tentang kemulian orang yang mati
tersebut.
Kadang-kadang manusia berfikir tentang kapal terbang, dan dia bisa mempresepsi
kapal terbang tersebut apakah milik sipil atau militer, dengan mendengar suaranya,
karena sebelumnya telah ada informasi yang masuk tentang ciri-ciri kapal terbang.
Penginderaan pada realitas kadang-kadang dengan sampainya indera itu sendiri
pada realitas, dengan penginderaan mata dan lainnya, juga kadang terjadi dengan
sampainya indera pada realitas tidak secara langsung tetapi berhubungan dengan realitas
seperti suara atau gambar. Juga kadang-kadang dengan pengembalian indera pada realitas
di dalam otak, tanpa adanya realitas atau bekasnya di dalam pusat indera, hal ini sering
digunakan di dalam pembahasan di dalam pemikiran politik, pakar politik bisa
memecahkan problema politik melalui kumpulan-kumpulan berita, yang dari itu dapat
digambarkan sebuah realitas dan kemudian mengeluarkan ide politik tadi, yang
sebetulnya indera tidak mendapatkan realitas secara langsung.
Seperti apa yang telah dianalogikan oleh sebagian orang bahwa informasi
sebelumnya bisa dihasilkan dari eksperimen seseorang pada dirinya sendiri tanpa dimulai
dari informasi sebelumnya yang datang dari luar dirinya.
20

Mereka mengemukakan argumen dengan eksperimen dari binatang, yang


kemudian dari sini mereka menganalogikan antara manusia pertama dengan binatang. Di
dalam eksperimen tersebut mereka berhasil menjadikan beberapa binatang seperti anjing,
kera dan tikus tunduk pada eksperimen mereka, yakni mereka memukul bel setiap kali
memberikan makanan pada anjing tersebut dan diulangi setiap kali. Kemudian pada suatu
saat mereka memukul bel tanpa diiringi pemberian makanan maka anjing tersebut
mengalir air liurnya.
Dari sini mereka menyimpulkan bahwa informasi sebelumnya didapat pada anjing
tersebut dengan teori berulang kali eksperimen, dan menghukumi pada realitas dengan
menggunakan informasi yang diambil dari eksperimen tadi.
Kemudian mereka menganalisa di padang penggembalaan yang banyak
binatannya, binatang-binatang tersebut menjauhi dan tidak mau memakan rumput yang
kering, maka mereka menghukumi bahwa binatang faham dan bisa memikiran hakekat
sesuatu dengan disandarkan pada eksperimen di atas, yaitu binatang telah mendapatkan
informasi untuk menafsirkan realitas yang dihadapi.
Adapun yang benar apa yang dihasilkan dari eksperimen pada anjing di atas
adalah rasa naluriah / instink yang berhubungan dengan apa bisa memenuhi rasa naluriah
dan apa yang tidak, dan mengetahui secara instink ini adalah hasil dari khasiat yang telah
diberikan Allah kepada binatang tersebut.
Anjing pada eksperimen diatas mendengar suara bel, maka akan muncul reaksi
balik pada penginderaan yang dahulu, yakni yang berhubungan dengan pemenuhan rasa
lapar berupa makanan, sebab suara bel menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
makanan, yang bisa memenuhi rasa laparnya, maka suara bel tidak ada bedanya menurut
anjing dari penglihatannya atau penciumannya pada makanan, maka dua hal ini (makanan
dan bel) ada dalam penginderaan yang dahulu yang terkait dengan apa yang bisa
memenuhi laparnya.
Dan dari sini menjadi jelas, sekiranya kita memukul bel di dekat telinga anjing
lain yang lapar, maka eksperimen di atas tentu tidak berguna, juga tentu air liur anjing
tersebut tidak akan mengalir. Dan akan mengalir air liurnya bila melihat atau mencium
makanan saja yang bisa memenuhi laparnya.
21

Adapun binatang tidak bisa berfikir karena otak yang ada padanya kosong dari
kemampuan untuk menghubungkan informasi antara realitas dan informasi oleh otak.
Jika alat inderanya mengindera suatu realitas, maka otak dan inderanya akan memberikan
reaksi balik terhadap sesuatu yang bisa memenuhi naluri atau kebutuhan jasmani saja.
Jadi binatang bisa mengindera, tetapi tidak bisa berfikir seperti manusia, firman Allah:
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan dari mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, malah mereka lebih
sesat jalannya (dari binatang ternak itu).(QS. Al Furqaan 44).
Dari ayat ini bisa dipahami binatang itu tidak bisa berfikir.
Peneliti dari eksperimen di atas telah melakukan kesalahan, karena mereka
menganalogikan antara manusia dengan binatang, padahal manusia mempunyai
kemampuan menghubungkan, sedangkan binatang tidak mempunyai sehingga binatang
tidak bisa berfikir sedangkan manusia bisa. Juga kesalahan lain adalah menganalogikan
orang yang menyaksikan dengan orang yang tidak ada dan tidak menyaksikan, maka
mereka menganalogikan antara manusia yang ada sekarang dengan manusia yang
pertama ada. Dan analog yang benar adalah antara manusia dengan manusia, dan analog
orang yang tidak ada pada orang yang ada / menyaksikan.
Masih dalam pembahasan tentang manusia, manusia itu ada dan didapatkan
kekhususannya, yaitu manusia tidak bisa berfikir tentang sesuatu serta menghukuminya
tanpa ada informasi sebelumnya, maka faedah apa yang bisa kita petik dari mengetahui
cara berfikir manusia pertama ? Pertama: manusia pertama memiliki kekhususan yang
sama dengan manusia sekarang, dan dengan ini manusia sekarang tidak bisa berfikir
menghukumi sesuatu kecuali dengan informasi sebelumnya, begitu juga manusia pertama
tidak akan bisa dengan kemampuannya berfikir dan menghukumi sesuatu kecuali dengan
informasi sebelumnya, dan inilah yang telah diinformasikan oleh Al-Quran tentang
informasi sebelumnya yang pertama yaitu dari Allah:
Dan Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya.(QS. Al-
Baqarah 31)
Firman-Nya lagi:
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(QS. Al Alaq 5 )
22

Adapun informasi yang terbentuk pada manusia dari proses berulang-ulang


pengindraannya yang berhubungan dengan pemenuhan naluri dan kebutuhan jasmani
adalah informasi yang tidak layak untuk menghukumi sesuatu, karena informasi seperti
ini hanya sebatas yang berhubungan dengan bisa dan tidaknya pemenuhan terhadap
naluri dan kebutuhan jasmani. Maka kemampuan menghubungkan yang terdapat pada
otak manusia dan tidak terdapat pada otak binatang, mampu menjadikan inderanya
melakukan proses reaksi balik yakni dalam mengembalikan realitas dengan bentuk yang
lebih baik dan lebih cepat dari hewan, maka jika disuguhkan kepada manusia sepotong
buah yang belum pernah diinderanya, lalu dimakannya dan merasakan rasa serta baunya ,
dan orang tersebut setelah memakannya merasakan bahwa buah tadi bisa memenuhi
kebutuhan jasmani, maka pada suatu saat yang lain orang tersebut melihat melihat buah
itu untuk kedua kalinya, maka otaknya akan mengulang kembali informasi dulu yang
telah terbentuk sebagai hasil dari penginderaannya yang pertama kali pada buah tersebut,
yakni berhubungan dengan rasa, bau dan bisa memenuhi kebutuhan jasmani. Akan tetapi
informasi seperti ini mempunyai hubungan dengan naluri dan kebutuhan jasmani tidak
berarti dan tidak concern untuk menghukumi terhadap esensi sesuatu materi, atau dalam
menghukumi terbentuknya materi tersebut.
Manusia tidak bisa menghukumi buah di atas dengan pernyataan, apakah masak
atau mentah juga apakah buah tersebut mengandung gula, garam dan air serta vitamin-
vitamin dan lainnya.
Bagaimanapun pengulangan atas penginderaan pada buah tersebut senantiasa
akan berkisar pada kesimpulan bahwa buah itu adalah materi yang bisa memenuhi dari
rasa lapar saja. Dan jika ingin menghukumi buah tersebut dari segi yang lain maka
dibutuhkan informasi sebelumnya dari luar otaknya dan dari luar buah tersebut, maka
tanpa informasi ini senantiasa pengetahuan pada buah tadi berkisar sama dengan
penginderaan hewan.
Dari preposisi di atas timbul masalah, lebih dahulu mana adanya pemikiran
dengan materi? Untuk menjawab pertanyaan ini kita bisa menyampaikan: Materi lebih
dahulu dari pemikiran bila hal ini dinisbatkan kepada nabi Adam AS, Allah telah
mengajarkan kepada Adam nama-nama benda yang ada, sebelum pemberian Adam
tentang informasi tentang benda-benda tersebut.
23

Materi telah ada sebelum manusia berfikir, karena tanpa materi (yang berupa
realitas) proses berfikir tidak akan berjalan karena realitas adalah unsur asasi dari unsur-
unsur berfikir dan karena pemikiran berfungsi untuk menghukumi realitas, jika tidak di
dapatkan realitas tentu tidak akan didapatkan pemikiran, jadi materi bila dinisbatkan
dengan pemikiran adalah lebih dahulu.
Hal diatas bila dinisbatkan dengan manusia, adapun bila materi dinisbatkan dari
tidak adanya, telah datang dalil yang jelas dan pasti, bahwa perintah Allah lebih dahulu
dari adanya materi, firman-Nya:
Sesungguhnya perinyah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya: jadilah maka jadilah ia .(QS. Yaa Siin 82)
Maka perintah Allah dengan jadilah lebih dahulu dari adanya materi, maka
Allah Azza Wajalla adalah yang awal tempat bergantung yang tidak bisa disandarkan
wujudnya atau sesuatu, justru mahkluklah yang disandarkan wujudnya kepada-Nya,
Firman Allah:
Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuran
dengan serapi-rapinya.(QS. Al-Furqaan 2)
Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu
apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang.(QS. An Nahl 20)

2. Potensi Hidup (Thaaqah Hayawiyah)


Ada dua jenis potensi kehidupan manusia, yaitu : (a) naluri (gharizah) dan (2)
kebutuhan jasmani / fisik(hajat al udlawiyah). Berikut uraiannya.
a.Naluri (Al-Gharizah[Arab];Instict[Inggris])
Naluri adalah salah satu potensi yang ada pada diri manusia, yang mampu
mendorongnya berkecenderungan pada benda (al-asyya) dan perbuatan (al-amaal),
atau punya kecenderungan untuk menahan dari benda dan perbuatan. Semua itu
mengacu kepada pemenuhan semua perkara yang terdapat dalam diri manusia.
Para pakar telah berbeda pendapat tentang jumlah naluri-naluri ini. Sebab
perbedaan ini dikembalikan atas ketidakmampuan indera dalam menjangkau realitas
naluri ini, dan tiadanya kemampuan akal untuk memikirkan realitas ini secara
langsung.
24

Para pakar menyatakan bahwa penampakan dari naluri-naluri ini beragam, dan
kesimpulannya jumlah naluri itu banyak, seperti naluri takut (gharizah al-khauf),
naluri cenderung pada lawan jenis (gharizatu al-maili al-jinsi), naluri menginginkan
sesuatu ( gharizah al-tamalluk), naluri beragama (gharizah al- taqdis), dan naluri
menampakkan sesuatu (gharizah hubbi al-istithla), dan lain- lainnya.
Setelah melakukan kajian yang mendalam terhadap berbagai penampakan dari
naluri di atas, sesungguhnya berbagai penampakan naluri itu dapat diklasifikasikan
di dalam tiga kelompok, dan tiap kelompok mengacu kepada satu naluri tertentu.
Jenis pertama dari tiga kelompok naluri ini adalah penampakan takut, cinta
memiliki harta, cinta negeri, cinta bangsa, kaum, cinta kemuliaan, cinta kepada
kekuasaan, dan lain sebagainnya. Semua di atas dikembalikan kepada satu naluri
yakni naluri mempertahankan diri (gharizah baqa; survival instict), sebab seluruh
penampakan ini mengantarkan kepada perbuatan-perbuatan yang membantu baqa
(langgengnya, Arab) manusia yaitu diri pribadinya.
Adapun jenis kedua dari penampakan naluri ini adalah: al-mailu al-jinsi (senang
lawan jenis), al -umuumah (keibuan), al-abuwwah (kebapakan), hubbu al-bana
(cinta kepada anak), al-athfi ala al-insan (kasih sayang kepada sesama manusia),
kecendrungan untuk menolong orang yang membutuhkan pertolongan dan lain
sebagainya. Semua itu di atas dikembalikan kepada naluri melangsungkan
keturunan(gharizah nau, sexual instict). Sebab semua penampakan di atas
mengantarkan kepada perbuatan-perbuatan kelanggengan jenisnya.
Sedangkan jenis ketiga dari penampakan naluri ini adalah al-mailu li al-ihtirom
al-abthol (kecenderungan untuk menghormati pahlawan), al-mailu liibaadatillah
(kecenderungan untuk ibadah kepada Allah), perasaan kurang dan lemah dan
membutuhkan serta lain sebagainya dikembalikan kepada naluri beragama
(gharizah tadayyun, religion instict) sebab penampakan di atas mendorong manusia
untuk membahas, mencari kepada pencipta (al-Khaliq) yang kuasa dan sempurna,
tidak menyandarkan wujud-Nya kepada orang lain dan makhluklah yang bersandar
kepada sang Pencipta.
Adapun naluri adalah suatu potensi (khaasiyah) yang fitri dan ada di dalam diri
manusia yang berguna untuk memelihara kepada baqanya dan untuk menjaga kepada
25

naunya juga untuk memahami wujud dari Khaliq. Naluri ini tidak bisa diketahui oleh
indera secara langsung, akan tetapi bisa di jangkau oleh akal lewat indikasi
penampakkannya.
Allah telah menciptakan khasiat-khasiat dan mengilhamkan penggunaannya
kepada manusia ataupun hewan, Allah berfirman kepada lisan Musa di dalam
menghindari dan menolak keganasan Firaun, firman Allah:
Berkata Musa: Tuhan kami ialah Tuhan yang telah memberikan kepada tiap-tiap
sesuatu bentuk kejadian-Nya, kemudian memberikan petunjuk.(QS. Thaahaa 50)
Yakni Allah meletakkan pada tiap sesuatu sebuah khasiat, dan memberinya
petunjuk melalui khasiat ini, di dalam melakukan aktifitas untuk memenuhi rasa
ketidakcukupan dan kekurangan oleh naluri dan kebutuhan jasmaninya. Firman
Allah:
Dan Tuhannu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di
pohon-pohon kayu dan ditempat-tempat yang dibuat oleh manusia.(QS. An Nahl
68)
Yakni Allah telah memberi dan mengilhamkan kepada lebah khasiat untuk
membangun sarang di gunung, pohon dan rumah. Dan Allah telah mengisyaratkan
sebagian penampakan naluri ini, firman-Nya:
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (QS. Yaa Siin 71).
Maka Allah menciptakan segala sesuatu bagi manusia, salah satunya adalah
binatang untuk dimilikinya sebagai pemuas hubbu al-tamalluknya, sebagai
penampakan gharizah baqa. Firman Allah yang ditujukan kepada nabi Ibrahim AS:
Berfiman Allah: sesungguhnya Aku akan menjadikan kamu imam bagi seluruh
manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah
berfirman: JanjiKu (ini) tidak mengenai orang yang dholim.(QS. Al Baqarah
124).
Dari ayat ini terlihat Ibrahim cinta kepada keturunannya dengan memohon kepada
Allah agar keturunannya juga dijadikan Imam manusia, apa yang dilakukan
Ibrahim adalah penampakan dari gharizah nau. Hal ini adalah untuk memenuhi
26

gharizah nau yang telah Allah fitrahkan kepada manusia, dan terbukti Allah
mengabulkan doa Ibrahim, banyak keturunannya yang dijadikan Rasul-Rasul tetapi Allah
juga menolak dengan Firman-Nya : Janjiku ini tidak mengenai orang-orang yang
dhalim. (QS.Al Baqarah 124)
Firman Allah diatas menegaskan kepada Ibrahim bahwa imamah diberikan
kepada keturunannya yang shalih, dan janji tersebut tidak mencakup kepada keturunan
Ibrahim yang dhalim.
Firman Allah:
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf
dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata ia tidak melihat
tanda (dari) Tuhan-Nya. Demikian agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran
dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS.
Yusuf 24).
Maka kecenderungan suka kepada lawan jenis adalah penampakan gharizah nau,
yang juga pada isteri Raja Mesir dengan menyukai Yusuf, dan hal ini adalah untuk
memenuhi gharizah naunya.
Penampakan ini juga terdapat pada Yusuf, akan tetapi Yusuf tidak melakukan
perbuatan tersebut dengan berpaling dari ajakan isteri Raja Mesir, sebab Allah telah
memperlihatkan kepada Yusuf apa yang bisa mencegahnya dari keinginan dengan wanita
itu. Maka kata laula pada firman Allah diatas berfungsi sebagai sekat dan alat pencegah
adanya perbuatan kekejian, Yusuf telah menahan dari keinginan dengan isteri Raja
Mesir disebabkan telah melihat sinyal yang berupa tanda dari Allah, sehingga makna
ayat diatas sebagai berikut, seandainya Yusuf tidak melihat tanda dari Tuhannya, maka ia
akan berkehendak dengan isteri Raja Mesir sebagai hasil dari kecenderungannya
kepada wanita tersebut, akan tetapi Yusuf tidak berkehendak kepada wanita isteri Raja
Mesir, sebab ia melihat tanda dari Allah yang menghalanginya dari perbuatan keji dan
munkar.
Firman Allah :
Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada
Tuhannya, dengan kembali kepada-Nya. (QS. Az-Zumar 8 ).
27

Firman-Nya lagi :
Sesungguhnya kami takut akan (adzab) Tuhan kami pada suatu hari yang (hari itu)
orang-orang bermuka asam penuh kesulitan.(QS. Al-Insaan 10).
Maka kembali kepada Allah dan takut siksa-Nya adalah penampakan dari
gharizah tadayyun.
Tiga naluri di atas ada pada setiap manusia, dan tidak mungkin diganti dan tidak
mungkin dihilangkan atau didistribusikan dari manusia satu ke manusia lainnya, tetapi
dimungkinkan sebagian penampakan dari salah satu naluri terhimpun dan bertempat salah
satunya pada posisi yang lain. Maka dimungkinkan hubbu al-zaujah (cinta isteri)
menempati tempat hubbu al-um (cinta kepada ibu), hubbu al-siyaadah menempati tempat
hubbu al-tamalluk, dan taqdiisul al-basyar (pengkultusan manusia) dan taqdiisul al-
asnaam (pemujaan pada patung) menempati tempat ibadah kepada Allah.
Akan tetapi tidak mungkin menghapus dan memutus tiga naluri di atas dari
manusia, sebab gharizah adalah bagian dari esensi manusia. Sedangkan
penampakan dari gharizah bukanlah bagian dari esensi manusia.
Adapun bagaimana manusia mengetahui penisbatan penampakan ke gharizah,
maka sesungguhnya hal itu adalah dengan mempelajari realitas dari penampakan
(mazhahir), maka jika penampakan ini condong atau menahan yang menghasilkan
perbuatan untuk membantu kelanggengan (baqa) diri manusia, maka penampakan seperti
itu dinisbatkan kepada gharizah baqa seperti takut, kikir berani dan sebagainya. Maka
jika penampakan menghasilkan perbuatan yang membantu kelanggengan al-nau al
insaaniy maka penampakan ini dinisbatkan ke gharizah nau seperti mengasihi, lemah
lembut, senang kepada lawan jenis dan lain sebagainya.
Jika penampakan menghasilkan perbuatan yang membantu perasaan manusia
seperti lemah dan membutuhkan kepada Khaliq, maka penampakan ini dinisbatkan ke
gharizah tadayyun seperti takut kepada hari akhir, menghormati sesuatu yang lebih kuat
dan kagum dengan fenomena alam dan sebagainya.
Maka penampakan adalah tanpa perbuatan, seperti kecenderungan untuk memiliki
(al-mailu al tamalluk) bukanlah al-tamalluk (memiliki), karena al-mailu li al-tamalluk
adalah rasa yang ada di dalam diri manusia ketika menghadapi sesuatu itu dan
menyimpannya, sedangkan memiliki adalah hasil pelaksanaan suatu aktifitas. Seperti
28

menjual mobil atau mencuri harta, jadi penampakan itu tidak memuaskan gharizah,
karena sesungguhnya aktivitas yang mendorong kepada penampakan itulah memuaskan
naluri atau yang merealisasikan bagian dari pemuasan.
Maka kecenderungan mendapatkan keridloan dari Allah bukanlah ibadah, sebab
ibadah itu memuaskan gharizah tadayyun, sedangkan kecenderungan semata-mata
tidaklah bisa memuaskan gharizah tadayyun dan kecenderungan senang lawan jenis
tidaklah bisa memuaskan gharizah nau, sedangkan berkumpulnya pria dan wanita dalam
ikatan suami isteri bisa memuaskan sebagian dari gharizah nau ini.
Penampakan (mazhahir) adalah kekuatan yang bisa mendorong manusia untuk
memuaskan nalurinya, dan bersifat internal dari dalam manusia. Penampakan ini akan
terkait dengan berbagai kondisi eksternal yang melingkupinya.
Naluri dan cabang-cabang dari penampakannya berbeda dalam kuat lemahnya
diantara manusia yang satu dengan yang lain, dan berbeda di dalam lemah serta kuatnya
diri manusia itu sendiri. Perbedaan lemah serta kuatnya mengikuti pengaruh ekstern
darinya dan perbedaan dalam tingkatan umur manusia.
Maka kita mendapatkan manusia yang hidupnya penuh dengan keinginan dalam
pemuasan tiga naluri sekaligus secara kuat, juga kita dapati manusia lain yang di dalam
umurnya malas dan lemah sehingga merasa cukup dengan sedikit demi sedikit untuk
memuaskan naluri ini.
Juga dari sudut pandang yang lain kita dapatkan manusia yang mencurahkan diri
di dalam memuaskan gharizah baqa, gharizah nau dan tidak memperhatikan dalam
pemuasan gharizah tadayyun. Atau kita bisa memperhatikan kasih sayang ibu dicurahkan
kepada suaminya karena kecenderungannya suka kepada lawan jenis dan cintanya kepada
pasangannya atau sebaliknya.
Juga kita bisa memperhatikan kecenderungan suka kepada lawan jenis pada
umumnya timbul secara kuat pada waktu muda kemudian mulai menjadi lemah pada usia
tua, yang biasanya dilanjutkan dengan pemusatan ibadah serta takut kepada hari akhir
dan ini umumnya terjadi pada waktu tua dibanding pada usia muda.
Tingkat perbedaan naluri ini, baik dari skala intensitas, prioritas dan aktualitasnya
menjadikan sebagian orang mendahulukan salah satu naluri daripada naluri lainnya. Hal
ini kadangkala disebabkan kuat dan lemahnya naluri dan kadangkala disebabkan
29

perbedaan pengaruh-pengaruh yang ada, yakni berbeda dan bertentangan hukum-hukum


yang dibuat manusia atas perbuatan dan benda yang berhubungan dengan pemenuhan
gharizahnya juga pengaruh lingkungan serta pengaruh eksternal lainnya.
Tiga kategori status perbuatan manusia
Ada tiga kategori status perbuatan manusia ketika melakukan pemenuhan
nalurinya. Pertama, pemenuhan yang benar (shahih). Adalah aktivitas seseorang di
dalam memenuhi nalurinya pada tempat pemenuhan yang sesuai, yakni dengan jalan
yang telah ditentukan oleh aturan yang shahih dalam pemenuhan ini.Sehingga bila
mendatangi perempuan (dan sebaliknya, perempuan ke laki-laki) melalui aqad
pernikahan untuk pemenuhan kecenderungannya maka pemenuhan seperti itu adalah
pemenuhan gharizah nau yang benar (shahih). Sebab perempuan (sebagaimana laki-laki)
menjadi pendorong eksternal bagi kecenderungan ini, adalah tempat yang memang telah
diciptakan Allah sebagai pemenuhan kecenderungan laki-laki (sebagaimana perempuan)
dan Allah telah mengatur aktivitas ini dengan satu-satunya legalitas yang absah yakni
dengan jalan pernikahan.
Kedua, pemenuhan yang salah (bathil). Bila seorang laki-laki mendatangi
perempuan yang tidak halal baginya atau mendatangi perempuan yang tanpa aqad
pernikahan yang sah maka pemenuhan kecenderungan tersebut adalah salah (batil), sebab
ia telah melakukan pemenuhan dengan menyalahi dengan norma yang shahih walaupun
ia telah tepat di dalam pemilihan tempat pemenuhan kecenderungannya yaitu perempuan.
Ketiga, pemenuhan yang rusak (fasad). Bila laki-laki mendatangi sesama laki-
laki atau binatang misalnya, maka pemenuhan kecenderungan tersebut adalah rusak
(fasad) karena hal itu adalah pemenuhan gharizah yang bukan pada tempatnya sekaligus
bertentangan dengan aturan yang shahih di dalam pemenuhan, sebaliknya begitu pula
dengan perempuan.
Sedangkan pemenuhan gharizah tadayyun yang datang dari Allah kepada manusia
dengan suatu aktifitas ibadah yang telah ditentukan baik norma dasar, bentuk sekaligus
mekanismenya, seperti shalat ini adalah pemenuhan yang shahih, tetapi apabila beribadah
kepada Allah dengan mengerjakan sesuatu yang tidak diperintahkan seperti berputar-
putar di sekitar diri sendiri hal ini adalah pemenuhan yang salah walaupun maksud orang
yang berputar tadi adalah beribadah untuk mencari ridlo Allah.
30

Disini kita semakin memahami tentang keberadaan iman yang sifatnya mendasar
dalam Islam, sebagai landasan dan fondasi perbuatan. Sehingga berangkat dari konsep
ini, maka tidak dapat diterima pendapat sebagian orang bahwa yang penting tujuannya,
yang penting baik, walaupun itu tidak diatur dalam Islam.
Demikian juga beribadah kepada berhala yang dianggap sebagai Tuhan. Hal ini
adalah pemenuhan yang menyeleweng, karena dengan demikian bukanlah tempat
pemenuhan gharizah tadayyun sebab penyembahan terhadap berhala tidaklah memuaskan
pemenuhan perasaan serba kurang dan lemah yang ada pada diri manusia, karena
sesungguhnya berhala lebih lemah dibanding manusia.
Dan pemenuhan gharizah baqa seperti al-tamalluk dengan jalan jual-beli adalah
pemenuhan yang shahih, sedangkan pemenuhan dengan jalan mencuri harta benda orang
lain adalah pemenuhan yang salah, sebab pencurian adalah aktifitas yang dilarang Syara.
Adapun pemenuhan gharizah baqa seseorang dengan jalan perdagangan semisal khamr
atau babi, ini adalah pemenuhan yang menyeleweng sebab aktivitas ini diharamkan, tiada
nilainya di mata Islam dan dilarang memilikinya, seperti itu bukan sebagai tempat untuk
pemenuhan yang benar dalam kerangka pandang Islam.

b. Kebutuhan Jasmani ( Al Haajatul Al Udlawiyah)


Jasad (badan, fisik) manusia yang dapat diraba /disentuh terbentuk dari sel-sel yang
bermacam-macam baik bentuk warna dan fungsi. Jumlahnya mencapai lebih dari 300.000
juta sel. Tiap sel tersusun dari dinding sel yang di dalamnya berisi materi-materi makanan
yaitu sitoplasma di tengahnya ada inti sel terbentuk dari kromosom-kromosom berjumlah
46 kromosom saja, tidak berkurang dan tidak bertambah kecuali pada sperma laki-laki
dan ovum wanita masing- masing berjumlah 23 kromosom.
Adapun susunan manusia tidak berbeda antara yang satu dengan yang lain jika
dilihat dari aspek susunan anggota dan fungsi, bilamana berbeda mungkin di dalam
warna kulit, postur tubuh dan penampakan gerak tubuh. Setiap diri manusia terdiri dari
kepala, jantung, perut, paru-paru, usus dan lain sebagainya dan seluruh tubuhnya
terbentuk dari sel-sel yang sama sifatnya seperti yang telah diterangkan di atas. Tiap
anggota tubuh membutuhkan zat-zat makanan, pernapasan dan butuh istirahat, berhenti,
bergerak, melepaskan sisa-sisa kerja organ dengan jalan yang sama.
31

Potensi (khasiyat) kebutuhan tubuh manusia hanya pada hal-hal tertentu, dan
manusia mencari hal-hal ini, yakni khasiat yang Allah telah menitipkan pada diri manusia
yang disebut dengan al-haajatul al-udlawiyyah.
Dan kebutuhan di atas membutuhkan pemenuhan, untuk memenuhi pemuasan ini
tubuh membutuhkan kepada tempat/kondisi), sesuatu dan perbuatan tertentu. Adapun
kondisi yang dibutuhkan tubuh adalah tempat tidur, istirahat dan derajat panas tertentu
serta suhu udara yang sesuai dengan tubuh manusia.
Sedangkan sesuatu yang dibutuhkan tubuh adalah makanan, minuman dan udara.
Dan perbuatan yang dibutuhkan tubuh adalah bernafas, aktivitas makan dan buang air.
Jika kebutuhan jasmani ini tidak dijaga untuk kelangsungan proses mekanisme tubuh
manusia maka akan mengalami kerusakan.
Kondisi dan sesuatu ini dituntut oleh tubuh agar bisa melaksanakan fungsi-fungsi
tubuh. Maka bila tubuh kekurangan air, melalui otak akan mengirimkan sinyal akan
kekurangan air ini, kemudian indera mencari air untuk menutup kekurangan ini. Jika
tidak di dapatkan air secara perlahan tapi pasti tubuh tersebut akan rusak. Dan demikian
dengan kebutuhan yang lain seperti kebutuhan pada makanan, udara dan tidur.
Dalam waktu tertentu tubuh membutuhkan melepas sisa-sisa proses tubuh yang
berbahaya bila tidak dikeluarkan seperti keringat, urine, kotoran dan karbondioksida.
Kebutuhan jasmani tetap didapat dari dalam tubuh manusia Allah telah memberi
sinyalemen tentang hal ini di dalam Al-quran surat Al-Ruum 23:
Dan diantara tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan
usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.
Dan firman Allah selanjutnya yang menerangkan bahwa Rasul juga manusia
biasa:
(Nabi) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu
makan dan minum dari apa yang kamu minum.(QS.Al-Mukminun 33).
Allah telah membolehkan kepada manusia memakan terhadap segala makanan
yang telah disediakan Allah untuk pemenuhan kebutuhan jasmani, kecuali yang
diharamkan namun ketika hal itu tidak dipenuhi dan akan menyebabkan rusaknya tubuh,
Allah membolehkan memakan yang haram, firman Allah SWT:
32

Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakan yang haram) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah 173).
Demikan juga khalifah Umar bin Khaththab tidak memotong tangan pencuri
pada waktu musim paceklik yang melanda daerah kekuasaan Islam, karena kebutuhan si
pencuri untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya.

Persamaan dan Perbedaan Antara Naluri dan Kebutuhan Jasmani


Persamaan antara naluri dan kebutuhan jasmani jika ditinjau dari karakternya
sebagai potensi yang fitriyyah ada sebagai anugrah Allah pada manusia, seperti potensi
banjir pada air, potensi membakar pada api. Maka keberadaan keduanya, tidak ada
seorangpun yang mampu menghilangkan kecuali Allah Rabbul Alamin.
Sedangkan perbedaan antara kebutuhan jasmani dengan naluri ada dua segi: segi
pertama, pelaksanaan pemenuhan kebutuhan jasmani adalah wajib tidak bisa
ditinggalkan, sehingga jika tidak dipenuhi, tubuh akan rusak, jika seseorang tidak tidur
atau tidak makan atau tidak bernafas dan lainnya maka lama kelamaan akan rusak.
Adapun naluri pelaksanaan pemenuhan tidak suatu keharusan, jadi bisa
ditinggalkan, sehingga jika tidak dipenuhi tidak akan berpengaruh pada kerusakan tubuh
dan mekanismenya, tetapi hanya sebatas pada keguncangan, kacau, gelisah serta tidak
tenang. Sehingga bila seseorang tidak memenuhi gharizah tadayyun tidak akan merusak
dirinya tetapi akan merasa gelisah, sempit dan goncang, perasaan seperti ini nyata dan
jelas pada pasangan suami isteri yang tidak menghasilkan keturunan karena mandul salah
satunya atau keduanya.
Segi kedua, Sesungguhnya kebutuhan jasmani munculnya dipengaruhi dari faktor
internal tubuh, seseorang merasa butuh makan atau minum jika ia lapar atau haus
disebabkan tubuh membutuhkan pasokan materi-materi makanan atau minuman yang
diuraikankan tubuh untuk kebutuhan internnya, serta merasa butuh tidur atau istirahat jika
sangat mengantuk atau lelah.
Anggota tubuh tidak akan bisa melaksanakan fungsi-fungsinya jika tidak tidur
atau tidak beristirahat, setiap kekurangan di dalam kebutuhan jasmani dari tempat dan
33

sesuatu, manusia merasa sendiri dari dalam tubuhnya, jadi bukan tugas indera untuk
memberikan sinyalemen bila tubuh memerlukan pemenuhan ini.

Hubungan antara potensi manusia dan perilaku atau perbuatan


Lalu bagaimana hubungan potensi manusia dan perilaku bisa terjalin?
Jika manusia ingin memenuhi kebutuhan jasmaninya, yang ini dipengaruhi
faktor internal. Maka proses ini dimulai dari pengaruh sebagian sel-sel yang tersebar
diseluruh jaringan tubuh, kemudian pengaruh ini berpindah melalui syaraf-syaraf menuju
pusat tertentu di dalam otak, kemudian otak bekerja dengan pengkaitan informasi dari
rasa ini mendorong manusia untuk mencari sesuatu yang bisa memenuhinya, maka hal ini
mendorong manusia untuk mencari sesuatu yang bisa memenuhinya, maka jadilah
perilaku.
Sedangkan jika manusia ingin memenuhi nalurinya, yang ini dipengaruhi dari
faktor eksternal dirinya. Maka jika manusia melihat harta yang banyak, berpengaruh
baginya hubbu al-tamalluk (untuk memiliki) yang muncul dari gharizah baqa. Jika
melihat mayat akan berpengaruh baginya pemikiran bahwa manusia itu lemah, dan ini
adalah penampakan dari gharizah tadayyun. Jika melihat seseorang perempuan yang
cantik berpengaruh baginya kecenderungan ini adalah penampakan dari gharizah nau.
Maka dorongan ini membutuhkan pemenuhan. Jika dorongan ini dikaitkan dengan
persepsi tertentu dalam pemikiran (akalnya), maka akan membuat manusia melakukan
perilaku tertentu.
Pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri ini akan menghasilkan dorongan-
dorongan tertentu, yang menghasilkan perasaan-perasaan tertentu, yang bila dikaitkan
dengan persepsi yang ada dalam akal, maka akan menjadi kecenderungan bersikap dan
selanjutnya bila itu benar-benar dipenuhi maka akan menjadi perilaku atau perbuatan.
Inilah hubungan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri dengan
terbentuknya perilaku manusia.
Pada sisi yang lain ada hubungan antara kebutuhan jasmani dan naluri sebagai
satu kesatuan yang mendorong manusia berperilaku. Contoh: bila pemenuhan gharizah
baqa yaitu apabila sesuatu yang memenuhi kebutuhan jasmani manusia membantu baqa /
keberlangsungan manusia pada rantai kehidupannya, seperti makanan, minuman,
34

bernafas, tidur, buang air dan berkeringat adalah untuk menjaga keberlangsungan
manusia. Semua itu adalah kebutuhan yang merupakan keharusan bagi tubuh dalam
menjalankan fungsi-fungsi alamiahnya, akan tetapi mekanisme organ tubuh di atas juga
merupakan keharusan bagi kelangsungan rantai kehidupannya. Maka kecenderungan
memiliki makanan atau kecenderungan untuk makan adalah penampakan gharizah baqa,
karena kecenderungan ini kadang-kadang terdapat pada manusia walaupun organ
tubuhnya tidak sedang membutuhkan makanan, hal ini karena adanya informasi
sebelumnya tentang lezatnya makanan ini dan bergunanya untuk memenuhi kebutuhan
jasmani.
Maka jika pengaruh-pengaruh datang dari luar manusia saja tanpa adanya anggota
tubuh membutuhkan makanan maka itu adalah reaksi naluriah, dan kecenderungan untuk
makan adalah penampakan naluriah. Dan jika stimulus yang datang dari internal tubuh
karena adanya organ tubuh yang membutuhkan makanan maka itu adalah reaksi
kebutuhan jasmani, maka aktifitas makan menjadi sifat sebagai pemenuhan terhadap
kebutuhan jasmani jika manusia merasa lapar, dan makanan juga sebagai sarana
pemenuhan gharizah baqa, jika aktifitas makan manusia semata hasil dari cintanya
manusia kepada makanan, walaupun sebenarnya ia tidak lapar dan organ tubuhnya tidak
membutuhkan kepada penguraian materi atau gizi-gizi makanan, atau istilah lain
memberi makan nafsu, bukan memberi makan perut.
Kebutuhan jasmani dan naluri yang terdapat pada manusia juga terdapat pada
hewan. Meski kondisi dan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan jasmani manusia tidak
sama dengan kondisi dan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan jasmani hewan.
Sedangkan naluri juga terdapat pada hewan, seperti juga yang terdapat pada manusia,
semisal gharizah nau dan apa yang muncul dari penampakannya seperti kecenderungan
pada lawan jenis dan juga seperti gharizah baqa dan penampakannya seperti takut kepada
bahaya.
Sedangkan gharizah tadayyun, antara manusia dengan hewan berbeda
penampakannya dan punya cara tersendiri. Manusia tidak bisa mengetahui penampakan
gharizah tadayyun hewan, hal ini hanya bisa kita ketahui dari dalil pasti yang
keabsahannya terjamin, yakni dalil yang datangnya dari Al-Quran yang mengabarkan
tasbih dan shalatnya segala macam kehidupan lainnya, firman Allah:
35

Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti tasbih mereka, sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun. (QS. Al Israa 44).
Firman Allah SWT:
Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya Allah: Kepadanya bertasbih apa yang ada di
langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing
telah mengetahui (cara) shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan. (QS. An Nuur 41)
Maka tasbih dan shalat adalah aktivitas sebagai hasil dari kecenderungan manusia
untuk mensucikan Pencipta (Khaliq), dan ini adalah sebagian penampakan dari gharizah
tadayyun yang semua makhluk melakukan, dan informasi ini datang langsung dari Allah,
tetapi kita tidak bisa mengetahui esensi ibadahnya, firman-Nya :
Tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.(QS. Al-Israa 44).

C. Tujuan, Status dan Peran Manusia Muslim

Seluruh potensi manusia dalam uraian diatas, harus diarahkan dan dikembangkan untuk
mencapai dan meraih tujuan, status atau kedudukan dan peran manusia di dunia.

Tujuan (direction) adalah arah yang harus dituju. Tujuan manusia didunia adalah
beribadah, artinya menjalani hidup di dunia dengan mentaati perintah dan menjauhi
larangan Allah SWT, sehingga teraih kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan akhirat. (QS
Addzariyat: 59)

Status atau kedudukan (posisi) adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu. Kedudukan
manusia adalah sebagai hamba Allah (Abdullah) dan (2) Pengelola dan Pengurus
(Khalifah). (QS. Al Baqarah: 30)

Peran (role) adalah konsekuensi dari status. Sebagai hamba Allah (abdullah) adalah
senantiasa berusaha mendekat kepada Allah, menjadikan Allah SWT sebagai tujuan dan
arah kehidupan. Ini adalah peran secara individual manusia sebagai ciptaan (habl
minallah). Sebagai pengelola dan pengurus (khalifah) adalah memakmurkan dunia
dalam kerangka merealisasikan rahmat Allah sesuai aturan (syariat) Islam . Peran ini
36

adalah sebagai makhluk sosial yaitu menciptakan tata dunia dan tata kehidupan yang
selaras dengan perintah dan larangan Allah (habl minannas). ***

Bahan Diskusi
1. Apakah potensi yang ada dalam diri manusia?
2. Apa jenis-jenis naluri yang ada dalam diri manusia?
3. Apakah kebutuhan jasmani itu?
4. Apa persamaan dan perbedaan antara naluri dan kebutuhan jasmani?
5. Apakah unsur-unsur berpikir itu? Bagaimana proses berpikir itu terjadi ?
6. Apa tujuan dan peran hakiki manusia muslim di dunia ini?

Referensi
1. Maurice Bucaille, Asal Usul Manusia Menurut Bibel, Al Quran dan Sains
(terjemah), Penerbit Mizan, 1992
2. Alexis Carrel, Man The Unknown (terjemah), Penerbit Rosda Karya Bandung,
1991
3. Achmad Mubarok, Sunatullah dalam Jiwa Manusia, IIIT Indonesia, 2003.
4. Muhammad Husain Abdullah, Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam (terjemah),
Pustaka Thariqul Izzah, 2002
37

BAB II
KONSEPSI ISLAM TENTANG KETUHANAN

Tujuan :

(1) Mahasiswa memahami dan meyakini keberadaaan Allah SWT dan mampu membuat
argumen rasional untuk membuktikan keberadaanNya, (2) Mahasiswa memahami
konsepsi Islam tentang ketuhanan dan seluruh konsekuensi dari pemahaman tersebut.

A. Konsep Dasar

Konsep Ketuhanan dalam Islam dikenal setidaknya dengan tiga istilah. Pertama,
Konsep Tauhid. Kedua, Konsep Aqidah. Ketiga, Konsep Iman. Ketiga istilah ini saling
terkait dengan perbedaan penekanan dalam objek pembahasannya.
Konsep Tauhid (berarti esa, satu) merujuk kepada upaya membangun pengakuan
dan keyakinan bahwa hanya ada satu (esa, ahad) Tuhan, yaitu Allah SWT dengan segala
konsekuensinya. Dikenal ada tauhid rububiyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma wa
sifat. Tauhd Rububiyyah berarti pengakuan bahwa Allah adalah Rabb (pencipta manusia
dan alam semesta). Tauhid Uluhiyyah adalah pengakuan bahwa hanya Allah SWT saja
yang patut disembah (illah). Tidak Ada Illah (sesembahan, Tuhan) selain Allah (SWT).
Tauhid Asma wa sifat adalah pengakuan dan keyakinan bahwa Allah memiliki nama-
nama yang baik (asmaul husna) dan sifat-sifat Allah. Sebagian kalangan memberikan
tambahan pembahasan selain tiga konsep tauhid ini dengan konsep Tauhid Mulkiyyah
(Hakimiyyah), adalah pengakuan dan keyakinan bahwa aturan (hukum) Allah saja yang
layak untuk mengatur kehidupan manusia ini.
Konsep Aqidah (berasal dari kata: aqada[bahasa Arab]: bermakna ikatan)
mengacu kepada upaya membangun keyakinan-keyakinan pokok dan mendasar yang
harus dimiliki oleh manusia, yang dibangun diatasnya pemikiran cabang atau turunan.
Konsep ini lebih mengacu bagaimana membangun cara berpikir yang sistematis, sejak
dari pemikiran dasar (asas) ke pemikiran cabang. Aqidah ini juga membandingkan cara
berpikir islam dan cara berpikir selain islam, ditinjau dari segi asas atau dasar
keyakinannya.
38

Sedangkan konsep Iman ( berasal dari kata : amana [bahasa arab], keyakinan)
mengacu kepada upaya membangun keyakinan terhadap pemikiran pokok yang meliputi
keyakinan kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat, dan Takdir. Konsep Iman
ini meliputi aspek keyakinan, lisan dan perbuatan (perilaku). Juga membedakan antara
keyakinan keimanan dan keyakinan selain keimanan (dzon, syak, dan wahm).
Ketiga konsep yang terkait dengan pembahasan Ketuhanan ini berfokus pada
pembahasan keyakinan dan pemikiran yang mendasar. Konsep Tauhid menekankan pada
aspek dan jenis pengakuan dan keyakinan bahwa Tuhan itu satu-satunya adalah Allah,
sebagai Rabb, Illah dan memiliki Asma dan Sifat Tertentu. Konsep Aqidah menekankan
pada aspek pembangunan landasan atau fondasi dari cara berpikir manusia. Konsep Iman
menekankan pada aspek keyakinan, lisan dan perbuatan.
Naluri beragama (ghorizah tadayyun) merupakan hal yang fitri bagi manusia.
Naluri ini menuntun manusia kepada keimanan akan keberadaan pencipta (al-kholiq).
Hanya saja, manusia seringkali salah dan keliru dalam memahami hakikat al-khaliq ini.
Ada di antara manusia yang menyangka bahwa al-kholiq itu adalah matahari, api,
bintang, patung/berhala, atau makhluq lainnya. Islam datang untuk membimbing manusia
dalam memenuhi ghorizah tadayyun-nya serta dalam memahami hakikat al-kholiq yang
sebenarnya.

B.Cara Beriman Yang Islami


Aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan
kehidupan (AMK), tentang sebelum kehidupan dan sesudahnya, dan tentang hubungan
ketiganya (AMK) dengan alam sebelum dan sesudahnya. Pemikiran menyeluruh ini
merupakan pemecahan dari permasalahan besar (uqdatul kubro) manusia. Yakni, dari
mana, untuk apa, dan akan ke mana kita ini ? Jawaban manusia atas pertanyaan ini
disebut aqidah. Adanya jawaban uqdatul kubro belum menunjukkan bahwa aqidah
tersebut benar. Sebuah aqidah benar atau tidak, bergantung kepada kesesuaiannya dengan
fitrah manusia yang dapat melahirkan ketentraman pada jiwa manusia dan kesesuaiannya
dengan akal manusia (memuaskan akal manusia).
Aqidah Islam menjelaskan bahwa AMK adalah makhluq dari al-kholiq, yakni
Allah SWT. Alam akhirat adalah kehidupan setelah dunia. Hubungan kehidupan
39

(manusia) di dunia dengan sebelumnya adalah kesesuaian dengan perintah dan larangan
Allah SWT. Dan hubungan kehidupan (manusia) di dunia dengan sesudahnya adalah
hisab (pahala(tsawaab)/surga (al-jannah), siksa (iqoob)/ neraka(an-naar).
Aqidah Islam adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
para Rasul-Nya, hari akhir, qodar baik buruk keduanya dari Allah. Sedangkan makna
iman itu sendiri adalah pembenaran yang bersifat pasti (tashdiiqul Jaazim), yang sesuai
dengan kenyataan, yang muncul dari adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya seratus
persen kebenaran/keyakinannya tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta
artinya hal yang diimani tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan
diada-adakan. Muncul dari suatu dalil artinya keimanan tersebut memiliki hujjah / dalil
tertentu, tanpa dalil sebenarnya tidak ada pembenaran yang bersifat pasti.
Dalil yang tidak pasti (zhan) hanya menghasilkan pembenaran saja bukan iman.
Dengan demikian, iman adalah keyakinan yang kuat, tidak dipengaruhi oleh syak (ragu-
ragu) atau wahm (persangkaan yang tidak beralasan) ataupun zhan (persangkaan yang
memiliki alasan kuat). Pengambilan dalil untuk perkara aqidah berbeda dengan perkara
hukum. Karena aqidah mensyaratkan dalil yang bersifat pasti, tidak ada keraguan
sedikitpun didalamnya, maka sumber pengambilan dalil aqidah harus pasti sumbernya
(qathi ats-tsubuut) dan pasti penunjukkannya (qathi dalalah). Sumber yang tergolong
qothi ats-tsubuut adalah Al-Quran dan hadits mutawatir.
Suatu dalil untuk masalah aqidah/iman, adakalanya bersifat aqli dan atau naqli,
bergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam jangkauan panca indra
akal maka dalil keimanan bersifat aqli, tetapi jika tidak (di luar jangkauan panca indra),
maka ia didasarkan pada dalil naqli. Hanya saja perlu diingat bahwa penentuan sumber
suatu dalil naqli juga ditetapkan dengan dalil aqli. Artinya penentuan sumber dalil naqli
tersebut dilakukan melalui penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana
yang tidak boleh dijadikan sebagai sumber dalil naqli. Oleh karena itu semua dalil
tentang aqidah pada dasarnya disandarkan pada metode aqliyah. Dalam hal ini Imam
Syafii berkata :
Ketahuilah bahwa kewajiban pertama bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan
mencari dalil untuk marifat kepada Allah Taala. Arti berfikir melakukan penalaran dan
perenungan qalbu, dalam kondisi orang yang berfikir tersebut dituntut untuk marifat
40

kepada Allah. Dengan cara seperti itu ia bisa sampai kepada marifat terhadap hal- hal
yang ghaib dari pengamatan dengan indra dan ini merupakan suatu keharusan. Hal ini
seperti merupakan suatu kewajiban dalam bidang Ushuludin. (Imam Syafii dalam
Fiqhul Akbar).

Iman Kepada Allah


Akal manusia mampu membuktikan kebenaran suatu hal yang berada di luar
jangkauannya, jika ada sesuatu yang dapat dijadikan petunjuk atas keberadaan hal
tersebut, seperti perkataan seorang Baduy (orang awam) tatkala ditanyakan kepadanya
Dengan apa engkau mengenal Rabbmu ? Jawabnya :Kotoran onta itu menunjukkan
adanya onta, dan bekas tapak kaki menunjukkan pernah ada orang yang berjalan.
Oleh karena itu, ayat-ayat Al-Quran adalah bukti eksistensi Allah (tentang adanya al-
kholiq/Sang pencipta) dengan cara mengajak manusia memperhatikan makhluk-makhluk-
Nya. Sebab kalau akal diajak untuk mencari Dzat-Nya maka tentu saja akal tidak mampu
menjangkaunya, seperti firman-Nya:
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat kekuasaan Allah untuk
orang-orang yang beriman. Dan pada penciptaan kamu dan pada binatang-binatang
melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
kaum yang meyakini. (QS. Al-Jaatsiyat: 3-4).

Karena keterbatasan akal dalam berfikir, Islam melarang manusia untuk berfikir
langsung tentang dzat Allah sudah berada di luar kemampuan akal untuk menjangkaunya.
Selain itu juga karena manusia mempunyai kecenderungan (bila ia hanya menduga-duga
tanpa memiliki acuan kepastian) menyerupakan Allah SWT dengan suatu makhluk.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
Berfikirlah kamu tentang makhluk Allah tetapi jangan kamu fikirkan tentang dzat
Allah, sebab kamu tidak akan sanggup mengira-ngira tentang hakikatnya yang
sebenarnya (HR. Abu Nuim dalam Al-Hidayah, sifatnya marfu, isinya shohih).
Akal manusia yang terbatas tidak akan mampu membuat khayalan tentang dzat Allah
yang sebenarnya, bagaimana Allah melihat, mendengar, berbicara, bersemayam di atas
Arsy-Nya, dan seterusnya. Sebab, dzat Allah bukanlah materi yang bisa diukur atau
41

dianalisa. Ia tidak dapat dikiaskan dengan materi apapun. Semisal manusia, makhluk
aneh berkepala dua, bertangan sepuluh, dan sebagainya.
Dengan demikian beriman kepada keberadaan (wujud) Allah diperoleh dengan jalan
aqli, yaitu dengan berfikir secara cemerlang (mustanir). Dengan berfikir dan melakukan
perenungan yang mendalam akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa segala sesuatu itu
mengharuskan adanya Pencipta yang menciptakannya. Hal ini dapat diterangkan sebagai
berikut. Bahwasanya segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh akal terbagi dalam tiga
unsur, yaitu manusia, alam semesta, dan kehidupan. Ketiga unsur ini bersifat terbatas dan
bersifat lemah, kurang, dan saling membutuhkan kepada yang lain. Misalnya manusia, ia
terbatas sifatnya karena tumbuh dan berkembang tergantung kepada yang lain, sampai
suatu batas yang tidak dapat dilampauinya lagi. Oleh karena itu jelas ia bersifat terbatas,
mulai dari ketiadaannya sampai batas waktu yang tidak bisa dilampauinya.
Begitu pula dengan kehidupan, ia bersifat terbatas pula, sebab
penampakkan/perwujudannya bersifat individual semata. Dan apa yang kita saksikan
selalu menunjukkan bahwa kehidupan itu ada lalu berhenti pada satu individu itu saja.
Jadi jelas kehidupan itu bersifat terbatas. Demikian pula halnya dengan alam semesta. Ia
pun bersifat terbatas. Sebab alam semesta itu hanyalah merupakan himpunan benda-
bneda di bumi dan di angkasa dimana setiap benda tersebut memang bersifat terbatas.
Himpunan dari benda-benda terbatas dengan sendirinya terbatas pula sifatnya. Jadi, alam
semesta itu pun bersifat terbatas. Kini jelaslah bahwa AMK, ketiganya bersifat terbatas
(termasuk memiliki batas awal dan akhir keberadaannya).
Apabila kita melihat kepada segala hal yang bersifat terbatas, akan didapati bahwa
segala hal tersebut tidak azali (azali tidak berawal dan tidak berakhir). Sebab apabila ia
azali bagaimana mungkin ia bersifat terbatas? Tidak boleh tidak, keberadaan semua yang
terbatas ini membutuhkan adanya pencipta yang mengadakannya, atau mewajibkan
adanya sesuatu yang lain. Dan sesuatu yang lain inilah Al-kholiq yang menciptakan
AMK.
Sesungguhnya bagi setiap orang yang mempunyai akal, hanya dengan perantaraan
wujud benda-benda yang dapat diinderanya, ia dapat memahami bahwa dibalik benda-
benda itu terdapat Pencipta yang telah menciptakannya. Sebab dapat disaksikan bahwa
semua benda-benda tadi bersifat serba kurang, sangat lemah, dan saling membutuhkan
42

kepada yang lain. Yakinlah bahwa semua hanyalah makhluk. Oleh karena itu, untuk
membuktikan adanya Al-Kholiq yang Maha Pengatur, sebenarnya cukup hanya dengan
mengamati segala sesuatu yang ada di alam semesta, kehidupan, dan di dalam manusia
itu sendiri.
Oleh karena itu dijumpai bahwa Al-Quran senantiasa melontarkan pandangannya
kepada benda-benda yang ada di sekitar manusia sambil mengajak menusia untuk turut
mengamatinya serta mengamati segala yang ada di sekelilingnya dan apa yang
berhubungan dengannya, agar dapat membuktikan adanya Allah SWT. Sebab dengan
mengamati benda-benda akan memberikan suatu pemahaman yang meyakinkan manusia
terhadap adanya Allah Yang Maha Pencipta lagi Maha Pengatur secara pasti tanpa
adanya keraguan. Di dalam Al-Quran telah dibeberkan banyak ayat yang berkenaan
dengan hal ini, antara lain firman Allah:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi , dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang yang berakal. (QS. Ali Imran : 190).
Juga firman-Nya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah diciptakannya langit dan bumi serta
berlain-lainannya bahasa dan warna kulitmu. (QS. Ar-Rum: 22).
Serta firman-Nya yang lain seperti Q. S. Al-Ghaasiyah : 17-20 juga Ath-Thariq : 5-7
atau juga firman-Nya yang berikut:
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air dan awan yang dikendalikan antar langit dan
bumi. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Al-Baqarah : 164).

Ditambah lagi dengan ayat-ayat lain yang serupa, yang mengajak manusia untuk
memperhatikan dengan seksama terhadap benda-benda alam, serta melihat apa yang ada
di sekelilingnya dan yang berhubungan dengannya (dari segi keberadaannya) untuk
dijadikan petunjuk atas adanya Pencipta yang Maha Pengatur. Sehingga dengan demikian
imannya kepada Allah SWT menjadi iman yang mantap, yang berakar dari akal dan
bukti.
43

Adapun beriman kepada sifat-sifat dan asmaul husna Allah didapatkan dengan cara
naqli/wahyu. Perkara ini tidak bisa dijangkau langsung oleh panca indra, akan tetapi
membutuhkan sejumlah informasi (malummat), yakni wahyu.

Iman Kepada Malaikat

Iman kepada malaikat berdasarkan dalil naqli, sebab akal tidak pernah mampu
menjangkau eksistensi/keberadaan Malaikat. Dalil syara tentang adanya malaikat berasal
dari ayat-ayat Al-Quran dan sunnah rasul diantaranya adalah firman Allah SWT:
Allah telah terangkan bahwasanya tidak ada ilah selain Dia, Yang menegakkan
keadilan dan disaksikan oleh para malaikat dan ahli-ahli ilmu. Tidak ada Ilah selain
Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana (QS. Ali-Imran : 18).

Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah (sunguh-sungguh) kepada Allah dan


Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. (Ketahuilah bahwa) siapa
saja kafir terhadap Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan hari kemudian,
maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. An-Nisa : 136).

Iman Kepada Kitabullah


Kitab-kitab yang berasal dari firman Allah SWT seluruhnya ada empat macam,
yaitu Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Taurat yang diturunkan
kepada Nabi Musa a.s. Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as. Dan Injil yang
diturunkan kepada hamba Allah dan Rasul-Nya, Nabi Isa A.s. Sementara itu firman Allah
dalam bentuk shuhuf, misalnya adalah apa yang dibenarkan kepada Nabi Ibrahim a.s.
Beriman terhadap kitab Allah mempunyai sandaran yang berasal dari pemahaman
dalil aqli dan naqli. Adapun mengenai penjelasan dalil-dalil tersebut, maka Al-Quran
adalah kitab yang berbeda dengan kitab-kitab lainnya. Secara faktual/nyata, Al-Quran
merupakan suatu kenyataan yang bisa dijangkau panca indera dan akal, dapat dipikirkan
atau dibuktikan kebenarannya.
Tidak demikian halnya dengan kitab samawi lainnya. Kitab tersebut faktanya sudah
tidak ada, sehingga akal sudah tidak mampu membahas dan membuktikan kebenarannya
44

(bahwa kitab iut berasal dari Allah). Sebab kitab-kitab tersebut tidak mengandung
mukjizat yang bisa dijangkau akal manusia (terutama manusia pada zaman kini). Juga
Nabi yang membawanya tidak menjadikannya (Taurat, Zabur, dan Injil) sebagai bukti
tentang kenabiannya. Walaupun demikian, kita wajib meyakini kitab-kitab tersebut
pernah diwahyukan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul terdahulu, baik yang diberitakan
dalam Al-Quran maupun yang tidak diberitakan.
Karena itu, dalil keimanan terhadap kitab-kitab suci selain Al-Quran, adalah dalil
naqli, yakni berdasarkan (ditunjukan) oleh Al-Quran dan Hadist Rasul yag pasti, seperti
firman Alah SWT :
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab-kitab yang Allah telah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
telah turunkan sebelumnya. Siapa saja yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kiamat, maka sesungguhnya telah sesat
sejauh-jauhnya. (Q.S. An-Nisaa : 136).
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa Al-Quran telah diwahyukan Allah SWT
kepada Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad SAW, melalui Malaikat Jibril as, adalah
berdasarkan pada dalil aqli, yaitu dengan pembuktian dari segi ketinggian bahasa dan isi
yang dikandungnya. Kedua hal ini telah menunjukkan suatu mukjizat yang amat
menakjubkan dan besar, sekaligus membuktikan bahwa Al-Quran bukan hasil karya
seorang manusia.

Iman Kepada Rasul


Beriman kepada kenabian Muhammad SAW, dapat dibuktikan secara aqli dengan
mukjizatnya yang abadi, yaitu Al-Quran. Ia adalah Kalamullah, yang telah membungkam
orang-orang kafir, terdiam tak mampu menandingi atau mendatangkan satu surat saja
semisal Al-Quran. Hal ini menjadi dalil yang meyakinkan bahwa Muhammad SAW
adalah seorang nabi dan rasul. Sebab, suatu mukjizat hanya diberikan Allah kepada para
nabi dan rasul. Allah SWT berfirman :
(Dan) jika kalian tetap meragukan Al-Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad SAW), maka buatlah satu surat (saja) semisal Al-Quran dan ajaklah para
penolong selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah : 23).
45

Disamping kita percaya kepada kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, kita wajib
percaya pula bahwa Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin (penutup para
nabi). Dikalangan ummat Islam sejak sahabat hingga kini, bahkan sampai akhir jaman
nanti wajib mentaati konsensus bahwa nabi dan rasul penutup (akhir) adalah Muhammad
SAW, sehingga tidak ada lagi nabi dan rasul sesudahnya sampai hari kiamat. Konsensus
ummat Islam mengenai hal ini adalah berdasarkan :
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Mahatahu segala
sesuatu. (QS. Al-Ahzab : 40)

Sesungguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada nabi dan rasul
sesudahnya. (Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik).

Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah sama


dengan seorang yang membuat sebuah rumah; diperindah dan diperbagusnya (serta
diselesaikan segala sesuatunya) kecuali tempat (yang disiapkan) untuk sebuah batu
bata di sudut rumah itu. Orang-orang yang mengelilingi rumah itu mengaguminya,
tetapi bertanya; Mengapa engkau belum memasang batu bata itu ? Nabi pun
berkata Sayalah batu bata (terakhir) -sebagai penyempurna -itu, dan sayalah
penutup para nabi. (Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari Abi Hurairah).

Adapun beriman kepada nabi dan rasul sebelum Muhammad SAW dengan dalil naqli.
Al-Quran menjelaskan bahwa mereka diutus oleh Allah dengan syariat masing-masing.
Namun diantara mereka tidak ada perbedaan dalam hal menyeru kepada tauhid.

...beriman kepada Allah, malaikat, kitab, dan rasul yang tidak ada perbedaan satu
dengan yang lainnya diantara mereka. (QS. Al-Baqarah : 285).
46

Iman Kepada Hari Akhir


Seorang muslim beriman bahwa kehidupan di dunia akan musnah dan berakhir
kemudian berganti dengan kehidupan kedua di alam akhirat. Keyakinan terhadap alam
akhirat/hari kiamat ini merupakan bagian dari rukun iman (dasar-dasar keimanan).
Adapun bukti-bukti adanya hari kiamat, sekaligus dalil keimanannya, berasal dari wahyu
(ayat-ayat) Allah dan hadist Rasul. Dasar pemahamannya berdasarkan dalil naqli, bukan
dalil aqli. Sebab, hari kiamat adalah sesuatu yang tidak terjangkau panca indera manusia,
sehingga akal tidak mampu menemukannya dengan pasti berdasarkan usaha pengindraan
terhadap sesuatu. Tanpa adanya berita tentang hari kiamat dari wahyu Allah, maka
manusia tidak mengetahui apakah ada atau tidak hari kebangkitan sesudah mati, serta
bagaimana bentuk kehidupan sesudah mati itu? Dalil-dalil naqli yang menjelaskan
tentang hari kiamat tersebut diantaranya adalah :

Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak dibangkitkan.


Katakanlah, Tidak demikian. Demi Tuhanku, kalian benar-benar pasti dibangkitkan,
kemudian akan diberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Hal demikian
adalah mudah bagi Allah. (QS. At-Taghaabun : 7).
Hadist shohih, ketika jibril mengajarkan kepada Rasulullah SAW yang diriwayatkan
oleh Muslim dari Umar bin Khaththab :
Ketika Jibril menanyakan kepada Rasulullah tentang iman, maka Rasulullah
menjawab : Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para Rasul-Nya, juga kepada hari kiamat. Dan hendaklah engkau beriman
kepada Qodar yang baik dan buruk (dari Allah).

Iman kepada hari kiamat adalah iman kepada hari berbangkit, yaitu waktu
berakhirnya seluruh kehidupan makhluk di alam semesta yang fana ini, kemudian Allah
pasti menghidupkan kembali semua makhluk yang telah mati, membangkithidupkan
tulang belulang yang sudah hancur, mengembalikan jasad yang telah menjadi tanah
sebagaimana asalnya, dan mengembalikan ruh pada jasad seperti sedia kala.
47

Iman Kepada Takdir (Qadar)


Iman kepada takdir/qadar merupakan sesuatu yang wajib bagi setiap muslim, sebab
hal ini memiliki sandaran nash-nash Al-Quran yang pasti serta dijelaskan oleh Rasulullah
SAW dalam sunnahnya (Q. S. An-Naml : 57, At-Taubah :51, Al-Hadid : 22, dan hadist
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Umar bin Khattab; ketika itu malaikat Jibril
datang kepada Nabi SAW dan bertanya yang artinya
Coba ceritakan apa iman itu ? Lalu Rasululah menjawab : Iman itu percaya kepada
adanya Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan
percaya kepada takdir baik dan buruknya berasal dari Allah SWT .
Iman kepada takdir berbeda dengan iman kepada Qadha dan Qadar, ia bukan lahir
dari nash-nash syara secara langsung. Istilah Qadha dan Qadar, sebagai istilah tertentu
yang bermakna pula, tidak didapatkan dalam Al-Quran maupun As-Sunnah secara
beriringan. Kalau kita kaji dari buku-buku hadist, kita tidak akan menemukan masalah ini
(qadha dan qadar). Kita hanya akan menemukan pembahasan taqdir (atau al-qadar yang
bermakna takdir). Misalnya dalam Shahih Bukhari hadist no. 6594-6620 dan Shahih
Muslim no. 2634-2664; yang merupakan bab khusus tentang masalah takdir. Di dalam
Al-Quran sendiri tidak ada istilah Qadha dan Qadar yang digabungkan itu dan keduanya
hanya ditemukan terpisah.
Tiadanya istilah qadha dan qadar (yang digabungkan, dan memiliki makna tertentu
pula) tersebut, karena memang masalah ini baru muncul pada masa tabiin (setelah masa
shahabat), pada akhir abad pertama Hijriyah (awal abad kedua Hijriyah).
Seorang muslim beriman dan yakin bahwa semua keadaan di dunia ini pasti diketahui
oleh Allah SWT (karena memang Allah Maha Mengetahui segala sesuatu/bersifat Al-
Alim), baik kejadian yang telah terjadi, sedang maupun yang akan terjadi. Kejadian
apapun bentuknya telah diketahui oleh Allah SWT dan dituliskan di Lauhul Mahfuzh
(kitab induk dan gambaran umum luasnya ilmu Allah SWT).
Inilah pengertian sederhana dari takdir yang telah dijelaskan oleh Al-Quran dan hadist
Rasulullah SAW. Dengan kata lain takdir adalah catatan (ilmu Allah) yang menyeluruh
tentang segala sesuatu, semuanya telah tercatat/diketahui oleh Allah SWT dan dituliskan
di Lauhul Mahfuzh. Adapun masalah Qadha dan Qadar memerlukan penjelasan yang
lain yang lebih terperinci dan tidak diuraikan dalam tulisan ini.
48

C. Konsekeuensi Keimanan
Konsekuensi dari keimanan seseorang kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari
akhir dan takdir adalah sebagai berikut: Pertama, seorang mukmin akan menyandarkan
dirinya hanya kepada Allah dalam melakukan apapun perbuatan di dunia. Kedua,
seorang mukmin akan menerima secara menyeluruh semua perintah dan menjauhi
larangan Allah dan Rasul-Nya yang didasarkan kepada kitab Suci. Ketiga, seorang
mukmin akan bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan di dunia ini, karena kelak
mereka akan diminta pertanggungjawaban di hari akhir dan ditentukan kedudukan atau
posisinya di hadapan Allah SWT. ***

Bahan Diskusi
1. Apa pengertian aqidah Islamiyah?
2. Bagaimana proses keimanan kepada Allah dan Rasul ?
3. Bagaimana proses keimanan kepada Malaikat dan Kitab Allah?
4. Bagaimana proses keimanan kepada hari Akhir dan takdir?
5. Apa konsekuensi keimanan seseorang?

Referensi

1. Muhammad Rahmat Kurnia, Mereformasi Diri dengan Tauhid, Al Azhar Press,


2003
2. Endang Saefuddin Anshori, Agama, Ilmu dan Filsafat, PT Bina Ilmu, 1990
3. M Abdurahman, Rahasia dibalik Keteraturan dan Keganjilan Alam Semesta,
Penerbit Pustaka Thariqul Izzah, 2004

Anda mungkin juga menyukai