Anda di halaman 1dari 118

Jurnal Dewan Pers

Edisi No. 2, November 2010

Asas Praduga Tidak Bersalah


dalam Praktek Pers

DEWANPERS
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Jurnal Dewan Pers


Edisi No. 2, November 2010

Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Pengarah
Ketua: Prof. Dr. Bagir Manan, SH., MCL
Wakil Ketua: Bambang Harymurti
Anggota: Agus Sudibyo, Bekti Nugroho, Anak Bagus Gde Satria Naradha, Margiono,
Muhammad Ridlo Eisy, Zulfiani Lubis, Wina Armada Sukardi

Penyunting:
Wina Armada Sukardi

Sekretariat:
Kusmadi, Lumongga Sihombing, M. Furkon, Deritawati

Cetakan Pertama November 2010


vii + 110 halaman, 17 X 23 cm
ISSN : 2085-6199

Dewan Pers:
Gedung Dewan Pers, Lantai 7-8, Jl. Kebon Sirih 34, Jakarta 10110.
Tel. (021) 3521488, 3504877,3504874-75, Fax. (021) 3452030
E-mail: dewanpers@cbn.net.id / pengaduan@dewanpers.org
Website: www.dewanpers.org / www.dewanpers.or.id
Daftar Isi

Daftar Isi

Pengantar Redaksi
v

1. Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa


Oleh Prof. Loebby Loqman, SH
1
2. Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah
Oleh Wina Armada Sukardi, SH., MBA., MM
19
3. Makna Asas Praduga Tak Bersalah dan Pemakainnya dalam Praktek Pers

Oleh Dr. Chairul Huda, SH., MH


33
4. Asas Praduga Tak Bersalah Kesalahan Menurut Fakta
dan Kesalahan Menurut Hukum
Oleh Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo, SH., MH
45

5. Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers


(Pengalaman Seorang Wartawan)
Oleh Naungan Harahap, SH., MH., KD
53
6. Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah
oleh Hendrayana
69

Riwayat Hidup
85

iii
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

iv
Kata Pengantar Redaksi

Kata Pengantar Redaksi

PENERAPAN asas praduga tidak bersalah di dunia pers, sudah sejak lama menjadi
perhatian dan perdebatan, baik di kalangan hukum maupun di antara insan pers sendiri.
Meskipun begitu, sampai sekarang perdebatan tersebut belum mencapai suatu titik temu.
Perdebatan sudah mulai terjadi bagaimana pasal-pasal dalam konstitusi (Undang-undang
Dasar 1945) harus ditafsirkan dalam kaitannya dengan penerapan asas praduga tidak
bersalah dalam bidang pers. Perdebatan itu terus berlanjut sampai pada tataran tafsir
bagaimana peraturan perundang-undangan tentang asas praduga tidak bersalah harus
diterapkan di bidang pers, dan bahkan teknis pelaksanaannya dalam pemberitaan.
Ada yang berpendapat, asas praduga tidak bersalah dalam bidang pers berarti,
pers tidak boleh memberitakan identitas lengkap seseorang yang sedang dalam
proses hukum, mulai tingkat penyidikan di kepolisian sampai tingkat pemeriksaan di
pengadilan. Alasannya hal itu sesuai dengan pengertian asas praduga di bidang hukum,
yang berarti seseorang belum dapat dinyatakan bersalah selama belum ada keputusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pendukung pendapat ini meyakini
bahwa selama belum ada keputusan hakim yang berkuatan tetap, selama itu pula pers
harus merahasiakan identitas tersangka, tertuduh atau terdakwanya.
Kalau pendapat ini yang diikuti, dapat dibayangkan berapa lama identitas seseorang
yang terlibat proses hukum baru dapat diungkapkan pers. Kenapa? Karena masih
menjadi perdebatan kapan sebenarnya adanya keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap itu? Apakah setelah vonis di tingkat Pengadilan Negeri (PN)
ataukah harus menunggu sampai keputusan Peninjauan Kembali (PK) sebagai keputusan
terakhir di lembaga peradilan? Kalau menunggu sampai keputusan PK, berarti pers
harus menunggu selama lima sampai sepuluh tahun baru dapat mengemukakan identitas
mereka yang terlibat dalam hukum. Betapa lamanya! Akibatnya masyarakatpun mungkin
sudah lupa kasusnya dan penyebutan identitas itupun sudah kehilangan konteksnya.
Sebaliknya kalau hanya menunggu pada tingkat PN, dari sudut hukum keputusan itu
belum memang belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Disini saja pendapat ini

v
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

saja sudah banyak variannya dan tentu saja juga perdebatannya.


Ada pula yang berpendapat, asas praduga tidak bermasalah dalam bidang pers
sama sekali tidak membatasi pers untuk memberitakan apa saja yang terjadi pada proses
peradilan, selama tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Pendapat ini juga masih
dapat dinilai terlalu umum, sebab justeru soal tafsir pelaksanaan asas praduga tidak
bersalah dari KEJ inilah yang menimbulkan perdebatan. Walaupun sama-sama berniat
taat menjalankan KEJ, tetapi dalam penerapan asas praduga tidak bersalah sesama pers
dapat berbeda bahkan mungkin bertolak belakang. Dalam hal ini tentu menimbulkan
tanda tanya siapa sesungguhnya yang paling tepat?
Latar belakang banyaknya persoalan penerapan asas praduga tidak bersalah di
bidang pers inilah yang membuat redaksi Jurnal Dewan Pers (JDP) mengangkat tema
problematik penerapan asas praduga tidak bersalah di bidang pers dalam edisi kali ini.
Pemilihan tema ini juga sekaligus sebagai upaya untuk mencari pemahaman yang paling
mendekati ketepatan terhadap pengaturan asas praduga tidak bersalah dalam KEJ.
Lewat paparan berbagai pihak, diharapkan ada kejelasan soal benang merah penerapan
asas praduga tidak bersalah dalam dunia pers. Kalaupun masih ada perbedaan, dapat
diidentifikasi sebenarnya terjadi perbedaan dimana, sehingga kalau terjadi dialog
menjadi lebih terarah.
Untuk membahas soal asas praduga tidak bersalah ini kami memilih sejumlah
penulis. Pertama ada tulisan (almarhum) Profesor Loebby Loeqman. Tulisannya
diangkat dari pidato pengukuhannya sebagai guru besar di Universitas Indonesia kala
dia masih hidup. Kemudian dari universitas yang sama ada Rudy Satrio, seorang doktor
dan dosen hukum pidana yang sering memberikan kesaksian di pengadilan. Dari swasta
ada Khairul Huda, wakil dari Universitas Muhammadiyah yang memiliki pengalaman
sebagai penasehat hukum Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Dari
unsur wartawan diwakili oleh Naungan Harahap, wartawan senior yang memiliki latar
belakang pendidikan hukum dan pengalaman sebagai ketua Dewan kehormatan PWI
Cabang Jawa Barat. Sedangkan dari pembela pers, kami memilih Hendrayana yang
selain berpengalaman memimpin Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers juga sering
tampil menjadi advokat pers di pengadilan. Akhirnya saya (Wina Armada Sukardi)

vi
Kata Pengantar Redaksi

memberikan perspektif dari proses kerja pers untuk menghindari pelanggaran asas
praduga tidak bersalah.
Untuk perbaikan kualitas Jurnal Dewan Pers ke depan, baik penyajian teknis
maupun pemilihan subtansinya, saran dan kritik pembaca tentu saja sangat berharga
bagi kami.
Tabik!

Wina Armada Sukardi


Penyunting

vii
Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan


oleh Media Massa1
Oleh Prof. Loebby Loqman, SH

Pendahuluan

Masalah asas praduga tak bersalah masyarakat terhadap asas tersebut,


dalam hubungan dengan pemberitaan kecuali apabila terjadi hal-hal yang
media massa bukan hal baru. Sudah tidak menyenangkan yang menimpa
sering dilakukan diskusi, baik dalam dirinya.
lingkungan yang terbatas maupun dalam Asas tersebut di Indonesia dulu
suatu seminar2. Namun demikian masih terdapat di dalam Pasal 8 Undang-
terjadi perbedaan pendapat tentang asas Undang No. 14 Tahun 1970 tentang
tersebut dalam suatu pemberitaan oleh Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
media massa. Kehakiman yang mengatakan:
Sejauh ini asas praduga tak bersalah Setiap orang yang disangka,
dianggap hanya untuk dan berlaku ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau
bagi kegiatan di dalam masalah yang dihadapkan di depan pengadilan, wajib
berkaitan dengan proses peradilan dianggap tidak bersalah sebelum adanya
pidana. Sehingga terjadi ketidakpedulian putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum yang tetap.
1.
Tulisan ini merupakan pidato pengukuhan Loeby Meskipun tidak secara eksplisit
Loqman (almarhum) sebagai guru besar di
Universitas Indonesia dan telah diedit seperlunya menyatakan hal yang sama, asas
tanpa mengubah subtansi serta telah memperoleh tersebut diutarakan di dalam Pasal
izin keluarga.
2.
Seminar khusus tentang asas praduga tak bersalah 66 Undang-Undang No. 8 Tahun
dalam hubungannya dengan pers telah diadakan atas
kerjasama antara majalah Tempo dengan Dewan
1981 tentang Kitab Undang-Undang
Kehormatan PWI dengan tema Asas Praduga Tak Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
bersalah dan Trial By The Press dalam Kode Etik
Jurnalistik di Hyatt Aryaduta Hotel Jakarta tanggal menegaskan, Tersangka atau terdakwa
25 Maret 1989. tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Sedangkan di dalam penjelasan pasal massa adalah menyajikan fakta yang


tersebut mengatakan bahwa ketentuan terjadi di dalam masyarakat5, sehingga
dalam Pasal 66 KUHAP tersebut apa yang terjadi di dalam kehidupan
adalah penjelmaan dari asas praduga masyarakat yang satu dapat diketahui
tak bersalah. oleh kelompok masyarakat yang lain.
Oleh karena asas tersebut diatur Media massa berusaha memberikan
di dalam ketentuan perundang- informasi selengkap mungkin sehingga
undangan hukum pidana, banyak seluruh warga masyarakat mengetahui
pendapat bahwa asas itu semata-mata apa yang terjadi di sekeliling mereka.
hanya diperuntukkan hal-hal yang Lebih lengkap data yang diperoleh
berhubungan dengan hukum pidana. sedemikian pula tujuan media massa
Berbeda dengan di dalam sistem untuk memberikan informasi selengkap
hukum yang digunakan di Amerika mungkin kepada masyarakat. Meskipun
Serikat, banyak asas yang berkaitan diakui dampak yang terjadi di dalam
dengan hak terdakwa dicantumkan masyarakat dapat berupa dampak
secara eksplisit di dalam konstitusinya3. positif maupun negatif.
Sehingga bukan saja tentang hak Di dalam penyajiannya acap kali
warga secara mnyeluruh, akan tetapi madia massa, disadari atau tidak,
hak warga yang disanka atau diduga memberikan juga pendapat mereka
telah melakukan kejahatan, diatur berkenaan dengan informasi yang
dalam pasal-pasal konstitusi. Dengan disajikan. Hal demikian sering terjadi
demikian merupakan ketentuan yang penghakiman terhadap permasalahan
amat mendasar dalam kehidupan hukum yang disajikan (trial by the press). Di
negara tersebut. Amandemen pertama pihak lain disepakati bahwa seorang
dari konstitusi Amerika menjamin hanya dapat dinyatakan kesalahannya
tentang kebebasan mengeluarkan setelah diperiksa di pengadilan, dan
pendapat ini, yang dapat dihubungkan 3.
Lihat selanjutnya buku Jerold H. Israel & Wayner R.
dengan kebebasan pers. 4 Lihat LaFave, CRIMINAL PROCEDURE,Constitusional
Limitations, West Publishing Compani, 1993.
selanjutnya kasus-kasus yang diulas 4.
Lihat selanjutnya kasus-kasus yang diulas oleh
oleh Anthony Lewis dalam bukunya Anthony Lewis dalam bukunya Make No Law, The
Sullivan Case And First Amandement, Random
Make No Law, The Sullivan Case And Hause, New York, 1991
First Amandement, Random Hause, 5.
S. Tasrief, masalah kebebasan pers di Indonesia,
makalah yang disajikan dalam diskusi dengan tema
New York, 1991 yang sama di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta tanggal
11 Maret 1981.
Di lain pihak salah satu fungsi media


Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

dinyatakan bersalah oleh hakim yang massa meliputi juga pers elektronika,
memeriksanya. yakni radio dan televisi.6
Untuk menjaga tidak terjadi Meskipun ada perbedaan yang
penghakiman oleh media massa, dulu mendasar dalam kegiatan sehari-
dalam Pasal 3 ayat (7) kode etik hari antara media cetak dan media
jurnalistik PWI menyebutkan: komunikasi elektronika, akan tetapi
Pemberitaan tentang jalannya dalam profesi mereka mempunyai
pemeriksaan perkara pidana di dalam kesamaan, sehingga mereka berpendapat,
sidang-sidang pengandilan harus dijiwai sebelum ada ketentuan lebih lanjut,
oleh prinsip praduga tak bersalah, seyogyanya mereka yang bergerak di
yaitu bahwa seseorang tersangka baru dalam komunikasi elektronika juga
dianggap bersalah telah melakukan memakai kode etik jurnalistik sebagai
sesuatu tindak pidana apabila ia telah landasan moral.7
dinyatakan terbukti bersalah dalam Ternyata di dalam praktek, terdapat
keputusan pengadilan yang telah beberapa penafsiran tentang asas
memiliki kekuatan tetap. praduga tak bersalah di dalam Kode
Yang disambung oleh ayat (8) yang Etik Jurnalistik tersebut, sehingga
berbunyi: terdapat beberapa pendapat dalam
Penyiaran nama secara lengkap, pemberitaan mereka.8
identitas dan gambar dari seorang Pendapat pertama ialah mereka yang
tersangka dilakukan dengan penuh tidak menyebutkan nama serta identitas
kebijaksanaan dan dihindarkan dalam atau gambar seorang tersangka. Mereka
perkara-perkara yang menyangkut hanya menuliskan inisial tersangka.
kesusilaan atau menyangkut anak-anak Pendapat kedua mengatakan bahwa
yang belum dewasa. Pemberitaan harus asas tersebut berlaku bagi perkara
selalu berimbang antara tuduhan dan yang sedang disidangkan di depan
pembelaan dan dihindarkan terjadinya pengadilan, sehingga sebelum sampai
trial by the press ke depan pengadilan asas tersebut
Perlu ditegaskan bahwa di dalam
uraian ini digunakan istilah media Prof. Oemar Seno Adji, SH, Mass Media dan Hukum,
6.

Erlangga Jakarta , 1977, Hal. 13.


massa dan tidak secara khusus disebut 7.
PWI, keputusan-keputusan Konggres XIX Persatuan
Wartawan Indonesia, Bandar Lampung, 2-5 Desember
pers, karena pers dalam media cetak 1993. (UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah
merupakan media massa dalam arti memasukkan radio dan televisi sebagai pers).
8.
Ibid
sempit, sedangkan secara luas media


Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

harus diterapkan, sehingga penyajian orang untuk dianggap belum bersalah


pemberitaan sebelum peristiwa itu sampai terbukti bahwa benar ia bersalah
diajukan ke depan sidang tidak ada menurut hukum dalam suatu peradilan
kewajiban untuk merahasiakan identitas terbuka tempat ia mendapat hak untuk
tersangka. Dalam kaitan pendapat pembelaanya.
kedua ini banyak variasi penyajian Dari pasal tersebut, dengan tegas
pemberitaan. Ada sebagian media diutarakan tentang adanya peradilan
massa menyajikan gambar terdakwa terbuka dan adanya jaminan tentang
dalam media massa elektronik. hak terdakwa untuk dapat pembelaanya,
Ada pula yang berpendapat, karena memberikan kesimpulan bahwa adanya
dianggap masyarakat sudah mengenal asas praduga tak bersalah merupakan
terdakwa, karena terdakwa seorang dasar hak yang diberikan kepada setiap
public figur sehingga tidak lagi orang untuk melakukan pembelaan
merahasiakan identitas, bahkan gambar dalam suatu pengadilan yang terbuka
seorang terdakwa. untuk umum. Dengan perkataan lain,
Dari beberapa pendapat yang setiap orang diakui haknya untuk
akhirnya melahirkan beberapa variasi melakukan pembelaan terhadap tuduhan
dalam pemberitaan yang menyangkut yang dituduhkan kepadanya. Untuk
asas praduga tak bersalah ini, timbullah memberikan keserasian antara tuduhan
permasalahan, sejauh mana sebenarnya dan hak seseorang, asas praduga tak
sesuatu pemberitaan terikat oleh asas bersalah merupakan faktor mendasar
tersebut. Di samping permasalahan terhadap hak tersebut.
tentang sejauhmana asas praduga tak Oleh sebab itu asas praduga tak
bersalah seharusnya dianut dalam bersalah merupakan dasar yang amat
kehidupan masyarakat. penting bukan saja di depan peradilan,
akan tetapi sejak semula seorang
Praduga Tak Bersalah tersangka sudah harus menyandangnya,
sehingga dengan demikian dari semula
Meskipun penerapannya yang setiap orang harus menjujung tinggi
saling berbeda di antara satu dan lain hak tersangka untuk melakukan
negara, The Universal Declaration pembelaan.
of Human Right merupakan acuan Dalam hal demikian bukan berarti
menelaah hak asasi manusia. Di dalam bahwa seorang tersangka sepenuhnya
Pasal 11 diutarakan tentang hak setiap mempunyai hak seperti layaknya orang


Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

yang memang tidak melakukan tindak menyebabkan gugurnya demi hukum


pidana, akan tetapi setiap tersangka perkara tersebut. Hal ini menunjukkan
dianggap belum bersalah agar dia sejauhmana dihormatinya hak seseorang,
mempunyai kesempatan menggunakan sekalipun dia seorang yang diduga
haknya untuk melakukan pembelaan di melakukan kejahatan. Pengaturan
tingkat manapun juga. hak terdakwa bahkan ditempatkan
Bagi pihak penyidik tentunya harus dalam beberapa amandemen konstitusi
diberikan pula hak untuk melakukan Amerika.9 Jadi tentang beberapa hak
upaya paksa, yakni penangkapan, dan kewajiban yang menyangkut proses
penahanan, penggeledahan, baik tempat peradilan pidana tidak saja ada dalam
maupun badan, serta penyitaan, dalam putusan-putusan pengadilan dalam
usaha membuktikan kesalahan seorang sistem preseden di Amerika, juga tidak
yang diduga telah melakukan tindak hanya ada dalam ketentuan yang amat
pidana. Akan tetapi penggunaan upaya mendasar, yakni di dalam konstitusi
paksa haruslah sedemikian rupa sesuai negara.
dengan ketentuan yang tercantum Penjagaan atas hak terdakwa
dalam perundang-undangan. Di satu bukanlah merupakan perlindungan
kepentingan penyidik harus berusaha yang berlebihan (over protection)
untuk membuktikan kesalahan terdakwa, bagi seorang tersangka, akan tetapi
sedang dalam kepentingan lain harus lebih menuju adanya peradilan yang
menganggap terdakwa belum bersalah berimbang, karena dimanapun dan di
dan mempunyai hak-hak tertentu yang dalam sistem hukum apapun kedudukan
harus dihormati. Digunakannya upaya seorang tersangka lebih lemah dibanding
paksa itu sendiri telah merupakan dengan penegak hukum.10
pelanggaran hak asasi, oleh karena itu Apabila telah disadari bahwa
harus sedemikian rupa secara limitatif terhadap siapapun yang diduga telah
diatur di dalam perundang-undangan. melakukan tindak pidana mempunyai
Sehingga penggunaanya haruslah sesuai hak untuk melakukan pembelaan,
dengan ketentuan yang limitatif seperti
yang telah diatur di dalam ketentuan
perundang-undangan tersebut.
Di sistem hukum Anglo Saxon 9.
Jerold H. Israel & Wayner R. La Fave, Loc. cit, hal. 3.
yang merupakan Due Process Model, 10.
Prof. Oemar Seno Adji, SH, KUHAP Sekarang,
Erlangga, Jakarta, 1985, hal. 60.
kesalahan penerapan upaya paksa


Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

tentunya asas praduga tak bersalah mereka yang mentaati asas tersebut
adalah hak bagi setiap tersangka dan khusus terhadap kasus yang dianggap
harus ditaati bagi siapapun juga. Dengan biasa. Mereka tidak menyebutkan
kata lain, setiap warga masyarakat identitas tersangka secara lengkap,
mentaati asa praduga tak bersalah ini. cukup hanya inisialnya saja. Mereka
Sehingga meskipun bagi seorang yang juga tidak memuat gambarnya akan
tertangkap tangan telah melakukan tetapi terhadap kasus yang mendapat
tindak pidana, baginya seyogyanya perhatian masyarakat luas, identitas
masih diberikan hak untuk melakukan atau gambar tersangka dimuatnya
pembelaan hukumnya. Jalan untuk secara lengkap.
membela secara yuridis tersebut adalah Kelompok kedua yang memutuskan
diterapkannya asas praduga tak bersalah identitas serta gambar seorang tersangka/
itu. Kesempatan untuk melakukan terdakwa secara lengkap terdapat kriteria
pembelaan dalam hukum itulah yang tertentu. Terdapat pendapat di kalangan
merupakan hak terdakwa dalam kaitan media massa yang merasa tidak perlu
asas praduga tak bersalah ini. lagi melindungi identitas tersangka/
terdakwa, karena dianggap perbuatan
Pemberitaan Media Massa yang dilakukan tersangka/terdakwa
demikian kejam dan tercela melebihi
Meskipun asas praduga tak bersalah batas-batas kemanusiaan. Bagi mereka
telah dicantumkan di dalam Kode perbuatan korupsi terhadap uang rakyat
Etik Jurnalistik, terdapat beberapa lebih kejam dari pada korupsi terhadap
penafsiran sehingga menyebabkan harta negara. Sehingga bagi koruptor
beberapa variasi dalam pemberitaan, uang rakyat tidak perlu lagi dilindungi
khususnya yang berkenaan dengan identitasnya.
perkara pidana. Menurut R.H Siregar11 Ada pula media massa dalam
pemberitaan media massa yang menyebutkan secara lengkap identitas
berkenaan dengan asas praduga tak tersangka/terdakwa tanpa melihat
bersalah, kelompok pertama adalah kasusnya, tetapi melihat pelakunya.
Apabila pelakunya adalah seorang
11.
R.H. Siregar, Beberapa Catatan KODE ETIK
JURNALISTIK PWI DAN AZAS PRADUGA TAK public figur dianggap tidak perlu lagi
BERSALAH, makalah yang diajukan pada Diskusi menyebutkan identitas dengan inisial,
Azas Praduga Tak Bersalah dan Trial By The Press,
di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta tanggal 25 Maret tetapi akan ditulisnya secara lengkap,
1989.
dengan argumentasi bahwa public


Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

figur tersebut sudah menjadi milik selalu berimbang antara tuduhan


masyarakat, sehingga menjadi hak bagi dan pemberitan dan dihindarkan
masyarakat untuk mengetahui seluruh terjadinya trial by the press. Sehingga
sikap tindaknya termasuk apabila memperkuat pendapat bahwa asas
pelaku tersebut disangka melakukan praduga tak bersalah hanya akan
tindak pidana. diterapkan terhadap perkara yang sudah
Variasi lainnya adalah dengan diajukan di depan sidang pengadilan.
memuat gambar tersangka/terdakwa Analisis pertama yang harus
dengan menutup matanya meskipun dilakukan adalah mengapa asas praduga
identitasnya dimuat secara lengkap atau tak bersalah dimuat di dalam Kode Etik
sebaliknya. Jurnalistik.
Beberapa cara dalam pemberitaan Kenyataan dalam praktek
tersebut menunjukkan sejauhmana asas menunjukkan bahwa pasang surut
praduga tak bersalah ditafsirkan dalam kehidupan pers dan ancaman kebebasan
kegiatan pemberitaan media massa. itu sering datang dari wartawan itu
Disamping sejauhmana sebenarnya sendiri. Hal ini dianggap oleh Djafar
asas tersebut sudah harus ditaati. Dalam Assegaff sebagai kurang ditaatinya
hal terakhir ini, timbul penafsiran, Kode Etik Jurnalistik dan tanggung
karena dalam Kode Etik Jurnalistik jawab terhadap pembacanya. 12 Ia
dikatakan perkara pidana di dalam menimbulkan tindakan main hakim
sidang-sidang pengadilan, di anggap sendiri yang menyebabkan pula tindakan
asasnya tersebut hanya berlaku apabila penguasa terhadap pers, dimana
perkara tersebut sudah masuk dalam memang telah tersedia seperangkat
sidang pengadilan, sehingga asas perundang-undangan untuk itu.
tersebut tidak perlu dilaksanakan Pada tahun 1954 oleh panitia Tasrif
apabila masih dalam tahap pemeriksaan dilakukan penyempurnaan terhadap
pendahuluan. Bahkan tidak perlu Kode Etik lama tersebut. Barulah di
mentaati asas tersebut apabila peristiwa dalam Kode Etik Jurnalistik yang
itu tidak sampai diajukan ke depan telah disempurnakan itu termuat asas
sidang pengadilan. praduga tak bersalah. 13 (Terakhir
Pendapat di atas sudah diperkuat asas praduga tak bersalah juga sudah
sejak dahulu melalui Pasal 3 ayat 12.
Djafar H. Assegaff, Dengan Kode Etik Jurnalistik Kita
(8) Kode Etik Jurnalistik lama yang Tegakkan Martabat Wartawan, Jakarta, 1989.
13.
Ibid .
menyebutkan, pemberitaan harus


Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

diatur dalam Kode Etik Jurnalistik tersangka adalah terhadap perbuatan


yang disepakati organisasi-organisasi tertentu yang sempat menggelisahkan
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan masyarakat. Pemuatan identitas
Pers pada 24 Maret 2006 sesuai dengan secara lengkap terhadap pelaku yang
amanat UU No. 40 tahun 1999 tentang terkenal kejahatannya, justru akan
Pers-Editor). menentramkan masyarakat apabila
Semenjak semula tentang pemuatan dimuat identitasnya.
identitas seorang terdakwa dalam Tentu saja pendapat panitia van
pemberitaan media massa telah menjadi Bemmelen di atas mendapat kritik dari
permasalahan yang selalu mendapatkan Penghimpunan Pengacara Belanda.15
dua kutub yakni mereka yang setuju Pimpinan Mr. H. de Ranitz selaku
terhadap pemuatan identitas seorang pimpinan organisasi tersebut kala
terdakwa, dan mereka yang tidak setuju. itu menyatakan keberatan tentang
Apabila terjadi dua kutub demikian, pemuatan identitas terdakwa dalam
biasanya terjadi varia dari dua pendapat pemberitaan pers, meskipun terhadap
yang saling berbeda. pengecualian yang diutarakan oleh
Sebuah panitia di Belanda, yakni panitia van Bemmelen.
yang dikenal dengan panitia van Salah satu argumentasi dari delapan
bemmelen,14 tidak menyetujui pemuatan argumentasi yang diutarakan oleh
identitas terdakwa, karena hal demikian van Veen16 terhadap dapat dimuatnya
dianggap sangat erat hubungannya identitas lengkap terdakwa adalah pada
dengan reputasi seseorang, kehormatan akhirnya terhadap perkara tertentu yang
serta masa depan orang tersebut. Namun dari semula telah menarik perhatian
demikian dalam keadaan tertentu masyarakat bukanlah suatu rahasia
diperbolehkan dengan alasan-alasan lagi. Itulah sebabnya Prof. Umar Seno
tertentu. Umpamanya terhadap public Adji17 menjelaskan bahwa di dalam
figur memungkinkan untuk dilakukan masyarakat Indonesia dewasa ini untuk
pemuatan identitasnya, karena dianggap perkara tertentu seperti perbuatan
bahwa masyarakat sudah selayaknya yang bersifat politis, koruptif dan
mengetahui tentang keadaan seseorang
yang sudah dianggap milik masyarakat 14.
Prof. Oemar Seno Adji, SH, Pers: Aspek-aspek
Hukum, Erlangga, Jakarta, 1977, hal. 140.
itu. 15.
Ibid
Hal lain yang memberikan 16.
Ibid, hal. 141.
17.
Ibid, hal. 143.
pengecualian pemuatan identitas


Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

penyelundupan merupakan perkara lengkap terhadap seorang tersangka,


yang mendapat perhatian dan amat sedang sebaliknya di negara Anglo
tercela dalam masyarakat, sehingga Saxon dengan bebas memuat secara
pemuatan identitas pelakunya dianggap lengkap tersangka dalam perkara
sebagi telah memberi kepuasan apapun juga.21
masyarakat, terlepas dari persoalan Pemberitaan proses peradilan
apakah pelakunya adalah terkemuka sejak lama sudah menjadi bahan
atau tidak. diskusi, termasuk memberikan opini
Bagi Klassen dan demikian pula terhadap putusan pengadilan.22 Dalam
bagi Willcox, alasan utama dapat menguraikan tentang fungsi pers,
dimuatnya identitas tersangka oleh terutama tentang pemberitaan, tidak
media massa adalah demi kepentingan terlepas dari masalah kebebasan
umum.18 Jadi apabila ada kepentingan pers, akan tetapi dalam uraian ini
umum yang harus dilindungi, media saya membatasi diri untuk tidak
massa dapat memuat identitas tersangka membicarakan terlampau jauh tentang
secara lengkap. kebebasan pers itu.
Sehingga dengan demikian dapat Dari telaah perbandingan di atas
dikatakan bahwa dalam keadaan sulit ditentukan apakah akan dianut
tertentu, kecuali dari para pengacara, pendapat yang dengan bebasnya memuat
tidak berkeberatan dimuatnya identitas identitas tersangka, tidak memuat secara
tersangka di dalam suatu pemberitaan. lengkap identitas tersangka, ataukah
Di Inggris 19 pemuatan identitas dalam hal-hal tertentu dapat dimuat
secara lengkap terhadap seorang identitas tersangka secara lengkap.
tersangka dimaksudkan agar tidak Kembali ke persoalan dasar hal
terjadi keliru sangka bagi mereka utama yang harus dihindari oleh
yang mempunyai nama yang sama. pemberitaan media massa terhadap
Tetapi Ignaz Rothenberg tidak jalanya proses peradilan pidana adalah
menyetujui pendapat tersebut, karena penghakiman oleh pers. Trial by the
pemuatan secara lengkap akan dapat press merupakan perbuatan yang selalu
membuat malu orang yang telah dimuat
identitasnya secara lengkap tersebut.20 18.
Ibid, hal. 142.
Apabila dilihat secara ekstrim, 19.
Ibid
20.
Ibid
kebanyakan media massa di Eropa 21.
Ibid, hal. 145.
David M. O Padmo Wahyono, SH,
Tengah tidak memuat identitas secara
22.


Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

dihindari dalam pemberitaan dimanapun permasalahan antara kebebasan pers


di dunia ini, karena dengan pemberitaan dengan batasan untuk tidak menjadi
yang sudah memvonis seorang trial by the press, apabila semata-mata
tersangka bukan hanya merugikan dilihat sejauh mana pemberitaan pers
tersangka akan tetapi sudah merupakan dapat mempengaruhi jalannya suatu
perusakan sistem ketatanegaraan.23 proses peradilan.
Fungsi kekuasaan kehakiman Akan tetapi apabila dilihat dari
dalam suatu negara sudah terlanggar. pihak seseorang yang menjadi obyek
Untuk menentukan kesalahan seorang pemberitaan, permasalahannya akan
tersangka menjadi wewenang kekuasaan menjadi lain. Yakni sejauhmana diri
kehakiman yang bebas, sehingga tidak orang tersebut telah melanggar hak
satupun kekuasaan di luar kehakiman asasinya.
dapat mempengaruhinya, juga tidak Di dalam The Canons of Jurnalism
media massa. Apalagi kalau media yang dipunyai oleh American Society
massa tersebut sudah menjatuhkan of Newspaper Editors25, di samping
vonis terhadap suatu peristiwa tindak diutarakan tentang fungsi utama dari
pidana. suat kabar, juga harus dipatuhi beberapa
Menurut Prof. Padmo Wahyono24 kaedah di dalam suatu pemberitaan. Di
Undang-undang Dasar 1945, sebelum dalam Pasal 1 diutarakan sejauhmana
amandemen yang menyebut bahwa pertanggungjawaban pers. Freedom of
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh the press dijaga sampai hak yang utama
Mahkamah Agumg dan lain-lain badan bagi kemanusiaan seperti termuat di
kehakiman menurut undang-undang, dalam Pasal II. Sedangkan tentang
maka tidak ada pemberian kekuasaan pers yang tidak memihak (impartiality)
di luar kehakiman dalam menghakimi dan fair play secara tegas dimuat
seseorang. Jadi penghakiman oleh pers dalam kode etik tersebut agar ada
merupakan perbuatan yang melanggar keseimbangan dalam melakukan suatu
konstitusi. Sedangkan sisi yang kedua
menurut Prof. Padmo Wayono, hakim 23.
Prof. Padmo Wahyono, SH., Kekuasaan Kehakiman
yang profesional dalam kariernya tidak yang Merdeka dan Pers yang Bebas, Makalah yang
diajukan dalam seminar Azas Praduga Tak Bersalah
akan terpengaruh oleh tanggapan pers dan Trial By The Press, Hotel Aryaduta, Jakarta, 25
yang bebas. Maret 1989.
24.
Ibid.
Sehingga dengan demikian, 25.
Wilburn Scraumm & William L. Riveers, Responsibility
in Mass Comunications.
konstitusional masih menjadi

10
Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

pemberitaan. Hal ini semua adalah merupakan trial by the press.


dalam usaha untuk menjaga jangan Trial by the press dianggap
terjadi trial by the press. sebagai salah satu jenis contempt of
Menurut George L. Reedy dan court, yakni sebagai press contempt
banyak pendapat di Amerika Serikat yang dapat merupakan pemberitaan
melihat kebebasan pers sebagai sebelum, selama atau sesudah adanya
bagian dari falsafah hidup yang dianut putusan pengadilan. 28 Pemberitaan
Amerika Serikat, yakni kebebasan. Pers sebelum suatu sidang perkara, mungkin
yang bebas akan tetap hidup dalam saja merupakan opini, akan tetapi
masyarakat yang bebas, dan kebebasan apabila opini tersebut sudah mengarah
pers akan hilang dalam masyarakat kesalahan tersangka, hal demikian yang
yang tertindas.26 dimaksudkan sebagai trial by the press.
Roger Fisher mengutip tulisan Demikian pula pemberitaan selama
Blackstone seorang ahli hukum Inggris pemeriksaan di sidang pengadilan
di tahun 1765 dimana dikatakan: masih berlangsung memungkinkan
The liberty of the press.consists adanya trial by the press. Sedangkan
in laying no previous restraint upon suatu pemberitaan yang salah, yang
publications27 terjadi oleh salah penafsiran terhadap
Apabila sampai terjadi penghakiman suatu putusan pengadilan dapat pula
oleh pers, banyak negara yang dianggap sebagai trial by the press.29
memberikan sanksi dengan dasar telah Pemberitaan tentang hal sebelum
melakukan kejahatan terhadap proses suatu proses persidangan, pada
peradilan (contempt of court). Dengan prinsipnya tidak diancam dengan
demikian media massa yang dianggap pidana, akan tetapi pemberitaan yang
telah melakukan trial by the press sedemikian rupa dapat dianggap
selalu dapat dilihat melalui putusan menumbuhkan prasangka terhadap
pengadilan. Berbeda dengan negara
26.
J.T.C. Simorangkir, SH., Hukum Dan Kebebasan Pers,
yang menganut sistem kodifikasi, untuk Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1980,
menentukan kapan suatu perbuatan hal.76.
27.
Roger Fisher, Constitusional Right of Speech, di dalam
termasuk trial by the press haruslah buku Talks On American Law, Forum Lectures, 1973,
ditentukan unsur-unsurnya terlebih hal. 97.
28.
Prof. Oemar Seno Adji, SH., Wartawan-Pers, Makalah
dahulu. Justru unsur tersebut sulit dalam Seminar Asas Praduga Tak Bersalah dan Trial
By The Press Dalam Kode Etik Jurnalistik, Hotel
dirumuskan. Perbuatan macam apa Hyatt Aryaduta, Jakarta, 25 Maret 1989.
saja yang diklasifikasikan sebagai telah 29.
Ibid

11
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

jalannya proses peradilan. Hal dengan trial by the press selalu menjadi
demikianlah yang dianggap sebagai hal yang dapat didiskusikan. Di satu
contempt of court. Ini terbukti dalam pihak kebasan pers merupakan mahkota
kasus Irvin v. Dowd, karena ternyata yang harus dijunjung tinggi, di lain
8 dari 12 anggota juri percaya atas pihak suatu peradilan tidak boleh
kesalahan Irvin setelah membaca dilakukan kecuali oleh kekuasaan
pemberitaan yang sensasional tentang yang telah ditentukan dalam konstitusi,
perkara tersebut.30 yaitu badan peradilan yang telah
Sebagai kesimpulan sejauhmana ditentukan dalam perundang-undangan.
pers melakukan pemberitaan yang Dalam ketentuan media massa tidak
bersifat menghakimi, semenjak mempunyai hak untuk melakukan
kasus Nebraska Press Association v. peradilan.
Stuart Supreme Court Amerika Serikat
menyetujui tentang perintah langsung Fungsi Media Massa
untuk membatasi publikasi. Meskipun
di Amerika Serikat telah dikenal Banyak pendapat menguraikan
sedemikian rupa tentang kebebasan fungsi pers. Di dalam TAP MPR
pers mereka.31 No.II/MPR/1988, fungsi pers dapat
Dalam melakukan antisipasi disimpulkan: penyebaran informasi
terhadap trial by the press Persatuan yang obyektif; melakukan kontrol sosial
Wartawan Indonesia pada tahun 1977 yang konstruktif; menyalurkan aspirasi
telah mengadakan suatu Karya Latihan rakyat dan meluaskan komunikasi dan
Wartawan dimana dikatakan bahwa partisipasi masyarakat. Oleh Oemar
untuk menghindari trial by the press Seno Adji pers juga dianggap sebagai
wartawan hendaknya mempunyai sikap kritik dan koreksi; barometer; petunjuk
yang seimbang antara hukum dan dan sebagai kontrol.
sikapnya terhadap tersangka. Mendidik merupakan salah satu
Untuk menjaga jangan sampai fungsi yang dapat disimpulkan baik dari
terjadi trial by the press para jurnalis di dalam perundang-undangan maupun
Indonesia sepakat untuk menggunakan
asas praduga tak bersalah sebagai 30.
Craig v. Harney, dikutip dari Journal of Criminal
kesepakatan profesinya dalam suatu Justice, Pergamon Press, 1982, Vo. No. 5 hal. 344.
31.
Dubnoff C., Pretrial Publicity And Due Process In
pemberitaan. Criinal Proceeding, Journal Of Criminal Justice,
Pergamon Perss,1977, Vo. 5 No. 2 Hal. 97.
Dilema antara kebebasan pers

12
Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

dalam doktrin. Fungsi mendidik di sini massa, tentunya sepenuhnya tergantung


harus diartikan secara luas, sehingga profesionalisme penulisan berita
para pembaca bukan saja mengetahui itu sendiri. Sehingga tidak dapat
apa yang terjadi dalam masyarakat dipungkiri sedemikian besar pengaruh
sekelilingnya, akan tetapi mengetahui media massa dalam menumbuhkan
dengan jelas sejauh mana kegunaan kecerdasan bangsa. Apabila disadari
berita yang dibacanya demi terciptanya bahwa media massa juga berfungsi
keserasian dalam masyarakat. mendidik pembacanya, seyogyanya
Banyak dampak yang terjadi dalam ada profesionalisme bagi media massa
suatu pemberitaan. Meskipun pada dalam menyajikan informasi.
dasarnya pemberitaaan merupakan Rasanya tidak semudah menuliskan
pemberian informasi kepada masyarakat, di sini tentang keharusan melakukan
ternyata persepsi atas berita tergantung pemberitaan yang bersifat mendidik.
juga kepada daya pikir dan daya nalar Terjadi dilema antara memberitakan
seseorang. Suatu pemberitaan tentang fakta yang ada dengan dampak yang
modus operandi suatu kejahatan, di terjadi pada pembacanya. Banyak faktor
satu pihak merupakan informasi agar baik dari diri wartawan maupun diri
masyarakat melakukan antisipasi, di pembacanya mempengaruhi timbulnya
lain pihak modus operandi tersebut dampak tersebut. Tidak selamanya
dapat ditiru oleh penjahat lainnya. seorang wartawan mengetahui dengan
Terlebih lagi keengganan untuk pasti faktor apa saja yang terdapat serta
membaca keseluruhan suatu berita. yang paling dominan dari pembacanya
Dengan hanya membaca judul berita dalam pembentukan persepsi setelah
saja, dimana sering judul itu tidak membaca suatu berita, meskipun
sesuai dengan isi berita, serta merta berita itu hanya mengutarakan fakta
menimbulkan opini dari pembaca belaka. Demikian pula bagi penulis
sesuai dengan judul berita itu. Itulah berita, sejauh mana dipilihnya berita
sebabnya diatur batasan bahwa judul untuk suatu informasi, umpamanya
seharusnya sesuai dengan isi berita sering diberitakan bahwa telah terjadi
itu, meskipun diakui bahwa dengan pencurian dalam suatu daerah tertentu,
memuat judul yang sedemikian rupa, orang akan mempunyai persepsi
orang akan seketika tertarik oleh media bahwa daerah yang diberitakan adalah
tersebut. tidak aman. Padahal dari kapasitas
Fungsi mendidik bagi media pemberitaan serta prosentase kuantitas

13
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

pencurian yang terjadi di daerah yang diduga telah melakukan suatu tindak
diberitakan belum tentu seimbang. pidana. Terlebih lagi dengan dituduhkan
Belum didapat angka yang pasti terhadap seseorang.32
sejauh mana pembaca di Indonesia
mengetahui perbedaan seorang Kesimpulan
baru disangka, baru didakwa serta
baru dalam pemeriksaan di sidang Asas praduga tak bersalah
pengadilan. Sebagai contoh, ditempatkan di Kode Etik Jurnalistik
umpamanya pemberitaan telah dengan harapan agar media massa dalam
ditemukan adanya seseorang atau pemberiaan tidak terjebak dalam trial
suatu perusahaan telah melakukan by the press, yaitu pemberitaan yang
impor/ekspor fiktif, ditambah dengan menjurus menghakimi merupakan
ekspose yang sedemikian rupa dari pelanggaran suatu peradilan yang
wartawan yang meliput berita tersebut, adil. Pemberitaan yang cenderung
belum menunjukkan dalam taraf mana memberikan opini terhadap bersalahnya
orang atau perusahaan itu berada dalam seorang tersangka, disamping telah
sistem peradilan pidana. Bahkan belum melanggar asas utama dari suatu negara
diketahui apakah memang telah terjadi hukum, yakni kebebasan kehakiman,
suatu tindak pidana. Sehingga perlu juga merupakan pelanggaran hak asasi
dipertanyakan sejak kapan orang atau seseorang, yakni mengurangi hak untuk
perusahaan itu sudah mempunyai hak membela diri secara yuridis. Ternyata
untuk melakukan hak yuridisnya untuk dengan tercantumnya asas praduga tak
membela diri. bersalah dalam Kode Etik Jurnalistik,
Dengan pengetahuan hukum yang telah membawa dilema dalam
kurang dari suatu masyarakat, terutama pemberitaan karena telah menimbulkan
pengetahuan tentang proses peradilan, beberapa pendapat dalam memberitakan
tentunya dengan mudah pembaca berita peristiwa, khususnya yang menyangkut
serta merta mengikuti alur opini yang peristiwa tindak pidana. Pendapat yang
diutarakan oleh medi massa. berkembang tentang asas praduga tak
Oleh karenanya dalam suatu bersalah justru jauh dari latar belakang
pemberitaan fakta, seyogyanya seketika dicantumkannya asas tersebut.
itu pula disampaikan informasi tentang
sejauh mana proses peradilan sedang 32.
Prof. Oemar Seno Adji, SH., Loc Cit, KUHAP
sekarang, hal 89.
dilakukan terhadap seseorang yang

14
Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

Oleh sebab itu keseluruhan meninjau kembali Kode Etik Jurnalistik,


pemikiran harus dikembalikan bahwa seyogyanya kode etik tersebut
pada proporsi semula, yakni jangan dilandasi bukan dengan kaedah yang
sampai terjadi trial by the press. termuat dalam perundang-undangan,
Cara pemberitaan terhadap suatu akan tetapi seharusnya dilandasi oleh
peristiwa tindak pidana, di samping kaedah yang timbul dari hati nurani
harus mentaati ketentuan baik dalam profesi jurnalis. Dengan demikian tidak
kode etik maupun ketentuan yang diperlukan mencantumkan asas yang
termuat dalam perundang-undangan, sudah bersifat umum, akan tetapi kode
tidak perlu diperdebatkan apakah etik tersebut hendaknya dipatuhi karena
harus merahasiakan atau tidak identitas memang demikianlah hati nurani
tersangka, akan tetapi yang terpenting mereka yang terkait di dalam kehidupan
adalah mencegah terjadinya trial by media massa.
the press. Asas yang paling mendasar
Untuk itu harus ada suatu bukannya kebebasan pers itu sendiri,
pemberitaan yang jelas, dan akan tetapi jangan sampai terjadi justeru
seharusnya merupakan kewajiban dengan digunakannya kebebasan akan
untuk menyebutkan, bahwa seseorang merupakan pelanggaran hak asasi orang
tersangka baru diduga telah melakukan lain. * * *
tindak pidana. Harus pula dijelaskan
bahwa pada akhirnya kesalahan
tersangka akan dibuktikan di depan
sidang pengadilan.
Dengan demikian disamping
berfungsi memberikan informasi media
massa juga berfungsi memberikan
pendidikan kepada masyarakat untuk
tidak dengan seketika telah menganggap
seseorang itu bersalah telah melakukan
tindak pidana.
Sehubungan dengan hal tersebut
di atas, pada kesempatan ini saya ingin
memberikan sekedar masukan kepada
panitia yang sekarang sedang giat dalam

15
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Anthony Lewis dalam bukunya Make No Law, The Sullivan Case And Firt
Amandement, Random Hause, New York,1981.
Astrid Suanto, Komunikasi Kontemporer, Bina Cipta, Bandung 1977.
Craig v. Harney, dikutip dari Journal of Criminal Justice, Pergamon Press,
1982, Vo. No.5.
David M.O.Brien, Storm Center, The Supreme Bourt in America Politics,
W.W.Norton & Company, New York- London, 1986.
Dubnoff C., Pretrial Publicity and Due Process in Criminal Proceedings,
Journal of Criminal Justice, Pergamon Perss, 1977 Vo. No. 2.
Djafar H. Assegaff, Dengan Kode Etik Jurnalistik Kita Tegakkan Martabat
Wartawan, Jakarta, 1989.
Hasyim Nangcik, Arti dan Konsep Kebebasan Pers Dalam Persuratkabaran
Dalam Era Informasi, Sinar Harapan, Jakarta, 1989.
Hazard, Leland, Law And Changing Environment, The History And Process
of Law, Holden Day, San Francisco, 1971
Jerold H. Israel & Wayner R. LaFave, CRIMINAL PROCEDURE, Constituonal
Limitations, West Publishing Company, 1993
Kadaroesman, Undang-undang Pidana dan Pers, C.V.Jawa Timur,
Surabaya.
Marbangun Hardjowiroga, Drs. Kebebasan Penerangan, Landasan Operasi
Media Massa, Djambatan , Jakarta, 1982.
Oemar Seno Adji, SH, KUHAP Sekarang, Erlangga, Jakarta, 1985.
, Mass Media dan Hukum, Erlangga, Jakarta, 1977.
, Pers: Aspek-aspek Hukum, Erlangga, Jakarta, 1977.
, Perkembangan Delik Pers di Indonesia, Erlangga ,
Jakarta 1990
PWI, Keputusan-keputusan Konggres XIX Persatuan Wartawan Indonesia di
Bandar Lampung, 2-5 Desember 1993.
Rachmadi F. Perbandingan, Sistem Pers, Analisis Deskriftif Sistem Pers di
berbagai Negara, PT Gramedia, Jakarta. 1990.
Roger Fisher, Constitusional Right Of Freedom of Speech, Tals On America

16
Asas Praduga Tak Bersalah di dalam Pemberitaan oleh Media Massa

Law, Forum Lectures, 1973.


Siebert S. Fred, Theodore Peterson, Wibur Scramm, Four Theory of Press,
Terjemahn Putu Laxman Sanjaya Pandit, Intermasa, Jakarta. 1986.
Simorangkir , J.T.C. SH, Hukum dan Kebebasan Pers, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta, 1980.
Sinnaga, Janner, Sistem Pers Pancasila Dipandang dari Sudut Ketatanegaraan
dan Hukum, Departemen Penerangan R.I., 1988.
Sudikno Martokusumo, Meningkat Kesadaran Hukum Masyarakat,
Yogyakarta, Liberty, 1951.
Terrou, Fernad & Lucien Solal, Legislation For Press, Film And Radio,
Unesco, Paris,1951.
Wilburn Scharaumm & William L.Riveers, Responsibillity in Mass
Comunications.
Young, Kimball, Social Psycology, Appleton Century Crofts.Inc, New York,
1958.

Makalah

Oemar Seno Adji, SH., Wartawan-Pers, Makalah dalam semiar Azas Praduga
Tak Bersalah dan Trial By The Press Dalam Kode Etik Jurnalistik, Hotel Hyatt,
Aryaduta, Jakara, 25 Maret 1989.
Padmo Wahyono, Prof, SH., Kekuasaan kehakiman yang Merdeka dan Pers
yang Bebas, Makalah yang diajukan dalam seminar Asas Praduga Tak Bersalah
dan Trial By The Press, Hotel Aryaduta, Jakarta, 25 maret 1989.
Siregar R.H. Beberapa catatan KODE ETIK JURNALISTIK PWI AZAS
PRADUGA TAK BERSALAH, makalah yang diajukan pada seminar Diskusi Azas
Praduga Tak Bersalah dan Trial By The Press, di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta
tanggal 25 Maret 1989
Tasrief, S., Masalah Kebebasan Pers di Indonesia, Makalah yang disajikan
dalam diskusi dengan tema yang sama di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta tanggal
11 Maret 1981. * * *

17
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

18
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

Menghindari Tuduhan Pelanggaran


Asas Praduga Tidak Bersalah
Oleh Wina Armada Sukardi, SH., MBA., MM

Pengertian Pers

Sejak awal kemunculan pers, dengan menggunakan media cetak,


sudah terjadi perdebatan yang hampir media elektronik dan segala jenis
tidak ada ujungnya apa yang dimaksud saluran yang tersedia.
dengan pers. Supaya ada pemahaman Dari rumusan ini ada beberapa
yang sama tentang apa yang dimaksud unsur dalam pengertaian pers, yaitu
dengan pengertian pers dalam tulisan ini, sebagai berikut:
lebih dahulu dikemukakan pengertian a. Pers adalah lemabaga sosial dan
pers yang dimaksud dalam tulisan ini. wahana komunigkasi massa. Jadi,
Dalam tulisan ini yang dimaksud dengan yang dimaksud sebagai pers adalah
pers dibatasi mengikuti pengertian lembaga sosial dan lembaga wahana
yuridis formal, atau menurut hukum komunikasi massa. Pengertian
yang berlaku, yaitu rumusan tentang ini merujuk kepada pemahaman
pers yang diatur pasal 1 ayat 1 UU No. bahwa pers adalah lembaga.
40 tahun 1999 tentang Pers, sebagai b. Pers melakukan kegiatan jurnalistik.
berikut: Artinya pers merupakan lembaga
Pers adalah lembaga sosial sosial dan wahana komunikasi
wahana komunikasi massa yang massa yang melakukan kegiatan
melaksanakan kegiatan jurnalistik jurnalistik.
meliputi mencari, memperoleh, c. Pengertian kegiatan jurnalistik
memiliki, menyimpan, mengolah, dan meliputi 6M, yakni mencari,
menyampaikan informasi baik dalam memperoleh, memiliki,menyimpan,
bentuk tulisan,suara, gambar, suara mengolah dan menyiarkan berita.
dan gambar, serta data dan grafik Lemabaga sosial dan wahana
maupun dalam bentuk lainnya yang komunikasi massa yang tidak

19
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

melakukan kegiatan 6M bukanlah inilah yang dipakai dalam tulisan ini.


pers
d. Pers tidak lagi hanya terbatas pada Pengertian Asas praduga Tidak
media cetak, tetapi segala saluran Bersalah di Bidang Pers
yang tersedia, termasuk media
elektronik televisi dan radio. ASAS praduga tidak bersalah yang
Sesuai dengan pengetian dalam UU diterapkan dalam dunia pers memang
tentang Pers, semua kegiatan jurnalistik benar diadopsi dari bidang hukum.
tunduk dan mengiktui UU No. 40 Tahun Walaupun demikian, penerapan asas
1999 tentang Pers, termasuk jurnalistik praduga tidak bersalah dalam bidang
penyiaran. Pasal 42 Undang-undang pers dalam prakteknya mengalami
No. 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran sejumlah modifikasi. Munculnya asas
t e l a h m e n e g a s k a n , Wa r t a w a n praduga tidak bersalah dalam bidang
penyiaran dalam melaksanakan hukum terkait dengan filosofi keadilan
kegiatan jurnalistik media elektronik bagi seseorang untuk mempertahankan
tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik dirinya dari serangan hukum. Di dunia
dan peraturan perundangan yang hukum, berlaku doktrin siapa menuduh
berlaku. Dalam hal ini Kode Etik harus membuktikan tuduhannya. Ini
Jurnalistik (KEJ) yang berlaku adalah artinya beban hukum pembuktian
yang sesuai dengan penjelasan pasal 7 ada pada yang menuduh. Selama
ayat 2 UU No. 40 tahun 1999 tentang orang yang dituduh belum terbukti
Pers yang berbunyi, yang dimaksud bersalah, maka orang tersebut harus
dengan Kode Etik Jurnalistik adalah dinyatakan tetap tidak bersalah dan
kode etik yang disepakati organisasi karena itu secara hukum selama belum
wartawan dan ditetapkan oleh Dewan. ada keputusan hukum yang tetap,
Sedangkan yang dimaksud dengan orang yang bersangkutan juga harus
peraturan perundangan yang berlaku diperlakukan sebagai orang atau pihak
untuk pers tidak lain tidak bukan adalah yang tidak bersalah. Dengan demikian
termasuk UU No. 40 Tahun 1999 tentang orang yang dituduh tersebut boleh atau
Pers. Dengan demikian, sepanjang dapat mempertahankan dirinya dengan
menyangkut kegiatan jurnalistik, baik bebas tanpa tekanan dari manapun.
untuk televisi dan radio, termasuk Mekanisme seperti ini menunjukan
media lainnya, mengikuti UU No. 40 bahwa dalam hukum penerapan
tahun 1999 tentang Pers. Pengertiaan asas praduga tidak bersalah selalu

20
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

berkaitan dengan proses pelaksanaan menurut prosedur hukum maupun dari


dan penegakan hukum. Selama belum hasil pengecekan pers sendiri.
ada proses pelaksanaan atau penegakan Makna asas praduga tidak
hukum asas praduga tidak bersalah bersalah dalam pers yang tidak boleh
belum berlaku karena memang belum menghakimi dalam semua kasus
ada kasusnya. pemberitaan, membawa konskuensi,
Asas praduga tidak bersalah dalam pers yang menyatakan seseorang
bidang pers, penerapannya memiliki bersalah sebelum ada keputusan
sedikit perbedaan dengan bidang pengadilan yang tetap, dari sudut pers
hukum. Pada intinya, penerapan asas sendiri sudah jelas merupakan suatu
praduga tidak bersalah dalam pers, pelanggaran terhadap asas praduga
sebagaimana diatur dalam Kode Etik tidak bersalah.
Jurnalistik atau (KEJ), bermakna, pers Tidak hanya itu saja. Walaupun
dalam pemberitaannnya tidak boleh pengadilan sudah menyatakan seseorang
menghakimi. Larangan untuk membuat bersalah secara hukum, pers tetap
peberitaan yang menghakimi dalam pers tidak diberi hak untuk menyatakan
tidak hanya terbatas pada pemberitaan orang itu bersalah atau tidak bersalah.
yang sudah menyangkut proses Kewenangan pers dalam hal ini
pelaksanaan atau penegakan hukum hanyalah terbatas pada penyampaian
belaka, tetapi mencakup pada semua fakta atau kenyataan bahwa menurut
pemberitaan. Dengan demikian dalam pengadilan orang tersebut bersalah,
pers, penerapan asas praduga tidak namun stempel kesalahannya sendiri
bersalah harus dilakukan pada semua bukanlah dari pers. Dalam kaitan inilah
pemberitaan. Pada berita apapun, pers makna asas praduga tidak bersalah
harus tetap menghormati asas praduga harus difahami di bidang pers.
tidak bersalah. Dalam kaitan inilah Pers tidaklah memiliki kewenangan
dalam bidang pers arti asas praduga untuk menyatakan seseorang bersalah
tidak bersalah telah bergeser dari atau tidak bersalah. Pers juga
sekedar menyatakan seseorang bersalah tidak memiliki kewenangan untuk
atau tidak bersalah dalam suatu proses memberikan cap, stigma, lebel dan
pelaksanaan atau penegakan hukum, stempel yang belum terbukti secara
menjadi suatu kaedah larangan terhadap hukum kepada siapapun dan dalam
penghakiman semua pemberitaan yang berita apapun. Pemakian kata-kata
kebenarannya belum terbukti, baik superlatif yang menunjukan stikma,

21
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

cap, stempel atau lebel keburukan boleh mengetahuinya. Dalam hal ini,
orang, dalam pers dapat menjadikan pers merupakan mata dan telinga
pers dituduh melakukan pelanggaran masyarakat yang tidak sempat datang
terhadap asas praduga tidak bersalah. ke pengadilan. Dengan demikian, pers
Penyebutan seseorang tolol, gila, bebas mewartakan siapa terdakwanya
tukang tilep, Sang pembohong, pembual, lengkap dengan indentitasnya, termasuk
berhati serigala bejad dan sebagainya fotonya.
merupakan pemakian kata-kata yang Sepanjang tidak ditentukan
dapat dutuduh menjadi penyebab pers lain, tiada larangan bagi pers untuk
melakukan pelanggaran terhadap asas mengemukakan identitas terdakwa yang
praduga tidak bersalah. Pelanggaran diadli. Pemberitaan yang mencatumkan
semacam ini tidak perlu dikaitkan identitas lengkap seorang yang sedang
apakah terjadi sebelum atau sesudah diadili dalam pengadilan yang bersifat
ada proses hukum. terbukan untuk umum sama sekali
Kendati demikian, dalam pers tidak melanggar asas praduga tidak
penerapan asas praduga tidak bersalah bersalah. Begitu pula kalau orang yang
sama sekali tidak mengurangi pers menjadi tersangka masih diproses
untuk mngemukakan fakta. Selama di kepolisian atau kejaksaan, pers
ada faktanya, pada prinsipnya pers boleh memberitakan dengan menyebut
tetap boleh mengemukakan fakta, identitas mereka, termasuk menyebut
kecuali yang jelas-jelas dinyatakan nama dan fotonya sekalipun. Adapun
dilarang dalam dalam Kode Etik yang tidak diperbolehkan, jika pers
Jurnalistik (KEJ). Apakah fakta yang selain mengemukakan fakta juga
terjadi masih dalam proses hukum atau memberikan penghakiman bersalah
tidak, hal tersebut tidak menjadi bahan atau tidak bersalah terhadap tersangka
pembeda bagi pers dalam menerapkan yang diberitakan.
asas praduga tidak bersalah. Kalau Pers tidak memiliki kewenangan
pengadilan bersifat terbuka untuk umum, untuk menyatakan seseorang bersalah
artinya siapapun boleh mengetahui atau tidak bersalah. Hanya pengadilan
apa yang sebenarnya terjadi dalam yang terbuka, demokratis dan adil
proses peradilan itu: bagaimana majelis saja yang berwenang memutuskan
hakim memimpin sidang, bagaimana perkara apakah seseorang bersalah
sikap jaksa dan pembala, termasuk atau tidak bersalah. Tetapi hal tersebut
siapa terdakwanya, rakyat atau publik tidak membatasi pers untuk tetap

22
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

mengemukakan fakta apa yang terjadi orang kebanyakan. Misalnya tidak bisa
di lingkungan pengadilan. Pembeberan hanya dengan menyebut nama samaran
fakta yang terjadi di dalam proses tetapi memperjelas dimana dia tinggal
hukum, seperti juga semua bidang secara rinci dan siapa nama orang
lainnya, tidaklah melanggar asas tuanya, sebab hal ini dapat dengan
praduga tidak bersalah. mudah mengiring masyarakat untuk
Jadi, apakah pers melanggar tetap dapat mengenali identitas nama
asas praduga tidak bersalah, kunci tersebut.
utamanya apakah pers melakukan Tujuan dari penghilangan atau
penghakiman atau tidak. Dalam hal pers menyamarkan nama anak ini untuk
tidak melakukan penghakiman dalam menjaga masa depan anak yang masih
beritanya maka pers tersebut tidak dapat panjang. Penyebutan identitas mereka
dikatagorikan melakukan pelanggaran dikhawatirkan dapat merusak kejiwaan
asas praduga tidak bersalah, tidak anak tersebut sehinga anak yang
peduli apakah berita itu dalam proses dimaksud tidak dapat menjemput masa
hukum atau tidak. Sebaliknya, jika depannya dengan baik. Masa depan
pers melakukan penghakiman dalam anak yang terlibat kejahatan atau korban
beritanya maka pers tersebut jelas kesusilaan yang diberitakan dengan
masuk dalam katagori melakukan identitas secara lengkap dikhawatirkan
pelangaran asas praduga tidak bersalah, akan rusak. Perlindungan terhadap
tidak peduli di luar atau di dalam proses masa depan anak menjadi tujuan dari
peradilan. penyamaran atau penghilangan identitas
Etika jurnalistik di Indonesia, anak-anak, tanpa menghilangkan hak
sebagaimana juga berlaku secara pers memberitakan kasusnya sendiri.
universal, tidak memperboleh identitas Maka daripada anak tersebut beresiko
anak-anak disebutkan dengan jelas, menghadapi masa depan yang suram,
baik anak tersebut sebagai pelaku secara etikal tidak diperbolehkan
kejahatan atau pun korban kesusilaan. mengemukakan identitas mereka dalam
Oleh karena itu jika menyangkut anak- permberitaan semacam ini.
anak yang menjadi pelaku kejahatan Dalam kasus kesusilaan, etika
maupun korban kesusilaan identitasnya jurnalistik juga menegaskan korban
harus dihilangkan atau disamarkan. kesusilaan, seperti korban perkosaan,
Penyamaran ini harus sedemikian rupa identitasnya tidak boleh diberitakan.
sehingga tidak mudah terlacak oleh Hal ini karena berkaitan dengan tata

23
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

nilai di masyarakat bahwa kesusilaan Kejelasan Narasumber


merupakan ruang nilai yang sangat
sensitif dan termasuk peristiwa yang Banyak sekali persoalan asas
sangat memalukan. Di samping itu praduga tidak bersalah muncul akibat
kasus kesusilaan ini dapat menimbulkan ketidakjelasan dari siapakah sebuah
traumatik yang luar biasa terhadap pernyataan berasal, atau narasumber
korbannya. Pers juga menghormati merasa pernyataannya tidaklah
rasa traumatik ini, sehingga korban sebagaimana yang diberitakan oleh
kesusilaan juga tidak boleh diberitakan pers. Untuk menghindari hal ini, para
dengan identitas yang lengkap dan wartawan harus benar-benar menguasai
terang. aturan-aturan peliputan universal.
Jika pers mengemukakan identitas Kesalahpahaman terhadap penerapan
anak-anak yang melakukan kejahatan istilah-istilah peliputan, apalagi ketidak
atau korban kesusilaan, pers yang mengertian, dapat bermuara kepada
bersangkutan termasuk melakukan adanya tuduhan asas praduga tidak
pelanggaran asas praduga tidak bersalah. bersalah.
Demikian pula apabila pers yang Dalam berita pers, harus tegas,
menyebut identitas lengkap korban darimana pernyataan yang diberitakan.
kesusilaan termasuk pelanggaran asas Apakah itu merupakan pendapat
praduga tidak bersalah. narasumber, ataukah diambil dari
Dalam praktek pers, sering kali sumber lain, atau juga apakah itu
pelanggaran asas praduga tidak bersalah pendapat atau analisis dari persnya
dilakukan tidak secara sengaja. Dalam sendiri. Kalau ada kutipan-kutipan
banyak kasus pers tidak bermaksud dari narasumber, harus jelas darimana
untuk melanggar asas praduga tidak kutipan-kitupan itu. Ketidakjelasan soal
bersalah ini, tetapi karena pengetahuan ini dapat menimbulkan tuduhan kepada
dan pemahaman mereka secara teknikal pers bahwa pers yang bersangkutan
kurang, maka terjadilah pelanggaran telah sengaja menyalahartikan pendapat
itu. Untuk itulah dalam tulisan ini atau kutipan demi kepentingan
difokuskan uraian agar bagaimana pers, dan dalam kaitannya dengan
supaya secara teknis jurnalistik pers seseorang atau sekelompok orang
dapat terhindar dari pelanggaran asas dapat menyebabkan pers dituduh
praduga tidak bersalah. memanfaatkan pernyataan atau kutipan
tersebut untuk memojokan orang atau

24
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

sekelompok orang yang dimaksud. the record maka narasumber tersebut


Disinilah dapat muncul tuduhan berhak menyatakan pers yang membuat
pelanggaran asas praduga tak bersalah keterangannya telah memberitakan
oleh pers yang memberitakannya. sesuatu yang tidak pernah dikatakannya.
Untuk menghindari hal itu pers Dengan kata lain, jika pres mewartakan
harus secara ekplisit menyebut mana keterangan yang bersifat off the
kutipan yang dari narasumber dan record berarti pers yang bersangkutan
mana yang bukan dari narasumber. telah memberitakan sesuatu yang
Ada baiknya juga kalau narasumber sebenarnya tidak ada ada. Untuk
yang dipakai pers memiliki konflik itu segala tanggung jawab termasuk
intertest dengan bahan-bahan yang tanggung jawab hukum berada pada
disebarkan pers, perlu disebut mengenai pundak pers yang menyiarkan. Lebih
posisi narasumber yang memiliki dari itu, jika pernyataan yang bersifar
konflik interest ini. Dengan begitu off the record yang diberitakan oleh
walaupun penyebarannya tanggung pers tersebut mengandung tuduhan
jawab pers, tetapi publik faham posisi penghakiman terhadap seseorang,
atau profil narasumber yang dipakai. sekelompok orang atau badan hukum
Ini akan menghasilkan berita yang tertentu, maka pers yang bersangkutan
fair dan menghindari kemungkinan dapat dikenakan pelanggaran terhadap
adanya tuduhan pers telah melakukan asas praduga tidak bersalah.
pelanggaran asas praduga tidak Tidak sedikit kasus asas praduga
bersalah. tidak bersalah terjadi karena pers
Penerapan istilah-istilah yang sudah salah menerapkan pengertian not
begitu popular di dunia pers, dalam for artiribution. Istilah ini memang
praktek masih sering menimbulkan agak abu-abu sehingga seringkali
masalah. Sebagai contoh jika narasumber dalam pelaksanaannya menimbulkan
mengatakan off the record, harus problem. Secara prinsip, not for
diartikan bahwa narasumber yang atribution berarti sumber tidak mau
dimaksud tidak pernah menyampaikan disebut namanya secara eksplisit tetapi
informasi itu dan pers tidak boleh secara umum sumber tersebut dapat
menggunakan pernyataan narasumber diidentifikasikan keberadaannya. Dalam
untuk bahan berita. Jika kemudian hal ini pembaca harus memperoleh
wartawan tetap mengutip pernyataan informasi secukupnya tentang
narasumber yang sudah dinyatakan off narasumber yang dipakai, tetapi masih

25
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

ada ruang bagi narasumber tersebut disebut dengan terlalu jelas dan karena
mengelak bahwa bahan berita berasal itu semua tanggung jawab hukum
darinya. Kalau pers salah menafsirkan, juga tetap berada pada pers yang
hal ini dapat menimbulkan kesan memberitakannya. Narasumber yang
semua yang berasal dari narasumber terkait disini haruslah dibebaskan
ini sepenuhnya tanggung jawab si dari segala tanggung jawab hukum.
narasumber, sehingga jika muncul Untuk itu agar pers tidak diduga
masalah hukum pers melemparkan melakukan pelanggaran asas
kebenarannya kepada sumber itu. praduga tidak berasalah, khusus jika
Sesungguhnya tidak demikian. menyangkut orang, pers harus benar-
Not for artribution ada benar melakukan cross cek dan
kemiripannya dengan background pengujian seluruh bahan yang diberikan
informtion. Pada background narasumber sebelum diberitakan.
information pers boleh memakai
bahan-bahan yang diberikan oleh Kejelasan Kutipan
narasumber untuk dikembangkan sendiri
oleh pers, tetapi tidak boleh menyebut Bagi wartawan kutipan narasumber
indnetitas narasumber dan seakan- sering kali menimbulkan masalah
akan bahan-bahan itu diperoleh sendiri yang dapat berbuntut pada tuduhan
oleh pers yang bersangkuta. Pada not pelanggaran asas praduga tidak
for artribution lebih longgar sedikit, bersalah. Hal ini terjadi karena banyak
bahan yang diberitakan pers berasal sebab, misalnya, ketidakakurat kutipan.
dari narasumber yang tidak mau disebut Begitu juga terkadang kutipan diletakan
identitasnya tetapi untuk kepentingan pada konteks yang tidak tepat atau
kredibilitas pers dapat disinggung bahkan di luar kontek. Keinginan
atribut narasumber. Seringkali untuk memperindah kutipan pun, pada
pers terlalu banyak melukiskan siapa akhirnya terkadang justeru menjebak
narasumber ini sehingga dengan begitu wartawan memberikan berita yang multi
pers menilai dapat lepas dari tanggung tafsir. Untuk menghindari kesalahan
jawab terhadap bahan berita dari dalam penyajian kutipan dari sumber
sumber ini. sebaiknya diperhatikan, antara lain
Baik untuk pemakaian not for sebagai berikut.
atribution maupun on backgroud Kutipan jangan diperbagus.
informasition narasumber tidak boleh Biasanya demi keindahan dan rasa

26
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

banyak wartawan memperindah kutipan kutipan semuanya sama tepat, tetapi


dari kutipan yang sebenarnya. Perbaikan konteksnya sangat berlainan, akibatnya
kutipan jika tidak hati-hati justeru memberikan makna dan perspektif
menghilangkan makna kutipan itu yang sangat berlainan pula. Hal ini
sendiri dan dapat memberikan artinya dapat membawa pers berhadapan
yang melenceng dari maksud keterangan dengan tuduhan pelanggaran asas
narasumber sehingga dalam hal-hal praduga tidak bersalah.
tertentu akhirnya dapat mengandung Disini pemuatan kutipan harus
penghakiman. Nah, penghakiman dilakukan dengan fair. Kutipan harus
inilah yang dapat menghantarkan pers selalu ditempatkan pada konteksnya.
menghadapi tuduhan pelanggaran asas Jika seorang juru bicara Pak Budiman
praduga tidak bersalah. mengatakan dia berbicara untuk dan
Kutipanlah sesuai dengan konteks atas nama Pak Budiman, pers harus
percakapan. Kutipan yang tidak sesuai menghubungkan pernyataannya
percakapan membahayakan pers dan dengan Pak Budiman. Amir, juru
narasumber sekaligus. Sebagai contoh, bicara Budiman, mengatakan... dan
seorang pemimpin yang sudah lama seterusnya.
tidak kembali ke kampung halamannya, Untuk menghindari pelanggaran
suatu saat kembali pulang ke kampung terhadap asas praduga tidak bersalah,
halamannya. Ketika turun dari pesawat, pers haus mengharhagai asal muasal
seorang wartawan bertanya kepadanya, sumber kutipan lama. Contoh, jika si
Pak tidak ke panti pijat dulu? narasumber mengatakan pernyataannya
Menghadapi pertanyaan seperti itu, si bukan kepada pers yang akan memakai
pemimpin agak terkejut dan setengah kutipannya tetapi kepada pers atau
bergurau balik bertanya, Memang media lain, pers yang akan mengulang
disini sudah ada panti pijat? Dalam kutipan itu haru tegas secara eksplisit
berita, wartawan kemudian menang menyebut darimana kutipan itu berasal
mengutip pernyataan sang pemimpin dan jangan dimanupulasi. Misalnya
dengan tepat, tetapi di luar kontek sebaiknya pers mengatakan, Saya
sebagai berikut, Begitu menginjakan sudah bercita-cita suatu saat dapat
kakinya di kampung halamannya menjadi eksekutif termahal di Indonesia,
kembali pemimpin kita tanpa ada dan akan memenjarakan Dude, Bos
malu langsung bertanya,Memang saya yang pertama kata Waskito
disini sudah ada panti pijat? Isi kepada majalah Tempo tahun lalu.

27
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Jangan dimanipulasi menjadi Waskito Kejelasan Perimbangan


pernah mengatakan kepada media,
Saya sudah bercita-cita suatu saat dapat Salah satu masalah mendasar yang
menjadi eksekutif termahal di Indonesia harus diperhatikan pers ialah keharusan
dan akan memenjarakan Dude, Bos adanya perimbangan. Pemberitaan
saya yang pertama Ketidakjelasan yang berimbang barus dilakukan
darimana narasumber itu berpotensi benar-benar sama menonjolnya.
membuka pers dituduh melanggar asas Kejelasan perimbangan pertama-tama
praduga tidak bersalah. Kalau berita ditunjukan dengan adanya konfirmasi
itu seluruhnya dari sumber lain dapat atau keterangan langsung dari pihak
diberikan tanda di akhir berita bahwa narasumber yang bersangkutan,
berita itu merupakan berita dari pihak dalam hal ini termasuk pihak yang
lain. dapat dinilai mewakili kepentingan
Kutipan juga harus memperhatikan narasumber tersebut. Untuk itu
tanda-tanda baca. Pers sebaiknya pers perlu mengingat hal elementer
memberikan tanda kutip pada setiap lagi: kalau seorang narasumber atau
kutipan yang ingin ditonjokan. pihak yang mewakilinya tidak dapat
Tuduhan korupsi kepada saya, itu bukan dihubungi, pers harus mengusahakan
saja tidak benar, tapi juga fitnah dari meninggalkan pesan kepada pihak
lawan-lawan politik saya, kata Surya terkait narasumber yang dihubungi.
Perdamaian, merupakan pemakaian Hal ini bukan saja untuk menghindari
tanda kutipan yang benar. Selain pers dari tuduhan pelanggaran asas
itu tanda koma, sebagai penegasan praduga tidak bersalah tetapi juga untuk
pernyataan atau kutipan dari pihak membuktikan betapa seriusnya pers
tertentu perlu diperhatikan. Contoh: telah berupaya menghubungi pihak
Saya melihat sendiri pembunuhan narasumber yang diperlukan dan telah
itu, tambah Widyanti, isteri korban. memberikan kesempatan yang seluas-
Ketidakjelas memakian tanda kutipan luanya.
dapat menjerumuskan pers terkena Jika berita pers sangat negatif
tuduhan pelanggaran asas praduga tidak tentang narasumber tersebut, pers
bersalah. sebaiknya berupaya menahan berita
tersebut dalam waktu yang relatif
cukup untuk memberikan kesempatan
kepada narasumber guna memberikan

28
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

keterangannya sampai mendekati memperhatikan keseimbangan dalam


kelayakan deadline untuk pers yang berita.
bersangkutan (setiap pers mempunyai
rentang waktu deadline yang berlainan). Kejalasan Meliput
Jika pada saat itu tidak diperoleh juga
keterangan dari narasumber, pers dapat Dalam melakukan peliputan, pers
mengambil kutipan yang bernada harus jelas menempatkan dirinya sebagai
pembelaan untuk sumber dari sumber wartawan. Wartawan wajib menyebut
lainnya. Upaya serius dari pers ini akan identitasnya dan statusnya jika ingin
mencegah pers dari kesalahan tuduhan membuat berita kepada narasumber
sengaja melakukan pelanggaran asas yang memerlukan kejelasan. Memang
praduga tidak bersalah. dalam investigasi dimungkinkan
Untuk perimbangan berita ini, adanya beberapa terobosan untuk
jangan lupa pula pers sewajarnya tidak menyebutkan identitas wartawan.
mememberikan kesempatan kepada Misal masih dapat ditolerir jika untuk
semua pihak terkait. Kalau pers mengetahui bagaimana permainan
mempersiapkan menurunkan berita bengkel mobil, wartawan mendatangi
profil seseorang, sebut saja Ali Widjaya, delapan sampai sepuluh bengkel mobil
dan dalam wawancara itu Ali Widjaya dan menanyakan kerusakan yang sama
mengatakan dia dulu satu kamar dengan kepada semua bengkel tersebut guna
Doyano dan pernah ditangkap karena mengetahui apa saja yang dilakukan
mengisap ganja. Pers harus segera oleh bengkel. Begitu juga masih ditolerir
meminta konfirmasi dari Doyano kita berlaku sebagai pengunjung untuk
terhadap keterangan ini. mengetahui pelayanan restoran atau
Begitu pula manakala Ali Wijdaya rumah sakit. Kendati demikian, pers
mengatakan, Bisnis sekarang ini tidak boleh memberikan tipuan yang
sudah sedemikian ketat dan keras, menyesatkan dengan niat buruk.
sehingga saya pun pada akhirnya harus Kalaupun pers melakukan
memecat Doyano teman sekamar saya penyiasatan dalam piliputan, dalam
untuk memperkuat bisnis saya, pers penyajiaannya pers harus tetap
berkewajiban mencari keseimbangan mengemukakan bagaimana data atau
dari Doyano apakah memang benar keterangan yang diperoleh pers itu
demikian. Pers sebaiknya menghindari, secara terbuka. Dengan demikian
mengutamakan kecepatan tanpa masyarakat mengetahui dan dapat

29
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

menilai kredibilits dan konteks berita dengan berita yang salah, kecuali para
yang disajikan. Ketidakjelas proses pihak menyetujui bentuk lainnya.
peliputan ini memungkinkan pers Kejelasan terhadap adanya kesalahan
terkena tuduhan melakukan pelanggaran dan kemudian diikuti dengan perbaikan
terhadap asas praduga tidak bersalah. atau permintaan maaf dapat membuat
Maka bagaimana sebuah peliputan pers terhindar dari tuduhan melakukan
berlangsung juga harus dibuka kepada asas praduga tidak bersalah. Sebaliknya
publik oleh pers yang bersangkutan. arogansi pers yang tidak mau
mengakui adanya kesalahan secara
Kejelasan Perbaikan gamblang atau memberikan pengakuan
setengah hati terhadap kesalahan
Pers bukanlah lembaga yang dibuatnya serta diikuti dengan
kemalaikatan yang tanpa kesalahan. perbaikan yang tidak jujur, (dapat
Betapapun sudah berupaya sekuat dengan menggunakan eufinismisme),
tenaga, kemungkinan untuk terjadinya dapat menjerumuskan pers dituduh
kekeliruan yang dibuat pers tetap besar. melakukan pelanggaran terhadap asas
Oleh sebab itu, pers yang baik bukanlah praduga tidak bersalah.
pers yang tidak pernah melakukakn Untuk itu pers harus terbuka
kesalahan, tetapi pers yang baik adalah terhadap setiap pengaduan yang
pers yang ketika membuat kesalahan muncul. Pers tidak boleh meremehkan
pemberitaan langsung menyadari dan pengaduan atau keberatan yang muncul
memperbaikinya bahkan bila perlu dari manapun datangnya. Pengaduan
dengan permintaan maaf. Kejelasan atau keberatan semacam ini harus
mengakui adanya kesalahan dapat ditangani dengan terbuka, ditampung
menghindari pers dari tuduhan dan dilakukan corss cek secepatnya.
melakukan pelanggaran asas praduga Apabila pengaduan atau keberatan
tidak berlasah. itu mengandung kebenaran, haruslah
Pengakuan terhadap kesalahan tidak ditangani dengan fair. Sebaliknya
boleh dilakukan dengan setengah hati. jika tidak terbukti ada kesalahan yang
Demikian pula perbaikan atas kesalahan dibuat pers, setidaknya pengaduan itu
haruslah mencerminkan kehendak utuk dapat menghindari pers dari kesalahan
memperbaiki setulusnya. Sepenuh hati. melakukan pelanggaran terhadap asas
Pada prinsipnya, perbaikan kesalahan praduga tidak bersalah dikemudian
harus dilakukan sama menonjolnya hari serta memberikan keyakinan pers

30
Menghindari Tuduhan Pelanggaran Asas Praduga Tidak Bersalah

yang bersangkutan telah melaksanakan


fungsinya dengan baik.

Menjaga Kemerderkaan Pers

Jika pers telah melakukan semua


daya upaya sebagaimana diuraikan
dalam penjelasan ini, dan masih tetap
diajukan tuntutan ke pengadilan dengan
tuduhan pelanggaran asas praduga
tidak bersalah, pers yang bersangkutan
wajib melawan dengan gigih. Tuduhan
melakukan pelanggaran terhadap
asas praduga tidak bersalah terhadap
pers yang sudah memenuhi syarat
professional dan tunduk kepada etika,
merupakan tuduhan yang tidak berdasar
dan berlebihan. Tuduhan semacam
ini dapat ditafsirkan tidak untuk
memperbaiki kesalahan yang telah
dibuat pers, melainkan memiliki niatan
lain terhadap pers yang bersangkutan
dan karena itu perlu ditentang dan
dilawan. Perlawanan terhadap tuduhan
semacam ini tidak lain adalah upaya
untuk menjaga kemerdekaan pers itu
sendiri. * * *

31
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

32
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

Makna Asas Praduga Tidak Bersalah


dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers
Oleh Dr. Chairul Huda, SH., MH

Pengantar

Tulisan ini berkenaan dengan dua menggeser konteksnya dari masalah


variabel, yaitu asas praduga tidak demokrasi ke bidang hukum,
bersalah dan praktek pers. Masalah khususnya Hukum Pers. Hal inipulalah
pertama berkenaan dengan salah satu yang menyebabkan penulis merasa
paradigma yang menjadi latarbelakang mempunyai kompetensi untuk ikut
pembentukan dan penerapan hukum bersumbangsih kepada kehidupan pers
(law making and application process), mengenai hal ini.
khususnya dalam bidang Hukum Acara Asumsi di atas menyebabkan
Pidana. mengemukanya berbagai permasalahan
Masalah kedua berkenaan mengenai hal ini, yang bukan hanya
dengan penyelenggaraan salah satu berkenaan dengan pemaknaan, tetapi
pilar demokrasi, Kebebasan Pers, juga keterkaitan (interelasi) dan
yang secara umum berada diluar ketergantungan (interdepedensi) antara
kompetensi saya untuk membahasnya. dua bidang hukum yang berbeda
Keduanya dihubungkan dengan kata berkenaan dengan hal tersebut, yaitu
dan, yang seolah-olah menunjukkan Hukum Pidana (formiel) dan Hukum
keberdirisendirian variabel-variabel Pers. Namun demikian, pembahasan
tersebut satu sama lain. Namun mengenai bersinggungannya masalah
demikian, dengan ditambahkannya kata ini penulis batasi hanya dalam tataran
nya dibelakang kata pemakaian, executive policy, dengan suatu
menyebabkan maknanya menjadi keyakinan bahwa penormaan masalah
lain. Dalam hal ini variabel kedua dari itu dalam peraturan perundang-
judul tersebut harus dibaca sebagai undangan (legislative policy) sementara
pemakaian asas praduga tidak bersalah dipandang cukup. Masalahnya
dalam praktek pers. Ini artinya, kemudian memusat pada praktek

33
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

pemaknaan asas praduga tak bersalah Pidana (formiel) atau bidang Hukum
dalam pelaksanaan fungsi pers. Dalam Pers, tetapi justru menjadi acuan
hal ini, penulis memang bersengaja pembentukan dan penerapan hal itu.
untuk mengintrodusir pandangan Katakanlah benar Pasal 14 paragraf
Hukum Pidana agar diterima dan 2 Konvenan Internasional Tentang Hak
digunakan dalam kehidupan pers pula, Sipil dan Politik (1966) memuat
terkait asas ini. asas ini, dengan secara ekspilisit
menyatakan bahwa, everyone charged
Asas Praduga Tidak Bersalah with criminal offence shall have the
right to presumed innocence until
Selalu menjadi keyakinan proved guilty according to law,
akademik penulis, bahwa asas menunjukkan universalitas dari asas
(principles) hukum adalah salah suatu ini, tetapi keberlakuannya di Indonesia
hal yang menjadi pedoman dalam harus diletakkan dalam kerangka aturan
kehidupan hukum, yang menurut hukum (nasional) tersendiri, seperti
Dworkin sebagai legal standard (Lihat dalam UU Kekuasaan Kehakiman dan
Dworkin dalam Taking Right Seriously, KUHAP, sehingga potensi terjadinya
1976), selain aturan (rules) dan perbedaan dengan sistem hukum
kebijakan (policies) hukum. Asas lain, tidak dapat dihindari. Misalnya,
hukum yang bersifat universal, tidak ketika terjadi perbedaan pada tingkatan
terikat pada dimensi ruang dan waktu, pengadilan yang mana seseorang
yang tidak mempunyai daya berlaku melulu dipandang tidak bersalah,
langsung, tetapi menjadi paradigma, apakah berakhir ketika telah ada
latar belakang pemikiran, dan gagasan putusan pengadilan ataukah sampai
yang diamanatkan di dalam atau di dengan putusan pengadilan tersebut
belakang suatu aturan hukum, yang berkekuatan hukum tetap. Oleh karena
menjadi dasar kelahiran dan sekaligus itu, yang terpenting sebenarnya adalah
sebagai batu uji apakah pelaksanaan ejawantah asas ini dalam keseluruhan
aturan hukum itu, telah berlangsung bangunan sistem hukum itu.
sebagaimana mestinya. Asas praduga Penggunaan asas praduga tidak
tidak bersalah karenanya bukan kata- bersalah (presumption of innocence)
kata indah yang harus secara eksplisit dalam hukum pidana karenanya
berada dalam aturan perundang- merupakan konsep pemikiran untuk
undangan, baik dalam bidang Hukum mendesain dan mengimplementasikan

34
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

hukum dengan pangkal tolak anggapan, terhindar dari degradasi sosial sebagai
seperti yang dikemukakan Friedmann, pelaku kejahatan, kecuali kemudian
bahwa pengadilanlah tempat jika pengadilan menyatakan demikian.
memisahkan orang bersalah dari yang Misalnya dengan memberikan predikat
tidak bersalah(lihat Friedmann dalam baginya sesuai dengan tingkat-tingkat
American Law; An Introduction, 1984). pemeriksaan, seperti menyebutnya
Sebelum pengadilan menyatakan sebagai terduga, tersangka atau
demikian, seluruh proses (pengurangan terdakwa dari suatu tindak pidana,
dan pembatasan kebebasan asasi) dan yang kesemuanya diabdikan sebagai
prosedur (perlindungan kebebasan asasi) bentuk penghormatan terhadap hak-hak
dalam hukum pidana didedikasikan individual dan kebebasannya. Sesuai
untuk mengambil jarak sejauh sejarahnya, memang asas ini lahir di abad
mungkin dengan anggapan bahwa XI, yang mulanya menjadi prasyarat
seseorang telah bersalah kecuali dapat utama penyelenggaraan criminal justice
dibuktikan sebaliknya (presumption of system dalam lingkungan keluarga
guilty). Tujuan dari proses pemeriksaan common law, yang bersumber pada
di pengadilan adalah untuk melindungi ideologi indivialistik-liberalistik.
orang yang tidak bersalah dari vonis Sebagai implementasinya proses
atau putusan secara tidak adil (Mien pidana yang dilakukan penegak hukum
Rukmini, Pelindungan Ham melalui ditandai oleh sejumlah instrumen
Asas Praduga Tidak Bersalah da yang dibangun untuk memastikan
Asas Persamaan Kedudukan Dalam subyek pemeriksaan tersebut dapat
Hukum Pada Sistem Peradilan Pidana menggunakan hak-hak hukum tertentu
Indonesia, 2003). yang dimilikinya, sehingga menjaga
Dari sisi hak hegara untuk yang bersangkutan tetap layaknya
melakukan penegakan hukum, maka orang tidak bersalah, sampai dengan
pelaksanaan acara pidana, seperti pengadilan membuktikan sebaliknya.
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan Hak-hak terpenting berkenaan hal ini,
di muka sidang pengadilan, berangkat baik dengan mencantumkannya dalam
dari upaya untuk menjamin bahwa aturan hukum atau hanya menjadi
proses hukum dapat berlangsung bagian dari pelaksanaan fair trial,
secara wajar (due process of law), antara lain adalah sebagai berikut:
dengan memberikan seluas-luasnya 1. hak untuk diberitahukan jenis
kemungkinan bagi seseorang untuk kejahatan yang disangkakan/

35
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

didakwakan; keraguan sedikitpun (non reasonable


2. hak untuk disediakan waktu yang doubt), yang diperoleh secara sah, yang
cukup dalam mempersiapkan dengannya harus diartikan sebagai
pembelaannya; akhir dari perlindungan hukum atas
3. j a k u n t u k s e t i a p w a k t u hak terdakwa untuk dianggap tidak
berkomunikasi dengan penasehat bersalah.
hukum; Sementara itu, Friedmann juga
4. hak untuk diadili tanpa ditunda- menyatakan bahwa asas praduga tidak
tunda; bersalah yang menjadi bagian dari
5. h a k u n t u k d i a d i l i d e n g a n due process of law, telah melembaga
kehadirannya; dalam proses peradilan dan kini telah
6. hak untuk didampingi penasehat melembaga pula dalam kehidupan
hukum, dan disiapkan negara apabila sosial. Pandangan ini menyebabkan
tidak mampu menyediakannya penghormatan akan hak-hak tersangka/
sendiri; terdakwa dalam rangka pelaksanaan
7. hak untuk memeriksa silang asas ini, bukan hanya menjadi kewajiban
keterangan saksi-saksi dan aparatur penegak hukum, tetapi juga
mengajukan saksi-saksi yang menjadi kewajiban bagi semua orang,
meringakan; semua pihak yang menjadi stakeholder
8. hak untuk memperoleh diperiksa kehidupan sosial.
dalam bahasa yang dimengerti Asas praduga tidak bersalah
dan bilamana perlu disediakan bersumber dari paradigma
penerjemah; individualistik-liberalistik, sehingga
9. hak untuk tidak memberikan meletakkan perlindungan atas hak
keterangan yang merugikan dirinya dan kepentingan pelaku kejahatan
sendiri; (offender-based protection), yang
10. hak untuk terhindar dari paksaaan boleh jadi menjurus pada pengabaian
mengakui perbuatannya. perlindungan atas hak dan kepentingan
Pelaksanaan asas praduga tak kolektif (masyarakat) yang menderita
bersalah juga mengharuskan kerugian karena suatu kejahatan.
pengambilan putusan pengadilan Menurut Romli Atmasasmita, konsep
bahwa seorang terdakwa bersalah praduga tidak bersalah terkadang
melakukan tindak pidana, berdasarkan dapat dilihat tidak menempatkan
bukti-bukti yang tidak menimbulkan kesetaraan perlindungan antara pelaku

36
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

dan korban (Lihat Romli Atmasasmila pembatasan yang ditetapkan dengan


dalam Logika Hukum Asas Praduga undang-undang, dengan semata-mata
Tak Bersalah; Reaksi Atas Paradigma untuk menjamin pengakuan serta
Individualistik, 2007). penghormatan atas hak dan kebebasan
Dalam paradigma kekinian, orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
dimana hukum diletakkan secara yang adil sesuai dengan pertimbangan
seimbang, antara kepentingan pelaku, moral, nilai-nilai agama, keamanan,
korban, masyarakat dan negara, maka dan ketertiban umum dalam suatu
pemaknaan asas praduga tidak bersalah, masyarakat demokratis. Demikian
sejauh mungkin dihindarkan dari sifat pula hal ini seyogianya diperhatikan
fair and impartial trial bagi pihak dalam memaknai dan menggunakan
tersangka/terdakwa, tetapi sekaligus asas praduga tidak bersalah dalam acara
sebagai unfair dan partial trial pidana.
terhadap pihak korban kejahatan.
Pelaksanaan asas ini karenanya bukan Asas Praduga Tak Bersalah
hanya dalam rangka untuk kepentingan dalam Praktek Pers
tersangka/terdakwa, tetapi juga untuk
menjamin kepentingan vital masyarakat Asas praduga tidak bersalah
itu sendiri. Reaksi berkelanjutan ternyata tidak monopoli Hukum Pidana,
mengenai pentingnya konsep tentang tetapi juga menjadi bagian instrumen
Hak dan Kewajiban Asasi dalam dalam Hukum Pers. Kebebasan pers
satu paket, menunjukkan pergeseran sebagai pilar demokrasi karenanya
bersejarah tentang pemaknaan asas menundukkan diri kepada kekuatan
ini. gagasan perlindungan hak asasi
Terang benderanglah mengenai manusia. Berkenaan dengan hal ini,
hal ini jika memperhatikan Pasal 28 J maka dalam praktek pers, seharusnya
UUD 1945 dan Perubahannya, yang asas praduga tidak bersalah dimaknai
menegaskan bahwa dalam pelaksanaan dalam beberapa keadaan.
hak asasi manusia, setiap orang wajib Pertama, asas praduga tak bersalah
menghormati hak asasi mansia orang lain dalam praktek pers dimaknai sebagai
dalam tertib kehidupan bermasyarakat, upaya penyelenggaraan kontrol sosial
berbangsa, dan bernegara. Begitupula, di yang menghindari dari adanya trial
dalam pasal yang sama, telah ditegaskan by the press. Pers hanya berhak
bahwa, setiap orang wajib tunduk pada untuk mencari berita tetapi tidak

37
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

membuatnya, apalagi merekayasanya. yang seharusnya dapat dihindari oleh


Dalam pemberitaan yang menyangkut Pers. Pers berkewajiban bukan hanya
nama baik atau kehormatan melindungi kepentingan publik untuk
seseorang, sangat penting dihindari memenuhi kebutuhan informasi, tetapi
labelisasi atas negatif atas diri juga secara seimbang mesti melindungi
yang bersangkutan, atau pun citra, kepentingan individu, yang menurut
kredibilitas sebuah lembaga atau badan, hukum diperlakukan dengan cara
baik privat maupun publik. Melekatkan tertentu. Pers harus menyadari betul,
predikat, baik secara tekstual maupun bahwa supremasi hukum mengharuskan
dalam kontekstualnya, kepada orang jalan berliku dan terjal untuk mendapat
perseorangan, badan hukum, pejabat, kebenaran menurut versinya, patut
badan umum atau profesi tertentu, dihormati, sekalipun data jurnalistik
yang berkonotasi negatif, termasuk telah menyatakan keadaan (termasuk
tetapi tidak terbatas pada predikat kebersalahan) yang lebih maju daripada
yuridis dalam proses hukum yang apa yang diperoleh proses hukum. Pers
tidak akurat, dapat dipandang sebagai yang dinamis karena bergerak dalam
pengabaian asas praduga tidak bersalah. tataran sosial, terpaksa bersabar
Pemberitaan yang bersifat menghakimi menunggu proses hukum yang rigit dan
dan menyimpulkan kesalahan orang berbelit menuntaskannya.
sebelum dinyatakan demikian oleh Selain itu, trial by the press dapat
pengadilan, menunjukkan bahwa membentuk opini publik yang sarat
kesengajaan pada pencideraan hak asasi kepentingan, menggiring publik pada
manusia dilakukan oleh pers. sebuah keyakinan tertentu, yang
Telaah atas pentingnya pemahaman terkadang menyesatkan. Sementara
praduga tidak bersalah dalam konteks belum dibuktikan oleh pengadilan,
trial by the press menjadi sangat segala hal yang diperoleh pers, hanya
penting setidaknya disebabkan oleh dapat dipandang sebagai hipotesis atau
beberapa hal. Pertama-tama hal itu asumsi yang memerlukan kebijakan
merujuk kepada keadaan bahwa untuk memberitakannya kepada
menyatakankan bersalahan seseorang publik.
karena tindak pidana, tanpa didasarkan Trial by The Press adalah pengikaran
oleh fakta dan bukti yang sah didalam pers kepada kewajiban hukum untuk
hukum, akan berdampak pada melakukan penghormatan terhadap asas
penyebaran fitnah pada diri seseorang, praduga tidak bersalah. Peradilan oleh

38
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

pers berarti pers keluar dari hakekat pers harus mengemas informasi
fungsinya, sebagai pilar demokrasi, yang disalurkannya dari dan kepada
dengan menggiring sebuah opini masyarakat (narasumber), sehingga
publik terhadap kesalahan seseorang, terhadap tuduhan yang berkaitan
sementara pengadilan belum atau dengan status hukum tertentu
menyatakan sebaliknya. Peradilan bersifat praduga (prejudice) dan
oleh pers menjadi berbahaya ketika tidak menggambarkannya sebagai
publik belum dewasa dalam memaknai judgment atau presumption of guilty
berita. Manusia pada hakikatnya adalah atas hal itu. Oleh karena itu, penting
mahluk yang memiliki kehormatan, bagi pers memahami nomenklatuur
dan untuk itulah maka ketika publik yuridis yang berkonotasi demikian,
tidak menghargai hak seseorang maka seperti: disangka, didakwa,
jatuhlah harkat dan martabat orang dituntut, digugat, diperkarakan,
tersebut di mata masyarakat. Untuk itu, diselidiki, disidik, dituduh,
hukum menjaga martabat dan nama baik diduga keras, berdasarkan bukti
seseorang. Ketika seseorang bersalah permulaan, atas bukti yang cukup,
pada hakikatnya kesalahan tidak dapat dan lain sebagainya. Diabaikannya
dijatuhkan oleh siapapun termasuk oleh ketentuan ini, menyebabkan hak pers
pers itu sendiri, melainkan oleh sebuah untuk tidak dituntut berdasarkan Pasal
proses peradilan yang jujur dan adil, 310 ayat (3) KUHP karena menjalankan
sekalipun mungkin pers tahu lebih pelayanan kepentingan umum tidak
banyak dari pengadilan sekalipun. dapat digunakan (Pasal 6 huruf d UU
Kedua, asas praduga tak bersalah Pers). Pers dituntut lebih sadar hukum
dimaknai dalam praktek pers sebagai daripada narasumbernya, sehingga
kesadaran bahwa playing judgment tidak dapat begitu saja menyalin
adalah penodaan nilai-nilai demokrasi perkataan nara sumber, sepanjang hal
yang menjunjung tinggi kebebasan, itu berdasarkan hasil cek, ricek dan
sampai dengan tuntasnya pemastian kroscek menyatakan sebaliknya.
bahwa dirinya memang bersalah UU Pers bukan lex specialis
melakukan tindak pidana. Pasal 5 dari KUHP, baik spesialitas logis
ayat (1) UU Pers, mewajibkan pers maupun spesialitas sistematis, karena
memperhatikan asas praduga tidak dalam UU Pers tidak mengatur secara
bersalah dalam memberitakan peristiwa khusus tentang pencemaran nama baik
dan opini. Ketentuan ini menyebabkan oleh pers. Sekalipun demikian dalam

39
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

membuktikan adanya pencemaran menyampaikan informasi (Pasal 1


nama baik oleh Pers, aparat penegak angka 1 UU Pers), dan sama sekali
hukum wajib memperhatikan UU tidak dibuka kemungkinan kemerdekaan
Pers dan kode etik jurnalistik. Dengan pers untuk memberitakan sesuatu tanpa
demikian, pelaksanaan mekanisme berdasarkan fakta. Sebagai wujud
hukum pers dan kode etik jurnalistik, diperhatikannya supremasi hukum, maka
sangat menentukan dalam adanya sifat putusan pengadilan menjadi batas akhir
melawan hukum dari suatu pemberitaan dari perlakuan sebagai innocence
pers, yang dipandang melanggar asas terhadap mereka yang guilty. Pers
praduga tidak bersalah. Tidak dapat memang berhak mengembangkan suatu
dipandang suatu pencemaran nama baik, pendapat umum atau opini publik,
jika mereka yang merasa dirugikan tetapi hal itu hanya dapat dilakukan
nama baiknya, belum menggunakan berdasarkan informasi yang tepat, akurat
hak jawab (Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 1 dan benar (Pasal 6 huruf c UU Pers),
angka 11 UU Pers). Hal inipun dalam yang tidak mendorong adanya bentuk
hal Pers dapat membuktikan bahwa premature judgment atas perbuatan
yang diberitakan tersebut adalah suatu seseorang yang berhubungan dengan
fakta. Tidak dapat dipandang suatu tindak pidana.
pencemaran nama baik, jika mereka Oleh karena itu, keberpihakan pers
yang merasa diberitakan secara keliru kepada kepentingan vital masyarakat,
belum menggunakan hak koreksi tidak berarti menafikkan kepentingan
(Pasal 5 ayat (3) jo Pasal 1 angka 12 individu, yaitu tetap memandang
UU Pers). Hal inipun dalam hal Pers seseorang tidak bersalah sampai
dapat membuktikan bahwa kekeliruan dengan proses dan prosedur yang
pemberitaan tersebut bukan sesuatu yang dijalankan berdasarkan kepada undang-
disengaja. undang, memastikan bahwa memang
Pasal 2 UU Pers menentukan bahwa kebenaran hukum menyatakan yang
kemerdekaan pers adalah salah satu wujud bersangkutan bersalah karena suatu
kedaulatan rakyat yang berdasarkan tindak pidana.
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan Ketiga, asas praduga tidak bersalah
dan supremasi hukum. Pelaksanaan dalam praktek pers dimaknai sebagai
hak konstitusional ini dilaksanakan pelaksanaan fungsi pers meningkatkan
dengan mencari, memperoleh, kesadaran hukum masyarakat dan
memiliki, menyimpan, mengolah dan penghormatan atas supremasi hukum.

40
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

Memang ada suatu kecenderungan mengkwalifikasikannya sebagai sesuatu


dalam masyarakat Indonesia pada era yang benar atau tidak benar, sebagai
reformasi ini, yaitu sangat dipengaruhi sesuai dengan hukum atau bertentangan
opini publik yang dibangun melalui dengan hukum, ataupun sebagai suatu
media masa oleh kekuatan politik, hal yang patut atau tidak patut. Opini
ekonomi atau sosial tertentu. Seakan yang diedarkan dalam masyarakat
kebenaran telah ditemukan, ketika melalui Pers, umumnya menunjukkan
suatu peristiwa unik diungkap secara tanda-tanda keberpihakan. Dan ini
terbuka, dan seolah keadilan telah tidak dapat dilepaskan dari kontribusi
ditegakkan, pada waktu pihak-pihak berbagai kepentingan yang bermain di
yang terkait dipersalahkan (atau belakangnya. Dengan demikian, harus
diperbenarkan) oleh opini tersebut. diasumsikan bahwa keberpihakan
Membangun opini publik memang tersebut merupakan kebenaran bersifat
sah-sah saja, bahkan dalam banyak hal tentatif dan maya.
sangat efektif dalam mengorganisasi Sebenarnya kesemua itu berpulang
masyarakat menumbangkan rezim pada persoalan penafsiran. Berpangkal
kezaliman. Namun demikian, antara tolak dari pandangan Dworkin bahwa,
opini publik dan kedewasaan politik hukum adalah melulu konsep penafsiran
masyarakat merupakan dua sisi mata (Dworkin, 1986), maka tentunya hal itu
uang yang saling memerlukan. berkisar pada persoalan pemahaman
Membangun opini publik merupakan atas suatu peristiwa (fakta), dihadapkan
perbuatan halal dalam masyarakat pada aturan-aturan hukum (norma).
demokrasi, hanya saja masyarakat Kadang-kadang suatu peristiwa atau
perlu juga berkeyakinan bahwa opini perbuatan diyakini sebagian orang
sebenarnya masih harus dicari melalui sebagai sesatu yang benar menurut
peralatan kemasyarakatan yang mapan hukum, tetapi adakalanya orang lain
dan diakui. Bagaimanapun objektifnya, mengatakan hal itu bertentangan dengan
pers tidak menempati posisi yang hukum. Dengan demikian, setiapkali
demikian itu. terjadi suatu peristiwa yang menarik
Sementara itu, dalam kehidupan perhatian, pada hakekatnya masyarakat
bermasyarakat, senantiasa terjadi hal-hal melakukan penafsiran-penafsiran baru.
baru. Ada peristiwa-peristiwa tertentu Begitupula pers juga cenderung dalam
dan orang yang melakukan sesuatu, posisi melakukan penafsiran-penafsiran
yang tidak selalu mudah dan pasti itu. Lebih menarik lagi penafsiran-

41
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

penafsiran tersebut selalu bergeser, fakta yang harus dibuktikan dan fakta
yang tidak jarang menyebabkan yang membuktikan. Sisanya, fakta tidak
tafsiran yang sampai saat itu berlaku hukum, yang justru terkadang oleh opini
dalam kehidupan masyarakat, menjadi publik di blow-up untuk kepentingan
goncang dan diragukan. Persoalannya tertentu. Padahal bagi hukum hal itu
bukan terletak pada adanya penafsiran- tidak mempunyai arti dan nilai sama
penasiran baru, tetapi justru terciptanya sekali. Paradigma bad news is good
penafsiran baru tersebut terjadi secara news dan good news is bad news
tidak bebas nilai, tetapi dikonstruksi dalam praktek pers, jangan sampai
sedemikian rupa sehingga mewadahi menyebabkan pers membelakangi asas
kepentingan tertentu dalam masyarakat. praduga tak bersalah.
Pers mempunya kewajiban, untuk Kebenaran hukum ditemukan
mendorong penafsiran atas suatu melalui metodologi tertentu,
peristiwa berada pada keadaan yang yang sebenarnya diformulasi oleh
demikian itu. pengalaman historis masyarakat
Kebenaran publik tidak selalu dan tersebut itu sendiri. Masyarakat akan
tidak harus sama dengan kebenaran sulit menemukan penyangkalan yang
hukum. Seperti dikatakan Fletcher, etis terhadap penemuan kebenaran oleh
kadang keadilan tidak harus sejalan representasi mereka sendiri. Dalam hal
dengan legalitas hukum (George P. ini, kepercayaan masyarakat mestinya
Fletcher, Basic Concept of Criminal Law, merupakan kepercayaan yang tidak
1998). Pers boleh jadi mengemukakan hanya dibangun dari opini awam, tetapi
keadilan, tetapi belum tentu hal itu harus pula mempercayakan visi para
dipandang demikian dari segi legalitas profesional yang memang sehari-hari
hukum. Hal ini dapat terjadi mengingat, bergelut dalam bidang tersebut.
dalam hukum tidak semua fakta Untuk menemukan penafsiran
mempunyai signifikasi yang relevan. sebenarnya atas peristiwa-peristiwa
Hukum mengadakan kategorisasi tersebut, diperlukan keterlibatan
terhadap fakta yang ada, sedemikian berbagai instrumen bermasyarakat
rupa sehingga tidak semua fakta bernilai yang mempunyai kompetensi (kualitas)
dalam hukum, karena hukum memang yang memang diakui bukan saja oleh
mempunyai tabiat diskresi terhadap masyarakat itu sendiri, melainkan
fakta-fakta yang dihadapinya. Dalam diakui juga oleh masyarakat lainnya.
hukum ada yang dinamakan fakta issu, Ketika substansi, prosesual dan aparatur

42
Makna Asas Praduga Tidak Bersalah dan Pemakaiannya dalam Praktek Pers

hukum cukup berwibawa, maka ada padanya. Dan ternyata manusia dan
persoalan menjadi sangat sederhana, kekuasaan adalah suatu kombinasi yang
tetapi sebaliknya kompleksitasnya dapat menimbulkan bahaya.
meninggi, bahkan tidak jarang menjadi Namun demikian, masyarakat
ruwet, ketika representasi masyarakat terpaksa menyandarkan diri pada
yang diformulasi dari pengalaman keadaan yang berbahaya itu. Masyarakat
historis itu, menjadi tidak berwibawa tidak mempunyai pilihan lain kecuali
dan karenanya tidak dipercaya. mempercayai bayangannya sendiri.
Hukum yang berlaku sehari-hari Dan kembali lagi, terhadap suatu
kerapkali menimbulkan perasaan- peristiwa yang oleh opini publik
perasaan yang saling bertentangan. dikategorikan sebagai kekeliruan,
Disatu pihak, hukum dihargai orang sebenarnya hal ini merupakan
karena denganyalah dimungkinkan penangkapan panca indera yang
adanya kehidupan bermasyarakat, dilandasi kepentingan-kepentingan
bahkan dalam banyak hal hukum tertentu. Hal itu paling banter dapat
pulalah yang meningkatkan kwalitas dipandang sebagai pengalaman
hidup masyarakat, tetapi di lain pihak, kelompok yang berkepentingan,
oleh karena hukum itu adalah karya tetapi bukan merupakan suatu fakta.
manusia, maka sama halnya dengan Menemukan suatu fakta, apalagi fakta
karya manusia lainnya, mungkin terjadi hukum, memerlukan pengujian yang
adanya hukum yang salah. Menurut dilandasi tidak hanya pengalaman
Roeslan Saleh, dikatakan orang, sepihak, tetapi pengalaman yang telah
sebagai hukum hal itu tidaklah salah, dikonsensuskan. Hukum sebagai
tetapi salah digunakan oleh manusia konsensus mestinya diberi kesempatan
(Roeslan Saleh, Reorientasi Hukum untuk berimprovisasi sedemikian
Pidana, 1996). Sebabnya adalah rupa sehingga fakta bernilai hukum
karena hukum itu dilaksanakan oleh ditemukan, dan dioperalih menjadi
manusia, dan pada diri manusia yang fakta sebenarnya.
menggunakannya dalam kehidupan Pers seharusnya menjadi alternatif
bermasyarakat, terdapat apa yang lembaga yang menjadikan sasaran
dinamakan kekuasaan. Pada saat- tugasnya adalah meingkatkanya
saat tertentu, jika manusia yang kesadaran hukum masyarakat dan
menggunakan hukum tersebut merasa penghormatan kepada supremasi hukum,
perlu, ia menggunakan kekuasaan yang dengan menjadikan asas praduga tidak

43
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

bersalah sebagai dasar pemberitaan


dan opini yang disampaikannya kepada
publik. * * *

44
Asas Praduga Tidak Bersalah Kesalahan Menurut Fakta dan Kesalahan Menurut Hukum

Asas Praduga Tidak Bersalah


Kesalahan Menurut Fakta
dan Kesalahan Menurut Hukum

Oleh Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo, SH., MM

Asas praduga tidak bersalah tidak hukuman pidana kepada pelanggarnya


hanya ada, dikenal dan diatur dalam sebagaimana diatur di dalam Pasal 18
persoalan penegakan hukum pidana ayat (2) dengan hukuman denda paling
dengan mempergunakan Sistem banyak Rp. 500.000.000.00,- (limaratus
Peradilan Pidana (SPP). Asas praduga juta rupiah).
tidak bersalahpun ada, dikenal dan Walaupun diredaksikan ...
diatur dalam Undang-undang Nomor 40 menghormati norma-norma agama
Tahun 1999 tentang Pers (sebagai aturan dan rasa kesusilaan masyarakat serta
perubahan dari Undang-Undang Nomor asas praduga tidak bersalah yang
11 tahun 1966 tentang Ketentuan- dapat diartikan 3 (tiga) tindakan atau
ketentuan Pokok Pers yang kemudian perbuatan tersebut kumulasi, satu
diubah dengan UU Nomor 4 Tahun kesatuan, atau sekali berbuat maka
1967 dan kemudian Undang-undang tiga tindakan telah dilakukan (cocursus
Nomor 21 Tahun 1982), khususnya idealis atau perbarengan tindakan
pada Pasal 5 ayat (1). tunggal Pasal 63 KUHP), namun
Isi selengkapnya di dalam Pasal 5 harus diartikan ketiga tindakan tersebut
ayat (1) adalah sebagai berikut adalah terpisah atau satu persatu. Yaitu
Pasal 5 pertama tindakan menghormati norma-
(1) Pers nasional berkewajiban norma agama; kedua rasa kesusilaan
memberitakan peristiwa dan opini masyarakat ; dan ketiga, adalah asas
dengan menghormati norma-norma praduga tidak bersalah.
agama dan rasa kesusilaan masyarakat Sebab apabila dirumuskan dalam
serta asas praduga tidak bersalah satu kesatuan, maka tidak mungkin
Bahkan memberikan ancaman (sangat sulit sekali) terjadi peristiwa

45
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

hukum pers yang sekaligus melanggar sebagai orang yang bersalah, apabila
ketiganya. Atau akan terdapat kilah telah terdapat putusan hakim yang
karena baru satu yang dilanggar maka telah berkekuatan hukum tetap yang
belum memenuhi keseluruhan unsur di menyatakan seseorang tersebut telah
dalam Pasal 5 ayat (1) tersebut. Sekali terbukti bersalah.
lagi tidak dalam posisi satu kesatuan, Dari batasan pengertian yang
namun sebagai bentuk alternatif atau sederhana tersebut, melalui tulisan yang
salah satupun bisa telah terlanggar. sederhana ini penulis ingin mencoba
Sepengetahuan penulis, undang- untuk memahaminya.
undang pers adalah satu satunya Pertama, masuk dalam kategori
produk hukum yang memberikan asas, asas dalam hukum acara pidana,
ancaman hukuman atau sanksi atas maka praduga tidak bersalah, harus
pemberitaan yang tidak menghormati menjadi dasar dalam setiap tindakan
asas praduga tidak bersalah. penegak hukum yang mempergunakan
Kajian terhadap asas praduga tidak sistem peradilan pidana sebagai sarana
bersalah, membagi obyek kajiannya penyelesaian suatu kasus.
menyangkut 2 (dua) hal: Kedua, seseorang oleh hukum
Pertama, terhadap apa yang telah artinya adalah dalam menilai suatu
dilakukan ditindakan oleh seorang kasus (peristiwa hukum pidana) dari sisi
tersangka atau terlapor pelaku tindak (penegakan) hukum, harus dibedakan
pidana; antara kesalahan menurut fakta dengan
Kedua, terhadap yang dinyatakan kesalahan menurut hukum.
sebagai yang telah melakukan tindak K es alah an men u r u t f ak ta
pidana tersangka/terlapor subyek misalnya terdapat suatu peristiwa
hukum. hukum pidana A telah memukul B.
Asas praduga tidak bersalah adalah Secara fakta artinya hanya didasarkan
istilah hukum yang ada dalam khasanah pada apa yang dilihat pada saat A
hukum acara pidana (hukum pidana memukul B, orang akan mengatakan
formil), atau pada saat ada peristiwa A telah bersalah memukul atau dalam
penegakan hukum dalam hal ini adalah bahasa hukum pidana menganiya
hukum pidana law enforcement B (Pasal 351KUHP). Sedangkan
. Asas dalam hukum acara pidana kesalahan menurut hukum yaitu
tersebut biasanya dipahami sebagai hukum telah dijadikan sebagai pisau
seseorang oleh hukum baru dinyatakan analisa terhadap fakta yang ada, dan

46
Asas Praduga Tidak Bersalah Kesalahan Menurut Fakta dan Kesalahan Menurut Hukum

sekaligus terhadap subyek hukum yang adalah orang yang salah dan dapat
akan dimintai pertanggungjawaban atas dimintai pertanggungjawaban;
kesalahan yang telah dilakukan. Jadi Penilaian kedua, akan memberikan
tidak semata-mata menyalahkan yang hasil penilaian yang berbeda antara
di dasarkan atas fakta, namun fakta kesalahan menurut fakta dengan
yang telah dianalisis oleh hukum, yang kesalahan menurut hukum, artinya
kemudian ditemukan keadaan baik apabila dilihat dari faktanya memang
secara fakta maupun secara hukum orang tersebut adalah salah (karena
orang tersebut adalah salah dan dapat telah menganiaya B), namun apabila
dimintai pertanggungjawaban pidana. dilihat dari sisi hukum tidak salah
Misal A yang telah memukul B, dan tentunya tidak dapat dimintai
ternyata memang terdapat maksud atau pertanggungjawaban, karena terdapat
keinginan dari A untuk secara sengaja bukti sebelum A memukul B, B telah
bermaksud untuk melukai B. Bukan terlebih dahulu menyerang A (bela
karena B misalkan telah menyerang paksa noodweer Pasal 49 ayat (1)
A terlebih dahulu, dan kemudian A KUHP).
melakukan tindakan pembelaan yang Dari sinilah kemudian asas praduga
bentuknya merupakan suatu pemukulan tidak bersalah memperoleh dasarnya.
(bela paksa noodweer Pasal 49 ayat Fakta memang kita dapat berpendapat
(1) KUHP). orang tersebut telah bersalah, namun
Kesalahan menurut fakta dan nanti dulu untuk menyatakan pasti
Kesalahan menurut hukum adalah bersalah. Fakta tersebut harus melalui
dua teropong hukum yang berbeda. proses analisis hukum untuk kemudian
Kedua Teropong hukum ini apabila diperoleh kenyataan bahwa memang
diarahkan pada suatu obyek (kasus benar orang tersebut bersalah. Jangan
pidana), akan memunculkan beberapa menyatakan orang bersalah kalau
penilaian. belum sampai hukum telah memberikan
Penilaian pertama, akan penilaian salah, tunggulah sampai
memberikan hasil penilaian yang sama fakta dan hukum selesai memberikan
antara kesalahan menurut fakta dengan penilaian.
kesalahan menurut hukum, artinya baik Ketiga, apabila telah terdapat
dilihat dari faktanya memang orang putusan hakim yang telah berkekuatan
tersebut adalah salah, demikian juga hukum tetap yang menyatakan seseorang
apabila dilihat dari sisi hukum ia pun tersebut terbukti telah bersalah siapa

47
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

yang mempunyai kewenangan menilai sehingga dapat menuntut seseorang ke


dan dimana penilaian atas tindakan pengadilan adalah bukan peranan dari
seseorang dari sisi hukum (pidana) anggota masyarakat.
diberikan. Memang benar bahwa Sehingga pernyataan anda telah
seseorang telah melakukan tindakan bersalah melanggar hukum dari sisi
atau perbuatan yang menimbulkan hukum dan proses penegakkan hukum
kerugian pada pihak lain, muncul adanya tidak akan pernah atau dapat dinyatakan
korban. Atas apa yang dilakukan kalau oleh pihak selain hakim. Sekalilagi
dibuat analisisnya telah memenuhi hanya ada pada hakim!. Tetapi itupun
unsur-unsur dari suatu pasal dalam belum cukup, penentuan bersalah dari
suatu ketentuan pidana, atau ia telah seorang hakim yang dituangkan dalam
melakukan tindak pidana. bentuk putusan. Bentuk putusannya
Namun hukum pidana menentukan haruslah dalam bentuk putusan yang
bahwa hanya ditangan hakimlah telah berkekuatan hukum tetap. Artinya
penentuan seseorang bersalah itu terhadap putusan tersebut tidak ada lagi
berada, tidak pada polisi dan juga tidak upaya hukum (banding atau kasasi).
pada jaksa, apalagi masyarakat. Keempat, terhadap yang yang
Kepolisian sebagai penyidik, dinyatakan sebagai yang telah
dengan kewenangan yang dimilikinya melakukan tindak pidana tersangka/
hanya berfungsi untuk berupaya terlapor .
mencari dan mengumpulkan bukti. Asas praduga tidak bersalah sebagai
Tidak lebih dari itu. Jaksa dengan pedoman cara melaksanakan penegakan
kewenangan yang dimiliki sekedar hukum.
mengolah bukti, sehingga kemudian ia Selain dilihat dari sisi teropong
dapat menuntut seseorang ke pengadilan. hukum, maka asas inipun
Apalagi masyarakat yang secara hukum mengandung materi muatan pedoman
tidak mempunyai kewenangan untuk bagi aparat penegak hukum yang
mengumpulkan bukti turut serta atau bertugas menyidik dalam menjalankan
partisipasi masyarakat terbatas pada kewenangannya khususnya dalam
dapat membantu untuk memberikan mencari dan mengumpulkan bukti
atau menunjukkan bukti adalah dan berhadapan dengan seseorang
bentuk partisipasi masyarakat untuk yang telah disangka melakukan tindak
kepentingan penegakkan hukum. pidana. Di sini menyangkut persoalan
Apalagi bicara mengolah bukti apa yang harus dilakukan oleh aparat

48
Asas Praduga Tidak Bersalah Kesalahan Menurut Fakta dan Kesalahan Menurut Hukum

penegak hukum penyidik pada saat yang telah dilakukan.


berhadapan dengan seorang tersangka Perlakuan terhadap seorang yang
pelaku tindak pidana. tidak atau belum tentu bersalah dalam
Di sini kembali pada persoalan proses penegakkan hukum, karena
secara fakta memang benar ia telah adanya asas praduga tidak bersalah,
melakukan tindak pidana, namun secara dengan mempergunakan sarana
hukum masih harus diposisikan nanti sistem peradilan pidana harus mampu
dahulu kalau kemudian dia bersalah memberikan jaminan atau perlindungan
dan dinyatakan bertanggungjawab atas bahwa orang tersebut dalam bentuk
peristiwa hukum pidana yang terjadi. bebas dalam memberikan keterangan.
Nanti dulu adalah suatu jeda waktu Bebas dalam memberikan keterangan,
untuk ada kesempatan hukum dijadikan adalah bentuk yang nyata adanya asas
sebagai pisau analisa terhadap praduga tidak bersalah.
peristiwa hukum pidana yang telah Penyidik, harus berkemampuan
terjadi. Maknanya menunggu adalah untuk memposisikan dirinya bahwa
menunggu adanya hasil proses analisis orang yang dihadapi harus diberikan
hukum untuk membuktikan salah atau jaminan atau perlindungan bahwa ia
tidaknya seseorang tersebut. adalah orang yang harus bebas dalam
Karena masih dalam proses untuk memberikan keterangan. Namun
menentukan salah atau tidaknya seorang sementara itu penyidik harus pula
tersangka pelaku tindak pidana. Juga mencari dan atau mengumpulkan
hanya hakim melalui putusannya bukti.
yang telah berkekuatan hukum tetap Mencari dan mengumpulkan bukti
yang dapat menyatakan seseorang adalah tugas yang akan dilakukan oleh
bersalah. Maka tahapan-tahapan proses oleh penyidik. Dalam melaksanakan
penyidikan dan atau penuntutan juga tugas tersebut sejumlah kewenangan
apapun hasil dari fakta yang ada harus diberikan oleh undang-undang
diposisikan tersangka/terlapor adalah kepadanya. Dengan kewenangan
orang yang tidak atau belum tentu tersebut memungkinkan bagi penyidik
bersalah. untuk melakukan pelanggaran terhadap
Bersalah, maknanya adalah ia hak-hak yang dimiliki oleh seseorang.
memang benar telah melakukan Bahkan dapat dikatakan apa yang
tindak pidana dan dapat dimintai dilakukan dapat dinilai sebagai tindak
pertanggungjawaban pidana atas apa pidana. Namun karena apa yang

49
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

dilakukan adalah diperintahkan oleh mengatur mengenai asas praduga tidak


undang-undang, maka hapuslah unsur bersalah dan sekaligus memberikan
melawan hukum dari tindakannya ancaman hukuman bagi pelanggar asas
(dasar penghapus pidana dengan alasan tersebut. Pada bagian lain juga penulis
pembenar Pasal 50 KUHP menjalankan sampaikan bahwa hakim adalah satu-
perintah undang-undang). Batas- satunya pihak yang dengan putusan
batas menjalankan kewenangan harus yang telah berkekuatan hukum tetap
ada, agar tidak terjadi tindakan yang dapat menyatakan seseorang sebagai
sewenang-wenang. Salah satu batas bersalah.
wewenang tersebut adalah jaminan atau Pernyataan bahwa seseorang
perlindungan bahwa tersangka adalah bersalah dapat dilakukan dengan
orang yang harus diberikan kebebasan banyak cara. Tidak harus menyatakan
dalam memberikan keterangan. secara langsung bahwa si A adalah
Bentuk-bentuk tindakan yang pelaku penganiayaan, tetapi juga dapat
mencerminkan jaminan atau dilakukan dengan cara menunjukkan
perlindungan kebebasan dalam gambar diri A secara utuh terutama yang
memberikan keterangan, tercermin dapat menunjukkan seperti apa wajah
dalam bentuk hak-hak tersangka. dari A tersebut, dan tulisan mengenai
Hak-hak tersebut mulai dari harus apa yang telah dilakukan oleh A tersebut
diberikan kesempatan untuk didampingi yaitu melakukan tindakan penganiayaan
penasehat hukum, upaya paksa yang terhadap B. Dari bentuk si A adalah
harus sesuai dengan prosedur yang ada, pelaku penganiayaan dengan gambar
sampai dengan bukan pengakuan yang diri A secara utuh terutama yang dapat
diberikan oleh tersangka, tetapi adalah menunjukkan seperti apa wajah dari A
keterangan tersangka. tersebut, dan tulisan mengenai apa yang
telah dilakukan oleh A tersebut yaitu
Asas praduga tidak bersalah dalam melakukan tindakan penganiayaan
pemberitaan. terhadap B, pada diri yang mengetahui
dengan cara mendengar atau melihat
Sebagaimana yang telah penulis dapat dikatakan dengan pasti bahwa
sampaikan pada bagian awal dari ia akan mengatakan A adalah pelaku
tulisan ini, bahwa Undang-undang Pers penganiayaan dan kemudian A
menurut sepengetahuan penulis adalah adalah orang yang bersalah. Tidak
satu-satunya produk hukum yang juga diperlukan lagi nanti dulu atau jeda

50
Asas Praduga Tidak Bersalah Kesalahan Menurut Fakta dan Kesalahan Menurut Hukum

waktu untuk ada kesempatan hukum bagi teropong hukum yang akan
dijadikan sebagai pisau analisa menganalisa kasus dari sisi kesalahan
terhadap peristiwa hukum pidana menurut hukum untuk dipergunakan?.
yang telah terjadi. Label atau cap Dalam pemberitaan tersebut dapat
tersebut langsung melekat pada diri A, dikatakan sebagai nyaris tidak ada
bahwa ia adalah pelaku tindak pidana tempatnya. Menjadi pertanyaan
penganiayaan terhadap B. adalah sehingga bagaimana bentuk
Lebih parah keadaannya artinya pemberitaan yang tidak melanggar
akan lebih melanggar asas praduga asas praduga tidak bersalah? Dalam
tidak bersalah, apabila yang diberitakan posisi yang umum adalah pemberitaan
adalah target-target tertentu dari yang tidak membuat pembaca akhirnya
penegakan hukum. Misal pemberitaan dapat memutuskan atau menyimpulkan
mengenai terorisme yang menjadi bahwa orang yang disebut di dalam
andalan pihak kepolisian khususnya berita itu adalah orang yang bersalah.
Densus 88. Pemberitaan kasus korupsi ***
yang menjadi andalan KPK. Rakyat
kecil yang menjadi sasaran atau obyek
penegakkan hukum, akan menjadi
korban pelanggaran asas praduga tidak
bersalah. Dasar pemberitaannya adalah
mereka orang yang pasti salah!, tidak
perlu lagi ada batasan-batasan dalam
pemberitannya. Dan pasti mereka tidak
akan mungkin melakukan perlawanan
atas pemberitaan ini apapun bentuk atau
model pemberitannya.
Dari pemberitaan, media massa
yang ada telah mengambil alih
kewenangan yang dimiliki oleh hakim,
yaitu kewenangan untuk memeriksa dan
memutus perkara dengan menyatakan
seseoarang bersalah atau tidak
bersalah.
Di mana letak kesempatannya

51
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

52
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers


(Pengalaman Seorang Wartawan)

Oleh Naungan Harahap, SH., MH., KD 1

A. Latar Belakang
pendaftaran atau pendataan pers,
Penerapan undang-undang Nomor. Dewan Pers, dan Tryal by Press.2
40 Tahun 1999 tentang Pers dewasa Istilah yang disebut terakhir ini yaitu
ini masih mengundang sejumlah tryal by press (vonis berita pers sebelum
permasalahan pelik, meskipun putusan hakim) menjadi salah satu butir
sebenarnya usia undang-undang pers perdebatan dalam kaitannya dengan asas
ini masih tergolong muda baru 11 praduga tidak bersalah (presumption
tahun. Namun apabila kita kembali ke of innocent), akhirnya istilah trial by
belakang keadaannya seperti ungkapan press dihilangkan dan rumusannya
sejarah kembali berulang, berbagai disepakati menjadi: Pers nasional
persoalan apa yang terjadi di DPR berkewajiban memberitakan peristiwa
dalam proses pembahasan rancangan dan opini dengan menghormati norma-
undang-undang pers tersebut pada masa norma agama, dan rasa kesusilaan
lalu seperti mengisyaratkan seolah-olah masyarakat, serta asas praduga tidak
soal-soal yang dulu kini keluar lagi bersalah (Pasal 5 ayat 1).3 Dalam
menguji masyarakat pers. Menurut praktek bagi wartawan hal ini menjadi
Nyonya Aisyah Amini, SH (Fraksi
PPP/ Ketua Komisi I DPR waktu
itu), selama rapat-rapat perubahan 1.
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam
Pers: Pengalaman Seorang Wartawan, Artikel Jurnal
undang-undang tersebut ada enam Ilmiah, Dewan Pers, Jakarta, Desember 2010.
persoalan yang mendapat pembahasan 2.
Ketua Dewan Kehormatan PWI Jawa Barat/mantan
Wartawan Harian Pikiran Rakyat, advokat pengurus
mendalam karena beraneka ragamnya
Peradi/Ikadin tinggal di Bandung.
pendapat soal pers ini, yaitu pengertian 3.
Lihat Wina Armada Sukardi, Keutamaan di Balik
tentang Pers, istilah kebebasan Pers, Kontroversi Undang-Undang Pers, Dewan Pers,
Jakarta, 2007, hlm. 19-20.
Kesejahteraan Wartawan dan karyawan,

53
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

penting untuk diperhatikan karena kehormatan, harga diri dan hak keluarga
penanggung jawab perusahaan pers atas perlindungan baik atas dasar
yang tidak menghormati norma-norma kemanusiaan maupun hukum, sehingga
agama, kesusilaan dan asas praduga berbagai asas seperti praduga tidak
tidak bersalah merupakan suatu bersalah tidak lagi menjadi sesuatu
pelanggaran terhadap asas professional yang penting.
dan supremasi hukum yang diatur dalam Tidak jarang mereka melakukan
etik profesi. Selain itu pengabaian cara-cara yang menekan penegak
terhadap asas praduga tidak bersalah hukum, sebagai sesuatu yang sangat
juga dapat dituntut sebagai perbuatan dilarang dan cara bertutur secara tertulis
melanggar hukum yang dapat diancam dalam pemberitaan media acapkali
dengan sanksi pidana denda berdasarkan tidak menunjukkan penguasaan
ketentan pidana pasal 18 ayat 2 UU No. standar berbahasa yang baik dan
40 Tahun 1999 tentang Pers. benar5 Komulasi lemahnya penaatan
Pelanggaran terhadap asas praduga pers terhadap asas praduga tidak
tidak bersalah dalam pers ini menurut bersalah mengakibatkan sejumlah
pengamatan di lapangan menunjukkan pemberitaan dan informasi menjadi
adanya hubungan antara publik dengan sesat (misleading), subyektif, dan
wartawan, terutama wartawan di daerah, berbahaya yang pada akhirnya terkait
wartawan abal-abal atau wartawan kasus delik pers.
bodrex yang tidak memiliki latar
belakang pengetahuan dan keterampilan B. Identifikasi Masalah
kewartawanan yang memadai, serta
dipicu meningkatnya persaingan pers Dalam tataran implementasi asas
sebagai bisnis komersial. Keadaan praduga tidak bersalah merupakan salah
ini menjadi salah satu problematik satu masalah besar yang melingkupi
kompetensi wartawan yang berpotensi jagad pers di Indonesia. Semua
merusak citra profesi di tengah
masyarakat. Bahkan menurut Bagir
Manan4, ada sebagian wartawan seperti
wartawan TV, ketika menjalankan tugas 4.
Ibid.
5.
Bagir Manan, Meninggikan Kompetensi Wartawan
pers bertindak atau berlaku seperti Dan Kode Etik Jurnalistik, makalah disampaikan pada
tugas penyelidik atau penyidik suatu pertemuan dengan PWI Jawa Barat, Pangandaran, 10
April 2010.
perkara, dan tanpa mempertimbangkan

54
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

faktor bagi terlaksananya penaatan kaitannya dengan praktek pelanggaran


penegakan hukum dan etika profesi asas praduga tak bersalah sering terjadi
pers di Indonesia memiliki masalah dalam berita-berita pengadilan. Padahal,
pelik. Dari mulai proses pembuatan sejatinya sistem praduga tidak bersalah
perundang-undangannya saja sudah juga berlaku dalam praktek liputan-
terlibat perdebatan-perdebatan liputan berita di luar pengadilan.
kritis mengenai asas pers yang tidak Dengan perkataan lain peta penerapan
mencerminkan kesamaan rumusan asas praduga tak bersalah tidak hanya
dan penafsiran. Akibatnya ketika akan dalam berita hukum saja melainkan juga
dilaksanakan muncul banyak hambatan mencakup ranah non hukum seperti
dan persoalan. dalam berita-berita ekonomi, sosial,
Berangkat dari latar belakang politik, pendidikan dan sebagainya.
masalah penerapan dan problematik Bahwa kemudian berita-berita delik
asas praduga tidak bersalah dalam pers dimaksud perkaranya bermuara ke
pers, identisifikasi masalah untuk sidang pengadilan hal itu merupakan
pembahasan selanjutnya perlu diusung konsekuensi logis saja di dalam proses
dengan pertanyaan bagaimanakah aspek sebuah sistem peradilan yang berlaku
hukum asas praduga tidak bersalah di negara hukum.
dalam sistem penegakan hukum Dalam memberitakan sesuatu,
pada umumnya? dan bagaimanakah misalnya, wartawan juga diwajibkan
penerapan pelanggaran asas praduga menghormati asas praduga tidak
tidak bersalah dalam praktek liputan bersalah. Bagi wartawan asas ini tidak
pemberitaan berdasarkan UU Nomor hanya wajib diterapkan dalam berita
40 Tahun 1999 tentang Pers dan kode yang menyangkut dalam proses hukum
etik jurnalistik? saja, tetapi dalam semua pemberitaan
wajib menjaga asas praduga tidak
C. Pengertian dan Ruang Lingkup bersalah ini. Hal ini menunjukkan
penghargaan wartawan terhadap hukum.
Ketika asas praduga tak bersalah Tetapi istilah praduga tidak bersalah
diterapkan dalam pers, bagi seorang tidak berarti pers tidak boleh memuat
wartawan, segera saja pikiran melayang nama pelaku, pers sama sekali tidak
dalam suasana liputan berita-berita di melanggar asas praduga tidak bersalah.
pengadilan. Karena pada umumnya Wina Armada mengatakan, pada intinya
publik mengetahui pemberitaan dalam asas praduga tidak bersalah bermakna,

55
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

tidak boleh menyatakan secara bersalah perundang-undangan, kepatutan,


sebelum ada keputusan formal saat itu dan keadilan dalam setiap kebijakan
tetapi memastikan kejadian sebenarnya penyelenggara negara.
tetap boleh.6 2. Asas kepentingan umum,
Dari pemahaman tersebut dapat yaitu asas yang mendahulukan
ditarik kesimpulan dengan istilah kesejahteraan umum dengan cara
menghormati bukan berarti bersifat yang aspiratif, akomodatif, dan
relatif tapi konkrit yang di dalamnya selektif.
terkandung suatu amanat atas asas 3. Asas keterbukaan, yaitu asas
praduga tak bersalah. Maknanya adalah yang membuka diri terhadap hak
kewajiban untuk dilaksanakan dan masyarakat untuk memperoleh
mengikat bersifat imperatif yang apabila informasi yang benar, jujur,
dilanggar menimbulkan konsekuensi dan tidak diskriminatif tentang
bagi seseorang yang melanggar dengan penyelenggaraan negara dengan
tuduhan mendapat sanksi ancaman tetap memperhatikan perlindungan
hukuman pidana atau perdata. Hal ini atas hak asasi pribadi, golongan,
sesuai prinsip penghormatan terhadap dan rahasia negara.
hak asasi manusia dan asas supremasi 4. Asas proporsionalitas, yaitu asas
hukum yang dianut dalam kode etik yang mengutamakan kesimbangan
jurnalistik. antara hak dan kewajiban
Selain itu terkait dengan tema penyelenggara negara.
tulisan ini perlu diuraikan pengertian 5. Asas profersionalitas, yaitu asas
beberapa asas. Menurut istilahnya yang mengutamakan keahlian
asas bermakna pokok, prinsip, dasar. yang berlandaskan kode etik dan
Sedangkan menurut Pasal 2 UU Pers ketentuan perundang-undangan.7
yang dimaksud asas kemerdekaan Pers
adalah salah satu wujud kedaulatan
rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum. Beberapa istilah yang terkait
asas hukum pers adalah, sbb:
1. Asas kepastian hukum, yaitu
asas dalam negara hukum yang
6.
Ibid
7.
Wina Armada . Opci hlm. 160.
mengutamakan landasan peraturan

56
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

D. Asas Praduga Tidak Bersalah wajib dianggap tidak bersalah sampai


dalam Penegakan Hukum Pada adanya putusan pengadilan yang
Umumnya menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Landasan hukum asas praduga Asas praduga tak bersalah ditinjau
tidak bersalah (presumption of innocent) dari segi teknis yuridis atau teknis
selain ditemukan secara khusus dalam penyidikan dinamakan prinsip
hukum pers, pengaturan asas hukum akusatur atau accusatory procedure
asas praduga tidak bersalah yang (accusatorial system). Prinsip akusatur
dikenal secara umum telah ditetapkan menempatkan kedudukan tersangka
mendasari hukum acara dan penegakan terdakwa dalam setiap tingkat
hukum (law enforcement).8 Berdasarkan pemeriksaan adalah subjek, bukan
pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun sebagai objek pemeriksaan. Untuk
1981 tentang Kitab Undang-Undang itu tersangka atau terdakwa harus
Hukum Acara Pidana (KUHAP) asas didudukkan dan diperlakukan dalam
praduga tidak bersalah ditemukan kedudukan manusia yang mempunyai
dalam penjelasan umum butir 3 huruf hak asasi.. Sedangkan yang menjadi
c, disebutkan; objek pemeriksaan dalam prinsip
Setiap orang yang disangka, akusator adalah kesalahan (tindakan
ditangkap, ditahan, dituntut dan atau pidana), yang dilakukan tersangka. Ke
dihadapkan di muka sidang pengadilan, arah itulah pemeriksaan ditujukan.
wajib dianggap tidak bersalah sampai Dengan asas praduga tak bersalah
adanya putusan pengadilan yang yang dianut KUHAP, memberi pedoman
menyatakan kesalahannya dan kepada aparat penegak hukum untuk
memperoleh kekuatan hukum tetap. mempergunakan prinsip akusatur
Selain dalam KUHAP, sebenarnya dalam setiap tingkat pemeriksaan.
ketentuan lain asas praduga tak bersalah Aparat penegak hukum menjauhkan
juga telah dirumuskan dalam pasal 8 diri dari cara-cara pemeriksaan yang
Undang-Undang Pokok Kekuasaan inkuisitur atau inquisitorial system
Kehakiman No. 14 Tahun 1970, yang yang menempatkan tersangka / terdakwa
berbunyi : dalam pemeriksaan sebagai objek yang
Setiap orang yang sudah disangka,
8.
Penjelasan Pasal 2 Ayat (3) Undang-Undang RI
ditangkap, ditahan, dituntut dan atau Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
dihadapkan di muka sidang pengadilan, Pembangunan Nasional.

57
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

dapat diperlakukan dengan sewenang- mengenai hukum pers dan etika


sewenang. Prinsip inskuisitur ini jurnalistik sebenarnya tidak banyak
dulu dijadikan landasan pemeriksaan menguraikan tentang asas praduga tak
dalam periode HIR (sebelum KUHAP bersalah. Begitu juga referensi buku-
berlaku), sama sekali tidak memberi buku dan tulisan mengenai asas ini
hak dan kesempatan yang wajar bagi sangat terbatas, seperti dalam Undang-
tersangka untuk membela diri dan Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang
mempertahankan hak dan kebenaran.9 Pers berdasarkan penelusuran memuat
Sebab sejak semula aparat penegak sangat singkat hanya satu ayat yaitu
hukum sudah apriori menganggap Pasal 5 ayat (1) menyebutkan:
tersangka bersalah. Seolah-olah si Pers nasional berkewajiban
tersangka atau terdakwa sudah divonis memberitakan peristiwa dan opini
sejak saat pertama diperiksa dihadapan dengan menghormati norma-norma
penyidik tersangka dianggap dan agama dan rasa kesusilaan masyarakat
dijadikan sebagai objek pemeriksaan serta asas praduga tak bersalah.
tanpa mempedulikan hak-hak asasi Dalam penjelasan disebutkan yang
manusia dan haknya untuk membela dimaksud dengan pasal 5 ayat (1)
dan mempertahankan martabat serta adalah pers nasional dalam menyiarkan
kebenaran yang dimilikinya. Akibatnya, informasi, tidak menghakimi atau
sering terjadi dalam praktek, seorang membuat kesimpulan kesalahan
yang benar-benar tidak bersalah terpaksa seseorang, terlebih lagi untuk kasus-
menerima nasib sial, meringkuk dalam kasus yang masih dalam proses peradilan,
penjara. Masih ingat dalam kasus serta dapat mengakomodasikan
Sengkon dan Karta, yang meringkuk kepentingan semua pihak yang terkait
menjalani hukuman beberapa tahun, dalam pemberitaan tersebut.10
tapi pembunuhan yang dituduhkan Begitu juga asas praduga tak
kepadanya ternyata pelakunya adalah bersalah dalam Kode Etik Jurnalistik
orang lain. Dewan Pers tahun 2006 pengaturannya
ditemukan dalam Pasal 3:
E. Asas Praduga Tidak Bersalah Wartawan Indonesia selalu
dalam UU Pers, Etika dan 9.
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan
Pedoman Penulisan Hukum Penerapan KUHAP-Penyidikan dan Penuntutan,
Edisi Kedua, Sinar Grafika,Cetakan Ketujuh, Jakarta,
2005, hlm. 40.
Ketentuan perundang-undangan 10.
Ibid

58
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

menguji informasi, memberitakan secara berikut: Pemberitaan tentang jalannya


berimbang , tidak mencampuradukkan Pengadilan bersifat information dan
fakta dan opini yang menghakimi, yang berkenaan dengan seseorang
serta menerapkan asas praduga tak yang tersangkut dalam suatu perkara
bersalah. tetapi belum dinyatakan bersalah oleh
Sedangkan dalam penafsiran KEJ Pengadilan, dilakukan dengan penuh
menjelaskan yang dimaksud dengan kebijaksanaan terutama mengenai nama
asas praduga tak bersalah adalah prinsip dan identitas yang bersangkutan.
tidak menghakimi seseorang.11 Etika Dalam rangka kebijaksanaan
pers ini menganut asas professional yang dikehendaki oleh Kode Etik
dan supremasi hukum. Di samping itu Jurnalistik tadi pers dapat saja menyebut
untuk memantapkan kebebasan pers lengkap nama tersangka/tertuduh,
yang bertanggung jawab asas pers jika hal itu demi kepentingan umum.
praduga tak bersalah juga mendapat Tetapi dalam hal ini tetaplah harus
pengaturan lain dalam bentuk pedoman diperhatikan prinsip adil dan fair-
berjudul Sepuluh Pedoman Penulisan ness memberitakan kedua belah pihak
Tentang Hukum yang dikeluarkan atau cover both sides.
oleh PWI.12 Menurut pengamatan pedoman
Dalam pedoman butir 1 disebutkan penulisan hukum ini masih valid dan
sbb: Pemberitaan mengenai seseorang tetap aktual, meskipun akhir-akhir ini
yang disangka/dituduh tersangkut kurang populer di kalangan wartawan
dalam suatu perkara hendaknya ditulis terutama wartawan muda karena jarang
dan disajikan dengan tetap menjunjung dibaca, padahal isinya penting dan
tinggi asas praduga tidak bersalah aplikatif dalam penulisan berita terkait
(Presumption of innocence) serta Kode pemberitaan hukum. Di bawah ini
Etik Jurnalistik, khususnya ketentuan disajikan secara lengkap sepuluh
Pasal 3 Ayat (4)yang berbunyi sebagai pedoman penulisan yang dimaksud,
sbb:
Sepuluh Pedoman Penulisan
tentang Hukum
11.
Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang RI
1. Pemberitaan mengenai seseorang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. yang disangka / dituduh tersangkut
12.
Lihat lampiran: Keputusan Dewan Pers Nomor
03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik, dalam suatu perkara hendaknya
Penafsiran Pasal 3 butir d. ditulis dan disajikan dengan tetap

59
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

menjunjung tinggi asas praduga pemberitaan


tidak bersalah (presumption of 5. Dalam mengungkapkan kebenaran
innocent) serta kode etik jurnalistik, dan tegaknya prinsip-prinsip proses
khususnya ketentuan pasal 3 Ayat hukum yang wajar (due process
(4) yang berbunyi sebagai berikut: of law) pers seyogyanya mencari
Pemberitaan tentang jalannya dan menyiarkan pula keterangan
pengadilan bersifat information dan yang diperoleh di luar persidangan,
yang berkenaan dengan seorang apabila terdapat petunjuk-petunjuk
yang tersangkut dalam suatu perkara tentang adanya sesuatu yang tidak
tetapi belum dinyatakan bersalah beres dalam keseluruhan proses
oleh pengadilan, dilakukan dengan jalannya acara.
penuh kebijaksanaan terutama 6. Untuk menghindarkan trial
mengeni nama dan identitas yang by the press pers hendaknya
bersangkutan. memperhatikan sikap terhadap
2. Dalam rangka kebijaksanaan hukum dan tertuduh. Jadi hukum
yang dikehendaki oleh kode etik atau proses pengadilan harus
jurnalistik tadi pers dapat saja berjalan dengan wajar, dan tertuduh
menyebut kepentingan umum. jangan sampai dirugikan posisinya
Tetapi dalam hal ini tetaplah harus berhadapan dengan penuntut umum,
dieprhatikan prinsip adil dan fair juga perlu diperhatikan supaya
ness, memberitahukan kedua belah tertuduh kelak bisa kembali dengan
pihak atau cover both sides. wajar ke dalam masyarakat
3. Nama identitas dan potret gadis 7. Untuk menghindari trial by the
/ wanita yang menjadi korban press nada dan gaya dari tulisan
perkosaan, begitu juga para remaja atau berita jangan sampai ikut
yang tersangkut dalam perkara menuduh, membayangkan bahwa
pidana, terutama yang menyangkut tertuduh adalah orang jahat dan
susila dan jadi korban narkotik, jangan menggunakan kata-kata sifat
tidak dimuat lengkap / jelas. yang mengandung opini, misalnya
4. Anggota keluarga yang tidak ada memberitakan bahwa saksi-saksi
sangkut pautnya dengan perbuatan memberatkan terdakwa atau
yang dituduhkan dari salah seorang tertuduh memberikan keterangan
tersangka / terhukum, hendaknya yang berbelit-belit
tidak ikut disebut-sebut dalam 8. Pers hendaknya tidak berorientasi

60
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

polisi jaksa centred tetapi dipedomani dalam pelaksanaan


memberikan kesempatan yang penegakan hukum yaitu asas demokrasi
seimbang kepada polisi, jaksa, atau asas transparansi 13. Menurut
hakim, pembela dan tersangka / KUHAP makna asas ini adalah dalam
tertuduh penegakan hukum yang akan diambil
9. Pemberitaan mengenai suatu perkara oleh aparat agar arah pemeriksaan
hendaknya proporsional, menunjuk dilandasi jiwa persamaan dan
garis konsisten dan ada kelanjutan keterbukaan untuk semua pihak yang
tentang penyelesaiannya terkait dalam persidangan yaitu hakim,
10. Berita hendaknya memberikan jaksa, terdakwa/penasehat hukum.
gambaran yang jelas mengenai Dan diharapkan dalam mengambil
duduknya perkara (kasus posisi) keputusan sidang hakim majelis dapat
dan pihak-pihak dalam persidangan menerapkan prinsip musyawarah dan
dalam hubungan dengan hukum mufakat. Begitu pula prinsip-prinsip
yang berlaku. Dimana perlu pemeriksaan persidangan, bukan hanya
hendaknya dikemukakajn pasal- ditujukan dan dijadikan landasan bagi
pasal Hukum Pidana, Hukum aparat kejaksaan, kehakiman, dan
Acara Pidana yang relavan dengan pengacara tapi juga penting diketahui
hak-hak dan kewajiban tertuduh, para pihak seperti terdakwa, saksi, dan
para saksi, maupun negara sebagai para wartawan peliput.
pentuntut. Argumentasi hukum dari Pada umumnya semua persidangan
kedua belah pihak serta legal fight pengadilan negeri terbuka untuk
yang tampil dalam pemeriksaan umum. Ketika saat majelis hakim
pengadilan hendalknya diusahakan akan membuka sidang pada kesempatan
dikemukakan selengkap mungkin pertama hakim membacakan tata tertib
dalam pemberitaan. persidangan dan pada saat itu pula hakim
harus menyatakan Sidang terbuka
F. Prinsip Pemeriksaan untuk umum. Dengan demikian
Persidangan Terbuka Untuk setiap orang yang hendak mengikuti
Umum jalannya persidangan, dapat hadir
memasuki ruangan sidang. Pintu dan
Sebelum pembahasan pemeriksaan
13.
Dikutip dari A.Hamzah dkk, Delik-Delik Pers Di
sidang ada baiknya dipahami prinsip- Indonesia, Media Sarana Press, Edisi Pertama,
prinsip yang harus ditegakkan dan Jakarta, 1987, hlm. 16-18.

61
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

jendela ruangan sidang pun terbuka14, sebelah (partial) atau diskriminatif,


sehingga dengan demikian makna karena proses pemeriksaan sejak awal
prinsip persidangan terbuka untuk sampai putusan dijatuhkan, dilihat, dan
umum benar-benar tercapai. Namun pun didengar oleh publik bahkan dipublikasi
begitu menurut KUHAP tetap terdapat secara luas. Hal ini membuat hakim
ada pengecualian khusus mengenai lebih berhati-hati melakukan kekeliruan
pemeriksaan sidang perkara-perkara (error) dan penyalahgunaan wewenang
kesusilaan atau perkara terdakwa pada satu segi, dan mencegah saksi
anak-anak di bawah umur yang diatur melakukan sumpah palsu pada sisi
dalam pasal 153 ayat (3) dan (4), prinsip lain.
sidang dilakukan tertutup. Mengacu
pada ketentuan ayat (4), pelanggaran G. Media Massa Siaran Langsung
atas prinsip ini dapat mengakibatkan Pemeriksaan dari Ruang Sidang
putusan batal demi hukum. Sedangkan
ayat (5) menjelaskan bahwa anak-anak Belakangan ini timbul permasalahan
umur belum mencapai tujuh belas liputan langsung (live) oleh media
tahun tidak diperkenankan menghadiri elektronik, terutama TV dari sidang
sidang. pengadilan seperti yang disiarkan
Persidangan dan putusan diucapkan mengenai sidang di PN Jakarta Selatan
dalam sidang pengadilan yang terbuka perkara pembunuhan yang melibatkan
untuk umum atau diucapkan di terdakwa mantan ketua KPK, rekaman
muka umum, merupakan salah satu dialog Anggodo oleh sidang MK, dan
bagian yang tidak terpisahkan dari sidang perkara di PN Tangerang atas
asas fair trial. Menurut asas fair nama terdakwa Prita vs RS Omni
trial, pemeriksaan persidangan harus Internasional. Perkara Prita kemudian
berdasarkan proses yang jujur sejak awal dinyatakan mendapat putusan bebas
sampai akhir. Dengan demikian, prinsip oleh hakim, karena itu banyak yang
peradilan terbuka untuk umum mulai bertanya di satu sisi apakah praktek
dari awal pemeriksaan sampai putusan siaran langsung itu tidak melanggar
dijatuhkan, merupakan bagian dari asas praduga tak bersalah, melanggar
asas fair trial. Melalui prinsip terbuka hukum atau kode etik? Di sisi lain
untuk umum, dianggap memiliki efek
pencegahan (deterrent effect) terjadinya
14.
Logcit M. Yahya, hlm. 56.
proses peradilan yang bersifat berat

62
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

ada yang mempersoalkan sejauh untuk disiarkan, dan ditayangkan. Sama


manakah peranan keterbukaan dalam halnya dengan pengadilan sebagai
prinsip peradilan terbuka (open justice pelaksana judicial power, tidak boleh
principle) itu terbentang? Apakah tertutup tetapi harus terbuka untuk
makna sidang terbuka untuk umum disiarkan dan ditayangkan, agar setiap
itu mencakup kebebasan menyiarkan warga Negara memperoleh informasi
atau menayangkan proses pemeriksaan yang luas dan akurat tentang fungsi
dan pengucapan putusan langsung hakim yang dilakukan peradilan dalam
dari dalam ruang sidang? Terhadap menyelesaikan suatu perkara.
pernyataan tersebut banyak pula Berdasarkan pendapat dan alasan-
tokoh publik yang memberi opini alasan di atas, beberapa Negara telah
dan pendapat hukum bahwa prinsip membolehkan penyiaran dan penayangan
open justice sangat terkait dengan radio dan televisi langsung dari ruang
kebebasan berekspresi (the freedom of sidang pengadilan. Misalnya Inggris,
expression) serta kebebasan mendapat pada tahun 1993 telah membolehkan
informasi (the freedom of information) televisi menayangkan pemeriksaan
sesuai konstitusi. Berdasarkan tinjauan langsung dari ruang sidang pengadilan.16
pakar hukum pada dasarnya kekuatan Bahkan sebelum itu, beberapa Negara
kehakiman (judicial power) merupakan bagian Amerika telah mengizinkan
pelaksanaan kekuasaan Negara di televisi menayangkan pemeriksaan
bidang peradilan (judicial power of perkara dari sidang pengadilan, sehingga
the state), sehingga tayangan langsung melalui media televisi publik dapat
dari arena sidang pengadilan masih menyaksikan jalannya peradilan. 17
tergolong relavan 15 Akan tetapi kebebasan siaran langsung
Dalam persfektip masyarakat di ruang sidang itu tidak bersifat
demokrasi hal ini bisa dipahami bahkan absolute., relatif.18
setiap warga Negara berhak memperoleh Banyak yang berpendapat, proses
sebanyak mungkin informasi tentang pemeriksaan yang terbuka untuk
bagaimana caranya organ Negara
melaksanakan fungsi. Dengan demikian, 15.
Ibid
16.
Richard Stone, Textbook on Civil Liberty, Blackstone,
kekusaan kehakiman sebagai salah satu London, 1994, hlm. 171 dalam Hukum Acara
bagian dari kekuasaan Negara, tidak Perdata, M. Yahya, Sinar Grafika, Cet ketujuh,
2008.
berbeda dengan badan eksekutif dan 17.
Ibid hlm.806
legislatif, yang terbuka dan terbentang Ibid.
18.

63
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

disiarkan dan ditayangkan melalui Namun banyak negara yang


radio dan televisi langsung dari ruang menganut faham demokrasi mendukung
sidang, berperan melindungi saksi siaran berita secara live dari sidang
serta membuat hakim yang memeriksa pengadilan. Selama pers menjalankan
perkara tidak berlaku sewenang- fungsi sebagai penyebar informasi
wenang. Pada intinya siaran langsung yang obyektif dan konstruktif,
merupakan pelaksanaan fungsi kontrol menyalurkan aspirasi rakyat dan
sosial yang dimiliki oleh media massa meluaskan komunikasi dan partisipasi
untuk mengawasi kinerja penegak masyarakat besar manfaatnya dalam
hukum (hakim, jaksa, dan pengacara) upaya mencerdaskan.
dalam menangani suatu perkara di Dalam penyiaran langsung di ruang
pengadilan. sidang terdapat beberapa pembatasan
Sementara Peter Krug dan Monroe (restriction) yang harus ditaati, antara
E. Price19 dalam tulisannya Lingkungan lain:
Hukum Media Massa mengatakan di 1. Pemasangan kamera televisi
sejumlah negara yang memiliki sistem tidak boleh mengganggu proses
hukum, media massa bisa dihukum pemeriksaan persidangan;
karena menyiarkan informasi dan 2. Harus lebih mengutamakan
komentar dari sidang pengadilan yang reportase akurat berdasarkan fair
sedang berjalan. Dalam beberapa trial daripada dikomersil;
kasus, niat menghukum pers itu 3. Tidak dibenarkan menyorot dan
dimaksudkan untuk melindungi hak- menayangkan saksi yang harus
hak terdakwa dalam pengadilan yang dilindungi;
jujur, sedangkan dalam sistem hukum 4. Ti d a k d i b e n a r k a n m e m b e r i
di negara lainnnya penerapan sanksi reportase dan komentar (comments)
hukuman itu dianggap perlu untuk yang terkait pribadi (privacy)
menjaga ketetertiban administrasi dan konfidensial daripada yang
pengadilan dan sorotan publik terhadap berperkara;
sistem peradilan. Hanya ada garis tipis
yang membedakan antara melindungi
19.
Peter Krug dan Monroe E.Price, Hak Memberitakan
perhatian publik terhadap administrasi Peran Pers dalam Pembangunan Ekonomi,
keadilan dan keinginan yang tidak terjemahan kumpulan tulisan World Bank Institute
(WBI) Pusat Data dan Analisa Tempo, Jakarta,
sah untuk melindungi pengadilan dari 2002, hlm 249.
kecaman publik.20 Ibid
20.

64
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

5. Pembatasan yang berhubungan umumnya perkara-perkara yang digelar


dengan kepentingan publik, yaitu dengan sistem sidang biasa waktunya
tidak dibenarkan mengomentari berlanjut sampai beberapa bulan. Hal
mengenai hal-hal teknis dan ini harus disadari seperti dijelaskan
administrasi peradilan yang dapat di atas bahwa walau dinyatakan oleh
mempersulit jalannya proses hakim sidang terbuka untuk umum tapi
pemeriksaan. sifatnya tidak absolute, artinya yang
Meskipun begitu materi ketentuan menentukan status sidang terbuka atau
siaran langsung sudah terpenuhi, tidak tergantung kewenangan hakim.
namun dapat ditambahkan menurut Meliput di pengadilan sebagaimana
pengalaman penulis selama beberapa pedoman penulisan mengamanatkan agar
tahun menjadi wartawan bidang liputan berita dapat berkesinambungan
hukum, bahwa wartawan harus tetap mulai dari awal pembacaan surat
menjaga etika dan prosedur yang dakwaan sampai pembacaan putusan.
benar, misalnya dapat mengajukan Selain itu agar prinsip asas praduga
surat atau pemberitahuan liputan pers tidak bersalah terpenuhi dalam liputan
sebelumnya kepada majelis hakim pemberitaan wartawan hendaknya
melalui panitera untuk mendapatkan dalam setiap siaran atau tulisan berita
persetujuan, serta menghubungi jaksa yang masih dalam proses persidangan
penuntut umum untuk memperoleh foto mencantumkan kata-kata diduga,
kopy atau salinan berkas surat dakwaan. hal ini penting supaya wartawan dapat
Bagi wartawan surat dakwaan besar terhindar dari tuduhan pelanggaran trial
manfaatnya guna menguasai perihal by press atau presumption of innocent.
data-data terdakwa, pasal-pasal apa
yang dituduhkan, dan cerita perbuatan H. Penutup
hukum yang dilakukan.21
Melengkapi prosedur teknis Penerapan asas praduga tidak
administrasi juga tidak kalah pentingnya, bersalah (presumption of innocent)
sehingga urusan peliputan selanjutnya adalah salah satu asas atau prinsip
dapat berjalan lancar karena pada dasar yang secara khusus diatur dalam
Undang-Undang No. 40 tahun 1999
21.
Naungan Harahap, pengalaman jurnalistik meliput tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
beritaberita persidangan di Pengadilan Negeri
Bandung, Harian Mandala, Harian Pikiran Rakyat Asas ini merupakan suatu amanat luhur
1978 1998. profesi yang sifatnya memaksa pers

65
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

harus mampu melaksanakannya dalam penegakan hukum pada umumnya yang


siaran atau pemberitaan informasi dapat memperkaya hasanah hukum
kepada publik. Karena asas ini adalah nasional. * * *
penghormatan dan penghargaan
wartawan terhadap hukum dan hak
asasi manusia.
Konsekuwensi pelaksanaan apabila
terjadi pelanggaran terhadap asas ini
akan berakibat buruk pada citra profesi
pers secara keseluruhan, terutama pada
wartawan dan jajaran penanggung
jawab pers yang pada gilirannya dapat
membangkrutkan suatu perusahaan
pers terkena dampak hukum dan sosial.
Pengawasan yang lemah terhadap asas
tersebut keadaannya dapat berkembang
ke arah terjadinya kasus delik pers
dan etika profesi. Masyarakat yang
dirugikan akibat pemberitaan pers
yang mengabaikan asas praduga tidak
bersalah dapat terkena sanksi hukum
pasal 18 ayat 2 dengan tuntutan ganti
rugi denda perdata atau pidana ke
pengadilan.
Namun dalam tataran teoritik di
satu sisi referensi, buku, tulisan dan
pustaka yang terkait dengan materi
asas pers ini secara formal masih sangat
terbatas jumlahnya, tapi di sisi lain
aturan asas praduga tak bersalah yang
ditemukan di luar hukum pers, seperti
KUHAP dan Undang-undang Pokok
Kekuasaan Kehakiman merupakan hal
penting sebagai dasar hukum dalam

66
Penerapan Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Pers

DAFTAR PUSTAKA

Buku
A. Hamzah, I Wayan Suandra, B.A.Manalu, Delik-Delik Pers Di Indonesia,
Media Sarana Press, Edisi Pertama, Jakarta, 1987
Hak Memberitakan Peran Pers dalam Pembangunan Ekonomi, Terjemahan
The World Bank Institute (WBI), Pusat Data dan Analisa Tempo, kumpulan tulisan
Penerjemah M.Hamid, Editor Bambang Bujono, Dian R.Basuki, Jakarta, 2006.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cetakan Ketujuh, Jakarta, 2008
Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP-
Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Cetakan Ketujuh,
2005.
RH. Siregar, Komariah Sapardjaja, Lukas Luwarso, Delik Pers Dalam Hukum
Pidana, Dewan Pers dan Lembaga Informasi Nasional, Cetakan kedua,Jakarta,
2003.
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2004-2009,
Sinar Grafika, Jakarta, Cetakan Pertama, 2005.
Wina Armada Sukardi, Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik &
Dewan Pers, Dewan Pers, Jakarta, 2008.
Keutamaan di Balik Kontroversi Undang-Undang
Pers, Dewan Pers, Jakarta, 2007.

Peraturan dan Perundang-undangan

KUHP & KUHAP, Edisi Revisi 2008, Penulis Andi Hamzah, Rineka Cipta,
Jakarta, 2007
Kumpulan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana, Laboratorium Pusat
Data Hukum Fakultas Hukum UAJY Andi, Yogyakarta, 2007.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kumpulan Surat
Keputusan Dewan Pers, Jakarta, 2006.

Makalah

Bagir Manan, Meningkatkan Kompetensi Wartawan Dan Kode Etik Jurnalistik,

67
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

pertemuan dengan PWI Cabang Jawa Barat, Pangandaran, 10 April 2010.


Bagir Manan, Hukum Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Pelatihan Khusus Ahli
Dewan Pers, Hotel Grand Majesty Batam, 14-16 Juni 2010
Andi Abu Ayyub Saleh, Aspek Hukum Pidana Dalam Bidang Pers, Pelatihan
Khusus Ahli Dewan Pers, Hotel Grand Majesty Batam, 14-16 Juni 2010. * * *

68
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

Menegakkan Kemerdekaan Pers dan


Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah
Oleh Hendrayana

Kebebasan Pers
Sebagai Pilar Demokrasi

Kebebasan berekspresi merupakan berpendapat atau yang lebih dikenal


salah satu element penting dalam sebagai state responsibility.
demokrasi. Bahkan, dalam sidang Dalam konteks hukum internasional,
pertama PBB pada tahun 1946, sebelum Pelaksanaan terhadap Pasal 19 Kovenan
disyahkannya Universal Declaration Internasional Hak Sipil dan Politik
oh Human Rights atau traktat-traktat dapat dirujuk pada Pendapat Umum
diadopsi, Majelis Umum PBB melalui 10 Kemerdekaan Berekspresi (Pasal
Resolusi No. 59 (I) tertanggal 14 19): 29/06/83 dimana berdasarkan
Desember 1946 telah menyatakan Pendapat Umum No. 10 (4) tentang
bahwa hak atas informasi merupakan Pasal 19 Kovenan Internasional Hak
hak asasi manusia fundamental dan Sipil dan Politik pada pokoknya
standar dari semua kebebasan yang menegaskan bahwa pelaksanaan hak atas
dinyatakan suci oleh PBB. kemerdekaan berekspresi mengandung
Maka untuk menjamin bekerjanya tugas-tugas dan tanggung jawab khusus,
sistem demokrasi dalam sebuah negara dan oleh karenanya pembatasan-
hukum, Kemerdekaan Berpendapat pembatasan tertentu terhadap hak ini
dalam Hukum Internasional dijamin diperbolehkan sepanjang berkaitan
dan diatur dalam Pasal 19 baik itu dengan kepentingan orang orang lain
dalam Deklarasi Universal HAM dan atau kepentingan masyarakat secara
juga Kovenan Internasional Hak Sipil keseluruhan. Namun ada yang lebih dari
dan Politik. Oleh karena itu pada pundak sekedar pembatasan, karena Komentar
negaralah terletak beban kewajiban Umum 10 (4) juga menegaskan bahwa
untuk melindungi kemerdekaan penerapan pembatasan kebebasan

69
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

kemerdekaan berekspresi tidak boleh dasar normative yang membimbing


membahayakan esensi hak itu sendiri. untuk memformulasikan standar-standar
Kemerdekaan Berekspresi bagi kebebasan berekspresi. Pasal 19
terutamanya kemerdekaan berpendapat Universal Declaration of Human Rights
memiliki sejumlah alasan menjadi menyatakan bahwa setiap orang
kenapa salah satu hak yang penting berhak atas kebebasan mempunyai
dan menjadi indikator terpenting dan mengeluarkan pendapat dan
dalam menentukan seberapa jauh iklim berekspresi; dalam hal ini termasuk
demokrasi di sebuah negara dapat kebebasan menganut pendapat tanpa
terjaga. Menurut Toby Mendel bahwa mendapat gangguan, dan untuk
Terdapat banyak alasan mengapa mencari, menerima dan menyampaikan
kebebasan berekspresi adalah hak keteranganketerangan dan pendapat
yang penting, pertama-tama karena ini dengan cara apa pun dan dengan tidak
adalah sebagai dasar dari demokrasi, memandang batasbatas. Selanjutnya
kedua kebebasan berekspresi berperan Pasal 20 Universal Declaration of
dalam pemberantasan korupsi, ketiga Human Rights menyatakan bahwa
kebebasan berekspresi mempromosikan Setiap orang mempunyai hak atas
akuntabilitas, dan keempat kebebasan kebebasan berkumpul dan berserikat
berekspresi dalam masyarakat tanpa kekerasan, dan tidak seorang pun
dipercaya merupakan cara terbaik untuk boleh dipaksa untuk memasuki suatu
menemukan kebenaran(Keterangan perkumpulan.
ahli disampaikan pada 23 Juli 2008 Kemerdekaan pers adalah bagian
dalam Perkara No. 14/PUU-VI/2008 dari kebebasan berekspresi yang di
di Mahkamah Konstitusi) Indonesia dijamin secara konstitusional
Deklarasi Universal Hak Asasi melalui Pasal 28 E dan Pasal 28 F
Manusia (Universal Declaration of Perubahan II UUD 1945. Selain itu
Human Rights/ UDHR) disyahkan kemerdekaan pers dan berekspresi
Majelis Umum PBB pada tanggal juga dijamin dalam berbagai peraturan
10 Desember 1948. DUHAM ini perundang-undangan yang lain seperti
mengatur mengenai standar hak asasi Undang-Undang (UU) No 39 Tahun
manusia yang diterima oleh seluruh 1999 tentang HAM dan UU No. 12
Negaranegara anggota PBB Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan
Universal Declaration of Human Internasional Hak Sipil dan Politik
Rights juga menghadirkan kembali Sebagai satu negara yang meratifikasi

70
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

Kovenan Internasional Hak Sipil dan kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan


Politik, Indonesia tentunya berkewajiban pendapat sebagaimana tercantum dalam
untuk melakukan harmonisasi berbagai pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945
peraturan perundang-undangannya agar harus dijamin. Nilai-nilai demokrasi
tidak bertentangan dengan maksud dan menjadi landasan lahirnya Undang-
tujuan dari Kovenan Internasional Hak undang tentang pers ini.
Sipil dan Politik Undang-Undang No. 40 1999
Era reformasi Negara telah tentang Pers bersifat lex specialis. UU
memberikan jaminan yang sangat tegas Pers sejak awal sudah dimaksudkan
atas perlindungan kebebasan untuk untuk menangani perkara-perkara
menyatakan pendapat baik dengan khusus, yang berkaitan dengan
lisan maupun dengan tulisan sebagai pemberitaan pers (Batubara, 2007;
hak konstitusional warga negara dan Pandjaitan dan Siregar, 2004). Selain
lembaga-lembaga kemasyarakatan. itu, UU Pers terbatas dan khusus
Jaminan tersebut semula dilakukan digunakan untuk menangani perkara
dengan pencabutan ketentuan tentang pelaksanaan kegiatan jurnalistik,
keharusan adanya Surat Izin Usaha yaitu kegiatan mencari, memperoleh,
Penerbitan Pers (SIUPP) dan segala memiliki, menyimpan, mengolah,
bentuknya sebagaimana dimuat di dalam dan menyampaikan informasi (6M),
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 baik dalam bentuk tulisan, suara,
tentang Pers yang kemudian diperkuat gambar, suara dan gambar, data dan
posisinya melalui ketentuan Pasal 28E grafik atau bentuk lainnya dengan
ayat (3) UUD 1945 hasil perubahan menggunakan media cetak, televisi,
yang berbunyi: Setiap orang berhak radio dan segala jenis saluran lain yang
atas kebebasan berserikat, berkumpul, tersedia. Karena hal-hal tersebut, maka
dan mengeluarkan pendapat. UU Pers merupakan UU khusus.
Dalam bagian pertimbangn Dalam UU Pers No. 40 Tahun
Undang-undang No. 40 Tahun 1999 1999 menjamin kebebasan pers sebagai
menekankan: bahwa kemerdekaan pers hak asasi warga negara dan wujud
merupakan salah satu wujud kedaulatan kedaulatan rakyat. Undang-Undang ini
rakyat dan menjadi unsur yang sangat juga dengan tegas menolak sejumlah
penting untuk menciptakan kehidupan ancaman eksternal terhadap kebebasan
bermasyarakat, berbangsa, dan pers, khususnya: (1) Penyensoran,
bernegara yang demokratis, sehingga pembredelan atau pelarangan penyiaran

71
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

(pasal 4 ayat 2); (2) Tindakan yang pers yang menyimpang tidak boleh
berakibat menghambat atau menghalangi membahayakan sendi-sendi demokrasi
pelaksanaan hak pers untuk mencari, dan negara berdasarkan hukum.
memperoleh, dan menyebarluaskan (Putusan MARI No 1608 K/PID/2005
gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat antara Bambang Harymurti Vs. Negara
3). Kepada siapa saja yang melakukan Republik Indonesia)
ancaman terhadap pers, menurut Pasal Mahkamah Konstitusi juga melalui
18 ayat (1) dapat diancam hukuman putusannya telah berpendapat
paling lama dua tahun penjara atau Bahwa salah satu esensi demokrasi
denda paling banyak Rp 500 juta. adalah kebebasan berkomunikasi
Sementara itu, bagi perusahaan pers dan memperoleh informasi melalui
yang melanggar Pasal 5 ayat (1) dan segala jenis saluran yang tersedia.
(2) serta Pasal 13, menurut Pasal 18 Kebebasan berkomunikasi dan
ayat (2), diancam pidana denda paling memperoleh informasi adalah darah
banyak Rp 500 juta. hidup demokrasi. Patrik Wilson
Selain itu, Pentingnya kemerdekaan mengingatkan bahwa demokrasi
berekspresi juga telah diakui dalam adalah komunikasi. Warga demokrasi
beragam putusan pengadilan di berbagai hidup dengan suatu keyakinan bahwa
negara termasuk Indonesia. Melalui melalui pertukaran informasi, pendapat,
beragam putusannya Mahkamah Agung dan gagasan yang terbuka, kebenaran
RI dan Mahkamah Konstitusi RI juga akhirnya akan terbukti dan kepalsuan
mengakui peranan dari Kemerdekaan akhirnya akan terkalahkan (Putusan
Berekspresi, Kemerdekaan Berpendapat, MK No 50/PUU-VI/2008 tentang
dan Kemerdekaan Pers dalam menjaga Permohonan Pengujian Pasal 27 ayat
kedaulatan rakyat. (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE)
Mahkamah Agung berpendapat Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi
bahwa : juga menegaskan bahwa :
kebebasan pers merupakan Berangkat dari pemikiran tersebut,
condition sine qua non bagi terwujudnya maka kebebasan berkomunikasi dan
demokrasi dan Negara berdasar atas memperoleh informasi, berpendapat,
hukum karena tanpa kebebasan pers mengeluarkan ide dan gagasan,
maka kemerdekaan menyatakan pikiran berkorespondensi dengan pers adalah
dan pendapat menjadi sia-sia. Maka media komunikasi massa. Perbincangan
tindakan hukum yang diambil terhadap mengenai pers dalam sistem politik

72
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

demokrasi menempati posisi sentral, aquo hanya ada apabila kemerdekaan


mengingat kebebasan pers menjadi salah pers tidak dibelenggu, namun dengan
satu ukuran demokratis tidaknya suatu tetap tunduk pada hukum dan kode
sistem politik. Kebebasan pers dalam etik jurnalistik. (Putusan MK No
system demokrasi politik dihubungkan 50/PUU-VI/2008 tentang Permohonan
dengan kebebasan penting lainnya, Pengujian Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45
seperti kebebasan untuk berekspresi ayat (1) UU ITE)
dan bertukar informasi. Dalam sistem Secara filosofis, pers yang merdeka
politik demokrasi, kebebasan pers membutuhkan demokrasi sebagai ruang
diperlukan sebagai sarana informasi geraknya. Sebaliknya, kemerdekaan
bagi masyarakat, dan demokrasi pers sebagai milik masyarakat yang
hanya akan berjalan efektif jika warga berdaulat, dibutuhkan bagi kehidupan
negaranya memperoleh akses informasi negara yang demokratis. Pengaturan
dengan baik. Kebebasan pers yang dan penyelesaian masalah yang
meliputi media cetak, media elektronik, timbul akibat pemberitaan pers perlu
dan media lainnya merupakan salah diselesaikan dalam koridor demokrasi
satu sarana untuk mengeluarkan pikiran tersebut. Dalam hal ini, UU Pers
dengan lisan dan tulisan. Oleh karena diperlukan keberadaanya untuk
itu kebebasan pers harus diorientasikan menjamin berlangsungnya kemerdekaan
untuk kepentingan masyarakat dan pers dan demokrasi.
bukan untuk kepentingan orang atau Prof. Bagir Manan, SH., MCL.,
kelompok tertentu (Putusan MK No (Mantan Ketua Mahkamah Agung
50/PUU-VI/2008 tentang Permohonan RI sekarang Ketua Dewan Pers)
Pengujian Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 dalam Sambutannya pada Rakernas
ayat (1) UU ITE) Mahkamah Agung, Peradilan Tingkat
Mahkamah Konstitusi RI juga Banding, Pengadilan Tingkat Pertama
menyampaikan bahwa Kelas IA Seluruh Indonesia di Denpasar
Bahwa dalam konteks gagasan Bali menyampaikan pesannya kepada
demokrasi, kemerdekaan pers harus para hakim: untuk menjamin dan
memberi warna dan makna sebagai melindungi kebebasan pers. Hakim
sarana yang membuka ruang perbedaan sebagai salah satu garda depan yang
pendapat dan menjadi tempat menjamin tegaknya negara berdasarkan
menyampaikan kritik dan informasi. hukum tidak mungkin berlepas tangan
Ruang bagi perbedaan pendapat dari upaya membangun pers yang

73
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

bebas. (Sambutan Ketua Mahkamah nilai dasar demokrasi, mendorong


Agung Pada Rakernas Mahkamah terwujudnya supremasi hukum,
Agung, Peradilan tingkat Banding, HAM, mengembangkan pendapat
Pengadilan Tingkat Pertama Kelas umum berdasarkan informasi yang
IA Seluruh Indonesia, tgl. 19 22 tepat, akurat, dan benar, melakukan
September 2005) pengawasan, kritik, koreksi, dan
Ungkapan Mantan Ketua Mahkamah saran terhadap hal-hal yang berkaitan
Agung tersebut masih sangat relevan dengan kepentingan umum, serta
untuk dijadikan pegangan bagi bagi memperjuangkan kebenaran dan
semua orang dalam upaya menjaga keadilan;
dan melindungi kebebasan pers di Dalam menyajikan berita pers harus
Indonesia. menyiarkan berita yang berimbang
Kebebasan pers, pers sebagai dan selalu berlandaskan cover both
lembaga sosial dan wahana komunikasi side;
massa yang melakukan kegiatan Berkaitan dengan peran, tugas dan
jurnalistik jurnalistik berupa mencari, tanggung jawab pers terhadap bangsa
memperoleh, mengumpulkan, dan negara, maka tepatlah apa yang
menyimpan, mengolah dan menyiarkan dikatakan Claud Adrian Helvetius
informasi sebagaimana diatur Pasal (1715-1771) seorang filsuf Perancis,
1 ayat 1 UU Pers, dan Pers juga bahwa: to limit the press is to insult the
mempunyai andil yang cukup signifikan nation; to prohibit reading of certain
dalam mewujudkan era reformasi ini. books is to declare the inhabitants to
Oleh karenanya, pers mempunyai tugas be either fools or salves. Artinya,
yang mulia sebagaimana diamanatkan membatasi pers berarti menghina
oleh Undang-Undang No. 40 Tahun bangsa dan membatasi membaca buku-
1990 tentang Pers (UU Pers) dan buku tertentu, berarti menyatakan
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yaitu rakyat adalah orang-orang bodoh atau
antara lain: budak.
Pers berfungsi sebagai media Membatasi pers juga berarti
informasi, pendidikan, hiburan dan mengingkari peran pers baik sebelum
kontrol sosial; kemerdekaan maupun pada awal-
Pers berperan untuk memenuhi hak awal kemerdekaan serta dalam
masyarakat untuk mendapatkan mengisi kemerdekaan. Dalam mengisi
informasi, menegakkan nilai- kemerdekaan, maka saat ini peran

74
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

pers semakin luas sehingga eksistensi kosmetik hukum tanpa mengindahkan


pers sering disebut sebagai kekuasaan mekanisme penyelesaian sengketa pers
keempat (the fourth of estate). Intinya yang telah diatur dalam UU Pers itu
bahwa pers berperan dalam mengawal sendiri.
dan mengawasi jalannya pembangunan Meskipun kemerdekaan dan
di segala sektor nasional menuju kebebasan pers sangat penting untuk
terciptanya kesejahteraan rakyat (bonum menjalankan fungsi dan peranan pers,
communae) termasuk mendorong akan tetapi pers bukanlah organisasi
terbongkarnya seluruh dugaan yang kebal hukum, artinya pers juga
penyelewengan termasuk penggelapan harus dikontrol oleh seluruh lapisan
pajak yang jelas merugikan seluruh masyarakat agar kemerdekaan dan
rakyat Indonesia, serta memperhambat kebebasan pers jangan kebablasan dan
pembangunan di semua sektor. disalahgunakan oleh jurnalis, namun
Dari perspektif sosiologis, pers cara-cara pengontrolan terhadap pers
berperan sebagai penjaga dan pengawas haruslah melalui tahapan mekanisme
(watch dog) kehidupan berbangsa dan penyelesaian sengketa pers yang diatur
bernegara agar dapat berjalan sesuai oleh UU Pers, khususnya sebagaimana
dengan amanat dan keadilan rakyat tertuang dalam Penjelasan Umum
sehingga tujuan negara sebagaimana aline ke-6, yang berbunyi: kontrol
dimaksud dalam Pembukaan UUD45 masyarakat dimaksud antara lain:
dapat terwujud secara konkret. oleh setiap orang dengan dijamininya
Sedangkan dari perspektif politik, hak jawab dan hak koreksi, oleh
pers berperan sebagai alat demokratisasi lembaga-lembaga kemasyarakatan
yang merupakan pilar ke-empat (fourth seperti pemantau media (media watch)
estate), selain dari eksekutif, legislatif dan oleh Dewan Pers dengan berbagai
dan yudikatif, sehingga eksistensi pers bentuk dan cara..
menjadi ciri khas negara demokrasi, Tahapan mekanisme penyelesaian
dimana peranan dan kebebasan pers sengketa pers dalam UU Pers, yaitu
harus dipertahankan oleh seluruh Hak Jawab sebagaimana diatur dalam
komponen masyarakat agar perjalanan Pasal 1 angka 11 jo Pasal 5 ayat (2)
bangsa Indonesia di masa transisi ini UU Pers, apabila masyarakat tidak
tidak menjadi anti klimaks dengan puas atas Hak Jawab, maka pembaca
matinya demokrasi sebagai akibat dapat mengadukannya ke Dewan Pers
dilumpuhkannya kebebasan pers dengan sebagai organisasi menangani sengketa

75
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

pers sebagaimana diatur dalam Pasal Di dalam menjalankan fungsi


15 ayat (2) huruf d UU Pers. Apabila dan peranannya, pers memperoleh
penyelesaian sengketa pers melalui perlindungan hukum dari seluruh
mediasi Dewan Pers tidak terselesaikan komponen masyarakat, sebagaimana
barulah ditempuh upaya hukum melalui diatur dalam Pasal 8 beserta Penjelasan
pengadilan. UU Pers sehingga mekanisme
Mekanisme penyelesaian sengketa penyelesaian sengketa pers merupakan
pers sebagaimana tersebut diatas wujud dari jaminan perlindungan hukum
bertujuan agar peranan pers dapat bagi pers untuk mempertahankan
dijalankan secara maksimal serta kemerdekaan dan kebebasan pers.
mempertahankan kebebasan pers, Di orde reformasi, fenomena
artinya tanpa dijalankannya mekanisme yang terjadi belakangan ini, pembaca
penyelesaian sengketa pers, maka kerap tidak mengindahkan mekanisme
peranan dan kebebasan pers mengalami penyelesaian pers, apabila ada
intervensi dan ketakutan yang luar pemberitaan yang dianggap merugikan
biasa karena setiap pemberitaan dari dirinya, dimana pembaca tanpa tedeng
pers akan selalu dibayang-bayangi oleh aling-aling langsung menggugat pers
gugatan hukum melalui pengadilan oleh atas pemberitaannya ke pengadilan,
pihak yang diberitakan. Sedangkan tanpa terlebih dahulu melalui Hak
di satu sisi pers wajib melayani hak Jawab dan Dewan Pers. Padahal apabila
jawab, dimana sanksi tidak dilayaninya ditilik secara kritis, cara-cara tersebut
hak jawab adalah sanksi pidana denda telah memanfaatkan lembaga peradilan
sebesar Rp 500 juta sebagaimana diatur yang notabene sebagai institusi hukum
dalam Pasal 18 ayat (2) UU Pers. Selain yang tidak boleh menolak suatu perkara
itu, peranan Dewan Pers sebagai badan dengan tujuan untuk mengintervensi
yang membina kemerdekaan pers harus kebebasan dan kemerdekaan pers
dioptimalkan oleh seluruh komponen sehingga mekanisme penyelesaian
masyarakat karena tanpa ada dukungan sengketa pers sebagaimana ditetapkan
dari masyarakat terhadap Dewan Pers, oleh UU Pers telah diabaikan oleh
maka Dewan Pers akan mati suri. Oleh pembaca dengan dalih melakukan
karena itulah, tahapan mekanisme kontrol terhadap pers dan menjunjung
penyelesaian sengketa pers merupakan supremasi hukum.
suatu keniscayaan bagi penyelamatan Penyimpangan mekanisme
kemerdekaan dan kebebasan pers. penyelesaian sengketa pers in casu

76
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

kriminalisasi pers tanpa terlebih dahulu kritikan oleh pers merupakan suatu
melalui Hak Jawab maupun Hak rangkaian yang tak terpisahkan dari
Koreksi dan Dewan Pers, merupakan fungsi dan peranan pers. Namun,
suatu bentuk pembredelan pers dan apabila ada pemberitaan yang bersifat
kekerasan pers dengan gaya baru untuk menguntungkan, pembaca serentak
mengintervensi sekaligus mematikan menganggap pers telah melaksanakan
kemerdekaan dan kebebasan pers tugas-tugas jurnalistiknya secara tepat
karena pers akan selalu berada dibawah dan benar. Sehingga parameter yang
bayang-bayang ancaman kriminalisasi menjadi patokan bagi pembaca terhadap
ke pengadilan ketika akan menerbitkan suatu pemberitaan pers adalah apakah
suatu informasi kepada masyarakat pemberitaan tersebut menguntungkan
pers. Konkretnya adalah pers akan atau justru sebaliknya bagi pembaca?
terancam dan ketakutan sewaktu Akibatnya parameter terhadap
memberitakan informasi kepada pemberitaan sebagai karya jurnalistik
pembaca, padahal rasa terancam dan menjadi terasa samar dan bias.
ketakutan merupakan musuh terbesar Dengan adanya penyimpangan
dari kemerdekaan dan kebebasan pers mekanisme penyelesaian sengketa pers,
yang mengakibatkan pers tidak lagi maka pers akan selalu disibukkan oleh
independen. urusan-urusan pengadilan, sehingga
Seringkali kritikan yang bahkan dipastikan akan mengganggu konsentrasi
terasa pedas dalam pemberitaan pers untuk memberikan informasinya
pers dianggap oleh pembaca sebagai kepada masyarakat. Padahal dalam
perbuatan melawan hukum, penghinaan, Pasal 8 UU Pers beserta Penjelasan
pencemaran nama baik, tendensius, UU Pers sangat jelas dan tegas bahwa
provokasi, informasi yang menyesatkan pers memperoleh perlindungan
(misleading information), insinuatif, hukum di dalam melaksanakan
dsb. Padahal, apabila mengacu pada kegiatan jurnalistiknya, oleh
Pasal 6 dan Penjelasan Umum alinea karenanya penyimpangan mekanisme
ke-4 dari UU Pers, sangat jelas bahwa penyelesaian sengketa pers praktis
pers berkewajiban melakukan kontrol menghilangkan perlindungan hukum
sosial, termasuk memberikan kritikan bagi pers sehingga mengakibatkan
terhadap hal-hal yang berkaitan mekanisme penyelesaian sengketa pers
dengan kepentingan umum. Oleh hanyalah slogan belaka yang tidak ada
karena itu, pembaca kerap lupa bahwa artinya bagi pers untuk memperoleh

77
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

perlindungan hukum. kemerdekaan pers telah diakui


Ditengah banyaknya kriminalisasi dalam beragam putusan pengadilan
dan gugatan terhadap pers, upaya di Indonesia. Melalui beragam
menegakan dan menjaga kebebasan putusan mulai dari pengadilan negeri,
pers telah dilakukan Mahkamah Agung pengadilan tinggi hingga Mahkamah
sebagai lembaga peradilan tertinggi Agung telah mengakui peranan
di Indonesia, Mahkamah Agung telah tersebut. Para hakim dalam proses
melakukan terobosan hukum dengan pengadilan berpandapat bahwa Pers
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah dalam melakukan pemberitaan adalah
Agung (SEMA) Nomor 13 tahun 2010, tidak lain dari sebuah profesi dalam
tentang Meminta Keteranga Saksi memenuhi hak warga negara dalam
Ahli, SEMA ini menjelaskan terkait mendapatkan informasi, oleh karenanya
dengan banyaknya perkara-perkara menjadi sebuah hal yang penting
yang diajukan ke Pengadilan yang pers harus mendapatkan jaminan
berhubungan dengan delik pers, maka dan perlindungan hukum sehingga
untuk memperoleh gambaran objektif apabila terjadi sengekta pers sepatutnya
tentang ketentuan-ketentuan yang diselesaikan melalui mekanisme secara
berhubungan dengan Undang-Undang khusus sebagaimana diatur dalam UU
Pers, maka hakim dapat meminta Pers.
keterangan dari seorang ahli dibidang Pers memegang peranan penting
pers. oleh karena itu dalam penanganan/ dalam mewujudkan keseimbangan
pemeriksaan perkara-perkara yang kehidupan dalam suatu Negara. Dengan
terkait dengan delik pers hendaknya demikian penguatan pers seharusnya
hakim mendengar/meminta keterangan diiringi dengan jaminan perlindungan
saksi ahli dari Dewan Pers, karena hukum bagi pers dalam melaksanankan
merekalah yang lebih mengetahui seluk tugas jurnalistiknya.
beluk pers tersebut secara teori dan Mahkamah Agung berpendapat
praktek. bahwa
kebebasan pers merupakan
Kebebasan Pers Merupakan condition sine qua non bagi terwujudnya
Condition Sine Qua Non demokrasi dan Negara berdasar atas
hukum karena tanpa kebebasan pers
Pentingnya kemerdekaan maka kemerdekaan menyatakan pikiran
berekspresi, berpendapat, dan dan pendapat menjadi sia-sia. Maka

78
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

tindakan hukum yang diambil terhadap pidana ini membedakannya dengan


pers yang menyimpang tidak boleh lapangan hukum lainnya. Hukum pidana
membahayakan sendi-sendi demokrasi sengaja mengenakan penderitaan dalam
dan negara berdasarkan hukum. mempertahankan norma-norma yang
(Penggunaan hukum pidana harus diakui dalam hukum. Inilah sebabnya
memperhatikan tujuan pembangunan mengapa hukum pidana harus dianggap
nasional) sebagai ultimum remidium, yakni obat
Pertimbangan Ketiga UU terakhir apabila sanksi atau upaya-
No. 40 Tahun 1999 tentang Pers upaya pada cabang hukum lainnya tidak
menyebutkan mempan atau dianggap tidak mempan
pers nasional sebagai wahana (Sudarto, Teori-Teori dan Kebijakan
komunikasi massa, penyebar Pidana, Alumni, 2010, Hal.161)
informasi, dan pembentuk opini harus Mengingat fungsi hukum pidana
dapat melaksanakan asas, fungsi, adalah bersifat subsider artinya hukum
hak, kewajiban, dan peranannya pidana hendaknya baru diadakan, apabila
dengan sebaik-baiknya berdasarkan usaha-usaha lain kurang memadai,
kemerdekaan pers yang profesional, maka seharusnya penggunaan hukum
sehingga harus mendapat jaminan digunakan sebagai upaya terakhir
dan perlindungan hukum, serta bebas setelah sarana hukum lain digunakan
dalam campur tangan dan paksaan dari secara maksimal.
mana pun. (Putusan MARI No.1608 Masalah pengenaan hukum
K/PID/2005 antara Bambang Harymurti pidana terkait dengan kriminalisasi
Vs Negara Republik Indonesia) -kriminalisasi merupakan bagian dari
kebijakan kriminal (criminal policy).
Penerapan sanksi Pidana adalah Peter G. Hooefnagels mendefinisikan
Ultimum Remidium dalam Kasus crinal policy criminal policy is the
Pers rational organization of the control of
crime by society (upaya rational dari
Pengenaan pidana sebagai suatu Negara unuk menanggulangi
sarana untuk penegakkan hukum kejahatan. Kriminalisasi suatu perbuatan
merupakan sarana terakhir sebagai mempunyai syarat-syarat tertentu
mana fungsingnya sebagai ultimum antara lain perbuatan itu merupakan
remidium. Prof. Sudarto menjelaskan perbuatan tercela, merugikan dan
Sanksi yang tajam dalam hukum mendapat pengakuan secara

79
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

kemasyarakatan bahwa ada kesepakatan harus dipenuhi agar suatu perbuatan


untuk mengkriminalisasikan hukum yang dilakukan oleh jurnalis
dan mempertimbangkan cost and tergolong tindak pidana akibat
benefit principle, tetapi juga harus pemberitaan pers, yaitu: (Ignatius
dipikirkan jangan sampai terjadi over Edi Cahyono Santoso, Makalah
criminalization. Seminar nasional Mengurai Delik
Dalam menentukan kebijakan pidana Pers Dalam RUU KUHP, Semarang
terutama terkait dengan kriminalisasi, 12 september 2006, Hal. 2) :
Prof. Sudarto mengemukakan bahwa 1. adanya pengumuman pikiran
kriminalisasi harus memperhatikan dan perasaan, yang dilakukan
hal-hal berikut ini (Sudarto, Teori-Teori melalui barang cetakan.Secara
dan Kebijakan Pidana, Alumni , 2010 acontrario, pengumuman pikiran
, Hal.161): dan perasaan yang dilakukan
1. Penggunaaan hukum pidana harus tidak melalui barang cetakan,
memperhatikan tujuan pembangunan tidak dapat digolongkan delik
nasional akibat pemberitaan pers.
2. Perbuatan yang diusahakan untuk 2. Pengumuman pikiran dan perasaan
dicegah atau ditanggulangi dengan yang dilakukan melalui barang
hukum pidana harus merupakan cetakan itu harus merupakan
perbuatan yang dikehendaki perbuatan yang dapat dipidana
yaitu perbuatan yang mendatangkan menurut hukum, sesuai asas
kerugian (materiil dan atau spiritual) legalitas dalam hukum pidana
atas warga masyarakat; yang diatur dalam pasal 1 ayat
3. Penggunaaan hukum pidana harus (1) KUHP, yang menyatakan:
pula memperhitungkan prinsip Peristiwa pidana tidak akan
biaya dan hasil (cost-benefif ada, jika ketentuan pidana dalam
principle) Undang-undang tidak ada terlebih
4. Penggunaan hukum pidana harus dahulu (Nullum delictum sine
pula memperhatikan kapasitas atau praevia lege poenali).
kemampuan daya kerja dari badan- 3. P e n g u m u m a n p i k i r a n d a n
badan penegak hukum, yaitu jangan perasaan yang dilakukan melalui
sampai ada kemampuan beban tugas barang cetakan dan dapatdipidana
(overbelasting) tersebut, harus dapat dibuktikan,
5. Parameter dan atau kriteria yang bahwa segala sesuatu telah

80
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

disiarkan kepada masyarakat Prof. Roeslan Saleh mengemukakan,


umum atau dipublikasikan. bahwa pembentuk undang-undang
seharusnya berhemat dengan jenis
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 pidana penjara ini. (Roeslan Saleh
adalah primat/prevail dalam Muladi dan Barda nawawi
Arief, Teori-teori dan Kebijakat Pidana,
Mengingat posisinya yang strategis Alumni, 2010, Hal.207)
dalam pembangunan suatu bangsa maka Dalam putusan Mahkamah Agung
hendaknya pers mendapat perlindungan Republik Indonesia Nomor 1608
hukum terutama dari pemidanaan akibat K/Pid/2005, menyebutkan bahwa:
pemberitaan dan dalam menjalankan Undang-Undang No. 40 Tahun
tugas jurnalistiknya. Sehingga hukum 1999 adalah primat/prevail sehingga
harus mempertimbangkan Pers yang harus didahulukan. Berdasarkan
memiliki kausa privilese karena ia Yu r i s p r u d e n s i t e r s e b u t , s e t i a p
mikrofon dan teropong rakyat sebagai mengadili perkara pers penegak hukum
pemegang kedaulatan. seharusnya mempertimbangkan cara-
Perlunya kembali mengurangi cara penyelesain dalam UU Pers
upaya-upaya pemidanaan terhadap pers dibandingkan menggunakan KUHP.
serta mencari alternative penyelesaian
sengketa akibat pemberitaan pers Solusi Sengketa Pers
sebagai win-win solution. Banyak
Negara cenderung untuk mengurangi Hakim, jaksa, dan polisi. Tiga
atau membatasi pengunaaan pidana serangkai penegak hukum itu punya
penjara.Ada kecenderungan untuk peran amat penting di negeri ini.
menimbangkan kebijakan yang selektif Mereka tak hanya berperan melakukan
dan limitatif dalam pengunanna pidana penegakan hukum (law enforcement),
penjara. Kecenderungan ini tampak tapi juga menyadarkan masyarakat
dalam Laporan kongres PBB V yang tentang pentingnya penegakan
antara lain menyatakan : supremasi hukum.
as matter of public policy, the use Dalam rangka penegakan hukum
of improsenment should be restricted yang baik, para penegak hukum harus
to those offenders who needed to be menggunakan perangkat yang tepat
neutralized in the interest of public safety untuk mencapai keadilan. Ketika
and for the protection of society menuntaskan sengketa pers misalnya,

81
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

penegak hukum yang baik mesti pelaksana tugas kepolisian, kejaksaan,


berpegang pada Undang-Undang dan pengadilan untuk menyelesaikan
Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. sengketa pers dengan UU Pers sehingga
Bukan dengan menggunakan delik mampu mengisi kekosongan hukum
pidana yang diatur dalam Kitab Undang- melalui kebiasaan common law. Inilah
Undang Hukum Pidana (KUHP). solusi penting bagi sengketa yang
Karena dalam perkara ini UU Pers lebih melibatkan pers.
tepat ketimbang KUHP. Adapun cara pandang yang sama
Pers adalah pilar demokrasi. Ia di sini berarti adanya regulasi yang
harus ditempatkan sebagai elemen seragam dan saling dukung untuk
yang bebas dari tindakan pengekangan. memecahkan persoalan sengketa pers.
Jika tidak, fungsinya sebagai watch Mahkamah Agung, institusi pengadilan
dog bagi pemerintah sekaligus sumber tertinggi, bisa mengeluarkan regulasi
informasi bagi khalayak akan terhambat. yang mengoptimalkan mekanisme
Karena itu, penegak hukum harus turut penyelesaian sengketa pers sesuai
menjaga kebebasan pers. Caranya, UU Pers. Kemudian, kejaksaan dan
tidak menjadikan pers sebagai penjahat kepolisian punya cara pandang sama
kriminal ketika bersengketa. Melainkan soal itu.
memperlakukan pers sesuai mekanisme UU Pers lahir sebagai salah satu
UU Pers. produk reformasi. Ia diharapkan
Tetapi, itu memang tak mudah. Perlu mampu menyelesaikan setiap persoalan
keahlian, kemauan serta cara pandang sekaligus jadi payung hukum bagi pers.
yang sama di antara para penegak Jadi, aneh jika ada yang beropini bahwa
hukum dalam menghadapi persoalan UU tersebut tidak cukup aspiratif dalam
pers. Keahlian dalam menyelesaikan menghukum media yang bersalah. Lebih
sengketa pers dimulai dari kemampuan aneh lagi jika ada yang berpendapat
mencari dan membandingkan dasar bahwa UU Pers dibikin agar pers jadi
hukum mana saja yang tidak bersifat kebal hukum.
kriminal. Memahami dasar hukum Jurnalis adalah manusia yang tak
yang bisa memperkuat landasan dalam luput dari kesalahan. Ia bisa dihukum
penyelesaian sengketa pers, yakni UU pidana jika melakukan tindak kriminal.
Pers. Tapi, bila terkait tugasnya dalam
Kemauan (will) penegak hukum praktik jurnalistik, maka yang dipakai
berarti itikad baik dan komitmen para untuk menghukum dia adalah UU

82
Menegakkan Kemerdekaan Pers dan Pelaksanaan Asas Praduga Tak Bersalah

Pers. Sebab, undang-undang ini telah sesuai mekanisme UU Pers, bisakah


mengakomodir kaidah jurnalis yang mereka bertugas secara maksimal?
universial seperti keberimbangan, hak Inilah yang dirasakan banyak kalangan
jawab, hak koreksi maupun hak tolak. ketika berhadapan dengan para penegak
Kewajiban media untuk melayani hak hukum dalam sengketa pers. Dari pihak
jawab dan hak koreksi juga sudah internal penegak hukum pun mengakui
tercantum tegas. Tidak terkecuali, hal ini.
sanksi pidana denda bagi pelanggarnya.
Sanksi terhadap jurnalis yang bersalah, Pelaksanaan Asas Praduga tidak
sebagaimana ditetapkan dalam pasal 18 Bersalah Dalam Pemberitaan
UU No. 40/1999 atau UU Pers, adalah
denda sebesar Rp 500 juta. Pers nasional sebagai wahana
Dalam iklim demokrasi yang komunikasi massa, penyebar
sehat, pelanggaran hukum dalam karya informasi, dan pembentuk opini harus
jurnalistik hanya dapat diperdatakan. dapat melaksanakan asas, fungsi,
Hukuman yang dijatuhkan pun lebih hak, kewajiban, dan peranannya
kentara unsur upaya pemulihan nama dengan sebaik-baiknya berdasarkan
baik ketimbang efek jera. Para hakim di kemerdekaan pers yang profesional,
negara-negara yang demokratis paham sehingga harus mendapat jaminan dan
bahwa kebenaran absolut tidak akan perlindungan hukum serta bebas dari
bisa ditemui dari sebuah karya pers. Atas campur tangan siapapun termasuk
dasar itu mereka berpendapat, media pemilik media.
massa tidak layak dihukum karena Perlindungan hukum seperti
benar tidaknya sebuah pemberitaan. diatur Pasal 8 UU Pers: Dalam
Salah dan tidaknya mereka dilihat dari menjalankan profesinya wartawan
bagaimana media tersebut menjalankan mendapat perlindungan hukum,
proses dan kaidah jurnalistik. jaminan perlindungan hukum disini
Hakim, jaksa, dan polisi menjalankan adalah sepanjang wartawan dalam
tugas dengan berpegang teguh pada melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kode etik dan sumpah jabatan, selain standar kode etik secara langsung
skill yang mumpuni. Peran mereka melekat perlindungan hukum terhadap
sangat besar dalam menyelesaikan dirinya, yakni jaminan perlindungan
sebuah sengketa pers. Bila mereka pemerintah dan atau masyarakat
tak paham penyelesaian sengketa pers kepada wartawan dalam melaksanakan

83
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya tidak bersalah selain melanggar Kode
sesuai dengan ketentuan peraturan Etik juga sangat jelas bertentangan
perrundangan yang berlaku. dengan Undang-Undang No. 40 Tahun
Dalam pelaksanaan tugas jurnalistik 1999 tentang pers, dimana Pasal 5
wartawan wajib menjadikan Kode Etik ayat (1) disebutkan: Pers nasional
Jurnalistik (KEJ) menjadi pedoman berkewajiban memberitakan peristiwa
dalam mencari, memperoleh, mengolah dan opini dengan menghormati norma-
dan menyebarluaskan informasi kepada norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat. Pasal 3 KEJ disebutkan : masyarakat serta asas praduga tak
Wartawan Indonesia selalu menguji bersalah.
informasi, memberitakan secara Dengan adanya ketentuan tersebut
berimbang, tidak mencampurkan pers nasional dalam menyiarkan
fakta dan opini yang menghakimi, informasi, tidak menghakimi atau
serta menerapkan asas praduga tak membuat kesimpulan kesalahan
bersalah. seseorang, terlebih lagi kasus-kasus
Ketentuan Pasal 3 KEJ ini sesuai yang masih dalam proses peradilan,
prinsip asas praduga tak bersalah serta dapat mengakomodasi kepentingan
seperti diatur dalam UU No. 4 tahun semua pihak yang terkait dalam
2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pemberitaan tersebut. Namun tidak
Pasal 8 disebutkan : Setiap orang berarti pers tidak boleh menyiarkan
yang disangka, ditangkap, ditahan, peristiwa kasus hukum, pers boleh
dituntut, dan/atau dihadapkan di menyiarkan/menyajikan suatu fakta
depan pengadilan wajib dianggap atau peristiwa hukum mulai dari proses
tidak bersalah sebelum ada putusan kepolisian, kejaksaan sampai pada
pengadilan yang menyatakan tahan pengadilan berdasarkan fakta
kesalahannya dan telah memperoleh peristiwa yang terjadi dilapangan
kekuatan hukum tetap. namun tidak boleh membuat berita
Sebagai bagian dari pers nasional yang menghakimi. Perusahaan pers
baik wartawan maupun pelaku yang melakukan pelanggaran ketentuan
perusahaan penerbitan koran, majalah, Pasal 5 ayat (1) dikenakan pidana
stasiun-stasiun televisi harus mematuhi dengan pidana denda paling banyak
perundang-undangan yang mengatur Rp. 500.000,00 (lima ratus juta rupiah)
kegiatan pers nasional, pemberitaan ***
pers yang melanggar asas praduga

84
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Prof. Loebby Loqman, SH


(Almarhum)
Tempat: Surabaya,
Tanggal lahir:14 Oktober1935

Pendidikan

Lulus Sekolah Rakyat, 1949, Jakarta;


Lulus SMP, 1952, Surabaya;
Lulus SMA Bagian C., 1961, Jakarta;
Lulus Fakultas Hukum UI Jurusan Pidana, 1967, Jakarta;
Lulus Fakultas Pasca Sarjana UI Jurusan Pidana, 1984, Jakarta;
Doktor Ilmu Hukum UI, 1990, Jakarta.

Pekerjaan

1972-1975: Kepala Biro Pendidikan Fak Hukum Bagian Sore Universitas


Indonesia.
1975-1978: Sekretaris Pusat Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Jakarta.
1979-1981: Direktur Lembaga Konsultasi Hukum Pidana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta.
1984-1986: Sekretaris Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Uneversitas
Indonesia, Jakarta
1967-sekarang: Mengajar dalam Mata Pelajaran.
Hukum Pidana.
Hukum Acara Pidana.
Hukum Panetentier.
Aspek Hukum Pidana dan Hukum Lainnya dalam Mass Media, Kedokteran
dan Kependudukan.
Bentuk dan Sifat Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana.

85
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Kapita Selecta Hukum Pidana.


Delik Khusus diluar KUHP (Delik Subversi, Korupsi dan Ekonomi).
Perbandingan Hukum Pidana.

Karya Tulis

1. Sejarah Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia (1985).


2. Pra Peradilan di Indonesia, (1987).
3. Kekuasaan Kehakiman, Tinjauan dari Segi Hukum Acara Pidana (1990).
4. Beberapa Ikhwal di Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
5. Percobaan Melakukan Tindak Pidana (1991).
6. Penyertaan Melakukan Tindak Pidana (1992).
7. Gabungan Beberapa Tindak Pidana (1992).
8. Pengaruh Hukum (Pidana) Adat di dalam Perkembangan Hukum Pidana
Nasional (1992).
9. Beberapa hal Tentang Hukum Pidana di Bidang Perekonomian (1992).
10. Hal-hal Peniadaan Pidana (1992).
11. Hukum Panitentier (1992).
12. Delik Politik di Indonesia (1993).

Makalah

1. Perbuatan Bandar Gelap Sebagai Tindakan Subversi; Antara Politik Dan


Policy.
2. Aspek Hukum Pidana Dalam Inform Concent.
3. Masalah Pengawasan Pemerintah Terhadap dunia Perbankan.
4. Aspek Hukm Pidana dari Pemalsuan dan Penyalahgunaan Kartu Kredit.
5. Penggunaan Hukum Pidana dalam Pelestarian Lingkungan Hidup.
6. Tinjauan Yuridis Fraudelent Misreprentatioan.
7. Penerapan Instrumen Hukum Pidana Dalam Penegakan Hukum
Lingkungan.
8. Fungsi dan Peranan Masyarakat dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.
9. Pertanggungjawaban Pidana bagi Korupsi dalam Tindak Pidana

86
Riwayat Hidup

Lingkungan.
10. Hukum Pidana di Bidang Perekonomian.
11. Kekerasan Dalam Keluarga dan Penegakan Hukum.
12. Penerapan Undang-Undang Subversi Terhadap Pencurian Tenaga Listrik.
13. Peninjauan Hukum (Pidana) Terhadap Pengguguran Kandungan.
14. Pertanggungjawaban Pidana Pengurus Perseroan Terbatas Pasca Go
Public.
15. Sanksi Dalam Pengaturan Ketertiban Lalu Lintas: Dalam Perspektif Hukum
Pidana.
16. Etika Profesi dan Tanggung Jawab Hukum Seorang Dokter di Rumah Sakit
Swasta.
17. Kekuasaan Kehakiman, Suatu Tinjauan tentang Wewenang Hakim pada
Pemeriksaan. Pendahuluan Dalam Sistem Peradilan di Indonesia.
18. Kekuasaan Kehakiman Ditinjau dari Hukum Acara Pidana di Indonesia.
19. Korelasi antar Lembaga-lembaga Penegaknya hokum.
20. Korporasi Sebagai Subyek Hukum Pidana.
21. Pertanggungan Jawab Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana.

Ayah : H. Loqman Umar


Ibu : Ny. Hj. Maemunah Loqman
Isteri : Ny. Hj. Tiemu

Nama anak-anak :
1. Ny. Maulina Wallner
2. Ny. Nurlisa L. Iskandar, SH
3. Ir. Muqadimatul Yusro Loebby
4. Ita Andriana Loebby, SH
5. Dra. Erry Novilia Loebby
6. Arief Rizaldy Loebby

87
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

RIWAYAT HIDUP

Wina Armada Sukardi, SH., MBA., MM


Tempat: Jakarta
Tanggal lahir: 17 Oktober 1959

Pendidikan Formal

Sarjana Hukum (SH) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Lulus
Tahun 1985;
Master of Business Administration (MBA). Magister Manajemen (MM).
Sekolah Tinggi Manajemen IMNI Lulus Tahun 1992.

Kursus dan Pelatihan

US Legal System and Human Rights Issues


International Visitor Program United States Information Agency (USIA).
Tahun 1994, tiga bulan.
Perencanaan Keuangan untuk Eksekutif Non Keuangan
Institut Pendidikan dan Pelatihan Manajemen (IPPM).
Tahun 1996, dua minggu.
Penataran Wartawan Musik
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI Jaya).
Tahun 1989, Tiga hari.
Pemasaran bagi Manager Non Pemasaran
Institut Pendidikan dan Pelatihan Manajemen (IPPM)
Tahun 1987, dua minggu.
Institut Pendikan Pelatihan dan Manajemen (IPPM)
Tahun 1987, tiga bulan.
Penataran Tingkat Lanjutan Penulisan Kritik Film
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Yayasan Citra
Tahun 1986, tujuh hari.
Penataran Penulisan Kritik Film

88
Riwayat Hidup

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Tahun 1984, Tujuh hari.


Pendidikan Jurnalistik Hukum
Majalah Hukum dan Pembangunan FH UI Tahun 1979, dua minggu.
Pendidikan Pers Kampus
Surat Kabar Kampus Salemba Universitas Indonesia
Tahun 1978, Dua minggu.
Berbagai workshop, lokakarya, simposium, seminar dan lokakarya.
Tentang Hukum, Pers, Politik, HAM, Seni, Film dll.

Pengalaman Kerja di Bidang Pers

Mempunyai pengalaman kerja di bidang pers baik cetak, televisi maupun


radio lebih dari 25 tahun meliputi:
Tahun 2002 - 2006: Surat kabar harian Merdeka
Jabatan: Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi
Tahun 1999 - sekarang: Tayangan Cek & Ricek
Jabatan: Penasehat hukum
Tahun 1991 - sekarang: Pembawa acara TVRI
Acara (antara lain): Negara Kepulauan, Koridor, Bina Pajak, Keluarga Sadar
Hukum (Kadarkum), Dewan Pers Kita, Dewan Pers di Cafe Senayan.
Tahun 2001 - 2002: Media Law & Policy Centre (MLPC)
Jabatan: Senior Legal Advisor
Tahun 2000 - 2001: Majalah Matra
Jabatan: Pemimpin Redaksi
Tahun 2000: Tabloid Power
Jabatan: Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi
Tahun 1998: Tim Restrukturisasi Harian Berita Yudha
Jabatan: Anggota.
Tahun 2007 - 2013: Anggota Dewan Pers
Jabatan: Ketua Komisi (Pokja) Hukum dan Perundang-undangan.
Tahun 2009.
Ketua Tim Perumus Standar Kompetensi Wartawan (SKW)
Tahun 2007 - 2010
Ketua Tim Perumus Standar Perusahaan Pers, Standar Perlindungan Wartawan;

89
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Pedoman Hak Jawab, Standar Organisasi Perusahaan Pers.


Tahun 2006 Anggota Tim Perumus Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
Tahun 2007 Sekretaris Tim Perumus Kode Etik Jurnalistik PWI
Tahun 1991 - 1992: Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)
Jabatan: Redaktur Hukum dan Redaktur Ekonomi
Tahun 1988 - 1997: Majalah Forum Keadilan
Jabatan: Pendiri dan Wakil Pemimpin Redaksi
Tahun 1989 - 1991: Majalah Bursa Konsumen (Kartini Group)
Jabatan: Redaksi Pelaksana
Tahun 1988 - 1989: Majalah Vista
Jabatan: Pemimpin Redaksi/Wakil Pemimpin Umum
Tahun 1987 - 1988: Surat Kabar Harian Prioritas
Jabatan: Redaktur Pelaksana
Tahun 1982 - 1983: Majalah Berita Mingguan Fokus
Jabatan: Redaktur Pelaksana
Tahun 1981 - 1982: Majalah Dialog (Kartini Group)
Jabatan: Staff Redaksi
Tahun 1980 - 1982: Radio ARH
Jabatan: Reporter & Penanggung Jawab Acara Ilmu- ilmu Sosial.
Tahun 1980 - 1984: Majalah Ilmiah Hukum dan Pembangunan
Jabatan: Staff Redaksi
Tahun 1980: Majalah Mahasiswa FHUI Cermin
Jabatan: Pendiri dan Pemimpin Redaksi
Tahun 1978 - 1979: Surat Kabar Kampus Salemba
Jabatan: Reporter
Tahun 1976: Majalah Dinding SMA Sumbangsih
Jabatan: Penanggung Jawab/Pemimpin Redaksi
Tahun 1974: Buletin Kreasi (Karang Taruna, Cikini)
Jabatan: Pembantu Khusus

Partisipasi Memperjuangkan Kebebasan Berekspresi dan Kemerdekaan


Pers
Ikut aktif memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers baik
melalui tulisan dan tindakan antara lain:

90
Riwayat Hidup

1. Tahun 1979
a. Sewaktu masih mahasiswa Fakultas Hukum UI bergabung dengan Surat
Kabar Kampus Salemba yang sudah menganut jurnalistik transparan
pada zaman Presiden Soeharto Berkuasa sehingga Salemba dibredel.
b. Menulis sajak - sajak protes terhadap pembelengguan kreatifitas antara
lain dimuat di Majalah sastra Horizon.
2. Tahun 1981
a. Ketika rezim Presiden Soeharto masih sangat berkuasa dan orang sangat
phobia terhadap segala sesuatu yang berbau komunis, pada bulan Juli
sudah berani menurunkan Tulisan/kolom di majalah Dialog untuk
meminta larangan peredaran buku - buku Karya Pramoedya Ananta Toer
yang waktu sudah berani memuat wawancara dengan Pramoedya Ananta
Toer yang waktu itu masih jadi salah satu musuh pemerintah dan dapat
memuat pers yang menyuarakan pendapat Pramoedya dibredel .
b. Membuat tulisan di harian Kompas yang menggugat kebiasaan anggota
DPR cuma Melakukan 5 D : datang, duduk, dengar, diam dan duit sehingga
istilah 5 D populer dan peranan dan kedudukan DPR menjadi polemik
dan tulisan yang dianggap vokal Pada zamannya.
3. Tahun 1983
Memuat tulisan - tulisan yang berani di Majalah Berita Mingguan Fokus
yang salah satunya berjudul 200 orang Kaya di Indonesia dan menyebabkan
majalah Berita Mingguan Fokus dibredel.
4. Tahun 1985 - sekarang
Baik melalui tulisan maupun ceramah - ceramah terus mengkampanyekan
perlunya kemerdekaan berekspresi khususnya kemerdekaan pers.
5. Tahun 1986
Bergabung sebagai Redaktur Pelaksana dengan surat kabar harian Prioritas
yang untuk ukuran waktu itu sudah terbilang berani, sehingga lagi - lagi surat
kabar harian Prioritas dibredel.
6. Tahun 1987
Membela wartawan Vista S.K. Marta melawan bintang Film Jenny Rahman
dan Pengusaha Budi Prakoso yang melakukan penculikan terhadap S.K.
Marta sampai keduanya meminta maaf kepada pers.

91
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

7. Tahun 1988
Mendirikan Majalah hukum Forum Keadilan untuk menyuarakan masalah
hukum dan keadilan dengan berani dan oleh karena itu dianggap sebagai salah
satu pers yang berani pada masanya.
8. Tahun 1994
Menjadi koordinator penelitian hukum tentang kebebasan Menyatakan
Pikiran Melalui Unjuk Rasa yang diadakan oleh Badan Pembinaan Hukum
Nasional (BPHN) Departemen Hukum & Perundang- undangan (Kumdang)
9. Tahun 1995 - sekarang
Berkali-kali menjadi pembela/pengacara wartawan yang memperoleh masalah
hukum sehubungan dengan kemerdekaan pers antara lain:
a. Menjadi Pembela/Pendamping wartawan Yul Adriansyah dan Vicyotia
Sidjabat di polisi yang diperiksa dalam kasus Rachmawati Soekarno.
b. Menjadi Pembela/pengacara kasus Pemred Metro TV yang baru beberapa
bulan tayang, Andy F. Noya, yang dituduh menghina Presiden Abdurahman
Wahid karena menayangkan talk show dengan beberapa dokter yang
menyatakan dari segi kesehatan Gus Dur tidak layak jadi Presiden. Kasus
ini akhirnya dihentikan.
10. Tahun 1997
Sebagai anggota Biro Hukim PWI Jaya melaksanakan boikot terhadap Desy
Ratnasari Karena yang bersangkutan dinilai menghina profesi kewartawanan
sampai akhirnya Desy Ratnasari menyatakan menyesal dan meminta maaf
kepada para wartawan barulah boikotnya dicabut kembali.
11. Tahun 1998-sekarang
Sering menjadi saksi yang meringankan wartawan maupun saksi ahli dalam
kasus yang dihadapi pers baik ditingkat penyidikan (Polisi) maupun didepan
pengadilan antara lain:
Kasus pornografi foto model Sofya Lajuba majalah Matra (terdakwa
Nano Riantiarno);
Kasus pornografi majalah Populer (terdakwa almarhum Mujimanto);
Kasus harian Neraca Vs Bank Indonesia (terdakwa Masmimar Mangiang);
Kasus terdakwa Sarah Ashari (PN Jakarta Barat);
Kasus Kompas Vs Abdul Wahid Kadungga (tergugat Kompas);
Kasus Surat Pembaca Vs Sinar Mas (terdakwa Fifi J, Kho Seng Seng dll);

92
Riwayat Hidup

Kasus Frakim Vs Walikota Tanjung Pinang (terdakwa Frakim);


Kasus PK Terdakwa Dahri Uhum Nasution Vs IAIN Medan;
Kasus Tabloid Investigasi (terdakwa Eddy Sumarsono);
Kasus dokter Lucky Vs dokter Rudy (PN Jaksel dan PN Utara);
Kasus Irawan Vs Majalah Forum;
Kasus majalah Kartini Vs Herlinawati;
Kasus Bupati Solok Vs Bakin News dan lain-lain.
12. Tahun 2002
Menjadi Koordinator Tim 10 draft RUU Penyiaran, yaitu tim yang terdiri
dari gabungan asosiasi dan organisasi yang terlibat dalam penyiaran untuk
membuat masukan kepada Pemerintah agar tetap membuat UU Penyiaran
yang demokratis.
13. Tahun 2005
Menulis artikel/kolom di Kompas tentang bahaya adanya pemasungan
kreativitas dan Kemerdekaan berekspresi dari draft RUU Pornografi dan
Pornoaksi yang akan dibahas di DPR jika tidak mengalami perubahan.
Setelah adanya tulisan ini muncul desakan agar draft RUU diubah dan
bahkan banyak pula yang menolak RUU ini.

Kegiatan Organisasi

1. Tahun 2009 - sekarang


Forum Keterbukaan Informasi Publik
Jabatan: Ketua Koordinator
2. Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
A. Tahun 2003 - 2008: Sekretaris Jenderal
B. Tahun 1998 - 2003: Ketua Departemen Film, Seni & Budaya
C. Tahun 1995 - 1998: Biro Hukum PWI Jaya
D. Tahun 1993 - 1995: Ketua Sie Hukum dan Politik PWI Jaya
E. Tahun 1990 - 1993: Anggota Sie Film & Kebudayaan PWI Jaya
3. Tahun 1991 - 2005: Jakarta lawyers Club (JLC)
Jabatan: Pendiri dan Wakil Sekretaris Jendral
4. Tahun 2004 - 2007: Ikatan Alumni ( ILUNI ) Fakultas Hukum UI
Jabatan : Wakil Ketua

93
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

5. Tahun 2002 - sekarang: Indonesia Transportasi Club (ITC)


Jabatan: Pendiri dan Salah satu pengurus
6. Tahun 1985 - sekarang: Persatuan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi)
Jabatan: Anggota
7. Tahun 1982 - 1984: Forum Mahasiswa Hukum Indonesia (Fosmahi)
Jabatan : Pendiri dan Sekretaris Jendral
8. Tahun 1980 - 1982: Persatuan Mahasiwa Hukum Jakarta
Jabatan: Ketua Sie Hubungan Masyarakat (Humas)
9. Tahun 1979 - 1980: Resimen Mahasiswa Universitas indonesia
Jabatan: Anggota
10. Tahun 1977 - 1983: Bengkel Belia Arief Rahman Hakim (ARH)
Jabatan: Anggota
11. Tahun 1976 - 1977: Organisasi Siswa Intra sekolah (OSIS)
Jabatan: Ketua
12. Tahun 1974 - 1976: Karang Taruna Cikini
Jabatan: Sie Publikasi

Karya Tulis

1. Penulis Buku Tunggal


a. Buku Menggugat Kebebasan Pers. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1993.
b. Buku Wajah Hukum Pidana Pers. Pustaka Kartini, Jakarta 1989.
c. Buku Dibalik Kontroversi UU Pers. Dewan Pers, Jakarta, 2007.
d. Close Up Seperempat Abad Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.
Dewan Pers, Jakarta, 2007.
e. 150 Tanya Jawab Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers, Jakarta, 2008.
f. Menakar Kesejahteraan Wartawan. Dewan Pers, Jakarta, 2009
g. Hak Pribadi versus Kemerdekaan Pers Dewan Pers, Jakarta, 2010.
2. Penulis Buku Bersama
a. Rapor Pers Indonesia (Himpunan Pernyataan, Penilaian dan Rekomendasi
Dewan Pers), Dewan Pers, Jakarta, 2007
b. Melepas Pasung Kebijakan Perfilman di Indonesia.
(Hinca IP Panjaitan dan Dyah Aryani) PT Warta Global Indonesia, Jakarta

94
Riwayat Hidup

2002 Menulis Pengantar/Pendahuluan


c. Si Gajah Terbang - The Flying Elephant (Agus Darmawan T) PT Gibrah
Gema Swara, Jakarta 2000 Menulis Pendahuluan / Foreword
d. Polisi dalam Angka dan Gambar Mabes Polri,
1995 koordinator Pelaksanaan
e. Ensiklopedi Nasional Indonesia PT Abdi Cipta, Jakarta, 1989.
Penanggung jawab Rubrik Olahraga
f. Pengalaman Sebagai Amrihull Haji, Ismail Saleh
Pustaka Kartini, Jakarta 1990,
Sebagai Editor
g. Hukum dan Ekonomi, Ismail Saleh, PT Gramedia, Jakarta, 1990
Sebagai Editor
h. Pembinan, Ismail Saleh, Gunung Agung, Jakarta, 1988
Sebagai Editor
i. Ketertiban dan Pengawasan, Ismail Saleh, Jakarta, 1987
Sebagai Editor
3. Penulis di Pers
Menulis ribuan artikel/kolom/feature mulai dari masalah olahraga, seni,
budaya, hukum, pers sampai politik serta cerita pendek, puisi dan novel yang
tersebar di puluhan penerbitan seperti surat kabar Kompas, Sinar Harapan,
Prioritas, Merdeka, Rakyat Merdeka, Pelita, Berita Buana dan majalah
seperti Tempo, Forum Keadilan, Horizon, Warta Ekonomi, Warta UI, Selecta,
Hukum dan Pembangunan, Gadis dan sebagainya.

Prestasi

1. Tahun 1989: Kritikus Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI)


2. Tahun 1987: Juara Penulisan (Piala Adinegoro) Bidang Film PWI Jaya
3. Tahun 1986: Kritikus Film Terbaik Festival Film Indonesia (FFI)
4. Tahun 1979: Juara Empat Lomba Puisi Radio ARH, Jakarta
5. Tahun 1976: Juara Lomba Mengarang SMA Sumbangsih, Jakarta
6. Tahun 1975: Juara Lomba Mengarang SMP Loyola, Jakarta
7. Tahun 1973: Juara Tunggal Putra Bulutangkis SMP Loyola, Jakarta

95
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Umum dan Lain-lain

1. Tahun 1984 - sekarang


Rutin memberikan ceramah, menjadi pembicara atau moderator baik di
seminar, diskusi, lokakarya, baik tentang pers, hukum, politik maupun seni
dan budaya.
2. Tahun 1974 - sekarang
Menulis karya sastra seperti cerita pendek, puisi, novel di media massa.
3. Tahun 1997
Bulan Mei menjadi salah satu pembicara dalam forum diskusi forum
masyarakat Niaga Indonesia dengan topik Seputar Etika Media Massa
di Indonesia bersama Assospol Kasopol Mayjen TNI Bambang Susilo
Yudhoyono yang kini menjadi Presiden RI .
4. Tahun 1997: Anggota Komite Seleksi Festval Sinetron Indonesia
5. Tahun 1995: Ketua Komite Seleksi Festival Sinetron Indonesia
6. Tahun 1990: Anggota Juri Non Cerita Festival Sinetron Indonesia
7. Keluarga Wina Armada berasal dari Keluarga pers. Kakeknya Didi Sukardi,
pada zaman Belanda adalah wartawan dan pendiri surat kabar Oetosan
Indonesia. Begitu pula ayahnya menjadi Wartawan kantor berita PIA dan
LKBN Antara
8. Profil Wina Armada sering muncul di media massa.

Alamat :
Jalan Mawar No. 1. RT. 002 / RW. 014.
Bintaro - Jakarta 12330. Indonesia
Email: warmadasukardi@yahoo.com
wina_armada@yahoo.com
win.armada@telkomsel.blackberry.com
Telepon: 021-73889835
Fax. : 021-7343519
HP. : 0811-811287, 0818-811287

96
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Dr. Chairul Huda, SH., MH


Tempat : Tangerang
Tanggal Lahir : 28 Oktober 1970

Pendidikan Formal:

Tahun 1993 meraih gelar SARJANA HUKUM, Jurusan Hukum Pidana,


Fakultas Hukum Universitas Muhammdiyah Jakarta, dengan judul Skripsi:
Pelaksanaan Bantuan Hukum di DKI Jakarta;
Tahun 1997 meraih gelar MAGISTER HUKUM, Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Indonesia, dengan judul Tesis:
Berbagai Kecenderungan dalam Pelaksanaan dan Sistem Peradilan Pidana;
Tahun 2004 meraih gelar DOKTOR ILMU HUKUM, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, dengan judul Disertasi: Kesalahan dan
Pertanggungjawaban Pidana (Telaah Kritis terhadap Teori Pemisahan Tindak
Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana).

Pendidikan Lain:

Tahun 1995, Penataran Hukum Pidana dan Kriminologi, Universitas


Diponegoro;
Tahun 1995, Bimbingan Pemantapan Penyuluh Hukum Terpadu Tingkat
Pusat, Departemen Kehakiman;
Tahun 1998, Technical Advisor Bidang Jasa Pengurusan Transportasi,
Departemen Perhubungan;
Tahun 2008 Sertifikat Pendidik, Dosen Profesional dalam Bidang Ilmu
Hukum, Departemen Pendidikan Nasional;

Pekerjaan:

Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta sejak

97
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Tahun 1994 s/d sekarang;


DOSEN Tidak Tetap Universitas Nasional Jakarta Sejak tahun 2007 s/d
sekarang;

Jabatan Struktural:

KETUA PROGRAM MAGISTER Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas


Muhammadiyah Jakarta;
KETUA BAGIAN II Bidang Studi Hukum Pidana dan Hukum Acara Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta

Jabatan Akademik:

LEKTOR dalam Bidang Ilmu Hukum Pidana pada Fakultas Hukum


Universitas Muhammadiyah Jakarta;

Jabatan Lain:

DIREKTUR EKSEKUTIF Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia Sejak


tahun 2005 s/d sekarang;

Aktivitas lain:

PENASIHAT AHLI KAPOLRI dalam Bidang Hukum Markas Besar


Kepolisian Republik Indonesia Th. 2009;
ANGGOTA TIM Penyusunan Naskah Akademik Perubahan Undang-Undang
No. 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tahun 2009;
ANGGOTA TIM Peninjauan Sistem Pemidanaan Indonesia, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Tahun 2008;
ANGGOTA TIM, Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang Cybercrime, Badan Pembinaan Hukum Nasional Tahun 2008;
ANGGOTA TIM Eksaminasi dan Evaluasi Putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tahun 2007;

98
Riwayat Hidup

DOMESTIC CONSULTANT on Gap Analysis United Nations Convention


Against Corruption, Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2006;
KETUA TIM Anotasi Yurisprudensi Tentang Tindak Pidana Terhadap
Kekayaan Negara, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Tahun 2006;
ANGGOTA TIM Perancang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Tahun 2004;
ANGGOTA TIM Konsultasi Hukum Perguruan Tinggi, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2002-2004;
PEMBICARA dalam berbagai seminar, debat publik, penataran dan diskusi
tentang Hukum dan Hukum Pidana.
Memberikan Keterangan AHLI di hadapan Penyidik dan Pengadilan dalam
berbagai perkara pidana, baik tindak pidana di dalam KUHP, maupun
tindak pidana di luar KUHP seperti: Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana
Pencucuian uang, Tindak Pidana di bidang Pangan, dan Tindak Pidana
dibidang Kehutanan (Illegal Logging), Tindak Pidana di bidang Pertambngan
(Illegal Mining), Tindak Pidana di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual,
dll.

Matakuliah yang diasuh dalam Program Sarjana Hukum:

Hukum Pidana;
Dasar-dasar Penghapus, Peringan dan Pemberat Pidana;
Percobaan, Penyertaan dan Perbarengan Tindak Pidana;
Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP.

Matakuliah yang diasuh dalam Program Magister Hukum:

Sejarah Hukum;
Filsafat Hukum;
Hukum Pidana dan Kegiatan Ekonomi;
Kebijakan Kriminal;
Bantuan Hukum dan Penyantunan Korban Tindak Pidana;
Sistem Peradilan Pidana;
Perbandingan Hukum Pidana.

99
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Organisasi:

Tahun 2008 s/d 2013 Wakil Sekretaris Jenderal II, Masarakat Hukum Pidana
dan Kriminologi, (MAHUPIKI);
Tahun 1993 s/d sekarang, Anggota Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan
Kriminologi (ASPEHUPIKI);
Tahun 2005 s/d sekarang, Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan Perundang-
Undangan Majelis Ulama Indonesia (MUI);
Tahun 2000-2005, Wakil Sekretaris Lembaga Penegakan Supremasi Hukum
dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LPSH&HAM);
Tahun 2004 s/d 2005 Anggota Dewan Pakar Lembaga Pembedayaan Hukum
Indonesia (LPHI);

Publikasi Terakhir:

Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada


Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan; Telaah Kritis Teori
Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. (Jakarta:
Prenada Media, 2006);
Tindak Pidana Dibidang Bisnis Asuransi. (Jakarta: LPHI, 2006);

Alamat Rumah:
Jl. Otista Sakti gg Lurah RT/RW 001/11 Ciputat 15411
Tangerang Selatan-Banten
Telepon/Faksimili: 0818-498552/021-74713616
Email: huda.fabian@yahoo.com/hudaankaplasa.com/hudaankafabi@gmail.com
http://huda.drchairulhudashmh.blogspot.com

100
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo, SH., MH


Tempat: Kediri
Tanggal lahir: 2 Nopember 1958

Riwayat Pendidikan Perguruan Tinggi


Tahun Program Pendidikan Perguruan Tinggi Jurusan/Program
Lulus Studi
1985 Strata 1 Fakultas Hukum Program Kekhususan
Universitas Indonesia III (PK III)
1990 Strata 2 Program Pascasarjana Sistem Peradilan
Bidang Ilmu Hukum Pidana
Universitas Indonesia
2002 Strata 3 Fakultas Hukum Ilmu Hukum Pidana
Universitas Indonesia

Pengalaman Mengajar
Mata Kuliah Program Institusi/Jurusan/Program Studi Semester/Tahun
Pendidikan
Hukum Pidana Strata 1 Fakultas Hukum Universitas
Indonesia/ Bidang Studi Hukum
Pidana
Hukum Acara Pidana Strata 1 Fakultas Hukum Universitas
Indonesia/ Bidang Studi Hukum
Pidana dan acara
Aspek Hukum Pidana Strata 1 Fakultas Hukum Universitas
dan Hukum Lainnya Indonesia/ Bidang Studi Hukum
Dalam Media Massa Pidana
Kebijakan Strata 2 Program Pascasarjana Ilmu
Penanggulangan Hukum Fakultas Hukum
Kejahatan Universitas Indonesia
HAM Dalam Sistem Strata 2 Program Pascasarjana Ilmu
Peradilan Pidana Hukum Fakultas Hukum
Universitas Indonesia
Hukum dan HAM dan Strata 2 Program Pascasarjana Program
Sistem Peradilan Studi Pengkajian Ketahanan
Pidana Nasional Kekhususan Kajian
Strategis Kebijakan & Manajemen
Lembaga Pemasyarakatan dan
Penegakan HAM Universitas
Indonesia Jakarta
Pembaharuan hukum Starata 2 Program Pascasarjana Fakultas
Pidana Hukum Universitas Krisna
Dwipayana, Jakarta
Perbandingan hukum Starata 2 Program Pascasarjana Fakultas
pidana Hukum Universitas Jayabaya,
Jakarta
Pembaharuan hukum Starata 2 Program Pascasarjana Fakultas
Pidana Hukum Universitas Islam Jakarta,
Jakarta
Sistem Peradilan Starata 2 Program Pascasarjana Fakultas
Pidana Hukum Universitas Trisakti,
Jakarta

101
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Produk Bahan Ajar


Mata Kuliah Program Pendidikan Jenis bahan Ajar Sem/Tahun Akademik
Hukum Pidana Strata 1 Non cetak
Hukum Pidana dan Pelatihan, Pendidikan Cetak (modul)
Acara Pidana dan Pembentukan
Jaksa
Hukum dan HAM Strata 1 cetak
Pembaharuan Hukum Strata 2 cetak
Pidana
Perbandingan Hukum Strata 2 cetak
Pidana

Pengalaman Penelitian
Tahun Judul Penelitian Ketua/anggota Sumber Dana
Tim
1980 Dampak Negatif Industri mandiri mandiri
Batik di Karet Kuningan
Terhadap Lingkungan
2001 Undang-Undang Payung Anggota AUSAID
Peradilan Pidana Indonesia
(2002-2003) Akses ke Keadilan dalam Anggota
Sistem Peradilan Pidana
(2003-2004) Studi Penerapan Sanksi Ketua Masyarakat Uni Eropa
Pidana Kehutanan Telaah
Peraturan Perundangan dan
Kelembagaan Penegakan
Hukum
2004 Pembuatan Modul HAM Anggota Pemda DKI
(BALITBANG DKI)
2004 Pembuatan Modul HAM Anggota Dep Keh HAM
BALITBANGI
2005 Studi Telaah Peraturan Ketua Masyarakat Uni Eropa
Perundang-undangan Terkait
Dengan Tanggungjawab
Penegak Hukum Di bidang
Kehutanan
2006 Pembuatan MODUL HAM Anggota AUSAID
bagi BRIMOB
2008 Pembuatan modul pengajaran Ketua Asia Foundation
hukum pidana dan acara
pidana diklat kejaksaan
2008 Komputerisasi Rincian Data Ketua LG/Mabes Polri
Jenis Kejahatan Beserta
Penggolongannya

102
Riwayat Hidup

Karya Ilmiah
Buku dan Jurnal
Tahun Judul Penerbit/Jurnal
1990 Eksistensi Sistem Peradilan Pidana Terhadap Tindak
Pidana Pers Tesis
2002 Pengekangan Terhadap Kemerdekaan Menyatakan
Kritik Kepada Pemerintah Melalui Pers di Indonesia
- Disertasi
Desember KELAHIRAN KPK, IBARAT SATU MANGKOK COPS Community Policing
2003 MIE AYAM BERBAGI TIGA, COPS Community Society
Policing Society, Volume II No. 3
Nopember Hukum Pidana Dan Terorisme (Upaya Untuk Departemen Kehakiman dan
2003 Menjaga Wibawa, Kehormatan Hukum dan Negara Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia), Gagasan Dan Pemikiran Tentang Indonesia
Pembaharuan Hukum Nasional, Volume II, Tim
Pakar Hukum Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia,
Januari Sendirian Melawan Korupsi Adalah Kesia-siaan, Lembaga Pengkajian Hukum
2004 Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Pengkajian Internasional Fakultas Hukum
Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Universitas Indonesia
Indonesia, Volume 1 Nomor 2
Juni 2004 Membaca dan Memahami Isi Pasal 25, 26 dan 28 Departemen Kehakiman dan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Hak Asasi Manusia Republik
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme), Gagasan Indonesia
Dan Pemikiran Tentang Pembaharuan Hukum
Nasional, Volume III, Tim Pakar Hukum
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia,
Desember Potret Wajah Bantuan Hukum Kita, COPS COPS Community Policing
2004 Community Policing Society, Volume III No. 3 Society
2007 Memperkuat Peranan RUTAN, RUPBASAN, Badan Penerbit FHUI
PEMBIMBING KEMASYARAKATAN, DAN
LAPAS, sebagai pelindung HAM tersangka,
Terdakwa dan Terpidana dalam Mardjono
Reksodiputro Pengabdian Seorang Guru Besar
Hukum Pidana, Bidang Studi Hukum Pidana FHUI,
Sentra HAM FHUI Badan Penerbit FHUI,
2007 JURNAL: Harmonisasi Peran Aparat penegak dimuat dalam Jurnal Legislasi
Hukum memahami Peraturan Per UU-an Tentang Indonesia, diterbitkan oleh
Tindak Pidana Korupsi. Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan Dephuk
dan HAM RI, Vol,4 No.1,
Maret 2007, No,ISSN: 0216-
1338.
2007 JURNAL: hukum pidana dan kemanusiaan.Dimuat diterbitkan oleh Pusat
dalam Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. pengkajian dan Pengembangan
kebijakan, Dephuk dan HAM.
RI, Vol.1 No.1, April 2007,

103
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

No.ISSN:0216-1338.
2008 BUKU: Police Reform: Talking the Heart an Mind. Diterbitkan oleh propatria
Institute Jakarta. No. ISBN:
978-979-96229-8-3
2008 JURNAL: UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi diterbitkan oleh Direktorat
dan transaksi Elektronik (ITE) dan masalah Hukum Jenderal peraturan Perundang-
yang akan mengikutinya. undangan Dephuk dan HAM
RI, Vol.5 No.4, Desember
2008, No. ISSN: 0216-1338.
2009 JURNAL: Analisa Yuridis Terhadap Pasal UU RI Dimuat dalam Jurnal
No.14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Globalisasi Hukum, diterbitkan
Publik. oleh Program Magister Ilmu
Hukum PPs-USAKTI, Vol4,
No.2 januari 2009, No. ISSN:
0125-9709.

Golongan/Pangkat: Pembina (IV/a) Lektor kepala


Jabatan Akademik: Ketua Bidang Studi Hukum Pidana
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia
Alamat : Kampus Universitas Indonesia Depok Jawa Barat
FHUI 021 7863442 Fax. 021- 7270052
Alamat Rumah : Jl. Mahkota VI BLK C3/11, Tugu, Cimanggis Depok
Telp. 021- 8702788
Alamat Email : rusamu211@yahoo.com

104
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

H. Naungan Harahap, SH., MH., KD


Tempat: Padangsidempuan, Sumut
Tanggal Lahir: 6 Juli 1953

Pekerjaan/Jabatan:
1. Ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD) PWI Cabang Jawa Barat,
Wartawan senior/ mantan Redaktur Harian Pikiran Rakyat.
2. Ketua Dewan Kehormatan (DK) DPC Ikadin Bandung, Anggota Majelis
Dewan Kehormatan DPC Peradi Jabar/Advokat Peradi NIA.96.11035
3. Direktur Kantor Hukum Naungan & Partners
4. Pelatih Nasional Wartawan, PWI Pusat
5. Dosen Program Fikom Universitas Padjadjaran, Dosen Hukum
Komunikasi/Bisnis, PKn, Institut Manajemen Telkom (IM Telkom)
6. Ketua Divisi Advokasi Mapilu PWI Pusat.
7. Anggota Forum Pelayanan Komunikasi dan Informasi Media Disdik Jabar

Riwayat Pendidikan Formal & Non Formal.


a. 2007- sekarang: S3 Kandidat Doktor (KD) Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Padjadjaran, Angkatan 2007-2008.
b. 2004-2005: S2 (Magister Hukum) Ilmu Hukum Bisnis Program
Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Lulus Cumlaude PK 3.81, Tesis
judul Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Pembaca Media Massa
dihubungkan dengan Pemuatan Iklan Yang Menyesatkan.
c. 1980-1990: S1 (Sarjana Hukum) Fakultas Hukum Universitas Islam
Nusantara. Lulus, Skripsi judul Tinjauan Mengenai Aspek Kepidanaan
UU No. 11 Tahun 1966 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers
dihubungkan dengan Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
d. 1982: Nondegre Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Padjadjaran (Unpad).
e. 1988: Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) Jakarta

105
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Pengalaman Pekerjaan
a. 1976 - 2008: Wartawan selama 32 tahun
b. 1976 - 1996: Wartawan/Redaktur/Redpel/Wapemred Harian
Umum Mandala
c. 1992 - 1995: Komisaris PT. Satia Mandala Raya (HU Mandala-Kompas)
d. 1996 - sekarang: Pengacara & Penasihat Hukum
e. 1996 - 1999: Pengajar pada Kodiklat TNI AD, Dosen Stikom Bandung.
f. 1998 - 2008: Wartawan/Staf Redaksi/Redaktur/Cyber Media HU
Pikiran Rakyat.
g. 2000 - 2001: Redaktur SKM Priangan Grup Pikiran Rakyat
h. 2007: Purna Bhakti Karyawan PT Pikiran Rakyat Bandung.
i. 2008: Dosen Fikom Universitas Arts Internasional (Mata kuliah
Manajemen Media Massa)
j. 2009: Dosen Penyiaran Fikom Universitas Padjadjaran
(Mata kuliah Etika & Regulasi Penyiaran).
k. 2010: Dosen Hukum Komunikasi & Bisnis, PKn Institut
Manajemen Telkom (IM Telkom)
l. 2010: Penanggung Jawab Tabloid Mingguan Fajar Pos

Pengalaman Organisasi
a. 1977 sekarang: Anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia)
b. 1981 sekarang: Anggota Biasa PWI No. 10.00.1856.81
c. 1989 - 1992: Ketua PWI Perwakilan Kota Bandung
d. 1992 - 2002: Wakil Sekretaris PWI Cabang Jawa Barat
e. 2002 - 2007: Wakil Ketua Bid Pendidikan PWI Cabang Jabar.
f. 2003 - 2007: Anggota Presidium Mapilu PWI Jawa Barat
g. 2005: Ketua Tim Perumus Kurikulum TOT Tk. Nasional PWI Pusat
h. 2007 - 2011: Ketua Dewan Kehormatan Daerah (DKD)
PWI Cabang Jabar
i. 2007 - sekarang: Ketua Divisi Legislasi dan Advokasi Mapilu PWI Pusat.
j. 2007 - sekarang: Pelatih Nasional Wartawan PWI.
k. 2006 - 2010: Anggota Dewan Kehormatan DPC Ikatan Advokat Ind
(Ikadin) Bandung

106
Riwayat Hidup

l. 2008 : Panasehat Ikatan Mahasiswa Program Pascasarjana (IMPP-


Unpad)
m. 2009 - 2013: Anggota Majelis Dewan Kehormatan DPC
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jabar
n. 2010 - 2014: Ketua Dewan Kehormatan DPC Ikadin Bandung
o. 2010 - sekarang: Anggota/Koorbid Forum Informasi & Komunikasi
Disdik Jawa Barat.

Pengalaman Luar Negeri


a. 1992 - 1997: Liputan jurnalistik; ke negara-negara ASEAN, ROC
Taiwan, Australia, ke lima Negara di Eropa Perancis, Belanda, Jerman,
Swis, dan Inggris.
b. 1997: Peserta Seminar Pers Dunia IPRA di Amsterdam, Belanda

Penghargaan Kejuaraan Lomba Karya Tulis di bidang Pers dari Jaksa


Agung & Walikota
a. 1985 -1989: Juara empat kali. Memperoleh penghargaan Piagam
Adi Sastra dari Jaksa Agung RI dan meraih juara II,III,IV, dan V
dalam lomba karya tulis Media Massa Cetak Bidang Hukum Tkt.
Nasional Kejaksaan Agung
b. 1997: Juara I Lomba Karya Tulis Media Massa Bidang Pembangunan
Pemerintah Daerah Tk. II Kotamadya Bandung, memperoleh Piagam
Pembangunan dari Walikota Bandung.

Lain-lain
Menulis artikel hukum, pers di media massa, mengikuti seminar,
lokakarya tingkat nasional.
Aktif pemateri ceramah dalam pendidikan dan pelatihan wartawan di
Jawa Barat.
Alamat Rumah:
Komplek Bumi Panyawangan
Jl. Meranti II No.24 Cileunyi, Bandung Timur. 40623
Tel. (022) 87825630, HP. 0816602902,
E-Mail: naungan_harahap@yahoo.co.id

107
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

Kantor:
1). Kantor Hukum Advokat NAUNGAN & PARTNERS
Jl. Sukajadi - Asli II No.31/182A Bandung, 40612,
Telp/Fax.: 0222030672
2). PWI Cabang Jawa Barat Jl. Asia Afrika No 67 69 Bandung,
Tel (022) 4208382; Fax. (022) 4208386.
E-mail: dkdjabar@dewankehormatanpwi.com

Status:
Istri: Hj. Yeni Rukiyani,
Tempat/Lahir: Bandung 6 September 1958.
Pekerjaan: BRI Kantor Cabang Bandung AH Nasution

Anak:
1). Adhya Rajasandi Harahap, SE,
Tempat/Lahir: Bandung 8 September 1985
2). Anisa Nurbaiti Harahap,
Tempat/Lahir: Bandung 16 September 1989
Mahasiswa Universitas Widyatama, Tkt Skripsi

108
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Hendrayana
Tempat : Majalengka
Tanggal Lahir : 21 April 1977

Pendidikan Formal:
1999, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
1995, SMA Negeri I Talaga, Majalengka
1992, SMP Negeri I Talaga, Majalengka
1989, SD Negeri Salado

Pendidikan Non Formal:


Kursus Bahasa Inggris Kursus Komputer
Kursus Pengacara Kursus Pengacara HAM

Organnisasi:
Anggota PERADI
Anggota IMLA (International Media Lawyers Associaton)
Pengajar Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS)
Ahli Pers bersertifikat Dewan Pers

Pengalaman
a. Pengalaman Kerja
1998 - 1999, Staf Biro Konsultasi dan Hukum, Universitas Jenderal
Soedirman
2000 - 2002, Staf Legal dan Advokasi di kantor Komisi untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
2003, Part Time Biro Advokasi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI)
2003, Pengacara dan Staf Legal Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia
2005, Kepala Divisi Litigasi di Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
2006-2009, Direktur Eksekutif LBH Pers

109
Asas Praduga Tidak Bersalah dalam Praktek Pers

b. Pengalaman Penanganan Kasus


2003, Tim Pengacara Yudicial Review Release and Discharge, Keppres No. 8
Tahun 2002
2002, Koordinator Tim Pengacara Gugatan PTUN terhadap Keppres
Pengangkatan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN)
2002, Tim Pengacara dalam kasus Tamrin A. Tamagola vs Jenderal Wiranto
2002, Tim Pengacara Gerakan Pemuda Kerakyatan dalam Kasus Penghinaan
Kepala Negara.
2001, Tim Pengacara Korban Pelanggaran HAM berat kasus Talangsari
Lampung
2001, Tim Pengacara Korban Pelanggaran HAM berat kasus Tanjung Priok
2001, Tim Pengacara Korban Pelanggaran HAM berat Penembakan Mahasiswa
Trisakti, Semanggi I & Semangggi II.
2000, Tim Pengacara korban penembakan sewenang-wenang yang dilakukan
aparat kepolisian
2003, Tim Pengacara Gugatan Legal Standing AJI terhadap Kapolri dan
Jajarannya Atas Tindakan Pembiaran (by Ommission) Kepolisian Terhadap
Tindak Kekerasan yang Menimpa Wartawan Majalah TEMPO.
2004, Tim Pengacara Gugatan Koalisi Anti Neo Liberalisme terhadap Inppres
No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah
Berakhirnya Program Kerjasama dengan International Monetary Fund.
2004, Pangacara Majalah Tempo dan Koran Tempo
2006, Koordinator Pengacara kasus Pidana Adi Lazuardi & Sukirman Anwar
(wartawan LKBN ANTARA)
2006, Pengacara Rakyat Medeka online kasus Penghinaan kartu Nabi
2007, Pengacara Majalah Tempo vs Asian Agri
2008, Pengacara Koran Tempo vs PT RAPP
2008, Pengacara Judicial Review Pasal Harzaai Artikelen KUHP
di Mahkamah Konstitusi
2009, Pengacara Majalah Tempo vs Munarman

Alamat:
Jl, GN. Semeru, Blok VIIIA No.7,
Komp. Puri Cebereum Permai I Kota Sukabumi Jawa Barat,
No. HP: 0813 100 62794
Email: hendra41@yahoo.com

110

Anda mungkin juga menyukai