Anda di halaman 1dari 11

ERITEMA NODOSUM LEPROSUM

I. PENDAHULUAN
Kusta (penyakit Morbus Hansen) adalah penyakit infeksi granulomatous
kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium Leprae yang mempengaruhi
kelainan kulit dan sistem saraf. Kusta merupakan masalah klinis yang penting,
dengan lebih dari 600.000 kasus baru setiap tahun di seluruh dunia.
Meskipun terapi antibakteri tampaknya kuratif, seperempat sampai sepertiga dari
semua pasien akan mengalami defisit neurologis yang melemahkan
dan permanen. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi diduga melalui
inhalasi atau melalui kontak kulit yang lama dan erat. Sumber penularan melalui
kuman kusta utuh (solid) yang berasal dari pasien kusta tipe Multi Basiler yang
belum diterapi atau berobat tapi tidak teratur. 1,2
Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta
yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon seluler) atau reaksi antigen-
antibodi (respon humoral) yang berakibat merugikan penderita, terutama bila
mengenai saraf tepi karena dapat menimbulkan kecacatan. Penyebab pasti
terjadinya reaksi masih belum jelas. Beberapa faktor yang di anggap sebagai
faktor presipitasi, seperti infeksi interkuren ( virus,malaria, terutama tuberculosis
dsb) , anemia, stress fisik atau mental, imunisasi protektif ( khususnya vaksinasi
terhadap small poks), obat-obat anti kusta, puberitas, kehamilan, persalinan atau
tindakan pembedahan. Namun presipitasi ini belum diketahui jelas mekanisme
kerjanya. Pestaka lain menerangkan bahwa reaksi kusta tampaknya dicetuskan
oleh timbulnya hipersensitivitas, meningkatnya jumlah basil atau munculnya basil
tersembunyi. Ada dua jenis reaksi yang terjadi pada penyakit kusta yaitu tipe 1
(reaksi reversal) dan reaksi tipe 2 (ENL), dapat terjadi sebelum, selama dan
sesudah pengobatan MDT. ENL umumnya terjadi pada pasien kusta tipe MB.
Eritema nodosum leprosum merupakan reaksi lepromatous berupa nodul kutaneus
yang nyeri disertai keterlibatan sistemik, dapat disertai dengan gejala
ekstrakutaneus yang menyerang beberapa organ tertentu dan menyebabkan

1
manifestasi klinis yang berbeda-beda. ENL disebabkan oleh pembentukan
kompleks imun yang dihubungkan dengan reaksi imunitas humoral yang

berlebihan yang terjadi pada pasien lepromatous. 1,2,3,4,5


Diagnosis berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan bakterioskopis
dan histopatologis. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila
terdapat satu dari tiga tanda kardinal berikut yaitu adanya lesi kulit
hipopigmentasi atau kemerahan dan kehilangan sensibilitas, penebalan saraf dan
atau tanpa kelemahan otot, dan BTA Positif.1,3

II. DEFINISI

Eritema nodosum leprosum (ENL) merupakan reaksi tipe 2 pada penyakit


kusta dengan manifestasi klinis di kulit berupa nodul kutaneus yang nyeri,
umumnya terdapat di wajah dan ekstremitas. ENL (pertama kali dijelaskan
oleh Murata pada tahun 1912) terjadi paling sering pada LL, pada sampai dengan
75 persen kasus, namun tidak jarang pada pasien BL. ENL merupakan proses
imuno kompleks biasa terjadi pada pasien kusta tipe BL dan LL di mana pada
pasien terjadi reaksi antigen antibodi. 1,2,6

Nodul eritema nodosum Leprosum


( Dikutip dari kepustakaan 1 )

III. EPIDEMIOLOGI

Kusta, merupakan penyakit pada negara-negara berkembang, dan

2
menyebar di semua benua, kecuali Antartika. Di Amerika, hanya Kanada dan
Chile tidak daerah endemik, dengan Texas dan Louisiana menjadi negara endemik
di Amerika Serikat.Yang paling selatan negara Eropa memiliki insiden yang
sangat rendah, sementara kusta adalah endemik di kepulauan Pasifik banyak.1
Tingkat deteksi kasus tertinggi berada di India, Brasil, Madagaskar, Nepal,
dan Tanzania. Dalam semua populasi diteliti, penyakit lepromatosa lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan pada wanita dengan rasio 2:1.1

IV. ETIOLOGI
ENL sampai saat ini belum diketahui pasti penyebabnya, penderita baik

yang telah berobat maupun yang belum, faktor pencetus terjadinya ENL adalah

infeksi virus, stress, infeksi tuberkulosis, vaksinasi dan kehamilan. Akan tetapi

beberapa menyimpulkan dapat disebabkan oleh infeksi stress dan respon

imunologi. 1,4,7

V. PATOGENESIS

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan


penyakit yang sebenarnya sangat kronik adapun patofisiologinya belum jelas
betul, terminologi dan klasifikasinya bernacam-macam. Mengenai
patofisiologinya yang belum jelas itu diterangkan secara imunologik.8
Mekanisme imunopatogenesis ENL masih kurang jelas. ENL diduga

merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi yang ada pada

pembuluh darah. Karena suatu rangsangan, baik yang non spesifik seperti infeksi

virus,stress, kehamilan atau rangsangan yang lebih spesifik misalnya superinfeksi

dengan penyakit tuberkulosis, terjadi infiltrasi sel T helper (Th2). Sel Th2 ini

menghasilkan berbagai sitokin, antara lain interleukin 4 (IL 4) yang menginduksi

sel B menjadi sel plasma untuk kemudian memproduksi antibodi. Terbentuklah

ikatan antigen M. Leprae dengan antibodi tersebut di jaringan, disusul dengan

3
aktivasi komplemen. Hal ini terlihat dengan penurunan C3 darah.4
Secara imunopatologis, ENL termasuk respon imun humoral, berupa
fenomena kompleks imun akibat reaksi antara antigen M. leprae, antibodi (IgM,
IgG) dan komplemen menghasilkan reaksi kompleks imun. Tampaknya reaksi ini
analog dengan reaksi fenomena unik, tidak dapat disamakan begitu saja dengan
penyakit lain. Dengan terbentuknya kompleks imun ini, maka ENL termasuk di
dalam golongan penyakit kompleks imun, oleh karena salah satu protein M.
leprae bersifat antigenik, maka antibodi dapat terbentuk. Ternyata kadar
imunoglobulin penderita kusta lepromatosa lebih tinggi dari tipe tuberkuloid. Hal
ini terjadi oleh karena pada tipe lepromatosa jumlah basil jauh lebih banyak
daripada tipe tuberkuloid. ENL lebih banyak terjadi pada pengobatan tahun
kedua.4,8
Peningkatan CMI juga mungkin memainkan peran pada saat serangan

ENL. Kompleks antigen antibodi dijumpai pada darah sirkulasi. Pada pengobatan,

banyak basil kusta yang mati dan hancur, berarti banyak pula antigen yang

dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi membentuk suatu kompleks imun yang

terus beredar dalam sirkulasi darah yang akhirnya dapat diendapkan dalam

berbagai organ yang kemudian mengaktifkan sistem komplemen.4,9

Pada kulit akan muncul nodus eritema, dan nyeri dengan tempat predileksi
di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti
iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis yang akut
dengan adanya proteinuria. ENL dapat disertai dengan gejala konstitusi dari
ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologis pula.8

VI. GEJALA KLINIS


Manifestasi ENL berupa nodul kemerahan, nyeri dan dapat berkembang

dalam beberapa jam atau beberapa hari. Kadang-kadang lesi membaik dan

membentuk plak. Ukuran lesi bervariasi tetapi biasanya kecil dan jika multipel

distribusi lesi cenderung bilateral dan simetris. Lesi ENL kadang-kadang lebih

4
mudah dipalpasi, lesi berbentuk kubah dengan batas yang jelas, lunak pada

perabaan, mengkilat terletak superficial dan dapat meluas ke dermis yang lebih

dalam atau sampai lemak subkutan. Lesi ENL terasa panas dan pada penekanan

terlihat pucat. Lokalisasi lesi seringkali pada sepanjang permukaan ekstensor

lengan dan tungkai, punggung, wajah tetapi dapat terjadi dimana saja.4

Eritema Nodosum

Leprosum
( Dikutip dari

kepustakaan no.6 )

Beberapa penderita dapat mengalami perluasan lesi dan rekurensi yang

terus menerus nampak selama beberapa bulan sampai beberapa tahun. ENL

dinyatakan berat bila disertai demam tinggi, kelemahan umum, lesi kulit menjadi

pustule dan atau ulserasi, nyeri saraf, nyeri periosteal, miositis, kehilangan fungsi

saraf atau terdapat tanda-tanda iridosiklitis, orkitis, pembengkakan sendi atau

albuminuria yang menetap.4,10


Kerusakan pada saraf biasanya perlahan namun progresif. Hipostesi atau

anastesi biasanya terjadi pada lengan, kaki, dan telapak tangan. Kelemahan

biasanya terjadi pada bagian distal dimulai dengan otot-otot intrinsic tangan dan

kaki. Gejala konstitusional yang ditimbulkan oleh ENL berupa demam,menggigil,

5
mual, nyeri sendi, saraf dan otot. Nodus mudah pecah dan apabila pecah dapat

menimbulkan ulkus.11,12

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan protein dan sel darah merah dalam urine dapat menunjukkan

glomerulonefritis akut. Pada pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop

elektron dapat terlihat kompleks imun pada glomeruli ginjal selama reaksi tipe 2.

Juga dengan pemeriksaan mikroskop fluoresensi didapatkan kompleks imun pada

lesi ENL.4
Pada pemeriksaan histologi didapatkan lesi ENL mengandung sejumlah

besar polimorf dan kebanyakan berbentuk fragmen dan granuler. ENL dapat

menunjukkan gambaran vaskulitis pada pemeriksaan hematologic

khusus,didapatkan leukosit PMN,trombositosis, peninggian LED, anemia

normositik normokrom, serta peninggian kadar gammaglobulin (IgG,IgM).4

( Dikutip dari kepustakaan no.2 )

Vaskulitis atau nekrosis vaskuler dengan perdarahan terlihat pada beberapa


lesi ng kasus ENL. ENL berat sering dihubungkan dengan deposit basil yang
besar. Infiltrasi polimorf hebat dan bisa meluas melalui area dermis yang luas dan
bisa terdapat edema. Nekrosis dan ulserasi mengikutinya. Infiltrasi polimorf yang
sama ditemukan pada saraf, otot dan nodus limfatikus jika ditemukan deposit

6
kompleks imun pada daerah tersebut. Pada pewarnaan apusn kulit dapat terlihat

sejumlah basil tahan asam yang sudah mati dan berdegenerasi.9

Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari apusan kulit atau
kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan basil tahan asam,
antara lain dengan Ziehl-Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita,
bukan berarti orang tersebut tidak mengandung basil M. Leprae.8
Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada
tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat
bersifat spesifik terhadap M.Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1
(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.8
Macam-macam pemeriksaan serologik kusta ialah:
Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-Sorbent Assay)
Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
ML dipstick (Mycobacterium Leprae dipstick)

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis reaksi tipe 2 ( ENL ) ditegakkan berdasarkan atas gambaran

klinik, dan dibantu pemeriksaan fisis yang ditunjang oleh pemeriksaan

laboratorium, histologi dan pemeriksaan hematologic khusus. Pada pemeriksaan

fisis dapat ditemukan pembengkakan lunak saraf yang nyeri pada palpasi. Nyeri

tulang biasanya jelas pada tulang tibia, dan sangat nyeri bila dipalpasi. 4

IX. DIAGNOSIS BANDING


Reaksi kusta tipe 2 ( ENL ) dapat didiagnosis banding secara klinis dengan

memperhatikan keadaan reaksi berikut :4


1. Keadaan reaksi yang memberikan gambaran lesi eritema yaitu sickness,

7
eritema multiforme dan eritema nodosum.
2. Keadaan reaksi yang memberikan gambaran lesi vaskuler, bullosa dan
pustule yaitu dengan eritema multiforme bullosum, dermatitis

herpetiformis, varicella, ricket pox psoriasis pustule, dan dermatosis

pustule subkorneal.
3. Keadaan reaksi yang memberikan gambaran purpura yang palpable
nodolus dan papula purpuric, yaitu dengan purpura schonlein henoch,

pityriasis lecheniode et varioformis acuta, vaskulitis kutaneus

alergik,erythema elevatum diutinum dan penyakit-penyakit dengan

disproteinemia.
4. Keadaan reaksi yang mirip sindroma jaringan ikat yaitu dengan
rheumatoid arthritis,primer pannikulitis dengan infeksi

sekunder,keganasan, vaskulitis, penyakit pancreas dan penyakit weber

Christian.
5. Sarkoidosis dapat menimbulkan eritema nodosum dan dapat dibedakan
dengan ENL yaitu adanya iridosiklitis akut.
6. Triponosomiasis afrika dapat mengenai lengan, tungkai, dan wajah dengan
erupsi yang menyerupai ENL.

X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan reaksi berbeda tergantung manifestasi dan berat

ringannya reaksi. Penatalaksanaan ENL berbeda antara yang baru dengan yang

lama. Pasien ENL yang baru penatalaksanaanya dapat hanya dengan istirahat

kemudian memberikan obat penghilang nyeri seperti analgesik atau NSAID,

untuk meredakan rasa sakit dan peradangan. Akan tetapi kita melihat juga faktor

pemicu yang mungkin seperti infeksi. Sedangkan pasien ENL yang lama harus di

atur secara ketat. Penatalaksanaan ENL masih menjadi perdebatan di antara para

8
praktisi kesehatan. Terlepas dari berbagai macam obat yang digunakan dalam

ENL seperti Thalidomide dan kortikosteroid yang masih merupakan terapi utama

pada pengobatan ENL Faktor pencetus harus disingkirkan dan pengobatan anti

kusta harus diberikan terus menerus dengan dosis penuh. Obat-obat yang biasa

digunakan adalah : 4,13,14,15


a. Aspirin4
Sangat murah dan efektif untuk mengontrol rasa sakit dan
inflamasi derajat sedang. Dosis 400-600 mg 4 kali sehari dan diberikan
bersama makanan. Dosis diturunkan bila tanda dan gejala sudah
terkontrol.

b. Klorokuin4
Klorokuin mungkin efektif untuk mengontrol rekasi yang ringan,
karena terdapat efek anti inflamasi. Klorokuin base diberikan 3 x 150 mg
sehari. Pada penggunaan dalam waktu yang lama terdapat efek samping
berupa kemerahan kulit, fotosensitisasi, pruritus, gangguan
gastrointestinal, gangguan penglihatan dan tinnitus. Kombinasi aspirin dan
klorokuin lebih efektif daripada dipakai sendiri-sendiri.

c. Antimon4
Efek anti inflamasi obat ini mungkin dapat digunakan untuk
mengontrol reaksi yang ringan, terutama efektif untuk mengurangi rasa
sakit pada tulang dan persendian. Efek samping dapat berupa kemerahan
kulit, bradikardi, hipotensi, dan perubahan gambaran elektrokardiografi.
Stibophen mengandung 8,5 mg antimon per ml. Dosis yang dianjurkan
adalah 2-3 ml/hari IM selama 3-5 hariatau 2-3 ml IM selang sehari dengan
dosis total reaksi kusta tidak melebihi 30 ml.

d. Thalidomide4
Merupakan drug of choice ENL berat dan dapat digunakan pada

9
ENL yang kronik atau berulang pada pria dan wanita yang sudah
menopause, juga untuk penderita yang resisten terhadap klofazamin. Efek
anti inflamasi obat ini digunakan untuk neuritis dan iritis serta dapata
membantu penghentian pemakaian kortikosteroid. Dosis awal diberikan 4
x 100 mg sehari, kemudian diturunkan secara bertahap 100 mg setiap
minggu. Pemberiannya harus dengan pengawasan yang ketat karena efek
teratogenik dan neurotoksik, dan member rasa mengantuk. Pada penderita
berat di Malaysia Soebono M melaporkan talidomid menunjukkan
perbaikan pada 90% penderita dan menurunkan penggunaan steroid
sebesar 60%.

e. Klofazimin4
Diberikan pada penderita dimana penggunann kortikosteroid tidak
dapat dihentikan, penderita ENL yang persisten dan pada penderita yang
tidak dapat diberikan thalidomide. Dosis pengobatan 100-300 mg sehari
selama ENL, kemudian diturunkan secara bertahap. Klofazimin tidak
hanya digunakan untuk reaksi kusta tapi juga merupakan pengibatan
spesifik untuk penyakit kusta itu sendiri. Efek samping obat ini berupa
gangguan pencernaan, pigmentasi kulit dan iktiosis.

f. Kortikosteroid 4,15
Kortikosteroid diberikan pada ENL kasus sedang sampai kasus
parah, karena memberikan control yang paling cepat dari lesi.Digunakan
pada ENL berat dengan orkitis, iridosiklitis dengan glukoma atau neuritis
yang disertaidengan hilangnya fungsi saraf. Dosis prednison yang
dibutuhkan 80-100 mg/hari dan diturunkan dosis secara bertahap. Efek
samping obat ini adalah hematemesis, ulkus peptikum, edema karena

10
retensi natrium,hipertensi, diabetes, osteoporosis spinal dan purpura.
Disamping itu obat ini juga dapat dipakai pada penderita kusta yang
disertai dengan neuritis, iridosiklik,epididimoorkitis dan reaksi reversal
yang berat. Bila terdapat neuritis dapat dilakukan injeksi intra atau
perineural dengan anestesi local seperti lidokain yang dicampur dengan
kortikosteroid long acting.
Dosis prednisone diberikan 30-40 mg/hari, kemudian diturunkan
bila efek anti reaksi dari klofazimin mulai bekerja ( 4-6 minggu ). Dosis
klofamizin diberikan diberikan 300 mg/hari, ( dalam tiga kali pemberian )
dengan dosis pemeliharaan 100 mg/hari.
Menurut Pearson, dosis preparat prednisolon untuk reaksi tipe 2
intermitten adalah 20-30 mg/hari selama satu minggu, dan di tapper off
menjadi 15-5 mg/hari pada minggu ke 2-3. Pada reaksi kontinu
pengobatan prednisolon diberikan selama 2-3 bulan. Pemberian bersama
klofazamin dapat menolong penderita dari ketergantungan terhadap
kortikosteriod.

XI. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien dengan reaksi kusta adalah
cacat. Infeksi pada saraf perifer adalah bagian penting dari penyakit kusta, tetapi
kerusakan permanen saraf bukan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari
yang diakibatkan oleh infeksi tersebut. Menangani dengan cepat dan tepat pada
saat reaksi kusta dapat mencegah kerusakan saraf-saraf secara permanen.6

XII. PROGNOSIS
Eritema Nodosum Leprosum ringan dapat menghilang segera tetapi ENL
berat dapat menetap selama bertahun-tahun.4

11

Anda mungkin juga menyukai