Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

SEORANG WANITA 59 TAHUN DENGAN


FROZEN SHOULDER SINISTRA

Oleh :
Erickson
G99121014

Pembimbing :
Desy Kurniawati Tandiyo, dr., Sp.KFR

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2013
BAB I
STATUS PENDERITA

I. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Colomadu, Karanganyar
Status : Menikah
Tanggal Periksa : 3 April 2013

B. Keluhan Utama
Nyeri bahu kiri.

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukan dari poli interna dengan keluhan nyeri pada
bahu bagian kirinya. 3 bulan yang lalu pasien mulai merasa nyeri pada bahu
bagian kirinya.Awalnya pasien merasa nyeri jika beraktifitas berat saja,
namun lama kelamaan mulai terasa nyeri walaupun beraktifitas ringan saja.
Nyeri terasa semakin memberat jika bahunya digerakkan untuk mengangkat
lengannya. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat.
Nyeri dirasakan semakin memberat dari hari ke hari. Karena merasa
takut pasien kemudian memeriksakan diri ke RSDM

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Jatuh : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

2
Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan 3 kali sehari dengan sepiring nasi dan lauk pauk berupa
tempe, tahu, sayur dan kadang daging. Pasien kadang makan buah-buahan.
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang wanita sudah menikah, tinggal bersama suaminya.
Anak dan cucunya tidak tinggal serumah dengan pasien. Pasien merupakan
pensiunan PNS dan memeriksakan kesehatannya menggunakan fasilitas
Askes PNS. Dalam aktifitas sehari-hari pasien dibantu oleh pembantu
rumah tangga.

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit ringan, Compos Mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.
A. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 76 x/ menit, isi dan tegangan cukup, irama teratur
Respirasi : 20 x/menit, irama teratur
Suhu : 36,5 0C per aksiler

3
C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venectasi (-),
hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris.
E. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan
tak langsung (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3mm), oedem palpebra (-/-),
sekret (-/-).
F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
G. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
H. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah simetris, lidah tremor
(-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-).
I. Leher
Simetris, trakea di tengah, step off (-), JVP (R+2), limfonodi tidak
membesar, nyeri tekan (-), benjolan (-).
J. Thoraks
a.Retraksi (-)
b.Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-).

c.Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri

4
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar ( vesikuler / vesikuler ),
suara tambahan (-/-)

K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (+), lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)

L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, nyeri tekan (-), bruit
(-) dan lien tidak teraba

M. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- -
- -
- -
- -

N. Status Neurologis
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
N N
N N
Fungsi Motorik dan Reflek :
Kekuatan : 5 sulit dinilai kesan 5
5 5

5
Tonus : N N
N N

Reflek fisiologis: +2 +2
+2 +2

Reflek patologis: - -
- -

Nervus Cranialis
N. III : reflek cahaya (+/+) ; pupil isokor (3 mm/3mm)
N. VII : dalam batas normal
N XII : dalam batas normal

Range of Motion (ROM)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70
Ekstensi 0 - 40 0 - 40
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

6
Fleksi 0-180 0-140 0-180 0-140
Ektensi 0-50 0-20 0-50 0-20
Abduksi 0-180 0-60 0-180 0-60
Shoulder
Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75
Eksternal Rotasi 0-90 0-20 0-90 0-20
Internal Rotasi 0-90 0-30 0-90 0-30
Fleksi 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi 0 0 0 0
Elbow
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Radius deviasi 0-20 0-20 0-20 0-20
Finger MCP I Fleksi 0-50 0-50 0-50 0-50
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
PIP II-V fleksi 0-100 0-100 0-100 0-100
MCP I Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90

Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30


Trunk
Right Lateral Bending
0-35 0-35 0-35 0-35
Left Lateral Bending
0-35 0-35 0-35 0-35

7
ROM Pasif ROM Aktif
Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120


Ektensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi 0-45 0-45 0-45 0-45
Hip
Adduksi 0-45 0-45 0-45 0-45
Eksorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120
Knee
Ekstensi 130-180o 130-180o 130-180o 130-180o
Dorsofleksi 0-30 0-30 0-30 0-30

Plantarfleksi 0-30 0-30 0-30 0-30


Ankle
Eversi 0-50 0-50 0-50 0-50

Inversi 0-40 0-40 0-40 0-40

Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Strenocleidomastoideus : 5
Ekstensor : 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulder Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5

8
Abduktor 5 5
Adduktor 5 5
Internal Rotasi 5 5
Eksternal Rotasi 5 5

Fleksor 5 5

Ekstensor 5 5
Supinator 5 5
Pronator 5 5
Wrist Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5
Abduktor 5 5
Adduktor 5 5
Finger Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra


Hip Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5

9
Abduktor 5 5

Adduktor 5 5

Knee Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5

Ankle Fleksor 5 5
Ekstensor 5 5

Status Ambulasi
Independent

I. ASSESMENT
Frozen shoulder joint sinistra

IV. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
Meloxicam tab 1 x 7.5 mg
Esperison Hcl tab 1 x1 mg

Non medikamentosa :
Fisioterapi: US pada bahu sinistra
latihan meningkatkan lingkup gerak sendi

I. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis : Frozen shoulder joint sinistra
B. Problem Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi : Gangguan gerak (keterbatasan gerak pada ekstremitas
ataskiri)

10
2. Terapi wicara : Tidak ada
3. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik
sehari- hari (Activity Daily Living) seperti menyisir,memakai baju
4. Sosiomedik : Tidak ada
5. Ortesa-protesa : Tidak ada
6. Psikologi : Beban pikiran pasien dan keluarga dalam
menghadapi penyakit penderita
C. Rehabilitasi Medik:
1. Fisioterapi :
a. US pada bahu kiri
2. Terapi wicara : tidak ada
3. Okupasi terapi : latihan meningkatkan lingkup gerak sendi
4. Sosiomedik : tidak ada
5. Ortesa-Protesa : tidak ada
1. Psikologi : Psikoterapi suportif untuk mengurangi
kecemasan pasien dan keluarga dalam menghadapi penyakit
pasien.

VI. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP


Impairment : Dislokasi shoulder joint sinistra
Disability : Penurunan fungsi anggota gerak atas
Handicap : Keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

11
PLANNING
Planning diagnostik : -
Planning terapi : kontrol rutin untuk fisioterapi 2 - 3 kali dalam
seminggu hingga total 6 kali fisioterapi, kemudian
evaluasi.
Planning monitoring : evaluasi hasil medikamentosa dan rehabilitasi medik

VII. TUJUAN
1. Perbaikan keadaan umum sehingga dapat kembali melakukan ADL
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang dapat memperburuk keadaan
3. Meminimalkan impairment, disability dan handicap
4. Membantu penderita sehingga mampu mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari
5. Edukasi perihal home exercise

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Shoulder Joint
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh
sejumlah sendi yang saling berhubungan erat, misalnya sendi
kostovertebral atas, sendi akromioklavikular, sendi sternoklavikular,
permukaan pergeseran skapulotorakal dan sendi glenohumeral atau sendi
bahu. Gangguan gerakan di dalam sendi bahu sering mempunyai
konsekuensi untuk sendi-sendi yang lain di gelang bahu dan sebaliknya.
Sendi bahu dibentuk oleh kepala tutang humerus dan mangkok sendi,
disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan gerakan fungsional
sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil dompet dan
sebagainya atas kerja sama yang harmonis dan simultan dengan sendi-
sendi lainnya. Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak
cekung tempat melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan
kepala tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat
sendi tersebut tidak stabil namun paling luas gerakannya (Soeharyono,
2004; Priguna, 2003).
Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:
a. Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala
sendinya tidak sebanding.
b. Kapsul sendinya relatif lemah.
c. Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot
supraspinatus, infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
d. Gerakannya paling luas.
e. Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah
mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya
(Soeharyono, 2004).

13
2. Kapsul Sendi
Kapsul sendi terdiri atas 2 lapisan (Haagenars)
a. Kapsul Sinovial (lapisan bagian dalam) dengan karakteristik
mempunyai jaringan fibrokolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf
reseptor dan pembuluh darah.Fungsinya menghasilkan cairan sinovial
sendi dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi.Bila
ada gangguan pada sendi yang ringan saja, maka yang pertama kali
mengalami gangguan fungsi adalah kapsul sinovial, tetapi karena kapsul
tersebut tidak memiliki reseptor nyeri, maka kita tidak merasa nyeri
apabila ada gangguan, misalnya pada artrosis sendi.
b. Kapsul Fibrosa
Karakteristiknya berupa jaringan fibrous keras dan memiliki saraf
reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan
stabititas sendi, memelihara regenerasi kapsul sendi.
Kita dapat merasakan posisi sendi dan merasakan nyeri bila rangsangan
tersebut sudah sampai di kapsul fibrosa (Soeharyono, 2004).
3. Kartilago
Kartilago atau ujung tulang rawan sendi berfungsi sebagai bantalan
sendi, sehingga tidak nyeri sewaktu penderita berjalau.Namun demikian

14
pada gerakan tertentu sendi dapat nyeri akibat gangguan yang dikenal
dengan degenerasi kartilago (Soeharyono, 2004).

B. FROZEN SHOULDER
Frozen shoulder merupakan penyakit dengan karakteristik nyeri dan
keterbatasan gerak, dan penyebabnya idiopatik yang sering dialami oleh
orang berusia 40-60 tahun dan memiliki riwayat trauma sering kali ringan.

Frozen shoulder adalah suatu gangguan bahu yang sedikit atau sama
sekali tidak menimbulkan rasa sakit, tidak memperlihatkan kelainan pada

foto Rontgen. tetapi menunjukkan adanya pembatasan gerak. Frozen

shoulder dapat diidentikkan dengan capsulitis adhesif dan periarthritis


yang itandai dengan keterbatasan gerak baik secara pasif maupun aktif
pada semua pola gerak (Djohan, 2004; David, 2009).
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini
merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil hasil rusaknya
jaringan lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang
menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto
immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi
lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus,
kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari
dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff,
fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina
pectoris) (Djohan, 2004; David, 2009).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul
artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian
anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen
coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada
kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen
inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan
pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada
kasus ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal

15
paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler (Donatelli et al, 1999;
Soeharyono, 2004).
Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya
jaringan lokal berupa inflamasi pada membran synovial.dan kapsul sendi
glenohumeral yang membuat formasi adhesif sehingga menyebabkan
perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan
sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 5-10
ml, yang pada sendi normal bisa mencapai 20-30 ml, dan selanjutnya
kapsul sendi glenohumeral menjadi mengkerut, pada pemeriksaan gerak
pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular, inilah yang disebut
frozen shoulder (Yamaguchi et all, 2006).
Histologis frozen shoulder yang terjadi pada sendi glenohumeral
seperti telah dijelaskan di atas adalah kehilangan ekstensibilitas dan
termasuk abnormal cross-bridging diantara serabut collagen yang baru.
Pada pasca immobilisasi perlekatan jaringan fibrous menyebabkan
perlekatan atau adhesi intra artikular dalam sendi sinovial dan
mengakibatkan nyeri serta penurunan mobilitas.
Nyeri yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico
thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya vicious
circle of reflexes yang mengakibatkan medulla spinalis membangkitkan
aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme
pada pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan
otot dan kulit menjadi kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik
pada otot pada tahap awal menunjukkan adanya peningkatan suhu, aliran
darah, gangguan metabolisme energi phospat tinggi dan pengurangan
konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan abnormalitas
histologi dapat terjadi (David, 2009).
Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik akan membuat otot-
otot bahu menjadi lemah dan distrofi. Karena stabilitas glenohumeral
sebagian besar oleh sistem muskulotendinogen , maka gangguan pada
otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri, menurunnya mobilitas,
sehingga mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi bahu.

16
Gejala
1. Adanya nyeri sekitar bahu.
2. Keterbatasan gerak sendi bahu, misalnya pasien tidak dapat
mengangkat lengannya, tidak dapat menyisir, tidak dapat mengambil
dompet.
3. Otot-otot daerah sendi bahu nampak mengecil.
Fase-fase Frozen Shoulder
Pengetahuan mengenai fase-fase ini sangat penting artinya terutama
dalam pelaksanaan terapi fisioterapi.
1. Fase I
Dari 24 jam sampai minggu I setelah trauma dengan gejala-gejala:
nyeri yang dominan, gerakan sendi terbatas ke segala arah karena sakit,
dan kadang-kadang disertai bengkak.
2. Fase II
Dari minggu II sampai IV setelah trauma, dengan gejala-gejala yang
dominan : jarak gerak sendi (ROM) terbatas, kaku terutama pada abduksi
dan exorotasi, nyeri tajam pada akhir ROM dan gangguan koordinasi dan
aktivitas lengan/bahu.
3. Fase III
Setelah minggu IV, dengan gejala-gejala dominan : bahu kaku dan
terkunci pada ROM tertentu serta timbulnya subtle sign, gerakan sendi
bahu sangat terbatas, membesarnya otot-otot daerah gelang bahu dan
sedikit rasa nyeri. (David, 2009)
Pemeriksaan Fisioterapi
Pemeriksaan fisioterapi pada kondisifrozen shoulder akibat
kelumpuhan separuh badan, sebagai berikut:
a) Anamnesis Umum : Identitas penderita
b) Anamnesis khusus:
1.Keluhan utama penderita
2.Lokasi keluhan utama
3.Sifat keluhan utama
4.Lamanya keluhan

17
5.Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
c) Inspeksi : Dilakukan dalam posisi statis dan dinamis penderita.
d) Tes Orientasi : Untuk melihat kemampuan aktivitas lengan.
e) Pemeriksaan Fungsi Dasar : Gerakan aktif, pasif dan tes isometrik
melawan tahanan sendi bahu.
f) Pemeriksaan Spesifik:
1.Tes intra artikular (Joint Play Movement) sendi bahu.
2.Tes kekuatan otot.
3.Tes koordinasi gerakan.
4.Tes sirkumferentia otot (lingkar otot) daerah bahu.
(David, 2009)

B. PENATALAKSANAAN FROZEN SHOULDER


1. Istirahat/terapi dingin
Pada nyeri bahu yang bersifat akut, dimana proses
pembengkaan masih bekerja, diperlukan dimmobilisasi sampai proses
pembengkaan berhenti. Selama bahu tidak digerakkan untuk
menghentikan pembengkaan, diberikan kompres dingin atau es dan
obat anti bengkak dan nyeri.
2. Terapi panas
Diberikan beberapa hari sesudah proses pembengkaan berhenti atau
pada bahu yang nyeri tanpa pembengkaan pada jaringan otot yang
spasme. Terapi panas bertujuan :
a. Memperbaiki sirkulasi darah dan metabolisme setempat
b. Mengurangi rasa nyeri
c. Relaksasi terutama untuk otot yang spasme
Terapi panas yang digunakan adalah :
a. Terapi panas superficial : HCP,sinar infra merah
b. Terapi panas dalam: SWD, MWD, USD
Terapi panas superfisial ; sinar infra merah
- macam sinar infra merah
a. luminous ( diberikan pada penderitadengan kondisi akut)

18
b. non luminous ( diberikan pada penderita dengan kondisi kronis )
- dosis :
a. jarak lampu dengan punggung bawah antara 50-75 cm
b. pada kondisi akut durasi dan frekuensinya 10-15 menit/1 x
1/hari.
Terapi panas dalam
a. MWD (Micro Wave Diathermy)
Terapi modalitas dimana sumber energinya menggunakan
gelombang elektromagnetik, dengan panjang gelombang 12,25 cm
dan frekuensinya 2.450 mc/detik. Dosis : jarak emitor dengan
kulit pada punggung bawah antara 10 20 cm, intensitas 200
watt, tetapi untuk semua kasus tergantung toleransi penderita.
Durasi dan frekuensinya 10 30 menit/hari ( kondisi akut
kurang dari 10 menit ). (Thomson, 2001; Djohan, 2004)
b. SWD (Short Wave Diathermy)
Terapi modalitas dimana sumber energinya menggunakan
arus listrik dengan frekuensi tinggi yaitu 27,33 MHz dan
panjang gelombang 11 meter. Dosis : Elektrode yang digunakan
dengan kondensor (pad ). Kondisi akut intensitasnya kurang dari
40 mA (dibawah sensasi panas), durasi dan frekuensinya 2,5
10 menit/hari. Kondisi kronis intensitasnya antara 40 60 mA
(panas comfortable) durasi dan frekuensinya 20 menit/hari.
(Thomson, 2001; Djohan, 2004)
c. USD (Ultra Sound Diathermy)
Terapi modalitas dimana sumber energinya berasal dari
gelombang suara dengan frekuensi tinggi antara 0,8 1 MHz
dan panjang gelombang 1,5 mm. Dosis : Kondisi akut
intensitasnya 0,25 0,5 W/cm2 durasi 2 3 menit. Apabila tidak
ada perbaikan intensitasnya dinaikkan 0,8W/cm2, durasinya 4
5 menit. Kondisi kronis intensitasnya 2W/cm2, durasinya 5-10
menit, apabila tidak ada perbaikan intensitasnya dinaikkan

19
maksimal 3 W/cm2, durasi 10 15 menit, jika tidak ada
perbaikan sampai 6x terapi, maka terapi dihentikan mungkin ada
penyakit lain. (Thomson, 2001; Djohan, 2004).
3. Traksi leher
Tujuan traksi ialah relaksasi spasme otot, meluruskan
lordosis dari leher, melebarkan foramen intervertebral, melepaskan
permukaan faset dan ligamen-ligamen. Traksi yang digunakan
adalah traksi leher statik dan intermitten dari listrik. Beban traksi
diberikan mulai dari sepertujuh sampai dengan sepersepuluh dari
berat badan total atau sesuai dengan toleransi penderita. Waktu
yang diberikan 10 20 menit. Pada kondisi akut, traksi diberikan
1x/hari/seri (7-10 x). Apabila nyeri bertambah pemberian beban
dikurangi atau traksi ditunda pemberiannya.
4. Massage sendi bahu
Tujuannya adalah memperbaiki sirkulasi darah dan
permukaan metabolisme setempat, melemaskan otot-otot yang
spasme, mengurangi nyeri, melepaskan perlengketan antar otot dan
kapsuler.
5. Manipulasi dan mobilisasi
Manipulasi dan mobilisasi digunakan untuk mengembalikan
gerakan sendi bahu yang terganggu. Manipulasi dikerjakan
dengan gerakan atau doroangan dengan tiba-tiba dalam amplitudo
kecil. Mobilisasi dikerjakan dengan gerakan pasif bergoyang
dua atau tiga kali perdetik.
6. Terapi latihan : di rumah sakit (Gymnasium)
Latihan LGS dengan menggunakan : over head pulleys shoulderwell,
finger ladder, dan lain-lain. Latihan yang dapat dilakukan di rumah
misalnya latihan codman, latihan tongkat, dan lain-lain.
(Thomson, 2001; Djohan, 2004)

20
Program Terapi Latihan pada Penderita Nyeri Bahu
Terapi latihan yang dimaksudkan adalah latihan khas
(specific exercises). Tujuan pokok terapi latihan pada nyeri bahu
adalah :
a. Mengurangi sakit dan spasme otot
b. Memelihara fungsi sendi bahu
c. Menghilangkan gangguan fungsi sendi bahu yang terjadi atau
meningkatkan fungsi sendi semaksimal mungkin. (Thomson, 2001;
Djohan, 2004)
1). Terapi latihan pada penderita nyeri bahu stadium akut
Dalam stadium ini gejala peradangan stadium akut yang
berupa keluhan nyeri (nyeri khas, nyeri bahu, nyeri terulur
dan nyeri kontraksi), spasme otot dan gangguan fungsi
tampak menonjol. Dalam stadium ini, bahu yang sakit perlu
mendapatkan istirahat/mobilisasi karenapenggunaan sendi bahu
pasa stadium ini akan menyebabkan memberatnya gejala dan
kerusakan sendi. Untuk mengistirahatkan sendi bahu yang nyeri
baisanya dipakai gendongan. Tetapi tidak menutup kemungkinan
untuk mengistirahatkan sendi bahu dengan cara lain, misalnya
pemasangan gips sirkuler dengan pemberian posisi optimum
yaitu fleksi 300 - 400, abduksi 450 dan internal rotasi 450.
Pemberian istirahat lama pada sendi bahu yang sakit sedapat
mungkin dihindarkan karena pemberian istirahat lama sengan
alasan apapun akan memungkinkan terjadinya gangguan fungsi
bahu yang dapat berupa pembatasan jarak gerak sendi dan
atau atropi otot sekitar bahu yang justru akan memperburuk
keadaan. Tujuan terapi latihan pada stadium akut ini adalah :
a). Mengurangi nyeri dan spasme otot
b). Mencegah terjadinya pembatasan jarak gerak sendi dan
mencegah atropi otot dengan cara memberikan latihan pasif,
latihan aktif dengan bantuan (assisted) dan kontraksi
statik/isometrik.

21
i). Latihan pasif
Sebelum program latihan dimulai perlu diberikan
penjelasan kepada penderita tentang tujuan pelaksanaan
latihan agar terjalin kerjasama yang baik antara penderita
dengan fisioterapis. Arah gerakan ke semua arah gerak
sendi bahu dan terutama pada arah gerak yang
terhambat karena nyeri atau faktor lain. Luas gerak sendi
disesuaikan dengan toleransi penderita sampai batas nyeri
yang tertahan oleh penderita. Latihan pasif juga dapat
dilakukan dengan latihan anjuran yang sangat populer
(codman pendular exercise). Penderita berdiri didepan
meja dan membungkuk ke depan. Lengan yang sakit
tergantung bebas (rileks) pada sendi bahu
(glenohumeracle) tanpa adanya kontraksi otot. Badan
digerakkan sehingga lengan terayun bebas ke depan dan
ke belakang, ke samping dan rotasi lengan yang sakit
terayun pasif. Pemberat beban harus digantungkan pada
pergelangan tangan seberat 1- 2 kg (Keith, 2010).
Gerakan pasif harus dikerjakan dengan perlahan-
lahan, makin meningkat dan dipertahankan selama
mungkin dalam batas toleransi penderita. Gerakan dengan
kuat kejut dan cepat merupakan kontraindikasi karena
dapat merusak kapsul sendi. Dengan cara tersebut,
pengukuran yang berlebihan dapat dihindarkan dan
penambahan luas gerak sendi dapat tercapai sedikit demi
sedikit.

22
23
ii) Latihan dengan bantuan (active assisted)
Latihan ini biasanya lebih menguntungkan daripada
latihan pasif karena adanya kontraksi secara sadar yang
berarti penderita ikut mengontrol gerakan yang terjadi
sampai batas toleransinya, sehingga penderita merasa
lebih aman dan memungkinkan timbulnya ketegangan otot
karena takut, dapat dihindari serta gerakan lebih mudah
dilakukan. Arah gerakan dan luas gerak sendi serupa
dengan saat latihan pasif.
iii). Kontraksi Isometrik
Diberikan pada otot sekitar sendi bahu yang
terkena terutama otot-otot yang biladikontraksikan tidak
menimbulkan nyeri. Intensitas kontraksi disesuaikan
dengan toleransi penderita. Latihan dapat dikerjakan kira-
kira 3 4 menit tiap jam dan disesuaikan juga dengan
keadaan penderita untuk memungkinkan latihan dapat
dikerjakan dengan baik. Setelah diberikan tindakan
pengobatan dengan obat-obatan atau modalitas fisioterapi
yang lain untuk mengurangi nyeri dan apasme otot.
Modalitas yang digunakan pada stadium akut ini antara
lain adalah: terapi USD (Ultra Sound Diatermy) yang
mengurangi spasmeyang diberikan dalam waktu 10 30
menit.
2). Terapi Latihan pada Penderita Nyeri Bahu Stadium Kronis
Pada penderita nyeri bahu stadium kronis sering dijumpai
adanya gangguan fungsi sendi bahu yang berupa pembatasan
luas gerak sendi dan atropi otot yang menyolok, disamping
keluhan nyeri yang telah banyak berkurang. Hal ini terjadi
karena faktor kurang perhatian atau kurangnya keberhasilan
dalam usaha pencegahan. Tujuan terapi latihan pada stadium
kronis ini adalah :
a). Meningkatkan luas gerak sendi bahu

24
Pembatasan luas gerak sendi pada bahu biasanya
disebabkan oleh terjadinya pemendekan dan hilangnya
elastisitas jaringan lunak sendi (kapsul sendi) bahu atau
adanya perlengketan antar jaringan akibat adanya reaksi
jaringan fibrosa. Pada prinsipnya, untuk meningkatkan luas
gerak sendi harus dilakukan penguluran struktur yang
memendek serta mengembalikan jaringan yang kehilangan
elastisitas dan melepaskan perlengketan antar jaringan
yang ada dengan latihan pasif, latihan aktif atau
kombinasi keduanya. Pelaksanaan latihan sebagai berikut :
i) Latihan pasif
Sebelum menyusun program latihan pasif pada nyeri
stadium kronis ini, perlu diadakan
pemeriksaan secara aktif tentang keadaan sendi bahu, yaitu :
a. Sifat nyeri : terus menerus, kadang-kadang, atau hanya
saat tertentu
b. Gangguan fungsi yang ada
c. Pemeriksaan luas gerak sendi : secara aktif atau pasif
d. Isometris melawan tahanan
Codman Pendular Exercise pada mulanya adalah
latihan ayunan pasif tetapi bertujuan untuk menambahkan
luas gerak sendi. Latihan dimodifikasi menjadi active
pendular exercise, dengan menambah beban, latihan ini
harus benar-benar diajarkan kepada penderita dan dapat
dilakukan dengan benar. Gerakan dimulai dari amplitudo
yang kecil meningkat sampai terasa latihan pada struktur
yang memendek atau lengket. Gerak ayunan diarahkan
ke arah gerak yang mengalami pembatasan gerakan
abduksi dan eksternal rotasi.
ii) Latihan aktif
Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan luas
gerak sendi. Latihan harus dikerjakan dengan teknik

25
yang benar, berulang-ulang teratur dan
berkesinambungan. Untuk itu perlu penderita diberikan
pengertian dan memahami tujuan dari latihan serta
cara melakukannya. Penderita harus menyadari
pentingnya program latihan yang diprogramkan untuknya.
b) Memperkuat otot-otot bahu
Akibat immobilisasi yang lama, otot akan menjadi
lebih kecil (atropi) dan kekuatannya berkurang/menurun.
Pada orang sehat, immobilisasi total selama 3 minggu
menyebabkan penurunan kekuatan otot sebesar 50 % atau rata-
rata tiap hari 1, 3 3, 0 %. Kekuatan otot dapat diperbaiki
dengan latihan yang berulang-ulang mempergunakan
kekuatan maksimum lebih dari 35 %, ketahanan otot dapat
diperbaiki dengan kekuatan maksimum 20 40 % dan
pengulangan yang relatif lebih besar. Latihan penguatan
lebih ditekankan pada beban yang diberikan, sedangkan
latihan untuk menambah daya tahan lebih ditekankan pada
pengulangan/repetisi. Tahanan yang dipakai dapat berupa
pemberat atau secara manual, sedangkan program latihan di
rumah sakit disesuaikan dengan fasilitas yang ada, sepertistick,
finger ladder, over head pulley dan lain-lain, yang membantu
menambah luas gerak sendi bahu.
1. Latihan dengan tongkat
Latihan ini cukup sederhana dan murah. Gerakan yang
dianjurkan adalah :
a. Pegang tongkat dengan kedua tangan, menggantung di
muka/depan.
b. Dengan siku lurus, gerakan lengan ke atas kepala
sejauh limitasi sendi bahu memungkinkan.
c. Seperti gerakan no.b, tetapi gerakan tangan ke samping
kanan dan kiri. Perlu diingat bahwa gerakan berpusat di
sendi bahu.

26
d. Tongkat dipegang kedua tangan, diletakkan di belakang
kepala kemudian digerakkan naik-turun.
e. Tongkat dipegang kedua tangan, diletakkan di belakang
punggung bawah kemudian lakukan gerakan berikut :
- menjauhi tubuh
- digerakkan ke atas dan ke bawah (Keith, 2010)

27
2. Latihan dengan Wall Climbing Exercise
a. ShoulderAbduction
Penderita berdiri dengan bahu sakit disamping
shoulder abduction ladder atau dinding. Gerakan lengan
abduksi dibantu oleh gerakan jari II dan III yang memanjat
dinding.
b. Shoulder Flexion
Penderita menghadap dinding/Wall Climbing Exercise.
Gerakan bahu fleksi dibantu oleh jari II dan jari III yang
memanjat dinding.
3. Clinning Bar
Penderita berdiri dengan keduia tangan memegang
Clinning Bar (Palang antara dua bingkai pintu) bar
berada di atas dan belakang kepala kemudian kedua lutut
ditekuk, badan turunke bawah.
4. Overhead Exercise
Dengan katrol ditempatkan di atas kepala, lengan
mengalami kelainan secara pasif dan dielevasi oleh
lengan yang sehat atau normal.
5. Passive External Rotasi of Shoulder
Penderita berdiri menghadap sudut dinding, kedua
siku ditekuk. Kedua lengan masing-masing memang
dinding (push-up) anterior kapsuldan pektoralis
akanterulur. Permulaan latihan dengan kedua tangan
lurus dengan dada kemudian kedua tangan naik
sampai lengan ekstensi penuh di atas kepala.
6. Beberapa latihan untuk penderita nyeri bahu
Latihan A : Penderita tidur terlentang dengan siku
di sisi tubuh dan tangan mengarah ke atas. Eksternal
rotasi secara aktif oleh pasien dan secara pasif oleh
terapis. Tahanan boleh diberikan jika lingkup gerak

28
memungkinkan. Latihan ini dapat dilakukan dengan posisi
melawan dinding.
Latihan B: Sama dengan latihan A dengan
peningkatan abduksi lengan.
Latihan C: Lengan di belakang kepala, gerakan siku
ke belakang, kearah lantai jika berbaring terlentang ; ke
dinding jika berdiri. (Thomson, 2001; Djohan, 2004)

29
DAFTAR PUSTAKA

Thomson, Ann M. 2001. Tidys physiotherapy, 12th ed, Butterworth-Heinemann,


2001. hal: 71.

David. Ring. 2009. Aprroach to The Patient with Shoulder Pain. In Primary Care
Medicine. Lippincott Williams and Wilkins. p:150.

Djohan Aras. 2004. Penatalaksanaan fisioterapi pada frozen shoulder. Akfis:


Ujungpandang.

Donatelli, Robert, Wooden, Micheal J. 1999. Orthopaedic Physical therapy.


Churchil Livingstone Inc. hal: 160.

Keith, Strange. 2010. Passive Range of Motion and Codmans Exercise. American
Academy of Orthopaedic Surgeons.

Priguna, Sidharta. 2003. Sakit neuromuskuloskeletal dal praktek umum. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Soeharyono. 2004. Sinkronisasi gerak persendian daerah gelang bahu pada gerak
abduksi lengan. Maj Fisioterapi 2004: 2(23).

Yamaguchi K, Ditsios K, Middleton WD, et al. 2006. The demographic and


morphological features of rotator cuff disease. A comparison of
asymptomatic and symptomatic shoulders. J Bone Joint Surg Am.
88:1699.

30

Anda mungkin juga menyukai