Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMANFAATAN PERALATAN ILMU FISIKA

DALAM ILMU KEDOKTERAN

Disusun Oleh :

HAIRIL ANWAR
1.B
09.055

YAPENAS 21

KABUPATEN MAROS

2009

KATA PENGANTAR
1
Alhamdulillah puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala

karunaia-Nya sehingga makalah yang berjudul Pemanfaatan Peralatan Ilmu Fisika dalam Ilmu

Kedokteran dapat diselesaikan. Salam dan Taslim ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah memberikan petunjuk bagi kita semua agar tetap beraktivitas sebagai seorang

hamba yang di ridhoi oleh Allah SWT.

Cukup banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Meskipun demikian, atas petunjuk dan limpahan rahmat-Nya hambatan dan kesulitan tersebut

dapat teratasi dengan adanya uluran tangan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga pada

saatnya makalah ini dapat terwujud meskipun dalam bentuk sederhana. Untuk itu sudah

sepantasnya jika penyususn menyampaikan penghormatan yang setinggi-tingginya dan ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, atas petunjuk dan bimbingan

yang diberikan kepada Penyusun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima

kasih penyusun sampaikan kepada rekan-rekan dan segenapa pihak yang telah membantu

penulis dalam pengumpulan data selama penyusunan makalah ini. Keberhasilan penyusunan

makalah ini takkan ada tanpa restu dan dorongan kedua orang tua kamis tercinta. Oleh karena

itu, penyusun mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Disadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,

saran dan kritikan yang konstruktif senantiasa diharapkan demi perbaikan.

Akhirnya kepada Allah SWT. penulis memohon doa restu atas segala jasa-jasa mereka

dapat dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin.

Maros, 18 Desember 2009


Penyusun,

Hairil Anwar
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................


2
DAFTAR ISI.............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang ..........................................................................

B. Rumusan Masalah.....................................................................

C. Tujuan........................................................................................

D. Manfaat .....................................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................

A. Peralatan Fisika dalam Ilmu Kedokteran ..................................


B. Jenis Peralatan Fisika dalam ilmu Kedokteran.........................

BAB III PEMBAHASAN ..........................................................................

A. Ilmu Kedokteran ........................................................................


B. Penggunaan Peralatan Fisika dalam Ilmu Kedokteran.............

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

A. Simpulan ..................................................................................

B. Saran .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat
terutama dalam dunia IT (Informatic Technology). Perkembangan dunia IT
berimbas pada perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia.
Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT adalah kesehatan.
Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembengan
teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan.
Salah satu contoh pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah
penggunaan alat-alat kedokteran yang mempergunakan aplikasi komputer, salah
satunya adalah USG (Ultra sonografi).
USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi
(250 kHz - 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.
Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang
ultrasonik kemudian bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekira tahun 1920-an,
prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran.
Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan
untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dalam hal
ini yang dimanfaatkan adalah kemampuan gelombang ultrasonik dalam
menghancurkan sel-sel atau jaringan berbahaya ini kemudian secara luas
diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi
untuk penderita arthritis, haemorrhoids, asma, thyrotoxicosis, ulcus pepticum
(tukak lambung), elephanthiasis (kaki gajah), dan bahkan terapi untuk penderita
angina pectoris (nyeri dada).
Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai
memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit,
bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen
Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria.
Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil
menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar
dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang
tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan

4
penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri
dari barisan titik-titik berintensitas rendah. Kemudian George Ludwig, ahli fisika
Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik.
Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di
Medico Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan
John Reid, seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan
investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik. Beberapa jenis alat
yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode
ultrasound, transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal, dan transrectal.
Prinsip alat-alat tersebut mengacu pada sistem radar. Oleh sebab itu mereka
kemudian menyebutnya sebagai Tissue Radar Machine (mesin radar untuk
deteksi jaringan). Beberapa hasil penelitian lanjutan yang cukup penting dalam
bidang obstetri ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan ukuran
janin (fetal biometry), teknologi transduser/alat pemindai digital, transduser dua
dimensi dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih
fokus, dan penentuan jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex
Assignment/FASA).
Teknologi transduser digital sekira tahun 1990-an memungkinkan
sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu
jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan komputer pada pertengahan 1990
jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan melalui proses
sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian
gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga bentuk
tampilan gambar akan terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan
terdiri dari transduser penghasil gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti
inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu peralatan fisika dalam kedokteran ?
2. Bagaimana Penggunaan peralatan fisika dalam ilmu kedokteran ?
3. Apa peran peralatan fisika dalam ilmu Kedokteran ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui peran peralatan fisika dalam ilmu kedokteran

5
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu kedokteran dengan peralatan ilmu
fisika
D. Manfaat
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui peran peralatan ilmu fisika dalam kedokteran
2. Dapat memberikan manfaat tentang begitu pentingnya peralatan fisika dalam
dunia kedokteran
3. Dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu alat baru guna
peningkatan peralatan kedokteran

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Ilmu Fisika Dalam Kedokteran

Mempelajari ilmu fisika tentunya hampir semua orang yang menempuh


pendidikan mencapai sekolah lanjutan tingkat atas mengetahuinya. Contoh yang
selalu disajikan dari SLTP ilmu fisika tidak jauh dari gerak peluru, pesawat
pengebom, dan bola bilyard bertumbukan.

6
Fisika Medis menjadi asing bagi telinga kita yang baru mendengar istilah ini,
karena jauh dari contoh-contoh yang selalu disampaikan guru-guru kita. Secara
harfiah Fisika Medis mempunyai makna ilmu fisika pada ilmu kedokteran,
sehingga cakupan fisika medis memang sangat luas sebanding dengan luasnya
ilmu kedokteran.

Namun, dengan tingkat urgensinya fisika medis banyak berperan dalam ikut
berkontribusi dalam pemanfaatan radiasi nuklir dalam bidang kesehatan yaitu
bidang radioterapi, radiodiagnostik, dan kedokteran nuklir. Sehingga tenaga
fisika medis di rumah sakit tidak jauh dari lulusan fisika nuklir atau radiasi.

Secara profesi, fisika medis di Indonesia telah diakui menjadi tenaga kesehatan
dengan amandemen terhadap peraturan pemerintah tentang tenaga kesehatan
dengan peraturan menteri kesehatan dan dilajutkan dengan ditetapkannya
keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara dan badan kepegawaian
negara.

Secara internasional dengan payung lembaga International Organization for


Medical Physics (IOMP), sedang dalam tahap memperjuangkan di forum
International Labour Organization (ILO) untuk menjadi tenaga ksehatan seperti
halnya dokter.

Tugas utama dari fisikawan medis adalah berkontribusi dalam pelayanan rumah
sakit dalam jaminan kualitas/kontrol kualitas peralatan sumber radiasi,
pengukuran keluaran berkas radiasi, dan menghitung dosis radiasi. Selain itu,
fisikawan medis dituntut untuk berkreasi atau meneliti untuk dapat meneliti
keakurasian sistem, metode dan peralatan yang dipakai dalam menjaga
keakuratan dosis radiasi. Lebih lanjut juga dapat membuat sistem atau perangkat
yang dapat membantu dalam peranannya di rumah sakit, sehingga ketelitian dan
keakuratannya meningkat.

Melihat tugas di rumah sakit, fisika medis akan terfokus pada pengukuran,
perhitungan, dan ketelitian dosis dan sumber radiasi. Hal ini mengingat filosofi
7
pemanfatan radiasi untuk kesehatan harus mempunyai manfaat dengan dosis
radiasi dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya. Pemanfaatan radiasi yang
tidak bermanfaat dapat membahayakan baik pasien, pekerja, radiasi dan
masyarakat umum.

B. Jenis Peralatan Fisika dalam ilmu Kedokteran


Fisika medis menggunakan alat fisik, termasuk optik dan radiasi
pengion, USG, laser, panas dan kemaknitan teknologi, dalam diagnosis dan
pengobatan penyakit. The high technology equipment used in diagnostic and
therapeutic applications is often designed and maintained by medical physicists.
Peralatan teknologi tinggi yang digunakan dalam aplikasi diagnostik dan
terapeutik sering dirancang dan diurus oleh fisikawan medis.
Kesehatan teknologi tinggi merupakan salah satu sektor industri
terkemuka di dunia ekonomi terkemuka. The major killers and debilitating
diseases of an aging population are cancer, heart disease, stroke, diabetes,
arthritis and neurological disorders. Pembunuh utama penyakit dan melemahkan
populasi yang menua adalah kanker, penyakit jantung, stroke, diabetes, arthritis
dan gangguan neurologis. Industry is spending hundreds of millions of dollars on
research on new diagnostic and therapeutic tools. Industri menghabiskan ratusan
juta dolar untuk penelitian baru alat diagnostik dan terapeutik. The NIST Physics
Laboratory plays a major role in developing both research tools and national
measurement standards that support US industry and allow our industries to
compete, to gain, and to maintain market share in this intense international
competition. Laboratorium Fisika yang NIST memainkan peran utama dalam
pengembangan penelitian baik alat dan standar pengukuran nasional yang
mendukung industri AS dan membiarkan industri kami untuk bersaing, untuk
memperoleh, dan mempertahankan pangsa pasar di kompetisi internasional
intens ini.

Medical Physics Fisika Medis

The role of NIST in developing national standards for medical physics is


exemplified by the work of the Ionizing Radiation Division in standards for
8
diagnostic and therapeutic radiology. Peran NIST dalam mengembangkan
standar nasional untuk fisika medis ditunjukkan oleh karya Divisi Radiasi
pengionan dalam standar-standar untuk radiologi diagnostik dan terapeutik. X-
rays continue to provide some of the most effective screening tools in modern
medicine. X-sinar terus menyediakan beberapa alat penyaringan yang paling
efektif dalam pengobatan modern. There are approximately 26 million x-ray
mammograms per year and helical computerized tomography (CT) is recognized
as extremely effective in screening for early stage lung cancer and for
atherosclerosis of coronary arteries. Ada sekitar 26 juta x-ray mammograms per
tahun dan heliks computerized tomography (CT) diakui sebagai sangat efektif
dalam penyaringan untuk tahap awal kanker paru-paru dan untuk aterosklerosis
arteri koroner. NIST provides the x-ray standards for the medical physics
community in North America through close collaborations with the American
Association of Physicists in Medicine and the Food and Drug Administration
(FDA). NIST menyediakan x-ray standar bagi masyarakat fisika medis di Amerika
Utara melalui kolaborasi erat dengan American Association of fisikawan dalam
Obat dan Food and Drug Administration (FDA). We have recently moved to
expand this support to the International Atomic Energy Agency to provide for
mammography instrument calibrations for developing countries. Kami baru
pindah untuk memperluas dukungan ini kepada Badan Energi Atom Internasional
untuk menyediakan alat mamografi kalibrasi untuk negara berkembang.
Biofisika menggunakan konsep dan alat-alat fisik kimia dan fisika
molekular untuk menentukan dan menganalisis struktur, energetika, dinamika,
dan interaksi dari molekul biologis. This field of research is leading to designs of
new classes of instrumentation for use in the expanding fields of genomics,
proteomics, and clinical diagnostics for a variety of biological markers. Bidang
penelitian ini mengarah pada desain kelas baru instrumentasi untuk digunakan
dalam bidang memperluas genomika, proteomics, dan klinis diagnostik untuk
berbagai marker biologis

Terahertz spektroskopi Suatu program sedang dilakukan untuk


mengeksplorasi intramolekul dinamika frekuensi rendah protein dan DNA.
9
Current efforts focus on obtaining THz spectra of models for proteins (eg, N-
methylacetamide) and small, synthetic DNA oligomers (eg, poly(A)4). Saat ini
fokus pada upaya mendapatkan spektrum THz model untuk protein (misalnya, N-
methylacetamide) dan kecil, DNA sintetis oligomers (misalnya, poli (A) 4). We
then plan to employ mid-infrared and far-infrared (THz) time-resolved
spectroscopies to directly monitor low frequency, concerted motions of small
proteins and helical DNA oligomers or related systems. Kami kemudian
berencana untuk menggunakan inframerah pertengahan dan jauh-inframerah
(THz) waktu-spectroscopies memutuskan untuk secara langsung memantau
frekuensi rendah, gerakan terpadu protein kecil dan heliks DNA oligomers atau
sistem terkait. Such measurements will extract protein-folding rates and
determine mechanisms responsible for DNA base pair hydrogen-bonding,
surface interactions and helix dynamics. Pengukuran seperti itu akan
mengekstrak protein-lipat mekanisme tarif dan bertanggung jawab untuk
menentukan pasangan basa DNA-ikatan hidrogen, interaksi dan heliks
permukaan dinamika. These investigations use state-of-the-art pulsed THz
generation and detection methods including GaAs antennas and ZnTe nonlinear
crystals for broadband spectroscopic determinations and imaging of short-chain
DNA probes on supports. Penyelidikan ini menggunakan state-of-the-art THz
berdenyut generasi dan metode pendeteksian Gaas termasuk antena dan
nonlinier ZnTe broadband spektroskopi kristal untuk penentuan dan pencitraan
rantai pendek DNA probe pada mendukung. Application of molecular dynamics
modeling and 2D correlation techniques are also being employed for identifying
molecular motions responsible for observed THz spectra. Penerapan model
dinamika molekuler dan teknik korelasi 2D juga sedang digunakan untuk
mengidentifikasi gerakan molekuler THz bertanggung jawab untuk mengamati
spektra.

Enhanced Raman spectroscopy Raman spectroscopy is being applied


to the conformational studies of small peptides in crystals, in rare-gas matrixes,
and in solution. Enhanced Spektroskopi Raman spektroskopi Raman sedang

10
diterapkan pada studi konformasi peptida kecil dalam kristal, di matrixes gas
langka, dan dalam larutan. In addition, we are using polarized Raman
spectroscopy to determine the secondary and tertiary structures of membrane
proteins and their orientation with respect to the membrane. Selain itu, kami
menggunakan terpolarisasi Raman spektroskopi untuk menentukan struktur
sekunder dan tersier protein membran dan orientasi mereka terhadap membran.
In these studies, the proteins are bound to synthetic lipid bilayers or bicelles and
aligned in a high magnetic field for study. Dalam studi ini, protein terikat lipid
sintetis bilayers atau bicelles dan selaras dalam medan magnet yang tinggi untuk
belajar. The alignment is similar to what can be done with liquid crystals with
electric or magnetic fields and has been successfully used in bimolecular NMR
spectroscopy. Penjajaran serupa dengan apa yang dapat dilakukan dengan
kristal cair dengan listrik atau medan magnet dan telah berhasil digunakan dalam
bimolecular spektroskopi NMR. By studying these aligned proteins with polarized
Raman spectroscopy we obtain additional data about the orientation of the bond-
polarizability tensors with respect to the known polarization direction of the laser.
Dengan mempelajari ini selaras protein dengan spektroskopi Raman
terpolarisasi kita memperoleh data tambahan tentang orientasi ikatan-
polarizability tensors sehubungan dengan arah polarisasi dikenal laser. This
information is combined with molecular models to infer details about the structure
of the protein. Informasi ini digabungkan dengan model molekular untuk
menyimpulkan rincian mengenai struktur protein. The Raman spectrometer
+
presently consists of a single-frequency Ar laser, operating at various
frequencies between 455 nm and 514 nm, a He-Ne laser operating at 633 nm, or
a single or frequency doubled Ti:Sapphire laser, with tunable frequency output
from 700 nm to 975 nm and from 350 nm to 490 nm. Spektrometer Raman
+
sekarang yang terdiri dari frekuensi tunggal Ar laser, beroperasi pada berbagai
frekuensi antara 455 nm dan 514 nm, sebuah laser He-Ne yang beroperasi pada
633 nm, atau satu atau dua kali lipat frekuensi Ti: Sapphire laser, dengan output
frekuensi merdu dari 700 nm ke 975 nm dan dari 350 nm ke 490 nm. The
-1
Raman-scattered light is analyzed with a 0.5 cm resolution triple-grating

11
monochromator. The Raman-cahaya tersebar dianalisis dengan resolusi 0,5 cm
-1
triple-kisi monochromator. The selectivity of the monochromator is sufficient for
-1
resolving features to within 10 cm of the excitation frequency. The selektivitas
-1
dari monochromator cukup untuk menyelesaikan fitur untuk dalam 10 cm dari
frekuensi eksitasi.

Near field scanning optical microscopy Single molecule probes have


been used by others to study structure and dynamics of single proteins in a
biological or biomimetic environment. Lapangan dekat mikroskop optik scanning
probe molekul tunggal telah digunakan oleh orang lain untuk mempelajari
struktur dan dinamika protein tunggal dalam biomimetic biologis atau lingkungan.
In the next year we plan to extend these studies to include the behavior of single
molecules in bioengineered materials. Pada tahun berikutnya kami
merencanakan untuk memperluas studi ini mencakup perilaku molekul tunggal
dalam bahan-bahan buatan. As part of this effort we are constructing an
instrument capable of fast full-field single-molecule imaging whose applications
include studying translational diffusion. Sebagai bagian dari upaya ini kita
membangun sebuah alat yang mampu cepat penuh bidang pencitraan molekul
tunggal-aplikasi yang mencakup difusi translasi belajar. Traditionally, molecular
diffusion has been studied in biological systems using fluorescence fluctuation
correlation spectroscopy (FCS), a confocal technique. Secara tradisional, difusi
molekuler telah dipelajari dalam sistem biologis menggunakan korelasi fluktuasi
fluoresensi spektroskopi (FCS), sebuah teknik confocal. There is some concern
that in FCS the diffusion of molecules is affected by the confocal beam.
Dikhawatirkan bahwa dalam FCS difusi molekul dipengaruhi oleh sinar confocal.
We plan to combine our single-molecule full-field imaging apparatus with a
confocal beam to help elucidate the effect of light-forces on single fluorescent
molecules in embedded in biological membranes. Kami berencana untuk
menggabungkan satu-molekul kita penuh pencitraan lapangan aparat dengan
berkas confocal untuk membantu menjelaskan efek cahaya-gaya pada
fluorescent satu molekul dalam tertanam dalam membran biologis.

12
Electron paramagnetic resonance (EPR) spectroscopy Oxidative and
radiation damage to biological tissues result in formation of free radicals and
these paramagnetic centers can be quantified by EPR spectroscopy. Resonansi
paramagnetik elektron (EPR) spektroskopi oksidatif dan kerusakan radiasi
jaringan biologis hasil dalam pembentukan radikal bebas dan pusat-pusat
paramagnetik ini dapat diukur oleh EPR spektroskopi. NIST is one of the leaders
in applying this technique to measurement of low levels of radiation doses in
bone, tooth enamel and dentin. NIST adalah salah satu pemimpin dalam
menerapkan teknik ini untuk pengukuran tingkat radiasi rendah dosis dalam
tulang, gigi enamel dan dentin. In a collaboration with Russian scientists and the
National Cancer Institute we are developing measurement methods to determine
the radiation doses to residents near major nuclear facilities in the old Soviet
Union. Dalam kerjasama dengan para ilmuwan Rusia dan National Cancer
Institute pengukuran kami sedang mengembangkan metode untuk menentukan
dosis radiasi kepada penduduk di dekat fasilitas nuklir utama di Uni Soviet lama.
Research is focused on improving the sensitivity and accuracy to the level that
the method can be a quantitative tool in radiation epidemiology. Penelitian ini
difokuskan pada peningkatan sensitivitas dan keakuratan ke tingkat yang metode
kuantitatif dapat menjadi alat dalam radiasi epidemiologi. The weak signal from
the irradiated hydroxy apatite is confounded by signals from other organic free
radicals, and sample preparation techniques and instrumentation must be
substantially improved to measure environmental doses. Sinyal yang lemah dari
iradiasi hidroksi apatit yang bingung dengan sinyal dari radikal bebas organik
lainnya, dan teknik-teknik persiapan sampel dan instrumentasi harus ditingkatkan
secara substansial untuk mengukur dosis lingkungan.

13
BAB III

PEMBAHASAN

A. Ilmu Kedokteran

Abad 20 ditandai dengan perkembangan yang menakjubkan di bidang


ilmu dan teknologi, termasuk disiplin ilmu dan teknologi kedokteran serta
kesehatan. Terobosan penting dalam bidang ilmu dan teknologi ini memberikan
sumbangan yang sangat berharga dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit
termasuk penyakit-penyakit yang menjadi lebih penting secara epidemologis
sebagai konsekuensi logis dari pembangunan di segala bidang yang telah
meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Penggunaan isotop radioaktif dalam kedokteran telah dimulai pada


tahun 1901 oleh Henri DANLOS yang menggunakan radium untuk pengobatan
penyakit tubercolusis pada kulit. Namun yang dianggap Bapak Ilmu Kedokteran
Nuklir adalah George C. de HEVESSY, dialah yang meletakkan dasar prinsip
14
perunut dengan menggunakan radioisotop alam Pb-212. Dengan ditemukannya
radioisotop buatan maka radioisotop alam tidak lagi digunakan.

Radioisotop buatan yang banyak dipakai pada masa awal


perkembangan kedokteran nuklir adalah I-131. Akan tetapi pemakaiannya kini
telah terdesak oleh Tc-99m selain karena sifatnya yang ideal dari segi proteksi
radiasi dan pembentukan citra juga dapat diperoleh dengan mudah serta relatif
murah harganya. Namun demikian I-131 masih sangat diperlukan untuk
diagnostik dan terapi, khususnya kanker kelenjar tiroid.

Perkembangan ilmu kedokteran nuklir yang sangat pesat tersebut


dimungkinkan berkat dukungan dari perkembangan teknologi instrumentasi
untuk pembuatan citra terutama dengan digunakannya komputer untuk
pengolahan data sehingga sistem instrumentasi yang dahulu hanya
menggunakan detektor radiasi biasa dengan sistem elektronik yang sederhana,
kini telah berkembang menjadi peralatan canggih kamera gamma dan kamera
positron yang dapat menampilkan citra alat tubuh, baik dua dimensi maupun tiga
dimensi serta statik maupun dinamik.

Dewasa ini, aplikasi teknik nuklir dalam bidang kesehatan telah


memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnosis
maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti
ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit syaraf, ilmu penyakit jantung, dan sebagainya
telah mengambil manfaat dari teknik nuklir ini.

Kedokteran Nuklir

Ilmu Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang


menggunakan sumber radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida
buatan, untuk mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga
dapat digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada
kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi
invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah,
15
cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih
dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).

Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam


tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan
sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:

1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh
dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera
positron (teknik imaging)
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan
angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau
bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan
kamera gamma atau kamera positron.

3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb)
yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang
dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).

Data yang diperoleh baik dengan teknik imaging maupun non-imaging


memberikan informasi mengenai fungsi organ yang diperiksa. Pencitraan
(imaging) pada kedokteran nuklir dalam beberapa hal berbeda dengan
pencitraan dalam radiologi.

Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan
biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian
direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop.
Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang
dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya
dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah
pasien seperti insulin, tiroksin dll.

16
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang
diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar
gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan
mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran
pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang
dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada
saat ini berkembang pesat.

Disamping membantu penetapan diagnosis, kedokteran nuklir juga


berperanan dalam terapi-terapi penyakit tertentu, misalnya kanker kelenjar
gondok, hiperfungsi kelenjar gondok yang membandel terhadap pemberian obat-
obatan non radiasi, keganasan sel darah merah, inflamasi (peradangan)sendi
yang sulit dikendalikan dengan menggunakan terapi obat-obatan biasa. Bila
untuk keperluan diagnosis, radioisotop diberikan dalam dosis yang sangat kecil,
maka dalam terapi radioisotop sengaja diberikan dalam dosis yang besar
terutama dalam pengobatan terhadap jaringan kanker dengan tujuan untuk
melenyapkan sel-sel yang menyusun jaringan kanker itu.

Di Indonesia, kedokteran nuklir diperkenalkan pada akhir tahun 1960an,


yaitu setelah reaktor atom Indonesia yang pertama mulai dioperasikan di
Bandung. Beberapa tenaga ahli Indonesia dibantu oleh tenaga ahli dari luar
negeri merintis pendirian suatu unit kedokteran nuklir di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknik Nuklir di Bandung. Unit ini merupakan cikal bakal Unit
Kedokteran Nuklir RSU Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran. Menyusul kemudian unit-unit berikutnya di Jakarta (RSCM, RSPP,
RS Gatot Subroto) dan di Surabaya (RS Sutomo). Pada tahun 1980-an didirikan
unit-unit kedokteran nuklir berikutnya di RS sardjito (Yogyakarta) RS Kariadi
(Semarang), RS Jantung harapan Kita (Jakarta) dan RS Fatmawati (Jakarta).
Dewasa ini di Indonesia terdapat 15 rumah sakit yang melakukan pelayanan
kedokteran nuklir dengan menggunakan kamera gamma, di samping masih
terdapat 2 buah rumah sakit lagi yang hanya mengoperasikan alat penatah ginjal
yang lebih dikenal dengan nama Renograf
17
B. Penggunaan Peralatan Fisika Dalam Ilmu Kedokteran

Siapa sangka karya Rntgen yang mengantarkan dirinya mendapatkan


hadiah nobel fisika pada 1901 ini akan menjadi sebuah alat yang sangat berguna
sekali dalam kedokteran. Sinar-X itulah sebuah fenomena yang ditemukan oleh
Roentgen pada laboratoriumnya. Sebuah fenomena yang kemudian menjadi
awal pencitraan medis (medical imaging) pertama, tangan kiri istrinya menjadi uji
coba eksperimen penemuan ini. Inilah menjadi titik awal penggunaan pencitraan
medis untuk mengetahui struktur jaringan manusia tanpa melalui pembedahan
terlebih dahulu. Penemuan ini juga menjadi titik awal perkembangan fisika medis
di dunia, yang menkonsentrasikan aplikasi ilmu fisika dalam bidang kedokteran.

Eksperimen Rntgen terhadap tangan istrinya, menjadi inspirasi


produksi alat yang dapat membantu dokter dalam diagnosa terhadap pasien,
dengan mengetahui citra tubuh manusia. Citra atau gambar yang dihasilkan dari
sinar-X ini sifatnya adalah membuat gambar 2 dimensi dari organ tubuh yang
dicitrakan dengan memanfatkan konsep atenuasi berkas radiasi pada saat
berinterakasi dengan materi. Gambar atau citra objek yang diinginkan kemudian
direkam dalam media yang kemudian dikenal sebagai film. Dari Gambar yang
diproduksi di film inilah informasi medis dapat digali sesuai dengan kebutuhan
klinis yang akan dianalisis.

Setelah puluhan tahun sinar-X ini mendominasi dunia kedokteran,


terdapat kelemahan yaitu objek organ tubuh kita 3 dimensi dipetakan dalam
gambar 2 dimensi. Sehingga akan terjadi saling tumpah tindih stukur yang
dipetakan, secara klinis informasi yang direkam di film dapat terdistorsi. Inilah
tantangan berikutnya bagi fisikawan untuk berkreasi. Tahun 1971, seorang
fisikwan bernama Hounsfield memperkenalkan sebuah hasil invensinya yang
dikenal dengan Computerized Tomography atau yang lazim dikenal dengan
nama CT Scan. Invensi Hounsfield ini menjawab tantangan kelemahan citra

18
sinar-X konvensional yaitu CT dapat dapat mencitrakan objek dalam 3 Dimensi
yang tersusun atas irisan-irisan gambar (tomography) yang dihasilkan dari
perhitungan algoritma(bahasa program) komputer. Karya Hounsfield ini menjadi
revolusi besar-besaraan dalam dunia pencitraan medis atau kedokteran yang
merupakan rangkaian yang berkaitan. Citra/gambar hasil CT dapat menujukan
struktur tubuh kita secara 3 dimensi, sehingga secara medis dapat dijadikan
sebagai sebuah alat bantu untuk penegakkan diagnosa yang dibutuhkan. Untuk
mengabadikan penemunya dalam CT terdapat bilangan CT atau Hounsfield Unit
(HU), namun penemuan ini juga meruapakan jasa Radon dan Cormack.

Tahun 1990an, lahir kembali sebuah perangkat yang dikenal dengan


nama Magnetic Resonance Imaging. Perangkat ini invensi yang tidak kalah
hebatnya dengan CT, karena menggunakan sistem fisika yang berbeda. MRI
istilah kerennya menggunakan pemanfaatan aktivitas fisis spin tubuh manusia
pada saat berada dalam medan magnet yang kuat dan kemudian dengan sistem
gangguan gelombang radio yang sama dengan frekuensi Larmor, menghasilkan
sebuah sinyal listrik. Sinyal inilah yang dikenal dengan Free Induction Decay
yang kemudian dievaluasi dengan Transformasi Fourier menjadi citra 3 Dimensi.
Invensi ini juga sangat fenomenal, karena terobosan baru yang tidak
menggunakan radiasi pengion seperti CT dan sinar Roentgen untuk dapat
menghasilkan sebuah citra dengan resolusi yang yang sangat baik dalam
mencitrakan stuktur tubuh manusia khususnya organ kepala. Inventor MRI
mendapat ganjaran hadiah nobel bidang fisologi dan kedokteran tahun 2003.

Inilah sekelumit peranan fisika yang yang sangat revlusioner mengubah


dunia kedokteran menjadi modern. Tanpa lahirnya sinar-X, CT, dan MR
bagaimana kita dapat mengetahui posisi kelainan yang ada ditubuh kita bagian
dalam atau kanker? Dengan karya fisikawan, insiyur, ahli komputer munculah
sebuah teknologi yang digunakan untuk penegakkan diagnosa. Banyak teknologi
lain yang dikembangkan oleh para fisikawan dan ilmuwan lain untuk kedokteran
seperti halnya ultrasonografi, linear accelerator untuk radioterapi, dan juga CT
dan USG 4 Dimensi.
19
Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya
untuk kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa
sendiri.. Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber
radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk
mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat
digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada
kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi
invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah,
cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih
dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).

Pada studi in-vivo, setelah radioisotop dapat dimasukkan ke dalam


tubuh pasien melalui mulut atau suntikan atau dihirup lewat hidung dan
sebagainya maka informasi yang dapat diperoleh dari pasien dapat berupa:

1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh
dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera
positron (teknik imaging)
20
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan
angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau
bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan
kamera gamma atau kamera positron.

3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb)
yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan
pada detektor radiasi (teknik non-imaging).

B. Saran
Dari kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Menggunakan alat-alat kedoketaran dengan sebaik-baiknya
2. Membeli dan menggunakan alat-alat kedokteran dari luar guna melengkapai
peralatan Rumah Sakit yang ada di Indonesia
3. Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya untuk
kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa sendiri..
Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya

21
DAFTAR PUSTAKA

Browsing Internet

1. http://www.itagz.com/aang/ dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/ 18 Desember


2009 dan download tanggal 18 Desember 2009.

2. http://staff.blog.ui.ac.id/supriyanto.p/category/berita-seputar-fisika-medis/ posting
14 Maret Blog : Peranan Fisika dalam ilmu kedokteran dibaca tanggal 1
Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009.

3. http://alifis.wordpress.com/2009/06/28/seri-fisika-kesehatan__radiasi-
manfaatnya-dalam-kedokteran-kesehatan/ dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/
18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009

4. http://www.scribd.com/doc/2369186/Fisika-XII dibaca tanggal 1 Muharram 1431


H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009

5. http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0920563203909704 dibaca tanggal 1


Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009

22

Anda mungkin juga menyukai