Makalah Pemanfaatan Peralatan Fisika Dalam Ilmu Kedokteran
Makalah Pemanfaatan Peralatan Fisika Dalam Ilmu Kedokteran
Disusun Oleh :
HAIRIL ANWAR
1.B
09.055
YAPENAS 21
KABUPATEN MAROS
2009
KATA PENGANTAR
1
Alhamdulillah puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
karunaia-Nya sehingga makalah yang berjudul Pemanfaatan Peralatan Ilmu Fisika dalam Ilmu
Kedokteran dapat diselesaikan. Salam dan Taslim ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan petunjuk bagi kita semua agar tetap beraktivitas sebagai seorang
Cukup banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini.
Meskipun demikian, atas petunjuk dan limpahan rahmat-Nya hambatan dan kesulitan tersebut
dapat teratasi dengan adanya uluran tangan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehingga pada
saatnya makalah ini dapat terwujud meskipun dalam bentuk sederhana. Untuk itu sudah
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing, atas petunjuk dan bimbingan
yang diberikan kepada Penyusun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima
kasih penyusun sampaikan kepada rekan-rekan dan segenapa pihak yang telah membantu
penulis dalam pengumpulan data selama penyusunan makalah ini. Keberhasilan penyusunan
makalah ini takkan ada tanpa restu dan dorongan kedua orang tua kamis tercinta. Oleh karena
Disadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
Akhirnya kepada Allah SWT. penulis memohon doa restu atas segala jasa-jasa mereka
Hairil Anwar
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah.....................................................................
C. Tujuan........................................................................................
D. Manfaat .....................................................................................
A. Simpulan ..................................................................................
B. Saran .......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakang
Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat
terutama dalam dunia IT (Informatic Technology). Perkembangan dunia IT
berimbas pada perkembangan berbagai macam aspek kehidupan manusia.
Salah satu aspek yang terkena efek perkembangan dunia IT adalah kesehatan.
Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembengan
teknologi untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan.
Salah satu contoh pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah
penggunaan alat-alat kedokteran yang mempergunakan aplikasi komputer, salah
satunya adalah USG (Ultra sonografi).
USG adalah suatu alat dalam dunia kedokteran yang memanfaatkan
gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara yang memiliki frekuensi yang tinggi
(250 kHz - 2000 kHz) yang kemudian hasilnya ditampilkan dalam layar monitor.
Pada awalnya penemuan alat USG diawali dengan penemuan gelombang
ultrasonik kemudian bertahun-tahun setelah itu, tepatnya sekira tahun 1920-an,
prinsip kerja gelombang ultrasonik mulai diterapkan dalam bidang kedokteran.
Penggunaan ultrasonik dalam bidang kedokteran ini pertama kali diaplikasikan
untuk kepentingan terapi bukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Dalam hal
ini yang dimanfaatkan adalah kemampuan gelombang ultrasonik dalam
menghancurkan sel-sel atau jaringan berbahaya ini kemudian secara luas
diterapkan pula untuk penyembuhan penyakit-penyakit lainnya. Misalnya, terapi
untuk penderita arthritis, haemorrhoids, asma, thyrotoxicosis, ulcus pepticum
(tukak lambung), elephanthiasis (kaki gajah), dan bahkan terapi untuk penderita
angina pectoris (nyeri dada).
Baru pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik dinilai
memungkinkan untuk digunakan sebagai alat mendiagnosis suatu penyakit,
bukan lagi hanya untuk terapi. Hal tersebut disimpulkan berkat hasil eksperimen
Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli saraf dari Universitas Vienna, Austria.
Bersama dengan saudaranya, Freiderich, seorang ahli fisika, berhasil
menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada otak besar
dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui tulang
tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan
4
penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri
dari barisan titik-titik berintensitas rendah. Kemudian George Ludwig, ahli fisika
Amerika, menyempurnakan alat temuan Dussik.
Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di
Medico Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan
John Reid, seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan
investigasi terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik. Beberapa jenis alat
yang dibuat untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode
ultrasound, transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal, dan transrectal.
Prinsip alat-alat tersebut mengacu pada sistem radar. Oleh sebab itu mereka
kemudian menyebutnya sebagai Tissue Radar Machine (mesin radar untuk
deteksi jaringan). Beberapa hasil penelitian lanjutan yang cukup penting dalam
bidang obstetri ginekologi antara lain ditemukannya metode penentuan ukuran
janin (fetal biometry), teknologi transduser/alat pemindai digital, transduser dua
dimensi dan tiga dimensi modern penghasil tampilan gambar jaringan yang lebih
fokus, dan penentuan jenis kelamin janin dalam kandungan (Fetal Anatomic Sex
Assignment/FASA).
Teknologi transduser digital sekira tahun 1990-an memungkinkan
sinyal gelombang ultrasonik yang diterima menghasilkan tampilan gambar suatu
jaringan tubuh dengan lebih jelas. Penemuan komputer pada pertengahan 1990
jelas sangat membantu teknologi ini. Gelombang ultrasonik akan melalui proses
sebagai berikut, pertama, gelombang akan diterima transduser. Kemudian
gelombang tersebut diproses sedemikian rupa dalam komputer sehingga bentuk
tampilan gambar akan terlihat pada layar monitor. Transduser yang digunakan
terdiri dari transduser penghasil gambar dua dimensi atau tiga dimensi. Seperti
inilah hingga USG berkembang sedemikian rupa hingga saat ini.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa itu peralatan fisika dalam kedokteran ?
2. Bagaimana Penggunaan peralatan fisika dalam ilmu kedokteran ?
3. Apa peran peralatan fisika dalam ilmu Kedokteran ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui peran peralatan fisika dalam ilmu kedokteran
5
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu kedokteran dengan peralatan ilmu
fisika
D. Manfaat
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui peran peralatan ilmu fisika dalam kedokteran
2. Dapat memberikan manfaat tentang begitu pentingnya peralatan fisika dalam
dunia kedokteran
3. Dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan suatu alat baru guna
peningkatan peralatan kedokteran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
6
Fisika Medis menjadi asing bagi telinga kita yang baru mendengar istilah ini,
karena jauh dari contoh-contoh yang selalu disampaikan guru-guru kita. Secara
harfiah Fisika Medis mempunyai makna ilmu fisika pada ilmu kedokteran,
sehingga cakupan fisika medis memang sangat luas sebanding dengan luasnya
ilmu kedokteran.
Namun, dengan tingkat urgensinya fisika medis banyak berperan dalam ikut
berkontribusi dalam pemanfaatan radiasi nuklir dalam bidang kesehatan yaitu
bidang radioterapi, radiodiagnostik, dan kedokteran nuklir. Sehingga tenaga
fisika medis di rumah sakit tidak jauh dari lulusan fisika nuklir atau radiasi.
Secara profesi, fisika medis di Indonesia telah diakui menjadi tenaga kesehatan
dengan amandemen terhadap peraturan pemerintah tentang tenaga kesehatan
dengan peraturan menteri kesehatan dan dilajutkan dengan ditetapkannya
keputusan menteri pendayagunaan aparatur negara dan badan kepegawaian
negara.
Tugas utama dari fisikawan medis adalah berkontribusi dalam pelayanan rumah
sakit dalam jaminan kualitas/kontrol kualitas peralatan sumber radiasi,
pengukuran keluaran berkas radiasi, dan menghitung dosis radiasi. Selain itu,
fisikawan medis dituntut untuk berkreasi atau meneliti untuk dapat meneliti
keakurasian sistem, metode dan peralatan yang dipakai dalam menjaga
keakuratan dosis radiasi. Lebih lanjut juga dapat membuat sistem atau perangkat
yang dapat membantu dalam peranannya di rumah sakit, sehingga ketelitian dan
keakuratannya meningkat.
Melihat tugas di rumah sakit, fisika medis akan terfokus pada pengukuran,
perhitungan, dan ketelitian dosis dan sumber radiasi. Hal ini mengingat filosofi
7
pemanfatan radiasi untuk kesehatan harus mempunyai manfaat dengan dosis
radiasi dapat dipertanggungjawabkan keakuratannya. Pemanfaatan radiasi yang
tidak bermanfaat dapat membahayakan baik pasien, pekerja, radiasi dan
masyarakat umum.
10
diterapkan pada studi konformasi peptida kecil dalam kristal, di matrixes gas
langka, dan dalam larutan. In addition, we are using polarized Raman
spectroscopy to determine the secondary and tertiary structures of membrane
proteins and their orientation with respect to the membrane. Selain itu, kami
menggunakan terpolarisasi Raman spektroskopi untuk menentukan struktur
sekunder dan tersier protein membran dan orientasi mereka terhadap membran.
In these studies, the proteins are bound to synthetic lipid bilayers or bicelles and
aligned in a high magnetic field for study. Dalam studi ini, protein terikat lipid
sintetis bilayers atau bicelles dan selaras dalam medan magnet yang tinggi untuk
belajar. The alignment is similar to what can be done with liquid crystals with
electric or magnetic fields and has been successfully used in bimolecular NMR
spectroscopy. Penjajaran serupa dengan apa yang dapat dilakukan dengan
kristal cair dengan listrik atau medan magnet dan telah berhasil digunakan dalam
bimolecular spektroskopi NMR. By studying these aligned proteins with polarized
Raman spectroscopy we obtain additional data about the orientation of the bond-
polarizability tensors with respect to the known polarization direction of the laser.
Dengan mempelajari ini selaras protein dengan spektroskopi Raman
terpolarisasi kita memperoleh data tambahan tentang orientasi ikatan-
polarizability tensors sehubungan dengan arah polarisasi dikenal laser. This
information is combined with molecular models to infer details about the structure
of the protein. Informasi ini digabungkan dengan model molekular untuk
menyimpulkan rincian mengenai struktur protein. The Raman spectrometer
+
presently consists of a single-frequency Ar laser, operating at various
frequencies between 455 nm and 514 nm, a He-Ne laser operating at 633 nm, or
a single or frequency doubled Ti:Sapphire laser, with tunable frequency output
from 700 nm to 975 nm and from 350 nm to 490 nm. Spektrometer Raman
+
sekarang yang terdiri dari frekuensi tunggal Ar laser, beroperasi pada berbagai
frekuensi antara 455 nm dan 514 nm, sebuah laser He-Ne yang beroperasi pada
633 nm, atau satu atau dua kali lipat frekuensi Ti: Sapphire laser, dengan output
frekuensi merdu dari 700 nm ke 975 nm dan dari 350 nm ke 490 nm. The
-1
Raman-scattered light is analyzed with a 0.5 cm resolution triple-grating
11
monochromator. The Raman-cahaya tersebar dianalisis dengan resolusi 0,5 cm
-1
triple-kisi monochromator. The selectivity of the monochromator is sufficient for
-1
resolving features to within 10 cm of the excitation frequency. The selektivitas
-1
dari monochromator cukup untuk menyelesaikan fitur untuk dalam 10 cm dari
frekuensi eksitasi.
12
Electron paramagnetic resonance (EPR) spectroscopy Oxidative and
radiation damage to biological tissues result in formation of free radicals and
these paramagnetic centers can be quantified by EPR spectroscopy. Resonansi
paramagnetik elektron (EPR) spektroskopi oksidatif dan kerusakan radiasi
jaringan biologis hasil dalam pembentukan radikal bebas dan pusat-pusat
paramagnetik ini dapat diukur oleh EPR spektroskopi. NIST is one of the leaders
in applying this technique to measurement of low levels of radiation doses in
bone, tooth enamel and dentin. NIST adalah salah satu pemimpin dalam
menerapkan teknik ini untuk pengukuran tingkat radiasi rendah dosis dalam
tulang, gigi enamel dan dentin. In a collaboration with Russian scientists and the
National Cancer Institute we are developing measurement methods to determine
the radiation doses to residents near major nuclear facilities in the old Soviet
Union. Dalam kerjasama dengan para ilmuwan Rusia dan National Cancer
Institute pengukuran kami sedang mengembangkan metode untuk menentukan
dosis radiasi kepada penduduk di dekat fasilitas nuklir utama di Uni Soviet lama.
Research is focused on improving the sensitivity and accuracy to the level that
the method can be a quantitative tool in radiation epidemiology. Penelitian ini
difokuskan pada peningkatan sensitivitas dan keakuratan ke tingkat yang metode
kuantitatif dapat menjadi alat dalam radiasi epidemiologi. The weak signal from
the irradiated hydroxy apatite is confounded by signals from other organic free
radicals, and sample preparation techniques and instrumentation must be
substantially improved to measure environmental doses. Sinyal yang lemah dari
iradiasi hidroksi apatit yang bingung dengan sinyal dari radikal bebas organik
lainnya, dan teknik-teknik persiapan sampel dan instrumentasi harus ditingkatkan
secara substansial untuk mengukur dosis lingkungan.
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. Ilmu Kedokteran
Kedokteran Nuklir
1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh
dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera
positron (teknik imaging)
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan
angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau
bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan
kamera gamma atau kamera positron.
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb)
yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang
dirangkaikan pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
Pada studi in-vitro, dari tubuh pasien diambil sejumlah tertentu bahan
biologis misalnya 1 ml darah. Cuplikan bahan biologis tersebut kemudian
direaksikan dengan suatu zat yang telah ditandai dengan radioisotop.
Pemeriksaannya dilakukan dengan bantuan detektor radiasi gamma yang
dirangkai dengan suatu sistem instrumentasi. Studi semacam ini biasanya
dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon-hormon tertentu dalam darah
pasien seperti insulin, tiroksin dll.
16
Pemeriksaan kedokteran nuklir banyak membantu dalam menunjang
diagnosis berbagai penyakitseperti penyakit jantung koroner, penyakit kelenjar
gondok, gangguan fungsi ginjal, menentukan tahapan penyakit kanker dengan
mendeteksi penyebarannya pada tulang, mendeteksi pendarahan pada saluran
pencernaan makanan dan menentukan lokasinya, serta masih banyak lagi yang
dapat diperoleh dari diagnosis dengan penerapan teknologi nuklir yang pada
saat ini berkembang pesat.
18
sinar-X konvensional yaitu CT dapat dapat mencitrakan objek dalam 3 Dimensi
yang tersusun atas irisan-irisan gambar (tomography) yang dihasilkan dari
perhitungan algoritma(bahasa program) komputer. Karya Hounsfield ini menjadi
revolusi besar-besaraan dalam dunia pencitraan medis atau kedokteran yang
merupakan rangkaian yang berkaitan. Citra/gambar hasil CT dapat menujukan
struktur tubuh kita secara 3 dimensi, sehingga secara medis dapat dijadikan
sebagai sebuah alat bantu untuk penegakkan diagnosa yang dibutuhkan. Untuk
mengabadikan penemunya dalam CT terdapat bilangan CT atau Hounsfield Unit
(HU), namun penemuan ini juga meruapakan jasa Radon dan Cormack.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu
Kedokteran Nuklir adalah cabang ilmu kedokteran yang menggunakan sumber
radiasi terbuka berasal dari disintegrasi inti radionuklida buatan, untuk
mempelajari perubahan fisiologi, anatomi dan biokimia, sehingga dapat
digunakan untuk tujuan diagnostik, terapi dan penelitian kedokteran. Pada
kedokteran Nuklir, radioisotop dapat dimasukkan ke dalam tubuh pasien (studi
invivo) maupun hanya direaksikan saja dengan bahan biologis antara lain darah,
cairan lambung, urine da sebagainya, yang diambil dari tubuh pasien yang lebih
dikenal sebagai studi in-vitro (dalam gelas percobaan).
1. Citra atau gambar dari organ atau bagian tubuh pasien yang dapat diperoleh
dengan bantuan peralatan yang disebut kamera gamma ataupun kamera
positron (teknik imaging)
20
2. Kurva-kurva kinetika radioisotop dalam organ atau bagian tubuh tertentu dan
angka-angka yang menggambarkan akumulasi radioisotop dalam organ atau
bagian tubuh tertentu disamping citra atau gambar yang diperoleh dengan
kamera gamma atau kamera positron.
3. Radioaktivitas yang terdapat dalam contoh bahan biologis (darah, urine dsb)
yang diambil dari tubuh pasien, dicacah dengan instrumen yang dirangkaikan
pada detektor radiasi (teknik non-imaging).
B. Saran
Dari kesimpulan di atas maka disarankan beberapa hal sebagai berikut :
1. Menggunakan alat-alat kedoketaran dengan sebaik-baiknya
2. Membeli dan menggunakan alat-alat kedokteran dari luar guna melengkapai
peralatan Rumah Sakit yang ada di Indonesia
3. Marilah para ilmuwan bangsaku, berlombalah berkreasi. Minimalnya untuk
kemandirian kita akan teknologi untuk melayani kebutuhan bangsa sendiri..
Fisikawan medis Indonesia teruslah berkarya
21
DAFTAR PUSTAKA
Browsing Internet
2. http://staff.blog.ui.ac.id/supriyanto.p/category/berita-seputar-fisika-medis/ posting
14 Maret Blog : Peranan Fisika dalam ilmu kedokteran dibaca tanggal 1
Muharram 1431 H/ 18 Desember 2009.
3. http://alifis.wordpress.com/2009/06/28/seri-fisika-kesehatan__radiasi-
manfaatnya-dalam-kedokteran-kesehatan/ dibaca tanggal 1 Muharram 1431 H/
18 Desember 2009 dan download tanggal 18 Desember 2009
22