Anda di halaman 1dari 10

BIOMARKER

Secara istilah Biomarker berasal dari kata Bio yang berarti biologis hidup atau makhluk
hidup dan marker yang berarti Penanda, Sehingga Biomarker dapat diartikan sebagai penanda
makhluk hidup. Akan tetapi,secara umum pengertian dari biomarker itu sendiri adalah petunjuk
biologis yang di peroleh dari unsur biologis tubuh yang dapat digunakan untuk menunjuk adanya
keterpaparan yang mengakibatkan timbulnya penyakit.
Biomarker adalah semua zat, struktur, atau proses yang bisa diukur dalam tubuh atau
produk-produk serta pengaruhnya atau memprediksikan kejadian dampak atau penyakit.
Biomarker bisa dikelompokkan sebagai penanda keterpaparan, penanda efek, dan penanda
kerentanan. Jika biomarker diinginkan dapat berkontribusi bagi penilaian risiko kesehatan
lingkungan dan kerja, maka biomarker-biomarker ini harus relevan dan absah.
Relevansi menunjuk pada kesesuaian biomarker untuk memberikan informasi tentang
pertanyaan-pertanyaan yang diinginkan, urgensi bagi otoritas kesehatan lingkungan dan
masyarakat dan para pembuat keputusan lainnya. Penggunaan biomarker yang relevan
memungkinan para pembuat keputusan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kesehatan
masyarakat yang digunakan dalam penelitian atau penilaian risiko dengan cara yang
mengkontribusikan informasi bermanfaat yang tidak bisa didapatkan secara lebih baik oleh
pendekatan lain, seperti kuisioner, pengukuran lingkungan atau review catatan. Sebagai contoh,
keterpaparan kronis terhadap organoklorin diindikasikan dengan lebih baik oleh kadar
organoklorin serum dibanding dengan kajian-kajian lain atau pengukuran kesehatan industri, dan
kerusakan ginjal dini bisa diindikasikan secara lebih baik oleh berbagai biomarker urin dibanding
oleh catatan-catatan morbiditas. Relevansi juga berkaitan dengan apakah pertanyaan-pertanyaan
tentang biomarker mana yang bisa memberikan informasi, merupakan pertanyaan yang penting;
bukan hanya pertanyaan yang bisa dijawab, tetapi yang harus dijawab (Muscat, 1996).
Dengan demikian, kemampuan untuk mengukur biomarker setelah keterpaparan terhadap
sebuah toksikan tidak sama pentingnya dengan pertanyaan seperti apakah individu yang terpapar
toksikan tersebut berisiko meningkat untuk mengalami penyakit.
JENIS-JENIS BIOMARKER

Jenis
No Biomarker Bahan Periksa Penyakit
Keterpaparan
1. Plumbun Polusi timbale Saliva, darah Keracunan Pb
2. Hydrargyrum Polusi Hg Darah, urine, rambut Keracuna Hg
(Merkuri)
3. Kadmium (Cd) Polusi Cd, makanan Feses, urine Gangguan
pernafasan, edema
emfisema paru
4. Alumunium (Al) Polusi Al Fibrosis paru
5. Barium (Ba) Polusi Ba Darah Iritasi perut,
kerusakan hati
6. Berilium (Be) Polusi Be Darah Kerusakan paru-
paru
7. Besi (Fe) Polusi Fe Ginjal, hati,
keracunan Fe
8. Arsene (As) Polusi As, makanan Darah Iritasi saluran
makanan, luka di
hati dan ginjal
9. Kromium (Cr) Polusi Cr Darah, urine Kanker paru-paru,
kerusakan hati dan
ginjal
10 Kobald (Co) Polusi Co, makanan Darah, urine Anemia
.
11. Nikel (Ni) Polusi Ni Darah Bronkitis kronis,
serangan asma
12 Selenium (Se) Polusi Se Darah, rambut Hogdkins, kanker
. kulit
13 Cufum (Cu) Polusi Cu Darah Muntah-muntah,
. rasa panas di
daerah lambung

14 Arsenic Polusi Rambut Kelumpuhan,


. gangguan
pencernaan
15 Asam Nitrat Konstaminasi Kulit, saluran Keracunan HN03
. HN03 pencernaan,darah
16 Pestisida Cairan pestisida Urine Keracunan akut
.
17 Minyak Solar Pencemaran solar Kulit, darah Kanker kulit,
. keracunan, iritasi
18 Asam Hidrochlric Kontaminasi HCL Kulit, mata Iritasi mata,
. bronchitis kronis
19 Tembaga (Cu) Polusi Cu Kulit, mata Eksim pada kulit,
. konjungtifitas
pada mata
20 Metanol Polusi Kulit, mata Iritasi
.
21 Amonia (NH3) Polusi NH3 Sluran pencenaan, Keracunan NH3
. kulit
22 Asam Sulfat Pencemaran H2SO4 Kulit, mata Keracuna, iritasi
.
23 Avtur Polusi Kulit, mata Iritasi saluran
. mata, gangguan
pencernaan
24 Cotinine Nicotine rokok Saliva, darah Kanker paru
.
25 DDE DDT Jaringan lemak Keracunan DDT
.
26 Aflatoxin Makanan tercemar Cairan tubuh Kanker hati
.
27 Kadmium Oksida Polusi kadmium Mulut,darah dan Kanker Prostat,
. (Cd) (Inhalasi) Sistem Ekskresi Cedera Sel, Ginjal
(Ginjal)
28 Eksotoksin Makanan Tercemar Darah Gangguan Saluran
. Pencernaan
29 Sianida (HCn) Polusi Sianida Inhalasi, Kulit, Paru-Paru dan
. mulut dan mata kerusakan pada
mata
30 Thalium Makanan Tercemar Kulit,Mulut Dan Kerusakan Ginjal,
. darah Perubahan Sisten
Fungsi Endokrin
31 Bakteri Keracunan Sistem Saraf Botulisme
. Clostridium Makanan dan
Botulinum Injeksi
32 Chlor Inhalasi Paru-Paru Edema Paru
.
33 Chrom Absorbsi Melalui Mulut, Darah Kerusakan Hati
. Kulit, Keracunan
Akut
34 Amoniak (NH3) Polusi Amoniak Paru-paru, Edema Paru,
. (Inhalasi) Mata,Inhalasi,Gastr Pneumonia
o intestinal (tertelan)
35 Nikotin Inhalasi dan Injeksi Darah dan Urine Gangguan sistem
. Saraf Pusat
36 Gas Karbon Polusi co, Inhalasi Pembuluh Darah, Jantung,Stroke
. monoksida (co) Paru-paru dan Kanker
37 Bakteri Inhalasi,saluran Dahak Tuberkolosis Paru
. Mycobacterium Pernapasan
Tubercolosis
38 Plasmodium Kulit Darah Malaria
.
39 Karbon Polusi Karbon Inhalasi, Kerusakan Sistem
. Tetraklorida Tetraklorida Dan Kulit,Mulut Saraf Pusat, Hati,
Keracunan Akut Ginjal dan
Pembuluh darah
40 Hydrogen sulfide Polusi H2S Inhalasi Infeksi saluran
. (H2S) pernapasan
41 Nitrogen oksida Polusi Nitrogen Inhalasi Infeksi saluran
. (NO) oksida (dari pernapasan,
kendaraan gangguan system
bermotor) saraf
42 Hidrokarbon (HC) Polusi Hidrokarbon Inhalasi Asma, gangguan
. (dari kendaraan hati, gangguan
bermotor) paru-paru, kanker
43 Entamoeba Makanan Feses Disentri
. histolitytica
44 Asbes Tercemar dalam air Intestinal Asbestosis
. minum (keracunan asbes)
45 Bakteri Salmonella Makanan Darah, feses Tifoid
. thyphosa
46 Bakteri Vibrio Makanan Feses Kolera
. kolera
47 Organofosfat Pestisida Inhalasi, kulit, Keracunan
. intestinal organofosfat
48 Karbamat Pestisida, Inhalasi, kulit, Keracunan
. insektisida intestinal karbamat
49 Sakarin Makanan Kanker mukosa
. kandung kemih
50 Siklamat Makanan Leukemia
.
51 Rhodamin B Makanan Kanker hati dan
. gangguan
pencernaan
52 Boraks Pestisida dan Merusak fungsi
. makanan hati, lemak, ginjal
53 Formalin Makanan Merusak hati,
. otak, jantung,
system saraf pusat
54 HIV Injeksi, free sex, Darah AIDS
. transmisi perinatal
55 Polychlorinated Polusi PCB Darah Karsinogenik
. biphenyl (PCB)
56 Uranium Polusi uranium Inhalasi Karsinoma
. bronkus
57 Vinil clorida Polusi vinil clorida Inhalasi Hepatotoksik
.
Keutamaan Biomarker

Pendekatan berbasis biomarker sangat membantu dalam mengatasi hambatan-hambatan


tersebut, melalui pengukuran langsung dari efek toksik pada spesies yang terkena dampak.
Biomarker didefinisikan sebagai perubahan dalam komponen, proses, struktur dan fungsi seluler
atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh bahan kimia asing (xenobiotics) yang dapat diukur
dalam suatu sistem atau sampel biologis (CBM-NRC, 1987). Biomarker secara umum dapat
digolongkan sebagai pemarka dari pemaparan, dampak atau kerentanan. Pemilihan jenis
biomarker yang tepat untuk digunakan dalam evaluasi ancaman bahaya (hazard) dilakukan
berdasarkan pada mekanisme dari suatu kondisi penyakit yang disebabkan oleh suatu bahan
kimia. Beberapa waktu berselang timbul kesadaran tentang kemungkinan penggunaan
organisme alami/liar sebagai biomarker non-lethal dari penyakit-penyakit yang ada di
lingkungan, yang kemudian dihubungkan dengan efek buruk yang bersesuaian pada manusia.
Pemberian suatu toxicant dalam konsentrasi yang memadai dapat menghasilkan suatu
respon berlanjut, yang diawali dengan pemaparan dan kemungkinan dapat menghasilkan
perkembangan suatu penyakit. Peristiwa ini bermula dengan pemaparan eksternal, lalu diikuti
dengan pemantapan konsentrasi internal yang berujung pada sampainya kontaminan pada suatu
titik rawan. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan-perubahan, yang umumnya buruk atau tidak
diinginkan, pada titik rawan tersebut, baik perubahan yang dapat balik (reversible) maupun yang
tidak dapat balik (irreversible), dan perkembangan kondisi penyakit yang dapat dengan mudah
dikenali (Gambar 2). Pemahaman yang lebih baik terhadap kondisi penyakit yang ditimbulkan
oleh bahan kimia meningkatkan jumlah biomarker spesifik dan bermanfaat dalam ekstrapolasi
pada spesies lainnya. Menjadi suatu kenyataan bahwa semakin cepat kita mengetahui dampak
pada suatu titik rawan, maka prediksi terhadap ancaman bahaya atau penyakit akan lebih sensitif.
Namun dalam banyak kasus, mekanisme pasti tentang bagaimana suatu toksikan menimbulkan
kerusakan sel, jaringan atau organ belum diketahui secara pasti, sehingga indikator-indikator
non-spesifik harus dipakai dalam penggunaan biomarker.

Biomarker Pemaparan (Biomarkers of Exposure).


Kehadiran suatu bahan kimia asing (xenobiotics) atau metabolitnya atau produk hasil
interaksi antara suatu xenobiotics dengan molekul target atau sel yang diukur dalam suatu fase,
untuk suatu organisme dikelompokkan sebagai suatu biormarker pemaparan (ATSDR, 1994).
Biomarker pemaparan umumnya digunakan untuk memprediksi dosis atau konsentrasi
yang diterima oleh individu, yang selanjutnya dapat dikaitkan dengan perubahan yang timbul
dalam suatu kondisi penyakit. Dalam banyak hal, biomarker pemaparan merupakan hal yang
cukup mudah untuk diketahui, karena kebanyakan kontaminan atau metabolitnya dapat
dikuantifikasi dari sampel tanpa membunuh organismenya, seperti: darah, urin, faeces atau
jaringan-jaringan yang dapat diperoleh melalui biopsi atau nekropsi.
Salah satu biomarker pemaparan yang stabil dan sangat bermanfaat adalah biomarker
kanker yang melibatkan deteksi terhadap kemampuan bahan-bahan kimia karsinogen dalam
membentuk simpul dengan makromolekul seluler seperti DNA atau protein. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena hampir seluruh bahan kimia karsinogen merupakan bahan-bahan
yang mampu mengikat elektron dengan kuatnya atau dikonversi menjadi bahan-bahan eletrofilik
aktif melalui proses aktifasi metabolik. Karsinogen-karsinogen ini bereaksi dengan nukleofilik
biomakromolekul dalam membentuk simpul. Jika biomakromolekul cukup stabil, maka simpul
yang terbentuk dapat dideteksi dengan beberapa cara seperti hidrolysis protein menjadi asam
amino (histidin, lysin atau sistein), dan digunakan untuk menentukan profil pemaparan. Salah
satu keutamaan dari metode penentuan resiko kanker ini adalah sampel darah dapat dengan
mudah diperoleh sehingga sejumlah besar sampel dapat diperoleh untuk penentuan pola
pemaparan.

Biomarker Dampak (Biomarkers of Effects)

Biomarker dampak adalah perubahan-perubahan biokimiawi, fisiologis, tingkah laku dan


lainnya yang dapat diukur, dalam suatu organisme yang bergantung pada besarannya, dapat
dikenali sebagai manisfestasi atau potensi gangguan kesehatan atau penyakit (ASTDR, 1994).
Idealnya, suatu biomarker dampak harus dapat berdiri sendiri yang tidak memerlukan analisis
kimia atau uji biologis tambahan untuk mengkonfirmasinya. Penggunaan biomarker dampak
dalam jenis-jenis uji tersebut sangat tinggi spesifitasnya untuk setiap jenis bahan kimia sehingga
penggunaannya sangat terbatas. Contoh dari biomarker dampak termasuk: uji daya hambat enzim
cholinesterase otak oleh insektisida Karbamat, induksi asam delta aminolevulinic synthetase dan
inhibisi asam aminolevulinic dehydratase (ALAD) oleh Pb dan logam-logam berat tertentu
lainnya.
Beberapa jenis biomarker dengan spesifisitas lebih rendah juga telah dikembangkan dan
digunakan secara luas, namun memiliki kecenderungan respon yang luas terhadap beberapa jenis
bahan kimia. Beberapa jenis biomarker tersebut antara lain: induksi mixedfunction oxidase
(MFO), formasi simpul DNA dan beberapa perubahan DNA seperti pertukaran kromatid kembar
dan pemutusan untaian/strand, imunosupresi dan hipersensitifitas. Uji-uji tersebut di atas
membutuhkan studi biomarker tambahan atau analisis residu bahan kimia untuk dapat
menghubungkan agen penyebab dengan efek yang ditimbulkan. Hal ini bisa dilihat, misalnya,
pada induksi enzim cytochrome P4501A1 (CYP1A1) di dalam hati ikan umumnya dikenal
sebagai biomarker dari pemaparan ikan terhadap kontaminan, namun hasilnya tidak spesifik
senyawa (compound specific) karena reaksi ini juga dapat diinduksi oleh berbagai jenis senyawa
polynuclear hydrocarbon (PAHs) maupun halogenated hydrocarbon (PHAHs), dan juga oleh
kondisi hypoxia (HIF response element).
Biomarker Kerentanan

Biomarker kerentanan (biomarkers of susceptibility) adalah titik atau hasil akhir yang
merupakan indikasi dari suatu perubahan kondisi fisiologi dan biokimiawi yang menjadikan
individu spesies terkena dampak, baik yang berupa faktor kimia, fisik atau patogen. Biomarker
ini terutama bermanfaat dalam memprediksi kondisi penyakit pada manusia menggunakan
hewan sebagai acuannnya. Pemaparan hewan pada konsentrasi rendah TCDD (2,3,7,8-
tetrachlorodibenzo-p-dioxin) akan menyebabkan meningkatnya aktifitas enzim cytochrome
P4501A1 atau P4501A2 pada hewan, tanpa dampak buruk. Sedangkan peningkatan aktifitas
enzim tersebut pada manusia diketahui terkait dengan tingginya resiko terserang kanker akibat
aktifasi sejumlah prokarsinogen. Demikian juga dengan beberapa senyawa xenobiotics yang
menghambat aktifitas sistem kekebalan tubuh yang dapat menyebabkan meningkatnya
kerentanan organisme terhadap organisme patogen dan kanker.
Diakui bahwa perbedaan antara biomarker dampak dan biomarker kerentanan agak kabur.
Namun perbedaan tersebut dapat dilihat pada akibat yang ditimbulkan oleh xenobiotics, yaitu:
apakah akibatnya secara langsung mempengaruhi aspek-aspek fisiologi dan biokimiawi yang
merupakan indikasi langsung dari kondisi penyakit, atau akibatnya hanya pada penurunan
ketahanan terhadap faktor-faktor biologis, kimiawi atau fisis lainnya.

Interpretasi Biomarker

Ketelitian harus digunakan dalam melakukan interpretasi dan ekstrapolasi terhadap hasil
yang diberikan oleh suatu biomarker, dari satu spesies ke spesies lainnya. Sebab bahan kimia
yang sama dapat menginduksi protein yang berbeda dalam satu spesies dibanding spesies
lainnya, dan enzim yang sama dapat memiliki spesifisitas bahan yang berbeda, bahkan dalam
spesies yang kekerabatannya sangat dekat. Perbedaan dalam kelas cytochrome P450 yang
diinduksi terlihat pada pemaparan spesies ikan yang sama (salah satunya adalah hasil budidaya
laboratorium) pada kontaminan TCDD. Hal ini jelas menunjukkan bahwa dibutuhkan
pemahaman menyeluruh dalam bidang fisiologi dan biokimia komparatif.
Pentingnya aplikasi biomarker adalah karena kemampuannya untuk memadukan
pemaparan beberapa bahan kimia di area tertentu dengan keragaman kontaminan yang
dikandungnya, seperti yang banyak ditemui pada lokasi-lokasi pembuangan limbah cair kimia.
Respon CYP1A1 terhadap sedimen yang dicemari oleh dioxin, PCBs atau PAHs dapat
memberikan pemahaman mendalam tentang kondisi kontaminan pada lokasi, bioavailabilitas-
nya dan resiko menyeluruh yang dapat ditimbulkan. Demikian juga dengan perubahan profil
Porfirin, kandungan Methallothionein dan fungsi immunologis dapat memberikan gambaran
tentang efek kombinasi dari logam-logam yang terdapat pada perairan yang tercemar oleh limbah
pertambangan. Oleh karena itu, esensi dari penggunaan biomarker adalah pengertian terhadap
kekuatan dan keterbatasan teknik yang digunakan dan untuk lebih berhati-hati dalam melakukan
ekstrapolasi hasil antar spesies.

Beberapa ide dasar (Long et al., 2004; Huo, 2006; Lehtonen, 2009) dalam
mengaplikasikan biomarker, sebagai berikut:

o Pemahaman yang jelas tentang cakupan dan sifat pemantauan yang dibutuhkan
o Setidaknya terdapat 3 peranan biomarker: sebagai alat seleksi untuk studi pada lokasi lain,
sebagai alat diagnostik yang terpusat pada isu-isu khusus yang diidentifikasi, dan sebagai alat
pemantauan terhadap perubahan kesehatan suatu lingkungan/lokasi dalam suatu jangka
tertentu, yang mungkin saja sebagai respon terhadap kriteria-kriteria pengelolaan lingkungan.
o Jenis-jenis biomarker yang memiliki keterkaitan jelas dengan dampak pada tingkatan yang
lebih tinggi jelas akan sangat efektif.
o Dibutuhkan pengetahuan dasar dalam: variasi alami, sensitifitas dan dapat diulangnya respon
biomarker untuk penjaminan mutu.
o Biomarker tunggal pada individu spesies umumnya tidak akan cukup kuat untuk digunakan
dalam suatu penegakan aturan (regulasi), sehingga mutlak untuk menggunakan serial
biomarker (series/batteries of biomarkers).

Terlepas dari kesulitan dan tantangan yang ada pada penggunaan biomarker dalam
pemantauan dampak bahan kimia pencemar di lingkungan, terdapat 2 hal mendasar dalam
program pemantauan lingkungan berbasis biomarker (Peakall, 1992), yaitu:

1. Hubungan antara pemaparan bahan kimia dan respon biomarker, hubungan ini termasuk :
a). ketersediaan biomarker yang dapat merespon jenis-jenis bahan pencemar utama di
lingkungan
b). sensitifitas biomarker terhadap stimulasi bahan pencemar, terlebih dalam hal respon
terhadap konsentrasi bahan pencemar.

2. Hubungan antara respon biomarker dan dampak buruk : hal ini mencakup proses
lanjutan setelah pemaparan lingkungan dan prognosa hasil pengamatan di laboratorium.
Hal tersebut kemudian menjadi lebih kompleks bila dikaitkan dengan tingkat ekstrapolasi
yang dapat dibuat dari perubahan respon dalam biomarker menjadi bahaya pada individu-
individu yang terpapar. Apalagi kenyataan yang ada menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan mencolok dalam respon biomarker-biomarker yang berbeda terhadap
perubahan kondisi organisme yang diteliti. Demikian pula halnya dengan ekstrapolasi
pada bahaya yang dapat ditimbulkan hingga level populasi dan komunitas. Sebab aktifitas
pemantauan kondisi lingkungan adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi, lalu
menyusun strategi untuk memastikan bahwa struktur dan fungsi lingkungan dapat
dipertahankan.
Bahan pencemar Perubahan-
Perubahan- Dampak pada
Respon
Respon Dampak Dampak pada
terikat pada
terikat pada perubahan
perubahan Dampak populasi dan
populasi dan
Biokimiawi
Biokimiawi individual
reseptor
reseptor fisiologis individual komunitas
komunitas

Daftar Pustaka

Noor, A. 2012. Biomarker. [online]. Tersedia :


http://ahmadkesmas.blogspot.co.id/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_3029.html [20 februari 2017]

Tahir, A. 2014. Biomarker dan Keutamaannya. [online]. Tersedia:


repository.unhas.ac.id/.../2.BIOMARKER%20DAN%20KEUTAMAANNYA.docx.html
[20 Februari 2017]

Anda mungkin juga menyukai