Terbit dua kali dalam setahun yakni bulan April dan Oktober. Berisi tulisan yang diangkat dari
penelitian, gagasan konseptual, kajian, dan aplikasi teori dibidang biologi.
Sekretaris Redaksi :
Nur Arfa Yanti
Redaksi Pelaksana :
Analuddin
Muzuni
Suriana
Nurhayani
Sitti Wirdhana Ahmad Bakareng
Bendahara :
Rita Ningsih
Pembantu Umum :
Wa Ode Nanang Trisna Dewi
La Ode Adi Parman Rudia
BIO WALLACEA Diterbitkan Oleh Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo Kendari.
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014 1
ABSTRACT
Screening of indigenous bacteria from sago waste based on amylolytic and cellulolytic activity
was done to obtain bacterial isolate having double activity, i.e. could to hydrolize of starch
(amylolytic) and cellulose (cellulolytic). Screening amylolytic and cellulolytic bacteria was
done based on amylolytic and cellulolytic activity on agar media. Determination of amylolytic
activity on starch agar media was based on the presence of clear zone around the bacterial
colony upon flooding with lugols iodine solution. Cellulolytic activity was determine based on
the presence of clear zone around the bacterial colony on Carboxy methyl cellulose (CMC)
agar upon flooding with congo red solution. Presence of a clear zone around the colony
indicated starch and cellulose hydrolysis. The diameters of clear zone produced on CMC and
starch agar were measured and used as an indication of the amylolytic and cellulolytic
activities of the bacteria. The results of the screening based on amylolytic and cellulolytic
activity showed that a number of 21 bacterial isolates that having both activities. LCA2 was the
bacterial isolate with the highest amylolytic and cellulolytic activity as revealed by the size of
clearing zone on both types of agar plates. The diameters of clear zone on starch and CMC
agar were 4,98 and 3,65 cm2, respectively. Therefore, LCA2 isolate was bacterial isolate that
potent for biconvertion sago hampas into value-added products.
PENDAHULUAN
Ampas sagu yang merupakan Pengolahan sagu di Sulawesi
limbah padat dari pengolahan pati sagu, Tenggara yang merupakan salah satu
pada dasarnya adalah serat empulur sisa daerah penghasil pati sagu di Indonesia
pemerasan pati sagu. Produksi pati dari berlangsung sepanjang tahun, sehingga
tiap pohon sagu berkisar antara 200-450 kg limbah yang dihasilkan semakin
sagu basah. Empulur sagu yang dihasilkan menumpuk dan menyebabkan keasaman
sebanyak 321.180 ton/tahun mengandung pada tanah serta dapat mencemari air dan
2030 % tepung sagu dan 7080 % ampas menimbulkan bau tidak sedap (Awg-Adeni
sagu. Dengan demikian, setiap tahun total dkk., 2010). Limbah sagu yang kaya
ampas sagu yang dihasilkan berkisar antara karbohidrat tersebut, hingga saat ini belum
224.826 256.944 ton/tahun (Anonim, dikelola/dimanfaatkan secara optimal
1987). (Nurdin, 1995; Yanti dkk., 2006). Oleh
karena itu, pemanfaatan ampas sagu perlu
Screening Bakteri Amilolitik Dan Selulolitik Dari Limbah Sagu 2
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014
Screening Bakteri Amilolitik Dan Selulolitik Dari Limbah Sagu 3
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014
Screening Bakteri Amilolitik Dan Selulolitik Dari Limbah Sagu 4
Aktivitas selulolitik dari isolat bakteri uji kemampuan ganda yaitu bersifat amilolitik
dilihat berdasarkan kemampuan dan selulolitik. Isolat bakteri amilolitik dan
membentuk zone jernih di sekeliling selulolitik paling banyak diperoleh dari
koloni bakteri yang ditumbuhkan pada ampas sagu yaitu 17 dari 18 isolat bakteri
media selulosa agar (Gambar 2). Zone (94 %), sedangkan dari limbah cair sagu
jernih menunjukkan bahwa isolat bakteri hanya ditemukan 3 dari 7 isolat bakteri (43
menggunakan selulosa pada media untuk %). Hasil penelitian ini menunjukkan
pertumbuhannya dan menyebabkan bahwa ampas sagu merupakan sumber
selulosa di sekeliling koloni habis terpakai isolat yang paling potensial untuk
sehingga terbentuk zone jernih tersebut memperoleh bakteri amilolitik dan
(Apun dkk., 2000). selulolitik. Ampas sagu menjadi sumber
isolat bakteri amilolitik dan selulolitik
terbaik dibandingkan limbah cair sagu
karena ampas sagu masih mengandung
amilum dan selulosa yang cukup tinggi
yaitu berturut-turut 41,7 % dan 22,9 %
(Wina dkk., 1986).
Aktivitas amilolitik 25 isolat
bakteri yang diisolasi dari ampas sagu dan
limbah cair sagu berkisar antara 1,88-6,24
A B
Cm2 dan 21 isolat bakteri amilolitik
memiliki aktivitas selulolitik berkisar 0,13-
Gambar 2. Determinasi Aktivitas Selulolitik
Isolat Bakteri. Keterangan. A. Isolat 3,65 Cm2 (Tabel 1). Hasil penelitian pada
tanpa aktivitas selulolitik, B. Isolat
dengan aktivitas selulolitik, K : Tabel 1 menunjukkan bahwa aktivitas
koloni bakteri, Zj : Zone jernih amilolitik dari isolat-isolat bakteri
indigenous lebih tinggi dibandingkan
Screening bakteri amilolitik dan dengan aktivitas selulolitiknya. Hal ini
selulolitik
mungkin disebabkan karena pati lebih
Hasil screening bakteri amilolitik mudah dihidrolisis dibandingkan selulosa.
dan selulolitik pada Tabel 1 menunjukkan Sugiyono (2008), menyatakan bahwa
bahwa ditemukan 4 isolat bakteri dari 25 selulosa lebih sulit dihidrolisis oleh
isolat bakteri amilolitik yang tidak bersifat mikrobia dibandingkan pati sehingga
selulolitik, dengan demikian hanya 21 mikrobia dengan aktivitas amilolitik tinggi
isolat bakteri indigenous yang memiliki lebih mudah ditemukan di alam
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014
Screening Bakteri Amilolitik Dan Selulolitik Dari Limbah Sagu 5
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014
Screening Bakteri Amilolitik Dan Selulolitik Dari Limbah Sagu 6
Yanti dan Munir. Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1-6, April 2014
Rita, et al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 7-15, April 2014 7
ABSTRACT
Isolation and identification of mycorrhiza fungal that associated with Spathoglottis plicata
Blume and Phalaenopsis amabilis L. orchid root have been done. The descriptive research consist
of three steps that were isolation, purification and identification. Slice of roots were
inoculated on Potato Dextro Agar (PDA) media for 2 5 days. The fungal colony were
purified then identified based on colony and morphology characters. The observed parameter
were fungal colony, hypha and spore type. The result showed that there were 3 isolates found
from root of terrestrial orchid Spathoglottis plicata Blume i.e SA1.1 was Chaetoium
belonging to Ascomycetes class; SA2.2 was Beltrania belonging to Ascomycetes class too
and SA2.3 was Rhizoctonia belonging to Deuteromycetes class. Meanwhile the identification
result of mycorrhiza fungal from root of epiphytic orchid Phalaenopsis amabilis L. showed that 2
isolate i.e PA1.2 and PA1.3 both of them Rhizoctonia belonging to Deuteromycetes class.
Keywords : orchid mycorrhiza, Spathoglottis plicata Blume, Phalaenopsis amabilis L., orchid
root
tentang jamur mikoriza yang terdapat pada morfologi koloni jamur dilihat dari adanya
akar kedua jenis anggrek. sekumpulan hifa yang berbentuk seperti
HASIL DAN PEMBAHASAN benang disebut miselium. Purifikasi jamur
Isolasi Jamur yang Berasosiasi dengan selanjutnya dilakukan berdasarkan hal
Akar Anggrek
tersebut dan hasilnya dapat dilihat pada
Hasil isolasi jamur yang berasal dari gambar 2.
akar anggrek tanah Spathoglottis plicata S
SA1.1 S
SA2.2 S
SA2.3
A A A
Blume.dan anggrek bulan Phalaenopsis 1. 2. 2.
1 2 3
amabilis L. selama 2 7 hari pada media
PDA sebanyak masing-masing 3 cawan
petri (ulangan) ditampilkan pada Gambar
1. PA1.1
P P
PA1.3
A A
1. 1.
2 3
S.A1
S S.A2
S S.A3
S
. . .
A A A
1 2 3
Gambar 2. Jamur hasil purifikasi dari
akar anggrek tanah
P
P.A1 P
P.A2 P
P.A3
. . . Spathoglottis plicata
A A A Blume. (atas) dan akar
1 2 3 anggrek bulan Phalaenopsis
amabilis L. (bawah).
Gambar 1. Jamur hasil isolasi dari akar Pada akar anggrek tanah ditemukan
anggrek tanah Spathoglottis plicata
sebanyak tiga isolat dari dua akar yang
Blume. (atas) dan akar anggrek bulan
Phalaenopsis amabilis L. (bawah). berbeda yaitu satu isolat dari akar 1
Ket: S.A1,2,3: Spathoglottis plicata
potongan ke-1 (SA1.1) dan dua isolat dari
akar 1,2,3; P.A1,2,3 : Phalaenopsis
amabilis akar 1,2,3. akar 2 potongan ke-2 dan ke-3 (SA2.2 dan
Hasil isolasi pada cawan petri
SA2.3). Adapun pada akar anggrek bulan
menunjukkan selain jamur juga terdapat
ditemukan sebanyak dua isolat dari cawan
khamir, hal ini disebabkan karena medium
yang sama yaitu akar 1 potongan ke-2 dan
tumbuh yaitu PDA tidak bersifat spesifik
ke-3 (PA1.2 dan PA1.3). Karakterisasi
untuk jamur. Pemilahan keduanya
morfologi koloni dan mikroskopik
dilakukan berdasarkan perbedaan antara
dilakukan pada setiap isolat untuk
struktur morfologi koloni jamur dengan
menentukkan identitasnya.
struktur morfologi koloni khamir. Struktur
a. Karakteristik dan Identitas Isolat SA1.1 aktivitas lactase atau peroksidase (Thorm
Morfologi koloni isolat ini berwarna et al., 1996).
putih baik diatas maupun di bawah Von Arx et al . (1986) dan Issa et al.
permukaan, media berwarna merah (2013) menggolongkan Chaetomium
dibagian tepi koloni dan tumbuh dengan dalam family Chaetomiacea, dengan
sangat cepat (Gambar 2). Pada pengamatan klasifikasi sebagai berikut: Divisio
secara mikroskopik tampak adanya hifa Ascomycota; Class Sordariomycetes; Ordo
atau miselium yang mempunyai septa Sordariales; Family Chaetomiaceae; Genus
berwarna terang sampai coklat, dan Chaetomium.
bercabang pada satu arah. Memiliki b. Karakteristik dan Identitas Isolat
SA2.2
ascomata bulat berwarna hitam dikelilingi
filamentous appendages lurus, dan spora Morfologi koloni berwarna putih
berupa sel tunggal berbentuk bulat baik diatas maupun di bawah permukaan,
memanjang (oval) (Gambar 3.A). Hal ini bentuk serbuk, berwarna putih dibagian
sesuai dengan karakteristik Chaetomium tepi, dan tumbuh dengan sangat cepat.
yang dinyatakan oleh Von Arx et al. Pada pengamatan secara mikroskopik
(1986) dan Mungai et al. (2012) tampak adanya hifa atau miselium yang
Chaetomium adalah satu jamur mempunyai septa yaitu terdapat sekat
golongan Ascomycota dari keluarga diantara hifa, berwarna yang sangat terang,
Chaetomiacea (Von Arx et al .1986). konidia soliter, berbentuk V bikonikal
Chaetomium juga dikenal sebagai jamur (Gambar 3.B). Menurut literatur ciri
tanah yang dapat tumbuh pada berbagai lainnya dari jamur tersebut yang
substrat seperti sisa-sisa tanaman, serasah, merupakan Beltrania sp. yaitu: seta coklat
biji, tebu, terdiri atas beberapa spesies sederhana berujung runcing; konidiofor
yang menyukai substrat dengan kadar sederhana 138 x 3-6 m, berwarna gelap
selulosa tinggi (Von Arx et al. 1986; dengan dasar bentuk keeping radial dan
Abdullah & Saleh, 2010). Sekitar koloni jarang bercabang, berujung tajam; konidia
biasanya berwarna merah yang berwarna coklat berbentuk V, simetris
berhubungan dengan suatu pigmen merah bikonikal dibagian tengah berwarna agak
exudat. Koloni berwarna merah, pucat menggulung secara spiral, tunggal
menunjukkan aktivitas degradasi lignin denticle; saprofit (Watanabe, 2002;
yang membentuk zona berwarna merah Kendrick, 2013; Abbas et al., 2010).
disekitar koloni karena adanya quinon
yang merupakan oksidasi guaicol akibat
Patrcia dos Santos, Gilberto Ken- Park, J.Y. 2003. Surface sterilization
Iti Yokomizo Eng. Agr. DSc. 2004. method. Workshop on Isolation
O Fungo Beltrania sp. em Methods of Microbes. 37-38.
Pupunheirano Estado do Amapa, Biotechnology Center NITE & Pusat
Empresa Brasileira de Pesquisa Penelitian Bioteknologi LIPI,
Agropecuria Centro de Pesquisa Cibinong: 24-26 Juni 2003.
Agroflorestal do Amap Ministrio Rasmussen, H .N. 1995. Terrestrial
da Agricultura, Pecuria e Orchids From Seed To Mycotrophic
Abastecimento.Ministerio da Plant. Cambridge University Press.
agricultura, pecuaria e Ritchie, B.J. 1995. International course on
Abastecimento. Hal. 69 identification of fungi of agricultural
Kendrick, B. 2013. Analyse of importance : Plant Pathology
morphogenesis in the Techniques. International
hyphomycetes : New characters Mycological Institute, Egham :7
derived from considering some Agustus-15 September 1995 .
conidiophores and conidia as Saha, D. and Rao, A.N. 2006. Studies on
condensed hyphal systems. Can. J. Endophytic Mycorrhiza of Some
Bot. 81 : 75 100. Selected Orchids of Arunachal
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Pradesh-1. Isolation and
Laboratorium. PT Raja Grafindo Identification. Bulletin of Arunachal
Persada. Jakarta Forest Research 22 (1&2) : 9-16.
Lumyong S, Norkaew N, Ponputhachart D, Sneh, B., Burpee, L., Ogoshi, A. 1991.
Lumyong P, dan Tomita F. 2001. Identification of Rhizoctonia
Isolation, Optimitation and Species. APS Press. St. Paul. MN.
Characterization of Xylanase from Thorn, R.G, Reddy, C.A., Harris, D., and
Endophytic fungi. Biotechnology for Paul, E.A. Issolation of Saprophytic
Sustainable Utilization of Biological Basidiomycetes from Soil. Appl.
Resources. The Tropic, 15. Environ. Microbiol. 62 : 4.288
Maloch, D., 1981. Mould; Their Isolation, 4.292
Cultivation and Identification. Upadhyaya, A., Singh, J., Tiwari, J., Gupta, S.
University of Toronto, Canada. 2010. 2012. Biodiversity of water borne
A Comparative account of the conidial fungi in Narmada River.
diversity and distribution of fungi in International Multidisciplinary
Research Journal. 2(9) : 20 22.
tropical forest soils and sand dunes
Von Arx, J.A. Guarro, J. and Figueras, M.J.
of Orissa, India. J. Biodiversity 1(1) : (1986). The ascomycete genus
27 41. Chaetomium. Beihefte zur Nova
Munngai P.G, Chukeatirote, E. Njogu, J.G. Hedwigia 84: 1-162.
Hyde, K.D. 2012. Coprophilous Watanabe, T. 2002. Soil and Seed Fungi :
Ascomycetes in Kenya: Chaetomium Morphologies of Cultured Fungi and
Species from Wildlifes Dung. Key to Species. 2nd Edition. CRC
Current Research in Enviromental Press. London, New York,
and Applied Mycology 2(20 : 113 Washington, D.C
128
Panda, T., Pani, P.K., Mishra, N.,
Mohanty, R.B.
Jurusan Biologi, Fakultas MlPA Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara 93232.
ABSTRACT
The aim of this research is to determine the distribution, diversity, evenness and
similarity of Cerambycidae bettle based on the total of species and individual at different
altitude in mount of Mekongga area in Tinukari village Wawo sub district, north Kolaka
regency in South East Sulawesi province. This research was used a survey method,
catching Cerambycidae bettle by using sweep net, light trap, malaise trap, artocarpus trap
and yellow pan trap by TCBG-LIPI mekongga team. Mounting and identification in
laboratory entomology, sector zoology, biology research center Tndonesian of science,
Cibinong Bogor, west java. The result show that there are 3 subfamilies of Cerambycidae
bettle; Laminae (54 species), Cerambycidae (21 species) and Prioninae (1 species). The
highest diversity index, was found at 0-500 asl (H'=3,389) and the evennes high category
was found at 1000-1500 asl (H'=1). The highest similarity index of species was found at
0-500 and 500-1000 asl (47,225%).
PENDAHULUAN
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Keanekaragaman Kumbang Cerambycidae (Coleoptera) Di Kawasan Gunung
Mekongga Desa Tinukari Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara Provinsi 20
Sulawesi Tenggara 18
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Keanekaragaman Kumbang Cerambycidae (Coleoptera) Di Kawasan Gunung
Mekongga Desa Tinukari Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara Provinsi 19
21
Sulawesi Tenggara
Botol koleksi, Lem serangga, Kain trap. Prosedur penelitian terdiri dari 4
putih 2x3, Lampu mercury 150 watt, tahap yaitu pengambilan spesimen,
Generator 1000 watt, Drower, Jarum pengawetan spesimen, identifikasi
pentul, Pinset runcing, Desikator, kumbang dan analisis data. Pengawetan
Mangkok kuning, Serangga spesimen menggunakan alkohol.
(Coleoptera), Buku identifikasi, Identifikasi dilakukan dengan melihat
Alkohol 70%, Air panas, Kamper/ ciri-ciri morfologi pada kepala/caput,
kapur barus, Silica gel, Ethyl Acetat, dada/thorax dan perut/abdomen. Data
Daun nangka, Garam, Sabun cair. disajikan dalam bentuk gambar,
Pelaksanaan penelitian ini diagram dan tabel jumlah spesies
menggunakan metode survei dengan kemudian dianalisis dengan
penangkapan kumbang Cerambycidae menggunakan aplikasi Primer 5 yaitu
menggunakan jaring penangkap, dengan menghitung indeks
perangkap lampu, malaise trap, keanekaragaman, kemerataan dan
perangkap daun nangka dan yellow pan kesamaan.
50 42
40 30
Jumlah spesies
30
20 14 8 3 4
0
10 1 0
0
0-500 500-1000 1000-1500
Ketinggian (mdpl)
Lamiinae Cerambycinae Prioninae
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Keanekaragaman Kumbang Cerambycidae (Coleoptera) Di Kawasan Gunung
Mekongga Desa Tinukari Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara Provinsi 20
22
Sulawesi Tenggara
250 220
Jumlah individu
200
150
100 72
50 36
2 10 0 3 4 0
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Keanekaragaman Kumbang Cerambycidae (Coleoptera) Di Kawasan Gunung
Mekongga Desa Tinukari Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara Provinsi 22
24
Sulawesi Tenggara
PENUTUP B. Saran
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian
tersebut maka penulis menyarankan :
Berdasarkan hasil penelitian dan
5. Perlu adanya kajian diversitas
identifikasi yang telah dilakukan, dapat
secara mendalam tentang hubungan
disimpulkan bahwa:
ketinggian dan faktor
1. Jumlah spesies dan individu
lingkungannya terhadap spesies
kumbang Cerambycidae
kumbang Cerambycidae di
(Coleoptera) yang di temukan pada
kawasan Gunung Mekongga.
ketinggian 0-500 mdpl di Kawasan
6. Perlu dilakukan penelitian lebih
Gunung Mekongga lebih banyak
lanjut tentang hubungan vegetasi
dibandingkan pada ketinggian 500-
terhadap perkembangan populasi
1000 dan 1000-1500 mdpl.
kumbang Cerambycidae di
2. Indeks keanekaragaman jenis
kawasan Gunung Mekongga.
kumbang Cerambycidae kategori
tinggi di kawasan Gunung DAFTAR PUSTAKA
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Keanekaragaman Kumbang Cerambycidae (Coleoptera) Di Kawasan Gunung
Mekongga Desa Tinukari Kecamatan Wawo Kabupaten Kolaka Utara Provinsi 24
Sulawesi Tenggara
La Hendri., 2011, Keanekaragaman dan Tropical Forests, 22-
Komposisi Jenis Semut di 23 February, 2005.,
Gunung Mekongga Desa FFPRT, Tsukuba, Japan,
Tinukari Kecamatan Wolo pp. 55-64.
Kabupaten Kolaka Utara
Provinsi Sulawesi Tenggara, Noerdjito, W.A., 2011, Evaluasi
Skripsi, Universitas Haluoleo, Kondisi Hutan Berdasarkan
Kendari. Keragaman Kumbang Sungut
Panjang (Coleoptera :
Latumahina, F,S., dan Anggraeni, T., 2010,
Cerambycidae) di Kawasan
Diversitas Coleoptera Dalam
Gunung Slamet. Berita Biologi
Kawasan Hutan Lindung Sirimau
(dalam proses penerbitan).
Kota Ambon, Seminar,
Yogyakarta, 24-25 Septembar
Noerdjito, W.A., Aswari, P., Peggie,
2010.
D., 2011, Fauna Serangga
Gunung Ciremai, Lipi Press,
Lawrence, J.F., and Britton, E.B., 1994,
Bogor
Australian Beetles, Melbourne
University Press.
Odum, E.P., 1993, Dasar-Dasar
Ekologi, Penerjemah:
Lien, V,V., and Yuan, D., 2003. The
Sarningan, T., dan Srigandono,
differences of butterfly
B., Gadjahmada University
(Lepidoptera, Papilionoidea)
Press, Yogyakarta.
communities in habitats with
various degrees of disturbance
Shahabuddin, Hidayat, P., Noerdjito,
and altitudes in tropical.
W. A., Manuwoto, S., 2005,
Biodiversity and Conservation,
Penelitian Biodiversitas
12, 1099-1111.
Serangga di lndonesia:
Kumbang Tinja (Coleoptera:
Listiani, L., 2008, Pengaruh Pola
Scarabaeidae) dan Peran
Perkawinan Poliandri
Ekosistemnya, Biodiversitas,
Kumbang Ulat Tepung
Vol. 6, No. 2, Hal. 141-146.
(Tenebrio molitor L.) Terhadap
Jumlah Larva Dan Jumlah
Suriana, M., Nurhayani., Ambardini,
Kumbang Anaknya, Skripsi,
S., Adi, D.A., 2011, Morfometri
Tnstitut Pertanian Bogor,
dan Corak Warna Tubuh
Bogor.
Beberapa Spesies Tawon di
Kawasan Gunung Mekongga,
Mangguran, A. E., 2004. Measuring
BLV, Universitas Haluoleo,
biological diversity. Malden:
Kendari.
Blackwell Publishing.
Wirawan, G.S., 2012, Jenis-jenis
Noerdjito, W.A., H. Makihara & K
Capung di Kawasan Gunung
Matsumoto. 2005. Longicorn
Mekongga Pada Ketinggian
beetle fauna (Coleoptera,
1000-2000 m dpl Desa Tinukari
Cerambycidae) collected from
Kecamatan Wawo Kabupaten
Friendship Forest at Sekaroh,
Kolaka Utara Sulawesi
Lombok. Proc. Tnt. Workshop
Tenggara, Skripsi, Universitas
on the Landscape Level
Haluoleo, Kendari.
Rehabilitation of degraded
Amirullah, et. al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 1624, April, 2014
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014 ISSN : 2355-6404 25
(Characterization of 18S rRNA Gene Fragmen from Pokea (Batissa violacea celebensis
Martens, 1897) in the Pohara River Sampara District Konawe Regency)
This study aims to characterize sequences of 18S rRNA gene fragment from Pokea (Batissa
violacea celebensis Martens, 1897) and its role in differentiated Pokea with other Bivalvia.
The method used is a series of PCR (Polymerase Chain Reaction) reaction used to determine
the sequence of 18S rRNA gene fragments Pokea. Analysis of the data using program NCBI
(National Center for Biotechnology Information), Clustal X, Phydit (Phylogenetik editor), and
TreeViewX for characterization 18S rRNA gene sequence to construct a phylogenetik tree of
Pokea. The results showed that character of 18S rRNA gene fragments Pokea, namely: size
827 bp, including the family Corbicullidae because it has the closest kinship with Corbicula
fluminea, as well as having restriction enzyme sites XhoI, PstI, BamHI, and DraI.
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 26
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 27
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 28
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
sp. (AY579090); Lampsilis cardium siklus yang terdiri dari 2 stage. Stage 1
(AM774478). Urutan-urutan DNA tersebut menit pada suhu 940C, annealing selama
diperoleh dari bank data gen (Genebank). 30 menit pada suhu 600C, dan extension
Selanjutnya seluruh urutan tersebut selama 90 menit pada suhu 720C. Stage 2
Program BioEdit versi 7.0.9. Daerah yang dari 3 step, yaitu: denaturasi selama 1
terkonservasi merupakan daerah spesifik menit pada suhu 940C, annealing selama
yang dimiliki oleh gen tersebut sehingga 30 menit pada suhu 550C, dan extension
dapat digunakan sebagai primer spesifik. selama 90 menit pada suhu 720C.
ini adalah primer Anodr-F (5-GAC ACG dielektroforesis dengan agarose 1 % (0,3 g
GGG AGG TAG TGA CG-3) dan primer agarose, 30 ml TAE 1x dan 7,5 l etidium
Anodr-R (5-CCA CCC ACC GAA TCA bromida) pada voltase konstan 100 volt
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 29
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
alignment) hasil pengurutan DNA dengan terkonsentrasi pada ujung sedikit di bawah
data yang ada di GeneBank dilakukan sumur. Pemendekan yang ada di sepanjang
dengan program BLAST (Basic Local sumur bagian tengah menunjukkan DNA
NCBI (National Center for Biotechnology DNA dapat terjadi karena adanya DNA
2010 ; Mursyidin et al., 2012). Data urutan DNA dalam suhu kamar terlalu lama.
gen 18S rRNA disejajarkan dengan DNA mengalami degradasi juga bisa
program Clustal X (Hidayat et al., 2008). disebabkan oleh karena DNA mengalami
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 30
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
DNA utuh
DNA terdegradasi
RNA terdegradasi
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 31
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 32
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
membentuk pita DNA non target dan DNA forward dan ujung reverse menggunakan
target. Hal ini menunjukkan jumlah DNA primer Anodr-F dan Anodr-R. Primer
0,5 l komposisi yang tepat untuk yang digunakan dalam penelitian ini
mendapatkan hasil PCR yang maksimal. sengaja dirancang agar berukuran kecil
DNA target berukuran sekitar 850 yaitu berukuran 20 nukleotida, karena
bp, hal ini sesuai dengan perkiraan jumlah primer yang memiliki urutan yang pendek
yang akan dihasilkan oleh primer forward lebih mudah diamplifikasi. Kespesifikan
dan primer reverse. Sedangkan DNA non primer tidak akan meningkat jika panjang
target berukuran sekitar 12.000 bp yang primer lebih dari 30 nukleotida. Primer
merupakan DNA genom. Komposisi DNA yang tidak spesifik dapat menyebabkan
1,5 l dan 2 l merupakan komposisi yang teramplifikasinya daerah lain dalam genom
menghasilkan DNA non target berupa yang tidak dijadikan target atau sebaliknya
DNA genom, hal ini menunjukkan jumlah tidak ada daerah pada genom yang
tersebut bukan komposisi yang tepat untuk teramplifikasi.
mendapatkan hasil PCR yang maksimal Hasil pengurutan fragmen gen 18S
untuk Pokea (Batissa violacea celebensis rRNA menggunakan mesin sequencer
Martens, 1897). berupa dendogram yang memperlihatkan
Banyaknya DNA target yang grafik nukleotida. Nukleotida diwakili
digunakan akan menentukan hasil akhir warna yang berbeda-beda. Nukleotida G
dari proses amplifikasi. Jika DNA target diwakili oleh warna hitam, nukleotida C
yang digunakan terlalu sedikit maka DNA diwakili oleh warna biru, nukleotida T
yang dihasilkan sedikit bahkan diwakili oleh warna merah dan nukleotida
kemungkinan tidak teramplifikasi, A diwakili oleh warna hijau. Setelah diolah
sedangkan apabila terlalu banyak DNA menggunakan program Bioedit dapat
target maka akan diperoleh lebih banyak diketahui bahwa urutan gen 18S rRNA
DNA yang tidak diinginkan (Yuwono, yang diurutkan dari arah forward memiliki
2006; Kennedy, 2011). 688 nukleotida sedangkan dari arah
reverse memiliki 677 nukleotida (data
Pengurutan Fragmen DNA
tidak ditunjukkan).
Pengurutan fragmen gen 18S rRNA
dilakukan dari dua arah, arah ujung
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 33
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Gambar 3. Urutan gen 18S rRNA parsial Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897).
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 34
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Gambar 4. Pohon filogeni yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara Pokea (Batissa violacea
celebensis martens,1897) dengan spesies Bivalvia atas dasar urutan gen 18S rRNA.
Angka pada percabangan mengindikasikan nilai bootstrap (%) berdasarkan alogaritma
neighbour-joining dengan 1000x replikasi. Skala mengindikasikan subtitusi 1 per 10
nukleotida pada urutan gen.
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 35
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Batissa violacea celebensis dan Corbicula penelitian ini hanya dibandingkan sampai
fluminea juga didukung dari hasil analisis ke tingkat famili, hal ini disebabkan belum
similaritas. Diantara kelima spesies tersedianya urutan gen 18S rRNA Pokea
menunjukkan urutan nukleotida gen 18S analisis restriksi urutan fragmen gen 18S
memiliki kemiripan tertinggi dengan hasil amplifikasi urutan fragmen gen 18S
perbedaan 6 nukleotida dari 827 basa yang berdasarkan primer Anodr-F dan Anodr-R,
diperbandingkan. Analisis ini urutan gen ini dikenali oleh banyak enzim
restriksi, diantaranya yang biasa digunakan
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 36
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
di laboratorium adalah XhoI, PstI, BamHI, berhasil diisolasi sehingga dapat digunakan
dan DraI. Enzim-enzim ini merupakan sebagai pembeda dengan bivalvia lain pada
salah satu karakter yang dimiliki oleh daerah yang setara.
fragmen gen 18S rRNA pokea yang
Gambar 5. Enzim restriksi umum pada fragmen gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea
celebensis Martens, 1897) yaitu: XhoI, PstI, BamHI, dan DraI (kotak) dengan
menggunakan program NEBcutter.
Gen 18S rRNA berperanan dalam sedangkan fragmen bivalvia lain yang
membedakan Pokea (Batissa violacea digunakan sebagai pembanding adalah gen
celebensis Martens, 1897) dengan Bivalvia 18S rRNA bivalvia lain yang diperoleh
lain. Berdasarkan hasil penelitian dari GeneBank yang sejajar dengan
menunjukkan bahwa fragmen gen 18S fragmen gen 18S rRNA pokea. Oleh
rRNA dapat juga digunakan untuk karena fragmen gen 18S rRNA pokea
membedakan pokea dengan bivalvia lain diperoleh dengan menggunakan metode
(Gambar 4 dan 5). Fragmen yang PCR, maka dapat dijelaskan bahwa metode
digunakan sebagai acuan pembeda adalah PCR dapat digunakan untuk memperoleh
fragmen gen 18S rRNA pokea yang fragmen DNA yang dapat membedakan
dibatasi oleh primer Anodr-F dan Anodr-R, satu organisme dengan organisme lain.
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 37
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Karakterisasi Fragmen Gen 18S rRNA Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di 38
Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe
Muzuni et. al, Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 25-38, April 2014
Indrawati, et al., Biowallacea Vol. 1 (1) : Hal. 39-48, April 2014 ISSN : 2355-6404 39
Research on the Study and utilization of Traditional medicine plants by Moronene ethnic in
the Rau-Rau village Southeast Sulawesi were aims to: 1) inventory these kinds of medicinal
plants are utilized including the identification of scientific and local names, 2) study the
knowledge society in the utilization of plants as medicine, metods processing and the
efficacy, 3) study the knowledge kinds of disease and how to use of medicinal plants. With
methods survey exploration conducted interviews to expert treatment (sandro) and the
community. There are 51 spesies plant in 27 family growing in the backyard, in the gardens
and in the forests around the settlement. The organ medicinal plant species (leaves, stems,
bark, rhizome, tuber, fruit and SAP) are uses for tradisional medicines to cure about 36 kids
of diseases. Method of use will discussed in this paper.
Tabel 1. Jenis Penyakit yang Umum diderita dan Tumbuhan Obat yang digunakan oleh Suku
Moronene di Desa Rau-Rau Kecamatan Rarowatu Kabupaten Bombana
Tumbuh-Tumbuhan
No. Jenis Penyakit
Nama Jenis Famili
1. Amandel Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
Andrographis paniculata Ness. Acanthaceae
2. Batuk Citrus aurantifolia Swingle Rutaceae
Tamarindus indica L. Fabaceae
Euphorbia hirta L. Euphorbiaceae
3. Bisul Capsicum annum L. Solanaceae
4. Darah tinggi Allium sativum L. Liliaceae
Apium graveolens L. Apiaceae
Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae
Coffea robusta L. Rubiaceae
Cucumis sativus L. Cucurbitaceae
Ocimun sanctum Lamiaceae
Phyllanthus niruri L. Euphorbiaceae
5. Demam Momordica charantia Cucurbitaceae
Carica papaya L. Caricaceae
Jatropha curcas L. Euphorbiaceae
6. Diare Psidium guajava L. Myrtaceae
Strobilanthes crispus Bl. Acanthaceae
7. Diabetes Oryza glutinosa Auct Poaceae
Syzygium cumini (L.) Skeels. Myrtaceae
Terminalia catappa Combretaceae
8. Gatal-gatal Graptophyllum pictum L. Griff Acanthaceae
9. Keputihan Piper betle L. Piperaceae
10. Kencing batu Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae
11. Keseleo Cymbopogon nardus (L) Redle. Poaceae
Spesies A Cucurbitaceae
12. Luka baru Eupatorium odoratum L. Asteraceae
Musa sp. Musaceae
Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
Eclipta alba Hassk. Asteraceae
Cassia fistula L. Fabaceae
13. Maag Curcuma domestica Val. Zingiberaceae
Morinda citrifolia Rubiaceae
Musa sp. Musaceae
14. Mabuk perjalanan Moringa oleifera Lamk. Moringaceae
15. Memperlancar ASI Carica papaya L. Caricaceae
Ipomoea aquatica Convolvulaceae
16. Memperlancar haid Curcuma cease Zingiberaceae
17 Muntah darah Allium cepa L. Liliaceae
Tabel 1. Archidendron fagifolium Fabaceae
Lanjutan Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. Anacardiaceae
Piper nigrum L. Piperaceae
C. Jenis Tumbuhan Obat dan Cara buah, biji dan getahnya. Data
Penggunaan
selengkapnya mengenai jenis tumbuhan
Dari 51 jenis tumbuhan obat
obat dan cara penggunaannya oleh
yang digunakan dalam ramuan
masyarakat suku Moronene di Desa Rau
pengobatan, beberapa diantaranya diramu
Rau Sulawesi Tenggara tersaji pada
dengan tumbuhan lain dan mempunyai
Tabel 2.
manfaat ganda. Bagian tumbuhan yang
1. Alpukat Apokat Persea americana Mill. Daun 7 lembar Direbus 2 x sehari Penyakit dalam
Buah 1 genggam Dilumerkan 2 x sehari Batuk
2. Asam Sumbulawa Tamarindus indica L.
Buah 1 genggam Direbus 2 x sehari Muntah darah
3. Bawang merah Bawang motaha Allium cepa L. Umbi 3 siung Digoreng 2 x sehari Patah tulang
4. Bawang putih Bawang mopila Allium sativum L. Umbi 3 siung Dibakar 2 x sehari Darah tinggi
Belimbing Tangkule Averrhoa bilimbi L. Buah 27 buah Diperas 1 x sehari Kencing batu
5.
wuluh Daun 1 genggam Direbus 2 x sehari Darah tinggi
6. Beluntas - Pluchea indica Less. Daun 3 genggam Direbus 2 x sehari Stroke
Loranthus atropurpureus
7. Benalu - Daun 1 genggam Direbus 1 x sehari Penyakit dalam
Blume.
8. Bengle Panini Zingeber purpureum Roxb. Rimpang 3 rimpang Direbus 1 x sehari Penyakit dalam
9. Cabe Saha Capsicum annum L. Daun 7 lembar Diremas 2 x sehari Bisul
10. Daun ungu Olondoro Graptophyllum pictum L. Griff Daun 7 lembar Diremas 2 x sehari Gatal-gatal
Daun 1 genggam Direbus 1 x sehari Penyakit kuning
11. Glempangan Komba-komba Eupatorium odoratum L.
Daun 7 lembar Diremas 1 x sehari Luka baru
12. Jahe Loiya Zingiber officinale Roxb. Rimpang 3 jari/cm Diparut 1 x sehari Sakit mata
13. Jamblang Coppeng Syzygium cumini (L.) Skeels. Kulit batang 1 jengkal/7cm Direbus 2 x sehari Diabetes
14. Jambu biji Dambu watu Psidium guajava L. Daun 1 genggam Direbus 3 x sehari Diare
Daun 7 lembar Ditempel 1 x sehari Demam
15. Jarak pagar - Jatropha curcas L.
Getah 3 tetes Diteteskan 2 x sehari Sakit gigi
16. Jeruk nipis Lemo Citrus aurantifolia Swingle. Buah 3 buah Diperas 2 x sehari Batuk
Daun dan Memperlancar
17. Kangkung Tarenda Ipomoea aquatica Secukupnya Dimasak 3 x sehari
batang ASI
Tabel 2. Lanjutan.
21. Kemangi Camangi Ocimun sanctum Daun 1 genggam Direbus 2 x sehari Darah tinggi
22. Ketan hitam Kinadai moito Oryza glutinosa Auct. Biji 3 sendok Direndam 2 x sehari Diabetes
23. Ketapang - Terminalia catappa Kulit batang 1 jengkal/7 cm Direbus 2 x sehari Diabetes
24. Ketepeng Gampu Cassia alata L. Daun 7 lembar Diremas 2 x sehari Sakit kulit
25. Kopi - Coffea robusta L. Daun 7 lembar Direbus 2 x sehari Darah tinggi
1 genggam Direbus 2 x sehari Rematik,
26. Kumis kucing - Orthosiphon stamineus Benth. Daun
1 genggam Direbus 2 x sehari Penyakit dalam
Daun
32. Meniran - Phyllanthus niruri L. Daun dan 1 genggam Direbus 1 x sehari Darah tinggi
batang
33. Mentimun Bonte Cucumis sativus L. Buah 1 buah Tanpa pengolahan 3 x sehari Darah tinggi
34. Pare Paria Momordica charantia L. Daun 7 lembar Direbus 3 x sehari Demam
35. Patikan emas - Euphorbia prunifolia Jacq. Daun 1 genggam Direbus 1 x sehari Penurun lemak
36. Patikan kebo Pati-pati Euphorbia hirta L. Daun 1 genggam Direbus 1 x sehari Batuk
Getah 1 tetes Diteteskan 1 x sehari Sakit mata
37. Pecah beling - Strobilanthes crispus Bl. Daun 7 lembar Direbus 2 x sehari Diare
Carica papaya L. Daun 7 lembar Direbus 2 x sehari Demam
38. Pepaya Kapaya
Buah 1 buah Dimasak 3 x sehari Pelancar ASI
39. Petai cina Lamtoro Leucaena leucocephala Daun 1 genggam Direbus 1 x sehari Penyakit dalam
Inventarisasi Capung (Odonata) di Sekitar Sungai dan Rawa Moramo, Desa Sumber
Sari Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
(Dragonfly (Odonata) Stocktaking Around River and Moramo Swamp, Sumber Sari
Village, Moramo District, South Konawe Regency, Southeast Sulawesi )
ABSTRACT
The aim of this research was to know the dragonfly (Odonata) spesies around River
and Moramo Swamp, Sumber Sari Village, Moramo District, South Konawe Regency, South-
East Sulawesi. Dragonfly captured on three site namely river, swamp I and swamp II/
Moramo swamp. This research used descriptive method. There are 28 species of dragonfly
which are include of 8 family namely Lindeniidae, Libellulidae, Megapodagrionidae,
Lestidae, Coenagrionidae, Calopterygidae, Chlorocyphidae and Plactynemididae. Suborder
Epiprocta found 13,33% family and 50% suborder Zygoptera of all families. There are 12
species in river, 15 species in swamp I and 13 species in swamp II/Moramo swamp. The
Calopterygidae, Megapodagrionidae and Platycnemididae only found in river, whereas
Lestidae (Lestes concinus Hagen) found in swamp only. The dragonfly spesies found in river
were diffirent from swamp I and swamp II/Moramo swamp.
Tanjung Peropa selain sebagai habitat flora umumnya data yang telah tersedia
dan fauna juga memiliki fungsi pokok mencakup vegetasi dan satwa/fauna yang
dalam menjaga mutu kehidupan manusia berukuran besar seperti mamalia dan
yaitu sebagai wilayah perlindungan sistem burung, sedangkan data dari kelompok
penyangga kehidupan serta menjadi avertebrata seperti serangga belum ada.
wilayah pengawetan keanekaragaman Serangga yang terdapat di sekitar sungai
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan rawa Moramo, salah satu diantaranya
(Djawie, 2009). adalah capung (Odonata). Menurut
Sungai dan Rawa Moramo Hidayah (2008) capung termasuk salah
merupakan salah satu sungai dan rawa satu serangga yang memiliki
yang terletak dalam Kawasan Suaka keanekaragaman yang tinggi. Jumlah
Margawatwa Tanjung Peropa. Menurut capung yang melimpah terutama terdapat
Djawie (2009) sungai-sungai yang di kawasan tropis seperti Indonesia karena
mengalir dari kawasan ini dimanfaatkan di kawasan ini terdapat berbagai macam
oleh sekitar 13 desa di wilayah tersebut. habitat.
Rawa Moramo berdasarkan kondisinya Capung (Odonata) merupakan
termasuk rawa air tawar. Menurut Whitten bagian penting dari rantai makanan
et al. (1992) rawa air tawar terdapat pada terutama pada habitat perairan. Capung
daerah yang kadang-kadang terjadi dapat juga disebut sebagai bioindikator air
penggenangan oleh air tawar yang kaya bersih karena nimfa capung tidak akan
akan mineral dengan pH 6 atau lebih dan dapat hidup di air yang sudah tercemar
permukaan airnya naik turun sedemikian atau sungai yang tidak terdapat tumbuhan
rupa, sehingga terjadi pengeringan tanah di dalamnya. Perubahan populasi capung
secara periodik. Rawa air tawar ditemukan merupakan tanda tahap awal pencemaran
pada tanah alluvial di tepi sungai yang air disamping tanda lain yang berupa
mempunyai potensi untuk budidaya kekeruhan air dan melimpahnya ganggang
pertanian yang tinggi. hijau. Oleh karena itu, pelestarian capung
Pengelolahan dan pemanfaatan harus disertai dengan melihara tempat
Suaka Margasatwa Tanjung Peropa dapat hidupnya (Susanti, 2007).
dioptimalkan dengan adanya data Penelitian ini bertujuan untuk
pendukung tentang flora dan fauna serta mengetahui jenis-jenis capung (Odonata)
ekosistem yang ada didalamnya. Pada yang terdapat di sekitar sungai dan rawa
Moramo Desa Sumber Sari Kecamatan pukul 08.0012.00 WITA dan siang pada
Moramo Kabupaten Konawe Selatan pukul 14.0017.00 WITA. Pengawetan
Sulawesi Tenggara. spesimen menggunakan aseton agar warna
dan tubuh spesimen tidak rusak.
METODE PENELITIAN Identifikasi dilakukan dengan melihat ciri-
Penelitian ini telah dilaksanakan ciri morfologi pada kepala/caput,
pada bulan Januari sampai Juli 2013. dada/thorax, dan perut/abdomen serta
Bertempat di sekitar Sungai dan Rawa venasi pada sayap capung. Data
Moramo Desa Sumber Sari Kecamatan dikumpulkan dan dianalisis secara
Moramo Kabupaten Konawe Selatan deskriptif dan disajikan dalam bentuk table
Provinsi Sulawesi Tenggara. Identifikasi dan gambar, serta tampilan data dalam
sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi grafik akumulasi.
FMIPA Universitas Haluoleo Kendari.
Alat dan bahan yang digunakan Jaring HASIL DAN PEMBAHASAN
serangga (sweep net), Kotak Serangga,
Pinset, GPS, Altimeter, Kamera Digital, A. Jenis capung (Odonata) yang
ditemukan disekitar sungai dan rawa
pH indikator, Lup, Aseton, Kapur Barus,
Moramo Desa Sumber Sari
Plastik Ziplok, Kertas Label dan Buku Kecamatan Moramo Kabupaten
Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Identifikasi Capung Identification Guide to
the Australian Odonata oleh Theischinger Capung yang telah diidentifikasi
(2009). Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari 28 jenis. Hasil inventarisasi
dilakukan dengan menggunakan metode capung (Odonata) di sekitar sungai dan
deskriptif dengan teknik observasi rawa Moramo Desa Sumber Sari
lapangan menjelajahi daerah sekitar sungai Kecamatan Moramo Kabupaten
dan rawa dalam Kawasan Suaka Konawe Selatan Sulawesi Tenggara
Margasatwa. Prosedur penelitian terdiri disajikan pada Tabel 1.
dari 4 tahap yaitu pengambilan sampel,
pengawetan spesimen, identifikasi dan
analisis data. Pengambilan sampel
dilakukan dalam dua tahap yaitu pagi pada
Tabel 1. Jenis capung yang ditemukan di sekitar sungai dan rawa Moramo pada tiap lokasi
pengambilan sampel
No Famili Genus Spesies Lokasi
I* II* III* indvidu
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Lindeniidae Ichtinogomphus UI. Spesies 1 1 2 - 3
2. Libellulidae Neurothemis UI. Spesies 2 - 2 - 2
3. UI. Spesies 3 - 11 4 15
4. Zyxoma UI. Spesies 4 - 4 3 7
5. - UI. Spesies 5 - - 1 1
6. - UI. Spesies 6 - 4 - 4
7. - UI. Spesies 7 - - 7 7
8. - UI. Spesies 8 - - 2 2
9. - UI. Spesies 9 4 - - 4
10. Diplacodes UI. Spesies 10 - - 1 1
11. Nannophya Nannophya - 3 3 6
12. australis Brauer
UI. Spesies 11 - - 3 3
13. Lestidae Lestes Lestes concinnus - 1 2 3
Hagen
14. Megapodagrioni - UI. Spesies 12 2 - - 2
dae
15. Calopterygidae - UI. Spesies 13 1 - - 1
- UI. Spesies 14 2 - - 2
16. Chlorocyphidae - UI. Spesies 15 1 - - 1
17. - UI. Spesies 16 4 1 2 7
18. - UI. Spesies 17 22 7 - 29
19. - UI. Spesies 18 8 1 - 9
20. Coenagrionidae Agriocnemis UI. Spesies 19 - - 18 18
21. - UI. Spesies 20 - 15 15 30
- UI. Spesies 21 - 6 3 9
22. Archibasis Archibasis 11 - - 11
23. mimetes Tillyard
Teinobasis Teinobasis - 45 - 45
24. rufithorax Selys
25.
Pseudagrion UI. Spesies 22 - 7 1 8
26.
Platycnemididae Nosostica Nosostica solida 6 - - 6
27.
Hagen
28.
UI. Spesies 23 2 - - 2
Gambar 1. Grafik akumulasi jumlah individu setiap jenis capung yang dikoleksi
PEDOMAN PENULISAN
Bentuk Naskah
BioWallacea menerima naskah dalam bentuk hasil penelitian, komunikasi pendek dan kajian
buku, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Naskah hasil penelitian
maksimum 15 halaman termasuk Gambar dan Tabel. Short comunication dan kajian buku
maksimum 4 halaman. Naskah Belum pernah dan tidak akan diterbitkan dalam majalah atau
jurnal lain dan asli hasil karyanya.
Pengiriman Naskah
Penulis harus mengirimkan naskah dalam bentuk naskah tercetak (hard copy) tiga eksemplar
dan naskah lunak (soft copy) dalam bentuk CD atau melalui email (attachment). Setiap
naskah harus disertai alamat korespondensi lengkap. Naskah dikirimkan ke alamat Redaksi
BioWallacea : Jurusan Biologi FMIPA Universitas Halu Oleo Kampus Hijau Bumi
Tridharma, Anduonohu Kendari 93232. E-mail : bio_uhowallacea@gmail.com
Format Naskah
1. Judul : Menggambarkan isi pokok tulisan secara ringkas dan jelas, maksimum 15 kata.
Ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Di bawah judul harus tertulis nama
lengkap para penulis (tidak disingkat), tanpa gelar, alamat penulis (instansi asal, alamat
dan alamat e-mail untuk korespondensi penulis). Jika para penulis memiliki alamat
berbeda, maka harus diberi tanda (mis. Angka 1 atau 2 dan masing-masing tanda diberi
nama instansi atau universitasnya. Abstrak : Maksimum 300 kata. Berisi inti naskah yang
memuat tujuan, hasil dan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah
dikerjakan. Nama organisme disertai nama ilmiahnya. Ditulis dalam dua bahasa yaitu
Inggris dan Indonesia. Pada bagian akhir abstrak disertai beberapa kata kunci (key words),
4-6 kata.
2. Pendahuluan : Berisi tentang teori, hasil penelitian dan atau berita-berita terkini yang
menjadi latar belakang mengapa penelitian dilakukan, rumusan permasalahan dan tujuan
penelitian. Metode Penelitian : Mendeskripsikan dan menjelaskan secara singkat, jelas,
rinci dan padat tentang bahan dan alat, sampel (kualifikasi), disain penelitian dan analisa
data, tahapan cara kerja, parameter dan cara pengukuran serta cara analisis data.
3. Hasil dan Pembahasan : Menyajikan hasil yang diperoleh secara singkat, ilustrasi
berupa tabel, gambar atau deskripsi kualitatif, kemudian dibahas sebab-akibatnya,
keterkaitan dengan teori dan hasil penelitian terdahulu yang mirip dan sejenis. Di sini
penulis diharapkan berani untuk menilai kelebihan dan kekurangan yang diperoleh
dengan cara memperbandingkan dengan hipotesis, standar mutu dan/atau hasil penelitian
terdahulu yang sejenis dan mirip. Dampak penelitian yang dilakukan perlu juga diuraikan
diakhir pembahasan. Simpulan dan Saran : Simpulan dibuat singkat, jelas dan bersifat
kualitatif dan umum bukan sebagai rangkuman hasil. Simpulan yang ditarik
menggambarkan atau memberi jawaban atas permasalahan atau tujuan penelitian. Saran-
saran ditulis sebagai harapan peneliti untuk memperbaiki, mengembangkan, menerapkan,
dan menyempurnakan penelitian yang dilakukan. Ucapan Terima Kasih (Jika ada) :
Ditujukan kepada instansi dan/atau orang yang berjasa besar terhadap penelitian yang
dilakukan. Dibuat dalam 1 alinea maksimum 50 kata.
4. Daftar pustaka : Daftar pustaka sesuai acuan pustaka yang digunakan. Acuan pustaka
yang digunakan minimal 10 tahun terakhir. Daftar Pustaka disusun menurut abjad, diketik
1 spasi, dengan tata cara penulisan sebagai berikut :
Barret, D.M., Lasalo, S. and Hosahalli, R. 2005. Processing Fruits. CRC Press, London.
Yanti, N. A., Margino, S. dan Sembiring, L. 2010. Optimasi Produksi Poli--
hidroksibutirat (PHB) oleh Bacillus sp. PSA10. Biota, 15 (3) : 331-339.