Anda di halaman 1dari 8

Modul Perkuliahan 17

HUKUM PERBURUHAN

BAB II
PARA PIHAK DALAM KETENAGAKERJAAN

A. PEKERJA
Istilah pekerja secara yuridis terdapat dalam UU No. 25 Tahun
1997 tentang Ketenagakerjaan yang membedakan dengan istilah
tenaga kerja. Dalam UU ini disebutkan bahwa tenaga kerja ialah
Setiap orang laki-laki atau wanita yang sedang dalam dan/atau akan
melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat(Pasal 1 ayat 1 angka 2 UU No. 25 Tahun 1997).
Sedangkan pengertian pekerja ialah Tenaga kerja yang bekerja
di dalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah.
Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam
perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan
UU No. 3 Tahun 1992, pengertian pekerja diperluas yakni:
1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik menerima
upah atau tidak;
2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong
ialah perusahaan;
3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
pengertian Tenaga kerja ialah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan
pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 18
HUKUM PERBURUHAN

B. PENGUSAHA
Menurut UU No. 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan disebutkan bahwa majikan adalah orang atau
badan hukum yang mempekerjakan buruh. Sama halnya dengan
buruh, istilah majikan juga kurang sesuai dengan konsep Hubungan
Industrial Pancasila karena istilah majikan berkonotasi sebagai pihak
yang selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan dari
buruh, padahal antara buruh dan majikan secara yuridis merupakan
mitra kerja yang mempunyai kedudukan sama. Karena itu lebih tepat
disebut dengan istilah Pengusaha(Lalu Husni, 1999:23).
Pasal 1 angka 4 UU No. 25 Tahun 1997 menjelaskan pengertian
pengusaha yaitu:
a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara
berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada
di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Sedangkan pengertian perusahaan ialah setiap bentuk usaha
yang berbadan hukum atau tidak yang mempekerjakan pekerja
dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak, milik orang
perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta
maupun milik negara(Pasal 1 angka 5 UU No. 25 Tahun 1997). Dari
pengertian ini jelaslah bahwa pengertian pengusaha menunjuk pada
orangnya sedangkan perusahaan menunjuk pada bentuk usaha atau
organnya.

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 19
HUKUM PERBURUHAN

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terdapat


istilah pemberi kerja yaitu orang perseorangan, pengusaha, badan
hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja
dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Pengusaha ialah:
a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan perusahaan milik sendiri;
b. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
secara benrdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang
berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar
wilayah Indonesia.
Perusahaan ialah:
a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum,
baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan
pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam
bentuk lain;
b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai
pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar
uppah atau imbalan dalam bentuk lain.

C. ORGANISASI PEKERJA
Sebagai implementasi dari amanat ketentuan pasal 28 UUD 1945
tentang kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran
dengan lisan maupun tulisan yang ditetapkan dengan UU, maka

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 20
HUKUM PERBURUHAN

pemerintah telah meratifikasi konvensi ILO No. 18 Tahun 1956


mengenai Dasar-dasar Hak Berorganisasi dan berunding Bersama.
Sejalan dengan babak baru pemerintahan Indonesia yakni era
reformasi yang menuntut pembaharuan disegala bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara, karena itu pemerintah melalui Kepres No.
83 Tahun 1998 telah mengesahkan Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948
tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk
Berorganisasi (Convention Concorning Freedom of Association and
Protecting of the right to Organise).
Konvensi ini pada hakekatnya memberikan jaminan yang seluas-
luasnya kepada organisasi buruh/pekerja untuk mengorganisasikan
dirinya dan untuk bergabung dengan federasi-federasi, konfederasi
dan organisasi apapun dan hukum negara tidak boleh menghalangi
jaminan berserikat bagi buruh sebagaimana diatur dalam konvensi
tersebut. Pengembangan serikat pekerja kedepan harus diubah
kembali bentuk kesatuan menjadi bentuk federatif dan beberapa hal
yang perlu mendapat penanganan dalam UU serikat pekerja ialah:
1. Memberi otonom yang seluas-luasnya kepada organisasi pekerja di
tingkat Unit/Perusahaan untuk mengorganisasikan dirinya tanpa
campur tangan pihak pengusaha maupun pemerintah dengan kata
lain serikat pekerja harus tumbuh dari bawah (Battum up policy);
2. Serikat pekerja di tingkat Unit/Perusahaan ini perlu diperkuat untuk
meningkatkan bargaining position pekerja, karena serikat pekerja
tingkat ini selain sebagai subyek/yang membuat Kesepakatan Kerja
Bersama (KKB) dengan pengusaha, juga sebagai lembaga Bipartit;
3. Jika serikat pekerja di tingkat unit/perusahaan ingin
menggabungkan diri dengan serikat pekerja dapat dilakukan
melalui wadah federasi serikat pekerja, demikian pula halnya

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 21
HUKUM PERBURUHAN

gabungan serikat pekerja dapat bergabung dalam konfederasi


pekerja;
4. Untuk membantu tercapainya hal-hal tersebut di atas, perlu
pemberdayaan pekerja dan pengusaha. Pekerja perlu diberdayakan
untuk meningkatkan keahlian/ketrampilan dan penyadaran tentang
arti pentingnya serikat pekerja sebagai sarana meperjuangkan hak
dan kepentingannya dalam rangka meningkatkan
kesejahteraannya. Pengusaha perlu diberdayakan agar memahami
bahwa keberadaan organisasi pekerja adalah sebagai mitra kerja
bukan sebagai lawan yang dapat menentang segala
kebijaksanannya(Lalu Husni, 1999:28).
Di dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dikenal juga
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari,
oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/buruh dan keluarganya.

D. ORGANISASI PENGUSAHA
1. KADIN
Untuk meningkatkan peran serta pengusaha nasional dalam
kegiatan pembangunan, maka pemerintah melalui Undang-undang
No. 49 tahun 1973 membentuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
yang merupakan wadah bagi pengusaha Indonesia dan bergerak di
bidang perekonomian..
Tujuan kadin adalah:

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 22
HUKUM PERBURUHAN

a. Membina dan mengembangkan kemampuan, kegiatan dan


kepentingan pengusaha Indonesia di bidang usaha negara,
usaha koperasi dan usaha swasta dalam kedudukannya sebagai
pelaku-pelaku ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan
kehidupan ekonomi dan dunia usaha nasional yang sehat dan
tertib berdasarkan pasal 33 UUD 1945.
b. Menciptakan dan mengembangkan iklim dunia usaha yang
memungkinkan keikutsertaan yang seluas-luasnya bagi
pengusaha Indonesia sehingga dapat berperan serta secara
efektif dalam pembangunan nasional.
2. APINDO
Organisasi pengusaha yang khususnya mengurus masalah yang
berkaitan dengan ketenagakerjaan adalah Asosiasi Pengusaha
Indonesia (APINDO).
Tujuan APINDO:
a. Mempersatukan dan membina pengusaha serta memberikan
layanan kepentingan di dalam bidang sosial ekonomi
b. Menciptakan dan memelihara keseimbangan, ketenangan dan
kegairahan kerja dalam lapangan industrial dan
ketenagakerjaan
c. Mengusahakan peningkatan produktifitas kerja sebagai program
peran serta aktif untuk mewujudkan pembangunan nasional
menuju kesejahteraan sosial, spiritual dan materiil
d. Menciptakan adanya kesatuan pendapat dalam melaksanakan
kebijaksanaan/ketenagakerjaan dari para pengusaha yang
disesuaikan dengan kebijakan pemerintah.

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 23
HUKUM PERBURUHAN

E. PEMERINTAH
Campur tangan pemerintah dalam hukum
perburuhan/ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya
hubungan ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara
pekerja dengan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial ekonomi
diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit
dicapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang
lemah.
Imam Soepomo (38: 1983) memisahkan antara penguasa dan
pengawas sebagai pihak yang berdiri sendiri dalam hukum
ketenagakerjaan, namun keduanya merupakan satu kesatuan sebab
pengawasan bukan merupakan instusi yang berdiri sendiri tetapi
merupakan bagian dari Depnaker.
Depnaker sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam
bidang ketenagakerjaan dilengkapi dengan berbagai lembaga yang
secara tehnis membidangi hal-hal khusus yaitu:
1. Balai Latihan Kerja
2. Balai Antar Kerja Antar Negara
3. Panitia Penyelesaian Perburuhan (P4)
Pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan hukum (law
enforcement) di bidang ketenagakerjaan akan menjamin pelaksanaan
hak-hak normatif pekerja, yang pada gilirannya mempunyai dampak
terhadap stabilitas usaha.
Pelaksanaan hak-hak normatif pekerja di Indonesia saat ini
masih jauh dari harapan atau dengan kata lain terjadi kesenjangan
yang jauh antara ketentuan normatif (law in books) dengan kenyataan
di lapangan (law in society/action) dimana salah satu penyebab adalah

Samun Ismaya, SH., MHum


Modul Perkuliahan 24
HUKUM PERBURUHAN

belum optimalnya pengawasan perburuhan/ketenagakerjaan, hal ini


disebabkan karena keterbatasan baik secara kuantitas maupun kualitas
dari aparat pengawasan ketenagakerjaan.
Peranan pemerintah di bidang ketenagakerjaan tercermin dalam
Hubungan industrial yang merupakan sistem hubungan yang terbentuk
antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang
terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pemerintah memiliki peran
juga di dalam menetapkan kebijaksanaan dan penyusunan
perencanaan tenaga kerja serta pemberian informasi ketenagakerjaan.
Perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar informasi
ketenagakerjaan yang meliputi:
a. penduduk dan tenaga kerja;
b. kesempatan kerja;
c. pelatihan kerja termasuk kompetensi kerja;
d. produktivitas tenaga kerja;
e. hubungan industrial;
f. kondisi lingkungan kerja;
g. pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja; dan
h. jaminan sosial tenaga kerja.

Samun Ismaya, SH., MHum

Anda mungkin juga menyukai