Anda di halaman 1dari 8

HAK PREROGATIF PRESIDEN

HAK PREROGATIF PRESIDEN

Definisi Kekuasaan Presiden RI

Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa ( dipilih sebagai yang paling
dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yang pertama memberi suara),
praerogare ( diminta sebelum meminta yang lain).

Dalam fungsinya selaku kepala negara memiliki hak khusus atau hak istimewa
yang tidak dimiliki oleh fungsi jabatan kenegaraan lain yakni hak prerogatif. Hak
prerogatif adalah hak kepala negara untuk mengeluarkan putusan, a.n. negara, bersifat
final, mengikat, dan memiliki kekuatan hukum tetap. Hak prerogatif adalah hak tertinggi
yang tersedia dan disediakan oleh konstitusi bagi kepala negara. Dalam bidang hukum,
kepala negara, a.n. negara, berhak mengeluarkan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi.
Sebagai fungsi jabatan yang terbebas dari kesalahan maka terhadap penggunaan hak
atas pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi, diatur dalam ketentuan negara
yang khusus ditujukan untuk hal tersebut (UUD).

Grasi adalah hak Kepala Negara untuk memberikan pengampunan hukuman


kepada terpidana atas putusan hukum yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Grasi harus dimohonkan langsung oleh terpidana. Substansi grasi adalah bahwa
terpidana telah menginsyafi dan menyadari kesalahannya. Kepala Negara a.n.
negara memberi pengampunan kepada terpidana setelah menerima
pertimbangan/masukan dari Ketua Mahkamah Agung, lembaga legislatif, dan/atau
pemuka masyarakat.

Amnesti adalah hak Kepala Negara untuk memberikan pengampunan artinya


tidak memberlakukan proses hukum terhadap warganegara yang telah melakukan
kesalahan pada negara seperti pemberontakan bersenjata melawan pemerintahan
yang sah untuk melepaskan diri dari negara, atau mendirikan negara baru secara
sepihak, atau terhadap gerakan politik untuk menggulingkan kekuasaan negara
yang sah .Amnesti umumnya diberlakukan untuk kasus benuansa politik dan oleh
karenanya umumnya bersifat masal (amnesti umum). Pertimbangan atau
rekomendasi untuk dikeluarkan amnesti oleh Kepala Negara bisa datang dari,
parlemen/legislatif, pakar-pakar hukum, tokoh politik, dan/atau tekanan
internasional.

Abolisi adalah hak kepala negara untuk meniadakan putusan hukum atau
meniadakan proses hukum. Melalui abolisi putusan atau proses hukum dianggap
tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi. Abolisi bisa dilakukan terhadap proses
hukum yang kacau (misal, akibat sarat rekayasa atau karena hakim berada di
bawah bayang-bayang kekuasaan, atau tercium adanya permainan kotor yang
melatarbelakangi proses peradilan.), atau pada putusan hukum yang dinilai tidak
adil/cacat hukum yang mengusik rasa keadilan masyarakat (putusan hukum
bertentangan dengan kebenaran filosofis dan kebenaran sosiologis). Perkara yang
menuai kemarahan publik bahkan tidak tertutup kemungkinan mengundang
tekanan internasional, apabila dibiarkan, akan berdampak pada merosotnya
kredibikitas negara.

Rehabilitasi adalah hak kepala negara untuk memulihkan nama baik warganegara
yang sebelumnya tercemar oleh putusan hukuman yang kemudian terbukti bahwa
hukuman tersebut ternyata oleh satu dan lain hal terbukti keliru. Kepala negara
a.n. negara memulihkan nama baik warganegara yang dirugikan oleh putusan
dimaksud.

Substansi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi adalah pengakuan atas keterbatas
manusia sebagai makhluk yang tidak sempurna. Manusia bisa khilaf, bahwa kesalahan
adalah fitrah manusia, tidak terkecuali dalam memutus perkara. Yudikatif sebagaimana
halnya Legislatif dan Eksekutif berada di wilayah might be wrong. Penggunaan hak
prerogatif oleh kepala negara hanya dalam kondisi teramat khusus. Hak prerogatif dalam
bidang hukum adalah katup pengaman yang disediakan negara dalam bidang hukum.
Secara teoritis, hak prerogatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki
oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak dalam arti tidak dapat
digugat oleh lembaga negara yang lain. Dalam sistem pemerintahan negara-negara
modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala
pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini
juga dipadankan dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada
lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahannya (terutama bagi
sistem yang menganut pemisahan kekuasaan secara tegas, seperti Amerika Serikat),
seperti membuat kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi.

Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha menempatkan segala model


kekuasaan dalam kerangka pertanggung jawaban publik. Dengan demikian, kekuasaan
yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam prakteknya sulit
mendapat tempat. Sehingga, dalam praktek ketatanegaraan negara-negara modern, hak
prerogatif ini tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan
kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

UUD 1945 maupun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur


tentang ketatanegaraan tidak pernah menyatakan istilah hak prerogatif Presiden. Namun
dalam prakteknya, selama orde baru, hak ini dilakukan secara nyata, misalnya dalam hal
pengangkatan menteri-menteri departemen. Hak ini juga dipadankan terutama dalam
istilah Presiden sebagai kepala negara yang sering dinyatakan dalam pengangkatan
pejabat negara. Dalam hal ini Padmo Wahjono menyatakan pendapatnyayang
akhirnyamemberikan kesimpulan bahwa hak prerogatif yang selama ini disalahpahami
adalah hak administratif Presiden yang merupakan pelaksanaan peraturan perundang-
undangan dan tidak berarti lepas dari kontrol lembaga negara lain.

Bentuk kekuasaan Presiden di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Kekuasaan Kepala Negara.

Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara hanyalah kekuasaan administratif,


simbolis dan terbatas yang merupakan suatu kekuasaan disamping kekuasaan utamanya
sebagai kepala pemerintahan. Di Indonesia, kekuasaan Presiden sebagai kepala negara
diatur dalam UUD 1945 Pasal 10 sampai 15. Kekuasaan Presiden sebagai kepala negara
di masa mendatang selayaknya diartikan sebagai kekuasaan yang tidak lepas dari kontrol
lembaga lain.

Kekuasaan Kepala Pemerintahan.

Kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan di Indonesia diatur dalam UUD


1945 Pasal 4 ayat (1). Kekuasaan pemerintahan sama dengan kekuasaan eksekutif dalam
konsep pemisahan kekuasaan yang membatasi kekuasaan pemerintahan secara sempit
pada pelaksanaan peraturan hukum yang ditetapkan lembaga legislatif. Kekuasaan
eksekutif diartikan sebagai kekuasaan pelaksanaan pemerintahan sehari-hari berdasarkan
pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Kekuasaan ini terbatas pada
penetapan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan politik yang berada dalam ruang lingkup
fungsi administrasi, keamanan dan pengaturan yang tidak bertentangan dengan konstitusi
dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, kekuasaan ini tetap besar
dan mendapat pengawasan dari badan legislatif atau badan lain yang ditunjuk oleh
konstitusi untuk menjalankan fungsi pengawasan. Dalam UUD 1945, fungsi pengawasan
pemerintahan sehari-hari dilaksanakan oleh DPR.

Kekuasaan Legislatif.

UUD 1945 menetapkan fungsi legislatif dijalankan oleh Presiden bersama dengan
DPR. Presiden adalah partner DPR dalam menjalankan fungsi legislatif. Dalam
kenyataannya, Presiden mempunyai kekuasaan yang lebih menonjol dari DPR dalam hal
pembentukan undang-undang, karena penetapan akhir dari suatu undang-undang yang
akan diberlakukan ada di tangan Presiden. Produk undang-undang yang dikeluarkan orde
baru lebih memihak kekuasaan daripada kehendak rakyat Indonesia. Oleh karena itu
sistem check and balance mendesak untuk diterapkan dengan mekanisme yang jelas. Bila
ada pertentangan antara Presiden dan DPR dalam hal persetujuan suatu undang-undang,
maka Presiden harus menyatakan secara terbuka dan menggunakna hak vetonya. Dengan
demikian, di akhir masa jabatannya masing-masing lembaga dapat diminta
pertanggungjawabannya baik di sidang umum maupun dalam pemilihan umum.

Kategori Kekuasaan Presiden

Kekuasaan Presiden RI dinyatakan secara eksplisit sebanyak 24 bentuk dalam


UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan Indonesia. Berdasarkan mekanisme
pelaksanaannya, bentuk kekuasaan tersebut dikategorikan sebagai berikut :

A. Kekuasaan Presiden Yang Mandiri. Kekuasaan yang tidak diatur mekanisme


pelaksanaannya secara jelas, tertutup atau yang memberikan kekuasaan yang
sangat besar kepada Presiden. Yang termasuk kekuasaan ini adalah :
1. Kekuasaan tertinggi atas AD, AL, AU
2. Kekuasaan menyatakan keadaan bahaya
3. Kekuasaan mengangkat duta dan konsul
4. Kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945
5. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
6. Kekuasaan mengesahkan atau tidak mengesahkan RUU inisiatif DPR
7. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Jaksa Agung RI
8. Kekuasaan mengangkat Panglima ABRI
9. Kekuasaan mengangkat LPND

B. Kekuasaan Presiden Dengan Persetujuan DPR. Yang termasuk dalam kekuasaan


ini adalah :

1. Kekuasaan menyatakan perang dan membuat perdamaian

2. Kekuasaan membuat perjanjian dengan negara lain

3. Kekuasaan membentuk undang-undang

4. Kekuasaan menetapkn PERPU


5. Kekuasaan menetapkan APBN

Sebelum melaksanakan kekuasaan tersebut, Presiden memerlukan persetujuan


DPR terlebih dahulu. Sebagai contoh, jika DPR menganggap penting suatu perjanjian,
maka harus mendapat persetujuan DPR. Jika perjanjian dianggap kurang penting oleh
DPR dan secara teknis tidak efisien bila harus mendapat persetujuannya terlebih dahulu,
dapat dilakukan dengan persetujuan Presiden. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terulangnya peminggiran peranan wakil rakyat dalam peranannya menentukan arah
kebijakan politik negara.

C. Kekuasaan Presiden dengan konsultasi. Kekuasaan tersebut adalah :

1. Kekuasaan memberi grasi


2. Kekuasaan memberi amnesti dan abolisi
3. Kekuasaan memberi rehabilitasi
4. Kekuasaan memberi gelaran
5. Kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya
6. Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah
7. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan hakim-hakim
8. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung, ketua, Wakil Ketua,
Ketua Muda dan Hakim Anggota MA
9. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan Anggota
DPA
10. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua dan anggota
BPK
11. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Wakil jaksa agung dan jaksa agung
Muda
12. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Kepala Daerah Tingkat I
13. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Panitera dan Wakil Panitera MA
14. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen, Irjen, dan Dirjen
departemen
15. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen DPA
16. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Sekjen BPK
17. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota MPR yang
diangkat
18. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota-anggota DPR yang
diangkat
19. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Gubernur dan Direksi Bank
Indonesia
20. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Rektor
21. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan Deputi-deputi atau jabatan yang
setingkat dengan deputi LPND

Sebagai contoh, kekuasaan memberi tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya. Di
masa datang, Presiden harus mendapat usulan atau pertimbangan dulu dari Dewan Tanda-
tanda Kehormatan, dan Presiden dengan sungguh-sungguh memperhatikan pertimbangan
atau usul.

Disamping itu di dalam penjelasan pasal 10,11,12,13,14 dan 15 disebutkan bahwa


kekuasaan Presiden di dalam pasal-pasal tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan
Presiden sebagai Kepala Negara. kEkuasaan ini lazim disebut pula sebagai
kekuasaan/kegiatan yang bersifat administratif, karena didasarkan atau merupakan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan, maupun advis dari suatu lembaga tinggi
negara lainnya. Jadi, bukan kewenangan khusus (hak prerogatif) yang mandiri.

Anda mungkin juga menyukai