Neuropati Diabetik1
Neuropati Diabetik1
PENDAHULUAN
1
BAB II
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI
2.2 Definisi
International Consensus Meeting for the Outpatient Management of Neuropathy
menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek klinis sebagai
adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada pasien diabetes setelah
eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis
2
yang seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan
hilangnya tanda. 2,3
2.3 Epidemiologi
Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak
diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering
dijumpai pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1.
Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih dari 25
tahun. 4,5,6,7
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu
sebesar 30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir
mendekati 20%. Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi
dari 14% hingga 63% tergantung pada tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang
digunakan untuk definisi neuropati diabetik.4,5,
Pada EURODIAB IDDM Complication Study dengan 3250 pasien, prevalensi
keseluruhan neuropati di 16 negara Eropa sebesar 28%. Neuropati diabetik
mempengaruhi hampir 60% penderita DM pada Rochester Diabetic Neuropathy
Study walaupun yang bersifat simptomatik hanya sekitar 15%. Pada penelitian
Canadian First Nation didapatkan neuropati penderita diabetes sebesar 15%
sedangkan pada penelitian di provinsi Yazd Iran diketahui kejadian diabetes mellitus
sebesar 14.5% dengan komplikasi neuropati sensoris sebesar 51.7%.4,5,8,9
Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga
perempat di antaranya asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan
prevalensi neuropati otonom diabetik sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan
22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes multisenter di Perancis
menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati otonom diabetik.6,7
BAB III
3
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS
Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota gerak
atas. Neuropati otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan. Tetapi
jarang ditemukan neuropati otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara
klinis tidak tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring perkembangan
penyakit, manifestasi motorik akan semakin tampak seperti berkurangnya otot kecil
tangan dan kelemahan anggota gerak.7,8,9
4
Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik perifer adalah kehilangan rasa
sensorik yang tidak disadari oleh pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa.
Beberapa pasien mengalami gejala sensoris progresif seperti :
Mengelitik (parestesia)
Nyeri yang membakar
Nyeri tungkai bawah paroksismal
Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau
Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time clothes and
bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi sering diasosiasikan sebagai
menyakitkan, dikenal sebagai alodinia)
Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang sangat menyakitkan
(hiperalgesia)
Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai berjalan tanpa alas kaki di
atas kelereng, atau berjalan tanpa alas kaki pada pasir panas
Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki
Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi cramp-like pada
betis.10
Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh tungkai. Beberapa
pasien mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang
lain mungkin mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri neuropati
berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat. 10
Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan, mempengaruhi
sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam hari dan
menyebabkan gangguan tidur. Nyeri neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya
ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari sehingga tidak mengejutkan
jika gejala depresif merupakan hal yang umum terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi
ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan sering
terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena retinopati.10
Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala
diatas, tetapi datang dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan
5
kaki semua penderita diabetes secara seksama untuk mengidentifikasi
berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan risiko terjadinya luka
karena suhu atau mekanik, karena itu pasien harus diingatkan akan hal ini dan
diberikan nasehat untuk perawatan kaki.11
Neuropati diabetik perifer mudah dideteksi dengan pemeriksaan klinis biasa.
Kelainan yang paling sering adalah berkurang atau hilangnya sensasi vibrasi pada jari
kaki dengan menggunakan garputala 128 Hz. Kehilangan sensasi saraf sensoris yang
berat melibatkan semua hal (sensasi suhu, tekanan dan nyeri) termasuk proprioseptif
juga akan berkurang ditandai tanda Romberg yang positif. Refleks tendon ankle
hilang dan dengan semakin beratnya neuropati, refleks lutut juga berkurang atau tidak
ada. 9,10,11
Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis:
sensasi nyeri, garis silang: sensasi sentuh) 2
Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat
ditemukan pada ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan
muskular generalisata khususnya pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan halus
jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam memegang benda kecil. Deformitas
seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas yang lebih ekstrim
seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.
6
b. Nyeri neuropati akut
Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang ditandai
dengan nyeri akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris
dan relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita dan kadang membuat
tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom yang berbeda, pertama yang terjadi
dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat perbaikan cepat kontrol
metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya gejala sembuh dalam
waktu 12 bulan. 2,12,13,14
c. Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah dan
kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan
pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem
yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga tanda-tanda hipoglikemia
seperti keringat dingin, gemetar dan palpitasi menghilang. Secara keseluruhan
kerusakan terjadi difus pada saraf parasimpatik dan simpatik terutama pada penderita
diabetes dengan neuropati perifer difus. 15
Sistem pencernaan
Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi. Selain
itu dapat juga menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan lambung yang
terlalu lambat sehingga menimbulkan gastroparesis. Gastroparesis berat
menyebabkan nausea dan muntah persisten, sendawa dan tidak nafsu makan. 16-18
7
Gambar 3. Radiografi menunjukkan retensi makanan disebabkan oleh
gastroparesis.15
Sistem kardiovaskuler
Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler untuk
mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan saraf otonom pada sistem kardiovaskuler
menganggu kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung
sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk atau berdiri dan pasien akan
merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan terjadi sinkop. Kerusakan saraf
otonom yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut jantung takikardi
sebagai respon terhadap fungsi tubuh saat normal dan latihan. 19-22
Kelenjar keringat
Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat sehingga
tubuh tidak dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul keringat
berlebihan saat makan dan malam hari. Jika hal ini didapatkan maka gejala biasanya
8
akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi simpatis merupakan faktor kontribusi
terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan mudah tergores. 1,15,22
Mata
Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga menjadi
kurang responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang kurang jelas bila
cahaya dinyalakan mendadak pada kamar yang gelap atau mengalami kesukaran
mengemudikan kendaraan pada malam hari. 1,15
9
berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas
gejala pada beberapa tahun setelah onset.
a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif pertama
kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal
sebagai neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral
radikulopleksus atau neuropati femoral. Penderita merasakan nyeri yang berat pada
paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut.
Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai kelemahan fungsi
kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul dapat juga
terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut
biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk
bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi
dan jika ada biasanya bersamaan dengan neuropati diabetik perifer. 9-11,13
Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung terjadi
bersamaan neuropati diabetik perifer. Beberapa orang menyatakan bahwa kombinasi
gambaran fokal tumpang tindih dengan neuropati perifer difus menunjukkan
kerusakan vaskular pada akar saraf femoral sebagai penyebab kondisi ini.
10
Gambar 4. Amiotrofi diabetik (proksimal neuropati) 2
Pengelolaan nyeri amiotrofi diabetik tidak berbeda untuk neuropati diabetik perifer.
Pasien seharusnya diedukasi dan diyakinkan bahwa kondisi ini dapat disembuhkan.
Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan fisioterapi untuk memperkuat otot
quadriceps. 9-11,13
b. Mononeuropati kranial
Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan saraf
ketiga kranial. Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas mata
mendahului ptosis dan diplopia. Proses penyembuhan memerlukan waktu lebih dari
tiga bulan. 2,10
c. Radikulopati trunkal
Radikulopati trunkal atau neuropati torakoabdominal pada penderita diabetes
ditandai dengan onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas toraks atau
abdomen diikuti gangguan sensoris kutaneus atau hiperestesi. Nyeri biasanya
unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi walaupun jarang. 2,10,12,13
11
Gambar 5. Neuropati diabetik trunkal (neuropati atau radikulopati/torakoabdominal) 2
Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen dan menjalani berbagai
pemeriksaan yang tidak perlu seperti barium enema, kolonoskopi dan bahkan
laparotomi. Penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan meskipun gejala dapat
menetap dalam beberapa tahun. 1,2,10,13
d. Pressure palsies
Sindrom Carpal Tunnel
Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes.
Pasien biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang
menyebar ke seluruh lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang
berat pemeriksaan klinis dapat menunjukkan berkurangnya sensasi daerah
tengah tangan dan kerusakan pada otot thenar.
Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan
konduksi saraf medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan
dekompresi pada carpel tunnel di bagian pergelangan tangan. Respons atas
12
pembedahan biasanya bagus, meskipun gejala nyeri sering berulang
dibandingkan pasien yang tidak diabetes.
Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya
Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada
kerusakan dorsal interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama.
Pada anggota tubuh bagian bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf
yang paling sering terkena. Kompresi pada kepala fibula yang menyebabkan
foot drop. Sayangnya penyembuhan secara menyeluruh jarang terjadi. Saraf
lateral kutaneus pada paha biasanya juga terkena akibat entrapment neuropati
diabetik..
13
tomography (PET) dan [18F]-2-deoxy2-fluoro-D-glucose didapatkan penurunan
metabolisme glukosa otak pada pasien diabetes tipe 1 dengan neuropati diabetik jika
dibandingkan dengan pasien diabetes baru dan subyek sehat. Pengukuran
spektroskopik metabolit otak seperti N-acetyl aspartate (NAA) dalam thalamus
mendapatkan rasio kreatinin:NAA lebih rendah, menyatakan disfungsi neuronal
thalamus pada neuropati diabetik. Dengan demikian terdapat sekumpulan bukti yang
menyatakan keterlibatan neuropati pada tingkat spinal dan sentral merupakan
gambaran diabetik neuropati tetapi tidak jelas apakah kejadian tersebut primer atau
sekunder. 2
14
BAB IV
PATOGENESIS
Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada penderita
diabetes. Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan
progresi neuropati diabetik sama seperti komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya.
Penelitian patofisiologi molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada
jalur metabolisme glukosa. 7
Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme adalah fluks glukosa melalui jalur
poliol, jalur hexosamine; aktivasi isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan;
akumulasi dari advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif
dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan meregulasi ekspresi
gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi dan disfungsi neuronal. Neuropati
diabetik terjadi karena hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran
neurovaskuler mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal. (lihat gambar 6)7,12
15
Gambar 6. Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati
diabetes.7
Langkah kedua dalam jalur poliol yaitu oksidasi sorbitol menjadi fruktosa melalui
sorbitol dehidrogenase. Pembentukan fruktosa meningkatkan glikasi disertai
penurunan NADPH memperbanyak terjadinya ketidakseimbangan redoks. Aktivasi
aldose reduktase juga meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang akan
menganggu jalur PKC. 27-31
16
aminotransferase. Glukosamin-6 fosfat kemudian dikonversi menjadi uridine
diphospate-N-acetyl glucosamine (UDPGlcNAc), molekul yang terikat pada serin dan
treonin residu faktor transkripsi. Kondisi hiperglikemia membentuk fluks tambahan
melalui jalur hexosamine dan menyebabkan kelebihan GlcNAc serta modifikasi
ekspresi gen abnormal. 7,27-31
Secara spesifik, kondisi hiperglikemia dan kelebihan GlcNAc menyebabkan
peningkatan Sp1, suatu faktor transkripsi terlibat dalam komplikasi diabetik. Sp1
bertanggungjawab dalam ekspresi banyak gen glukosa-induced housekeeping
termasuk transforming growth factor-1 (TGF- 1) dan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1). Ekspresi berlebihan TGF-1 menyebabkan peningkatan produksi
matriks kolagen sehingga meningkatkan fibrosis endotel dan penurunan proliferasi sel
mesangial. Ekspresi berlebihan PAI-1 meningkatkan mitosis sel otot polos vaskuler
yang memegang peranan dalam arterosklerosis. PAI-1 tidak hanya diupregulasi
melalui jalur hexosamine tetapi juga jalur PKC. Jadi dua jalur berbeda menyebabkan
komplikasi diabetik melalui mekanisme yang sama. 7
Selain itu diketahui bahwa GlcNAc menganggu fungsi sel beta dengan
menginduksi stres oksidatif; peningkatan glutamine fructose-6 phosphate
aminotransferase atau glukosamin menyebabkan peningkatan kadar hidrogen
peroksida dan penurunan ekspresi gen insulin, glucose transporter 2 dan glucokinase.
17
Aktivasi jalur PKC menyebabkan vasokontriksi dan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan hipoksia, angiogenesis, penebalan membran basalis dan
proliferasi endotel. Perubahan dalam aliran darah neurovaskuler ini merupakan
sumber peranan PKC pada neuropati, walaupun penelitian lebih jauh diperlukan
untuk mengetahui hubungannya. Aktivasi PKC juga menganggu fungsi pompa Na-K
ATPase dan enzim lain yang penting untuk konduksi saraf. Aktivasi isoform PKC
lainnya menunjukkan penurunan aktivitas Na-K ATPase pada sel otot polos dan
menormalkan aktivitas saraf perifer.
18
yang berhubungan erat dengan stres oksidatif-nitrosatif, radikal bebas dan oksidan.
Bukti terakhir juga menyatakan bahwa PARP menyebabkan dan diaktivasi oleh stres
oksidatif. PARP bekerja melalui pembelahan nicotinamide adenine dinucleotide
(NAD) menjadi nicotinamide dan residu ADPribose yang terikat dalam protein inti.
Hasil dari proses ini termasuk deplesi NAD, perubahan transkripsi dan ekspresi gen,
peningkatan radikal bebas dan konsentrasi oksidan serta pengalihan intermediate
glikolitik ke jalur patogen seperti pembentukan PKC dan AGE. PARP terlibat dalam
manifestasi abnormal klinis seperti penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati
serabut kecil, abnormalitas neurovaskuler, retinopati, hiperalgesia termal, mekanikal
serta taktil alodinia. 7,27-31
19
katalase dan glutation. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan aktivitas
mitokondria sehingga meningkatkan produksi ROS.
Peroksinitrit (RNS utama) dibentuk oleh reaksi superoksida dan nitric oxide
(NO). RNS memicu sejumlah efek sitotoksik termasuk nitrosilasi protein dan aktivasi
PARP. Kelebihan pembentukan ROS/RNS membebani kapasitas alamiah antioksidan
sel, menyebabkan kerusakan lipid, protein dan DNA. Kerusakan tersebut
memperburuk fungsi sel dan integritasnya. Mitokondria rentan terhadap kerusakan ini
karena merupakan asal dari pembentukan ROS/RNS.
Stres oksidatif seluler semakin meningkat bila hiperglikemia menyebabkan
produksi berlebihan superoksida sebagai produk fosforilasi oksidatif mitokondria.
Produksi berlebihan superoksida juga menghambat GADPH, menyebabkan
akumulasi intermediate glikolitik upstream. Kerusakan seluler lanjut dan penurunan
aliran darah saraf serta iskemia terjadi karena intermediate tersebut memperbanyak
produksi aldose reduktase, hexosamine, PKC dan AGEs. Secara ringkas, stres
oksidatif dan ROS menghubungkan jalur metabolik dan mediator fisiologis yang
terlibat pada disfungsi progresif, kerusakan dan hilangnya serabut saraf pada
neuropati diabetik.
Pembentukan ROS mengawali siklus dimana stres oksidatif sendiri menganggu
mekanisme antioksidan alamiah. Stres oksidatif tidak hanya merusak DNA, protein
dan membran mitokondria tetapi juga mengawali jalur sinyal yang menyebabkan
destruksi mitokondrial terlokalisir disebut mitoptosis yang selanjutnya memicu
apoptosis. 7,27-31
4.7 Inflamasi
Agen inflamasi termasuk protein C-reaktif dan TNF- didapatkan pada diabetes
melitus tipe 1 dan 2. Kadar tinggi protein ini berhubungan dengan insidens neuropati.
Ketika kelebihan glukosa dipintas melalui jalur alternatif metabolik seperti fructose-6
phospate atau diasilgliserol, intermediate signalling dan modifikasi transcription
factor menyebabkan peningkatan TGF- dan NF-B. Pemecahan glikolitik triose
20
fostat akan membentuk AGEs. AGE ekstraseluler lainnya mengaktivasi RAGE yang
juga menimbulkan signaling inflamasi intraseluler untuk upregulasi NF-B.
Semua mekanisme inflamasi pada neuropati diabetik merupakan akibat dari
aktivasi NF-B. Aktivasi kronis NF-B menyebabkan pembuluh darah dan sel saraf
lebih rentan terhadap kerusakan akibat reperfusi iskemia. Reperfusi-iskemia
mengakibatkan terjadinya infiltrasi luas monosit makrofag dan inflitrasi sedang
granulosit pada saraf tepi diabetik. Sitokin yang diinduksi oleh NF-B dalam sel
endotel, sel Schwann dan neuron juga menyebabkan rekruitmen makrofag pada saraf
diabetik. Makrofag menyebabkan neuropati diabetik melalui sejumlah mekanisme,
termasuk produksi ROS, sitokin dan protease, yang menimbulkan kerusakan mielin
dan kerusakan oksidatif seluler. Rekruitment berlebihan makrofag menganggu
regenerasi neuropati diabetik. 7,27-31
21
ini. Sama seperti pada NGF, IGF I dan II diregulasi juga dibawah kondisi diabetik
melalui pemberian insulin.
NT-3 diekspresikan pada otot dan kulit. NT-1 dapat bersinyal melalui trkA dan B
dan umumnya melalui trkC. Seperti trkB, trkC ditemukan pada motor neuron dan
populasi neuron sensoris diameter besar yang bertanggungjawab terhadap
proprioseptif dan sensasi taktil. Sama seperti penelitian dengan growth factor lainnya,
perubahan pada ekspresi NT-3 di diabetes belum secara konsisten tercatat. Kadar
protein NT-3 diupregulasi pada saraf suralis dengan kadar mRNA yang dilaporkan
dapat meningkat dan menurun.7
22
Manifestasi neuropati diabetik yang paling sering dikeluhkan oleh penderita
adalah rasa nyeri. Nyeri neuropati diabetik merupakan salah satu gejala positif dari
neuropati diabetik perifer. Patofisiologi timbulnya gejala nyeri masih banyak yang
belum dimengerti dan alur neurologik terjadinya nyeri juga masih membingungkan.
Pada model hewan menunjukkan adanya kepekaan dari akson perifer yang cedera dan
sistem saraf pusat. Kepekaan saraf perifer ditunjukkan dengan tanggapan yang
berlebihan dari saluran natrium dan khususnya reseptor adrenergik, pada aferen
perifer yang tidak bermielin juga dikeluarkan sejumlah peptida, terutama 11-
aminoacid peptide substance P yang merupakan vasodilator kuat dan penarik kimia
untuk sel darah putih serta menyebabkan lepasnya histamine dan serotonin dari
platelet. Sedangkan perubahan saraf pusat ditunjukkan dengan peningkatan
sensitivitas dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NDMA) juga reseptor glutamine-
activated yang mengubah reseptor opiate dan neuropeptida lainnya.32-33
Pada beberapa peneliti menduga bahwa nyeri ini berkaitan dengan terjadinya
degenerasi serabut kecil tidak bermielin tipe C nosiseptif dan sedikit serabut
bermielin A delta namun berkaitan dengan serabut bermielin besar. Setelah terjadi
cedera pada saraf perifer karena kadar gula darah tinggi yang berlangsung lama,
beberapa serabut C akan mengalami kehilangan kontak sinaptik dengan medula
spinalis dan terjadi degenerasi aksonal. Sebagai mekanisme kompensasi, pada serabut
besar bermielin akan timbul tunas di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu
di daerah superfisial dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada keadaan yang sama
pembentukan tunas kolateral, serabut besar juga timbul cetusan ektopik abnormal, hal
ini merupakan penggerak utama terjadinya nyeri neuropati. Teori ini didukung
dengan percobaan bahwa anestesi lokal dosis rendah dapat menahan cetusan ektopik
dengan menghasilkan efek analgesik bermakna pada hewan percobaan dan percobaan
klinik dengan nyeri neuropati. Komponen nyeri neuropati lain adalah hilangnya
inhibisi pada medula spinalis (terjadinya degenerasi dari -aminobutyric acid =
23
GABA-ergik pada kornu dorsalis) memperlihatkan adanya eksitotoksisitas dengan
pengeluaran glutamate dan aspartat yang berlebihan 1,33-34
24
BAB V
DIAGNOSIS
5.1. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
neuropati diabetik seperti :
Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti
memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama
anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala
di atas.
Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri
neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri,
kualitas nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau
sentuhan, faktor yang meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi
keluhan lebih dari satu tipe nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita
untuk mengumpulkan keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau
nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor
nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk menentukan tingkat beratnya nyeri
atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan
kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk menentukan ada atau
tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale.
Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan
atau distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi
atau lantai, sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu,
gerakan halus tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah
bertabrakan.
Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi
berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit
25
ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare
saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi dalam gelap dan terang. 1,7,9,10,35
Radiologis
26
Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan
atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram
merupakan suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan
keadaan patologis lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral
dan neuropati torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan
aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus
okulomotorius. 1,2,10,34,35
Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic
Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis
neuropati diabetik sebagai berikut :
1. Pengukuran klinis
2. Analisis morfologi
3. Pengukuran elektrodiagnostik
4. Tes kuantitatif sensoris dan
5. Tes sistem saraf otonom
27
keempat defisit menggambarkan skor sensoris. Skor refleks berasal dari refleks lutut
dan ankle (normal=0, ada=1 dan tidak ada=2). Skor 1-5=neuropati ringan, 6-16=
neuropati sedang dan 17-28=neuropati berat. 1,2,35
Pin-prick
Melakukan tusuk jarum proksimal ibu
jari Ada = 0
Normal = dapat membedakan Ada dengan bantuan = 1
tajam/tumpul Tidak ada = 2
Refleks Achilles
28
Gambar 7 . Monofilamen Semmes-Weinstein 8
2. Penilaian morfologi
Biopsi nervus suralis
Biopsi nervus suralis bukan metode rutin dalam diagnosis neuropati diabetik.
Biasanya digunakan untuk menegakkan diagnosis ketika etiologi neuropati
diragukan. Keterbatasan teknik ini adalah informasi dari biopsi tidak langsung
menguntungkan pasien dan prosedurnya berhubungan dengan morbiditas dan
menyebabkan banyak komplikasi. 1,2,36-37
Biopsi tusuk kulit
Biopsi kulit secara luas digunakan untuk meneliti saraf sensoris kecil termasuk
intra-epidermal nerve fibers (IENF) tak bermielin, serabut saraf dermal
bermielin dan serabut saraf otonom pada neuropati perifer serta kondisi lainnya.
European Federation of Neurological Societies merekomendasikan guideline
untuk penggunaan biopsi kulit dalam diagnosis neuropati perifer yaitu
menggunakan 3 mm biopsi tusuk kulit tungkai bawah dan mengukur densitas
linier IENF pada sedikitnya tiga potongan setebal 50 mm per biopsi. Efisiensi
diagnosis dan nilai prediktif teknik ini sangat tinggi. Penelitian longitudinal
densitas IENF dan laju regenerasi dipastikan berhubungan dengan perubahan
29
neuropatologis dan progresi neuropati serta untuk menilai kegunaan potensial
biopsi kulit sebagai pengukuran outcome pada penelitian neuropati perifer.2,36-37
Gambar 8. Biopsi nervus suralis normal dibandingkan neuropati diabetik sedang dan
berat.2
30
Gambar 9. Neurothesiometer 2
4. Elektrodiagnostik
Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari gangguan
neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan
pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk
beberapa pasien dan mungkin memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan
kecepatan hantar saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG),
membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya patofisiologi
saraf perifer. 1
Pemeriksaan hantaran mencatat respon listrik otot terhadap rangsangan ke
saraf motoriknya pada dua titik atau lebih di sepanjang jalurnya menuju otot.
Pemeriksaan hantaran saraf sensorik menentukan kecepatan hantaran dan amplitudo
potensial aksi dalam serabut sensorik dengan merangsang serabut pada satu titik
dan merekam responnya pada titik lain di sepanjang akson saraf. Pemeriksaan
hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara gangguan demielinisasi
dari denervasi dengan hilangnya akson dan dalam mendiagnosis gangguan hantaran
31
neuromuskular. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan antara
mononeuropati dan polineuropati.
.
32
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan
dan telapak kaki.
- Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya
- Quantitative Sudomotor Axon Reflex Test (QSART)
Mengukur respon keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus
iontoforesis asetilkolin.
d. Gastrointestinal 17,18
- Scintigrafi
Merupakan baku emas pengukuran gastrointestinal. Menggunakan putih
telur rendah lemak yang dilabel dengan technetium-99.
- Uji nafas menggunakan 13-C-acetat atau asam octanoit nonradioaktif.
- Ultrasonografi
- Elektrogastrografi permukaan digunakan untuk mendeteksi abdominal
aktivitas slow-wave lambung.
33
BAB VI
PENATALAKSANAAN
34
Gambar 11. Mekanisme kerja anti nyeri neuropati 1
Antidepresan
- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai pengobatan first
line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol nyeri dan gejala akibat nyeri
seperti insomnia dan depresi. Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi
reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada penelitian yang dilaporkan oleh
Max dan kawan-kawan, amitriptilin (150 mg/hari) lebih superior
dibandingkan plasebo dalam mengurangi polineuropati diabetik setelah
pengobatan selama 6 minggu. Tetapi amitriptilin berhubungan dengan efek
samping signifikan termasuk mulut kering, sedasi dan penglihatan kabur.
Desipramine lebih baik ditoleransi dan sama efektifnya dalam mengobati
polineuropati diabetik. Uji klinis acak untuk imipramin menyatakan bahwa
dosis 50 mg dan 75 mg per hari secara signifikan memperbaiki polineuropati
diabetik Clomipramide juga menghilangkan gejala polineuropati diabetik.
Penggunaan antidepresan terbatas karena efek sampingnya. 1,7,39-42
35
Secara keseluruhan amino sekunder (nortriptilin, desipramin) lebih baik
ditoleransi dibandingkan amino tersier (amitriptilin, imipramin). Antidepresan
trisiklik tidak ditoleransi dengan baik pada pasien tua. Dosis antidepresan
trisiklik awalnya 10 hingga 25 mg, dititrasi hingga 100 atau 150 mg dosis
tunggal. Efek analgesiknya memerlukan beberapa minggu untuk
menimbulkan dampak sehingga membatasi penggunaannya untuk nyeri akut.
- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake serotonin-
norepinefrin
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) merupakan antidepresan
paling baru dalam menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan
depresi karena ditoleransi lebih baik. Kebalikan dengan antidepresan trisiklik,
efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis
fluoexetine 40 mg/hari dan citalopram 40 mg/hari.
Tramadol merupakan agonis lemah -reseptor yang menghambat reuptake
serotonin. Pada penelitian didapatkan bahwa tramadol 200-400 mg/hari secara
signifikan mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Mual,
konstipasi, sakit kepala dan dispepsia merupakan efek samping yang paling
sering. Selain itu, kombinasi tramadol/asetaminofen (37.5/325 mg) 1-2 tablet
empat kali sehari efektif dalam memperbaiki polineuropati diabetik.
Inhibitor reuptake serotonin norepinephrine (SNRI) mempunyai
efikasi lebih besar dalam pengobatan polineuropati diabetik dibandingkan
SSRI. Duloxetine telah disetujui FDA dalam mengobati polineuropati diabetik
berdasarkan tiga uji klinis plasebo-kontrol acak yang besar. Dari penelitian
tersebut duloxetine 60 mg dan 120 mg perhari memberikan hasil signifikan
dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis lebih tinggi memberikan hasil
lebih baik tetapi dengan efek samping yang lebih besar. Secara umum,
duloxetine lebih baik ditoleransi dalam hal efek samping jantung dan
gastrointestinal dibandingkan SNRI lainnya. Venlafaxine 150-225 mg/hari
36
mengurangi polineuropati diabetik tetapi dengan efek samping terhadap
jantung seperti peningkatan resiko perubahan elektrokardiografi.1,7,
Antikonvulsan
Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan penghambatan saluran
natrium dan/atau kalsium. Secara luas obat ini digunakan untuk mencegah kejang
tetapi dapat juga digunakan dalam pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan
karbamazepin secara primer memblok voltage gated sodium channel. Dengan dosis
antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya dapat mengurangi polineuropati diabetik
dibandingkan plasebo.
Sodium valproat meningkatkan kadar GABA pada susunan saraf pusat,
menghambat saluran T T-type calsium dan meningkatkan masuknya potasium. Efek
samping yang ada seperti kerontokan rambut, pertambahan berat badan,
hepatotoksisitas dan disfungsi kognitif dalam penggunaan jangka panjang membatasi
penggunaannya walaupun dosis 500 mg/hari dapat menurunkan nyeri polineuropati
diabetik. Lamotrigine merupakan antikonvulsan baru yang memblok voltage gated
sodium channel, menurunkan arus kalsium presinaptik untuk menghambat pelepasan
glutamat dan penurunan kadar GABA dalam otak.
Topiramate mempunyai beberapa aksi seperti pemblokan activity-dependent
voltage gated sodium channel; menghambat L-type voltage gated calcium channel
dan memblok reseptor kainite/-amino-3-hydorxxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
acid (AMPA) excitatory amino acid receptor. Topiramate 400 mg/hari biasanya
ditoleransi baik dan secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik pada 1 dari 6
pasien.Oxcarbazepine merupakan keto-analog karbamazepine yang memblok sodium
channel. Oxcarbazepine mempunyai profil efek samping yang baik dan ditoleransi
dengan baik. 1,7,39-42
37
Calcium channel 2- ligan
Gabapentin digunakan secara luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan
efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik dan
antikonvulsan lainnya. Gabapentin menghasilkan efek analgesia dengan terikat pada
2- L-type voltage gated calcium channel dan menurunkan influks kalsium.
Gabapentin 400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati diabetik
dibandingkan amitriptilin ( 90 mg/hari). Gabapentin dapat ditoleransi dengan baik
pada titrasi lambat. Efek samping gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi,
euforia, edema ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan titrasi
berminggu-minggu untuk mencapai dosis maksimal yang efektif hingga 3 g/hari.
Pregabalin juga bekerja dengan mengikat subunit 2- calcium channel. Pada
empat penelitian uji klinis plasebo kontrol acak, pregabalin (300-600 mg/hari) secara
signifikan lebih efektif dalam meringankan polineuropati diabetik dibandingkan
plasebo. Tidak seperti gabapentin, pregabalin memiliki absorpsi gastrointestinal yang
lebih baik dan dapat diberikan dua kali perhari. Efek farmakokinetik linearnya
menyebabkan onset maksimal hilangnya nyeri yang cepat. Tetapi efek sampingnya
sama dengan gabapentin. Diantara efek samping tersebut, pertambahan berat badan
perlu diperhatikan pada pasien DM tipe 2. 1,7,39-42
Metixiline
Metixline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk mengobati berbagai
macam nyeri neuropati termasuk polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo
kontrol acak telah dilakukan tetapi tidak satupun penelitian menunjukkan
pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi pasien dengan keluhan nyeri yang
menusuk dan membakar dan sensasi panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline.
38
Opioid
Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati diabetik pada
periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif terhadap polineuropati diabetik,
penggunaan jangka panjang akan mempunyai efek samping termasuk konstipasi,
retensio urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi imun dan masalah yang
berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-baru ini penelitian menggunakan
kombinasi terapi opioid dan gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan
nyeri. Kombinasi obat lebih efektif dalam mengurangi nyeri dibandingkan obat
tunggal. 7
39
Agen topikal
Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat pada reseptor
TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf perifer untuk mendapatkan efek
analgesiknya. Pada penelitian oleh Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin
dioleskan tiga kali sehari selama 6 minggu lebih efektif dalam mengurangi
polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa terbakar merupakan efek samping
paling sering yang cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik
capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-baru ini patch yang
mengandung capsaicin dosis tinggi menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan
nyeri diabetik.
Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan aliran darah terlibat
dalam polineuropati diabetik, penelitian kecil menggunakan isosorbid dinitrat
dilakukan. Pada 12 minggu penelitian crossover, double-blind, placebo controlled
dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid dinitrat secara signifikan
mengurangi polineuropati diabetik. Pasien dalam percobaan ini melaporkan nyeri
kepala ringan dan dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek
potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetik.
Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian mengurangi nyeri
polineuropati diabetik. Pada penelitian open label hingga empat patch lidokain 5%
diberikan hingga 18 jam/hari dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan nyeri
diabetik polineuropati. Patch lidokain secara signifikan memperbaiki nyeri dan angka
kualitas hidup.
40
Hipotensi ortostatik sangat sulit untuk untuk ditatalaksana karena tekanan darah
berdiri akan meningkat tanpa menyebabkan hipertensi ketika pasien berbaring.
Pilihan pengobatan hipotensi ortostatik dicantumkan pada tabel 2 di bawah.
Pengobatan non-farmakologis merupakan pendekatan awal. Untuk meningkatkan
venous return kaos kaki suportif harus digunakan selama seharian dan dilepaskan saat
tidur. Pasien juga dinasehati untuk menghindari mandi air panas, bangkit dari tidur
atau berdiri dengan lambat dan tidur dengan kepala ditinggikan.1,22
Mineralikortikoid seperti fludrokortison bersama dengan suplemen garam
meningkatkan volume plasma tetapi tidak efektif karena meningkatkan resiko gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Agonis adrenergik campuran seperti efedrin, agonis
adrenergik -1 seperti midodrine dan agonis adrenergik -2 yaitu clonidine
ditemukan efektif pada beberapa pasien tetapi penting untuk memulai dengan dosis
rendah dan titrasi untuk meminimalkan berbagai macam gejala berhubungan dengan
penggunaannya. Analog somastostatin yaitu octreotide membantu pasien yang
mengalami hipotensi ortostatik refrakter setelah makan.1,15,22
Gejala gastrointestinal juga menyertai neuropati otonom diabetik, diantaranya
adalah gastroparesis. Gastroparesis harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kontrol glukosa yang tidak pasti. Tabel 2 menunjukkan pengobatan gastroparesis.
Kontrol glukosa darah yang baik penting dalam memperbaiki fungsi motorik
lambung. Makan dengan porsi kecil dan sering direkomendasikan, penderita harus
membatasi makanan berlemak dan menghindari diet serat berlebihan. Jejunostomi
dapat dilakukan pada kasus gastroparesis yang berat, agar perut beristirahat hingga
fungsinya membaik 1,15-18
Diare diabetik juga sering ditemukan yang bersifat intermiten. Langkah
pertama dalam mengobati diare diabetik adalah menyingkirkan penyebab penyerta
yang dapat diobati. Diare diakibatkan oleh obat (terapi metformin atau acarbose) dan
intoleransi laktose harus dipertimbangkan..
41
Terapi Farmakologis Neuropati Otonom Diabetik
Obat Golongan Dosis Efek Samping
HIPOTENSI ORTOSTATIK
9 Mineralocorticoid 0.5-2 mg/hari Gagal jantung
Fluorohydrocortisone kongestif,hipertensi
Clonidine 2-Adrenergic agonist 0.1-0.5 mg (malam) Hipotensi, sedasi, mulut
kering
Octreotide Analog Somatostatin 0.1-0.5 g/kg/hari Nyeri tempat suntikan, diare
GASTROPARESIS
Metoclopromide D2-Receptor antagonist 10 mg 30-60 mnt sebelum Galactorrhea, extrapiramidal
makan dan tidur
Domperidon D2-Receptor antagonist 10-20 mg 30-60 menit Galactorrhea
sblm makan dan tidur
Erythromycin Motilin receptor agonist 250 mg 30 menit sebelum Kram perut, mual, diare, rash
makan
Levosulfide D2-Receptor antagonist 25 mg tid Galactorrhea
DIARE DIABETIK
Metranidazole Antibiotik spektrum luas 250 mg tid, minimal 3 Hipotensi ortostatik
minggu
Clonidine 2-Adrenergic agonist 0.1 mg bid atau tid Megakolon toksik
Cholestyramine Bile acid sequestrant 4 1-6 kali/hari Malabsorpsi nutrien (dosis
tinggi)
Loperamide Opiate-receptor agonists 2 mg qid
Octreotide Analog somatostatin 50 g tid
CYSTOPATHY
Bethanechol Acetylcholine receptor 10 mg, 4 kali/hari
agonist
Doxazosin 1-Adrenergic antagonist 1-2 mg, 2-3 kali/hari Hipotensi, sakit kepala,
palpitasi
DISFUNGSI EREKSI
Sildenafil GMP type-5 50 mg sebelum aktivitas Hipotensi dan kejadian
phosphodiesterase inhibitor seksual, sekali sehari kardiak fatal, sakit kepala,
flushing, kongesti hidung,
dispepsia, nyeri otot,
pandangan kabur.
42
Pengobatan harus dimulai dengan kontrol glikemik yang baik. Antibiotika
spektrum luas seperti metronidazol dapat digunakan untuk mengobati diare yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Klonidine memperbaiki diare
dengan menekan aktivitas berlebihan adrenergik. Kolestiramin digunakan untuk
mengikat garam empedu jika uji nafas hidrogen normal dan pasien gagal diobati
dengan antiobiotika. Loperamide dapat digunakan untuk mengurangi jumlah feses
tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena resiko megakolon toksik. Diare yang
resisten terhadap pendekatan di atas mungkin respon terhadap octreotide.1,7
Pengobatan kandung kemih neurogenik harus dimulai dengan berkemih terjadwal,
kadang bersamaan dengan tekanan manual pada kandung kemih untuk memulai
urinasi (Crede manuver). Agen parasimpatomimetik, bethanecol (10 mg,QID) dapat
membantu dan relaksasi sfingter didapatkan juga dengan antagonis adrenergik -1,
doxazosin (1-2 mg, BID atau TID). Kateterisasi sangat berguna dan dapat
mengurangi resiko infeksi saluran kemih. Biasanya kateterisasi kronis atau
pembedahan transuretral leher kandung kemih mungkin diperlukan. 1,7,23,24
Disfungsi ereksi merupakan gejala awal diabetes dan petanda berkembangnya
penyakit vaskuler generalisata. Pengobatan disfungsi ereksi harus dimulai dengan
optimalisasi kontrol glukosa dan mengurangi alkohol serta tembakau. Fosfodiesterase
inhibitor saat ini sudah tersedia dengan farmakokinetik dan profil efek samping aman
dalam mengobati disfungsi ereksi. Sildenafil (50 mg, 60 menit sebelum aktivitas
seksual) atau tadalafil (5 hingga 20 mg, 60 menit sebelum aktivitas seksual) efektif
dalam mengobati disfungsi ereksi. Pengobatan dikontraindikasikan pada pasien yang
mendapat nitrogliserin atau obat yang mengandung nitrat. Injeksi prostasiklin ke
dalam corpus kavernosum dan prostesa implan penis juga sudah tersedia.1,25,26
43
simptomatik). Seperti telah diketahui pendekatan yang terbukti dalam mengobati
penyebab neuropati diabetik adalah kontrol glikemik, farmakologis dan neutraceutical
yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik seperti dibahas berikut ini.
Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi penyimpangan biokimia yang
menginduksi kerusakan saraf.
44
- Zopolrestat
Zopolrestat merupakan analog asam karbosilat ponalrestat yang tergantung pada
dosis dalam menurunkan sorbitol saraf tikus diabetik dan kadar fruktosa. Pada
penelitian manusia, zopolrestat kadar rendah (250-500 mg) menurunkan kadar saraf
sorbitol, tetapi tidak mempunyai efek terhadap kadar fruktosa atau pengurangan
gejala dan menunjukkan sedikit perbaikan NCV. Zopolrestat kadar tinggi (1000 mg)
secara signifikan lebih efektif meningkatkan NCV tetapi berhubungan dengan
insiden kenaikan enzim liver lebih tinggi.
- Zenarestat
Zenarestat merupakan inhibitor aldose reduktase yang bersifat asam karbosilat juga
menunjukkan ketergantungan dosis untuk perbaikan kecepatan hantar saraf.
Perkembangannya dihentikan akibat insiden tinggi peningkatan kadar kreatinin
serum.
- As-3201
AS-3201 atau ranirestat merupakan spirosuccinimide yang ditemukan pada tahun
1998. Percobaan fase 2 menjanjikan dan menunjukkan sedikit efek samping serta
perbaikan defisit kecepatan hantar saraf dan gejala neuropati diabetik.Tetapi
kesimpulan fase 3 belum didapatkan karena penelitian masih berlangsung.
Pengembangan AS 3201 masih berlanjut, peneliti berharap bahwa penelitian
lanjutan dan peningkatan dosis ranirestat akan terbukti efek untuk pengobatan
neuropati diabetik di masa depan
- Epalrestat
Pada tahun 1992 epalrestat memasuki pasaran Jepang sebagai asam karbosilat
inhibitor aldose reduktase dengan efek samping minimum tetapi tanpa bukti nyata
efikasi yang dilatarbelakangi penelitian randomized, double blind placebo-
controlled. Dari tahun 1997-2003 penelitian di atas akhirnya dilakukan dan pada
peningkatan dosis (150 mg), epalrestat menghambat kerusakan saraf dan
mengurangi banyak gejala neuropati diabetik seperti kesemutan dan kram anggota
45
tubuh. Epalrestat sekarang merupakan terapi standar untuk neuropati diabetik di
Jepang.
Myo-inositol
Myo-inositol secara alamiah merupakan messenger sekunder yang terlibat dalam
fungsi saraf. Deplesi myo-inositol berhubungan dengan penurunan fungsi Na-K-
ATPase dan penurunan kecepatan hantar saraf dan terlibat dalam tahap awal patologi
neuropati diabetik. Bukti menunjukkan bahwa suplemen myo-inositol mungkin
memperlambat progresi neuropati walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menilai efikasinya.7
b. Jalur hexosamine
Seperti disebutkan di atas, aktivasi jalur hexosamine menghasilkan UDPGlcNAc
yang memodulasi transcription factor dan menginduksi kerusakan neurovaskuler.
Modulasi jalur hexosamine dapat mengalihkan metabolisme glikolisis jauh dari jalur
yang merusak berikutnya. Aksi kerja terapi ini menawarkan kemungkinan untuk
menganggu jalur kelainan metabolik. 7
Benfotiamine
Benfotiamine merupakan analog larut lemak tiamin atau vitamin B1 yang
mengaktivasi transketolase, yaitu enzim yang mengubah fruktosa-6 fosfat menjadi
pentosa-5 fosfat. Penurunan input fruktosa 6-fosfat menurunkan fluks melalui jalur
hexosamine (sama seperti fluks melalui jalur advanced glycation end product (AGE)
dan diasilgliserol (DAG)-protein kinase C (PKC)). Peningkatan fluks jauh dari jalur
hexosamine dan masuk ke dalam jalur pentosa 5-fosfat memberikan suatu
keuntungan tambahan yaitu peningkatan kapasitas redoks. Salah satu produk jalur
pentosa fosfat adalah NADPH, reaktan utama dalam pembentukan glutation
antioksidan. Karena NADPH terdeplesi pada jalur poliol, benfotiamine memegang
46
kemungkinan spekulatif hilangnya efek jalur ini. Benfotiamine berhasil menghambat
jalur-jalur ini dan mencegah retinopati diabetik pada model hewan. Pada manusia,
benfotiamine menunjukkan perbaikan nyeri akibat neuropati diabetik dan perbaikan
kecepatan hantar. Benfotiamin saat ini tersedia sebagai suplemen makanan di
Amerika Serikat. 7
Jelas sekali bahwa kontrol glikemik merupakan terapi utama dalam menurunkan
pembentukan AGE. Pencegahan aktivasi RAGE merupakan alternatif terapeutik
paling penting dalam neuropati diabetik. Dua pendekatan paling mudah adalah
mencegah pembentukan AGE atau memblok RAGE. Di bawah ini akan dijelaskan
beberapa terapi yang telah dinilai untuk kemampuan menurunkan aktivitas aksis
RAGE pada neuropati diabetik. 7,29,31
Aspirin
Seperti dijelaskan sebelumnya, aspirin (asam asetilsalisilat-NSAID) banyak
digunakan walaupun penggunaan jangka panjang pada pasien diabetik harus
dipertimbangkan karena kemungkinan efek samping gastrointestinal. Pada pasien
diabetik dengan dosis tinggi aspirin, insiden retinopati menurun dibandingkan
47
dengan yang tidak mendapatkan aspirin, hal ini menunjukkan bahwa aspirin
mempunyai efek perlindungan terhadap glikasi. Aspirin mengurangi glikasi secara
potensial melalui asetilasi grup amino pada in vitro dan hewan percobaan.
Kemungkinan lain aspirin tidak secara langsung menganggu glikasi tetapi
menghambat glikosidasi dan pembentukan cross-link AGE. Selain efek analgesik
aspirin, penelitian-penelitian mengindikasikan penurunan resiko kejadian
kardiovaskuler pada pasien diabetik dengan dosis rendah aspirin. 7
Aminoguanidine
Aminoguanidine (juga disebut pimagedine) merupakan senyawa nukleofilik
hidrazine dan obat potensial anti-glikasi. Awalnya dipikirkan bahwa aminoguanidine
mencegah pembentukan AGE melalui blok kelompok karbonil pada produk Amadori
walaupun saat ini dikenal bereaksi dengan kelompok karbonil dari reduksi gula atau
3-DG. Aminoguanidine mengurangi nefropati, retinopati dan neuropati pada beberapa
penelitian hewan diabetik. Penelitian pendahuluan pada pasien diabetik menunjukkan
bahwa terapi aminoguanidine selama 28 hari mengurangi hemoglobin-berasal dari
AGEs (Hb-AGE) tetapi tidak menganggu kadar produk Amadori. Selain hasil yang
menjanjikan pada awalnya, aminoguanidine tidak dapat digunakan untuk tujuan
terapeutik. Tetapi penelitian terhadap senyawa seperti aminoguanidine memberikan
bukti keterlibatan AGE dalam patogenesis komplikasi diabetik. 7,29,31
Phenacylthiazolium bromida
Senyawa dari pembelahan cross-link AGE telah dijelaskan, membuka
kemungkinan pembalikan komplikasi diabetik. Senyawa tersebut termasuk N-
phenacylthiazolium bromide (PTB) yang dapat membelah cross-link melalui
mekanisme yang masih belum jelas. PTB telah digunakan membelah cross-link AGE
antara albumin dan kolagen in vitro dan penelitian terbaru pada tikus diabetik juga
menunjukkan bahwa PTB dapat mencegah atau membalik akumulasi AGE pada
48
pembuluh darah. Tetapi penelitian lain menemukan bahwa PTB dapat mengurangi
model cross-link AGE in vitro walaupun tidak mengurangi pembentukan cross-link
AGE in vivo. Apakah pemecahan cross-link AGE berguna in vivo akan juga
tergantung pada toksisitas jangka panjangnya. Akibat alamiah PTB yang tidak stabil,
analog seperti alagebrium klorida, juga dikenal sebagai ALT-711 telah dikembangkan.
Senyawa ini mempunyai efek renoproteksi pada tikus diabetik. Penelitian pasien saat
ini menemukan bahwa ALT-17 ditoleransi baik dan didapatkan perbaikan signifikan
vaskuler pada manula melalui penurunan tekanan darah dan peningkatan elastisitas
vaskuler. Efek terhadap komplikasi diabetes lainnya termasuk neuropati belum
diketahui7,29,31
49
inhibitor PARP dan antioksidan pada hewan pengerat dalam memperbaiki neuropati
perifer diabetik dini. Nikotinamide merupakan terapeutik potensial karena efek
samping dan toksisitasnya yang terbatas. 7
f. Antioksidan
Pendekatan terapeutik paling logis adalah mencegah stres oksidatif melalui
pemberian antioksidan. Perlawanan antioksidan berasal dari enzim antioksidan yang
mengkatalisasi pelepasan molekul antioksidan ROS dengan mencegah oksidasi
molekul lainnya, biasanya karena antioksidan ini telah mengoksidasi molekul yang
mengikat transisi ion metal sehingga tidak mampu mengkatalisasi pembentukan ROS
pada sel.
Vitamin E
Vitamin E merupakan senyawa larut lemak yang ada dalam 8 isoform dengan
berbagai aktivitas biologis. Kadar vitamin E darah dapat menurun pada stres oksidatif
yang memanjang dan individu yang tidak dapat mengabsorbsi lemak makanan, diet
rendah lemak atau defisiensi zinc. -tocopherol merupakan isoform paling aktif dan
merupakan suplemen makanan yang paling banyak didapatkan. Senyawa ini banyak
diuji karena kemampuannya pada penyakit kronis yang melibatkan stres oksidatif
termasuk kanker dan komplikasi diabetes. Beberapa penelitian kecil mengindikasikan
bahwa intake tinggi vitamin E menurunkan insiden kanker tertentu tetapi penelitian
yang besar tidak mendukung penemuan ini. Selain aksi antioksidan poten, vitamin E
dapat meningkatkan sistem imun, perbaikan DNA dan metabolisme.
-lipoic acid
Alpha lipoic acid disebut juga thioctic acid merupakan antioksidan yang tersedia
dalam pengobatan neuropati diabetik. Obat ini merupakan scavanger ROS,
meregenerasi antioksidan lainnya dan mengikat ion metal. Beberapa penelitian uji
50
klinis teracak menunjukkan bahwa pemberian infus intravena -lipoic acid (600 mg
setiap hari, 5 hari/minggu selama 3 minggu) secara signifikan memperbaiki gejala
sensoris neuropati diabetik atau Neuropathic Impairment Score. Pada penelitian kecil
lainnya mengenai -lipoic acid oral (800 mg, QD) kecenderungan perbaikan dalam
pengukuran neuropati otonom kardiak dilaporkan. Pada penelitian open-label terbaru
dengan pemberian intravena selama 10 hari diikuti pemberian oral selama 50 hari, -
lipoic acid didapatkan memperbaiki beberapa manifestasi neuropati otonom. Hasil
penelitian Neurological Assessment of Thioctic Acid in Neuropathy (NATHAN) I
menyimpulkan bahwa -lipoic acid dapat ditoleransi dalam jangka panjang dengan
memperbaiki beberapa defisit dan gejala neurologis tetapi tidak memperbaiki
konduksi saraf pada neuropati diabetik ringan dan sedang. 7,44
h. Faktor neurotrofik
Kerusakan sistem saraf perifer pada diabetes merupakan akibat hiperglikemia
dan hilangnya dukungan neurotrofik yang secara normal dilakukan oleh insulin.
Hipotesis ini didukung oleh laporan kadar ekspresi abnormal growth factor pada
51
diabetes. Eksplorasi terhadap penggunaan nerve growth factors, insulin, insulin like-
growth factors dan faktor neurotrofik lainnya dilakukan dalam pengobatan neuropati
diabetik.
Reseptor insulin ditemukan dalam sel Schwann, perisit, sel endotel dan neuron
khususnya neuron sensoris. Pemberian insulin pada spinal cord tikus streptozocin
memperbaiki kondisi pengukuran kecepatan hantar saraf dan pemberian dosis rendah
sistemik mampu menurunkan tanda distres mitokondria dalam neuron sensoris.
Insulin-like growth factors (IGFs) I dan II memiliki efek yang besar terhadap
perkembangan sistem saraf dan kelangsungan hidupnya, diperantarai melalui aktivasi
reseptor IGF-I (IGF-IR). IGF dan IGF-IR diekspresikan selama perkembangan dan
sistem saraf dewasa. IGF dilaporkan menurun pada beberapa model hewan diabetes
walaupun mungkin bervariasi dan tergantung pada model, tipe diabetes dan jaringan
yang diamati. Sejumlah penelitian preklinis pada tikus diabetik menyatakan terapi
IGF sistemik atau intratekal dapat memperbaiki neuropati.
Sistem neurotrofin penting dalam perkembangan dan pemeliharaan sistem saraf
tepi dan saraf pusat termasuk nerve growth factor (NGF), brain derived neurotrophic
factor (BDNF) dan neurotrophins (NT) 3-6. NGF tidak diperlukan untuk
kelangsungan hidup neuron sensoris pada saraf tepi dewasa tetapi NGF mengatur
pertumbuhan akson dan fenotip saraf sensoris. Penelitian preklinis NGF pada tikus
diabetik menunjukksn perbaikan dalam outcome sinyal sistem NGF. Penelitian klinis
belum mencapai fase 3 tetapi didapatkan bahwa molekul aktivator kecil trkA
berpotensi dalam pendekatan alternatif.
BDNF diekspresikan pada neuron perifer dan otot, reseptornya trkB, ditemukan
pada neuron motorik dan beberapa saraf sensoris. Transpor retrograde endogen
BNDF pada sel tubuh neuron terganggu pada tikus diabetik, hal ini menyatakan ada
masalah dengan suplai lokal BDNF pada terminal saraf perifer. BDNF eksogen
bersifat protektif terhadap serabut besar sensoris bermielin pada tikus STZ tetapi
tidak pada serabut kecil yang konsisten dengan distribusi ekspresi trkB.
52
Penelitian klinis terapi eksogen NT-3 pada tikus diabetik memiliki hasil
bervariasi. Satu penelitian menemukan perbaikan dalam serabut besar sensoris tetapi
tidak pada serabut motorik. Penelitian lain menemukan efek terhadap serabut besar
sensoris dan motorik. NT-3 intratekal meningkatkan serabut bermielin pada kulit
tikus diabetik tetapi tanpa perbaikan fungsi.
Ciliary derived neurotrophic factor (CNTF) merupakan sitokin dengan sejumlah
kegunaan neurotrofik. CNTF hanya diekspresikan dalam sel Schwann sistem saraf
perifer dan kadar CNTF berkurang pada tikus diabetik. Defisiensi ini dapat diperbaiki
oleh terapi inhibitor aldose reduktase. CNTF eksogen sendiri mempunyai keuntungan
terapeutik dalam tikus diabetik seiring dengan peningkatan kemampuan regeneratif.
Penggunaan CNTF mempunyai efek sistemik terutama pada otot. 7,-45-47
a. Dukungan psikologik
Komponen psikologik terhadap nyeri tidak boleh diremehkan. Oleh sebab itu
penjelasan bahwa nyeri yang berat juga dapat berkurang harus diberikan terutama
pada pasien dengan nyeri neuropati akut yang tidak terkontrol. Jadi pendekatan
empati terhadap kecemasan penderita dengan nyeri neuropati penting untuk
keberhasilan terapinya. 2
53
b. Akupuntur
Pada penelitian 10 minggu tidak terkontrol pada pasien diabetes dengan terapi
strandar, 77% menunjukkan kurangnya nyeri secara signifikan setelah akupuntur
tradisional Cina selama 6 sesi tanpa adanya efek samping. Pada periode follow-up 18-
52 minggu, 67% berhasil mengurangi atau menghentikan pengobatan medisnya dan
hanya 24% yang memerlukan pengobatan lanjutan. 2
c. Stimulasi elektrik
Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation mempengaruhi transmisi neuronal
aferen dan kecepatan konduksi, peningkatan ambang refleks fleksi nosiseptif dan
pengubahan potensial awal somatosensoris. Pada penelitian 4 minggu TENS terhadap
tungkai bawah, selama 30 menit sehari, hilangnya rasa nyeri tercatat pada 83% pasien
dibandingkan dengan 38% yang diobati secara pura-pura. Pada pasien yang awalnya
respon terhadap amitriptilin, berkurangnya rasa nyeri secara signifikan lebih besar
bila diikuti dengan TENS selama 12 minggu. Jadi TENS dapat digunakan sebagai
modalitas tambahan yang dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk memperkuat
hilangnya rasa nyeri.2,48
Mid-frequency external muscle stimulation
Satu penelitian randomized controlled menunjukkan dampak lebih baik mid-
frequency external muscle stimulation dibandingkan TENS terhadap gejala neuropati
setelah 1 minggu tetapi penelitian yang lebih panjang belum ada.2
Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation
Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation yang dilakukan
sebanyak 10 sesi lebih dari 3 minggu menyebabkan berkurangnya nyeri secara
signifikan dibandingkan stimulasi plasebo. Penelitian multisenter skala besar saat ini
sedang berlangsung. 2
54
Electrical spinal cord stimulation
Secara umum disetujui bahwa electrical spinal cord stimulation (ESCS) efektif
dalam pembentukan nyeri neurogenik. Percobaan mengindikasikan bahwa stimulasi
elektrik diikuti oleh penurunan asam amino glutamat dan aspartat pada tanduk dorsal.
Efek ini diperantarai oleh mekanisme GABAergik. Pada nyeri neuropati diabetik
yang tidak respon terhadap obat, ESCS dengan elektrode yang diimplan antara T9
dan T11 menyebabkan pengurangan rasa nyeri sebesar > 50% 8 dari 10 pasien. Selain
itu toleransi latihan akan mengalami perbaikan secara signifikan juga. Komplikasi
ESCS termasuk infeksi kuman superfisial pada dua pasien, migrasi lead memerlukan
reinsersi pada dua pasien dan late failure setelah 4 bulan pada pasien yang
sebelumnya pernah mendapat terapi penghilang rasa nyeri. Pilihan terapi invasif ini
dilakukan jika pasien tidak respon terhadap obat yang diberikan. 2,48
Energi infrared monokromatik
Energi infrared monokromatik menunjukkan berkurangnya gejala dan tanda
neuropati pada penelitian tidak terkontrol pasien diabetes. Kebalikannya dua
penelitian terkontrol menunjukkan bahwa energi infrared monokromatik tidak lebih
efektif dibandingkan plasebo pada pasien polineuropati diabetik, hal tersebut
menekankan perlunya penelitian terkontrol untuk mendapatkan keputusan pengobatan
evidence-based. 2
d. Dekompresi bedah
Dekompresi bedah pada lokasi anatomis yang mengalami penyempitan
merupakan pengobatan altenatif untuk pasien dengan polineuropati diabetik
simptomatis. Literatur mengatakan bahwa hanya penelitian Kelas IV yang
menekankan kegunaan pendekatan terapeutik ini. Berdasarkan bukti yang ada,
pengobatan alternatif ini dianggap belum terbukti. Prospective randomized controlled
55
trial dengan definisi standar dan pengukuran outcome perlu untuk menentukan nilai
dari intervensi terapeutik ini. 2
BAB VII
RINGKASAN
56
Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, dibutuhkan gejala dan tanda klinis
yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari pemeriksaan
penunjang (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes otonom) yang abnormal.
Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang abnormal.
.Penatalaksanaan neuropati diabetik yang paling penting adalah kontrol
glikemik disertai stabilitas gula darah untuk mencegah progresi neuropati diabetik.
Penatalaksanaan lain berupa terapi simptomatik, terapi kausal terhadap jalur
gangguan metabolisme glukosa dan non farmakologis.
57
Recent advances in the diagnosis and
management of diabetic neuropathy. H. M. Rathur,
A. J. M. Boulton. VOL. 87-B, No. 12, DECEMBER 2005. THE JOURNAL OF
BONE AND JOINT SURGERY. 1605-10
In the
EURODIAB IDDM Complication Study
10
which
included 3250 patients, the overall prevalence
of neuropathy in 16 European countries was
28%. In the Rochester Diabetic Neuropathy
Study,
8
it affected almost 60% of subjects
although it was symptomatic only in about
15%.
The prevalence of type 2 diabetes and diabetic sensory neuropathy in Yazd province
is 14.5% and 51.7%, respectively.
Prevalence of Sensory Neuropathy in Type 2
Diabetic Patients in Iranian Population
(Yazd Province). IRANIAN JOURNAL OF DIABETES AND OBESITY, VOLUME
1, NUMBER 1, AUTUMN 2009. Abolghasem Rahimdel, Mohammad Afkhami-
Ardekani*, Amin Souzani, Mojgan Modaresi,
Mohammad Reza Mashahiri. 30-35
58
Gambar Neurothesiometer
59
60
61
autonomic function tests,
such as the quantitative sudomotor axon reflex
test,29,32 sympathetic skin response,3 heart-rate variability,
and other cardiovascular reflexes
Avoid sudden changes in body posture to the head-up position, particularly in warm
weather,
and after taking a warm bath, both of which produce cutaneous vasodilation.
phenothiazines.
Small, frequent meals to lessen hypotension after large carbohydrate-containing
meals.
Reduce activities involving straining, since increased intra-abdominal and intra-
thoracic pressure
decreases venous return.
Elevation of the head of the bed 18 inches at night improved symptoms in a small
series of
patients with orthostatic hypotension of various causes (MacLean and Allen 1940).
Compressive garments over the legs and abdomen (Schatz et al 1963, Levin et al
1964, Lewis
and Dunn 1967, Sheps 1976).
62
63
Pendahuluan
64
mengenai metode terbaik untuk mengevaluasi pasien baik pada awalnya atau pada
follow-up, dan penanganan yang paling sesuai. Metode-Metode elektromiografik dan
radiografik baru dapat menilai secara akurat dan cepat lokasi dan beratnya dari
kompresi saraf. Tinjauan review ini fokus pada neuropati entrapmen lengan paling
sering yakni CTS, CuTS, RTS dan sindrom outlet torasik neurogenik. Didiskusikan
pertimbangan anatomis, evaluasi pasien, indikasi untuk penanganan konservatif dan
intervensi bedah, hasil, dan penyulit.
65
mana otot-otot ini berorigo. Ketebalan FR pada terowongan karpal adalah 10 kali
ketebalan pada fascia antebrachii.
66
mengalami peningkatan 24.2% pada 6 minggu dan peningkatan volume ini juga
ditemukan pada follow up 8 bulan. Isi Terowongan berpindah ke anterior setelah
dekompresi baik pada 6 minggu mapun 8 bulan, tetapi lebar arkus carpal tidak
berubah. Akan tetapi pada tiga penelitian lain, lebar arkus carpal bertambah antara
7% sampai 11% setelah pembedahan
67
atau siku fleksi. Pada penelitian yang sama yang bahkan saat saraf masuk ketika bahu
abduksi, siku diluruskan dan pergelangan tangan berekstensi 60, aliran darah ke atau
konduksi pada nervus medianus tak terpengaruh. Disimpulkan bahwa nervus
medianus didesain sangat baik untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pada
panjang alasnya disebabkan oleh gerakan lengan..
Variasi anatomis
68
digiti minimi dan FR. Perpindahan informasi sensorik antara nervus ulnaris dan
medianus dideskripsikan. Suatu cabang komunikans yang menyampaikan informasi
sensorik dari kelingking melewati dari medianus ke ulnaris tepat proximal terhadap
pergelangan tangan dilaporkan oleh Saeed dan Davies. Gejala tidak berkurang
sampai komunikasi anomali ini didekompresi secara terpisah, walaupun pembukaan
terowongan karpal terbuka dilakukan 7 hari sebelumnya.
Evaluasi Pasien
69
mengabaikan etiologi, termasuk pembengkakan dari nervus medianus (yang paling
bagus dievaluasi pada level pisiformis), pendatan saraf pada level hamatum,
pelengkungan palmar FR, dan meningkatnya sinyal T2 pada nervus medianus. MRI
juga dapat membedakan penyebab tak terduga dari CTS tipikal sebelum pembedahan,
seperti misalnya otot adductor pollicis yang besar, arteri medianus persisten, jumlah
jaringan lemak yang berleihan di dalam terowongan, kista ganglion, dan hipertrofi
sinovial yang berkaitan dengan artritis reumatoid.
70
kemungkinan apa yang disebut fenomena double crush, dan untuk memperlihatkan
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi pada diagnosis CTS rutin.
Tatalaksana
Neuropati Ulnaris
71
Neuropati ulnaris pada siku adalah neuropati entrapmen yang paling sering
kedua setelah CTS. Nervus ulnaris dapat terkompresikan secara langsung pada dua
area yakni : pergelangan tangan ( pada kanal Guyon) dan siku. Ketika saraf melewati
sulkus ulnar pada siku, cenderung mendapat beberapa tipe dari cedera-cedera
kompresi.
Terowongan Cubital adalah aponeurosis antara kedua kepala dari otot flexor
carpi ulnaris dan mengandung nervus ulnaris. Pada sebagian orang, aponeurosis
ditarik kencang sepanjang saraf, terutama ketika fleksi siku telah digambarkan oleh
O'Driscoll dkk sebagai Tipe 1A. Mereka melaporkan pada suatu studi kadaver bahwa
retinaculum terowongan cubita (yang membentuk atap terowongan) kemungkinan
merupakan sisa dari otot epitroklear ankoneus. Secara anatomi diklasifikasikan dalam
empat tipe, berkisar dari tidak ada ikatan sama sekali (Tipe 0) sampai yang otot itu
sendiri masih tersisa (Tipe II). Saraf ini paling sering tertekan ketika melintasi
tonjolan olekranon di belakang epikondilus, jika siku berulangkali diistirahatkan
pada permukaan datar, sebagaimana pada titik lain dalam perjalanannya melintas
sendi siku, yang mencakup epikondilus dan sulkus epicondylar, massa otot flexor
yang mencakup aponeurosisnya dan lengkung Struthers. Kebanyakan ahli
berpendapat keseluruhan area diatas merupakan bagian dari terowongan cubital atau,
jika tidak, dianggap sebagai jepitan nervus ulnaris pada siku yang disebut sebagai
CuTS jika kompleks gejala yang sesuai telah terjadi.
Evaluasi pasien
72
tangan, abduksi ibu jari, jepitan ibu jari dan telunjuk, dan juga kekuatan
menggenggam. Pemain musik dan profesi lain yang membutuhkan kontrol halus jari
jemari dapat menglami performa yang menurun saat terjadi kompresi ulnar minimal.
Kompleks gejala dapat bervariasi intensitasnya dan bahkan hilang selama berbulan-
bulan atau tahun, atau dapat juga hilang secara akut dengan ekstensi lengan. Sindrom
ini kadang-kadang ada selama bertahun- tahun setelah cedera pertama kali pada siku,
sering dikenal sebagai 'tardy ulnar palsy'. Saraf ini sering dapat teraba membesar pada
sulkus ulnar dan mungkin timbul rasa nyeri saat disentuh. Adanya riwayat trauma
( fraktur atau dislokasi), artritis atau trauma minor berulang sangat menolong dalam
menegakkan diagnosis. Gout tofaseosa, deposisi kristal kalsium pirofosfat dihidrat
dan hemangioma extraneural dapat juga menyebabkan kompresi akut.
73
Diagnosis Diferensial
Beberapa kondisi lain yang dapat mengakibatkan rasa baal pada kelingking
dan kelemahan motorik harus dipertimbangkan. Nervus ulnaris dapat tertekan pada
pergelangan tangan ketimbang pada siku oleh trauma berulang pada telapak tangan
( sering berhubungan denagn pekerjaan) atau oleh suatu ganglion atau suatu tumor.
Perbedaan dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan konduksi saraf. Temuan klinis juga
membantu untuk melokalisasi lesi. Dengan entrapmen pada pergelangan tangan, tidak
terdapat gangguan sensorik pada dorsal sebab cabang kutaneus dorsalis dari nervus
ulnaris meninggalkan trunkus utama 5-8 cm proksimal dari kanal Guyon.
Radikulopati servikal bawah, sindrom outlet torasik neurogenik, amiotropik lateral
sklerosis, siringomielia dan lesi medula lain juga dapat dipertimbangkan sebagai
diagnosis diferensial.
Tatalaksana
74
lebih berhubungan dengan derajat hilangnya fungsi motorik atau sensorik pra-
opreratif dibandingkan dengan tipe dari prosedur bedah. Secara umum hasilnya
memuaskan. Nyeri tekan lokal dan Parestesia dapat menetap pada beberapa pasien.
Anatomi
Evaluasi pasien
Pasien dengan entrapmen PIN dapat mengalami kelumpuhan tanpa rasa sakit,
atau mengalami nyeri yang sering sulit dibedakan dengan epikondilitis lateral.
Kondisi nyeri ini disebut 'resistent tennis elbow' atau ' sindrom terowongan radial'.
Baik nyeri atau tanpa rasa sakit, kondisi ini dapat terjadi setelah penggunaan lengan
75
bawah secara berlebihan. Jika pada epikondilitis lateral nyeri dirasakan secara
langsung pada epikondilus lateral, pada kasus kompresi PIN, nyeri dirasakan pada
saraf kelompok otot-otot extensor, kira-kira 3 cm distal dari siku. Suatu uji provokasi
untuk membedakan epikondilitis lateralis dengan kompresi PIN adalah supinasi dan
ekstensi jari tengah dengan tahanan.
Lokasi kompresi yang mungkin dari PIN pada daerah lengan bawah adalah
pada adhesi antara otot-otot brachialis dan brakioradialis, tepi dari extensor carpi
radialis brevis, serabut fibrosa yang berhubungan dengan otot supinator, dan satu set
cabang vaskular yang kadang-kadang istilahkan sebagi 'the leash of Henry'. Jalan
keluar dari supinator distal adalah suatu lokasi entrapmen yang jarang.
Tatalaksana
Patofisiologi
Kesemutan pada tangan ketika abduksi bahu atau elevasi bahu merupakan
temuan yang umum pada pasien dengan sindrom torasik outlet neurogenik, sementara
defisit neurogenik yang dapat diukur sangat jarang. Sindrom torasik outlet
neurogenik disebabkan oleh adanya serabut abnormal yang menyilang pada plexus
brakialis, sering menginsersi iga servikal yang rudimenter. Gejala ini sering terjadi
76
setelah whisplash injury, spasme otot cervical mungkin berperan pada patogenesis
sindrom ini
Evaluasi Pasien
Gambaran klasik adalah kelemahan dari semua otot intrinsik tangan dan
hilangnya sensorik sepanjang sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. Tes
hiperabduksi, yang merubah pulsasi dengan gerakan abduksi lengan bukanlah
indikator yang dapat dipercaya, mengingat dapat ditemukan juga pada orang normal.
Pemeriksaan elektrodiagnostik biasanya tidak memperlihatkan kelainan.
Tatalaksana
Powered by
77