Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

Neuropati diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus jangka panjang


yang paling sering ditemukan serta menimbulkan morbiditas dan mortalitas tinggi
pada penderita diabetes. Bahkan saat ini telah diketahui juga bahwa neuropati
diabetik dapat terjadi pada kondisi gangguan toleransi glukosa dan sindrom metabolik
tanpa adanya hiperglikemia.1,2
Neuropati diabetik merupakan sekumpulan gejala klinis yang mempengaruhi
berbagai sistem saraf baik secara tunggal maupun bersama-sama. Gejala dan tanda
klinis dapat bersifat non-spesifik, tersembunyi dan berkembang secara lambat serta
tidak terdeteksi atau dapat bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang
menyerupai penyakit lain. Karena itu diagnosis neuropati diabetik didapat dengan
menyingkirkan penyebab neuropati lainnya.
Masih minimnya pengetahuan mengenai neuropati diabetik mengakibatkan
para klinisi tidak segera mendiagnosisnya. Akibatnya penderita neuropati diabetik
datang dalam keadaan ulserasi kaki, gangren dan kelemahan anggota gerak.
Neuropati diabetik meningkatkan resiko amputasi sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat bila
ada deformitas dan 36 kali lipat jika ada riwayat ulserasi sebelumnya. Neuropati
diabetik juga menganggu kualitas hidup penderita diabetes. Saat neuropati diabetik
otonom ditegakkan maka kehidupan akan berlangsung suram dan angka mortalitas
akan mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5 hingga 10 tahun. Penatalaksanaan
terpadu dalam mencegah kejadian neuropati diabetik sangat diperlukan.1,2
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memperluas wawasan pengetahuan
mengenai neuropati diabetik sehingga dapat menegakkan diagnosis dini dan
melakukan penatalaksanaan neuropati diabetik dengan tepat.

1
BAB II
DEFINISI DAN EPIDEMIOLOGI

2.1 Sistem Saraf


Sistem saraf terdiri dari sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia
dan sel Schwann). Kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi
satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-
sel sistem saraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau aferen
dari ujung-ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan
menyalurkan masukan motorik atau masukan eferen ke otot dan kelenjar, yaitu organ
efektor. Neuroglia merupakan penyokong, pelindung dan sumber nutrisi bagai neuron
otak dan medula spinalis. Sel Schwann merupakan pelindung dan penyokong neuron-
neuron dan tonjolan neuronal di luar sistem saraf pusat.
Sistem saraf dibagi menjadi : sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem
saraf pusat terdiri otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron
aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral).
Secara anatomis, sistem saraf perifer dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12
pasang saraf kranial. Saraf perifer terdiri dari neuron-neuron yang menerima pesan-
pesan neural sensorik (aferen) yang menuju ke sistem saraf pusat atau menerima
pesan-pesan neural motorik (eferen) dari sistem saraf pusat atau keduanya. Saraf
spinal menghantarkan pesan aferen maupun pesan eferen dan dengan demikian saraf
spinal dinamakan saraf campuran. Secara fungsional sistem saraf perifer dibagi
menjadi sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom.

2.2 Definisi
International Consensus Meeting for the Outpatient Management of Neuropathy
menyetujui definisi sederhana dari neuropati diabetik dalam praktek klinis sebagai
adanya gejala dan/atau tanda disfungsi saraf perifer pada pasien diabetes setelah
eksklusi penyebab lainnya. Diagnosis tidak dapat dibuat tanpa pemeriksaan klinis

2
yang seksama pada anggota gerak, hilangnya gejala bukan berarti mengindikasikan
hilangnya tanda. 2,3

2.3 Epidemiologi
Epidemiologi dan perjalanan alamiah neuropati diabetik masih belum banyak
diketahui. Prevalensi neuropati diabetik meningkat sesuai usia dan lebih sering
dijumpai pada pasien diabetes melitus tipe 2 dibandingkan diabetes melitus tipe 1.
Prevalensi tertinggi neuropati diabetik terjadi pada penderita diabetes lebih dari 25
tahun. 4,5,6,7
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa prevalensi neuropati diperkirakan yaitu
sebesar 30% dari semua pasien rawat inap. Sementara pada sampel populasi hampir
mendekati 20%. Prevalensi neuropati diabetik pada usia lanjut sekitar 50%, bervariasi
dari 14% hingga 63% tergantung pada tipe populasi yang dipelajari dan kriteria yang
digunakan untuk definisi neuropati diabetik.4,5,
Pada EURODIAB IDDM Complication Study dengan 3250 pasien, prevalensi
keseluruhan neuropati di 16 negara Eropa sebesar 28%. Neuropati diabetik
mempengaruhi hampir 60% penderita DM pada Rochester Diabetic Neuropathy
Study walaupun yang bersifat simptomatik hanya sekitar 15%. Pada penelitian
Canadian First Nation didapatkan neuropati penderita diabetes sebesar 15%
sedangkan pada penelitian di provinsi Yazd Iran diketahui kejadian diabetes mellitus
sebesar 14.5% dengan komplikasi neuropati sensoris sebesar 51.7%.4,5,8,9
Prevalensi keseluruhan neuropati diabetik perifer pada National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES) sebesar 14.8% yang lebih dari tiga
perempat di antaranya asimptomatik. Ziegler dan kawan-kawan mendapatkan
prevalensi neuropati otonom diabetik sebesar 16.8% pada penderita DM tipe 1 dan
22.1% pada penderita DM tipe 2. Penelitian diabetes multisenter di Perancis
menemukan hampir 25% penderita memiliki gejala neuropati otonom diabetik.6,7

BAB III

3
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS

3.1 Neuropati simetris


a. Neuropati diabetik perifer
Neuropati diabetik perifer merupakan sindrom neuropati yang paling umum
ditemukan. Secara klinis didapatkan kehilangan sensoris pola length-related dengan
bermula dari jari kaki dan meluas ke telapak kaki dan tungkai dalam distribusi kaus
kaki. 1,2,3

Gambar 1. Distribusi sarung tangan


dan kaus kaki pada neuropati diabetik
perifer. 2

Dalam kasus yang berat sering juga didapatkan keterlibatan pada anggota gerak
atas. Neuropati otonom subklinis biasanya didapatkan timbul bersamaan. Tetapi
jarang ditemukan neuropati otonom klinis yang jelas. Manifestasi motorik secara
klinis tidak tampak jelas pada tahap awal penyakit. Tetapi, seiring perkembangan
penyakit, manifestasi motorik akan semakin tampak seperti berkurangnya otot kecil
tangan dan kelemahan anggota gerak.7,8,9

4
Gambaran klinis utama dari neuropati diabetik perifer adalah kehilangan rasa
sensorik yang tidak disadari oleh pasien, atau digambarkan sebagai mati rasa.
Beberapa pasien mengalami gejala sensoris progresif seperti :
Mengelitik (parestesia)
Nyeri yang membakar
Nyeri tungkai bawah paroksismal
Nyeri seperti ditusuk atau diiris pisau
Nyeri kontak, sering diasosiasikan dengan wearing day-time clothes and
bedclothes (stimulus tidak menyakitkan tetapi sering diasosiasikan sebagai
menyakitkan, dikenal sebagai alodinia)
Stimulus nyeri ringan dipersepsikan sebagai nyeri yang sangat menyakitkan
(hiperalgesia)
Nyeri waktu jalan, sering digambarkan sebagai berjalan tanpa alas kaki di
atas kelereng, atau berjalan tanpa alas kaki pada pasir panas
Sensasi panas atau dingin pada telapak kaki
Rasa gatal yang persisten pada telapak kaki dan sensasi cramp-like pada
betis.10
Nyeri dapat meluas ke dorsum pedis dan menyebar ke seluruh tungkai. Beberapa
pasien mungkin hanya mengeluhkan kesemutan pada satu atau dua jari kaki, yang
lain mungkin mengalami komplikasi lebih seperti kaki mati rasa atau nyeri neuropati
berat dan tidak dapat respon dengan terapi obat. 10
Neuropati diabetik perifer yang menyakitkan sering ditemukan, mempengaruhi
sekitar 16-26% dari pasien diabetes, semakin terasa pada malam hari dan
menyebabkan gangguan tidur. Nyeri neuropati yang berat dan menyakitkan biasanya
ditandai dengan pembatasan kegiatan fisik sehari-hari sehingga tidak mengejutkan
jika gejala depresif merupakan hal yang umum terjadi. Pada neuropati lanjut terjadi
ataxia sensoris, yang menimbulkan gangguan kemampuan berjalan dan sering
terjatuh terutama jika ada gangguan penglihatan karena retinopati.10
Penderita neuropati diabetik perifer bisa saja tidak memiliki berbagai gejala
diatas, tetapi datang dengan ulkus kaki. Keadaan ini memaksa perlunya pemeriksaan

5
kaki semua penderita diabetes secara seksama untuk mengidentifikasi
berkembangnya ulserasi kaki. Kaki yang mati rasa merupakan risiko terjadinya luka
karena suhu atau mekanik, karena itu pasien harus diingatkan akan hal ini dan
diberikan nasehat untuk perawatan kaki.11
Neuropati diabetik perifer mudah dideteksi dengan pemeriksaan klinis biasa.
Kelainan yang paling sering adalah berkurang atau hilangnya sensasi vibrasi pada jari
kaki dengan menggunakan garputala 128 Hz. Kehilangan sensasi saraf sensoris yang
berat melibatkan semua hal (sensasi suhu, tekanan dan nyeri) termasuk proprioseptif
juga akan berkurang ditandai tanda Romberg yang positif. Refleks tendon ankle
hilang dan dengan semakin beratnya neuropati, refleks lutut juga berkurang atau tidak
ada. 9,10,11

Gambar 2. Contoh distribusi tipikal defisit sensorik (titik : sensasi suhu, garis:
sensasi nyeri, garis silang: sensasi sentuh) 2

Kekuatan otot pada awalnya akan normal walaupun kelemahan ringan dapat
ditemukan pada ekstensor jari kaki. Semakin progresif akan ditemukan gangguan
muskular generalisata khususnya pada otot kecil tangan dan kaki. Pergerakan halus
jari juga terkena dan timbul kesulitan dalam memegang benda kecil. Deformitas
seperti bunion dapat membentuk fokus ulserasi dan deformitas yang lebih ekstrim
seperti artropati Charcot semakin meningkatkan resiko.

6
b. Nyeri neuropati akut
Nyeri neuropati akut merupakan suatu sindrom neuropati sementara yang ditandai
dengan nyeri akut pada tungkai bawah. Neuropati akut tampak dalam bentuk simetris
dan relatif jarang terjadi. Nyeri selalu membuat stres penderita dan kadang membuat
tidak mampu bekerja. Terdapat dua sindrom yang berbeda, pertama yang terjadi
dalam kontrol glikemik yang buruk dan kedua akibat perbaikan cepat kontrol
metabolik setelah memulai insulin (neuritis insulin). Biasanya gejala sembuh dalam
waktu 12 bulan. 2,12,13,14

c. Neuropati otonom
Jenis neuropati ini mengenai saraf yang mengontrol jantung, tekanan darah dan
kadar gula darah. Selain itu mengenai organ dalam yang menyebabkan gangguan
pada pencernaan, miksi, respon seksual dan penglihatan. Juga mempengaruhi sistem
yang memperbaiki kadar gula darah ke normal, sehingga tanda-tanda hipoglikemia
seperti keringat dingin, gemetar dan palpitasi menghilang. Secara keseluruhan
kerusakan terjadi difus pada saraf parasimpatik dan simpatik terutama pada penderita
diabetes dengan neuropati perifer difus. 15

Sistem pencernaan
Kerusakan saraf pada saluran pencernaan biasanya menyebabkan konstipasi. Selain
itu dapat juga menyebabkan hilangnya motilitas dan pengosongan lambung yang
terlalu lambat sehingga menimbulkan gastroparesis. Gastroparesis berat
menyebabkan nausea dan muntah persisten, sendawa dan tidak nafsu makan. 16-18

7
Gambar 3. Radiografi menunjukkan retensi makanan disebabkan oleh
gastroparesis.15

Gastroparesis juga menyebabkan fluktuasi gula darah akibat pencernaan makanan


abnormal. Kerusakan esofagus dapat juga menimbulkan kesukaran menelan,
sedangkan akibat gangguan pada usus dapat timbul konstipasi bergantian dengan
diare yang sering tidak terkonrol terutama pada malam hari dan keseluruhan
menimbulkan penurunan berat badan.

Sistem kardiovaskuler
Jantung dan sistem sirkulasi merupakan bagian dari sistem kardiovaskuler untuk
mengontrol sirkulasi darah. Kerusakan saraf otonom pada sistem kardiovaskuler
menganggu kemampuan tubuh untuk mengatur tekanan darah dan denyut jantung
sehingga timbul hipotensi postural setelah duduk atau berdiri dan pasien akan
merasakan kepala yang ringan, melayang atau bahkan terjadi sinkop. Kerusakan saraf
otonom yang mengatur denyut jantung dapat menyebabkan denyut jantung takikardi
sebagai respon terhadap fungsi tubuh saat normal dan latihan. 19-22

Kelenjar keringat
Neuropati otonom dapat mengenai saraf yang mengatur kelenjar keringat sehingga
tubuh tidak dapat mengatur suhu dengan baik dan biasanya timbul keringat
berlebihan saat makan dan malam hari. Jika hal ini didapatkan maka gejala biasanya

8
akan menetap. Anhidrosis kaki akibat denervasi simpatis merupakan faktor kontribusi
terjadinya kaki diabetik karena kulit kering dan mudah tergores. 1,15,22

Mata
Neuropati otonom juga bisa menyebabkan gangguan pada pupil sehingga menjadi
kurang responsif terhadap cahaya dan mengalami penglihatan yang kurang jelas bila
cahaya dinyalakan mendadak pada kamar yang gelap atau mengalami kesukaran
mengemudikan kendaraan pada malam hari. 1,15

Traktus urinarius dan organ seks


Neuropati otonom seringkali mempengaruhi organ yang mengontrol miksi dan
fungsi seksual. Kerusakan saraf menghalangi pengosongan sempurna kandung kemih
dan menimbulkan retensio urin sehingga bakteri dapat tumbuh dalam kandung kemih
dan ginjal akibatnya sering terjadi infeksi pada traktus urinarius. Selain itu dapat juga
terjadi inkontinensia urin karena pasien tidak dapat merasakan kapan kandung kemih
penuh dan tidak dapat mengontrol otot-otot untuk miksi. Neuropati otonom dapat
mengurangi respon seksual pada pria dan wanita. Pria akan mengalami gangguan
ereksi atau bisa mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi sedangkan pada wanita
akan mengalami kesukaran lubrikasi dan orgasme. 1,15,23-25

Kurang respon terhadap hipoglikemia


Umumnya bila kadar gula darah menurun di bawah 70% akan timbul gejala seperti
gemetar, palpitasi, keringat dingin namun pada penderita diabetes dengan gangguan
neuropati otonom ini tidak akan merasakan gejala hipoglikemia sehingga
hipoglikemia akan sulit dideteksi. 1,15

3.2 Neuropati asimetris


Neuropati asimetris atau neuropati fokal adalah komplikasi yang sudah dikenal
pada komplikasi diabetes. Biasanya onsetnya cepat dan cepat pula sembuh. Hal ini

9
berbeda dengan neuropati diabetik perifer kronis, dimana tidak ada perbaikan atas
gejala pada beberapa tahun setelah onset.
a. Amiotrofi diabetik (neuropati motorik proksimal)
Sindrom dari kelemahan dan atropi tungkai asimetris proksimal progresif pertama
kali digambarkan oleh Garland sebagai amiotrofi diabetik. Istilah ini juga dikenal
sebagai neuropati motorik proksimal, neuropati diabetik lumbosakral
radikulopleksus atau neuropati femoral. Penderita merasakan nyeri yang berat pada
paha bagian dalam, kadang dirasakan seperti terbakar dan meluas sampai ke lutut.
Penderita diabetes melitus tipe 2 diatas usia 50 tahun sering terkena.
Pada pemeriksaan ditemukan kerusakan otot quadriceps ditandai kelemahan fungsi
kelompok otot ini meskipun otot fleksor dan abduktor panggul dapat juga
terpengaruh. Adductor paha, gluteus, dan otot hamstring juga terkait. Gerakan lutut
biasanya berkurang atau tidak ada. Kelemahan dapat berakibat pada kesulitan untuk
bangkit dari kursi yang randah atau menaiki tangga. Gangguan sensorik jarang terjadi
dan jika ada biasanya bersamaan dengan neuropati diabetik perifer. 9-11,13
Penyebab dari amiotrofi diabetik tidak diketahui. Biasanya cenderung terjadi
bersamaan neuropati diabetik perifer. Beberapa orang menyatakan bahwa kombinasi
gambaran fokal tumpang tindih dengan neuropati perifer difus menunjukkan
kerusakan vaskular pada akar saraf femoral sebagai penyebab kondisi ini.

10
Gambar 4. Amiotrofi diabetik (proksimal neuropati) 2

Pengelolaan nyeri amiotrofi diabetik tidak berbeda untuk neuropati diabetik perifer.
Pasien seharusnya diedukasi dan diyakinkan bahwa kondisi ini dapat disembuhkan.
Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan fisioterapi untuk memperkuat otot
quadriceps. 9-11,13

b. Mononeuropati kranial
Mononeuropati kranial yang paling sering ditemukan adalah kelumpuhan saraf
ketiga kranial. Pasien datang dengan nyeri tiba-tiba di belakang dan atas mata
mendahului ptosis dan diplopia. Proses penyembuhan memerlukan waktu lebih dari
tiga bulan. 2,10

c. Radikulopati trunkal
Radikulopati trunkal atau neuropati torakoabdominal pada penderita diabetes
ditandai dengan onset nyeri akut pada distribusi dermatomal di atas toraks atau
abdomen diikuti gangguan sensoris kutaneus atau hiperestesi. Nyeri biasanya
unilateral dan herniasi otot abdomen dapat terjadi walaupun jarang. 2,10,12,13

11
Gambar 5. Neuropati diabetik trunkal (neuropati atau radikulopati/torakoabdominal) 2

Beberapa pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen dan menjalani berbagai
pemeriksaan yang tidak perlu seperti barium enema, kolonoskopi dan bahkan
laparotomi. Penyembuhan biasanya dalam beberapa bulan meskipun gejala dapat
menetap dalam beberapa tahun. 1,2,10,13

d. Pressure palsies

Sindrom Carpal Tunnel
Beberapa saraf penderita diabetes rentan terhadap tekanan pada diabetes.
Pasien biasanya mengeluh nyeri dan parestesi pada tangan yang kadang
menyebar ke seluruh lengan khususnya pada malam hari. Pada kasus yang
berat pemeriksaan klinis dapat menunjukkan berkurangnya sensasi daerah
tengah tangan dan kerusakan pada otot thenar.
Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan mudah menggunakan pemeriksaan
konduksi saraf medianus dan penatalaksanaan melibatkan pembedahan
dekompresi pada carpel tunnel di bagian pergelangan tangan. Respons atas

12
pembedahan biasanya bagus, meskipun gejala nyeri sering berulang
dibandingkan pasien yang tidak diabetes.

Entrapment saraf ulnaris dan saraf terisolir lainnya
Saraf ulnaris juga rentan terhadap tekanan pada siku, berakibat pada
kerusakan dorsal interossei khususnya pada dorsal interosseous yang pertama.
Pada anggota tubuh bagian bawah, peroneal (lateral popliteal) adalah saraf
yang paling sering terkena. Kompresi pada kepala fibula yang menyebabkan
foot drop. Sayangnya penyembuhan secara menyeluruh jarang terjadi. Saraf
lateral kutaneus pada paha biasanya juga terkena akibat entrapment neuropati
diabetik..

3.3 Disfungsi Susunan Saraf Pusat


Perhatian terhadap kelainan susunan saraf pusat sangat relatif sedikit pada pasien
neuropati diabetik. Penelitian autopsi sebelumnya pada pasien diabetes mendapatkan
lesi degeneratif difus di sistem saraf pusat termasuk demielinisasi dan hilangnya
silinder akson pada kolum posterior, degenerasi neuron kortikal dan abnormalitas
otak tengah dan serebelum yang dideskripsikan sebagai mielopati diabetik dan
ensefalopati diabetik.
Penelitian yang mengevaluasi fungsi sistem saraf pusat pasien diabetes
menggunakan evoked-potential sebagai respon terhadap stimulasi saraf tepi dan tes
neurofisiologis menggambarkan hasil adanya defisit konduksi spinal atau supraspinal
(sentral) atau disfungsi kognitif, tetapi derajat disfungsi sepanjang jalur aferen
somatosensorik pada pasien diabetes tipe 1 tergantung pada derajat neuropati perifer
dan tidak berhubungan dengan diabetes atau kontrol glikemik dan dapat dicirikan
dengan gangguan kompleks sensori kortikal dan perifer. Magnetic resonance imaging
(MRI) menunjukkan peningkatan frekuensi lesi subkorteks dan batang otak pasien
diabetes tipe 1 dengan neuropati diabetik. Pasien neuropati diabetik menunjukkan
area chord yang lebih kecil pada C4/5 dan T3/4. Menggunakan positron emission

13
tomography (PET) dan [18F]-2-deoxy2-fluoro-D-glucose didapatkan penurunan
metabolisme glukosa otak pada pasien diabetes tipe 1 dengan neuropati diabetik jika
dibandingkan dengan pasien diabetes baru dan subyek sehat. Pengukuran
spektroskopik metabolit otak seperti N-acetyl aspartate (NAA) dalam thalamus
mendapatkan rasio kreatinin:NAA lebih rendah, menyatakan disfungsi neuronal
thalamus pada neuropati diabetik. Dengan demikian terdapat sekumpulan bukti yang
menyatakan keterlibatan neuropati pada tingkat spinal dan sentral merupakan
gambaran diabetik neuropati tetapi tidak jelas apakah kejadian tersebut primer atau
sekunder. 2

14
BAB IV
PATOGENESIS

Banyak etiologi berperan serta dalam berbagai sindrom neuropati pada penderita
diabetes. Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan
progresi neuropati diabetik sama seperti komplikasi mikrovaskuler diabetes lainnya.
Penelitian patofisiologi molekuler dan biokimia neuropati diabetik difokuskan pada
jalur metabolisme glukosa. 7
Jalur utama yang dipengaruhi metabolisme adalah fluks glukosa melalui jalur
poliol, jalur hexosamine; aktivasi isoform protein kinase C (PKC) yang berlebihan;
akumulasi dari advanced glycation endproducts (AGEs). Peningkatan stres oksidatif
dalam sel menyebabkan aktivasi jalur polimerase (PARP) dengan meregulasi ekspresi
gen yang terlibat dalam promosi reaksi inflamasi dan disfungsi neuronal. Neuropati
diabetik terjadi karena hiperglikemia yang menyebabkan penurunan aliran
neurovaskuler mulai dari iskemia sampai kerusakan neuronal. (lihat gambar 6)7,12

4.1. Jalur Poliol

Enzim aldose reduktase mereduksi glukosa menjadi sorbitol dan sorbitol


dehidrogenase (SDH) mengoksidasi sorbitol menjadi fruktosa. Kedua enzim ini
secara berlebihan diekspresikan pada jaringan yang rentan terhadap komplikasi
diabetes. Hiperglikemia mengaktivasi jalur aldose reduktase dalam jumlah besar.
Peningkatan fluks melalui jalur aldose reduktase menyebabkan peningkatan sorbitol
intraseluler, keadaan hipertonis intraseluler relatif dan efluks kompensasi osmolit lain
seperti mioinositol (penting dalam tranduksi sinyal) dan taurin (antioksidan).
Nicotinamide adenine dinucleotide phospate dehidrogenase (NADPH) digunakan
oleh aldose reduktase-diperantarai oleh reduksi glukosa menjadi sorbitol dan NADPH
habis untuk regenerasi glutation tereduksi (GSH) sehingga terjadi stress oksidatif. 27-31

15
Gambar 6. Skema efek hiperglikemia terhadap jalur biokimia pada neuropati
diabetes.7

Langkah kedua dalam jalur poliol yaitu oksidasi sorbitol menjadi fruktosa melalui
sorbitol dehidrogenase. Pembentukan fruktosa meningkatkan glikasi disertai
penurunan NADPH memperbanyak terjadinya ketidakseimbangan redoks. Aktivasi
aldose reduktase juga meningkatkan pembentukan diasilgliserol yang akan
menganggu jalur PKC. 27-31

4.2 Jalur Hexosamine


Jalur hexosamine diimplikasikan sebagai faktor tambahan dalam patologi diabetes
yang diinduksi stress oksidatif dan komplikasinya. Fruktose-6 fosfat merupakan
metabolik intermediat glikolisis. Selama metabolisme glukosa, beberapa fruktosa 6-
fosfat mengalami shunt dari jalur glikolitik menjadi jalur hexosamine. Disini fruktosa
6-fosfat dikonversi menjadi glukosamin-6 fosfat oleh glutamine fruktosa-6 fosfat

16
aminotransferase. Glukosamin-6 fosfat kemudian dikonversi menjadi uridine
diphospate-N-acetyl glucosamine (UDPGlcNAc), molekul yang terikat pada serin dan
treonin residu faktor transkripsi. Kondisi hiperglikemia membentuk fluks tambahan
melalui jalur hexosamine dan menyebabkan kelebihan GlcNAc serta modifikasi
ekspresi gen abnormal. 7,27-31
Secara spesifik, kondisi hiperglikemia dan kelebihan GlcNAc menyebabkan
peningkatan Sp1, suatu faktor transkripsi terlibat dalam komplikasi diabetik. Sp1
bertanggungjawab dalam ekspresi banyak gen glukosa-induced housekeeping
termasuk transforming growth factor-1 (TGF- 1) dan plasminogen activator
inhibitor-1 (PAI-1). Ekspresi berlebihan TGF-1 menyebabkan peningkatan produksi
matriks kolagen sehingga meningkatkan fibrosis endotel dan penurunan proliferasi sel
mesangial. Ekspresi berlebihan PAI-1 meningkatkan mitosis sel otot polos vaskuler
yang memegang peranan dalam arterosklerosis. PAI-1 tidak hanya diupregulasi
melalui jalur hexosamine tetapi juga jalur PKC. Jadi dua jalur berbeda menyebabkan
komplikasi diabetik melalui mekanisme yang sama. 7
Selain itu diketahui bahwa GlcNAc menganggu fungsi sel beta dengan
menginduksi stres oksidatif; peningkatan glutamine fructose-6 phosphate
aminotransferase atau glukosamin menyebabkan peningkatan kadar hidrogen
peroksida dan penurunan ekspresi gen insulin, glucose transporter 2 dan glucokinase.

4.3 Jalur Protein Kinase C


Jalur protein kinase C (PKC) merupakan mekanisme tambahan dimana
hiperglikemia menyebabkan kerusakan pada jaringan yang rentan komplikasi.
Peningkatan kadar glukosa menstimulasi diacyglycerol (DAG) yang selanjutnya
meningkatkan PKC. Peningkatan produksi isoform PKC terlibat dalam ekspresi
berlebihan protein angiogenik vascular endothelial growth factor (VEGF), PAI-1,
NF-B, TGF- dan perkembangan komplikasi diabetik seperti retinopati, nefropati
serta penyakit kardiovaskuler. 7,27-31

17
Aktivasi jalur PKC menyebabkan vasokontriksi dan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan hipoksia, angiogenesis, penebalan membran basalis dan
proliferasi endotel. Perubahan dalam aliran darah neurovaskuler ini merupakan
sumber peranan PKC pada neuropati, walaupun penelitian lebih jauh diperlukan
untuk mengetahui hubungannya. Aktivasi PKC juga menganggu fungsi pompa Na-K
ATPase dan enzim lain yang penting untuk konduksi saraf. Aktivasi isoform PKC
lainnya menunjukkan penurunan aktivitas Na-K ATPase pada sel otot polos dan
menormalkan aktivitas saraf perifer.

4.4 Jalur Advanced Glycation Endproducts


Reaksi non-enzimatik antara reduksi gula atau oxaldehide dan protein/lemak
menghasilkan advanced glycation endproducts (AGEs). Tiga jalur utama bertanggung
jawab dalam pembentukan dikarbonil reaktif (prekursor AGE): 1) oksidasi glukosa
membentuk glioxal; (2) degradasi produk Amadori dan 3) penyimpangan
metabolisme intermediate glikolitik menjadi metilglioxal. 7
AGEs merupakan modifikasi heterogen biomolekul intraseluler dan ekstraseluler.
Metilglioxal merupakan dikarbonil sangat reaktif yang menginduksi sensitivitas
kerusakan vaskuler sel endotel. Protein AGEs ekstraseluler termasuk protein plasma
dan matriks merusak adhesi seluler dan mengaktivasi reseptor AGEs (RAGE).
Interaksi AGE-RAGE mengaktivasi transcription factor nuclear factor kappa B (NF-
B). NF-B meregulasi sejumlah aktivitas termasuk inflamasi dan apoptosis. Aktivasi
RAGE neuronal menginduksi stres oksidatif melalui aktivitas NADPH oksidase.
Peningkatan kadar AGE dan RAGE ditemukan dalam jaringan diabetik manusia.
Secara kolektif, kerusakan biokimia yang diinduksi AGEs menyebabkan kerusakan
aliran darah saraf dan hilangnya dukungan neurotrofik. 27-31

4.5 Jalur Poli (ADP-ribosa) polimerase


Poli(ADP-ribosa)polimerase (PARP) ditemukan dalam sel Schwann, sel endotel
dan neuron sensoris juga terlibat dalam glukotoksisitas. PARP merupakan enzim inti

18
yang berhubungan erat dengan stres oksidatif-nitrosatif, radikal bebas dan oksidan.
Bukti terakhir juga menyatakan bahwa PARP menyebabkan dan diaktivasi oleh stres
oksidatif. PARP bekerja melalui pembelahan nicotinamide adenine dinucleotide
(NAD) menjadi nicotinamide dan residu ADPribose yang terikat dalam protein inti.
Hasil dari proses ini termasuk deplesi NAD, perubahan transkripsi dan ekspresi gen,
peningkatan radikal bebas dan konsentrasi oksidan serta pengalihan intermediate
glikolitik ke jalur patogen seperti pembentukan PKC dan AGE. PARP terlibat dalam
manifestasi abnormal klinis seperti penurunan kecepatan konduksi saraf, neuropati
serabut kecil, abnormalitas neurovaskuler, retinopati, hiperalgesia termal, mekanikal
serta taktil alodinia. 7,27-31

4.6 Stres Oksidatif dan Apoptosis


Jalur AGEs, poliol, hexosamine, PKC dan PARP terlibat dalam kerusakan
neuronal dengan secara langsung merusak kapasitas redoks sel, baik melalui
pembentukan langsung reactive oxygen species (ROS) atau oleh deplesi komponen
penting siklus glutation. 7
Jalur hexosamine, PKC dan PARP merusak melalui ekspresi protein inflamasi.
Progresivitas neuropati diabetik sepanjang distal-proksimal akson menyatakan bahwa
kerusakan awal berada di akson. Akson sangat rentan terhadap kerusakan akibat
hiperglikemia dikarenakan efek langsung hiperglikemia terhadap suplai aliran darah
saraf dan sejumlah besar mitokondria akson. Banyak bukti menyatakan bahwa
lingkungan hiperglikemia bersama suplai darah yang buruk menyebabkan beban
berlebihan terhadap kapasitas metabolik mitokondria sehingga menghasilkan stres
oksidatif. Stres oksidatif ini menyebabkan kerusakan mitokondria diikuti dengan
degenerasi aksonal dan kematian.
Kerusakan mitokondria terjadi akibat pembentukan berlebihan ROS dan reactive
nitrogen species (RNS). ROS, seperti superoksida dan hidrogen peroksida, dihasilkan
di bawah kondisi normal melalui rantai transfer elektron mitokondria dan secara
normal dilepaskan oleh agen detoksifikasi seluler seperti superoxide dismutase,

19
katalase dan glutation. Hiperglikemia menyebabkan peningkatan aktivitas
mitokondria sehingga meningkatkan produksi ROS.
Peroksinitrit (RNS utama) dibentuk oleh reaksi superoksida dan nitric oxide
(NO). RNS memicu sejumlah efek sitotoksik termasuk nitrosilasi protein dan aktivasi
PARP. Kelebihan pembentukan ROS/RNS membebani kapasitas alamiah antioksidan
sel, menyebabkan kerusakan lipid, protein dan DNA. Kerusakan tersebut
memperburuk fungsi sel dan integritasnya. Mitokondria rentan terhadap kerusakan ini
karena merupakan asal dari pembentukan ROS/RNS.
Stres oksidatif seluler semakin meningkat bila hiperglikemia menyebabkan
produksi berlebihan superoksida sebagai produk fosforilasi oksidatif mitokondria.
Produksi berlebihan superoksida juga menghambat GADPH, menyebabkan
akumulasi intermediate glikolitik upstream. Kerusakan seluler lanjut dan penurunan
aliran darah saraf serta iskemia terjadi karena intermediate tersebut memperbanyak
produksi aldose reduktase, hexosamine, PKC dan AGEs. Secara ringkas, stres
oksidatif dan ROS menghubungkan jalur metabolik dan mediator fisiologis yang
terlibat pada disfungsi progresif, kerusakan dan hilangnya serabut saraf pada
neuropati diabetik.
Pembentukan ROS mengawali siklus dimana stres oksidatif sendiri menganggu
mekanisme antioksidan alamiah. Stres oksidatif tidak hanya merusak DNA, protein
dan membran mitokondria tetapi juga mengawali jalur sinyal yang menyebabkan
destruksi mitokondrial terlokalisir disebut mitoptosis yang selanjutnya memicu
apoptosis. 7,27-31

4.7 Inflamasi
Agen inflamasi termasuk protein C-reaktif dan TNF- didapatkan pada diabetes
melitus tipe 1 dan 2. Kadar tinggi protein ini berhubungan dengan insidens neuropati.
Ketika kelebihan glukosa dipintas melalui jalur alternatif metabolik seperti fructose-6
phospate atau diasilgliserol, intermediate signalling dan modifikasi transcription
factor menyebabkan peningkatan TGF- dan NF-B. Pemecahan glikolitik triose

20
fostat akan membentuk AGEs. AGE ekstraseluler lainnya mengaktivasi RAGE yang
juga menimbulkan signaling inflamasi intraseluler untuk upregulasi NF-B.
Semua mekanisme inflamasi pada neuropati diabetik merupakan akibat dari
aktivasi NF-B. Aktivasi kronis NF-B menyebabkan pembuluh darah dan sel saraf
lebih rentan terhadap kerusakan akibat reperfusi iskemia. Reperfusi-iskemia
mengakibatkan terjadinya infiltrasi luas monosit makrofag dan inflitrasi sedang
granulosit pada saraf tepi diabetik. Sitokin yang diinduksi oleh NF-B dalam sel
endotel, sel Schwann dan neuron juga menyebabkan rekruitmen makrofag pada saraf
diabetik. Makrofag menyebabkan neuropati diabetik melalui sejumlah mekanisme,
termasuk produksi ROS, sitokin dan protease, yang menimbulkan kerusakan mielin
dan kerusakan oksidatif seluler. Rekruitment berlebihan makrofag menganggu
regenerasi neuropati diabetik. 7,27-31

4.8 Growth factor 7,27-31


Growth factor membantu pertumbuhan dan kelangsungan hidup neuron.
Neuropati diabetik diketahui mengalami degenerasi neuronal dan kerusakan sel
Schwann, gangguan growth factor seperti nerve growth factor (NGF), insulin-like
growth factor (IGF) dan neurotrophin 3 (NT-3) yang terlibat dalam patogenesis
neuropati diabetik. Faktor-faktor ini terikat pada reseptor heterodimeric tyrosine
kinase
Kadar ekspresi berbagai growth factor terganggu pada model neuropati diabetik.
NGF merupakan growth factor yang paling banyak dipelajari pada neuropati diabetik.
NGF diproduksi oleh otot dan keratinosit dan reseptor trkA-nya diekspresikan pada
neuron simpatis dan sensoris. Kadar NGF berkurang pada berbagai model diabetik.
Tetapi ketika kadar glukosa kembali normal maka kadar NGF juga kembali normal.
Hal ini menunjukkan bahwa diabetes, baik oleh karena hiperglikemia maupun
kekurangan insulin, mempunyai kemampuan meregulasi growth factor. Tetapi
beberapa penelitian lain menunjukkan hasil berbeda mengenai kadar ekspresi NGF

21
ini. Sama seperti pada NGF, IGF I dan II diregulasi juga dibawah kondisi diabetik
melalui pemberian insulin.
NT-3 diekspresikan pada otot dan kulit. NT-1 dapat bersinyal melalui trkA dan B
dan umumnya melalui trkC. Seperti trkB, trkC ditemukan pada motor neuron dan
populasi neuron sensoris diameter besar yang bertanggungjawab terhadap
proprioseptif dan sensasi taktil. Sama seperti penelitian dengan growth factor lainnya,
perubahan pada ekspresi NT-3 di diabetes belum secara konsisten tercatat. Kadar
protein NT-3 diupregulasi pada saraf suralis dengan kadar mRNA yang dilaporkan
dapat meningkat dan menurun.7

Akibat proses-proses di atas terjadi perubahan morfologi saraf yaitu hilangnya


serabut saraf, atrofi akson, edema nodus Ranvier, disfungsi aksoglia dan edema
endoneurial, keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan struktural saraf perifer,
yaitu :
- Degenerasi Wallerian
Mengenai akson dan selubung myelin, akson yang terputus dari pusat akan
menyusut, akson dan myelin terpecah, destruksi oleh makrofag, degenerasi
terjadi pada bagian proksimal sepanjang 1-2 segmen, perubahan perikarion,
badan Nissl terpecah dan menghilang, nukleus pindah ke pinggir sel, sel
Schwann berproliferasi terjadi lesi transversa pada berkas saraf.
- Degenerasi aksonal
Degenerasi akson pertama kali terjadi terutama pada bagian distal selanjutnya
berkembang ke proksimal, proses selanjutnya seperti degenerasi Wallerian
- Demielinisasi dan remielinisasi sel Schwann
Lesi terjadi pada sel Schwann, demielinisasi dimulai di daerah nodus Ranvier,
meluas ke segmen internodus, destruksi oleh sel makrofag, terjadi
remielinisasi pada sel Schwann, keadaan ini dapat terjadi berulang-ulang
sehingga terjadi proliferasi sel Schwann yang tersusun konsentris, berlapis-
lapis sehingga terjadi benjolan pada saraf. 27,30

22
Manifestasi neuropati diabetik yang paling sering dikeluhkan oleh penderita
adalah rasa nyeri. Nyeri neuropati diabetik merupakan salah satu gejala positif dari
neuropati diabetik perifer. Patofisiologi timbulnya gejala nyeri masih banyak yang
belum dimengerti dan alur neurologik terjadinya nyeri juga masih membingungkan.
Pada model hewan menunjukkan adanya kepekaan dari akson perifer yang cedera dan
sistem saraf pusat. Kepekaan saraf perifer ditunjukkan dengan tanggapan yang
berlebihan dari saluran natrium dan khususnya reseptor adrenergik, pada aferen
perifer yang tidak bermielin juga dikeluarkan sejumlah peptida, terutama 11-
aminoacid peptide substance P yang merupakan vasodilator kuat dan penarik kimia
untuk sel darah putih serta menyebabkan lepasnya histamine dan serotonin dari
platelet. Sedangkan perubahan saraf pusat ditunjukkan dengan peningkatan
sensitivitas dari reseptor N-methyl-D-aspartate (NDMA) juga reseptor glutamine-
activated yang mengubah reseptor opiate dan neuropeptida lainnya.32-33
Pada beberapa peneliti menduga bahwa nyeri ini berkaitan dengan terjadinya
degenerasi serabut kecil tidak bermielin tipe C nosiseptif dan sedikit serabut
bermielin A delta namun berkaitan dengan serabut bermielin besar. Setelah terjadi
cedera pada saraf perifer karena kadar gula darah tinggi yang berlangsung lama,
beberapa serabut C akan mengalami kehilangan kontak sinaptik dengan medula
spinalis dan terjadi degenerasi aksonal. Sebagai mekanisme kompensasi, pada serabut
besar bermielin akan timbul tunas di daerah yang mengalami kehilangan sinap, yaitu
di daerah superfisial dari kornu dorsalis medula spinalis. Pada keadaan yang sama
pembentukan tunas kolateral, serabut besar juga timbul cetusan ektopik abnormal, hal
ini merupakan penggerak utama terjadinya nyeri neuropati. Teori ini didukung
dengan percobaan bahwa anestesi lokal dosis rendah dapat menahan cetusan ektopik
dengan menghasilkan efek analgesik bermakna pada hewan percobaan dan percobaan
klinik dengan nyeri neuropati. Komponen nyeri neuropati lain adalah hilangnya
inhibisi pada medula spinalis (terjadinya degenerasi dari -aminobutyric acid =

23
GABA-ergik pada kornu dorsalis) memperlihatkan adanya eksitotoksisitas dengan
pengeluaran glutamate dan aspartat yang berlebihan 1,33-34

24
BAB V
DIAGNOSIS

5.1. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
neuropati diabetik seperti :
Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti
memakai sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama
anggota gerak bawah. Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala
di atas.
Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri
neuropati diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri,
kualitas nyeri, distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau
sentuhan, faktor yang meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi
keluhan lebih dari satu tipe nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita
untuk mengumpulkan keterangan mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau
nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang merupakan respon dari aktivitas reseptor
nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk menentukan tingkat beratnya nyeri
atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola nyeri dapat menggunakan
kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk menentukan ada atau
tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale.
Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan
atau distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi
atau lantai, sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu,
gerakan halus tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah
bertabrakan.
Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi
berdiri, sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit

25
ejakulasi, ejakulasi retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare
saat malam hari, konstipasi, gangguan adaptasi dalam gelap dan terang. 1,7,9,10,35

5.2 Pemeriksaan fisik 1,7,9,10,35


Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi
perifer karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan
lapang pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan
terutama pada daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan,
adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles.
Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan
tumit. Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba
dan pemeriksaan propioseptif.

5.3 Pemeriksaan penunjang


Laboratorium
Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula
darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL,
trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit,
hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin
kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan
elektrokardiografi. 1,2,10,34,35

Radiologis

26
Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan
atau lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram
merupakan suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan
keadaan patologis lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral
dan neuropati torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan
aneurisma intrakranial lesi kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus
okulomotorius. 1,2,10,34,35
Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic
Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis
neuropati diabetik sebagai berikut :
1. Pengukuran klinis
2. Analisis morfologi
3. Pengukuran elektrodiagnostik
4. Tes kuantitatif sensoris dan
5. Tes sistem saraf otonom

1. Alat skrining klinis


Kebanyakan instrumen skrining untuk neuropati diabetik bersifat non-invasif,
murah, sensitif dan endpoint prediktif klinis tinggi. Sejumlah sistem skoring diajukan
untuk menilai secara klinis defisit neurologis sehingga dapat diketahui adanya dan
beratnya neuropati. Pendekatan ini dimulai oleh Dyck dkk pada Mayo Clinic yang
membuat Neuropathy Disability Score (Mayo NDS). Tetapi sistem skoring tersebut
memerlukan keahlian seorang neurolog. Modifikasi NDS pertama dibuat oleh Young
dkk dapat dilakukan oleh non-spesialis dan mempunyai jumlah total 28 terhadap
defisit sensoris dan refleks. Skor sensoris merupakan evaluasi nyeri (pin prick),
sentuh (wol katun), dingin (garpu tala yang dimasukkan ke dalam air es), vibrasi
(garpu tala 128 Hz), digradasikan sesuai lokasi anatomi yang terganggu (tidak ada
abnormalitas [0], ibu jari [1], kaki tengah [2], ankle [3], tengah tungkai bawah [4],
dan lutut [5]). Rerata kedua tungkai untuk setiap modalitas dihitung jumlah dari

27
keempat defisit menggambarkan skor sensoris. Skor refleks berasal dari refleks lutut
dan ankle (normal=0, ada=1 dan tidak ada=2). Skor 1-5=neuropati ringan, 6-16=
neuropati sedang dan 17-28=neuropati berat. 1,2,35

Tabel 1. Modified Neuropathy Disability Score 35


Neuropathy disability score Kanan Kiri
Ambang batas persepsi getaran
Garpu tala 128-Hz; apeks ibu jari: Normal = 0
Normal = dapat membedakan Abnormal = 1
getaran/tidak

Persepsi suhu dorsum kaki


Menggunakan garpu tala dengan pecahan
es atau air hangat

Pin-prick
Melakukan tusuk jarum proksimal ibu
jari Ada = 0
Normal = dapat membedakan Ada dengan bantuan = 1
tajam/tumpul Tidak ada = 2
Refleks Achilles

Metode alternatif untuk mendiagnosis dan menentukan derajat neuropati diabetik


pada pasien rawat jalan termasuk Michigan Neuropathy Sreening Instrument, yang
terdiri atas 15 pertanyaan ya atau tidak untuk gejala yang berhubungan dengan
sensasi, kelelahan umum dan penyakit vaskuler perifer selain inspeksi kaki, penilaian
sensasi vibrasi dan refleks ankle. Beberapa metode lainnya seperti Neuropathy
Symptom Profile, Neuropathy Symptom Score Diabetic Neuropathy Symptom Score
dan UT Abbreviated Neuropathy Questionnaire.
Monofilament Semmes-Weinstein, garpu tala Rydel-Seiffer, diskriminator
sirkumferensial taktil dan Neuropen dapat mendeteksi resiko ulserasi. Tetapi
kemampuannya untuk mendeteksi neuropati ringan dan perubahan minimal terbatas,
karenanya alat ini tidak dapat digunakan dalam uji klinis untuk menentukan efikasi
pengobatan. 2,35

28
Gambar 7 . Monofilamen Semmes-Weinstein 8

2. Penilaian morfologi
Biopsi nervus suralis
Biopsi nervus suralis bukan metode rutin dalam diagnosis neuropati diabetik.
Biasanya digunakan untuk menegakkan diagnosis ketika etiologi neuropati
diragukan. Keterbatasan teknik ini adalah informasi dari biopsi tidak langsung
menguntungkan pasien dan prosedurnya berhubungan dengan morbiditas dan
menyebabkan banyak komplikasi. 1,2,36-37
Biopsi tusuk kulit
Biopsi kulit secara luas digunakan untuk meneliti saraf sensoris kecil termasuk
intra-epidermal nerve fibers (IENF) tak bermielin, serabut saraf dermal
bermielin dan serabut saraf otonom pada neuropati perifer serta kondisi lainnya.
European Federation of Neurological Societies merekomendasikan guideline
untuk penggunaan biopsi kulit dalam diagnosis neuropati perifer yaitu
menggunakan 3 mm biopsi tusuk kulit tungkai bawah dan mengukur densitas
linier IENF pada sedikitnya tiga potongan setebal 50 mm per biopsi. Efisiensi
diagnosis dan nilai prediktif teknik ini sangat tinggi. Penelitian longitudinal
densitas IENF dan laju regenerasi dipastikan berhubungan dengan perubahan

29
neuropatologis dan progresi neuropati serta untuk menilai kegunaan potensial
biopsi kulit sebagai pengukuran outcome pada penelitian neuropati perifer.2,36-37

Gambar 8. Biopsi nervus suralis normal dibandingkan neuropati diabetik sedang dan
berat.2

3. Tes kuantitatif sensoris (Quantitative Sensory Testing)


Tes kuantitatif sensoris (QST) memiliki intensitas dan karakteristik stimulus yang
terkontrol baik dan ambang deteksi ditentukan dalam unit parameter yang dapat
dibandingkan dengan nilai normal sehingga penting untuk pengukuran akurat
neuropati.
Alat ini mengukur :
1. Evaluasi serial terstandarisasi pada lokasi tubuh multipel.
2. Kontrol akurat karakteristik dalam range dinamik luas
3. Penilaian sensoris multipel
4. Perbandingan hasil uji individual dengan database normatif dan bersifat non-
invasif.
Kerugian utama yaitu kurangnya objektivitas dan respon yang diperiksa tergantung
pada kerjasama dan konsentrasi mereka seperti yang diharapkan. QST mengukur
vibrasi menggunakan Biothesiometer atau Neurothesiometer. 1,2

30
Gambar 9. Neurothesiometer 2

4. Elektrodiagnostik
Elektromiografi digunakan untuk membedakan penyakit otot dari gangguan
neurologis. Pada tes ini, beberapa jarum diletakkan pada otot kemudian dilakukan
pencatatan sewaktu istirahat dan kontraksi. Prosedur ini terasa sangat nyeri untuk
beberapa pasien dan mungkin memerlukan analgesik pasca-prosedur. Pemeriksaan
kecepatan hantar saraf menyempurnakan pemeriksaan elektromiografi (EMG),
membantu pemeriksa untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya patofisiologi
saraf perifer. 1
Pemeriksaan hantaran mencatat respon listrik otot terhadap rangsangan ke
saraf motoriknya pada dua titik atau lebih di sepanjang jalurnya menuju otot.
Pemeriksaan hantaran saraf sensorik menentukan kecepatan hantaran dan amplitudo
potensial aksi dalam serabut sensorik dengan merangsang serabut pada satu titik
dan merekam responnya pada titik lain di sepanjang akson saraf. Pemeriksaan
hantaran saraf sangat berguna dalam membedakan antara gangguan demielinisasi
dari denervasi dengan hilangnya akson dan dalam mendiagnosis gangguan hantaran

31
neuromuskular. Pemeriksaan ini juga dapat membantu membedakan antara
mononeuropati dan polineuropati.
.

Gambar 10. Elektrodiagnostik 2

5. Tes saraf otonom


a. Kardiovaskuler 7,15,19-21,38
- Evaluasi hipotensi ortostatik dengan postural blood pressure
- Denyut jantung istirahat
- Manuver Valsava
- Variabilitas denyut jantung
b. Mata 15
- Ukuran pupil adaptasi gelap setelah uji parasimpatis total
c. Sudomotor (kelenjar keringat)22
- Thermoregulatory sweat test (semikuantitatif)
Penderita diberi bedak indikator yang menjadi ungu bila basah

32
- Potensial kulit
Potensial kulit dapat direkam dengan alat EMG terutama dari telapak tangan
dan telapak kaki.
- Rangsangan kulit dengan pilocarpin, diperhatikan tetesan keringat baik
diameter maupun distribusinya
- Quantitative Sudomotor Axon Reflex Test (QSART)
Mengukur respon keringat setelah dirangsang dengan transcutaneus
iontoforesis asetilkolin.
d. Gastrointestinal 17,18
- Scintigrafi
Merupakan baku emas pengukuran gastrointestinal. Menggunakan putih
telur rendah lemak yang dilabel dengan technetium-99.
- Uji nafas menggunakan 13-C-acetat atau asam octanoit nonradioaktif.
- Ultrasonografi
- Elektrogastrografi permukaan digunakan untuk mendeteksi abdominal
aktivitas slow-wave lambung.

Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, guideline membutuhkan gejala dan


tanda klinis yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari
pemeriksaan penunjang abnormal (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes
otonom). Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang
abnormal.

33
BAB VI
PENATALAKSANAAN

6.1 Kontrol glikemik


Langkah pertama dalam pengobatan neuropati diabetik adalah menurunkan gula
darah ke kadar normal untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf lebih lanjut;
karena itu diperlukan monitoring gula darah, pengaturan diet, latihan atau olahraga
dan anti diabetika oral atau insulin untuk mengontrol gula darah. Perubahan gula
darah yang fluktuatif dianggap dapat memperburuk dan menyebabkan nyeri neuropati
sehingga stabilitas nilai kontrol glikemik lebih penting untuk menghilangkan nyeri
neuropati diabetik. Kontrol glikemik yang ketat dapat menurunkan resiko neuropati
sebesar 60% dalam waktu 5 tahun pada penelitian Diabetes Control and
Complication Trial.1,2,7,40

6.2 Terapi simptomatik


a. Polineuropati diabetik
Nyeri merupakan manifestasi dini neuropati diabetik dan sering mendahului
diagnosis diabetes. Beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa hampir
sepertiga pasien dengan gangguan toleransi glukosa (pre-diabetes) mencari
pertolongan medis karena sindrom nyeri yang identik dengan polineuropati
diabetik. Polineuropati diabetik merupakan gejala persisten pada penelitian
epidemiologi pasien dengan DM tipe 2 tetapi jarang pada diabetes tipe 1.
Kurangnya pengertian patogenesis kelainan ini menyebabkan terbatasnya
perkembangan terapi mekanisme spesifik. Termasuk didalamnya penggunaan
antikonvulsan, antidepresan, agen topikal dan opioid. 1,7,39-42

34
Gambar 11. Mekanisme kerja anti nyeri neuropati 1

Antidepresan
- Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik dianggap sebagai pengobatan first
line nyeri neuropati. Antidepresan mengontrol nyeri dan gejala akibat nyeri
seperti insomnia dan depresi. Kerja terapeutik agen ini adalah melalui inhibisi
reuptake norepinefrin dan serotonin. Pada penelitian yang dilaporkan oleh
Max dan kawan-kawan, amitriptilin (150 mg/hari) lebih superior
dibandingkan plasebo dalam mengurangi polineuropati diabetik setelah
pengobatan selama 6 minggu. Tetapi amitriptilin berhubungan dengan efek
samping signifikan termasuk mulut kering, sedasi dan penglihatan kabur.
Desipramine lebih baik ditoleransi dan sama efektifnya dalam mengobati
polineuropati diabetik. Uji klinis acak untuk imipramin menyatakan bahwa
dosis 50 mg dan 75 mg per hari secara signifikan memperbaiki polineuropati
diabetik Clomipramide juga menghilangkan gejala polineuropati diabetik.
Penggunaan antidepresan terbatas karena efek sampingnya. 1,7,39-42

35
Secara keseluruhan amino sekunder (nortriptilin, desipramin) lebih baik
ditoleransi dibandingkan amino tersier (amitriptilin, imipramin). Antidepresan
trisiklik tidak ditoleransi dengan baik pada pasien tua. Dosis antidepresan
trisiklik awalnya 10 hingga 25 mg, dititrasi hingga 100 atau 150 mg dosis
tunggal. Efek analgesiknya memerlukan beberapa minggu untuk
menimbulkan dampak sehingga membatasi penggunaannya untuk nyeri akut.
- Inhibitor reuptake serotonin selektif dan inhibitor reuptake serotonin-
norepinefrin
Inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) merupakan antidepresan
paling baru dalam menggantikan antidepresan trisiklik untuk pengobatan
depresi karena ditoleransi lebih baik. Kebalikan dengan antidepresan trisiklik,
efek SSRI sangat terbatas dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis
fluoexetine 40 mg/hari dan citalopram 40 mg/hari.
Tramadol merupakan agonis lemah -reseptor yang menghambat reuptake
serotonin. Pada penelitian didapatkan bahwa tramadol 200-400 mg/hari secara
signifikan mengurangi polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Mual,
konstipasi, sakit kepala dan dispepsia merupakan efek samping yang paling
sering. Selain itu, kombinasi tramadol/asetaminofen (37.5/325 mg) 1-2 tablet
empat kali sehari efektif dalam memperbaiki polineuropati diabetik.
Inhibitor reuptake serotonin norepinephrine (SNRI) mempunyai
efikasi lebih besar dalam pengobatan polineuropati diabetik dibandingkan
SSRI. Duloxetine telah disetujui FDA dalam mengobati polineuropati diabetik
berdasarkan tiga uji klinis plasebo-kontrol acak yang besar. Dari penelitian
tersebut duloxetine 60 mg dan 120 mg perhari memberikan hasil signifikan
dalam pengobatan polineuropati diabetik. Dosis lebih tinggi memberikan hasil
lebih baik tetapi dengan efek samping yang lebih besar. Secara umum,
duloxetine lebih baik ditoleransi dalam hal efek samping jantung dan
gastrointestinal dibandingkan SNRI lainnya. Venlafaxine 150-225 mg/hari

36
mengurangi polineuropati diabetik tetapi dengan efek samping terhadap
jantung seperti peningkatan resiko perubahan elektrokardiografi.1,7,

Antikonvulsan
Antikonvulsan mengontrol eksibilitas neuronal dengan penghambatan saluran
natrium dan/atau kalsium. Secara luas obat ini digunakan untuk mencegah kejang
tetapi dapat juga digunakan dalam pengobatan nyeri neuropati. Fenitoin dan
karbamazepin secara primer memblok voltage gated sodium channel. Dengan dosis
antara 200 dan 600 mg/hari, keduanya dapat mengurangi polineuropati diabetik
dibandingkan plasebo.
Sodium valproat meningkatkan kadar GABA pada susunan saraf pusat,
menghambat saluran T T-type calsium dan meningkatkan masuknya potasium. Efek
samping yang ada seperti kerontokan rambut, pertambahan berat badan,
hepatotoksisitas dan disfungsi kognitif dalam penggunaan jangka panjang membatasi
penggunaannya walaupun dosis 500 mg/hari dapat menurunkan nyeri polineuropati
diabetik. Lamotrigine merupakan antikonvulsan baru yang memblok voltage gated
sodium channel, menurunkan arus kalsium presinaptik untuk menghambat pelepasan
glutamat dan penurunan kadar GABA dalam otak.
Topiramate mempunyai beberapa aksi seperti pemblokan activity-dependent
voltage gated sodium channel; menghambat L-type voltage gated calcium channel
dan memblok reseptor kainite/-amino-3-hydorxxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
acid (AMPA) excitatory amino acid receptor. Topiramate 400 mg/hari biasanya
ditoleransi baik dan secara signifikan mengurangi polineuropati diabetik pada 1 dari 6
pasien.Oxcarbazepine merupakan keto-analog karbamazepine yang memblok sodium
channel. Oxcarbazepine mempunyai profil efek samping yang baik dan ditoleransi
dengan baik. 1,7,39-42

37
Calcium channel 2- ligan
Gabapentin digunakan secara luas untuk nyeri neuropati karena efektivitasnya dan
efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antidepresan trisiklik dan
antikonvulsan lainnya. Gabapentin menghasilkan efek analgesia dengan terikat pada
2- L-type voltage gated calcium channel dan menurunkan influks kalsium.
Gabapentin 400mg lebih efektif dalam mengobati polineuropati diabetik
dibandingkan amitriptilin ( 90 mg/hari). Gabapentin dapat ditoleransi dengan baik
pada titrasi lambat. Efek samping gabapentin termasuk dizziness, ataksia, sedasi,
euforia, edema ankle dan pertambahan berat badan. Biasanya dibutuhkan titrasi
berminggu-minggu untuk mencapai dosis maksimal yang efektif hingga 3 g/hari.
Pregabalin juga bekerja dengan mengikat subunit 2- calcium channel. Pada
empat penelitian uji klinis plasebo kontrol acak, pregabalin (300-600 mg/hari) secara
signifikan lebih efektif dalam meringankan polineuropati diabetik dibandingkan
plasebo. Tidak seperti gabapentin, pregabalin memiliki absorpsi gastrointestinal yang
lebih baik dan dapat diberikan dua kali perhari. Efek farmakokinetik linearnya
menyebabkan onset maksimal hilangnya nyeri yang cepat. Tetapi efek sampingnya
sama dengan gabapentin. Diantara efek samping tersebut, pertambahan berat badan
perlu diperhatikan pada pasien DM tipe 2. 1,7,39-42

Metixiline
Metixline merupakan anti-aritmia dan telah digunakan untuk mengobati berbagai
macam nyeri neuropati termasuk polineuropati diabetik. Beberapa uji klinis plasebo
kontrol acak telah dilakukan tetapi tidak satupun penelitian menunjukkan
pengurangan skor nyeri lebih dari 50%. Tetapi pasien dengan keluhan nyeri yang
menusuk dan membakar dan sensasi panas dapat dikurangi dengan terapi metixiline.

38
Opioid
Oxycodon lepas lambat 20mg/hari mengurangi polineuropati diabetik pada
periode 6 minggu. Walaupun opioid efektif terhadap polineuropati diabetik,
penggunaan jangka panjang akan mempunyai efek samping termasuk konstipasi,
retensio urin, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi imun dan masalah yang
berhubungan dengan toleransi dan adiksi. Baru-baru ini penelitian menggunakan
kombinasi terapi opioid dan gabapentin membuktikan bahwa ada efek pengurangan
nyeri. Kombinasi obat lebih efektif dalam mengurangi nyeri dibandingkan obat
tunggal. 7

Non-steroidal anti inflamatory drug (NSAID)


NSAID merupakan kelompok pengobatan yang menghambat siklooksigenase dan
mencegah pembentukan prostaglandin. Biasanya NSAID tidak direkomendasikan
untuk pengobatan polineuropati diabetik akibat efeknya terhadap fungsi
gastrointestinal, ginjal dan jantung. Resiko overdosis juga tinggi pada pasien nyeri
kronik. Pada penelitian kecil didapatkan ibuprofen 2400 mg/hari dan sulindac 400
mg/hari secara signifikan mengurangi skor parestesia polineuropati diabetik pada 24
minggu.7

N-methyl D-aspartate receptor antagonist.


Dua antagonis reseptor NDMA, dekstrometrofan dan mematine telah diuji pada
polineuropati diabetik. Dekstrometrofan mempunyai efek penurunan polineuropati
diabetik signifikan yang tergantung pada dosis. Walaupun begitu inhibitor NMDA
mempunyai efek samping termasuk sedasi, mulut kering dan distres
gastrointestinal.1,7

39
Agen topikal
Capsaicin merupakan ekstrak dari capsicum. Capsaicin terikat pada reseptor
TRPV1 dan memakai substansi P pada saraf perifer untuk mendapatkan efek
analgesiknya. Pada penelitian oleh Capsaicin Study Group, 0.075 krim capsaicin
dioleskan tiga kali sehari selama 6 minggu lebih efektif dalam mengurangi
polineuropati diabetik dibandingkan plasebo. Rasa terbakar merupakan efek samping
paling sering yang cenderung menurun jika terapi diteruskan. Efek terapeutik
capsaicin dimulai mingguan setelah pemakaian krim. Baru-baru ini patch yang
mengandung capsaicin dosis tinggi menunjukkan efek menjanjikan dalam pengobatan
nyeri diabetik.
Karena gangguan pembentukan NO menyebabkan penurunan aliran darah terlibat
dalam polineuropati diabetik, penelitian kecil menggunakan isosorbid dinitrat
dilakukan. Pada 12 minggu penelitian crossover, double-blind, placebo controlled
dengan 22 pasien didapatkan semprotan isosorbid dinitrat secara signifikan
mengurangi polineuropati diabetik. Pasien dalam percobaan ini melaporkan nyeri
kepala ringan dan dibutuhkan penelitian lebih besar untuk mengevaluasi efek
potensial pengobatan ini dalam polineuropati diabetik.
Patch lidokain topikal 5% dilaporkan pada beberapa penelitian mengurangi nyeri
polineuropati diabetik. Pada penelitian open label hingga empat patch lidokain 5%
diberikan hingga 18 jam/hari dapat ditoleransi dengan baik pada pasien dengan nyeri
diabetik polineuropati. Patch lidokain secara signifikan memperbaiki nyeri dan angka
kualitas hidup.

b. Neuropati diabetik otonom


Seperti didiskusikan sebelumnya, langkah pertama dalam pengobatan semua bentuk
neuropati diabetik adalah kontrol glikemik. Gejala neuropati diabetik otonom
mungkin bermanifestasi pada berbagai organ sehingga pengobatan simptomatik
ditujukan untuk organ dan sistem tubuh yang terkena.

40
Hipotensi ortostatik sangat sulit untuk untuk ditatalaksana karena tekanan darah
berdiri akan meningkat tanpa menyebabkan hipertensi ketika pasien berbaring.
Pilihan pengobatan hipotensi ortostatik dicantumkan pada tabel 2 di bawah.
Pengobatan non-farmakologis merupakan pendekatan awal. Untuk meningkatkan
venous return kaos kaki suportif harus digunakan selama seharian dan dilepaskan saat
tidur. Pasien juga dinasehati untuk menghindari mandi air panas, bangkit dari tidur
atau berdiri dengan lambat dan tidur dengan kepala ditinggikan.1,22
Mineralikortikoid seperti fludrokortison bersama dengan suplemen garam
meningkatkan volume plasma tetapi tidak efektif karena meningkatkan resiko gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Agonis adrenergik campuran seperti efedrin, agonis
adrenergik -1 seperti midodrine dan agonis adrenergik -2 yaitu clonidine
ditemukan efektif pada beberapa pasien tetapi penting untuk memulai dengan dosis
rendah dan titrasi untuk meminimalkan berbagai macam gejala berhubungan dengan
penggunaannya. Analog somastostatin yaitu octreotide membantu pasien yang
mengalami hipotensi ortostatik refrakter setelah makan.1,15,22
Gejala gastrointestinal juga menyertai neuropati otonom diabetik, diantaranya
adalah gastroparesis. Gastroparesis harus dipertimbangkan pada pasien dengan
kontrol glukosa yang tidak pasti. Tabel 2 menunjukkan pengobatan gastroparesis.
Kontrol glukosa darah yang baik penting dalam memperbaiki fungsi motorik
lambung. Makan dengan porsi kecil dan sering direkomendasikan, penderita harus
membatasi makanan berlemak dan menghindari diet serat berlebihan. Jejunostomi
dapat dilakukan pada kasus gastroparesis yang berat, agar perut beristirahat hingga
fungsinya membaik 1,15-18
Diare diabetik juga sering ditemukan yang bersifat intermiten. Langkah
pertama dalam mengobati diare diabetik adalah menyingkirkan penyebab penyerta
yang dapat diobati. Diare diakibatkan oleh obat (terapi metformin atau acarbose) dan
intoleransi laktose harus dipertimbangkan..

41
Terapi Farmakologis Neuropati Otonom Diabetik
Obat Golongan Dosis Efek Samping
HIPOTENSI ORTOSTATIK
9 Mineralocorticoid 0.5-2 mg/hari Gagal jantung
Fluorohydrocortisone kongestif,hipertensi
Clonidine 2-Adrenergic agonist 0.1-0.5 mg (malam) Hipotensi, sedasi, mulut
kering
Octreotide Analog Somatostatin 0.1-0.5 g/kg/hari Nyeri tempat suntikan, diare
GASTROPARESIS
Metoclopromide D2-Receptor antagonist 10 mg 30-60 mnt sebelum Galactorrhea, extrapiramidal
makan dan tidur
Domperidon D2-Receptor antagonist 10-20 mg 30-60 menit Galactorrhea
sblm makan dan tidur
Erythromycin Motilin receptor agonist 250 mg 30 menit sebelum Kram perut, mual, diare, rash
makan
Levosulfide D2-Receptor antagonist 25 mg tid Galactorrhea
DIARE DIABETIK
Metranidazole Antibiotik spektrum luas 250 mg tid, minimal 3 Hipotensi ortostatik
minggu
Clonidine 2-Adrenergic agonist 0.1 mg bid atau tid Megakolon toksik
Cholestyramine Bile acid sequestrant 4 1-6 kali/hari Malabsorpsi nutrien (dosis
tinggi)
Loperamide Opiate-receptor agonists 2 mg qid
Octreotide Analog somatostatin 50 g tid
CYSTOPATHY
Bethanechol Acetylcholine receptor 10 mg, 4 kali/hari
agonist
Doxazosin 1-Adrenergic antagonist 1-2 mg, 2-3 kali/hari Hipotensi, sakit kepala,
palpitasi
DISFUNGSI EREKSI
Sildenafil GMP type-5 50 mg sebelum aktivitas Hipotensi dan kejadian
phosphodiesterase inhibitor seksual, sekali sehari kardiak fatal, sakit kepala,
flushing, kongesti hidung,
dispepsia, nyeri otot,
pandangan kabur.

42
Pengobatan harus dimulai dengan kontrol glikemik yang baik. Antibiotika
spektrum luas seperti metronidazol dapat digunakan untuk mengobati diare yang
disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Klonidine memperbaiki diare
dengan menekan aktivitas berlebihan adrenergik. Kolestiramin digunakan untuk
mengikat garam empedu jika uji nafas hidrogen normal dan pasien gagal diobati
dengan antiobiotika. Loperamide dapat digunakan untuk mengurangi jumlah feses
tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena resiko megakolon toksik. Diare yang
resisten terhadap pendekatan di atas mungkin respon terhadap octreotide.1,7
Pengobatan kandung kemih neurogenik harus dimulai dengan berkemih terjadwal,
kadang bersamaan dengan tekanan manual pada kandung kemih untuk memulai
urinasi (Crede manuver). Agen parasimpatomimetik, bethanecol (10 mg,QID) dapat
membantu dan relaksasi sfingter didapatkan juga dengan antagonis adrenergik -1,
doxazosin (1-2 mg, BID atau TID). Kateterisasi sangat berguna dan dapat
mengurangi resiko infeksi saluran kemih. Biasanya kateterisasi kronis atau
pembedahan transuretral leher kandung kemih mungkin diperlukan. 1,7,23,24
Disfungsi ereksi merupakan gejala awal diabetes dan petanda berkembangnya
penyakit vaskuler generalisata. Pengobatan disfungsi ereksi harus dimulai dengan
optimalisasi kontrol glukosa dan mengurangi alkohol serta tembakau. Fosfodiesterase
inhibitor saat ini sudah tersedia dengan farmakokinetik dan profil efek samping aman
dalam mengobati disfungsi ereksi. Sildenafil (50 mg, 60 menit sebelum aktivitas
seksual) atau tadalafil (5 hingga 20 mg, 60 menit sebelum aktivitas seksual) efektif
dalam mengobati disfungsi ereksi. Pengobatan dikontraindikasikan pada pasien yang
mendapat nitrogliserin atau obat yang mengandung nitrat. Injeksi prostasiklin ke
dalam corpus kavernosum dan prostesa implan penis juga sudah tersedia.1,25,26

6.3 Terapi kausal


Terapi yang dibahas sebelumnya terbukti dapat mencegah atau memperlambat
neuropati diabetik (kontrol glikemia) atau menghilangkan efeknya (terapi

43
simptomatik). Seperti telah diketahui pendekatan yang terbukti dalam mengobati
penyebab neuropati diabetik adalah kontrol glikemik, farmakologis dan neutraceutical
yang bertujuan menekan patogenesis neuropati diabetik seperti dibahas berikut ini.
Terapi potensial ini berusaha untuk mengurangi penyimpangan biokimia yang
menginduksi kerusakan saraf.

Inhibitor aldose reduktase 7,43


Inhibitor aldose reduktase telah lama menjadi target utama dalam pengobatan
neuropati diabetik akibat keberhasilannya dalam mengurangi pembentukan katarak
dikarenakan stres osmotik akibat akumulasi poliol pada lensa diabetik. Lebih jauh
inhibitor aldose reduktase berhasil dalam pencegahan dan menekan kerusakan saraf
pada model hewan pengerat. Sejumlah inhibitor aldose reduktase telah memasuki
pasaran, kebanyakan terapi ini secara efektif menurunkan kadar poliol saraf, tetapi
hasilnya tidak selalu diterjemahkan sebagai perbaikan gejala neuropati diabetik.
- Sorbinil
Sorbinil merupakan prototip inhibitor aldose reduktase dikembangkan pada tahun
1981 dalam pengobatan neuropati diabetik. Walaupun berhasil menurunkan dan
mencegah defisit NCV pada model hewan pengerat, sorbinil gagal menunjukkan
keberhasilan pada manusia. Bagaimanapun sorbinil berhasil membuka jalan untuk
terapi inhibitor aldose reduktase di masa depan.7
- Ponalrestat
Ponalrestat merupakan asam karbosilat yang secara efektif menurunkan kadar
sorbitol saraf in vitro dan pada tikus, tetapi gagal terbukti pada saraf diabetik
manusia. Ponalrestat terikat pada 99% plasma protein (peningkatan 10 kali lipat
pada tikus) dan kebanyakan asam yang tidak terikat diionisasi pada pH seluler. Ion
ini lambat menyeberangi membran plasma sehingga menghilangkan efektivitas
ponalrestat.

44
- Zopolrestat
Zopolrestat merupakan analog asam karbosilat ponalrestat yang tergantung pada
dosis dalam menurunkan sorbitol saraf tikus diabetik dan kadar fruktosa. Pada
penelitian manusia, zopolrestat kadar rendah (250-500 mg) menurunkan kadar saraf
sorbitol, tetapi tidak mempunyai efek terhadap kadar fruktosa atau pengurangan
gejala dan menunjukkan sedikit perbaikan NCV. Zopolrestat kadar tinggi (1000 mg)
secara signifikan lebih efektif meningkatkan NCV tetapi berhubungan dengan
insiden kenaikan enzim liver lebih tinggi.
- Zenarestat
Zenarestat merupakan inhibitor aldose reduktase yang bersifat asam karbosilat juga
menunjukkan ketergantungan dosis untuk perbaikan kecepatan hantar saraf.
Perkembangannya dihentikan akibat insiden tinggi peningkatan kadar kreatinin
serum.
- As-3201
AS-3201 atau ranirestat merupakan spirosuccinimide yang ditemukan pada tahun
1998. Percobaan fase 2 menjanjikan dan menunjukkan sedikit efek samping serta
perbaikan defisit kecepatan hantar saraf dan gejala neuropati diabetik.Tetapi
kesimpulan fase 3 belum didapatkan karena penelitian masih berlangsung.
Pengembangan AS 3201 masih berlanjut, peneliti berharap bahwa penelitian
lanjutan dan peningkatan dosis ranirestat akan terbukti efek untuk pengobatan
neuropati diabetik di masa depan
- Epalrestat
Pada tahun 1992 epalrestat memasuki pasaran Jepang sebagai asam karbosilat
inhibitor aldose reduktase dengan efek samping minimum tetapi tanpa bukti nyata
efikasi yang dilatarbelakangi penelitian randomized, double blind placebo-
controlled. Dari tahun 1997-2003 penelitian di atas akhirnya dilakukan dan pada
peningkatan dosis (150 mg), epalrestat menghambat kerusakan saraf dan
mengurangi banyak gejala neuropati diabetik seperti kesemutan dan kram anggota

45
tubuh. Epalrestat sekarang merupakan terapi standar untuk neuropati diabetik di
Jepang.

Myo-inositol
Myo-inositol secara alamiah merupakan messenger sekunder yang terlibat dalam
fungsi saraf. Deplesi myo-inositol berhubungan dengan penurunan fungsi Na-K-
ATPase dan penurunan kecepatan hantar saraf dan terlibat dalam tahap awal patologi
neuropati diabetik. Bukti menunjukkan bahwa suplemen myo-inositol mungkin
memperlambat progresi neuropati walaupun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menilai efikasinya.7

b. Jalur hexosamine
Seperti disebutkan di atas, aktivasi jalur hexosamine menghasilkan UDPGlcNAc
yang memodulasi transcription factor dan menginduksi kerusakan neurovaskuler.
Modulasi jalur hexosamine dapat mengalihkan metabolisme glikolisis jauh dari jalur
yang merusak berikutnya. Aksi kerja terapi ini menawarkan kemungkinan untuk
menganggu jalur kelainan metabolik. 7

Benfotiamine
Benfotiamine merupakan analog larut lemak tiamin atau vitamin B1 yang
mengaktivasi transketolase, yaitu enzim yang mengubah fruktosa-6 fosfat menjadi
pentosa-5 fosfat. Penurunan input fruktosa 6-fosfat menurunkan fluks melalui jalur
hexosamine (sama seperti fluks melalui jalur advanced glycation end product (AGE)
dan diasilgliserol (DAG)-protein kinase C (PKC)). Peningkatan fluks jauh dari jalur
hexosamine dan masuk ke dalam jalur pentosa 5-fosfat memberikan suatu
keuntungan tambahan yaitu peningkatan kapasitas redoks. Salah satu produk jalur
pentosa fosfat adalah NADPH, reaktan utama dalam pembentukan glutation
antioksidan. Karena NADPH terdeplesi pada jalur poliol, benfotiamine memegang

46
kemungkinan spekulatif hilangnya efek jalur ini. Benfotiamine berhasil menghambat
jalur-jalur ini dan mencegah retinopati diabetik pada model hewan. Pada manusia,
benfotiamine menunjukkan perbaikan nyeri akibat neuropati diabetik dan perbaikan
kecepatan hantar. Benfotiamin saat ini tersedia sebagai suplemen makanan di
Amerika Serikat. 7

c. Jalur protein kinase C


Ruboxistaurin
Ruboxistaurin merupakan inhibitor kompetitif PKC- yang secara efektif
menangani banyak komplikasi diabetes dalam uji klinis. Terapi ini umumnya berhasil
dalam mengurangi progresi retinopati diabetik, vasodilatasi endotel pada nefropati.
Tetapi efek percobaan ruboxistaurin terhadap neuropati diabetik tidak menunjukkan
perbaikan pada neuropati diabetik. Ruboxistaurin saat ini belum disetujui oleh FDA
untuk digunakan. 7

d. Advanced glycation endproductsreseptor advanced glycation endproducts


jalur RAGE

Jelas sekali bahwa kontrol glikemik merupakan terapi utama dalam menurunkan
pembentukan AGE. Pencegahan aktivasi RAGE merupakan alternatif terapeutik
paling penting dalam neuropati diabetik. Dua pendekatan paling mudah adalah
mencegah pembentukan AGE atau memblok RAGE. Di bawah ini akan dijelaskan
beberapa terapi yang telah dinilai untuk kemampuan menurunkan aktivitas aksis
RAGE pada neuropati diabetik. 7,29,31

Aspirin
Seperti dijelaskan sebelumnya, aspirin (asam asetilsalisilat-NSAID) banyak
digunakan walaupun penggunaan jangka panjang pada pasien diabetik harus
dipertimbangkan karena kemungkinan efek samping gastrointestinal. Pada pasien
diabetik dengan dosis tinggi aspirin, insiden retinopati menurun dibandingkan

47
dengan yang tidak mendapatkan aspirin, hal ini menunjukkan bahwa aspirin
mempunyai efek perlindungan terhadap glikasi. Aspirin mengurangi glikasi secara
potensial melalui asetilasi grup amino pada in vitro dan hewan percobaan.
Kemungkinan lain aspirin tidak secara langsung menganggu glikasi tetapi
menghambat glikosidasi dan pembentukan cross-link AGE. Selain efek analgesik
aspirin, penelitian-penelitian mengindikasikan penurunan resiko kejadian
kardiovaskuler pada pasien diabetik dengan dosis rendah aspirin. 7

Aminoguanidine
Aminoguanidine (juga disebut pimagedine) merupakan senyawa nukleofilik
hidrazine dan obat potensial anti-glikasi. Awalnya dipikirkan bahwa aminoguanidine
mencegah pembentukan AGE melalui blok kelompok karbonil pada produk Amadori
walaupun saat ini dikenal bereaksi dengan kelompok karbonil dari reduksi gula atau
3-DG. Aminoguanidine mengurangi nefropati, retinopati dan neuropati pada beberapa
penelitian hewan diabetik. Penelitian pendahuluan pada pasien diabetik menunjukkan
bahwa terapi aminoguanidine selama 28 hari mengurangi hemoglobin-berasal dari
AGEs (Hb-AGE) tetapi tidak menganggu kadar produk Amadori. Selain hasil yang
menjanjikan pada awalnya, aminoguanidine tidak dapat digunakan untuk tujuan
terapeutik. Tetapi penelitian terhadap senyawa seperti aminoguanidine memberikan
bukti keterlibatan AGE dalam patogenesis komplikasi diabetik. 7,29,31

Phenacylthiazolium bromida
Senyawa dari pembelahan cross-link AGE telah dijelaskan, membuka
kemungkinan pembalikan komplikasi diabetik. Senyawa tersebut termasuk N-
phenacylthiazolium bromide (PTB) yang dapat membelah cross-link melalui
mekanisme yang masih belum jelas. PTB telah digunakan membelah cross-link AGE
antara albumin dan kolagen in vitro dan penelitian terbaru pada tikus diabetik juga
menunjukkan bahwa PTB dapat mencegah atau membalik akumulasi AGE pada

48
pembuluh darah. Tetapi penelitian lain menemukan bahwa PTB dapat mengurangi
model cross-link AGE in vitro walaupun tidak mengurangi pembentukan cross-link
AGE in vivo. Apakah pemecahan cross-link AGE berguna in vivo akan juga
tergantung pada toksisitas jangka panjangnya. Akibat alamiah PTB yang tidak stabil,
analog seperti alagebrium klorida, juga dikenal sebagai ALT-711 telah dikembangkan.
Senyawa ini mempunyai efek renoproteksi pada tikus diabetik. Penelitian pasien saat
ini menemukan bahwa ALT-17 ditoleransi baik dan didapatkan perbaikan signifikan
vaskuler pada manula melalui penurunan tekanan darah dan peningkatan elastisitas
vaskuler. Efek terhadap komplikasi diabetes lainnya termasuk neuropati belum
diketahui7,29,31

Blok terhadap Advanced Glycation Endproducts Receptor (RAGE).


Diketahui ada senyawa yang mampu memblok interaksi antara AGE dan RAGE.
RAGE dapat diblok dengan penggunaan soluble RAGE (sRAGE) yang merupakan
ekstraseluler ligan-binding domain RAGE atau oleh penggunaan antibodi yang
mampu bereaksi dengan RAGE. Penelitian oleh Schmidt dan kawan-kawan telah
melakukan berbagai penelitian pada model tikus diabetik menggunakan tikus
knockout RAGE dan tikus yang diobati dengan sRAGE atau anti-RAGE. Mereka
mendapatkan sRAGE topikal memperbaiki penyembuhan luka, sRAGE menurunkan
aterosklerosis pada tikus ApoE knockout. Blokade RAGE mencegah tahap akhir
diabetogenesis pada tikus diabetik non-obese dan mencegah defisit sensoris.

e. Inhibitor poly(ADP-ribose) polimerase


PARP memperantarai disfungsi neuronal dan inflamasi sehingga inhibisi PARP
memberikan efek potensial dalam perbaikan dua jalur yang menyimpang pada
neuropati diabetik. Inhibitor PARP seperti 1,5 isoquinolinediol dan 3-
aminobenzamide berhasil memperbaiki disfungsi neuronal akibat PARP pada tikus
diabetik. Selain itu, nikotinamide (vitamin B3) menunjukkan bekerja sebagai

49
inhibitor PARP dan antioksidan pada hewan pengerat dalam memperbaiki neuropati
perifer diabetik dini. Nikotinamide merupakan terapeutik potensial karena efek
samping dan toksisitasnya yang terbatas. 7

f. Antioksidan
Pendekatan terapeutik paling logis adalah mencegah stres oksidatif melalui
pemberian antioksidan. Perlawanan antioksidan berasal dari enzim antioksidan yang
mengkatalisasi pelepasan molekul antioksidan ROS dengan mencegah oksidasi
molekul lainnya, biasanya karena antioksidan ini telah mengoksidasi molekul yang
mengikat transisi ion metal sehingga tidak mampu mengkatalisasi pembentukan ROS
pada sel.

Vitamin E
Vitamin E merupakan senyawa larut lemak yang ada dalam 8 isoform dengan
berbagai aktivitas biologis. Kadar vitamin E darah dapat menurun pada stres oksidatif
yang memanjang dan individu yang tidak dapat mengabsorbsi lemak makanan, diet
rendah lemak atau defisiensi zinc. -tocopherol merupakan isoform paling aktif dan
merupakan suplemen makanan yang paling banyak didapatkan. Senyawa ini banyak
diuji karena kemampuannya pada penyakit kronis yang melibatkan stres oksidatif
termasuk kanker dan komplikasi diabetes. Beberapa penelitian kecil mengindikasikan
bahwa intake tinggi vitamin E menurunkan insiden kanker tertentu tetapi penelitian
yang besar tidak mendukung penemuan ini. Selain aksi antioksidan poten, vitamin E
dapat meningkatkan sistem imun, perbaikan DNA dan metabolisme.

-lipoic acid
Alpha lipoic acid disebut juga thioctic acid merupakan antioksidan yang tersedia
dalam pengobatan neuropati diabetik. Obat ini merupakan scavanger ROS,
meregenerasi antioksidan lainnya dan mengikat ion metal. Beberapa penelitian uji

50
klinis teracak menunjukkan bahwa pemberian infus intravena -lipoic acid (600 mg
setiap hari, 5 hari/minggu selama 3 minggu) secara signifikan memperbaiki gejala
sensoris neuropati diabetik atau Neuropathic Impairment Score. Pada penelitian kecil
lainnya mengenai -lipoic acid oral (800 mg, QD) kecenderungan perbaikan dalam
pengukuran neuropati otonom kardiak dilaporkan. Pada penelitian open-label terbaru
dengan pemberian intravena selama 10 hari diikuti pemberian oral selama 50 hari, -
lipoic acid didapatkan memperbaiki beberapa manifestasi neuropati otonom. Hasil
penelitian Neurological Assessment of Thioctic Acid in Neuropathy (NATHAN) I
menyimpulkan bahwa -lipoic acid dapat ditoleransi dalam jangka panjang dengan
memperbaiki beberapa defisit dan gejala neurologis tetapi tidak memperbaiki
konduksi saraf pada neuropati diabetik ringan dan sedang. 7,44

g. Terapi target penyakit vaskuler- Angiotensin receptor blocker dan angiotensin-


converting enzyme inhibitors.
Beberapa obat banyak digunakan dalam kontrol tekanan darah, penyakit
kardivaskuler dan nefropati pada DM tipe 2. Terapi first line keadaan di atas adalah
angiotensin-converting enzim inhibitor atau angiotensin receptor blocker. Secara
spesifik, pencegahan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah komplikasi
makrovaskuler dan mikrovaskuler. Pada penelitian eksperimental enalapril
menurunkan defisit neurologis termasuk aliran darah dan kecepatan konduksi saraf
motorik. Perindropril mencegah kehilangan photo-receptor, sebuah indikator
neuropati. Pada uji klinis kecil, trandolapril memberikan perbaikan signifikan pada
neuropati perifer. Pasien neuropati otonom diabetik jangka panjang mengalami
perbaikan dengan pemberian quinapril dan atau losartan. 7

h. Faktor neurotrofik
Kerusakan sistem saraf perifer pada diabetes merupakan akibat hiperglikemia
dan hilangnya dukungan neurotrofik yang secara normal dilakukan oleh insulin.
Hipotesis ini didukung oleh laporan kadar ekspresi abnormal growth factor pada

51
diabetes. Eksplorasi terhadap penggunaan nerve growth factors, insulin, insulin like-
growth factors dan faktor neurotrofik lainnya dilakukan dalam pengobatan neuropati
diabetik.
Reseptor insulin ditemukan dalam sel Schwann, perisit, sel endotel dan neuron
khususnya neuron sensoris. Pemberian insulin pada spinal cord tikus streptozocin
memperbaiki kondisi pengukuran kecepatan hantar saraf dan pemberian dosis rendah
sistemik mampu menurunkan tanda distres mitokondria dalam neuron sensoris.
Insulin-like growth factors (IGFs) I dan II memiliki efek yang besar terhadap
perkembangan sistem saraf dan kelangsungan hidupnya, diperantarai melalui aktivasi
reseptor IGF-I (IGF-IR). IGF dan IGF-IR diekspresikan selama perkembangan dan
sistem saraf dewasa. IGF dilaporkan menurun pada beberapa model hewan diabetes
walaupun mungkin bervariasi dan tergantung pada model, tipe diabetes dan jaringan
yang diamati. Sejumlah penelitian preklinis pada tikus diabetik menyatakan terapi
IGF sistemik atau intratekal dapat memperbaiki neuropati.
Sistem neurotrofin penting dalam perkembangan dan pemeliharaan sistem saraf
tepi dan saraf pusat termasuk nerve growth factor (NGF), brain derived neurotrophic
factor (BDNF) dan neurotrophins (NT) 3-6. NGF tidak diperlukan untuk
kelangsungan hidup neuron sensoris pada saraf tepi dewasa tetapi NGF mengatur
pertumbuhan akson dan fenotip saraf sensoris. Penelitian preklinis NGF pada tikus
diabetik menunjukksn perbaikan dalam outcome sinyal sistem NGF. Penelitian klinis
belum mencapai fase 3 tetapi didapatkan bahwa molekul aktivator kecil trkA
berpotensi dalam pendekatan alternatif.
BDNF diekspresikan pada neuron perifer dan otot, reseptornya trkB, ditemukan
pada neuron motorik dan beberapa saraf sensoris. Transpor retrograde endogen
BNDF pada sel tubuh neuron terganggu pada tikus diabetik, hal ini menyatakan ada
masalah dengan suplai lokal BDNF pada terminal saraf perifer. BDNF eksogen
bersifat protektif terhadap serabut besar sensoris bermielin pada tikus STZ tetapi
tidak pada serabut kecil yang konsisten dengan distribusi ekspresi trkB.

52
Penelitian klinis terapi eksogen NT-3 pada tikus diabetik memiliki hasil
bervariasi. Satu penelitian menemukan perbaikan dalam serabut besar sensoris tetapi
tidak pada serabut motorik. Penelitian lain menemukan efek terhadap serabut besar
sensoris dan motorik. NT-3 intratekal meningkatkan serabut bermielin pada kulit
tikus diabetik tetapi tanpa perbaikan fungsi.
Ciliary derived neurotrophic factor (CNTF) merupakan sitokin dengan sejumlah
kegunaan neurotrofik. CNTF hanya diekspresikan dalam sel Schwann sistem saraf
perifer dan kadar CNTF berkurang pada tikus diabetik. Defisiensi ini dapat diperbaiki
oleh terapi inhibitor aldose reduktase. CNTF eksogen sendiri mempunyai keuntungan
terapeutik dalam tikus diabetik seiring dengan peningkatan kemampuan regeneratif.
Penggunaan CNTF mempunyai efek sistemik terutama pada otot. 7,-45-47

6.4 Terapi Non-Farmakologis pada Nyeri Neuropati Diabetik


Karena tidak ada farmakoterapi yang memuaskan dalam terapi nyeri diabetik,
plihan pengobatan non-farmakologis harus dipertimbangkan. Pembahasan sistematik
terbaru menilai bukti uji klinis yang nyata dan meta-analisis terapi komplementer dan
alternatif dalam pengobatan nyeri neuropati dan neuralgia. Pengobatan komplementer
dan alternatif diidentifikasi sebagai akupuntur, elektrostimulasi, obat herbal, magnet,
suplemen makanan dan penyembuhan spritual.

a. Dukungan psikologik
Komponen psikologik terhadap nyeri tidak boleh diremehkan. Oleh sebab itu
penjelasan bahwa nyeri yang berat juga dapat berkurang harus diberikan terutama
pada pasien dengan nyeri neuropati akut yang tidak terkontrol. Jadi pendekatan
empati terhadap kecemasan penderita dengan nyeri neuropati penting untuk
keberhasilan terapinya. 2

53
b. Akupuntur
Pada penelitian 10 minggu tidak terkontrol pada pasien diabetes dengan terapi
strandar, 77% menunjukkan kurangnya nyeri secara signifikan setelah akupuntur
tradisional Cina selama 6 sesi tanpa adanya efek samping. Pada periode follow-up 18-
52 minggu, 67% berhasil mengurangi atau menghentikan pengobatan medisnya dan
hanya 24% yang memerlukan pengobatan lanjutan. 2

c. Stimulasi elektrik
Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS)
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation mempengaruhi transmisi neuronal
aferen dan kecepatan konduksi, peningkatan ambang refleks fleksi nosiseptif dan
pengubahan potensial awal somatosensoris. Pada penelitian 4 minggu TENS terhadap
tungkai bawah, selama 30 menit sehari, hilangnya rasa nyeri tercatat pada 83% pasien
dibandingkan dengan 38% yang diobati secara pura-pura. Pada pasien yang awalnya
respon terhadap amitriptilin, berkurangnya rasa nyeri secara signifikan lebih besar
bila diikuti dengan TENS selama 12 minggu. Jadi TENS dapat digunakan sebagai
modalitas tambahan yang dikombinasikan dengan farmakoterapi untuk memperkuat
hilangnya rasa nyeri.2,48
Mid-frequency external muscle stimulation
Satu penelitian randomized controlled menunjukkan dampak lebih baik mid-
frequency external muscle stimulation dibandingkan TENS terhadap gejala neuropati
setelah 1 minggu tetapi penelitian yang lebih panjang belum ada.2
Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation
Frequency-modulated electromagnetic nerve stimulation yang dilakukan
sebanyak 10 sesi lebih dari 3 minggu menyebabkan berkurangnya nyeri secara
signifikan dibandingkan stimulasi plasebo. Penelitian multisenter skala besar saat ini
sedang berlangsung. 2

54
Electrical spinal cord stimulation
Secara umum disetujui bahwa electrical spinal cord stimulation (ESCS) efektif
dalam pembentukan nyeri neurogenik. Percobaan mengindikasikan bahwa stimulasi
elektrik diikuti oleh penurunan asam amino glutamat dan aspartat pada tanduk dorsal.
Efek ini diperantarai oleh mekanisme GABAergik. Pada nyeri neuropati diabetik
yang tidak respon terhadap obat, ESCS dengan elektrode yang diimplan antara T9
dan T11 menyebabkan pengurangan rasa nyeri sebesar > 50% 8 dari 10 pasien. Selain
itu toleransi latihan akan mengalami perbaikan secara signifikan juga. Komplikasi
ESCS termasuk infeksi kuman superfisial pada dua pasien, migrasi lead memerlukan
reinsersi pada dua pasien dan late failure setelah 4 bulan pada pasien yang
sebelumnya pernah mendapat terapi penghilang rasa nyeri. Pilihan terapi invasif ini
dilakukan jika pasien tidak respon terhadap obat yang diberikan. 2,48
Energi infrared monokromatik
Energi infrared monokromatik menunjukkan berkurangnya gejala dan tanda
neuropati pada penelitian tidak terkontrol pasien diabetes. Kebalikannya dua
penelitian terkontrol menunjukkan bahwa energi infrared monokromatik tidak lebih
efektif dibandingkan plasebo pada pasien polineuropati diabetik, hal tersebut
menekankan perlunya penelitian terkontrol untuk mendapatkan keputusan pengobatan
evidence-based. 2

d. Dekompresi bedah
Dekompresi bedah pada lokasi anatomis yang mengalami penyempitan
merupakan pengobatan altenatif untuk pasien dengan polineuropati diabetik
simptomatis. Literatur mengatakan bahwa hanya penelitian Kelas IV yang
menekankan kegunaan pendekatan terapeutik ini. Berdasarkan bukti yang ada,
pengobatan alternatif ini dianggap belum terbukti. Prospective randomized controlled

55
trial dengan definisi standar dan pengukuran outcome perlu untuk menentukan nilai
dari intervensi terapeutik ini. 2

BAB VII
RINGKASAN

Neuropati diabetik merupakan masalah kesehatan yang mempunyai tingkat


morbiditas dan mortalitas tinggi. Gejala dan tanda klinis dapat bersifat non spesifik,
tersembunyi dan berkembang secara lambat serta tidak terdeteksi atau dapat
bermanifestasi dengan gejala dan tanda klinis yang menyerupai penyakit lain
Klasifikasi neuropati diabetik dapat dibagi menjadi neuropati simetris dan
asimetris. Manifestasi klinis neuropati simetris berupa neuropati diabetik perifer,
nyeri akut neuropati dan neuropati otonom diabetik sedangkan neuropati asimetris
dapat berupa amiotrofi diabetik, mononeuropati kranial, radikulopati trunkal,
pressure palsies. Manifestasi klinis neuropati diabetik pada sistem saraf pusat berupa
mielopati diabetik dan ensefalopati diabetik.
Hiperglikemia sangat jelas memegang peranan dalam perkembangan dan
progresi neuropati diabetik. Hiperglikemia mempengaruhi jalur metabolisme glukosa
seperti polio, heksosamine, aktivasi isoform protein kinase C, akumulasi AGEs dan
aktivasi jalur PARP yang meregulasi ekpresi gen yang terlibat dalam reaksi inflamasi
dan stres oksidatif.

56
Dalam mendiagnosis neuropati diabetik, dibutuhkan gejala dan tanda klinis
yang didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik atau satu dari pemeriksaan
penunjang (konduksi saraf, tes kuantitatif sensoris atau tes otonom) yang abnormal.
Neuropati subklinis diidentifikasi melalui pemeriksaan penunjang yang abnormal.
.Penatalaksanaan neuropati diabetik yang paling penting adalah kontrol
glikemik disertai stabilitas gula darah untuk mencegah progresi neuropati diabetik.
Penatalaksanaan lain berupa terapi simptomatik, terapi kausal terhadap jalur
gangguan metabolisme glukosa dan non farmakologis.

57
Recent advances in the diagnosis and
management of diabetic neuropathy. H. M. Rathur,
A. J. M. Boulton. VOL. 87-B, No. 12, DECEMBER 2005. THE JOURNAL OF
BONE AND JOINT SURGERY. 1605-10
In the
EURODIAB IDDM Complication Study
10
which
included 3250 patients, the overall prevalence
of neuropathy in 16 European countries was
28%. In the Rochester Diabetic Neuropathy
Study,
8
it affected almost 60% of subjects
although it was symptomatic only in about
15%.

The prevalence of type 2 diabetes and diabetic sensory neuropathy in Yazd province
is 14.5% and 51.7%, respectively.
Prevalence of Sensory Neuropathy in Type 2
Diabetic Patients in Iranian Population
(Yazd Province). IRANIAN JOURNAL OF DIABETES AND OBESITY, VOLUME
1, NUMBER 1, AUTUMN 2009. Abolghasem Rahimdel, Mohammad Afkhami-
Ardekani*, Amin Souzani, Mojgan Modaresi,
Mohammad Reza Mashahiri. 30-35

Algoritme nyeri diabetik (WTE)

Diagnostik (textbook of diabetes,diabetic neuropathy)

Patogenesis (textbook of diabetes)

Algoritme DAN (WTE)


Epidemiologi (diabetic foot, diabric neuropathy)
Clasification (neuropathy in diabetes solomon)

58
Gambar Neurothesiometer

nicotinamide adenine dinucleotide


phosphate

Lebih dari 60% pasien diabetes menderita neuropati termasuk diantaranya


polineuropati distal simetris, mononeuropati dan neuropati otonom yang
menyebabkan disfungsi ereksi, inkontinensia urin, gastroparesis dan diare nokturnal.
Hampir 50% penderita diabetes melitus dengan penyakit arteri extremitas bawah
yang memiliki komplikasi neuropati di Amerika Serikat mengalami amputasi non-
traumatik.

59
60
61
autonomic function tests,
such as the quantitative sudomotor axon reflex
test,29,32 sympathetic skin response,3 heart-rate variability,
and other cardiovascular reflexes
Avoid sudden changes in body posture to the head-up position, particularly in warm
weather,
and after taking a warm bath, both of which produce cutaneous vasodilation.

Avoid drugs that worsen hypotension, e.g. tricyclic antidepressants and

phenothiazines.
Small, frequent meals to lessen hypotension after large carbohydrate-containing

meals.
Reduce activities involving straining, since increased intra-abdominal and intra-
thoracic pressure
decreases venous return.

Elevation of the head of the bed 18 inches at night improved symptoms in a small
series of
patients with orthostatic hypotension of various causes (MacLean and Allen 1940).

Compressive garments over the legs and abdomen (Schatz et al 1963, Levin et al
1964, Lewis
and Dunn 1967, Sheps 1976).

An inflatable abdominal band (Tanaka et al 1997).

A low portable chair used prn when patients feel faint (

62
63
Pendahuluan

Neuropati entrapmen atau kompresi sangat penting karena dapat


menyebabkan masalah kecacatan klinis, khususnya pada pasien dengan predisposisi
resiko kerja atau dengan gangguan-gangguan medis tertentu. Neuropati ini
disebabkan oleh tekanan dinamis mekanis dari suatu segmen pendek suatu saraf
tunggal pada lokasi yang spesifik, seringkali ketika saraf melewati suatu terowongan
fibro-osseous, atau suatu pintu dari jaringan muskuler atau fibrosa. Yang paling sering
adalah nervus medianus yang entrapmen pada pergelangan tangan sehingga disebut
sindrom terowongan karpal ( CTS). CTS adalah salah satu dari kondisi ortopedik
yang paling sering, dengan estimasi insidens hampir 1% tiap-tiap tahun pada USA,
yang mana membuat hampir 2.8 juta kasus baru per tahun dan pembedahan pada
CTS tercacat sebagai operasi yang paling biasa lakukan pada tangan. Insidens
keseluruhan nya bervariasi antara 0.125% sampai 5.8% populasi, tergantung pada
kriteria yang digunakan pada populasi yang disurvei. Pada lengan, nervus ulnaris dan
posterior cabang interosea nervus radialis dapat juga menjadi entrapmen yang disebut
secara berurutan yakni sindrom terowongan cubital (CuTS) dan sindrom terowongan
radial ( RTS). Neuropati entrapmen lain yang telah dikenali pada lengan yakni nervus
radialis sensorik yang superfisial, nervus interosea anterior, nervus medianus pada
daerah siku (contoh sindrom pronator), nervus ulnaris pada dasar palmar ( kanal
Guyon), cabang kutaneus palmaris nervus medianus, dan berbagai komponen-
komponen pleksus brakhialis ( sindrom outlet torasik neurogenik). Variasi-Variasi
anatomis, otot subskapularis hipertrofi dapat pula menyebabkan entrapmen nervus
supraskapula.

Penelitian anatomis yang terperinci telah dilakukan untuk mengklarifikasi


aspek-aspek mekanis dasar dari sindrom-sindrom ini. Masih, didiskusikan tentang

64
mengenai metode terbaik untuk mengevaluasi pasien baik pada awalnya atau pada
follow-up, dan penanganan yang paling sesuai. Metode-Metode elektromiografik dan
radiografik baru dapat menilai secara akurat dan cepat lokasi dan beratnya dari
kompresi saraf. Tinjauan review ini fokus pada neuropati entrapmen lengan paling
sering yakni CTS, CuTS, RTS dan sindrom outlet torasik neurogenik. Didiskusikan
pertimbangan anatomis, evaluasi pasien, indikasi untuk penanganan konservatif dan
intervensi bedah, hasil, dan penyulit.

Sindrom Terowongan Karpal

Anatomi Dan Patofisiologi

Tulang-tulang Karpal dan ligamen-ligamen interkarpal pada batas-batas


medial, lateral dan posterior yang membentuk terowongan karpal. Sedangkan batas
anterior dibentuk oleh ligamentum carpal transversa dan retinakulum fleksor.
Retinakulum fleksor (Fr) secara keseluruhan dapat dibagi menjadi tiga bagian dari
proksimal sampai distal. Fascia Antebrachii membentuk bagian proksimal dari FR.
Suatu lapisan fascia superficial tak terpisahkan dari fascia antebrachii bagian dalam
yang menebal, yang terletak anterior terhadap nervus medianus dan bersambungan
dengan ligamentum carpal transversa di distalnya. Dua lapisan ini terpisah untuk
membungkus tendon flexor carpi radialis pada sisi radial dan isi dari kanal Guyon dan
tendon flexor carpi ulnaris pada sisi ulnar. Jadi, fascia antebrachii bagian dalam pada
level ini terletak volar dari isi terowongan karpal dan dorsal terhadap kanal Guyon.
Ligamentum Carpal transversa sendiri mewakili sepertiga tengah FR dan membentuk
atap palmar dari terowongan karpal. Ligamentum ini berinsersio pada tuberositas
scaphoid dan tepi trapezium di sisi radial dan hamulus serta pisiformis di sisi ulnar
tempat ligamentum ini paling sempit antara kait hamatum dan tepi trapezium.
Sepertiga distal adalah aponeurosis antara otot-otot thenar dan hipothenar, dari tempat

65
mana otot-otot ini berorigo. Ketebalan FR pada terowongan karpal adalah 10 kali
ketebalan pada fascia antebrachii.

Suatu penampang lintang pada pergelangan tangan mengungkapkan suatu


terowongan yang sesak oleh nervus medianus dan sembilan tendon fleksor extrinsik
ibu jari dan jari-jari (tendon flexor pollicis longus, empat tendon flexor digitorum
superficialis dan empat tendon flexor digitorum profundus) dan sinovium. Nervus
medianus normalnya terbagi dalam enam cabang pada ujung distal dari FR . Kenam
cabang meliputi cabang motorik rekuren yang mencakup : nervus digitorum propius
hingga sisi radial ibu jari; nervus digitorum komunis brevis hingga ruang interossei
pertama yang segera membagi menjadi nervus digitorum propius pada sisi ulnar ibu
jari dan nervus digitorum propius pada sisi radial telunjuk; dan dua nervus digitorum
komunis terhapa ruang interossei kedua dan ketiga.

Lanz mendefinisikan empat kategori variasi yang ditemukan pada nervus


medianus di terowongan karpal:

1) variasi perjalanan dari cabang thenar;

2) cabang-cabang aksesorius pada terowongan karpal distal;

3) pembagian yang lebih tinggi nervus medianus distal; dan

4) cabang-cabang aksesorius proksimal terhadap terowongan karpal. Lebih jauh lagi,


cabang motorik dapat muncul pada lengan bawah, atau dapat dipisahkan oleh arteri
medianus persisten atau suatu otot aberan yang hanya untuk bergabung distal
terhadap ligamen carpal yang transversa

Penelitian dari dimensi terowongan karpal yang menggunakan CT ataui MRI


telah menghasilkan beberapa temuan anatomi yang konsisten dan beberapa yang
inkonsisten. Pada salah satunya, volume terowongan pasca operasi ditemukan

66
mengalami peningkatan 24.2% pada 6 minggu dan peningkatan volume ini juga
ditemukan pada follow up 8 bulan. Isi Terowongan berpindah ke anterior setelah
dekompresi baik pada 6 minggu mapun 8 bulan, tetapi lebar arkus carpal tidak
berubah. Akan tetapi pada tiga penelitian lain, lebar arkus carpal bertambah antara
7% sampai 11% setelah pembedahan

Telah dihipotesiskan bahwa kompresi nervus medianus yang paling mungkin


terjadi pada fleksi pergelangan tangan pada tepi proksimal ligamen carpal transversa
tempat ligmentum ini bergabung dengan fascia bagian dalam dari lengan bawah,
penjelasan anatomik untuk tanda Phalen. Penjelasan lain, nervus medianus dapat
tertekan pada tempat terowongan karpal paling sempit yakni pada tingkat kait
hamatum oleh baik hipertrofi sinovial maupun lesi desak-ruang. Memakai teknik-
teknik pencitraan dinamis, beberapa peneliti menunjukkan perubahan pada posisi dari
isi karpal, dan perubahan pada tekanan di dalam terowongan. Penelitian pencitraan
dari nervus medianus selama fleksi pergelangan tangan menunjukkan bahwa pasien
dengan sindrom terowongan karpal lebih mungkin mengalami keterbatasan gerak
nervus medianus pada terowongan karpal daripada pasien normal. Saraf pada pasien
normal bergerak ke arah radial dan posterior ke suatu posisi yang terletak antara
tendon-tendon fleksor selama fleksi pergelangan tangan. Saraf pada CTS lebih
mungkin berada tetap di FR. Gerakan terbatas saraf pada kasus ini dapat predisposisi
saraf tertekan selama fleksi pergelangan tangan yang menimbulkan gejala-gejala
terowongan karpal. Penelitian dilaporkan oleh Szabo dan Chidgey bahwa tekanan
terowongan setelah gerakan fleksi / ekstensi berulang secara bermakna lebih lama
pulih kembali pada pasien dengan CTS daripada subyek normal. Penurunan gerakan
nervus medianus selama fleksi teramati pada para pasien dengan nyeri lengan bawah
yang tidak spesifik dengan kompresi nervus medianus pada penelitian lain.
Meluncurnya nervus medianus sebagai respon terhadap tidak hanya terhadap gerakan
pergelangan tangan, tetapi juga siku, bahu dan leher telah dianalisis pada suatu
penelitian oleh Dilley dkk, dan nervus medianus ditemukan keluar saat bahu adduksi

67
atau siku fleksi. Pada penelitian yang sama yang bahkan saat saraf masuk ketika bahu
abduksi, siku diluruskan dan pergelangan tangan berekstensi 60, aliran darah ke atau
konduksi pada nervus medianus tak terpengaruh. Disimpulkan bahwa nervus
medianus didesain sangat baik untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pada
panjang alasnya disebabkan oleh gerakan lengan..

Ke tiga teori utama penyebab dari CTS adalah:

1) kompresi berulang yang menyebabkan iskemia, pembentukan edema pada


ruang subendoneurial dan sinovium yang akhirnya menjadi fibrosis,

2) perlekatan saraf yang disebabkan oleh jaringan parut berakibat pada


menurunnya hantaran saraf dan iskemia,

3) tekanan mekanis setempat dari struktur-struktur seperti misalnya FR yang


menyebabkan kerusakan saraf setempat. Teori ini dapat tumpang-tindih,
contohnya., suatu peningkatan tekanan ekstra neurial dapat mendorong
saraf melawan jaringan yang kaku dan menyebabkan suatu cedera
setempat disebabkan karena tekanan mekanis.

Variasi anatomis

Berbagai variasi kongenital yang intrinsik pada terowongan karpal, yang


berasal dari anomali lumbrical, yaitu adanya gaster otot flexor digitorum superficialis,
nervus medianus bifida, baik pada lengan bawah maupun pada level pergelangan
tangan telah dilaporkan. Harus diingat bahwa otot-otot anomali itu adakalanya
ditemukan pada daerah ini dan dapat menyebabkan CTS. Seorang pasien yang
mempunyai gejala baik terowongan ulnar maupun karpal, dilaporkan memiliki suatu
otot yang berorigo pada tendon palmaris longus dan fascia antebrachial ulnaris yang
terbagi dan meluas melalui kanal Guyon untuk bergabung dengan bagian abduktor

68
digiti minimi dan FR. Perpindahan informasi sensorik antara nervus ulnaris dan
medianus dideskripsikan. Suatu cabang komunikans yang menyampaikan informasi
sensorik dari kelingking melewati dari medianus ke ulnaris tepat proximal terhadap
pergelangan tangan dilaporkan oleh Saeed dan Davies. Gejala tidak berkurang
sampai komunikasi anomali ini didekompresi secara terpisah, walaupun pembukaan
terowongan karpal terbuka dilakukan 7 hari sebelumnya.

Evaluasi Pasien

Penilaian klinis termasuk tes phalen (munculnya atau memburuknya parastesi


dengan fleksi pasif maksimal pada pergelangan tangan selama satu menit) dan tanda
tinel (parastesia pada daerah inervasi medianus yang timbul dengan ketukan ringan
diatas terowongan karpal). Tanda tinel memiliki sensitivitas 60% dan spesifisitas
67%; sedangkan pada tes phalen nilai nya adalah 75% dan 47%. Saat dilakukan pada
keadaan yang sesuai, tes-tes ini dapat memberikan informasi yang berguna. Pada
situasi klinis, pemeriksaan kekuatan, hilangnya sensoris dan nyeri cukup untuk
menilai perburukan dari sindrom ini.

Pengujian elektrodiagnostik harus dilakukan pada sebagian besar kasus.


Serabut sensorik digunakan untuk mengukur kecepatan hantar saraf dari jari tangan
atau telapak tangan terhadap pergelangan tangan dan kecepatan hantar motorik dari
pergelangan tangan kepada otot tenar. Pemeriksaan serial sensorik palmaris - yaitu
pengukuran berurutan pada jarak pendek pada jalur saraf di telapak tangan -
meningkatkan sensitivitas penilaian konduksi sensorik. Elektromiografi otot-otot
tenar yang diinervasi oleh nervus medianus juga biasanya dilakukan.

Evaluasi pasien terseleksi dengan pencitraan sebagai tambahan terhadap


pemeriksaan hantaran saraf mungkin penting, karena proporsi dari pasien yang
memiliki gejala gagal memperlihatkan penurunan kecepatan hantar nervus medianus.
Mesgarzadeh dkk yang mencatat empat temuan umum dengan MRI pada CTS dengan

69
mengabaikan etiologi, termasuk pembengkakan dari nervus medianus (yang paling
bagus dievaluasi pada level pisiformis), pendatan saraf pada level hamatum,
pelengkungan palmar FR, dan meningkatnya sinyal T2 pada nervus medianus. MRI
juga dapat membedakan penyebab tak terduga dari CTS tipikal sebelum pembedahan,
seperti misalnya otot adductor pollicis yang besar, arteri medianus persisten, jumlah
jaringan lemak yang berleihan di dalam terowongan, kista ganglion, dan hipertrofi
sinovial yang berkaitan dengan artritis reumatoid.

Metode lain dari pencitraan pada terowongan karpal, seperti ultrasonografi


dan termografi telah dievaluasi. Resolusi spasial yang tinggi dan metode deteksi
aliran yang bagus dari ultrasonografi memudahkan menganalisis banyak struktur
jaringan lunak superfisial. Abnormalitas seperti tenosinovitis, hipertrofi sinovial,
ganglia, tumor sel raksasa dari sarung tendon, lipoma, anatomi musculovascular
aberan dan bursa, edema metabolik dan proses infiltratif ( contohnya amiloidosis)
kesemuanya diidentifikasi sebagai penyebab dari sindrom terowongan tarsal dan
karpal. Termografi menunjukkan abnormalitas yang jelas pada CTS, tetapi tidak
dapat dipercaya untuk diagnosis kasus-kasus yang bilateral dan kemampuan
diagnosis banding terbatas. Rata-rata standar diagnosis yang diterima harus uji
pemeriksaan elektrodiagnostik bersama-sama dengan evaluasi klinis. Kebanyakan
ahli elektromiografi menganggap hasil berikut abnormal (dengan kontrol sesuai usia
pasien dan suhu ekstremitas): latensi sensorik absolut lebih dari 3.7 md, perbedaan
0.4 md atau lebih antara nilai yang didapat untuk nervus medianus dan untuk nervus
radialis atau ulnaris, latensi konduksi motorik lebih dari 4.0 md, dan penurunan dari
0.4 ms pada pemeriksaan sensorik palmaris serial dengan menggunakan pengukuran
jarak standar.

Evaluasi Respon Gelombang F, atau indeks kombinasi data konduksi nervus


medianus versus ulnaris, dapat digunakan untuk lebih baik mendiagnosis

70
kemungkinan apa yang disebut fenomena double crush, dan untuk memperlihatkan
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi pada diagnosis CTS rutin.

Tatalaksana

Pengobatan konservatif termasuk penghindaran penggunaan dari pergelangan


tangan, menggunakan bidai pergelangan tangan pada posisi netral siang dan malam,
obat anti-inflamasi. Pasien dengan gejala intermiten atau minimal biasanya mendapat
manfaat dari penatalaksanaan nonbedah ini . Menurut Parameter Praktis Akademi
Neurologi Amerika, injeksi steroid lokal dipertimbangkan untuk penanganan CTS
yang ringan. Beberapa peneliti melaporkan bahwa injeksi lokal steroid ke dalam
terowongan karpal adalah suatu penanganan efektif dari CTS. Perbaikan parameter
hantaran saraf yang dimulai awalnya 1 bulan dan berlangsung hingga sedikitnya 6
bulan oleh injeksi steroid lokal dilaporkan dengan Hagebeuk dan de Weerd.
Pengukuran subyektif juga membaik pada penelitian ini, walaupun pengukuran ini
tidak berkorelasi dengan perbaikan parameter hantaran saraf.

Intervensi bedah direkomendasi untuk pasien dengan CTS jika tatalaksana


konservatif gagal, atau jika mereka mengalami nyeri tak tertahankan, kebas terus
menerus, atau kelemahan yang membatasi aktivitas mereka. Prosedur ini biasanya
dikerjakan pada rawat-jalan dan mempunyai catatan keberhasilan yang baik. Teknik
pembedahan dapat dengan pembukaan terbuka standar atau pembukaan endoskopik.
Jumlah komplikasi dan keberhasilan hampir sama, tetapi pasien kembali bekerja lebih
cepat dan dengan nyeri dan keterbatasan lebih sedikit setelah prosedur endoskopik.
Penyulit dari pembukaan terowongan karpal secara umum dilaporkan sebagai
pembukaan inkomplet, neuropraxia atau cedera pada nervus medianus atau ulnaris,
salah masuk ke dalam kanal Guyon, cedera nervi digitorum, arteri ulnaris dan arkus
palmaris superficial

Neuropati Ulnaris

71
Neuropati ulnaris pada siku adalah neuropati entrapmen yang paling sering
kedua setelah CTS. Nervus ulnaris dapat terkompresikan secara langsung pada dua
area yakni : pergelangan tangan ( pada kanal Guyon) dan siku. Ketika saraf melewati
sulkus ulnar pada siku, cenderung mendapat beberapa tipe dari cedera-cedera
kompresi.

Anatomi Dan Patofisiologi

Terowongan Cubital adalah aponeurosis antara kedua kepala dari otot flexor
carpi ulnaris dan mengandung nervus ulnaris. Pada sebagian orang, aponeurosis
ditarik kencang sepanjang saraf, terutama ketika fleksi siku telah digambarkan oleh
O'Driscoll dkk sebagai Tipe 1A. Mereka melaporkan pada suatu studi kadaver bahwa
retinaculum terowongan cubita (yang membentuk atap terowongan) kemungkinan
merupakan sisa dari otot epitroklear ankoneus. Secara anatomi diklasifikasikan dalam
empat tipe, berkisar dari tidak ada ikatan sama sekali (Tipe 0) sampai yang otot itu
sendiri masih tersisa (Tipe II). Saraf ini paling sering tertekan ketika melintasi
tonjolan olekranon di belakang epikondilus, jika siku berulangkali diistirahatkan
pada permukaan datar, sebagaimana pada titik lain dalam perjalanannya melintas
sendi siku, yang mencakup epikondilus dan sulkus epicondylar, massa otot flexor
yang mencakup aponeurosisnya dan lengkung Struthers. Kebanyakan ahli
berpendapat keseluruhan area diatas merupakan bagian dari terowongan cubital atau,
jika tidak, dianggap sebagai jepitan nervus ulnaris pada siku yang disebut sebagai
CuTS jika kompleks gejala yang sesuai telah terjadi.

Evaluasi pasien

Gambaran klinis secara tipikal dikarakterisasikan oleh parestesia nokturnal


yang melibatkan jari ke-4 dan ke-5, nyeri pada siku menjalar ke tangan, dan gejala-
gejala sensorik tersebut berhubungan dengan fleksi siku yang lama. Jika kelemahan
terjadi, dapat menyebabkan banyak fungsi tangan terganggu, termasuk abduksi jari

72
tangan, abduksi ibu jari, jepitan ibu jari dan telunjuk, dan juga kekuatan
menggenggam. Pemain musik dan profesi lain yang membutuhkan kontrol halus jari
jemari dapat menglami performa yang menurun saat terjadi kompresi ulnar minimal.
Kompleks gejala dapat bervariasi intensitasnya dan bahkan hilang selama berbulan-
bulan atau tahun, atau dapat juga hilang secara akut dengan ekstensi lengan. Sindrom
ini kadang-kadang ada selama bertahun- tahun setelah cedera pertama kali pada siku,
sering dikenal sebagai 'tardy ulnar palsy'. Saraf ini sering dapat teraba membesar pada
sulkus ulnar dan mungkin timbul rasa nyeri saat disentuh. Adanya riwayat trauma
( fraktur atau dislokasi), artritis atau trauma minor berulang sangat menolong dalam
menegakkan diagnosis. Gout tofaseosa, deposisi kristal kalsium pirofosfat dihidrat
dan hemangioma extraneural dapat juga menyebabkan kompresi akut.

Penelitian elektrodiagnostik memperlihatkan perlambatan sedikitnya 10 md,


atau jika ada terdapat atrofi yang bermakna, terdapat perlambatan 15 md pada lengan
yang terkena relatif dibandingkan dengan lengan yang tak terkena. Tanda tinel positif
membantu, namun kurang akurat. Salah satu dari tanda yang pertama kali muncul
adalah 'tanda Wartenberg' dimana kelingking diabduksikan akibat kelemahan otot
interoseeous palmaris ketiga. Tanda Froment adalah indikator keterlibatan motorik
pada neuropati ulnaris, jepitan ibu jari dengan jari lainnya terdistorsi karena
kelemahan adductor pollicis, bagian ulnar flexor polllicis brevis, dan interosea dorsal
pertama. Montagna pada tahun 1994 melaporkan tanda tinel motorik pada pasien
dengan entrapmen nervus ulnaris di siku. Perkusi atau manipulasi nervus ulnaris pada
sulkus ulnar memprovokasi sensasi elektrik pada tangan ( tanda tinel sensorik) yang
berhubungan dengan suatu hentakan motorik yang terlihat pada otot-otot yang
diinervasi nervus ulnaris, dimana hal ini berhubungan dengan adanya burst
mioklonik pada perekaman elektromiografik dari abduktor digiti minimi dan otot-otot
interosea dorsalis pertama. Disarankan oleh para ahli bahwa tanda Tinel motorik
dapat digunakan pada evaluasi diagnostik dari neuropati entrapmen.

73
Diagnosis Diferensial

Beberapa kondisi lain yang dapat mengakibatkan rasa baal pada kelingking
dan kelemahan motorik harus dipertimbangkan. Nervus ulnaris dapat tertekan pada
pergelangan tangan ketimbang pada siku oleh trauma berulang pada telapak tangan
( sering berhubungan denagn pekerjaan) atau oleh suatu ganglion atau suatu tumor.
Perbedaan dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan konduksi saraf. Temuan klinis juga
membantu untuk melokalisasi lesi. Dengan entrapmen pada pergelangan tangan, tidak
terdapat gangguan sensorik pada dorsal sebab cabang kutaneus dorsalis dari nervus
ulnaris meninggalkan trunkus utama 5-8 cm proksimal dari kanal Guyon.
Radikulopati servikal bawah, sindrom outlet torasik neurogenik, amiotropik lateral
sklerosis, siringomielia dan lesi medula lain juga dapat dipertimbangkan sebagai
diagnosis diferensial.

Tatalaksana

Kedua modalitas baik operatif maupun konservatif bisa mengatasi CuTS.


Diagnosis yang baik yang mencakup penjelasan kondisi anatomis saraf selama diam
dan gerakan merepresentasikan langkah pertama dalam terapi. Beberapa kasus dapat
sembuh secara spontan tanpa operasi. Salah satu bagian dari perbaikan dapat
dilakukan dengan perubahan posisi, sebagai contoh menghindari fleksi siku yang
lama. Pasien juga dapat mencoba memakai suatu cast bivalved yang longgar pada
malam hari untuk mencegah fleksi siku, namun hal ini biasanya dapat ditoleransi
dengan baik oleh pasien. Injeksi steroid dan obat antiinflamasi oral tidak bermanfaat.
Adanya trauma dari luar harus dicegah.

Pada pasien dengan disabilitas, terutama kelemahan, atau dengan neuropati


ringan sampai sedang namun telah gagal dengan tatalaksana konservatif, prosedur
bedah direkomendasikan. Dekompresi komplit, yang diikuti restorasi saraf pada
lokasi yang aman dan kingking dalah tujuan utama dari operasi. Hasil pembedahan

74
lebih berhubungan dengan derajat hilangnya fungsi motorik atau sensorik pra-
opreratif dibandingkan dengan tipe dari prosedur bedah. Secara umum hasilnya
memuaskan. Nyeri tekan lokal dan Parestesia dapat menetap pada beberapa pasien.

Entrapmen Nervus Interosea Posterior ( Sindrom Terowongan Radial)

Anatomi

Fraktur tulang humerus, laserasi pergelangan tangan dan pemasangan infus


secara umum dapat menyebabkan cedera saral radialis dan tindakan dekompresi serta
reparasi diperlukan pada kebanyakan kasus. Entrapmen idiopatik pada saraf dapat
terjadi namun sangat jarang. Nervus interosea posterior ( PIN) merupakan cabang
langsung dari nervus radialis di distal sendi siku, setelah berbelok nervus ini
menembus otot supinator melalui 'lengkung Frohse', yang merupakan suatu daerah
cincin fibrosa. Sebelum saral radialis distal bercabang menjadi PIN dan nervus
radialis sensoris, terbentuk cabang extensor carpi radialis. Pada saat PIN berlanjut ke
distal, saraf ini menginervasi supinator dan ekstensor-ekstensor pergelangan tangan
dan jari-jari. Cabang-Cabang extensor carpi radialis brevis muncul proximal dari
lokasi kompresi saraf . Pada kasus ini extensor carpi radialis longus tetap utuh, dan
pasien dengan kompresi PIN dapat tidak mengalami wrist drop, meskipun pada
ekstensi terdapat pergeseran radial. Beberapa cabang yang menuju supinator sering
kali muncul proksimal dari lengkung Frohse sehingga gerakan supinasi masih tetap
utuh.

Evaluasi pasien

Pasien dengan entrapmen PIN dapat mengalami kelumpuhan tanpa rasa sakit,
atau mengalami nyeri yang sering sulit dibedakan dengan epikondilitis lateral.
Kondisi nyeri ini disebut 'resistent tennis elbow' atau ' sindrom terowongan radial'.
Baik nyeri atau tanpa rasa sakit, kondisi ini dapat terjadi setelah penggunaan lengan

75
bawah secara berlebihan. Jika pada epikondilitis lateral nyeri dirasakan secara
langsung pada epikondilus lateral, pada kasus kompresi PIN, nyeri dirasakan pada
saraf kelompok otot-otot extensor, kira-kira 3 cm distal dari siku. Suatu uji provokasi
untuk membedakan epikondilitis lateralis dengan kompresi PIN adalah supinasi dan
ekstensi jari tengah dengan tahanan.

Lokasi kompresi yang mungkin dari PIN pada daerah lengan bawah adalah
pada adhesi antara otot-otot brachialis dan brakioradialis, tepi dari extensor carpi
radialis brevis, serabut fibrosa yang berhubungan dengan otot supinator, dan satu set
cabang vaskular yang kadang-kadang istilahkan sebagi 'the leash of Henry'. Jalan
keluar dari supinator distal adalah suatu lokasi entrapmen yang jarang.

Tatalaksana

Istirahat, modifikasi perilaku, obat anti-inflamasi dan kadang-kadang injeksi steroid


direkomendasi pada awalnya, tetapi pasien kadang membutuhkan operasi.

Sindrom Torasik Outlet

Patofisiologi

Kesemutan pada tangan ketika abduksi bahu atau elevasi bahu merupakan
temuan yang umum pada pasien dengan sindrom torasik outlet neurogenik, sementara
defisit neurogenik yang dapat diukur sangat jarang. Sindrom torasik outlet
neurogenik disebabkan oleh adanya serabut abnormal yang menyilang pada plexus
brakialis, sering menginsersi iga servikal yang rudimenter. Gejala ini sering terjadi

76
setelah whisplash injury, spasme otot cervical mungkin berperan pada patogenesis
sindrom ini

Evaluasi Pasien

Gambaran klasik adalah kelemahan dari semua otot intrinsik tangan dan
hilangnya sensorik sepanjang sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. Tes
hiperabduksi, yang merubah pulsasi dengan gerakan abduksi lengan bukanlah
indikator yang dapat dipercaya, mengingat dapat ditemukan juga pada orang normal.
Pemeriksaan elektrodiagnostik biasanya tidak memperlihatkan kelainan.

Tatalaksana

Latihan yang bersifat terapeutik meningkatkan rentang gerakan (ROM) dari


sendi leher dan bahu, memperkuat otot rhomboid dan trapezius dan menginduksi
postur yang lebih tegak sehingga dapat membantu mengurangi parestesia yang
reversibel. Pada kasus yang jarang dimana pasien mengalami perburukan dari fungsi
neurologik, eksplorasi pleksus brakialis dapat direkomendasi walaupun memiliki
beberapa risiko.

< Prev Next >

2008 Copyright by Adefs

Powered by

77

Anda mungkin juga menyukai