PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
didalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang
bersifat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat
pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup
lama dengan gejala utama sesak nafas, batuk dan produksi sputum. 2
Akhir-akhir ini Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) atau
PPOK semakin menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka
mortalitas yang terus meningkat. Di Amerika kasus kunjungan pasien PPOK
di instalansi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan
perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.
Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduk peringkat ke empat setelah
penyakit jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular. WHO memperkirakan
bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat
sebagai penyebab penyakit tersering peningkatannya akan meningkat dari ke
duabelas menjadi ke lima dan sebagai penyebab kematian akan meningkat
dari ke enam menjadi ke tiga. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga
Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat
ke enam.4
Merokok merupakan faktor resiko terpenting penyebab PPOK di
samping faktor resiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lainlainnya.4
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini antara lain; Untuk mengingat pengertian
dari Penyakit Paru Obstruktif Kroni (PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary
Disease
(COPD)
dalam
pengertian,
etiologi,
patofisiologi
&
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik yang biasa disebut sebagai PPOK
merupakan suatu penyakit dengan beberapa efek ekstrapulmo yang
signifikan dapat menambah keparahan pada tiap individu pasien yang dapat
dicegah dan diobati. Komponen dari paru dikarakteristikkan dengan
keterbatasan hembusan nafas (udara) yang tidak sepenuhnya reversibel.
Keterbatasan
hembusan
nafas
(udara)
ini
biasanya
progresif
dan
diasosiasikan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paru pada partikel
atau gas yang berbahaya.3
2.2 Etiologi
Di seluruh dunia, rokok merupakan faktor resiko penyebab tersering
terjadinya COPD. Faktor resiko genetik yang sering ditemukan adalah
kelainan herediter berat berupa defisiensi alpha-1 antitrypsin. Hal ini
menyediakan contoh bagaimana faktor resiko genetik lain yang mungkin
berkontribusi menyebabkan COPD.3
Resiko terjadinya COPD berkaitan dengan banyaknya jumlah partikel
yang dihirup oleh seseorang yang terpapar selama hidupnya: 3
1. Asap rokok, termasuk rokok, pipa rokok, cerutu, dan segala bentuk cara
lain dalam merokok tembakau di banyak negara, termasuk kawasan
merokok (Environmental tobacco smoke/ETS).
2. Debu pabrik dan bahan kimia (asap, bahan iritan, dan uap) ketika terpapar
cukup intensif dan lama.
3. Polusi udara ruangan dari bahan bakar gas yang digunakan untuk
memasak dan pemanas yang diikuti buruknya ventilasi, faktor resiko
tersebut cenderung terjadi pada wanita di negara berkembang.
4. Polusi udara luar juga berkontribusi meningkatnya total beban paru-paru
terhadap partikel yang dihirup, walaupun hal tersebut tampaknya sedikit
berpengaruh timbulnya COPD.
infeksi
saluran
napas,
dll)
mempunyai
potensi
untuk
juga
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
10
11
12
saluran
napas
yang
ditemukan
pada
penderita
13
14
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK
merupakan
penyakit
paru
kronik
progresif
dan
dengan
asma
yang
masih
bersifat
reversibel,
16
penyakit
menjadi
berat
dengan
menghindari
bolus
atau
drip
untuk
mengatasi
eksaserbasi
akut.
19
20
22
aktivitas
bertujuan
menghilangkan
sesak
napas
dan
24
Komplikasi
lain
(gangguan
metabolisme,
sepsis,
25
hipermetabolisme.
Kondisi
malnutrisi
akan
menambah
menerus
(nocturnal
feedings)
dengan
pipa
nasogaster.
27
oksigen.
Latihan
fisis
yang
baik
akan
menghasilkan:1
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasitas kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan: 1
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
Latihan
untuk
meningkatkan
kemampuan
otot
pada
otot
pernapasan
akan
mengakibatkan
meningkatnya
kapasitas
kerja
maksimal
dengan
aktivitas
kegiatan
sehari-hari
akan
30
2. Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat
dan apabila diperlukan dapat diberikan obat. 1
3. Latihan Pernapasan
Tujuan
latihan
ini
adalah
untuk
mengurangi
dan
untuk
melatih
ekspektorasi
dan
memperkuat
otot
ekstremitas.1
B. Penatalaksanaan PPOK stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :1
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa
gas darah menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg
- Dahak jernih tidak berwarna
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK
(hasil spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil : 1
- Mempertahankan fungsi paru
- Meningkatkan kualitas hidup
- Mencegah eksaserbasi
31
baik
oleh
pasien
sendiri
maupun
oleh
keluarganya.
2. Terapi oksigen
32
34
35
dengan
kondisi
sebelumnya.
Eksaserbasi
dapat
36
dan
berat).
Penatalaksanaan
eksaserbasi
akut
ringan
Indikasi :1
- Eksaserbasi ringan sampai sedang
- Gagal napas kronik
- Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Sebagai evaluasi rutin meliputi : 1
a. Pemberian obat-obatan yang optimal
b. Evaluasi progresifitas penyakit
c. Edukasi
2) Penatalaksanaan rawat inap
Indikasi rawat :1
- Eksaserbasi sedang dan berat
- Terdapat komplikasi
- infeksi saluran napas berat
- gagal napas akut pada gagal napas kronik
- gagal jantung kanan
Selama perawatan di rumah sakit harus diperhatikan : 1
1. Menghindari intubasi dan penggunaan mesin bantu napas
dengan cara evaluasi klinis yang tepat dan terapi adekuat
2. Terapi oksigen dengan cara yang tepat
3. Obat-obatan maksimal, diberikan dengan drip, intrvena dan
nebuliser
4. Perhatikan keseimbangan asam basa
5. Nutrisi enteral atau parenteral yang seimbang
38
6. Rehabilitasi awal
7 . Edukasi untuk pasca rawat
3) Penanganan di gawat darurat
1. Tentukan masalah yang menonjol, misalnya: 1
- Infeksi saluran napas
- Gangguan keseimbangan asam basa
- Gawat napas
2 . Triase untuk ke ruang rawat atau ICU.1
Penanganan di ruang rawat untuk eksaserbasi sedang dan berat
(belum memerlukan ventilasi mekanik):1
1)
nebuliser
2) Terapi oksigen dengan dosis yang tepat, gunakan ventury
mask
3) Evaluasi ketat tanda-tanda gagal napas
4) Segera pindah ke ICU bila ada indikasi penggunaan
ventilasi mekanik
Indikasi perawatan ICU:1
1. Sesak berat setelah penangan adekuat di ruang gawat
darurat atau ruang rawat
2. Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot
respirasi
3. Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau
perburukan
4. Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
Tujuan perawatan ICU:1
1. Pengawasan dan terapi intensif
39
Perhatikan
apakah
sungkup
rebreathing
atau
40
antibiotik
disesuaikan
dengan
pola
kuman
c. Kortikosteroid
41
akan
mengurangi
mortalitas
dan
morbiditas,
dan
dipikirkan
penggunaan
ventilasi
mekanik
dengan
intubasi.1
6. Kondisi lain yang berkaitan:1
- Monitor balance cairan elektrolit
- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia
7. Evaluasi ketat progesivitas penyakit
Penanganan
eksaserbasi
dan
yang
tidak
adekuat
menyebabkan
akan
kematian.
memperburuk
Monitor
dan
42
- Kesadaran menurun
- Hipoksemia berat PaO2 < 50 mmHg
- Asidosis pH < 7,25 dan hiperkapnia PaCO2 > 60 mmHg
- Komplikasi kardiovaskuler, hipotensi
-Komplikasi lain, gangguan metabolik, sepsis, pneumonia,
barotrauma, efusi pleura dan emboli masif
- Penggunaan NIPPV yang gagal
2.9 Komplikasi
Bronkitis
akut,
pneumonia,
pulmonary
thromboembolism,
and
43
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu
tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :1
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada
pasien
PPOK
produksi
sputum
yang
berlebihan
Prognosis
Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada pasien
bronktis kronik dan emfisema lanjut dan FEV1 < 1 liter survival rate selama 510 tahun mencapai 40%.2
BAB III
PENUTUP
44
3.1 Kesimpulan
Pola obstruktif penyakit paru mencakup gangguan konduksi jalan
napas atau
asinus yang
ditandai
dengan
menurunnya
kemampuan
DAFTAR PUSTAKA
45
46