Urinary Incontinence
Urinary Incontinence
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inkontinensia urin adalah kondisi umum dan menjadi fokus kesehatan
global. Inkontinensia urin menyerang kedua jenis kelamin, meski pada masyarakat
menyerang dua kali lebih sering pada wanita, dan prevalensinya meningkat seiring
bertambahnya usia. Ada beberapa tipe inkontinensia dengan mekanisme yang
mendasarinya, dan pola dari inkontinensia yang berbeda pada setiap jenis kelamin.
Inkontinensia juga termasuk kondisi yang membutuhkan banyak biaya untuk
perawatannya (Chan, Lewis et.al, 2012).
Sebuah review dari studi internasional menyatakan bahwa inkontinensia
adalah keluhan umum di seluruh dunia. Prevalensi inkontinensia urin pada wanita
berkisar antara 3-55% bergantung pada batasan dan kelompok usia (Leduc &
Straus, 2004). Sebanyak 25-45% pada wanita dewasa dan 5-15% pada wanita
paruh baya dan lebih (Hunskaar et al. 2005).Di Amerika Serikat jumlah penderita
inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan.Asia
Pacific Continence Advisory Board (APCAB) menyatakan prevalensi
inkontinensia urin pada wanita Asia sekitar 14,6% (Wahyuni, 2010).
Walaupun inkontinensia urin bukan merupakan suatu keadaan yang
membahayakan hidup, namun keadaan ini dapat menurunkan kualitas hidup,
menyebabkan cacat, stres pada penderita dan merupakan morbiditas pada
masyarakat. Seseorang dengan inkontinensia urin sering menganggap bahwaini
bukan merupakan masalah yang penting. Banyak dari penderita merasa malu
mengemukakan keluhan inkontinensia urin.Keluarga juga sering menganggap
bahwa hal ini adalah hal yang biasa terjadi pada orang yang berusia lanjut, karena
memang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut, khususnya perempuan.
Diagnosis yang tepat dapat menentukan jenis terapi yang cocok dengan
perawatan medis yang baik dan perawatan bersama dengan bermacam pemeriksaan
klinis, meliputi urodinamik dan pemeriksaan radiologi terpilih.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Urinary Incontinance?
2. Apa saja klasifikasi dari IUrinary Incontinance?
3. Bagaimana etiologi dari Urinary Incontinance?
4. Bagaiamana patofisiologi dari Urinary Incontinance?
5. Bagaiamana manifestasi klinis dari Urinary Incontinance?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Urinary Incontinance?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Urinary Incontinance?
8. Apa komplikasi dari Urinary Incontinance?
9. Bagaimana prognosis dari Urinary Incontinance?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Urinary Incontinance?
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep klien dengan Urinary Incontinance
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah keperawatan perkemihan.
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar sebagai
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal yang
bersifat sementara atau permanen untuk mengontrol aliran urine dari kandung
kemih. (Kozier, 2009)
Inkontinensia urin secara umum adalah kegagalan kontrol secara volunter
vesika urinaria dan sfingter uretra sehingga terjadi pengeluaran urin secara
involunter yang konstan/frekuen meskipun pasien berusaha sekuat mungkin
menahannya, urin bisa menetes dan terjadi seketika.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi inkontinensia urin oleh International Continence Society
(Brooker, 2009)
1. Inkontinensia Urgensi (Grace &Borley , 2006)
Ketidakstabilan otot detrusor idiopatik menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika dan kebocoran urin.
2. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stres didefinisikan sebagai pengeluaran urin saat terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen tanpa disertai kontraksi detrusor atau
kandung kemih yang terlalu distensi. Secara klinis, kondisi ini muncul sebagai
pengeluaran urin involunter saat batuk, bersin, tertawa atau melakukan
aktivitas fisik. Kondisi ini terjadi pada sekitar 85% wanita yang mengalami
inkontinensia (Cardozo, 1991 dalam Brooker, 2009)
3. Inkontinensia Kombinasi
Orang seringkali mengeluh gejala kombinasi inkontinensia stres dan
urgensi yang disebut inkontinensia kombinasi. Inkontinensia kombinasi
terutama sering dialami oleh wanita pasca menopause. Aspek terpenting
pada jenis inkontinensia ini adalah mengidentifikasi gejala yang paling
mengganggu yang selanjutnya dijadikan target pengobatan.
4. Inkontinensia Overflow
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan pengeluaran urin
involunter akibat distensi berlebihan kandung kemih. Urin menetes keluar
dalam jumlah sedikit disertai pengosongan bladder yang tidak komplit.
Kondisi ini dapat disebabkan berbagai kondisi termasuk obstruksi saluran
keluar kandung kemih atau obstruksi uretra yang paling sering terjadi pada
pria yang mengalami hiperplasia prostat. Jenis inkontinensia ini lebih jarang
terjadi pada wanita tetapi dapat terjadi sebagai komplikasi setelah
pembedahan untuk mengoreksi inkontinensia atau akibat prolaps organ
panggul berat.
Otot detrusor yang tidak aktif atau tidak kontraktil juga dapat
menyebabkan distensi dan aliran berlebihan. Penyebabnya meliputi
gangguan neurologis seperti stroke atau sklerosis multipel, diabetes, dan
efek samping pengobatan. Kondisi ini idiopatik pada beberapa individu.
2.3 Etiologi
Penyebab Inkontinensi urin ada beberapa macam berdasarkan jenisnya.
1. Inkontinensia urgensi. Pengeluaran urin involunter yang disebabkan
oleh dorongan dan keinginan mendadak untuk berkemih. Hal ini berkaitan
dengan kontraksi detrusor seca involunter. Penyebab gangguan neurologik
serta infeksi saluran kemih.
2. Inkontinensia stres. Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin,
tertawa, atau peningkatan tekanan intraabdomen lainnya. Inkontinensia stres
biasanya disebabkan saluran keluar kandung kemih inkompeten akibat
kelemahan otot dasar panggul yang menyangga dan insufisiensi sfingter
uretra. Wanita yang mengalami kondisi ini biasanya disebabkan oleh
kelahiran, sedangkan pada pria, kondisi ini dapat terjadi setelah pembedahan
prostat.
3. Inkontinensia overflow. Pengeluaran urin involunter akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan. Bisa terdapat penetesan urin yang sering
atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan. Dapat diserta dengan
kandung kemih, obat-obatan, impaksi feses, nefropati diabetic, atau defisiensi
vitamin B12
4. Inkontinensia fungsional. Imobilitas, deficit kognitif, paraplegia, atau
daya kembang kandung kemih yang buruk.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN URINARY INCONTINENCE
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi
tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan
saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang
mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan
cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan
berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa
ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi
ketidakmampuan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah
terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran
kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
1. Pemeriksaan Fisik
A) Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia.
a. Inspeksi: Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah
perineal. Adanya benjolan atau tumor spinal cord Adanya obesitas atau
kurang gerak.
b. Palpasi: Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan Teraba
benjolan tumor daerah spinal cord
c. Perkusi: Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
B) Pemeriksaan Sistem :
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b. B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d. B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung
kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing
dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi,
apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di
dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera
luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
g. Pemeriksaan Radiografi
1) IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan
ureter.
2) VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan
fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat),
mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
3) Kultur Urine
- Steril.
- Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
- Organisme.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai
berikut :
a. Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur
dasar penyokongnya.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu
yang lama.
c. Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine
Pertahankan
pendekatan
positif, selama
aktivitas
perawatan,
menghindari
ekspresi menghina
atau reaksi
mendadak. Jangan
menerima ekspresi
kemarahan pasien
secara pribadi.
Rencanakan /
jadwalkan
aktivitas asuhan
dengan orang lain.
Diskusikan
fungsi seksual dan
implan penis, bila
ada dan alternatif
cara pemuasan
seksual.
4 Setelahdiberikan tindakanMandiri
asuhankeperawatan
selama .x24 Pantau Untuk mengidentifikasi kemajuan
jam diharapkan kerusakanpenampilan kulitatau penyimpangan dari hasil yang
integritas kulit dapatperiostomal setiapdiharapkan.
teratasi 8 jam.
dengan kriteria hasil: Peningkatan berat urine dapat
Perfusi jaringan baik Ganti wafermerusak segel periostomal,
Integritas kulit yangstomehesif setiapmemungkinkan kebocoran urine.
baik bisa dipertahankanminggu atau bilaPemajanan menetap pada kulit
(sensasi, elastisitas,bocor terdeteksi.periostomal terhadap asam urine
temperatur, hidrasi,Yakinkan kulitdapat menyebabkan kerusakan kulit
pigmentasi) bersih dan keringdan peningkatan resiko infeksi.
Mampu melindungisebelum Mempertahankan insisi bersih,
kulit dan mempertahankanmemasang wafermeningkatkan sirkulasi atau
kelembapan kulit danyang baru. Potongpenyembuhan. Catatan:memanjat
perawatan alami lubang wafer kira-keluar dari bak mandi memerlukan
Menunjukkan kira setengah incipenggunaan lengan dengan otot
pemahaman dalam proseslebih besar darpektoral, yang dapat menimbulkan
perbaikan kulit dandiameter stomastres yang tak perlu pada sternotomi.
mencegah terjadinyauntuk menjamin
cedera berulang ketepatan ukuran
Kulit periostomal tetapkantung yang
utuh. benar-benar
menutupi kulit
periostomal. Membantu untuk mempertahankan
Kosongkan volume sirkulasi yang baik untuk
kantung urostomiperfusi jaringan dan memenuhi
bila telahkebutuhan energi seluler untuk
seperempat memudahkan proses regenerasi atau
sampai setengahpenyembuhan jaringan.
penuh.
Ajarkan pasien
untuk meningkata
n nutrisi dan
masukan cairan
adekuat.
Kolaborasi
dengan dokter
dalam penjelasan
pengobatan yang
akan dilakukan
kepada pasien
d. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan keadaan yang memalukan
akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine
e. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan ketidakcukupan
pengetahuan tenttang penyebab inkontinensia, penatalaksaan, progam
latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan gejala komplikasi, serta
sumber komonitas
EVALUASI
1. DX 1: pasien mampu menjelaskan tentang inkontinensia dan mampu
melaporkan jika terjadi pengurangan inkontinensia urine
2. DX 2: pasien mampu Berkemih dengan urine jernih, ketidak nyamanan
saat ini, Keluhan pasien berkurang tentang cemas atau gugup dan Ekspresi
wajah rileks.