Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inkontinensia urin adalah kondisi umum dan menjadi fokus kesehatan
global. Inkontinensia urin menyerang kedua jenis kelamin, meski pada masyarakat
menyerang dua kali lebih sering pada wanita, dan prevalensinya meningkat seiring
bertambahnya usia. Ada beberapa tipe inkontinensia dengan mekanisme yang
mendasarinya, dan pola dari inkontinensia yang berbeda pada setiap jenis kelamin.
Inkontinensia juga termasuk kondisi yang membutuhkan banyak biaya untuk
perawatannya (Chan, Lewis et.al, 2012).
Sebuah review dari studi internasional menyatakan bahwa inkontinensia
adalah keluhan umum di seluruh dunia. Prevalensi inkontinensia urin pada wanita
berkisar antara 3-55% bergantung pada batasan dan kelompok usia (Leduc &
Straus, 2004). Sebanyak 25-45% pada wanita dewasa dan 5-15% pada wanita
paruh baya dan lebih (Hunskaar et al. 2005).Di Amerika Serikat jumlah penderita
inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan.Asia
Pacific Continence Advisory Board (APCAB) menyatakan prevalensi
inkontinensia urin pada wanita Asia sekitar 14,6% (Wahyuni, 2010).
Walaupun inkontinensia urin bukan merupakan suatu keadaan yang
membahayakan hidup, namun keadaan ini dapat menurunkan kualitas hidup,
menyebabkan cacat, stres pada penderita dan merupakan morbiditas pada
masyarakat. Seseorang dengan inkontinensia urin sering menganggap bahwaini
bukan merupakan masalah yang penting. Banyak dari penderita merasa malu
mengemukakan keluhan inkontinensia urin.Keluarga juga sering menganggap
bahwa hal ini adalah hal yang biasa terjadi pada orang yang berusia lanjut, karena
memang cukup sering dijumpai pada orang berusia lanjut, khususnya perempuan.
Diagnosis yang tepat dapat menentukan jenis terapi yang cocok dengan
perawatan medis yang baik dan perawatan bersama dengan bermacam pemeriksaan
klinis, meliputi urodinamik dan pemeriksaan radiologi terpilih.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Urinary Incontinance?
2. Apa saja klasifikasi dari IUrinary Incontinance?
3. Bagaimana etiologi dari Urinary Incontinance?
4. Bagaiamana patofisiologi dari Urinary Incontinance?
5. Bagaiamana manifestasi klinis dari Urinary Incontinance?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Urinary Incontinance?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dari Urinary Incontinance?
8. Apa komplikasi dari Urinary Incontinance?
9. Bagaimana prognosis dari Urinary Incontinance?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada Urinary Incontinance?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan keperawatan
pada klien dengan Urinary Incontinance
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memperoleh gambaran tentang :
1. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan
2. Definisi dari Urinary Incontinance
3. Klasifikasi dari Urinary Incontinance
4. Etiologi dari Urinary Incontinance
5. Patofisiologi dari Urinary Incontinance
6. Manifestasi klinis Urinary Incontinance
7. Pemeriksaan Diagnostik pada Urinary Incontinance
8. Penatalaksanaan medis Urinary Incontinance
9. Komplikasi dari Urinary Incontinance
10. Prognosis Urinary Incontinance
11. Asuhan keperawatan pada Urinary Incontinance

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep klien dengan Urinary Incontinance
sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah keperawatan perkemihan.
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar sebagai
bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal yang
bersifat sementara atau permanen untuk mengontrol aliran urine dari kandung
kemih. (Kozier, 2009)
Inkontinensia urin secara umum adalah kegagalan kontrol secara volunter
vesika urinaria dan sfingter uretra sehingga terjadi pengeluaran urin secara
involunter yang konstan/frekuen meskipun pasien berusaha sekuat mungkin
menahannya, urin bisa menetes dan terjadi seketika.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi inkontinensia urin oleh International Continence Society
(Brooker, 2009)
1. Inkontinensia Urgensi (Grace &Borley , 2006)
Ketidakstabilan otot detrusor idiopatik menyebabkan peningkatan
tekanan intravesika dan kebocoran urin.
2. Inkontinensia Stress
Inkontinensia stres didefinisikan sebagai pengeluaran urin saat terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen tanpa disertai kontraksi detrusor atau
kandung kemih yang terlalu distensi. Secara klinis, kondisi ini muncul sebagai
pengeluaran urin involunter saat batuk, bersin, tertawa atau melakukan
aktivitas fisik. Kondisi ini terjadi pada sekitar 85% wanita yang mengalami
inkontinensia (Cardozo, 1991 dalam Brooker, 2009)

3. Inkontinensia Kombinasi
Orang seringkali mengeluh gejala kombinasi inkontinensia stres dan
urgensi yang disebut inkontinensia kombinasi. Inkontinensia kombinasi
terutama sering dialami oleh wanita pasca menopause. Aspek terpenting
pada jenis inkontinensia ini adalah mengidentifikasi gejala yang paling
mengganggu yang selanjutnya dijadikan target pengobatan.
4. Inkontinensia Overflow
Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan pengeluaran urin
involunter akibat distensi berlebihan kandung kemih. Urin menetes keluar
dalam jumlah sedikit disertai pengosongan bladder yang tidak komplit.
Kondisi ini dapat disebabkan berbagai kondisi termasuk obstruksi saluran
keluar kandung kemih atau obstruksi uretra yang paling sering terjadi pada
pria yang mengalami hiperplasia prostat. Jenis inkontinensia ini lebih jarang
terjadi pada wanita tetapi dapat terjadi sebagai komplikasi setelah
pembedahan untuk mengoreksi inkontinensia atau akibat prolaps organ
panggul berat.
Otot detrusor yang tidak aktif atau tidak kontraktil juga dapat
menyebabkan distensi dan aliran berlebihan. Penyebabnya meliputi
gangguan neurologis seperti stroke atau sklerosis multipel, diabetes, dan
efek samping pengobatan. Kondisi ini idiopatik pada beberapa individu.
2.3 Etiologi
Penyebab Inkontinensi urin ada beberapa macam berdasarkan jenisnya.
1. Inkontinensia urgensi. Pengeluaran urin involunter yang disebabkan
oleh dorongan dan keinginan mendadak untuk berkemih. Hal ini berkaitan
dengan kontraksi detrusor seca involunter. Penyebab gangguan neurologik
serta infeksi saluran kemih.
2. Inkontinensia stres. Pengeluaran urin involunter selama batuk, bersin,
tertawa, atau peningkatan tekanan intraabdomen lainnya. Inkontinensia stres
biasanya disebabkan saluran keluar kandung kemih inkompeten akibat
kelemahan otot dasar panggul yang menyangga dan insufisiensi sfingter
uretra. Wanita yang mengalami kondisi ini biasanya disebabkan oleh
kelahiran, sedangkan pada pria, kondisi ini dapat terjadi setelah pembedahan
prostat.
3. Inkontinensia overflow. Pengeluaran urin involunter akibat distensi
kandung kemih yang berlebihan. Bisa terdapat penetesan urin yang sering
atau berupa inkontinensia dorongan atau tekanan. Dapat diserta dengan
kandung kemih, obat-obatan, impaksi feses, nefropati diabetic, atau defisiensi
vitamin B12
4. Inkontinensia fungsional. Imobilitas, deficit kognitif, paraplegia, atau
daya kembang kandung kemih yang buruk.

Faktor-faktor yang ada hubungan


Penyebab Kesadaran Kemampuan Busur Respon akibatnya
inkontinensia urin kebutuhan korteks untuk refleks kandung
untuk menahan kemih
berkemih berkemih terhadap
pengisian
Cerebral clouding Terganggu Terganggu Bekerja Normal Berkemih tidak
terkendali akibat
respon reflek.
Infeksi Bekerja Bekerja tapi Mendapat Meningkat Berkemih karena
terkalahkan stimulus respon reflek yang
oleh respon tidak kuat (terpaksa).
reflek yang normal
kuat
Gangguan jalur Berkurang Terganggu Bekerja Meningkat Berkemih karena
dari sel saraf pusat respon reflek.
(lesi korteks)
Lesi neuron atas Rusak Rusak Bekerja, Meningkat Berkemih
tapi tidak karenarespon
tepat reflek.
Lesi motor neuron Rusak Rusak Rusak Rusak Distensi atau
bawah atau atau pengosongan tidak
terganggu terganggu sempurna.
Kerusakan Bekerja Ada, tapi bekerja normal Hilang kendali
jaringan berfungsi berkemih karena
karena otot-otot
respon otot terganggu.
jelek

Secara umum, faktor resiko berkembangnya inkontinensia urin adalah


sebagai berikut:
1. Wanita
Wanita akan cenderung lebih sering mengalami stress penyebab inkontinensia.
Kehamilan, proses melahirkan, dan menopause. Namun pria dengan kondisi
prostat akan meningkat resikonya untuk mengalami inkontinensia urin.
2. Bertambahnya usia
Otot kandung kemih & uretra kehilangan sebagian kekuatan nya seiring dengan
bertambahnya usia. Perubahan usia mengurangi kapasitas kandung kemih dan
meningkatkan resiko proses berkemih yang tidak terkontrol.
3. Kelebihan berat badan (Overweight)
Seseorang dengan berat badan berlebih akan meningkatkan tekanan pada
kandung kemih dan otot-otot yang ada di sekitarnya, melemahkan otot-otot
tersebut dan membuat urin keluar (bocor) dengan adanya rangsangan stress
(contoh: stress yang disebabkan karena batuk atau bersin).
4. Merokok
Batuk kronis disertai merokok dapat memunculkan inkontinensia atau bahkan
inkontinensia yang lebih parah yang disebabkan oleh penyebab lain. Batuk
yang terus menerus menimbulkan stress pada sfingter urin, menyebabkan stress
inkontinensia. Perokok juga beresiko tinggi mengalami kandung kemih yang
bekerja berlebihan.
5. Infeksi
Infeksi traktus urinarius yang simptomatik sering menjadi penyebab timbulnya
keadaan inkontinensia (Isselbacher et al.,1999). Gejala yang berkaitan dengan
infeksi traktur urinarius meliputi sering kencing, rasa panas waktu kencing,
disuria, dan mungkin demam. Apabila pengosongan terjadi scara spontan tanpa
disertai berbagai sensasi atau kerja spesifik, kemungkinan kandung kemih
neurogenik perlu dipertimbangkan. (Taber, 1994)
6. Penyakit lainya.
Penyakit ginjal atau diabetes melitus dapat meningkatkan resiko inkontinensia
karena perubahan fungsi ginjal dan distribusi persyarafan.
2.4 Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi
suprapons dan suprasakral. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter
yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinensia dan ketidakmampuan dari
kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow. Ada
beberapa pembagian inkontinensia urine, tetapi pada umumnya dibagi dalam 4
kelompok :

1. Inkontinensia stress terjadi akibat kebocoran urin terjadi ketika tekanan


infraabdomen melebihi tekanan uretra (misalnya batuk, mengedan, atau
mengangkat beban) biasanya pada gejala inkompetensi uretra.
2. Inkontinensia urgensi terjadi akibat ketidakstabilan otot detrusor idiopatik
menyebabkan peningkatan tekanan intravesika dan kebocoran urin
3. Hiperfleksia detrusor terjadi akibat hilangnya kontrol kortika
menyebabkan kandung kemih yang tidak dihambat dengan kontraksi
detrusor yang tidak stabil. Kandung kemih terisi, refleks sakralis dimulai
dan kandung kemih melakukan pengosongan secara spontan.
4. Inkontinensia overflow terjadi akibat kerusakan pada serat eferen dari
refleks sakralis menyebabkan atonia kandung kemih. Kandung kemih terisi
oleh urin dan menjadi sangat membesar dengan menetesnya urin yang
konstan, misalnya distensi kandung kemih kronis akibat obstruksi.
Biasanya hal ini dijumpai pada Gangguan saraf akibat penyakit diabetes,
cedera pada sumsum tulang, atau saluran kencing yang tersumbat.
Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urine masih
tersisa di dalam kandung kemih), urine yang keluar sedikit dan
pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.
2.5 Manifestasi Klinis
a. Inkontinensia stress : Keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan
sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stress.
b. Inkontinensia urgensi : ketidak mampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih.
c. Enuresis nocturnal : 10% anak usian 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun
mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan
sesuatu yang abnormal dan menunjukan adanya kandung kemih yang tidak
stabil.
d. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi(pancara
lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi
abdominoperineal), fistula (menetes terus menerus), penyakit neurologis
(disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya
diabetes) dapat menunjukan penyakit yang mendasari.
e. Ketidak nyamanan daerah pubis.
f. Distensi vesika urinaria
g. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
h. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine (20-50 ml)
i. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
j. Meningkatkan keresahan dan keinginanan berkemih.
k. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
l. Tidak merasakan urine keluar.
m. Kandung kemih terasa penuh walaupun telah buang air kecil.
2.6 Prognosis
a. Inkontinensia stress : pengobatan tidak begitu efektif. Pengobatan yang
efektif adalah dengan latihan otot (latihan Kegel) dan tindakan bedah.
Perbaikan dengan terapi alfa agonis hanya sebesar 17%-74%, tetapi
perbaikan dengan latihan Kegel bisa mencapai 87%-88%.
b. Inkontinensia urgensi: dari studi, menunjukkan bahwa latihan kandung
kemih memberikan perbaikan yang cukup signifikan (75%) dibandingkan
dengan penggunaan obat antikolinergik (44%). Pilihan terapi bedah sangat
terbatas dan memiliki tingkat morbiditas yang tinggi.
c. Inkontinensia overflow : terapi medikasi dan bedah sangat efektif untuk
mengurangi gejala inkontinensia.
d. Inkontinensia campuran: latihan kandung kemih dan latihan panggul
memberikan hasil yang lebih memuaskan dibandingkan penggunaan obat-
obata antikolinergik.
2.7 Penatalaksanaan
1. Inkontinensia Urgensi
a. Terapi medikamentosa: modifikasi asupan cairan, hindari kafein, obati
setiap penyebab (infeksi, tumor, batu); latihan berkemih,
antikolinergik/relaksan otot polos (oksibutinin, tolterdin)
b. Terapi pembedahan: sistoskopi dan distensi kandung kemih, sitoplasti
augmentasi.
2. Inkontinensia stress
a. Terapi medikamentosa : latihan otot-otot dasar panggul, esterogen
untuk vaginitis atrofik
b. Terapi pembedahan : uretropeksi retropubik atau endoskopik,
perbaikan vagina, sfingter buatan.
3. Inkontinensia overflow
a. Jika terdapat obstruksi obati penyebab obstruksi, misalnya TURP
b. Jika tidak terdapat obstruksi; drainase jangka pendek dengan kateter
untuk memungkinkan otot detrusor pulih dari peregangan berlebihan,
kemudian penggunaan stimulan otot detrusor jangka pendek
(bethanekol; distigmin). Jika semuanya gagal, katerisasi intermiten
yang dilakukan sendiri ( inkontinensia overflow neurogenik)
4. Fistula Urinarius
Selalu memnutuhkan terapi pembedahan
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Tes diagnostik pada inkontinensia urin (Menurut Ouslander). Tes
diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang
potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan
menentukan tipe inkontinensia.
1. Mengukur sisa urine setelah berkemih
Dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang kateter,
urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan
ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung
kemih tidak adekuat. Urinalisis, dilakukan terhadap spesimen urine yang
bersih untuk mendeteksi adanya factor yang berperan terhadap terjadinya
inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan
proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal
didiagnosis belum jelas.
2. Tes lanjutan tersebut adalah :
a) Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen,
creatinin, kalsium glukosa sitologi. Tes urodinamik adalah untuk
mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah
b) Tes tekanan urethra adalah mengukur tekanan di dalam urethra saat
istirahat dan saat dinamis
3. Imaging
adalah tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.
Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa
menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu
diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urine. Merembesnya urin
pada saatdilakukan penekanan dapat juga dilakukan.
Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih
penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk
ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya
urin sering kali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain
saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi
kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
4. Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum
dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang
menyebabkan poliuri.

5. Catatan berkemih (voiding record)


Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih.
Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat
mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala
berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut
dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk
memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi
terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu
terjadinya inkontinensia urin pada dirinya.
6. Urinalisis
Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa
dalam urine.
7. Uroflowmeter
Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih.
8. Cysometry
Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih
dengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas
intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.
9. Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran
ketika pasien berkemih :
a. Urografi ekskretorik
Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi
struktur dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih.
b. Kateterisasi residu pascakemih
Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung
kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien
berkemih.
10. Sistometrogram dan elektromiogram.
Dilakukan untuk mengevaluasi otot detrusor, spingter dan otot
perineum.
11. USG kandung kemih, sistoskopi dan IVP.
Dilakukan untuk mengkaji struktur dan fungsi saluran kemih.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Inkontinensia Urin adalah :
1. Hipovolemia
2. Iritasi
3. Infeksi
4. Retensi urine
5. Penurunan fungsi kognitif

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN URINARY INCONTINENCE
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada
lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan, tetapi
tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan
saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang
mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan
cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan
berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa
ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi
ketidakmampuan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah
terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran
kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit
serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau
keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
1. Pemeriksaan Fisik
A) Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena
respon dari terjadinya inkontinensia.
a. Inspeksi: Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah
perineal. Adanya benjolan atau tumor spinal cord Adanya obesitas atau
kurang gerak.
b. Palpasi: Adanya distensi kandung kemih atau nyeri tekan Teraba
benjolan tumor daerah spinal cord
c. Perkusi: Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
B) Pemeriksaan Sistem :
a. B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
b. B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
c. B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
d. B4 (bladder)
Inspeksi :periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung
kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing
dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi,
apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di
dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera
luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
e. B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan
abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan
palpasi pada ginjal.
f. B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
g. Pemeriksaan Radiografi
1) IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi ginjal dan
ureter.
2) VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran, bentuk, dan
fungsi VU, melihat adanya obstruksi (terutama obstruksi prostat),
mengkaji PVR (Post Voiding Residual).
3) Kultur Urine
- Steril.
- Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml).
- Organisme.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai
berikut :
a. Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur
dasar penyokongnya.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu
yang lama.
c. Kerusakan Integritas kulit yang berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine

Hari/Tgl No Rencana Perawatan T


Dx Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1 Setelah diberikan asuhan Kaji kebiasaan Untuk dapat mengkaji intervensi
keperawatanselama x24pola berkemih danyang diberikan selanjutnya
jam gunakan catatan
diharapkaninkontinensia berkemih sehari, untuk dapat mengetahui
teratasi dengan kriteria Pertahankan perkembangan dari terapi-terapi yang
hasil catatan hariansudah diberikan
Klien akan bisauntuk mengkaji posisi litotomi dapat membantu
melaporkan suatuefektifitas mencegah kebocoran
pengurangan /program yang
penghilangan direncanakan.
inkonteninsia Intruksikan klien
Klien dapat menjelaskanbatuk dalam posisi
penyebab inkonteninsialitotomi, jika tidak
dan rasionalada kebocoran, untuk mencegah terjadinya
penatalaksanaan. ulangi dengandehidrasi
posisi klien
membentuk sudut
45, lanjutkan Kolaborasi dapat mempercepat
dengan klienpenyembuhan pasien.
berdiri jika tidak
ada kebocoran
yang lebih dulu.
Pantau masukan
dan pengeluaran,
pastikan klien
mendapat
masukan cairan
2000 ml, kecuali
harus dibatasi
Kolaborasi
dengan dokter
dalam mengkaji
efek medikasi dan
tentukan
kemungkinan
perubahan obat,
dosis / jadwal
pemberian obat
untuk menurunkan
frekuensi
inkonteninsia.

2 Setelahdiberikan tindakan Berikan Untuk mencegah kontaminasi


asuhankeperawatan perawatan perinealuretra
selama .x24 dengan air sabun
jam diharapkan risikosetiap shift. Jika
infeksi dapat dihindari pasien
dengan kriteria hasil: inkontinensia, cuci
Klien bebas dari tandadaerah perineal Kateter memberikan jalan pada
dan gejala infeksi sesegera mungkin. bakteri untuk memasuki kandung
Mendeskripsikan proses Jika di pasangkemih dan naik ke saluran
penularan penyakit, faktorkateter indwelling,perkemihan
yang mempengaruhiberikan perawatan
penularan sertakateter 2x sehari
penatalaksanaanya (merupakan
Menunjukkan bagian dari waktu
kemampuan untukmandi pagi dan Untuk mencegah terjadinya
mencegah timbulnyapada waktu akankontaminasi silang
infeksi tidur) dan setelah
Jumlah leukosit dalambuang air besar.
batas normal Ikuti
Menunjukkan perilakukewaspadaan
hidup umum (cuci
tangan sebelum
dan sesudah
kontak langsung,
pemakaian sarung
tangan), bila Untuk mencegah stasis urine
kontak dengan
cairan tubuh atau
darah yang terjadi
(memberikan
perawatan
perianal,
pengososngan
kantung drainse
urine,
penampungan
spesimen urine).
Pertahankan Asam urine menghalangi
teknik asepsis bilatumbuhnya kuman. Karena jumlah
melakukan sari buah berri diperlukan untuk
kateterisasi, bilamencapai dan memelihara keasaman
mengambil contohurine. Peningkatan masukan cairan
urine dari katetersari buah dapat berpengaruh dalam
indwelling. pengobatan infeksi saluran kemih.
Kecuali
dikontraindikasika
n, ubah posisi
pasien setiap 2jam
dan anjurkan
masukan
sekurang-
kurangnya 2400
ml / hari. Bantu
melakukan
ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
Lakukan
tindakan untuk
memelihara asam
urine. Tingkatkan
masukan sari buah
beri. Berikan obat-
obat, untuk
meningkatkan
asam urine.

3 Setelah dilakukan Yakinkan Memberikan informasi tentang


Tindakan keperawatan apakah konselingtingkat pengetahuan pasien / orang
Selama x 24 jamdilakukan dan atauterdekat tentang situasi individu dan
diharapkan gangguan perlu diversiPasien menerimanya(contoh;
Body image urinaria, inkontinensia tak sembuh, infeksi)
Pasien teratasi dengan diskusikan pada Memberikan kesempatan menerima
Kriteria hasil: saat pertama. isu / salah konsep. Membantu pasien /
Body image positif orang terdekat menyadari bahwa
Mampu perasaan yang dialami tidak biasa dan
Mengidentifikasi bahwa perasaan bersalah pada mereka
Kekuatan personal tidak perlu / membantu. Pasien perlu
Mendiskripsikan Dorong pasien /mengenali perasaan sebelum mereka
Secara faktual orang terdekatdapat menerimanya secara efektif.
Perubahan fungsi untuk mengatakan Dugaan masalah pada penyesuaian
Tubuh perasaan. Akuiyang memerlukan evaluasi lanjut dan
Mempertahankan kenormalan terapi lebih efektif. Dapat
10. Interaksi sosial perasaan marah,menunjukkan respon kedukaan
depresi, danterhadap kehilangan bagian / fungsi
kedudukan karenatubuh dan kawatir terhadap
kehilangan. penerimaan orang lain, juga rasa takut
Diskusikan akan ketidakmampuan yang akan
peningkatan dandatang / kehilangan selanjutnya pada
penurunan tiaphidup karena kanker.
hari yang dapat Meskipun integrasi stoma ke dalam
terjadi setelahcitra tubuh memerlukan waktu
pulang. berbulan-bulan / tahunan, melihat
stoma dan mendengar komentar
Perhatikan (dibuat dengan cara normal, nyata)
perilaku menarikdapat membantu pasien dalam
diri, peningkatanpenerimaan ini. Menyentuh stoma
ketergantungan, meyakinkan klien / orang terdekat
manipulasi ataubahwa stoma tidak rapuh dan sedikit
tidak terlibat padagerakan stoma secara nyata
asuhan. menunjukkan peristaltic normal.
Kemandirian dalam perawatan
memperbaiki harga diri.

Membantu pasien / orang terdekat


menerima perubahan tubuh dan
menerima akan diri sendiri. Marah
Berikan paling sering ditunjukkan pada situasi
kesempatan untukdan kurang kontrol terhadap apa yang
pasien / orangterjadi (tidak terduga), bukan pada
terdekat untukpemberi asuhan.
memandang dan Meningkatkan rasa kontrol dan
menyentuh stoma,memberikan pesan bahwa pasien
gunakan dapat mengatasinya, meningkatkan
kesempatan untukharga diri.
memberikan tanda Pasien mengalami ansietas
positif diantisipasi, takut gagal dalam
penyembuhan, hubungan seksual setelah
penampilan, pembedahan, biasanya karena
normal, dsb. pengabaian, kurang pengetahuan.
Pembedahan yang mengangkat
kandung kemih dan prostat (diangkat
dengan kandung kemih) dapat
mengganggu syaraf parasimpatis yang
mengontrol ereksi pria, meskipun
teknik terbaru ada yang digunakan
Berikan pada kasus individu untuk
kesempatan padamempertahankan syaraf ini.
klien untuk
menerima
keadaannya
melalui partisipasi
dalam perawatan
diri.

Pertahankan
pendekatan
positif, selama
aktivitas
perawatan,
menghindari
ekspresi menghina
atau reaksi
mendadak. Jangan
menerima ekspresi
kemarahan pasien
secara pribadi.

Rencanakan /
jadwalkan
aktivitas asuhan
dengan orang lain.

Diskusikan
fungsi seksual dan
implan penis, bila
ada dan alternatif
cara pemuasan
seksual.

4 Setelahdiberikan tindakanMandiri
asuhankeperawatan
selama .x24 Pantau Untuk mengidentifikasi kemajuan
jam diharapkan kerusakanpenampilan kulitatau penyimpangan dari hasil yang
integritas kulit dapatperiostomal setiapdiharapkan.
teratasi 8 jam.
dengan kriteria hasil: Peningkatan berat urine dapat
Perfusi jaringan baik Ganti wafermerusak segel periostomal,
Integritas kulit yangstomehesif setiapmemungkinkan kebocoran urine.
baik bisa dipertahankanminggu atau bilaPemajanan menetap pada kulit
(sensasi, elastisitas,bocor terdeteksi.periostomal terhadap asam urine
temperatur, hidrasi,Yakinkan kulitdapat menyebabkan kerusakan kulit
pigmentasi) bersih dan keringdan peningkatan resiko infeksi.
Mampu melindungisebelum Mempertahankan insisi bersih,
kulit dan mempertahankanmemasang wafermeningkatkan sirkulasi atau
kelembapan kulit danyang baru. Potongpenyembuhan. Catatan:memanjat
perawatan alami lubang wafer kira-keluar dari bak mandi memerlukan
Menunjukkan kira setengah incipenggunaan lengan dengan otot
pemahaman dalam proseslebih besar darpektoral, yang dapat menimbulkan
perbaikan kulit dandiameter stomastres yang tak perlu pada sternotomi.
mencegah terjadinyauntuk menjamin
cedera berulang ketepatan ukuran
Kulit periostomal tetapkantung yang
utuh. benar-benar
menutupi kulit
periostomal. Membantu untuk mempertahankan
Kosongkan volume sirkulasi yang baik untuk
kantung urostomiperfusi jaringan dan memenuhi
bila telahkebutuhan energi seluler untuk
seperempat memudahkan proses regenerasi atau
sampai setengahpenyembuhan jaringan.
penuh.

Ajarkan pasien
untuk meningkata
n nutrisi dan
masukan cairan
adekuat.

5 Setelah diberikan asuhan Kaji ulang Nutrisi adekuat perlu untuk


keperawatan selama xrencana diet/meningkatkan penyembuhan /
24 jam diharapkan pasienpembatasan. regenerasi jaringan dan kepatuhan
mengerti tentang penyakitTermasuk lembarpada pembatasan dapat mencegah
yang diderita dengandaftar makanankomplikasi
dengan kriteria hasil : yang dibatasi Mengetahui sejauh mana
Pasien dan keluarga Kaji tingkatpengetahuan yang dimiki pasien dan
menyatakan pemahamanpengetahuan keluarga dan kebenaran informasi
tentang penyakit, kondisi,pasien danyang didapat.
prognosis dan programkeluarga Penyediaan informasi yang baik
pengobatan. memudahkan keluarga untuk
Pasien dan keluarga mendapat informasi tentang kondisi
mampu melaksanakan Sediakan bagipasien
prosedur yang dijelaskankeluarga informasi Penjelasan yang tepat tentang
secara benar tentang kemajuankondisi yang sedang dialami dapat
Pasien dan keluargapasien denganmembantu menambah wawasan
mampu menjelaskancara yang tepat pasien dan keluarga
kembali apa yang Perubahan dapat menunjukan
dijelaskan perawat/tim Berikan gangguan fungsi ginjal/ kebutuhan
kesehatan lainnya gambaran dandialysis
penjelasan proses
penyakit dengan Obat yang terkonsentrasi/
tepat dikeluarkan oleh ginjal dapat
menyebabkan reaksi toksik kumulatif
dan/ atau kerusakan permanen pada
ginjal
Dorong pasien
untuk Fungsi ginjal dapat lambat sampai
mengobservasi gagal akut( sampai 12 bulan) dan
karakteristik urinedefisit dapat menetap, memerlukan
dan jumlah/perubahan dalam terapi untuk
frekuensi menghindari kekambuhan/ komplikasi
pengeluaran Menambah pemahaman keluarga
Diskusikan/ kajitentang medikasi yang diberikan
ulang
pengguanaan obat.
Dorong pasien
untuk
mendiskusikan
semua
obat( termasuk
obat dijual bebas)
dengan dokter
Tekankan
perlunya
perawatan
evaluasi,
pemeriksaan
laboratorium

Kolaborasi
dengan dokter
dalam penjelasan
pengobatan yang
akan dilakukan
kepada pasien
d. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan keadaan yang memalukan
akibat mengompol di depan orang lain atau takut bau urine
e. Defisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan ketidakcukupan
pengetahuan tenttang penyebab inkontinensia, penatalaksaan, progam
latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan gejala komplikasi, serta
sumber komonitas

EVALUASI
1. DX 1: pasien mampu menjelaskan tentang inkontinensia dan mampu
melaporkan jika terjadi pengurangan inkontinensia urine
2. DX 2: pasien mampu Berkemih dengan urine jernih, ketidak nyamanan

berkurang ,urinalisis dalam batas normal, dan urine menunjukkan tidak


adanya bakteri
3. DX 3: Kerusakan Integitas kulit dapat teratasi
4. DX 4: gangguan citra tubuh dapat teratasi, pasien dan keluarga mampu

menerima keadaannya sekarang dan tidak terjadi komplik antara dirinya


dengan lingkungan dan tidak terjadi depresi
5. DX 5: pasien mampu Mengungkapkan pemahaman tentang kondisinya

saat ini, Keluhan pasien berkurang tentang cemas atau gugup dan Ekspresi
wajah rileks.

Anda mungkin juga menyukai