Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Annelida berarti cincin kecil dan tubuh bersegmen yang mirip dengan
serangkaian cincin yang menyatu merupakan ciri khas cacing filum Annelida.
Terdapat sekitar 15.000 spesies filum Annelida, yang panjangnya berkisar antara
kurang darti 1 mm sampai 3 m pada cacing tanah Australia. Anggota filum
Annelida hidup di laut , dan sebagian habitat air tawar, dan tanah lembab, kita
dapat menjelaskan anatomi filum Annelida menggunakan anggota filum yang
terkenal, yaitu cacing tanah.
Filum Annelida merupakan cacing selomata berbentuk gelang yang
memiliki tubuh memanjang, simeffi bilatiral, bersegmen, dan permukaannya
dilapisi kutikula. Dinding tubuh dilengkapi otot. Memiliki prostomium dan sistem
sirkulasi. Saluran pencernaan lengkap. Sistem ekskresi sepasang nephridia di
setiap segmen. Sistem syaraf tangga tali. Sistam respirasi terdapat pada epidermis.
Reproduksi monoesis atau diesis dan larvanya trokofor/veliger. Kebanyakan untuk
cacing Annelida hidup akuatik di laut dan terestrial di air tawar atau darat. Filum
Annelida dibagi menjadi kelas Polychaeta, Oligochaeta, dan Hirudinea.
pembagian ke dalam kelas terutama didasarkan pada segmentasi tubuh. seta,
parapodium, sistem sirkulasi, ada tidaknya batil isap, dan sistem reproduksi Kelas
iotyct aetu dibagi menjadi kelompok Errantia dan Sedentaria didasarkan pada
kesempurnaan bentuk parapodium, siri, ada tidaknya rahang, probosis, bentuk
segmen aan letat insang. Kelas Oligochaeta dibagi menjadi ordo Plesiopora,
Prosotheca, Prosopora, dan Opisthopora berdasarkan alat ekskresi, letak gonofor,
dan letak spermateka. Kelas girudinea dibagi menjadi ordo Acanthobdellida,
Rhynchobdellida, dnathobdellida, dan Erpobdellida berdasarkan ada tidaknya batil
isap dan probosis, serta septum pada segmen tubuh.
Beberapa hewan Annelida akuatik berenang untuk mencari makan, tetapi sebagian
bear tinggal di dasar dan bersarang di dalalm pasir dan endapan lumpur, cacing
tanah tentunya, merupakan pembentuk sarang dalam lubang. Selom cacing tanah

1
terpartisipasi oleh septa, tetapi saluran penvcernaan, pembuluh darah,
longitudinal, dan tali syaraf menembus septa itu dan memanjang di sekujur tubuh
hewan itu (pembuluh utama memiliki cabang bersegmen). Sistem pencernaan
memiliki beberapap daerah khusus : faring, esofagus, tembolok, rempela , dan
usus halus.
Sistem sirkulasi tertutup terdiri atas suatu jaringan pembuluh yang
mengandung darah dengan hemoglobin pembawa oksigen. Pembuluh dorsal dan
ventral di hubungkan oleh beberapa pasang pembuluh segmental. Pembuluh
dorsal dan lima pasang pembuluh yang melingkarai esofagus cacing tanah adalah
pembuluh berotot dan memompa darah melalui sistem sirkulasi. Pembuluh darah
kecil sangat banyak pada kulit cacing tanah , yang berfungsi serbagai
pernapasannya. Pada masing-masing segmen cacing tersebut terdapat sepasang
tabung ekskretoris yang disebut metanefridia dengan corong bersilia, yang disebut
neftrostim yang mengeluarkan buangan dari darah dan cairan selomik.
Metanefridia akan bermuara ke pori-pori eksterior, dan buangan metabolisme
dikeluarkan melalui pori-pori tersebut.
Sepasang ganglian erebral yng mirip otak trletak diatas dan di depan
faring. Serangkaian syaraf berbentuk cincin di sekitar faring berhubungan dengan
ganglion subfaring, pangkal dari sepasang tali syaraf yang menyatu terdapat di
sepanjang arah posterior. Terdapat bersama-sama dengan tali syaraf ventral ini
adalah ganglia bersegmen, yang juga menyatu. Cacing tanah adalah hewan
hemafrodit, tetapi hewan ini melakukan pembuahan silang. Du cacing tantah
kawin dengan cara mengatur diri mereka sedemikian rupa sehingga mereka dapat
mempertukarkan sperma, dan kemudian mereka akan memisah, sel sperma yang
diterima disimpan secara tenporer sementara suatu organ khusus, atau klitelu,
mansekresika kepompong yang seperti mukus, kepompong bergeser di sepanjang
tubuh cacing dan memungut telur dan kemudian sperma yang tadi disimpan.
Kepompong tersebut kemudian lepas dari kepal cacing dan tinggal dalam tanah
tersebut dam kemudian embrio dapat berkembang. Beberpqa cacing tanah dapat
juga bereproduksi secara aseksual dengan cara fragmentasi yang di ikuti dengan

2
regenersi. Filum Annelida terbagai kedalam tiga kelas yaitu: 1) kelas oligochaeta
(cacing tanah dan kerabatnya), 2) kelas polychaeta, 3) kelas Hirudinea (lintah).
Coelenterata atau yang juga biasa disebut dengan Cnidaria adalah filum
hewan yang memiliki tubuh sangat sederhana. Kata Coelenterata berasal dari kata
coelos yang berarti rongga dan enteron yang berarti usus. Jadi, Coelenterata
adalah hewan yang memiliki rongga di dalam tubuhnya yang sekaligus berfungsi
sebagai organ pencernaan makanan. Coelenterata disebut sebagai hewan
sederhana karena jaringan tubuhnya hanya terdiri dari dua lapis sel, yaitu sel
internal dan eksternal. Terdapat sekitar 10.000 spesies Coelenterata yang
sebagian besar hidup di laut.
Sebagian hidup secara soliter, sedangkan sebagian lain hidup berkoloni.
Tubuhnya simetri radial. Jika dipotong tubuhnya melalui sumbu tubuh maka akan
mendapatkan beberapa bagian yang sama. Memiliki rongga gastrovaskuler yang
berfungsi untuk mencerna makanan. Tubuhnya hanya memiliki satu lubang yang
berfungsi sebagai mulut sekaligus anus. Merupakan hewan diploblastik. :
ektodermis (epidermis) dan endodermis (gastrodermis). Mempunyai tentakel yang
berfungsi untuk memasukkan makanan ke dalam mulut. Tentakel dilengkapi
dengan sel penyengat yang disebut dengan knidosit (cnidoblast). Memiliki dua
bentuk tubuh, yaitu polip dan medusa. Hidupnya : kebanyakan di laut, beberapa
di air tawar. Coelenterata merupakan diploblastik, hewan ini mempunyai dua lapis
sel yaitu ektoderm yang merupakan lapisan sel luar dan endoderm yang
merupakan lapisan dalam. Coelenterata memiliki dua bentuk tubuh, yaitu polip
dan medusa. Pada bentuk polip (seperti tabung), coelenterata memiliki mulut di
bagian dorsal yang dikelilingi oleh tentakel. Sedangkan pada bentuk medusa yang
berbentuk seperti cakram, mulut coelenterata terletak di bagian bawah (oral) dan
tubuhnya dikelilingi oleh tentakel.
Coelenterata dapat bereproduksi baik dengan cara generatif (seksual)
maupun vegetatif (aseksual). Reproduksi secara generatif terjadi saat sel sperma
jantan membuahi sel telur (ovum) betina. Sedangkan perkembangbiakan secara
aseksual berlangsung dengan cara pembentukan tunas pada sisi tubuh coelenterata
yang akan tumbuh menjadi individu baru setelah lepas dari tubuh induknya.

3
Beberapa jenis coelenterata juga mengalami metagenesis (pergiliran keturunan),
yaitu perkembangbiakan seksual yang diikuti oleh perkembangbiakan aseksual
pada satu generasi. Pada coelenterata jenis ini, tubuh akan memiliki bentuk polip
pada satu fase hidupnya, kemudian berbentuk medusa pada tahap selanjutnya.
Beberapa jenis coelenterata dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik
bahkan bisa diolah menjadi agar-agar. Sebagian lain membentuk terumbu karang
yang bisa menahan gelombang. Beberapa spesies coelenterata juga memberikan
pemandangan indah di dasar lautan dengan warna dan bentuk mereka yang unik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa ciri-ciri dari Filum Annelida dan Coelenterata?
2. Bagaimanakah struktur tubuh dari Filum Annelida dan Coelenterata?
3. Bagaimanakah sistem-sistem dalam filum Annelida dan Coelenterata?
4. Dimanakah habitat atau ekologi dari filum Annelida dan Coelenterata?
5. Ada berapa kelompokah klasifikasi Filum Annelida dan Coelenterata?
6. Apa sajakah peranan dari Filum Annelida dan Coelenterata?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui ciri-ciri hewan Annelida dan Coelenterat
2. Mengetahui struktur tubuh Annelida dan Coelenterata
3. Mengetahui sistem-sitem organ dalam filum Annelida dan Coelenterata
4. Mengetahui habitat/ekologi dari filumn Annelida dan Coelenterata
5. Mengetahui kelompok klasifikasi filum Annelida dan Coelenterata
6. Mengetahui pernan dari filum Annelida dan Coelenterata

D. Manfaat
1. Memperluas wawasan mengenai zoologi invertebrata
2. Dapat melihat spesies-spesies yang dapat dimanfaatkan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Annelida
Hewan filum Annelida berasal dari kata latin annul/annelus = cincin,
gelang dalam bahasa Yunani eidos = bentuk yang dikenal sebagai cacing
gelang. Tubuh anggota filum ini bersegmen tertutup kutikula yang merupakan
hasil sekresi dari epidermis, sudah ada ronnga tubuh (coelom), dengan
metamerisme sebagai ciri utamanya: pembagian rongga tubuh, sistem persyarafan,
peredaran darah, dan sistem ekskresinya metamerik. Saluran pencernaan lengkap
(mulut-usus-anus), berbentuk tubular, memanjang sumbu tubuh. Respirasi dengan
epidermis ataupun insang (pada cacing tabung, misalnya) pada somit tertentu.
Organ reproduksi hermafrodit (kelas olygochaeta dan hirudinea), dengan hewan
langsung berbentuk hewan dewasa, atau berumah dua (kelas archiannelida dan
polychaeta), dengan melalui fase larva trokofor. Hidup di dalam tanah yang
lembab, dalam laut dan dalam air. Umumnya annelida hidup bebas, ada yang
hidup dalam liang, beberapa bersifat komensal pada hewan akuatis, dan ada juga
yang bersifat parasit pada vertebrata.
1. Ciri-Ciri Annelida
Pada umumnya semua anggota filum Annelida memiliki tiga lapisan
dinding tubuh (triploblastik), yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm. Bagian
mesoderm sudah berkembang menjadi ronnga yang disebut selom sehingga
cacing ini disebut hewan triploblastik selomata. Dindnig luar selom melekat pada
ektoderm membentuk lapisan somatik, sedangkan dinding dalamnya melekat pada
endoderm membentuk lapisan splangtik. Bentuk luar tubuh tampak memanjang
tersusun atas ruas-ruas seperti cincin, setiap ruas bersifat matemari atau somit.
Artinya, setiap segmen tubuh memiliki alat ekskresi, alat reproduksi,otot,
pembuluh darah dan sebagainya. Segmen-segmen tersebut tetap beraneka ragam
dan terkoordinasi dalam satu sistem.
Annelida banyak ditemukan di daerah tanah gembur dan tumpukan
sampah tumbuh-tumbuhan. Mulut terdapat pada ujung anterior, sedangkan anus

5
pada ujung posterior. Pada permukaan tubuh atau segmen terdapat rambut atau
seta yang berfungsi sebagai alat gerak. Cacing ini memiliki sistem peredaran
darah tertutup, sistem syaraf, sistem pencernaan, sistem reproduksi, sistem
eksresi, dan sistem pernapasan.
Annelida memiliki sistem syaraf tangga tali (sepasang ganglion otak
dihubungkan oleh syaraf longitudinal). Sisa metabollisme di ekskresikan melalui
nefridium. Pernapasan bisa dilakukan oleh seluruh permukaan tubuhnya. Anggota
cacing ini ada yang bersifat hemafrodit dan ada juga yang bersifat gonokoris (alat
kelamin jantan dan betina teripsahatau terdapat pada individu yang berbeda).
Annelida merupak hewan simetris bilateral, mempunyai sistem peredaran darah
yang tertutup dan sistem syaraf yang tersusun seperti tangga tali. Pembuluh darah
yang utam membujur sepanjang bagian dorsal sedangkan sistem syaraf terdapat
pada bagian ventral.
Telah diketemukan 7.000 species yang hidup di air tawar, laut dan tanah.
Contoh annelida adalah cacing tanah (Pheretima) cacing ini hidup di tanah,
makananya berupa sisa tumbuhan dan hewan. Charles Darwin ahli biologi yang
termahsur adalah orang yang pertama kali menyatakan bahwa cacing tanah
mempunyai peranan yang penting dalam menggemburkan/menyuburkan tanah.
Karena hidup di dalam tanah, cacing ini membuat liang-liang sehingga tanah
menjadi berpori dan mudah diolah. Cacing tanah juga mencampur dedaunan
dengan tanah, jadi menaikan kandungan humus tanah. Sebagian besar anelida
hidup dilaut, yaitu diliang-liang atau dibawah karang yang dekat dengan pantai,
misalnya neries.
Golongan lain dari annelida yang banyak dikenal adalah lintah pengisap
darah. Lintah mempunyai balik penghisap dikedua ujung badanya. Batil
penghisap posterior dipergunakan untuk melekatkan diri pada inang, sedangkan
batil penghisap anterior dipergunakan untuk menghisap darah.
Annelida adalah filum luas yang terdiri dari cacing bersegmen, dengan sekitar
15.000 spesies modern, antara lain cacing tanah dan lintah. Filum ini ditemukan di
sebagian besar lingkungan basah, seperti air tawar dan di laut Panjang anggotanya

6
mulai dari dibawah satu milimeter sampai tiga meter. Ciri umum yang tergolong
filum Annelida dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tubuh bilateral simetris, bersegmen, berbentuk tubular, memanjang sumbu
tubuh
b. Triploblastis
c. Tiap segmen dipisahkan oleh septa
d. Tubuh ditutupi oleh kutikula fleksibel
e. Punya seta, keras, seperti kitin (kec: Hirudinea)
f. Punya parapodia
g. Alat gerak: kontraksi otot tubuh dan setae (rambut kaku) pada tiap segmen
(polygochaeta dan olygochaeta)
h. Respirasi: epidermis permukaan kulit (difusi) dan insang (pada polychaeta)
i. Saluran pencernaan lengkap (mulut-usus-anus)
j. Reproduksi: Seksual/genertif: konjugasi dan Aseksual/vegetatif: fragmentasi
regenerasi
k. Ekskresi: nefridia (nephridios = ginjal)
l. Saraf dan Indera: saraf tangga tali ( ganglion berderet berpasangan) dan
Statosida indra keseimbagan, peka terhadap cahaya.
m. Sirkulasi: peredaran darah tertutup.
n. Habitat: tanah yang lembab, air laut, air tawar

2. Sruktur Tubuh
a. Bilateral simetris: organ yang memiliki dua sisi
b. Triboplastik, Annelida merupakan hewan tripoblastik yang sudah memiliki
rongga tubuh sejati (hewan selomata). Namun Annelida merupakan hewan
yang struktur tubuhnya paling sederhana.
c. Bersegmen, tubular dan memanjang. Annelida memiliki segmen di bagian
luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lainya
terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, sistem ekskresi, dan
sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling
berhubungan menembus septa. Ruas tubuhnya (segmen) disebut Metameri

7
terdiri dari alat ekskresi (nefridium), lubang reproduksi, otot dan
pembuluh darah. Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3
m. Contoh annelida yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia.
Tubuh terbagi menjadi ruas-ruas (segmen) yang sama, baik di bagian
dalam dan di bagian luar tubuh, kecuali saluran pencernaan dan sepanjang
sumbu anterior-posterior, keadaan demikian disebut metarisma dan
masing-masing ruas disebut metamere. Tubuh ditutupi oleh kutikula
fleksibel.

3. Alat gerak
Annelida bergerak dengan kontraksi otot tubuhnya. Rongga tubuh
Annelida berisi cairan yang berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus
melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot
memanjang (longitudinal). Punya seta, keras, seperti kitin (kec: Hirudinea)
Seta: bulu kasar/rambut pada invertebrate. Pada polychaeta mempunyai seta yang
banyak, sedangkan pada olygochaeta mempunyai seta yang sedikit. Seta ini
terdapat pada tonjolan di samping. Punya parapodia yaitu Tiap segmen terdapat
parapodia; untuk lokomosi, Parapodia terdiri dari sejumlah seta; dan Seta terdiri
dari notopodium, neuropodium, acicula & otot yang bekerja untuk berjalan,
merangkak, bersembunyi atau berenang.

4. Sistem Respirasi
Respirasi yang terjadi pada Annelida dengan cara aerob, O2 & CO2
berdifusi via kulit menggunakan epidermis pada seluruh permukaan tubuh, namun
ada juga yang menggunakan insang pada polychaeta. Hanya terjadi ketika kulit
dalam kondisi lembab.

5. Sistem Pencernaan
Annelida sudah mempunyai alat pencernaan makanan, mereka mencerna
makanannya secara ekstraseluler. Sistem pencernaan annelida sudah lengkap,
terdiri dari mulut, faring, esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Mulut

8
dilengkapi gigi kitin yang berada di ujung depan sedangkan anus berada di ujung
belakang.

6. Sistem Reproduksi
Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan
gamet, memiliki klitelum sebagai alat kopulasi. Klitelum = struktur reproduksi
yang mengsekresi cairan & membentuk kokon tempat deposit telur. Namun ada
juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian beregenerasi. Organ
seksual Annelida ada yang menjadi satu dengan individu (hermafrodit) dan ada
yang terpisah pada individu lain (gonokoris) melalui larva trochophore berenang
bebas.

7. Sistem Eksresi
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia,
nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal nefridium) merupakan organ ekskresi
yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh.
Nefrotor merupakan pori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat
sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. Nefridia = organ dalam segmen
yang mengumpulkan sisa-sisa cairan & keluar melalui nephridiofor.

8. Sistem Saraf dan Indera


Sistem saraf Annelida adalah sistem saraf tangga tali. Terdiri dari ganglion
otak dihubungkan dengan tali saraf yang memanjang sehingga berupa tangga tali.
Ganglia otak terletak di depan faring pada anterior. Susunan syaraf terdiri atas
anterior, dorsal ganglionic mass, disebut otak. Atau sebuah benang syaraf yang
panjang dengan ganglionic swelling dan syaraf lateral pada tiap ruas.
a. Cincin ganglia dihubungkan oleh tali saraf ventral
b. Ganglia = seperti kantong yang merupakan pembesaran dari jaringan saraf,
membentuk otak
c. Tali saraf = sel-sel yang memanjang tubuh & mengandung impuls-impuls
saraf

9
9. Sistem Peredaran Darah / Sirkulasi
Cacing ini sudah memiliki pembuluh darah sehingga memiliki sistem
peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna
merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus berfungsi memompa darah ke
seluruh tubuh.
a. Lengkung aorta: lima tabung seperti jantung yang memompa darah ke dalam
dua tabung utama sepanjang tubuh.
b. Darah: subtansi cair yang mengedarkan makanan & membawa sisa-sisa
makanan.

10. Habitat dan Ekologi


Sebagian besar Annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang
parasit (merugikan karena menempel pada inangnya) dengan menempel pada
vertebrata, termasuk manusia. Habitat Annelida umumnya berada di dasar laut dan
perairan tawar, dan juga ada yang sebagian hidup di tanah atau tempat-tempat
lembab. Annelida hidup di berbagai tempat dengan membuat liang sendiri.

11. Klasifikasi dari Annelida


Filum ini dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu kelas oligochaeta
(cacing tanah dan kerabatnya), kelas polychaeta, kelas Hirudinea (lintah) :
a. Kelas oligochaeta
Kelas ini merupakan cacing bersegmen yang memiliki sedikit seta; oly
= sedikit. Anggotanya yang paling dikenal adalah cacing tanah, yaitu
lumbricus terrestis dan pheretimasp. Berukuran kecil dan banyak hidup di
indonesia. Cacing tanah dapat hidup di darat atau di air tawar. Tubuhnya
bersegmen dan memiliki sedikit seta. Semua anggota cacing tanah tidak
memiliki parapodia. Mereka bergerak dengan otot longitudinal dan otot
sirkuler. Cacing tanah memiliki 15 sampai 200 segmen. Pada segmen (somit)
ke 32 hingga 37 (pada lumbricus) dan somit ke 10 hinnga ke 11 (pada
pheretima) terdapat penebalan kulit yang biasa di sebut klitelum atau sadel
yang mentgandung kelenjar.

10
Cacing tanah bereproduksi secara seksual. Pada umunya cacing tanah
bersifat hemafrodit, akan tetapi fetilisasi tidak dilakukan sendiri,
melainkansecara silang dengan melibatkan cacing lainnya. Dua cacing yang
kawin secara silang menempel tubuhnya dengan ujung kepala yang
berlawanan. Alat kelamin jantanmengeluarkan sperma dan di terima oleh
klitelum cacing pasangannya. Pada saat bersamaan, klitelum mengeluarkan
mukosa (kelenjar) kemudian membentuk kokon. Sperma bergerak ke alat
reprodukasi betina dan disimpan di reseptakel seminal. Ovum yang
dikeluarkan dari ovariu akan di buahi oleh sperma. Selanjutnya, ovum yang
telah di buahi masuk ke dalam kokon. Telur bersama kokon akan lepas dari
tubuh cacing dan menetas menjadi individu baru.
Cacing tanah memiliki kepala berukuran kecil, tetapi tidak memiliki
rahang, mata, atau alat peraba. Binatang ini hidup sebagai saprozoik,
pernapasan dilakukan oleh seluruh permukaan tubuh secara difusi. Cacing
tanah memiliki sistem peredaran darah yang tertutup, dan permukaan tubuh
tertutup oleh kutikul. Cacingtanah di kena memiliki daya regenerasi yang
tinggal. Contoh anggota oligochaeta lainnya adalah aelosoma, nais, dan
tubifex. Kelas cacing ini meliputi cacing tanah dan berbagai spesies ekuatik.
Cacing tanah memakan tanah untuk membuat lubang jalan melalui tanah, dan
mengekresikan nutrien sementara tanah di lewati melalui saluran pencernaan.
Bahan-bahan yang tidak tercerna,tercampur dengan mukus yang di ekresikan
ke dalam saluran pencernaan, dikeluarkan sebagai kotoran melalui anus.
Petani menghargai cacing tanah karena hewan tersebut mengolah tanah, dan
kotorannya memperbaiki tekstur tanaha. Dan darwin menaksir bahwa 1 are
tanah pertanian inggris memiliki sekitar 50.000 cacing tanah yang
menghasilkan 18 ton kotoran pertahun.
b. Kelas Polychaeta
Nama kelas polichaeta berasal dari kata poly = banyak, chaeta= rambut
atau seta. Jadi poichaeta berarti cacing yang memiliki banyak rambut. Habibat
cacing ini umunya ada di laut, cacing ini memiliki panjang tubuh sekitar 5
sampai 10 cm, dengan garis tengah sampai 10 mm. warna tubuh beraneka

11
ragam. Misalnya berwarna merah, merah muda, hijau atau warna campuran.
Segmen-segmen pada tubuh hampir sama. Pda setiap segmen terdapat seta dan
sepasang parapodia (kaki berdaging) yang berfungsi sebagai alat gerak.
Anggota cacing ini memiliki sistem peredaran darah yang tertutup dan sistem
syaraf tanggatali. Sistem reproduksi cacing ini bersifat gonokoris atau
berupakelamin yang terpisah. Pada tingkat perkembangannya memiliki larva
yang di sebut trokofor. Pada polychaeta tidak terdapat klitelum. Pada ujung
anteriornya terdapat kepala yang di lengkapi oleh sensoris.
Polychaeta bereproduksi secara kawin. Pembuahaannya terjadi di luar tubuh,
setelah pembuahan, telur akan menetas menghasilkan larva trofokor.
Selanjutnya, larva tersebut akan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Masing-masing segmen hewan polychaeta memiliki sepasang struktur
yang mirip dayung atau mirip bukit yang disebut parapodia (hampir seperti
kaki) yang berfungsi dalam lokomosi. Masing-masing parapodia memiliki
beberapa setae yang terbuat dari polisakarida kitin. Pada banyak hewan pol
ychaeta, parapodia sangat kaya dengan pembuluh darah dan berfungsi sebagai
insang. Sebagian besar cacing polychaeta adalah hewan laut. Beberapa
diantaranya bergerak dengan berenang di antara plankton, banyak di antaranya
merangkak pada atau membuat lubang di dasar laut dan banyak juga yang
hidup dalam tabung, yang di buat oleh cacingdengan mencampur mukus
dengan sedikit pasir danm cangkang yang pecah. Polychaeta yang tinggal
dalam tabung meliputi cacing kipasa yang berwarna cerah, yang menjerat
partikel mikroskopik dalam tentakel berbulu yang menjulur dari pembukaan
atau lubang tabung. Beberapa contoh polychaeta antara lain adalah eunice
viridis, licydice oele, nereis virens, dan arenicola. Eunice viridis atau cacing
palolo banyak di temukan dilaut kepulauan fiji dan samoa, sedangkan lysidice
oele atau cacing wawo di laut maluku. Kedua macam cacing tersebut mudah
di tangkap dan dapat di konsumsi.
c. Kelas Hirudinea
Nama kelas hirudinea brasal dari kata hirudo yang berarti lintah.
Hewan ini hidup di air tawar , laut , dan darat. Tubuh lintah pipih dorsal

12
ventral dan permikaan tertutup oleh kutikula yang di sekresikan oleh
epidermis. Lintah tidak memiliki seta dan parapodia. Hewan ini memiliki dua
alat isap : satu bagian ujung anterior dan satu di ujung posterior (berukuran).
Lintah hidup sebagai ektoparasit temporer, yaitu hidup menepel sementara
pada menusia atau mamalia lainnya untuk mengisap darah. Cairan tubuh /
darah yang di isap di simpan di dalam tembolok.
Lintah bersifat hemaprodit. Mayoritas lintah hidup di air tawar, tetapi
terdapat juga lintah darat atau tanah yang bergerak melalui vegetasi lembap.
Banyak lintah memakan invertebrata lainnya, tetapi beberapa jenis lintah
adalah parasit penyedot darah yang makan secara menempel ke hewan lain
secara temporer, dan termasuk manusia. Panjang lintah berkisar antara 1
sampai 30 cm. beberapa spesies parasit menggunakan rahang yang mirip pisau
untuk mengirirs kulit inang, sementara yang lain mengekskresikan enzim yang
mencerna suatu lubang melalui kulit. Inang umumnya tidak sadar akan
serangan ini karena lintah mengekresikan suatu anestesia, setelah membuat
sayatan, lintah mnsekresikan bahan kimia lainnya, yaitu hirudin, yang
fungsinya mempertahankan darah inang supaya tidak menggumpal. Parasit itu
kemudian menyedot darah sebanyak yang ia dapat tampung, sering kali lebih
seribu berat tubuhnya. Setelah minum sebanyak itu,lintah itu bisa bertahan
selama berbulan-bulan tanpa makan, sampai abad lalu, lintah sering kali
digunakan oleh dikter untuk mengambil darah. Lintah masih tetap di gunakan
untuk mengobati jaringan yang memar dan untukmerangsang sirkulasi darah
ke jari tangan atau kaki yang telah di jahit kembali setelah kecelakaan.
Anggota kelompok hewan ini meliputi lintah dan pacet. Hirudo medicinalis
(lintah), dapat menghasilkan zat hirudin dan banyak di Eropa dan Amerika.
Haemadispa zeylanica (pacet), banyak hidup di asia tenggara. Hirudinaria
javanica, disebut juga lintah kuning.

12. Peranan Annelida


a. Peranan Polychaeta secara ekonomi (+,-) yaitu sebagai sumber protein,
bahan baku obat & industri farmasi, parasit (cangkang kerang & tiram

13
mutiara, usus ikan), budidaya (pakan ikan & komoditi ekspor) dan hiasan
akuarium laut. Penting secara ekologi yaitu indikator polusi organik
ekosistem akuatik, mata rantai dalam ekosistem, mendaur-ulang nutrien di
alam, membentuk ekosistem terumbu karang dan hama (penggerek &
penempel) badan kapal
b. Peranan lainnya yaitu sumber pakan ikan (Tubifex), perombak bahan
organik & menyuburkan tanah (Lumbricus), bioindikator (Tubifex,
Limnodrillus), inang perantara parasit pada ikan (Aulophorus furcatus &
Dero limosa), inang perantara cacing pita unggas (Amoebotaenia
spenoides), parasit pada anak ikan lele (Lytocestus parvulus) dan pembawa
virus+bakteri minyak flu pada ababi (Metastrongylus).

B. Coelenterata
1. Ciri-Ciri Umum Coelenterata
Coelenterata berasal dari kata coilos = rongga tubuh atau selom dan
enteron = usus. Sehingga dapat diartikan coelnterata adalah hewan yang
mempunyai sebuah rongga pencernaan makanan dengan satu saluran tunggal
dengan tentakel yang mengelilingi saluran tersebut. Coelenterata atau yang juga
biasa disebut dengan Cnidaria adalah filum hewan yang memiliki tubuh sangat
sederhana. Kata Coelenterata berasal dari kata coelos yang berarti rongga dan
enteron yang berarti usus. Jadi, Coelenterata adalah hewan yang memiliki rongga
di dalam tubuhnya yang sekaligus berfungsi sebagai organ pencernaan makanan.
Coelenterata disebut sebagai hewan sederhana karena jaringan tubuhnya hanya
terdiri dari dua lapis sel, yaitu sel internal dan eksternal. Colenterata merupakan
hewan yang memiliki rongga. Kerangka tubuh coelenterata dari zat kapur/tanduk
dan kadang tidak berkerangka. Mulut dikelilingi oleh tentakel halus dan
dilanjutkan kesaluran pencernaan. Termasuk hewan diploblastik, tubuh simetri
radial. Lapisan selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm. Antara ekstoderm dan
endoderm terdapat mesoglea. Pada tubuh bagian atas terdapat mulut, yang
dikelilingi tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat knidoblas (sel penyengat /

14
nematosis). Hidup di air tawar maupun air laut. Tubuhnya dapat melekat pada
dasar perairan.

2. Sistem Pencernaan
Coelenterata hidup di perairan yang jernih yang mengandung partikel-
partikel organik, plankton atau hewan-hewan kecil. Jika terdapat hewan kecil,
misal jentik nyamuk menempel pada tentakel dan mengenai sel knidoblast, maka
sel tersebut mengeluarkan racun. Jentik akan lemas lalu tentakel membawanya ke
mulut. Sel otot pencerna mempunyai pseudopodia untuk menangkap dan
mencerna makanan. Di bawah mulut terdapat kerongkongan pendek lalu masuk ke
rongga gastrovaskuler untuk dicerna secara ekstraseluler (luar sel). Sel-sel
endodermis menyerap sari-sari makanan. Sisa-sisa makanan akan dimuntahkan
melalui mulut. Setiap hewan Coelentarata mempunyai rongga gastrovaskuler.
Rongga gastrovaskuler Coelentarata bercabang-cabang yang dipisahkan oleh
septum/penyekat dan belum mempunyai anus. Di dalam rongga terdapat enzim
tripsin untuk mencerna protein

3. Sistem Syaraf
Susunan syaraf sangat primitif, dimana sel sel syaraf pada dinding tubuh
tidak mempunyai sentral syaraf, tetapi tersusun sebagai jala tidak beraturan dan
terdapat pada setiap sisi mesoglea, yang terbanyak pada epidermis, tentakel dan
daerah mulut (Wijarni dan Arfiati, 1984). Sel syaraf berbentuk mirip multipolar
neuron, terletak pada dasr sel epitel otot dekat dan sejajar dengan mesoglea. Sel
indra panjang, langsing, tegak lurus epidermis. Pangkal sel indera berhubungan
dengan sel syaraf tersusun seperti jala pada epidermis dekat mesoglea.
Sistem saraf difus (baur). Coelenterata memiliki sistem saraf sederhana
yang tersebar berbentuk jala yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam
merespon rangsangan. Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah
lapisan bukan sel yang terdapat diantara lapisan epidermis dan gastrodermis.
Gastrodermis tersusun dari bahan gelatin.

15
4. Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan pada coelentrata berlangsung melalui seluruh organ
tubuh. Pertukaran gas terjadi secara difusi di seluruh permukaan tubuh. Sisa
metabolisme dalam bentuk amonia juga dibuang secara difusi melalui seluruh
permukaan tubuh.

5. Sistem Reproduksi
Reproduksi Coelenterata terjadi secara aseksual dan seksual antara lain:
a. Aseksual (Vegetatif)
Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan kuncup/tunas
yang menempel pada tubuh induknya.Pembentukan tunas selalu terjadi
pada Coelenterata yang berbentuk polip.Tunas tumbuh di dekat kaki polip
dan akan tetap melekat pada tubuh induknya dan induknya tetap
membentuk kuncup sehingga membentuk koloni.yaitu pada kakinya dan
akan membesar sehingga terbentuk tentakel kemudian terlepas sehingga
dapat menjadi individu baru.
b. Seksual
Coelenterata dapat juga berkembangbiak secara seksual, yaitu
dengan penyatuan sperma dan sel telur yang akan terbentuk zigot. Sperma
yang telah masak dikeluarkan dalam air dan akan berenang menuju ovum.
Jika bertemu, terjadilah pembuahan dan zigot yang akan dihasilkan
tumbuh menjadi larva bersilia yang disebutplanula. Zigot ini dapat
berenang meninggalkan induknya dengan tujuan agar tidak terjadi
perebutan makanan. Jika terdapat pada suatu perairan yang cocok, maka
akan tumbuh membentuk individu baru.
Proses reproduksi seksual terjadi melalui peleburan sel telur (dari
ovarium) dengan sperma (dari testis). Hasil peleburan membentuk zigot
yang akan berkembang sampai stadium gastrula. Kemudianembrio ini
akan berkembang membentuk kista dengan dinding dari zat tanduk. Kista
ini dapat berenang bebas dan di tempat yang sesuai akan melekat pada
obyek di dasarperairan. Kemudian bila keadaan lingkungan membaik,

16
intikista pecah dan embrio tumbuh menjadi Hydra baru. Reproduksi
vegetatif dan generatif pada coelonterata berlangsung secara bergantian,
sehingga coelenterata mengalami pergiliran keturunan/ siklus
hidup/metagenesis.

6. Klasifikasi Coelenterata
Phylum coelenterata terbagi dalam tiga bagian, yakni kelas Hydrozoa,
kelas Schypozoa, dan kelas Anthozoa. Namun pada makalah ini hanya khusus
membahas kelas Hydrozoa dan kelas Schypozoa
a. Kelas Hydrozoa
Hydrozoa berasal dari kata hydra, artinya hewan yang bentuknya seperti
ular. Umumnya hidup soliter atau berkoloni. Soliter berbentuk polip dan yang
berkoloni berbentuk polip dan medusa. Lebih sering ditemukan atau dominan
dalam bentuk koloni polip sedangkan dalam bentuk medusa jarang ditemukan.
Jika dipaparkan secara vertikal bagian tubuh hydrozoa ini memiliki tiga
bagian umum, yaitu mulut, tentakel dan coelenteron. Pada bagian mulut
berfungsi untuk masuknya makanan kedalam tubuh dan dilanjutkan kesaluran
pencernaan yang menyerupai kantung yang disebut coelenteron. Selain itu
mulut ini juga berfungsi sebagai anus. Hanya terdapat dua lapisan kulit,
lapisan ectoderm (epidermis) yang merupakan lapisan paling luar dan
endoderm (gastrodermis) yang merupakan lapisan paling dalam dan
membatasi rongga pencernaan. Kedua lapisan itu dipisahkan oleh lapisan
mirip jelly yang disebut mesoglea. Seperti fase umum pada Coelenterata,
hydrozoa memiliki dua fase umum yakni; polyp dan medusa. Contoh Obelia
dan Hydra
b. Obelia
Pada fase polyp terdiri dari hydrorhiza yang merupakan bagian yang
melekat pada substrat, dan hydrocaulis yang secara vertikal merupakan bagian
percabangan dari hydrorhiza. Pada bagian hydrocaulis terdapat sejumlah
polyp kecil yang dibedakan menjadi dua macam, yaitu hydrant dan
gonangium. Menurut Wijarni dan Arfiati (1984), pada bagian hydrant terdapat

17
mulut yang dikelilingi oleh 30 buah atau lebih tentakel, sedangkan pada
gonangium terdapat blastostyle yang menhasilkan kuncup-kuncup yang dalam
perkembangan selanjutnya kuncup tersebut akan menjadi medusa. Habitatnya
kebanyakan berada di laut dan daerah pesisir atau daerah intertidal melekat
pada karang atau substrat. Fase medusa merupakan fase dewasa dari hyrozoa.
Hidup berenang dan tidak lagi melekat pada substrat. Menurut Wijarni dan
Arfiati (1984), terdapat 4 buah saluran radial yang berhubungan dengan
saluran cincin pada pinggir tubuhnya.
c. Hydra
Bentuk tubuh Hydra seperti polip. Habitat di air tawar. Ukuran tubuh
Hydra antara 10 mm30 mm. Makanannya berupa tumbuhan kecil dan
Crustacea (udang-uadangan) rendah. Bagian tubuh sebelah bawah tertutup
membentuk kaki, gunanya untuk melekat pada obyek dan untuk bergerak.
Terdapat mulut yang dikelilingi oleh hypostome dan di sekelilingnya terdapat
6-10 buah tentakel. Tentakel berfungsi sebagai alat untuk menangkap
makanan. Makanan dicernakan di dalam rongga gastrovaskuler. Reproduksi
aseksual dengan tunas atau budd kira-kira pada bagian samping tengah
dinding tubuh Hydra. Tunas telah memiliki epidermis, mesoglea dan rongga
gastrovaskuler. Tunas tersebut terus membesar dan akhirnya melepaskan diri
dari tubuh induknya untuk menjadi individu baru.
Reproduksi secara seksual, terjadi melalui peleburan sel telur (dari
ovarium) dengan sperma (dari testis). Hasil peleburan membentuk zigot yang
akan berkembang sampai stadium gastrula. Kemudian embrio ini akan
berkembang membentuk kista dengan dinding dari zat tanduk. Kista ini dapat
berenang bebas dan di tempat yang sesuai akan melekat pada obyek di dasar
perairan. Kemudian bila keadaan lingkungan membaik, inti kista pecah dan
embrio tumbuh menjadi Hydra baru.
d. Kelas Schypozoa
Scyphozoan berasal dari kata scyphos yang berarti mangkok. Bentuk
tubuh Scyphozoa menyerupai mangkuk atau cawan, sehingga sering disebut
ubur-ubur mangkuk. Memiliki bentuk dominan medusa. Polip bagian atas

18
akan membentuk medusa lalu lepas melayang di air. Medusa akan melakukan
kawin dan membentuk planula sebagai calon polip. Contoh Aurelia aurita.
Medusa dari kelas Schypozoa ini mudah dibedakan dengan jenis lain, yaitu
pada bagian tepi tubuhnya mempunyai 8 buah lekukan dan tidak bervelum
(Wijarni dan Arfiati, 1984). Pada fase polyp masih melekat pada substrat di
dasar laut. Bagian tubuhnya yang berlekuk dilengkapi sense organ. Mulut
terletak dibagian tengah diatas manubrium yang pendek. Disekitar ditemukan
4 buah oral arm berbentuk seperti pita dan dibagian pinggirnya terdapat
nematocyst. Entero (usus) bercabang menjadi 4 buah gastric pouchesyang
berisi gastric filament dan dilengkapi dengan nematocyst.
Medusa dari schypozoa ini memiliki alat kelamin yang terpisah, yaitu
jantan dan betina. Spermatozoid dari medusa jantan bersama air laut masuk ke
dalam mulut medusa betina dan membuahi ovum di enteron. Reproduksi
diocius, gonad pada epidermis. Sel telur dan sperma masuk ke dalam rongga
gastrovascular dan keluar melalui mulut. Telur menyangkut pada renda oral
arm yang berfungsi sebagai tempat pengeraman. Pembuahan terjadi di air
laut/oral arm. Selanjutnya akan terjadi zygot-blastula-planula-scyphistoma-
storbia-ephyra-medusa.

7. Peranan dan Fungsi Coelenterata


Beberapa jenis cerlenterata (ubur-ubur) oleh orang Jepang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetik bahkan bisa diolah menjadi agar-agar.
Di indonesia banyak ubur-ubur yang di olah menjadi tepung ubur-ubur. Beberapa
jenis hewan Anthozoa membentuk terumbu karang yang bisa menahan
gelombang. Beberapa spesies coelenterata juga memberikan pemandangan indah
di dasar lautan dengan warna dan bentuk mereka yang unik sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai objek yang berkaitan dengan pariwisata. Dalam perairan
berperan sebagai plankton.
Ada juga jenis Anthozoa yang membentuk rangka dari zat tanduk yang
sering dikenal sebagai akar bahar (Euplexaura antipathes) yang kerangkanya dapat
digunakan sebagai gelang.

19
C. Materi Jurnal-Jurnal Mengenai Annelida dan Coelenterata
1. Kualitas Eksmecat dari Beberapa Spesies Cacing Tanah pada Tingkat Penyiraman
dan Pengapuran yang Berbeda
Cacing tanah merupakan salah satu jenis fauna yang ikut melengkapi
khasanah hayati fauna Indonesia dan termasuk kedalam kelompok hewan
tingkat rendah, tidak bertulang belakang (invertebrata) dan merupakan
kelompok annelida atau cacing bersegmen. Hewan ini ditemukan pada
lingkungan terrestrial basah di Indonesia. Menurut Catalan (1981) di dunia ini
terdapat kira-kira 1800 spesies cacing tanah yang telah diidentifikasi. Dalam
melakukan budidaya cacing tanah, cacing tanah secara umum memberikan
dua keuntungan ganda, sebagai penghasil biomassa cacing tanah dan sebagai
jasa penghasil pupuk organik. Selanjutnya Sihombing (1999), mengemukakan
beberapa manfaat cacing tanah diantaranya: (1) memperbaiki dan
mempertahankan struktur tanah, (2) meningkatkan daya serap air permukaan,
(3) menyuburkan tanah, (4) meningkatkan pemanfaatan limbah organik, (5)
sumber pupuk organik yang sangat baik, yaitu eksmecat, (6) bahan pakan
ikan,ternak, hewan piara, dan manusia, (7) umpan pancing, (8) bahan obat,
dan (9) bahan kosmetik.
Sihombing (1999) menyatakan kotoran atau feses cacing tanah yang
bertekstur halus dan subur disebut eksmecat (casting) cacing tanah. Istilah
eksmecat pada casting, karena yang dimaksudkan dengan kasting oleh
sebagian besar. Kualitas Eksmecat dari Beberapa Spesies Cacing Tanah 44
masyarakat saat ini adalah kotoran cacing tanah (casting) yang telah
bercampur dengan sisa media atau pakan cacing tanah. Oleh karena itu, akan
lebih relevan apabila digunakan istilah eksmecat yang berasal dari kata
ekskreta media cacing tanah. Kasting adalah merupakan proses fermentasi
(Mashur, 2001). Di dalam tubuh cacing tanah terdapat bakteri-bakteri yang
membantu proses dekomposisasi bahan organik menjadi senyawa sederhana
dan siap diserap oleh tanaman (Rao, 1982). Menurut Gaddie dan Douglas
(1977), kandungan unsur hara kasting tergantung pada spesies cacing tanah
yang menghasilkannya, bentuknya berbeda-beda dan spesifik untuk setiap

20
spesies. Kasting tersebut diletakkan di bagian permukaan tanah dekat dengan
lubang masuk (mulut liang) (Edward dan Lofty, 1977). Umur kasting adalah
lamanya penyimpanan kasting setelah dipanen dari peternakan cacing tanah.
Umur kasting merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
stabilitas kasting, disamping aktifitas mikroba dan konsentrasi bahan organik
dalam kasting. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang
lainnya (Lee, 1985). Kasting memilliki banyak kelebihan dalam hal
kandungan unsur hara dan bahan lain yang berguna bagi tanaman. Oleh karena
itu kasting banyak dimanfaatkan sebagai pupuk organik penyubur tanaman.
Disamping itu, kasting merupakan nutrisi bagi mikroba tanah. Dengan adanya
nutrisi tersebut, mikroba mengurai bahan organik dengan lebih cepat. Oleh
karena itu, selain meningkatkan kesuburan tanah, kasting juga dapat
membantu proses penghancuran limbah organik (Daniel dan Anderson, 1992).
Dalam meningkatkan kesuburan tanah, kasting berperan memperbaiki
kemampuan menahan air, membantu menyediakan nutrisi bagi tanaman, dan
memperbaiki struktur tanah (Minnich, 1977). Kasting mempunyai
kemampuan menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena struktur kasting
memiliki ruangan-ruangan yang mampu menyerap dan menyimpan air,
sehingga mampu mempertahankan kelembaban (Venter dan Reinecke, 1988)
Kualitas kasting ditentukan oleh beberapa parameter fisik, kimiawi dan
biologis. Tingkat kematangan kasting secara fisik dapat ditentukan dari bau,
warna, tekstur (ukuran partikel), temperatur dan kelembaban. Kelembaban
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam memdeteksi keaktifan
cacing tanah, karena hal ini sangat berhubungan dengan struktur fisik dan
proses kehidupan cacing tanah yang serupa dengan hewan perairan
dibandingkan dengan hewan terrestrial. Menurut Gaddie dan Douglas (1977)
pada dasarnya penyiraman tergantung pada iklim dan daerah setempat. Pada
kondisi iklim lembab, penyiraman tidak begitu penting dilakukan sesering
mungkin dibandingkan dengan iklim kering maupun panas. Begitu juga
daerah dengan rata-rata curuhan hujun tinggi, penyiraman tidak perlu
dilakukan sesering mungkin. Pada daerah dingin media harus disiram hanya

21
apabila dibutuhkan saat media tersebut dipertahankan pada kondisi kandungan
air yang tidak terlalu lembab. Pada kondisi daerah kering maka penyiraman
harus dilakukan sesering mungkin dalam sehari untuk mempertahankan
kondisi temperatur dan kelembaban media supaya optimal.
Cacing tanah sangat sensitive terhadap konsentrasi ion hydrogen,
sehingga pH tanah merupakan faktor pembatas distribusi, jumlah dan spesies
cacing tanah (Edwards and Lofty, 1977). Pengontrolan keasaman pada media
cacing tanah mudah dilakukan dengan menggunakan kapur atau kalsium
carbonat (CaCO3)(Gaddie dan douglas, 1975). Sehubungan dengan hal -hal
tersebut di atas melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi
mengenai jenis cacing tanah yang paling optimal kualitas eksmecatnya melalui
pengujian tingkat penyiraman dan pengapuran yang berbeda. Hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa kualitas eksmecat terbaik diperoleh pada cacing
tanah L. rubellus dengan pemberian kapur 0.4% dengan tingkat penyiraman
air 10% dari berat media.

2. Ubur-Ubur Indonesia
Ubur-ubur adalah hewan invertebrata yang hidup di air, terutama di
laut. Keberadaannya dapat ditemukan dari pantai sampai dasar laut. Pada
umumnya hewan ini dapat dikenali dari keberadaan payungnya, baik yang
transparan maupun berwarna, yang disertai tentakel yang menjulur dari sisi
payung dan lengan mulut yang keluar dari bagian tengah payung. Ubur-ubur
mempunyai ukuran tubuh mulai dari mm sampai m. Meskipun dapat mencapai
ukuran yang besar, kemampuan renangnya sangat terbatas sehingga
pergerakannya lebih banyak dipengaruhi arus air. Karena kemampuan renang
yang pasif ini maka ubur-ubur digolongkan sebagai zooplankton. Tubuhnya
sendiri sebagian besar tersusun oleh air, bahkan dapat mencapai 99%, dengan
organisasi tubuh yang sangat sederhana. Hewan ini tidak mempunyai kepala,
sistem saraf terpusat, sistem pertukaran gas, sistem ekskresi, atau pun
sirkulasi. Sistem sarafnya sangat sederhana dengan sel saraf yang polos dan
sebagian besar tidak berkutub (Nishikawa, 2007). Walaupun demikian, hewan

22
ini memiliki keistimewaan, yaitu berupa sel penyengat (nematosis) yang
terdapat pada tentakelnya yang berguna untuk menangkap mangsa, pertahanan
diri, dan pergerakan. Nematosis merupakan struktur intraseluler paling besar
dan kompleks. Racun mematosis bervariasi dan yang paling sering muncul
adalah neurotoksin (Nishikawa, 2007). Secara taksonomi ubur-ubur dan
kerabatnya membentuk satu filum sendiri yaitu Cnidaria yang memiliki empat
kelas yaitu Hydrozoa, Scyphozoa, Cubozoa, dan Anthozoa. Ketiga kelas yang
pertama merupakan kelompok hewan yang secara awam dikenal sebagai ubur-
ubur (walaupun ubur-ubur sejati sebenarnya adalah Scyphozoa) sedangkan
Anthozoa meliputi hewan koral dan anemon laut. Selain itu ketiga kelas
tersebut mempunyai fase medusa (fase dewasa sebagai plankton) sementara
Anthozoa tidak mengalami fase medusa.
Sampai saat ini ubur-ubur relatif belum ditekuni secara serius dalam
penelitian kelautan di Indonesia dibandingkan dengan anggota zooplankton
lain. Sebagai contoh pengetahuan biologi mengenai uburubur konsumsi di
Indonesia dirasa sudah mendesak untuk diungkapkan karena secara statistik
eksploitasi nya di Indonesia cukup intensif. Hal tersebut terlihat dari data
ekspor ubur-ubur tahun 2000-2004 yang bernilai US$ 39.469.269 dengan total
berat yang diekspor sebesar 34.997.156 kg (BPS, 2006). Bukan tidak mungkin
angka ini semakin meningkat seiring dengan permintaan yang juga semakin
besar dari negara importirnya seperti Jepang, Hongkong, dan Cina. Sebagian
besar penelitian ubur-ubur yang tercatat di Indonesia dilakukan oleh peneliti
asing seperti Ekspedisi Siboga, Philippines Expedition, Ekspedisi Snellius II,
Arthur Humes, dan beberapa peneliti asing lainnya. Penelitian tersebut
sebagian dilakukan di perairan Indonesia timur seperti Sulawesi, Kalimantan
(Selat Makasar), Pulau Halmahera, Laut Banda, dan Laut Aru. Penelitian-
penelitian tersebut memberikan informasi berharga mengenai sebaran ubur-
ubur di Indonesia, misalnya Arthur Humes mencatat 1 jenis Scyphozoa dari
Pulau Halmahera. Pada tahun 1909, Philippines Expedition di perairan
Indonesia timur paling tidak menemukan 7 jenis Scyphozoa dan 1 jenis
Cubozoa. Ekspedisi Snellius II tahun 1984- 1985 menemukan 8 jenis

23
Scyphozoa dan 61 jenis Hydrozoa dari Laut Banda dan Laut Aru (NMNH,
2008; van der Spoel & Bleeker, 1988). Beberapa penelitian zooplankton yang
dilakukan di Indonesia memang beberapa kali tanpa segaja menemukan
ubur-ubur tetapi karena keterbatasan pengetahuan identifikasi dan preservasi
yang kurang baik terkait dengan ketiadaan ahlinya maka status pengetahuan
ubur-ubur di Indonesia cenderung terbatas. Padahal jika ditinjau dari peranan
ekologi dan peranannya bagi manusia, uburubur merupakan hewan yang
menarik untuk dikaji secara ilmiah.

3. Pengamatan Jenis Cacing Laor (Annelida, Polychaeta) di Perairan Desa Latuhalat


Pulau Ambon, dan Aspek Reproduksinya (Species Richness of Laor Worm
(Annelida, Polychaeta) on Latuhalat Waters Ambon Island, and Its
Reproduction Aspect)
Cacing laor (Polychaeta) adalah salah satu biota khas perairan Maluku.
Pada bulan Maret atau April, di malam purnama atau beberapa hari setelahnya,
biota ini mengalami swarming, yakni peristiwa ketika cacing laut dari jenis
tertentu berkerumun dalam jumlah melimpah di sekitar permukaan air untuk
melakukan perkawinan secara eksternal. Pada saat itu, dengan menggunakan
seser tradisional, hewan ini biasa ditangkap oleh penduduk lokal di pantai-
pantai berkarang guna dijadikan sebagai bahan pangan tradisional. Namun
demikian walaupun cacing laor telah lama dikenal oleh masyarakat Maluku
sebagai bagian dari kekayaan sumberdaya hayati lautnya, riset tentang biota
ini masih jarang dilakukan. Semenjak penelitian Horst (1904, 1905) di
perairan Ambon yang berhasil mengidentifikasi hewan tersebut sebagai
Lysidice oele (Eunicidae), catatan penelitian mengenai cacing khas perairan
Maluku ini, 2 Pamungkas, Pengamatan Jenis Cacing Laor (Annelida,
Polychaeta) khususnya yang dikerjakan oleh peneliti lokal, masih tergolong
langka. Ini membuat potensi ekonomi cacing laor, sampai dengan saat ini,
masih belum tergali. Padahal, di beberapa negara maju, cacing laut Polychaeta
telah menjadi komoditas ekspor yang mampu menambah sumber devisa
negara. Negara Inggris, misalnya, cacing laut Polychaeta dari jenis Nereis

24
virens (Nereidae) dijual secara komersial ke beberapa negara lain sebagai
pakan alami bagi beberapa jenis biota laut. Cacing laut khas Inggris tersebut
terbukti kaya akan protein sehingga baik bagi pertumbuhan ikan dan udang-
udangan (Ager, 2004). Salah satu aspek yang belum banyak dikaji mengenai
cacing laor ialah perihal kekayaan jenisnya. Sejauh ini, jenis cacing laor yang
dikenal di perairan Maluku hanyalah Lysidice oele. Padahal, ada indikasi
bahwa pada saat swarming, cacing laut Polychaeta yang muncul ke permukaan
perairan untuk melangsungkan reproduksi tidak hanya satu jenis. Monk et al.
(1997), misalnya, dalam penelitiannya di perairan Lombok, Sumba, dan
Ambon melaporkan ada 4 jenis cacing laut Polychaeta yang menunjukkan
fenomena swarming, yakni Eunice siciliensis, E. viridis, Licydice collaris, dan
Dendronereides heteropoda. Sementara di perairan Kyushu, Jepang, Hanafiah
et al. (2006) melaporkan ada 4 jenis cacing laut Polychaeta yang juga
memperlihatkan fenomena swarming, yakni Hediste japonica, H. diadroma,
Tylorrhynchus osawai, dan Nectoneanthes oxypoda. Dengan adanya
informasi-informasi tersebut, pengamatan jenis cacing laor yang muncul di
perairan Maluku menjadi penting untuk dilakukan guna mengungkap
kekayaan sumber daya hayati khas perairan Maluku tersebut. Selain kekayaan
jenis, aspek biologi reproduksi cacing laor di perairan Maluku juga belum
banyak dikaji. Padahal, pengetahuan tentang aspek biologi reproduksi cacing
laor dapat menjadi langkah awal untuk mengetahui potensi usaha budidaya
biota laut tersebut. Ini mengingat, pada bisnis akuakultur, cacing laut
Polychaeta dari jenis Nereis virens yang secara alami hanya memijah sekali
dalam setahun (periode perkawinannya mirip dengan cacing laor), dapat
dimanipulasi agar mampu memijah seminggu sekali pada skala laboratorium
(Shoreline Polychaetes Farms LLP, 2009). Perairan Desa Latuhalat, Pulau
Ambon, Maluku, merupakan salah satu daerah pantai yang berkarang. Setiap
tahunnya, di musim tertentu, wilayah tersebut menjadi zona perkawinan bagi
jutaan cacing laor. Dengan demikian, perairan tersebut merupakan salah satu
tempat yang cukup ideal untuk digunakan sebagai lokasi penelitian cacing

25
laor. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui jenis-jenis cacing laor di
perairan Desa Latuhalat; dan (2) mengetahui aspek reproduksi cacing laor.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan: (1)
jenis cacing laor yang ditemukan di perairan Desa Latuhalat adalah Nereis sp.
dan jenis lain yang belum teridentifikasi karena ketiadaan organ kepala; (2)
cacing laor di perairan Desa Latuhalat melakukan reproduksi secara epitoky
serta dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan memunculkan seluruh
tubuhnya yang telah matang kelamin ke permukaan air (epitoke sepenuh
badan), dan kedua, melalui pemisahan bagian epitoke dari atokenya. Epitoke
muncul ke permukaan air untuk melakukan perkawinan secara eksternal,
sedangkan atoke tertinggal di dasar perairan. Merujuk pada hasil penelitian
yang didapat, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: (1)
perlu dipikirkan mengenai teknik sampling yang bisa digunakan untuk
mendapatkan bagian atoke dari cacing laor yang Jurnal TRITON Volume 5,
Nomor 2, Oktober 2009, hal. 1 10 9 tertinggal di dasar perairan; (2) perlunya
kerja sama dengan taksonomist (polychaeta) sehingga sampel bisa
diidentifikasi secara akurat sampai ke tingkat spesies guna mendapatkan
kemungkinan adanya new record species dari cacing laor; (3) perlunya
penelitian dalam lingkup lokasi yang lebih luas dan representatif guna
mengungkap seberapa banyak kekayaan spesies cacing laor yang ada di
perairan Maluku; dan (4) dengan diketahuinya aspek reproduksi cacing laor
dan prinsip-prinsip budidaya polychaeta secara umum, usaha pembudidayaan
cacing laor semestinya dapat mulai segera dicoba.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Annelida merupakan hewan simetris bilateral, mempunyai sistem
peredaran darah yang tertutup dan sistem syaraf yang tersusun seperti tangga tali.
Pembuluh darah yang utam membujur sepanjang bagian dorsal sedangkan sistem
syaraf terdapat pada bagian ventral. Telah diketemukan 7.000 species yang hidup
di air tawar, laut dan tanah. Contoh annelida adalah cacing tanah (Pheretima)
cacing ini hidup di tanah, makananya berupa sisa tumbuhan dan hewan. Charles
Darwin ahli biologi yang termahsur adalah orang yang pertama kali menyatakan
bahwa cacing tanah mempunyai peranan yang penting dalam
menggemburkan/menyuburkan tanah. Karena hidup di dalam tanah, cacing ini
membuat liang-liang sehingga tanah menjadi berpori dan mudah diolah. Cacing
tanah juga mencampur dedaunan dengan tanah, jadi menaikan kandungan humus
tanah.
Cacing-cacing anggota filum ini tubuhnya beruas-ruas. Beberapa organ
(misalnya pencernaan) membentang sepanjang tubuh. Organ yang lain seperti
saluran pembuangan, ada di setiap ruas. Annelida mempunyai rongga tubuh atau
coelem.Rongga ini tidak saja berisi organ-organ yang terbentuk dari mesoderm
tetapi juga dilapisi oleh lapisan mesoderm. Sebagian besar anelida hidup dilaut,
yaitu diliang-liang atau dibawah karang yang dekat dengan pantai, misalnya
neries. Golongan lain dari annelida yang banyak dikenal adalah lintah pengisap
darah. Lintah mempunyai balik penghisap dikedua ujung badanya. Batil
penghisap posterior dipergunakan untuk melekatkan diri pada inang, sedangkan
batil penghisap anterior dipergunakan untuk menghisap darah. Annelida adalah
filum luas yang terdiri dari cacing bersegmen, dengan sekitar 15.000 spesies
modern, antara lain cacing tanah dan lintah. Filum ini ditemukan di sebagian besar
lingkungan basah, seperti air tawar dan di laut. Panjang anggotanya mulai dari
dibawah satu milimeter sampai tiga meter. Filum ini dikelompokkan menjadi tiga
kelas yaitu Polychaeta, Oligochaeta, dan Hirudenia.

27
Colenterata merupakan hewan yang memiliki rongga. Termasuk hewan
diploblastik, tubuh simetri radial. Lapisan selnya terdiri dari ektoderm dan
endoderm. Antara ekstoderm dan endoderm terdapat mesoglea. Pada tubuh bagian
atas terdapat mulut, yang dikelilingi tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat
knidoblas (sel penyengat / nematosis). Hidup di air tawar maupun air
laut.Tubuhnya dapat melekat pada dasar perairan. Coelenterata memiliki dua
bentuk, yaitu Polip, hidup soliter (menyendiri) tetapi ada yang berkoloni, tidak
dapat bergerak bebas,melekat pada dasar perairan dan Medusa, dapat
menghasilkan dua macam gamet yaitu gamet jantan dan betina. Medusa dapat
melepaskan diri dari induk dan berenang bebas didalam air. Bentuk seperti payung
dengan tentakel yang melambai lambai.

B. Saran
Adapun saran untuk makalah ini adalah memperbanyak materi
pengetahuan mengenai Annelida dan Coelenterata, Dalam kehidupan seharihari,
secara tidak langsung kita sudah sering menjumpai dan mempelajari hewan
coelenterata ini. Misalnya saja pada cumi-cumi, banyak orang yang membuat
tumis dari cumi-cumi untuk di jadikan lauk dan selain itu juga untuk menambah
nutrisi. Jadi besar harapan kami untuk anda memahami dan mempelajari isi dari
makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat dan bisa menjadi refrensi baru bagi
pembaca serta dapat menambah pengetahuan yg lebih mngenai hewan
coelenterata. Kami sadar bahwa makalah kami ini jauh dari ksempurnaan dan
memiliki banyak kekurangan, maka dari itu kelompok kami membutuhkan kritik
dan saran yang bersifat membangun.

28
DAFTAR PUSTAKA

Kastawi, Yusuf.dkk. 2003. Zoologi Avertebrata. Jica: Malang.


Oemarjati, Boen S dan Wisnu Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata Pengantar
Praktikum Laboratorium. UI Press: Jakarta.
Jasin, M., 1984. Sistematik Hewan Invertebrata dan Vertebrata. Sinar WIjaya.
Surabaya.
Kimball, J.W., 1999. Biologi Jilid II Edisi V. Erlangga : Jakarta.
Marshall, A.J., 1972. Textbooks of Zoology Invertebrata. The Mac Millan Press
LTD : London.
Pamungkas, Joko. 2009. Pengamatan Jenis Cacing Laor (Annelida, Polychaeta)
Di Perairan Desa Latuhalat Pulau Ambon, Dan Aspek Reproduksinya.
Jurnal Triton Volume 5, Nomor 2, Oktober 2009, hal. 1 10 1
Radiopoetra, 1989. Zoologi. FBIO-Universitas Gadjah Madah : Jogjakarta.
Satheeshkumar, P, dkk. 2011. Annelida, Oligochaeta, Megascoleadae, Pontodrilus
Litoralis (Grupe, 1985): First Record From Pondicherry Mangroves,
Southeast Coast Of India. International Journal Of Zoological Research 7
(6): 406-409
Sugiri, N., 1989. Zoologi Avertebrata II. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Wijarni dan Arfiati, D. 1984. Diktat Avertebrata Air. Fakultas Perikanan.
Universitas Brawijaya : Malang
Yehuda Benayahu, dkk. 2001. New Species of Octocorals (Coelenterata:
Anthozoa) from the Penghu Archipelago, Taiwan. Zoological Studies
50(3): 350-362 (2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/picture/annelida

29

Anda mungkin juga menyukai