Anda di halaman 1dari 3

Filsafat Surat Al-Alaq: Sebuah Revolusi Moral Bab 1

Label: Islamic
Bacalah...

Dan (engkau akan mengetahui) bahwa penguasamu adalah zat yang Maha
Pemurah.

Pada ayat satu, Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad SAW untuk
membaca, akan tetapi obyek bacaannya menyangkut hal-hal yang diciptakan oleh
Allah. Sedangkan pada ayat ini obyek bacanya adalah hal-hal yang berhubungan
dengan kemurahan Allah.

Untuk mengetahui suatu hal yang mengandung kemurahan Allah, diperlukan


definisi yang jelas, dengan definisi tersebut akan memudahkan kita dalam
membaca sesuatu yang bernilai kemurahan, khususnya kemurahan Allah SWT.

Merurut tinjahuan bahasa, istilah bahasa dalam surat pertama dan


kedua,menggambarkan sebuah kemurahan atau kemuliaan, sedangkan kemurahan
sendiri berasal dari kata murah lawannya tidak mahal. Purwadarminta mengartikan,
ada 3 macam yaitu:

1. Berlimpah-limpah

2. kurang dari harga biasanya

3. kemurahan artinya kelimpahan atau suka memberi tidak pelit.

Kemurahan-murahan Allah itu bisa terbentuk pemberian yang berupa alam,manusia


dan petunjuk dengan segala perangkatnya. Prinsipnya pemberian tersebut dapat
memberikan arti bagi kehidupan manusia, khususnya memberikan perasaaan
kententraman, kenikmatan, keamanan dan keindahan.
Jadi perintah membaca pada surah diatas adalah membaca atau meneliti hal-hal
yang memiliki arti bagi kehidupan manusia.
Hikmah membaca atau meneliti Kemurahan Allah SWT
1. kemurahan Allah pada Alam
Alam disekitar manusia, terdapat 3 bentuk yaitu alam berhayat, alam tumbuhan
dan alam binatang. Ketiga alam tersebut jika diteliti banyak memiliki potensi dan
arti bagi kehidupan manusia. Pada dunia kesehatan, teknologi, sipil, dan fashion,
banyak melibatkan alam tak berhayat, sedang untuk kehidupan, kenikmatan,
kesehatan, kesenian peranan alam tumbuhan dan alam binatang sangat dominan,
akan tetapi disamping memiliki potensi yang bisa mententramkan kehidupan
manusia, juga memiliki potensi bencana apabila manusia keliru atau tidak dalam
mengelolanya.

Sehingga dengan membaca alam, akan berakibat bagi manusia untuk meninggikan
potensi alam bagi kehidupan dan kesejateraan umat manusia dan berusaha
menghilangkan / melemahkan potensi yang dapat menimbulkan bencana bagi
manusia. Apabila kita kaji lebih mendalam sifat alam yang demikian, manusia akan
menggunkan tenaga dan pikirannya untuk bergerak dan maju, menuju
kesempurnaan. Sedangkan gerak dan kemajuan tesebut sebenarnya merupakan
keharusan alamiah, tanpa gerak dan kemajuan manusia akan hancur.

Seseorang yang tidak pernah membaca realitas alam dalam kaitanya dengan
kesejaterahan kehidupan umat manusia, dala kaitan ini kemurahan Allah, mereka
tidak akan merasakan kenikmatannya kehidupan alam, nikmatnya pemberihan
Allah, nikmatnya usaha mencari kehidupan alam, dan nikmatnya keberhasilan.
Mereka akan hidup dalam selera rendah, hidup tanpa ketinggian cita-cita, akibatnya
mereka menjadikan kehidupan ini sebagai tempat tidur, alam dengan rumput-
rumputnya bisa sebagai alas tidurnya dan langit sebagai atap rumahnya.

Kemajuan-kemajuan Negara-negara Eropa, karena pengetahuan mereka tentang


alam dalam kaitannya dengan kesejateraan manusia, sangat pesat, sehingga
mereka tidak segan-segan mendapatkan kehidupan diluar negaranya. Kekeliruan
mereka hanya tidak mengkaitkan nikmatnya alam itu dengan kemurahan Allah,
sebagai zat yang menjadikan itu semua, structural ilmiahnya,

mereka tidak mengkaji/meneliti/Iqro terhadap asal usul kehidupan alam, mungkin


juga mereka mengkaji akan tetapi keliru dalam mengambil kesimpulan, akibatnya
mereka hanya mendapatkan kenikmatan alam, kemajuan dalam memodifikasi
nikmat-nikamat alam, tetapi disisi lain,

khususnya pada pengaturan kenikamatan alam secara sosial, mereka mendapatkan


kesulitan, mereka cenderung melakukan monopoli, fanatisme kebangsaan, dan
menderitakan orang lain akibatnya bencan apeperangan senantiasa menyelimuti
mereka, Alam bukan dijadikan untuk kenikmatan umat manusia akan tetapi
dijadikan senjata-senjata penghancur manusia.
(Bersambung)

Dikutip dari Buletin Ulul Albab No.03/Th.II/September 1991


By Iskandar al-Warisy0 komentar

Anda mungkin juga menyukai