Peradilan Di Timur Tengah
Peradilan Di Timur Tengah
Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Indah Nur Hidayati (1711143031)
2. Laily Tazqiah (1711143041)
3. Sukma Choliardika (1711143081)
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
A. Peradilan Islam di Arab Saudi................................................................ 2
B. Peradilan Islam di Mesir.........................................................................
C. Peradilan Islam di Lebanon....................................................................
D. Peradilan Islam di Suriah........................................................................
E. Peradilan Islam di Yordania....................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah mengatur masalah kemaslahatan umat di dunia ini secara
sistematis, dari hal yang terkecil sampai kepada kerumitan suatu perkara, seperti
hukum yang erat kaitannya dengan keadilan. Berbicara mengenai keadilan, tentunya
tidak akan lepas dari adanya peradilan itu sendiri.
Peradilan merupakan Pranata Hukum sebagai bagian dari hukum untuk
memenuhi kebutuhan penegakkan hukum dan keadilan. Dimana Peradilan
diidentifikasikan sebagai pranata hukum.
Pengadilan merupakan organisasi yang menyelenggarakan penegakan hukum
dan keadilan tersebut, sebagai pelaksana sebagian kekuasaan negara, yaitu kekuasaan
kehakiman.
Pada makalah ini akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai peradilan
Islam di Timur Tengah, khususnya untuk wilayah Arab Saudi, Mesir, Lebanon,
Suriah dan Yordania.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peradilan Islam di Arab Saudi ?
2. Bagaimana peradilan Islam di Mesir ?
3. Bagaimana peradilan Islam di Lebanon ?
4. Bagaimana peradilan Islam di Suriah ?
5. Bagaimana peradilan Islam di Yordania ?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk memahami peradilan Islam di Arab Saudi.
2. Untuk memahami peradilan Islam di Mesir.
3. Untuk memahami peradilan Islam di Lebanon.
4. Untuk memahami peradilan Islam di Suriah.
5. Untuk memahami peradilan Islam di Yordania.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
istiadat yang berlaku di masing-masing kabilah (suku) untuk menjadi pedoman
utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Dalam peradilan jahiliah, istilah yang mereka pakai dalam menyebut qadha
adalah hukumah, sedangkan qadhi mereka sebut hakam. Setiap kabilah memiliki
hakam sendiri dan hukuman (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri
sendiri kecuali bagi suku Quraisy.
Dalam menyelenggarakan peradilan tempat-tempat yang dipakai untuk
memutuskan perkara, siding-sidangnya dapat dilakukan di mana saja. Seperti di
bawah pepohonan atau kemah-kemah yang didirikan.
3. Macam-macam Peradilan di Masa Jahiliah
Ada beberapa bentuk penyelenggaraan peradilan pada masa jahiliah. Antara lain:
1. Badan hukum (Lembaga Kehakiman). Badan hukum ini dipegang oleh Banu
Saham, yaitu satu golongan diantara golongan-golongan Quraisy. Bila ada
persengketaan pada orang-orang Quraisy merka datang ke Makkah
mengadukan perkaranya kepada Banu Saham.
2. Badan Ihtikan dan Qurah (paranormal dan undian). Dalam suatu kondisi
kaum jahiliah terbiasa menyelesaikan kasus ataupun masalah mereka dengan
mendatangi paranormal (ikhtikan), para dukun (kahin), dan tukang ramal
(arraf) yang diyakini masyarakat Arab waktu itu memiliki kelebihan
pengetahuan perihal rahasia-rahasia gaib baik malalui ketajaman firasat atau
melalui hubungan dan kongsi dengan para jin.
3. Dewan Mazhalim. Dewan Mazhalim adalah para arbritator yang dikenal bijak
dalam menyelesaikan persengketaan. Dewan ini ditiru bangsa Arab dari bansa
Persia. Akan tetapi, keberadaan dan keputusan para arbitrator masyarakat
Arab pra Islam ini bersifat subyektif. Keputusannya pun tidak sepenuhnya
mengikat karena mereka sendiri tidak mempunyai peraturan untuk
mengeksekusi keputusan-keputusan mereka. Orang yang bersengketa tidak
diharuskan untuk datang kepada para arbitrator ketika menemukan
perselisihan, dan tidak pula harus tunduk menerima keputuan mereka.
Sebenarnya peradialan zaman jahiliah telah ada walaupun masih bersifat
kesukuan artinya peraturan itu hanya berlaku bagi suku itu sendiri.
4. Dasar Hukum Arab Saudi
Bagi Arab Saudi, Al-quran merupakan undang-undang dasar Negara dan
syariat yang diterapkan oleh mahkama-mahkam syariat sebagai hukum, ulama
3
sebagai hakim dan penasihat-penasihat hukumnya. Kepala Negara adalah raja yang
dipilih oleh dan dari keluarga besar Saudi. Dalam jabatannya, raja merupakan
keluarga besar yang terdiri dari lebih empat pangeran yang dituakan diantara kepala-
kepala suku dan kabilah dalam wilayah kerajaan. Raja dibantu oleh suatu dewan
menteri mengawasi lembaga-lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif.
5. Syariat dalam Prespektif Arab Saudi
Al-Quran adalah undang-undang tertulis bagi kerajaan Arab Saudi,
konsekunsi logi dari pendirian tersebut adlah Negara tersebut telah menyatakan diri
terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam atau hukum Islam. Karena itu,
Kerajaan Arab Saudi berkewajiban menerapkan semua ketentuan syariat dalam
Islam.
Pengertian syariat Islam menurut kerajaan Arab Saudi tidak terbatas pada
aturan-aturan yang bersumber pokok dari Al-quran an sunnah Nabi tetapi peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah pokok Islam menjadi bagian dari syariat Islam.
Dengan kata lain, tidak mungkin terjadi suatu peraturan atau suatu undang-undang
yang isinya bertentangan atau tidak sesuai dengan Al-quran dan sunnah.2
Kerajaan Arab Saudi adalah suatu Negara yang dengan tegas menyatakan
mendasarkan pemerintahannya pada hukum Islam. Oleh karena itu, Negara ini dapat
diartikan sebagai Negara Islam yang hakiki, dengan konsekuensi wajib menjalankan
semua prinsip-prinsip nomokrasi Islam yang digariskan dalam Al-quran dan
dicontohkan dalam sunnah Nabi Muhammad.
6. Wajah Peradilan Arab Saudi Sekarang
Terbentuknya peradilan Arab Saudi dengan berlakunya syaiat Islam adalah
tidak lepas dari peran Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman as-Saud yang membaiat
wilayah-wilayah. Negara Arab Saudi terbentuk pada tahun 1932. Amir Abdul Aziz
Saud telah berhasil menyatukan berbagai provinsi di bawah satu bendera.
Adapun wewenang peradilan yang sesuai dengan tingkatan, yaitu sebagai
berikut:
a. Majelis Pengadilan Tinggi
Majelis ini mempunyai 11 anggota sebagai berikut:
2
H.A. Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.170.
4
1. Lima orang anggota yang kosong (Mufarigin) dengan derajat sebagai ketua
pertimbangan, mereka dan ketuanya dipilih dengan keputusan kerajaan dan
mereka anggota tetap dalam majelis pengadilan tinggi.
2. Lima oranh yang anggotanya tidak kosong (Ghairu Mufarigin). Mereka
adalah ketua pengadilan pertimbangan atau wakilnya dan wakil menteri
kehakiman, tiga lainnya dari ketua pengadilan umum di kota Makkah, Madinah,
Riyadh, Jeddah, Damman, Jazan.
b. Pengadilan Pertimbangan
Pengadilan ini terdapat di kota Riyadh dan bisa membuka cabang sesuai
kebutuhan. Lembaga ini mempunyai anggota yang terdiri dari ketua dan
beberapa orang hakim yang disebut wakil-wakil ketua. Kewenangan lemabaga
ini adalah meneliti semua hukum-hukum yang dikeluarkan oleh para hakim
pengadilan yang disesuaikan dengan aturan-aturan syariat. Pengadilan ini
diputuskan oleh tiga orang hakim, sedangkan perkara qishash, pemotongan, dan
rajam diputuskan oleh lima hakim.
c. Pengadilan Umum
Kewenangan lembaga ini adalah memeriksa seluruh perkara perselisihan dan
muamalah sesuai dengan hukum syariat Islam. Semua perkaa yang diterbitkan
oleh raja atau wakilnya merupakan perkara di luar kewenangannya dari
pengadilan. Pengadilan ini diutuskan oleh seorang hakim kecuali perkara yang
menyangkut qishash, pemotongan, rajam dan perkara yang dikenakan hukum
had maka diputuskan oleh tiga hakim.
d. Pengadilan Cabang
Kewenangan lemabga ini mengamati semua tuntutan yang berkenaan dengan
harta yang tidak lebih dari 800.000 riyal, kecuali perkara-perkara mennyangkut
urusan suami istri, nafkah, harta yang tidak bergerak, pidana yang tidak lebih
dari ukuran pengganti, dan peringatan had yang tidak sampai dipotong.
Pengadilan ini diputuskan oleh satu orang hakim.
7. Independensi Hakim
Implementasi prinsip keadilan dapat pula dilihat pada eksistensi pengadilan
yang tidak dipengaruhi oleh badan eksekutif. Implementasi prinsip persamaan di
Kerajaan Arab Saudi tidak pernah bersikap dan bertindak diskriminatif terhadap
seseorang hanya karena asal-usul dan jenis kelamin.
Hakim tidak lagi dipengaruhi penguasa sehingga mampumenjaga keadilan
dalam berbagai perkara. Pemilihan hakim sering digunakan pada zaman sekarang
5
melalui dua cara, yaitu pertama, dengan pemilihan oleh masyarakat. Cara ini
memiliki dua jalan sebagai berikt:
a. Doktrin yang mewajibkan memilihseorang hakim dengan cara pemilihan umum
atas satu atau dua tingkatan dan pada waktu yang terbatas.
b. Dengan jalan memilih salah satu diantara hakim, pengacara, dan sarjana-sarjana
hukum.
Kedua, dengan cara ditentukan oleh penguasa. Hal ini dilakukan dengan dua
cara yaitu sebagai berikut:
a. Hakim ditentukan oleh penguasa yang sedang bekuasa, seperti Raja Abdul Aziz
memilih langsung seorang yang memiliki ilmu, kecerdasan, akhlak mulia, dan
amanat.
b. Memberi kewenangan kepada lembaga peradilan dan memilih hakim.
6
perwakilan di Mahkamah Mukhalitah sebagai akibat dikeluarkannya Undang-undang
Perdata Mesir tahun 1876. Undang-undang itu dinamakan undang-undang perdata
campuran.
Tahun 1833 dikeluarkan peraturan lain yang mengatur tentang orang Mesir
atau orang asing yang tidak mempunyai hak istimewa. Peraturan ini dinamakan
undang-undang Perdata Ahliyah.
Kedua undang-undang di atas dikatakan sebagai undang-undang reformasi
meskipun banyak sekali kekurangannya. Kekurangan yang jelas nyata bahwa
undang-undang itu diadopsi secara buta tanpa memperhatikan keadaan yang
diperlukan. Hal ini karena mereka / qadhi membutuhkan undang-undang yang
dianggap modern. Kemudian undang-undang itu diperbaiki. Perbaikan itu memakan
waktu yang cukup lama. Tahun 1984 undang-undang itu selesai disusun dimana
syariat Islam mulai banyak dipakai di dalamnya.
Dari berbagai macam undang-undang di atas, Muhammadd Salam Madkur
menyebutkan ada lima peradilan yang timbul pada masa itu:
1. Peradilan Syari. ini adalah peradilan tertua dan sumber hukumnya adlah fiqh
Islami.
2. Peradilan Campuran, yang didirikan pada tahun 1875. Sumbernya adalah
undang-undang asing (campuran).
3. Peradilan Ahli. Didirikan pada tahun 1883. Sumbernya adalah UU Ahli.
4. Peradilan Milly (Peradilan Agama di luar Islam). Sumbernya adalah agama
yang bersangkutan.
5. Peradilan Qunsuli (Peradilan Negara Asing).
7
Periode kedua, pada masa ini peradilan tidak jauh berbda dengan periode
pertama, namun ada beberapa hal yang menarik di periode ini. Keputusan-keputusan
qadhi dalam menyelesaikan suatu perkara, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh
qadhi tersebut.
Periode ketiga, ketika Said Pasya memerintah Mesir. Beliau meminta kepada
khalifah supaya hak menentukan atau mengangkat qadhi di Mesir diserahkan
kepadanya. Khalifah memberikan hak dan kewenangan mengangkat qadhi untuk
daerah-daerah dan wilayah Mesir, sedangkan qadhi kota Mesir tetap diangkat dan
ditetapkan khalifah. Kemudian pada masa Ismail Pasya, barulah diserakan secara
penuh dlam hal pengangkatan qadhi Mesir.
4
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012) .hlm 179
8
Sebelum perang dunia, Suriah juga berada di bawah kekuasaan Daulah
Utsmani seperti Lebanon. Suriah pernah menjadi wilayah kekuasaan berbagai
bangsa, mulai dari berada dibawah kekuasaan bangsa Funisia sebagai nenek moyang
mereka, lalu dibawah kekuasaan bangsa Mesir pada tahun 1600SM, bangsa Aranea
pada 1200SM yang pada saat itu menamai wilayah kekuasaannya Suriah serta
mendirikan kota Damaskus sebagai pusat kegiatan dan tempat tinggal
masyarakatnya.5
5
https://hbmulyana.wordpress.com/2008/02/19/sejarah-mengenai-suriah-dan-lebanon/ diakses pada
tanggal 14 November 2015 pukul 16.50
6
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012).hlm 180-181
9
Sebagaimana Lebanon dan suriah, yordania dan palestina memberlakukan
tasyri bagi kedua Negara ini. Oleh karna itu, pada 1946 dan tahun 1951 di yordania
dikeluarkan peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut
7
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012), hlm. 181
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa peradilan di timur tengah
meliputi peradilan Arab Saudi, Mesir, Lebanon, Suriah dan Yordania. Adapun
peradilan di Arab Saudi terbagi menjadi dua yaitu peradilan pada masa arab pra islam
dan peradilan arab sekarang. Bagi masyarakat Arab zaman jahiliah pra Islam dapat
dikataakn belum memiliki bentuk maupun system peradilan yang mapan. Mereka
juga tidak mempunyai sulthah tasyriiyah (badan legislatif) yang menyusun dan
membuat undang-undang atau hukum tertentu semacamnya yang dapat dijadikan
referensi dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan persengketaan yang sering
terjadi diantara mereka. Namun, mereka telah memiliki qadhi untuk menyelesaikan
sngketa diantara mereka. Dan Terbentuknya peradilan Arab Saudi dengan berlakunya
syaiat Islam adalah tidak lepas dari peran Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman as-
Saud yang membaiat wilayah-wilayah. Sedangkan peradilan Mesir Hasbi ash-
Shiddieqi membagi sejarah peradilan di Mesir dalam tiga periode: Periode pertama,
ketika Islam telah menyebar semakin luas, Amr bin Ash mengangkat Usman bin
Qais. Inilah qadhi pertama di Mesir. periode kedua : Keputusan-keputusan qadhi
dalam menyelesaikan suatu perkara, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh qadhi
tersebut. Dan periode ketiga pada masa Ismail Pasya, barulah diserakan secara penuh
dlam hal pengangkatan qadhi Mesir. Sebagaimana dengan pradilan Lebanon dan
suriah, yordania dan palestina memberlakukan tasyri bagi kedua Negara ini.
11
DAFTAR PUSTAKA
12