Anda di halaman 1dari 16

Peradilan Islam di Timur Tengah (Arab Saudi, Mesir,

Lebanon, Suriah dan Yordania)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradilan Islam


Dosen Pengampu : Rohmawati, MA.

Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Indah Nur Hidayati (1711143031)
2. Laily Tazqiah (1711143041)
3. Sukma Choliardika (1711143081)

FAKULTAS SYARIAH & ILMU HUKUM


HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TULUNGAGUNG
November 2015

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul Peradilan Islam di Timur
Tengah (Arab Saudi, Mesir, Lebanon, Suriah dan Yordania) dengan tepat waktu.
Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
yang kita tunggu syafaatnya di yaumul akhir.
Tujuan dan maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradilan Islam pada semester III (tiga), serta
diharapkan dapat meperdalam pengetahuan dan pemahaman terhadap materi yang
akan dikaji.
Makalah ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Bu Rohmawati, MA., selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradilan
Islam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini,
2. Teman-teman yang memberikan tanggapan dan masukan, serta
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati kami mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan, untuk itu kami ucapkan terima
kasih.

Tulungagung, November 2015

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
A. Peradilan Islam di Arab Saudi................................................................ 2
B. Peradilan Islam di Mesir.........................................................................
C. Peradilan Islam di Lebanon....................................................................
D. Peradilan Islam di Suriah........................................................................
E. Peradilan Islam di Yordania....................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................


A. Kesimpulan.............................................................................................
B. Kritik dan Saran......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam telah mengatur masalah kemaslahatan umat di dunia ini secara
sistematis, dari hal yang terkecil sampai kepada kerumitan suatu perkara, seperti
hukum yang erat kaitannya dengan keadilan. Berbicara mengenai keadilan, tentunya
tidak akan lepas dari adanya peradilan itu sendiri.
Peradilan merupakan Pranata Hukum sebagai bagian dari hukum untuk
memenuhi kebutuhan penegakkan hukum dan keadilan. Dimana Peradilan
diidentifikasikan sebagai pranata hukum.
Pengadilan merupakan organisasi yang menyelenggarakan penegakan hukum
dan keadilan tersebut, sebagai pelaksana sebagian kekuasaan negara, yaitu kekuasaan
kehakiman.
Pada makalah ini akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai peradilan
Islam di Timur Tengah, khususnya untuk wilayah Arab Saudi, Mesir, Lebanon,
Suriah dan Yordania.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana peradilan Islam di Arab Saudi ?
2. Bagaimana peradilan Islam di Mesir ?
3. Bagaimana peradilan Islam di Lebanon ?
4. Bagaimana peradilan Islam di Suriah ?
5. Bagaimana peradilan Islam di Yordania ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Untuk memahami peradilan Islam di Arab Saudi.
2. Untuk memahami peradilan Islam di Mesir.
3. Untuk memahami peradilan Islam di Lebanon.
4. Untuk memahami peradilan Islam di Suriah.
5. Untuk memahami peradilan Islam di Yordania.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peradilan Islam di Arab Saudi


1. Kondisi Bangsa Arab Sebelum Islam
Secara geografis, Negara Arab digambarkan seperti empat persegi panjang
dan berakhir di Asia Selatan. Negara Arab dikelilingi oleh berbagai Negara: sebelah
utara olej Syiria, sebelah timur oleh Nejd, sebelah barat oleh Yaman, dan sebelah
selatan oleh Laut Erit. Karena letak geografisnya sangat strategis, maka kehidupan
perekonomian mereka berjalan sangat lancar. Mereka dikenal sebagai pedagang yang
berpengalaman di wilayah sekitarnya, terutama bagi orang yang hidup di kota.
Dibidang pertanian, bangsa Arab dikenal dalam pertanian dan peternakan, terutama
bagi orang-orang desa. Selain itu, kehidupan mereka sering berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain. Karena sebagian beasr wilayahnya dikelilingi ileh gurun
pasir yang sangat luas, maka sangat memengaruhi cara hidp mereka, sehingga
terkenal sebagai orang yang zalim dank keras.
Dalam bidang hukum bangsa Arab pra Islam menjadikan adat sebagai hukum
dengan berbagai bentuknya. Dalam perkawinan saja ada beberapa macam bentuk
seperti: istibdha, poliandri, maqthu, badal, dan shighar. Meskipun demikian masih
ada sebagian kecil bangsa Arab yang mempertahankan akidahnya dengan mengikuti
ajaran Ibrahim. Mereka disebut al-hunafa.
2. Peradilan pada Masa Jahiliah
Kata jahiliah dari bahasa Arab jahila yang berarti kebodohan. Menurut
istilah berarti berarti penyembahan berhala (watsaniyah) di Semenanjung Arabia pra
Islam. Istilah jahiliah menggambarkan masa kebodohan atau masa kegelapan. Ketika
itu bangsa Arab tidak memiliki aturan hukum, Nabi dan kitab suci.
Bagi masyarakat Arab zaman jahiliah pra Islam dapat dikataakn belum
memiliki bentuk maupun system peradilan yang mapan. Mereka juga tidak
mempunyai sulthah tasyriiyah (badan legislatif) yang menyusun dan membuat
undang-undang atau hukum tertentu semacamnya yang dapat dijadikan referensi
dalam menyelesaikan berbbagai persoalan dan persengketaan yang sering terjadi
diantara mereka.1 Namun, mereka telah memiliki qadhi untuk menyelesaikan sngketa
diantara mereka. Mereka pada umumnya berpegang pada tradisi (kebiasaan) dan adat
1
Alaiddin Koto, Sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.29.

2
istiadat yang berlaku di masing-masing kabilah (suku) untuk menjadi pedoman
utama dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Dalam peradilan jahiliah, istilah yang mereka pakai dalam menyebut qadha
adalah hukumah, sedangkan qadhi mereka sebut hakam. Setiap kabilah memiliki
hakam sendiri dan hukuman (badan peradilan) bagi mereka tidak ada yang berdiri
sendiri kecuali bagi suku Quraisy.
Dalam menyelenggarakan peradilan tempat-tempat yang dipakai untuk
memutuskan perkara, siding-sidangnya dapat dilakukan di mana saja. Seperti di
bawah pepohonan atau kemah-kemah yang didirikan.
3. Macam-macam Peradilan di Masa Jahiliah
Ada beberapa bentuk penyelenggaraan peradilan pada masa jahiliah. Antara lain:
1. Badan hukum (Lembaga Kehakiman). Badan hukum ini dipegang oleh Banu
Saham, yaitu satu golongan diantara golongan-golongan Quraisy. Bila ada
persengketaan pada orang-orang Quraisy merka datang ke Makkah
mengadukan perkaranya kepada Banu Saham.
2. Badan Ihtikan dan Qurah (paranormal dan undian). Dalam suatu kondisi
kaum jahiliah terbiasa menyelesaikan kasus ataupun masalah mereka dengan
mendatangi paranormal (ikhtikan), para dukun (kahin), dan tukang ramal
(arraf) yang diyakini masyarakat Arab waktu itu memiliki kelebihan
pengetahuan perihal rahasia-rahasia gaib baik malalui ketajaman firasat atau
melalui hubungan dan kongsi dengan para jin.
3. Dewan Mazhalim. Dewan Mazhalim adalah para arbritator yang dikenal bijak
dalam menyelesaikan persengketaan. Dewan ini ditiru bangsa Arab dari bansa
Persia. Akan tetapi, keberadaan dan keputusan para arbitrator masyarakat
Arab pra Islam ini bersifat subyektif. Keputusannya pun tidak sepenuhnya
mengikat karena mereka sendiri tidak mempunyai peraturan untuk
mengeksekusi keputusan-keputusan mereka. Orang yang bersengketa tidak
diharuskan untuk datang kepada para arbitrator ketika menemukan
perselisihan, dan tidak pula harus tunduk menerima keputuan mereka.
Sebenarnya peradialan zaman jahiliah telah ada walaupun masih bersifat
kesukuan artinya peraturan itu hanya berlaku bagi suku itu sendiri.
4. Dasar Hukum Arab Saudi
Bagi Arab Saudi, Al-quran merupakan undang-undang dasar Negara dan
syariat yang diterapkan oleh mahkama-mahkam syariat sebagai hukum, ulama

3
sebagai hakim dan penasihat-penasihat hukumnya. Kepala Negara adalah raja yang
dipilih oleh dan dari keluarga besar Saudi. Dalam jabatannya, raja merupakan
keluarga besar yang terdiri dari lebih empat pangeran yang dituakan diantara kepala-
kepala suku dan kabilah dalam wilayah kerajaan. Raja dibantu oleh suatu dewan
menteri mengawasi lembaga-lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif.
5. Syariat dalam Prespektif Arab Saudi
Al-Quran adalah undang-undang tertulis bagi kerajaan Arab Saudi,
konsekunsi logi dari pendirian tersebut adlah Negara tersebut telah menyatakan diri
terikat dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam atau hukum Islam. Karena itu,
Kerajaan Arab Saudi berkewajiban menerapkan semua ketentuan syariat dalam
Islam.
Pengertian syariat Islam menurut kerajaan Arab Saudi tidak terbatas pada
aturan-aturan yang bersumber pokok dari Al-quran an sunnah Nabi tetapi peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang dan tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah pokok Islam menjadi bagian dari syariat Islam.
Dengan kata lain, tidak mungkin terjadi suatu peraturan atau suatu undang-undang
yang isinya bertentangan atau tidak sesuai dengan Al-quran dan sunnah.2
Kerajaan Arab Saudi adalah suatu Negara yang dengan tegas menyatakan
mendasarkan pemerintahannya pada hukum Islam. Oleh karena itu, Negara ini dapat
diartikan sebagai Negara Islam yang hakiki, dengan konsekuensi wajib menjalankan
semua prinsip-prinsip nomokrasi Islam yang digariskan dalam Al-quran dan
dicontohkan dalam sunnah Nabi Muhammad.
6. Wajah Peradilan Arab Saudi Sekarang
Terbentuknya peradilan Arab Saudi dengan berlakunya syaiat Islam adalah
tidak lepas dari peran Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman as-Saud yang membaiat
wilayah-wilayah. Negara Arab Saudi terbentuk pada tahun 1932. Amir Abdul Aziz
Saud telah berhasil menyatukan berbagai provinsi di bawah satu bendera.
Adapun wewenang peradilan yang sesuai dengan tingkatan, yaitu sebagai
berikut:
a. Majelis Pengadilan Tinggi
Majelis ini mempunyai 11 anggota sebagai berikut:

2
H.A. Basiq Djalil, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm.170.

4
1. Lima orang anggota yang kosong (Mufarigin) dengan derajat sebagai ketua
pertimbangan, mereka dan ketuanya dipilih dengan keputusan kerajaan dan
mereka anggota tetap dalam majelis pengadilan tinggi.
2. Lima oranh yang anggotanya tidak kosong (Ghairu Mufarigin). Mereka
adalah ketua pengadilan pertimbangan atau wakilnya dan wakil menteri
kehakiman, tiga lainnya dari ketua pengadilan umum di kota Makkah, Madinah,
Riyadh, Jeddah, Damman, Jazan.
b. Pengadilan Pertimbangan
Pengadilan ini terdapat di kota Riyadh dan bisa membuka cabang sesuai
kebutuhan. Lembaga ini mempunyai anggota yang terdiri dari ketua dan
beberapa orang hakim yang disebut wakil-wakil ketua. Kewenangan lemabaga
ini adalah meneliti semua hukum-hukum yang dikeluarkan oleh para hakim
pengadilan yang disesuaikan dengan aturan-aturan syariat. Pengadilan ini
diputuskan oleh tiga orang hakim, sedangkan perkara qishash, pemotongan, dan
rajam diputuskan oleh lima hakim.
c. Pengadilan Umum
Kewenangan lembaga ini adalah memeriksa seluruh perkara perselisihan dan
muamalah sesuai dengan hukum syariat Islam. Semua perkaa yang diterbitkan
oleh raja atau wakilnya merupakan perkara di luar kewenangannya dari
pengadilan. Pengadilan ini diutuskan oleh seorang hakim kecuali perkara yang
menyangkut qishash, pemotongan, rajam dan perkara yang dikenakan hukum
had maka diputuskan oleh tiga hakim.
d. Pengadilan Cabang
Kewenangan lemabga ini mengamati semua tuntutan yang berkenaan dengan
harta yang tidak lebih dari 800.000 riyal, kecuali perkara-perkara mennyangkut
urusan suami istri, nafkah, harta yang tidak bergerak, pidana yang tidak lebih
dari ukuran pengganti, dan peringatan had yang tidak sampai dipotong.
Pengadilan ini diputuskan oleh satu orang hakim.
7. Independensi Hakim
Implementasi prinsip keadilan dapat pula dilihat pada eksistensi pengadilan
yang tidak dipengaruhi oleh badan eksekutif. Implementasi prinsip persamaan di
Kerajaan Arab Saudi tidak pernah bersikap dan bertindak diskriminatif terhadap
seseorang hanya karena asal-usul dan jenis kelamin.
Hakim tidak lagi dipengaruhi penguasa sehingga mampumenjaga keadilan
dalam berbagai perkara. Pemilihan hakim sering digunakan pada zaman sekarang

5
melalui dua cara, yaitu pertama, dengan pemilihan oleh masyarakat. Cara ini
memiliki dua jalan sebagai berikt:
a. Doktrin yang mewajibkan memilihseorang hakim dengan cara pemilihan umum
atas satu atau dua tingkatan dan pada waktu yang terbatas.
b. Dengan jalan memilih salah satu diantara hakim, pengacara, dan sarjana-sarjana
hukum.
Kedua, dengan cara ditentukan oleh penguasa. Hal ini dilakukan dengan dua
cara yaitu sebagai berikut:
a. Hakim ditentukan oleh penguasa yang sedang bekuasa, seperti Raja Abdul Aziz
memilih langsung seorang yang memiliki ilmu, kecerdasan, akhlak mulia, dan
amanat.
b. Memberi kewenangan kepada lembaga peradilan dan memilih hakim.

B. Peradilan Islam di Mesir


1. Sekilas tentang Mesir
Mesir adalah sebuah Negara republik disudut Timur Laut Benua Afrika.
Negara ini berbatasan dengan Laut Tengah (utara), Laut Merah (timur), Sudan
(Selatan), dan Libia (barat). Luas daerahnya sekitar 1.001.450 km2 dengan kelompok
etnik terpenting adalah Mesir, Badui, dan Nubia. Ibu kota negaranya adalah Kairo
dengan bahasa resminya Arab dan Pound Mesir sebagai mata uang.3
Semenjak zaman kuno (400 tahun SM) Mesir telah mempunyai peradaban
yang tinggi. Keran potensi geografis dan buayanya, ketika masuk dalam wilayah
Islam, Mesir segera menjadi daerah yang mempunyai peranan penting dalam sejarah
perkembangan Islam. Islam masuk ke daerah ini pada masa Khalifah Umar bin
Khattab.

2. Sekilas Sejarah Perundang-Undnagn di Mesir


Perundang-undangan mesir mempunyai sejarah yang panjang. Mulai Mesir
Kuno yang dikuasai oleh Firaun yang mengaku sebagai Tuhan tentu semua
kebijakan ditentukan oleh raja, sampai kemuadian dikuasai oleh pemerintah Umar
bin Khattab, lalu masuklah orang Eropa yakni Prancis dipimpin Napoleon yang
mengalahkan Dinasti Turki Usmani tahun 1978. Setelah banyak orang asing (prancis)
tinggal disana, mereka mendapatkan hak istimewa, lalu mengangkat qadhi sebagai
3
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 2005), hlm.21

6
perwakilan di Mahkamah Mukhalitah sebagai akibat dikeluarkannya Undang-undang
Perdata Mesir tahun 1876. Undang-undang itu dinamakan undang-undang perdata
campuran.
Tahun 1833 dikeluarkan peraturan lain yang mengatur tentang orang Mesir
atau orang asing yang tidak mempunyai hak istimewa. Peraturan ini dinamakan
undang-undang Perdata Ahliyah.
Kedua undang-undang di atas dikatakan sebagai undang-undang reformasi
meskipun banyak sekali kekurangannya. Kekurangan yang jelas nyata bahwa
undang-undang itu diadopsi secara buta tanpa memperhatikan keadaan yang
diperlukan. Hal ini karena mereka / qadhi membutuhkan undang-undang yang
dianggap modern. Kemudian undang-undang itu diperbaiki. Perbaikan itu memakan
waktu yang cukup lama. Tahun 1984 undang-undang itu selesai disusun dimana
syariat Islam mulai banyak dipakai di dalamnya.
Dari berbagai macam undang-undang di atas, Muhammadd Salam Madkur
menyebutkan ada lima peradilan yang timbul pada masa itu:
1. Peradilan Syari. ini adalah peradilan tertua dan sumber hukumnya adlah fiqh
Islami.
2. Peradilan Campuran, yang didirikan pada tahun 1875. Sumbernya adalah
undang-undang asing (campuran).
3. Peradilan Ahli. Didirikan pada tahun 1883. Sumbernya adalah UU Ahli.
4. Peradilan Milly (Peradilan Agama di luar Islam). Sumbernya adalah agama
yang bersangkutan.
5. Peradilan Qunsuli (Peradilan Negara Asing).

3. Peradilan Islam di Mesir


Hasbi ash-Shiddieqi membagi sejarah peradilan di Mesir dalam tiga periode:
Periode pertama, ketika Islam telah menyebar semakin luas. Seperti
disebutkan di atas, Mesir masuk dalam wilayah Islam saat pemerintahan Ummar bin
Khattab, dimana Amru bin Ash sebagai gubernur pertamanya. Beberapa lama
setelah menjadi gubernur, khalifah meminta Amru bin Ash supaya mengangkat
Kaab bin Dlannah sebagai qadhi, namun karena Kaab menolak, Amr bin Ash
mengangkat Usman bin Qais. Inilah qadhi pertama di Mesir. Hukum yang digunakan
pada masa ini adalah hukum Syariat Islam dalam semua bidang kehidupan.

7
Periode kedua, pada masa ini peradilan tidak jauh berbda dengan periode
pertama, namun ada beberapa hal yang menarik di periode ini. Keputusan-keputusan
qadhi dalam menyelesaikan suatu perkara, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh
qadhi tersebut.
Periode ketiga, ketika Said Pasya memerintah Mesir. Beliau meminta kepada
khalifah supaya hak menentukan atau mengangkat qadhi di Mesir diserahkan
kepadanya. Khalifah memberikan hak dan kewenangan mengangkat qadhi untuk
daerah-daerah dan wilayah Mesir, sedangkan qadhi kota Mesir tetap diangkat dan
ditetapkan khalifah. Kemudian pada masa Ismail Pasya, barulah diserakan secara
penuh dlam hal pengangkatan qadhi Mesir.

C. Peradilan Islam di Lebanon


Seperti negara-negara Arab lainnya, Lebanon juga pernah berada di bawah
kekuasaan Ustmaniyah. Lebanon dapat berdiri sendiri setelah terjadi perang dunia
dan memberlakukan hukum sendiri. Sistem hukum Lebanon berdasarkan hukum
syariat, di samping mengadopsi hukum Perancis dan hukum Eropa. Lebanon
membuat perundang-undangan seperti berikut:
1. UU tentang Pemilikan (hak milik) dengan UU No. 186-189 Tahun 1926
2. UU tentang Kewajiban dan Perjanjian Tahun 1932
3. UU Hukum Acara Perdata Tahun 1933
4. UU Hukum Dagang Laut/Kelauatan Tahun 1934
5. UU Hukum Acara Pidana Tahun 1948

Mengenai penulisan kitab-kitab fiqh, seperti halnya di Mesir, yaitu ditulis


dengan uraian secara keilmuan, tidak lagi menjadi kesatuan fiqh seluruhnay,
melainkan ditulis dalam satu maudhu, seperti kitab Waqaf karya Zuhdi Yakun dan
kitab-kitab lain terbitan Lebanon yang mengompilasikan pendapat-pendapat mazhab.
Mahkamah Syariat Sunni untuk golongan Sunni, sedangkan untuk golongan Syiah
masalah diajukan ke Mahkamah Syariah Jafariyah. Sedangkan bagi nonmuslim
diundangkan undang-undang bagi nonmuslim,seperti hukum waris bagi nonmuslim
tahun 1959 dan undang-undang tentang wasiat.4

D. Peradilan Islam di Suriah

4
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012) .hlm 179

8
Sebelum perang dunia, Suriah juga berada di bawah kekuasaan Daulah
Utsmani seperti Lebanon. Suriah pernah menjadi wilayah kekuasaan berbagai
bangsa, mulai dari berada dibawah kekuasaan bangsa Funisia sebagai nenek moyang
mereka, lalu dibawah kekuasaan bangsa Mesir pada tahun 1600SM, bangsa Aranea
pada 1200SM yang pada saat itu menamai wilayah kekuasaannya Suriah serta
mendirikan kota Damaskus sebagai pusat kegiatan dan tempat tinggal
masyarakatnya.5

Dalam hukum Madianah, Suriah tunduk kepada Majadah al-Ahkam ad-


Adliyah. Kemudian diganti dengan Qamun Madani, seperti pada tahun 1974
dikeluarkan UU Hukum Sipil dan Dagang,sesuai dengan gambaran hukum syara
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 84 Tahun 1949 tentang Hukum Sipil yang
mengandung 1130 pasal. Kemudian pada tahun 1949 keluar pula undang-undang
tentang Hukum Pidana dan undang-undang tentang Hukum Dagang, yang meliputi
774 pasal yan diambil dari undang-undang Lebanon, Irak, dan Mesir dengan
pengecualian yang khusus untuk suriah juga dilengkapi dengan Undang-Undan
Nomor 31 Tahun 1953.

Pada tahun 1950 Suriah mengikuti Lebanon dalam penyusunan hukumsyara


baru. Undang-Undang Hukum laut, Undang-Undang hukum Acara Pidana, dan
Hukum Pidana Militer, semuanya mengmbil dari Lebanon.

Pada tahun 1953 Suriah juga mengeluarkan Undang-Undang tentang al-Ahwal


asy-Syakhsiyah dan Undang-Undang tentang Hukum Acara. Hukum Acara
dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 85 Tahun 1959. Suriah berpenduduk
mayoritas Sunni, mazhab Hanafi selalu menjadi mazhab resmi dalam hal fatwa dan
pengadilan , khususnya yang berkaitan dengan al-Ahwal asy-Syakhsiyah . Dan juga
pada tahun 1950 dalam Undang-Undang Suriahdisebutkan pada pasal 3 (tiga) tentang
kedudukan Fiqh Islam di Suriah.

1. Agama Presiden Republik Suriah huarus Islam.


2. Fiqh Islam adalah sumber pokok Undang-Undang Suriah.6

E. Peradilan Islam di Yordania

5
https://hbmulyana.wordpress.com/2008/02/19/sejarah-mengenai-suriah-dan-lebanon/ diakses pada
tanggal 14 November 2015 pukul 16.50
6
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Amzah, 2012).hlm 180-181

9
Sebagaimana Lebanon dan suriah, yordania dan palestina memberlakukan
tasyri bagi kedua Negara ini. Oleh karna itu, pada 1946 dan tahun 1951 di yordania
dikeluarkan peraturan perundang-undangan, antara lain sebagai berikut

1. Undang-Undang Hukum Sipil dan Hukum Dagang. Undang-Undang ini


dasarnya Undang-Undang Ustmani, Mesir dan Suriah.
2. Undang-Undang Hukum Acara dilengkapi dengan Undang-Undang tahun 1928
dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946
3. Undang-undang Hukum Pidan, UndangUndang Ustmani berlaku sampai tahun
1951 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pidana baru yordania, kemudian
diperbaiki lagi dengan undang-undang nomor 16 Tahun 1960
4. Undang-Undang Hukum pidana Militer dikeluarkan tahun 1952
5. Undang-Undang Hukum Acara Pidana
6. Undang-Undang Penerbangan Sipil tahun 1953
7. Undang-Undang Merk Perdagangan tahun 1953
8. Undang-Undang Hak Paten tahun 1953
9. Undang-Undang Kepegawaian/Buruh thun 1960
Tentang al-Ahwal al-Asyakhsiyah peerintah yordania, sangat menerhatikan
Hukum syara khususnya yang berhubungan dengan hal ini. Oleh karna tu,
dikeluarkan peraturan perundang-undangan tentang keluarga pada tahun 1972 yang
merujuk pada hukum ustmani, lalu dikeluarkan UU No. 2 tentang hukum
kekeluargaan yordania pada tahun 1951, yang mengatur tentang akhwal syakhsiyah
kecuali wasiat dan mawaris.
Dari pembahasan singkat diatas dapat dilihat bahwa meskipun Negara-negara
tersebut dikenal sebagai bagian dari Negara islam, namun kenyataanya hukum islam
tidak diberlakukan secara penuh atau setidaknya mendominasi system perundang-
undangan yang ada. Negara-negara tersebut masih banyak mengadopsi hukum barat,
khususnya prancis dalam mengkodifikasikan hukum nasional. Terlihat hanya arab
Saudi yang dominan menggunakan hukum syari. hal ini disebabkan karena sampai
sekarang Arab Saudi masih menjadikan al-Quran dan as-sunnah sebagai dasar
Negara.7

7
Djalil Basiq, Peradilan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2012), hlm. 181

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa peradilan di timur tengah
meliputi peradilan Arab Saudi, Mesir, Lebanon, Suriah dan Yordania. Adapun
peradilan di Arab Saudi terbagi menjadi dua yaitu peradilan pada masa arab pra islam
dan peradilan arab sekarang. Bagi masyarakat Arab zaman jahiliah pra Islam dapat
dikataakn belum memiliki bentuk maupun system peradilan yang mapan. Mereka
juga tidak mempunyai sulthah tasyriiyah (badan legislatif) yang menyusun dan
membuat undang-undang atau hukum tertentu semacamnya yang dapat dijadikan
referensi dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan persengketaan yang sering
terjadi diantara mereka. Namun, mereka telah memiliki qadhi untuk menyelesaikan
sngketa diantara mereka. Dan Terbentuknya peradilan Arab Saudi dengan berlakunya
syaiat Islam adalah tidak lepas dari peran Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman as-
Saud yang membaiat wilayah-wilayah. Sedangkan peradilan Mesir Hasbi ash-
Shiddieqi membagi sejarah peradilan di Mesir dalam tiga periode: Periode pertama,
ketika Islam telah menyebar semakin luas, Amr bin Ash mengangkat Usman bin
Qais. Inilah qadhi pertama di Mesir. periode kedua : Keputusan-keputusan qadhi
dalam menyelesaikan suatu perkara, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh qadhi
tersebut. Dan periode ketiga pada masa Ismail Pasya, barulah diserakan secara penuh
dlam hal pengangkatan qadhi Mesir. Sebagaimana dengan pradilan Lebanon dan
suriah, yordania dan palestina memberlakukan tasyri bagi kedua Negara ini.

B. Kritik dan Saran


Melalui penyusunan makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca untuk perbaikan di waktu mendatang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedi Islam. 2005. Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve


H.A. Djalil. Basiq. 2012. Peradilan Islam. Jakarta: Amzah
Koto.Alaiddin. 2012. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta: Rajawali Pers
https://hbmulyana.wordpress.com/2008/02/19/sejarah-mengenai-suriah-dan-
lebanon/

12

Anda mungkin juga menyukai