Anda di halaman 1dari 19

I.

PENDAHULUAN
Perdarahan pasca persalinan masih menjadi satu dari penyebab kematian ibu yang
paling banyak di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, negara-negara industri dan
negara berkembangpun, perdarahan pasca persalinan masih menempati urutan
pertama dari tiga etiologi kematian ibu, disamping emboli dan hipertensi. WHO
memperkirakan bahwa ada lebih dari 585.000 kasus kematian ibu pada tahun 1990
diseluruh dunia, dimana 25%nya akibat perdarahan pasca persalinan.1
clin.obstet
Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih
merupakan salah satu penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri
adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau
seluruhnya ke dalam uterus atau ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina.
Pada keadaan yang ekstrim, kita dapat menjumpai endometrium yang berwarna
keunguan dengan plasenta yang masih melekat.3-6
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam
kepustakaan Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates
adalah orang yang pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370
SM). Arvicenna (980-1037 SM) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang yang
pertama kali mendeskripsikan dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri
dengan prolapsus uteri.7,8
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang
berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:1000 9 sampai 1:15.00010. Menurut Mc
Cullagh memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R
mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran,
Hakimi mencatat 1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1
dari 8.573 persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127
persalinan7, di Canada 1 dari 3737 persalinan 11 dan di Peramcis 1 dari 20000
persalinan.12
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat
terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan
keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-
70% dari jumlah kasus.2,13
2

Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu
dengan cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta,
melalui tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada
tanda-tanda lepasnya plasenta. Serta mengenal secara dini dan penatalaksanaan yang
adekuat dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.3,14
Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui gejala dan tanda-tanda
serta penanganan yang adekuat terhadap inversio uteri sehingga resiko morbiditas
dan mortalitas ibu dapat dikurangi.

II. BATASAN
Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana uterus terbalik dengan fundus uteri masuk
sebagian atau seluruhnya ke dalam kavum uteri, vagina atau keluar dari vulva.3-6,13-15

III. KLASIFIKASI
Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.
A. Berdasarkan gradasi beratnya:5,13
1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam
kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri.
2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan
sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva.
B. Berdasarkan derajat kelainannya: 3-6,9,16,18
1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum
melewati kanalis servikalis.
2. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati
kanalis servikalis.
3. Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar
dari vulva.
C. Berdasarkan pada waktu kejadian:3,6,17-19,
1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran
bayi atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.
2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi
kontraksi cincin serviks uteri.
3

3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4
minggu ataupun sudah didapatkan gangren.
D. Berdasarkan etiologinya:9,11
1. Inversio uteri nonobstetri
2. Inversio uteri puerpuralis

Gambar 1. Derajat inversio uteri


Dikutip dari Donald20
4

IV. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti
dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri
sebagian dapat terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan
persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.3-6,19
Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri
nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.9,11
Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma
uteri submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri. yang menarik
fundus uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi miometrium yang
terus menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing.17,19-22
Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum
uteri antara lain; 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding
uterus yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai
dari tumor, 6. Lokasi tempat perlekatan tumor.22
Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering
disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik.3
Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida
terutama yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB16,17 dan cenderung untuk
berulang pada kehamilan berikutnya.2,9,23,24 Hal ini kemungkinan berhubungan dengan
abnormalitas uterus atau kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia
uteri, kelemahan otot kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang
meningkat, misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat
yang pendek.3-6 Pada kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi
dari tarikan tali pusat yang kuat dari plasenta yang berimplantasi di fundus
uteri.14,15,19,23
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala
III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus).20 Dibuktikan bahwa
lebih banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir
tidak pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio
uteri. Harer dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan
persalinan yang salah.3
5

Gambar 2. Inversio uteri inkomplit dan derajat inversio


Dikutip dari Donald20

Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri
yaitu:
A. Faktor predisposisi 12,20,23,25,
1. Abnormalitas uterus
a. Plasenta adhesiva
b. Tali pusat pendek
c. Anomali kongenital (uterus bikornus)
d. Kelemahan dinding uterus
e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)
f. Riwayat inversio uteri sebelumnya
2. Kondisi fungsional uterus
a. Relaksasi miometrium
b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c. Pemberian MgSO4
d. Atonia uteri
6

B. Faktor pencetus, antara lain:19,20,25-28


1. Pengeluran plasenta secara manual
2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan
dan lain-lain.
3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b. Prasat Crede
c. Penarikan tali pusat yang kuat
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana
4. Partus presipitatus
5. Gemelli

V. GEJALA KLINIS
Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis
sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering
menyertai suatu inversio uteri.3,4,13,15 Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai
dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok
yang terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri.23,24 Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat,
akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan
pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.6,14,29
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi
perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas
atau telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus.
Perdarahan tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya 6,13,26
bahkan dapat menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua
jam postpartum akibat perdarahan atau syok.17
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai
pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam
atau di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit)
tampak tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih
melekat3,4 dengan ostium tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar
serta berdarah.26,30
7

Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir,
pada mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada
tempatnya serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan
persalinan yang cukup bulan atau hampir cukup bulan. 13 Pada kasus inversio uteri
yang kronis akan didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin
serviks. 31
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang
khas maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :6
1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi
2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3. Periksa dalam
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri

VI. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb :5,19
A. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :
1. Nyeri yang hebat
2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3. Perdarahan
4. Nekrosis / gangren / strangulasi
B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam
vagina teraba tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )

VII. PENATALAKSANAAN
Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada
persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
A. Pencegahan3,4,11
1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio
uteri, terutama pada wanita dengan predisposisinya.
2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum
ada kontraksi.
8

3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.


4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.
B. Pengobatan7
1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi
2. Reposisi.1,2
Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan
metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya
dilakukan reposisi dengan metode operatif.
a. Manual : cara Jones, Johnson, OSullivan
b. Operatif:
- Transabdominal : cara Huntington, Haulstain
- Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi

Gambar 3. Bagan reposisi inversio uteri


Dikutip dari Poma24
9

Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi


penyakit yang lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk
mengembalikannnya. Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan
segera dengan jarum intravena besar (18) dan penggantian cairan. 23 Penggantian
cairan yang hilang diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-30 menit. Volume
dari resusitasi awal dihitung sebanyak tiga kali dari perkiraan darah yang hilang.
Dipertimbangkan untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia,
persiapan kamar operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan
hematokrit dan faktor pembekuan, golongan darah. Lakukan transfusi darah. Monitor
tanda vital ibu sesering mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk
menilai pengeluaran urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah
timbulnya sepsis paskapersalinan.23
Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus secara manual melalui
vagina. Kebanyakan penulis merekomendasikan usaha reposisi secara manual
sebelum plasenta dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif
dilakukan.29 Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi intrauterin, pasien beresiko
untuk mengalami kehilangan darah dan syok. Plasenta biasanya akan mudah
dilepaskan setelah reposisi.

A. Reposisi manual cara Johnson


Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau sudah
lepas tetapi belum dilahirkan maka plasenta dilepaskan setelah reposisi berhasil
atau dilakukan bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi maka
dapat terjadi perdarahan hebat. Reposisi manual yang tervaforit adalah dengan
metode Johnson (1949). Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh
tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical
utero junction dan fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari
rongga pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.
Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum akan
memperlebar cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar
melewati cekungan. Bila spasme miometrium dan kontriksi cincin menghambat
reposisi dapat diberikan anestesi seperti halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat
diberikan intravena 1 g permenit selama 4 menit. Bila tidak efektif dapat
diberikan terbutaline 0,125-0,25 mg intravena, 9,18,32 ritrodrine 0,150 mg intravena.
10

Bahkan nitroglycerin dapat digunakan untuk secara efektif merelaksasikan cincin


konstriksi menggantikan kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan
hasil yang memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 5 menit
hingga fundus uteri berangsur angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah
uterus direposisi, tangan operator tetap didalam kavum uteri hingga timbul
kontraksi uterus yang keras dan hingga diberikan oksitosin intravena. 3-6,8,9,13-15,33-35
Beberapa penulis menganjurkan pemberian oksitosin atau ergot alkaloid dan
pemasangan tampon uterovaginal diteruskan sampai 24 jam. 17,19 Pada keadaan
dimana kontraksi uterus tetap lemah dapat ditambahkan dengan injeksi Prostin
15M (15[s]-15 methyl prostaglandin) intravenous.2,32

Gambar 4. Teknik reposisi cara Johnson


Dikutip dari DeCherney19
B. Reposisi manual cara Jones
11

Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari
fundus uteri yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara lambat.
Sementara itu serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps.9

C. Reposisi manual cara OSullivan


OSullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi
inversio uteri pueperalis (1945). Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada
tiang infus dan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube
karet ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan
mengalir cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluar
cairan. Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah
inversio terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Kemudian
pasien diberi 0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc
dekstrose 5% dengan oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan
dalam 5-10 menit. 8,9,14,20,36

D. Reposisi operatif cara Huntington


Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebaiknya dicoba dahulu dengan
cara Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi
dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep
Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada kedua sisinya,
kemudian ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada
posisinya semula.
Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten akan
mempermudah pelaksanaan prosedeur tersebut.3-6,9,34,37

E. Reposisi operatif cara Haultin


Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang
dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan
melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan
pada fundus atau tekanan secara simultan dari tangan asisten. Bila reposisi telah
komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus dengan chromic.9,35

F. Reposisi operatif cara Spinelli


Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara
dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari
12

retraktor dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian
plika kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi
mediana dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit membagi cincin
konstriksi. Insisi dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus
dibalik dengan cara telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan
endometrium yang terbuka dan membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu
jari pada bagian peritoneal. Uterus direposisi seperti pada gambar 7.9

Gambar 5. Teknik reposisi cara Huntington


Dikutip dari Gilstrap8
13

Gambar 6. Teknik reposisi cara Haultin


Dikutip dari Nichols9
14

Gambar 7. Teknik reposisi cara Spinelli


Dikutip dari Nichols9
G. Reposisi operatif cara Kustner
Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis.
Dengan cara membuka dinding posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi
transversa transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6
sampai dinding posterior uterus. Insisi dibuat sepanjang garis putus-putus
seperti pada gambar 8. Kemudian dengan menggunakan ibu jari uterus direversi
15

sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior uterus dan
servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan kolpotomi pada
vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali
ke dalam kavum pelvis.
Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada
wanita yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan
histerektomi pervaginam.2,6,16
Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk
terjadinya perlengketan pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi
ruprura uteri yang tersembunyi.

Gambar 8. Teknik reposisi cara Kustner


Dikutip dari Nichols9
H. Subtotal vaginal histerektomi
Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang zeyde
no.1 untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus
uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai organ
adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi
dirawat. Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan
16

lain dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi vesika urinaria.


Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II
kurang lebih 2 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan
melingkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap II. Langkah
selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit dengan
chromic catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus
dimasukkan ke dalam vagina. Operasi selesai.17

VIII. PROGNOSIS
Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala dan penderita
tetap dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai
terjadi kematian penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena
perdarahannya. Kematian karena kasus inversio uteri cukup tinggi yaitu 15 75%
dari kasus. Oleh karena itu makin cepat dan tepat diagnosis ditegakkan dan segera
dilakukan tindakan reposisi, maka prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin
lambat diatasi maka prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi bila penderita dapat
bertahan dengan keadaan tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur
angsur menjadi baik.3,13,14

IX. RINGKASAN
Inversio uteri merupakan kasus yang jarang dijumpai, walaupun demikian kita harus
cukup tanggap pada keadaan syok postpartum dengan perdarahn yang tidak sesuai.
Penyebab inversio uteri lebih sering spontan yang berkaitan dengan abnormalitas
uterus. Selain itu inversio uteri dapat juga disebabkan oleh penanganan persalinan
yang salah.
Pembagian inversio uteri adalah inversio uteri inkomplit, komplit dan inversio
prolaps, dan dapat timbul akut, subakut dan kronis.
Tindakan pada kasus inversio uteri adalah meliputi perbaikan keadaan umum
dengan infus, transfusi dan antibiotik, reposisi manual secara Johnson, dan bila gagal
dilanjutkan dengan tindakan operatif.
Operasi dapat perabdominal dengan teknik Houltain dan hatington dan dapat juga
pervaginam dengan teknik Spinelli atau Kustner, atau pada keadaan tertentu dapat
dilakukan histerektomi pervaginam.
17

Prognosis penderita tergantung dari kecepatan dan ketepatan diagnosis serta


penanganan kasus, makin dini makin prognosisnya semakin baik.

X. RUJUKAN
1. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin Obstet
Ginecol 2002: 32-33
2. Heyl PS, Stubblefield PG, Phillippe M. Recurrent inversion of the puerperal uterus
managed with 15(s)-15-methyl prostaglandin F2 and uterine packing. Obstet
Gynecol 1984; 63: 263-264
3. Eastman Nj, Hellman LM. Inversion of the uterus. In: William obstetrics. 18th ed,
New York: Appleton & Lange, 1989; 1005-10
4. Beck AC, Rosenthal AH. Inversion of the uterus obstetrical practice. 7 th ed,
Toronto: Baltimore, Williams & Wilkins Co, 1958: 866-71
5. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteraan
EGC, 1998; 304-6
6. Hakimi M. Ilmu kebidanan patologi & fisiologi persalinan. Edisi bahasa Indonesia,
Jakarta: Yayasan Essentia Medica, 1990; 475-80
7. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery. Jakarta: Subbagian
Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi FKUI/RSUPN-
CM
8. obstetri operatif
9. Nichols DH. Inversion of the uterus. In: Gynecologic and Obstetric Surgery.
Missouri: Mosby-Year Book, 1993; 1147-51
10. Niswander KR, Evans AT. Abnormal labor and delivery. In: Manual of obstetrics.
5th edition. Boston: Little, Brown and Company, 1983; 425
11. Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol Can
2002; 24: 953-956
12. Ollendrof DA, Kelsey RJ, Fejgin MD. Puerperal inversion of one horn of a
bicornuate uterus: case report. J Reprod Med 1996; 41: 298
13. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1997: 880-2
14. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abnormalities of the third stage of
labor. In: Williams obstetrics. 18th ed, New York: Appleton & Lange, 2001; 642-3
18

15. Kapernick PS. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. In: Current
obstetrics & gynaecologic diagnosis & treatment. 7th ed, Kansas City: Baltimore,
William & Wilkins Co, 1991; 568-87
16. Pritchard JA, Macdonald PC. Inversion of the uterus. In: Williams obstetrics. 15 th
edition, New York: Appleton-Century-Crofts, 1976; 751-756
17. Pribakti B. Teknik Yunizaf: Vaginal histerektomi subtotal pada inversio uteri.
Medika 2002; 14-17
18. Kovacs BW, Devore GR. Management of acute and subacute puerperal uterine
inversion with terbutaline sulfate. Am J Obstet Gynecol 1984; 150: 784-786
19. Decherney AH, Pernoll ML. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium.
In: Current obstetrics & gynecologic diagnosis & treatment. 8th edition,
Connecticut: Appleton & Lange; 581-582
20. Donald I. Inversion of the uterus. In: Practical obstetric problems. 4 th edition,
London: Lloyd-Luke, 1974; 731-738
21. Rocconi R, Huh WK, Chiang S. Postmenopausal uterine inversion associated with
endometrial polyps. Obstet Gynecol 2003; 102: 521-523
22. Takano K, Ichikawa Y, Tsunoda, Nishida M. Uterine inversion caused by uterine
sarcoma: A case report. Japanese Journal of Clinical Oncology 2001; 31: 39-42
23. Shah-Hosseini R, Evrard JR. Puerperal uterine inversion. Obstet Gynecol 1989; 73:
567-570
24. Poma PA. Recognizing postpartum uterine inversion. Contemporary OB/GYN
1996; 1-8
25. Miras TC, Collet F, Seffert P. Acute puerperal uterine inversion: two cases. J
Gynecol Obstet Biol Reprod 2002; 31: 668-671
26. Supono. Ilmu kebidanan. Edisi pertama. Bagian Obstetri & Ginekologi RSU/FK
UNSRI, 1984; 293-295
27. Morini A, Angelini R, Giardini G. Acute puerperal uterine inversion: a report of 3
cases and an analysis of 358 cases in the literature. Minerva Gynecol 1994; 46:
115-127
28. Abdul MA. Acute complete puerperal inversion of the uterus following twin birth:
case report. East Afr Med J 1999; 76: 656-657
29. Studzinski Z, Branicka D. Acute complete uterine inversion: case report. Ginekol
Pol 2001; 72: 881-884
19

30. Sakala. The puerpurium. In: Obstetric and gynecology. Maryland: Williams and
Wilkins, 1997: 195-198
31. Romo MS, Grimes DA, Strassle PO. Infarction of the uterus from subacute
incomplete inversion. Am J Obstet Gynecol 1992; 166: 878-879
32. Catanzarite VA, Moffitt KD, Baker ML, Awadalla SG, Argubright KF, Perkins RP.
New approaches to the management of acute puerperal uterine inversion. Obstet
Gynecol 1986; 68: 7s
33. Wiknjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Edisi
pertama, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1996; 195-6
34. Wiknjosastro H. Ilmu kandungan. Edisi kedua, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 1997; 442-7
35. Watson P, Besch N, Bowes WA. Management of acute and subacute puerperal
inversion of uterus. Obstet Gynecol 1980; 55: 12
36. Word HR. OSullivan;s hydrostatic reduction of an inverted uterus sonar sequence
recorded. Oltrasound Obstet Gynecol 1998; 12: 283-286

Anda mungkin juga menyukai