Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN UMUM & LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1 Sejarah Perusahaan
Berdasarkan laporan kemajuan tambang (Anonim, 2014) PT Aditya Buana
Inter adalah Perusahaan Swasta Nasional yang bergerak di bidang usaha
penambangan dan pengolahan batu granit dan memiliki Surat Izin Usaha
Pertambangan (SIUP) Nomor: 188. 45/405/TAMBEN/2010, izin Usaha
Pertambangan (IUP) operasi produksi seluas 40 ha dari Bupati Kabupaten
Bangka. PT Aditya Buana Inter juga telah mendapatkan izin Prinsip Penggunaan
Kawasan Hutan Produksi (HP) tetap melalui surat keputusan Menteri Kehutanan
Nomor: S.293/MENHUT-II/2009, tanggal 18 Mei 2009.
PT Aditya Buana Inter mulai melakukan kegiatan penambangan pada tahun
2002 sampai sekarang. Penambangan dan pengolahan bahan galian batuan beku
granit ini menggunakan metode penambangan tambang terbuka sistem quarry
dengan metode open cut. Pengolahan bahan galian dari raw material batu hasil
peledakan diperkecil ukuranya sesuai kebutuhan pasar di sekitar area Bangka.
PT Aditya Buana Inter didirikan di Pulau Bangka ini karena mengingat
kebutuhan pasar akan pemakaian batu sebagai bahan bangunan, jalan dan lain
lain yang semakin meningkat seiring degan laju pembangunan di Bangka
Belitung, sementara pada waktu sebelum PT Aditya Buana Inter didirikan,
pasokan batu di Pulau Bangka diperoleh dari pulau Jawa dan Sumatera.

2.1.2 Struktur Organisasi


PT Aditya Buana Inter mengelola perusahaannya agar terstruktur dengan
baik, maka dibuat struktur oraganisasi perusahaan dengan menjalankan fungsi
koordinasi dan perintah yang resmi dan berlanjut. Struktur organisasi tersebut
dapat berubah sewaktu-waktu bergantung kepada kebijakan dari Direktur Utama
perusahaan. Struktur organisasi setiap perusahaan berbeda dengan perusahaan

5
lainnya. Adapun susunan organisasi perusahaan di PT Aditya Buana Inter adalah
sebagai berikut:
STRUKTUR ORGANISASI
PT ADITYA BUANA INTER

Direktur Utama

Direktur Operasi

HRD Marketing Accounting

KTT

Manager Quarry

Ka. Logistik Ka. Crusher Ka. Tambang Ka. Pool Ka. Security

Gambar 2.1 Struktur Organisasi PT ABI (Anonim, 2015)

2.1.3 Topografi
Keadaan topografi kegiatan pertambangan di PT Aditya Buana Inter
(Anonim, 2015) berada pada ketinggian berkisar antara 100 150 m dari
permukaam laut. Seluruh wilayah penambangan merupakan daerah punggung
bukit yang merupakan badan cebakan batu granit dan morfologi lokasi
penambangan secara umum merupakan morfologi perbukitan. Berdasarkan

6
kelompok kemiringan lahannya, wilayah PT Aditya Buana Inter termasuk
kedalam lereng > 180 (Lereng D) dengan luas 40 ha.

2.1.4 Morfologi
Morfologi daerah penambangan dapat digolongkan ke dalam satuan
morfologi perbukitan sedang, dengan ketinggian 200 m di atas permukaan laut.
Daerah ini terbentang memanjang dari arah utara ke selatan dengan sudut lereng
yang landai antara 30 - 40, sedangkan ke arah puncak bukit sudut lereng agak
terjal dengan sudut lereng 50 - 60.

Tabel 2.1 Titik Koordinat Wilayah Izin Usaha Pertambangan Batu Granit PT
Aditya Buana Inter (Anonim, 2015)
No. Garis Bujur Garis Lintang
1 1060 4 54,65 BT 10 55 58,68 LS
2 1060 4 59,13 BT 10 55 58,68 LS
3 1060 4 59,13 BT 10 55 59,65 LS
4 1060 5 2,04 BT 10 55 59,65 LS
5 1060 5 2,04 BT 10 56 0,30 LS
6 1060 5 4,79 BT 10 56 0,30 LS
7 1060 5 4,79 BT 10 56 1,93 LS
8 1060 5 8,19 BT 10 56 1,93 LS
9 1060 5 8,19 BT 10 56 5,02 LS
10 1060 5 5,77 BT 10 56 5,02 LS
11 1060 5 5,77 BT 10 56 8,93 LS
12 1060 5 3,99 BT 10 56 8,93 LS
13 1060 5 3,99 BT 10 56 15,93 LS
14 1060 5 4,64 BT 10 56 15,93 LS
15 1060 5 4,64 BT 10 56 19,19 LS
16 1060 5 5,61 BT 10 56 19,19 LS
17 1060 5 5,62 BT 10 56 22,93 LS
18 1060 5 8,69 BT 10 56 22,93 LS
19 1060 5 8,70 BT 10 56 31,89 LS
20 1060 4 52,68 BT 10 56 31,90 LS
21 1060 4 52,67 BT 10 56 17,89 LS
22 1060 4 55,74 BT 10 56 17,89 LS
23 1060 4 55,74 BT 10 56 16,26 LS
24 1060 4 57,20 BT 10 56 16,26 LS

7
25 1060 4 57,20 BT 10 56 14,31 LS
26 1060 4 55,09 BT 10 56 14,31 LS
27 1060 4 55,09 BT 10 56 12,03 LS
28 1060 4 52,66 BT 10 56 12,03 LS

2.1.5 Iklim dan Curah Hujan


Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (Anonim,
2015), pada umumnya Kabupaten Bangka beriklim tropis dengan suhu berkisar
antara 230-320 C. Kelembaban pada Kabupaten Bangka berkisar antara 59-96 %.
Menurut data Bulan September 2015 Badan Meteorologi dan Geofisika Bangka
Belitung, curah hujan rata-rata bulanan adalah 102 mm, rata-rata normal
September (85%-115%) adalah 87-117 mm, dan curah hujan pada bulan tersebut
adalah 0 mm.

Gambar 2.2 Peta distribusi curah hujan Bulan September 2015 (Anonim, 2015)

2.1.6 Geologi
Geologi daerah Pulau Bangka, seperti yang telah diteliti oleh Mangga dan
Djamal (1994) bahwa struktur geologi yang berkembang adalah sesar naik, sesar
mendatar dan sesar normal serta lipatan yang mempunyai variasi arah barat laut
-tenggara, dan timur laut - barat daya hingga utara - selatan. Struktur ini
memotong semua formasi yang berada di kedua pulau tersebut seperti: Kompleks
Pemali, Diabas Penyabung, Granit Klabat, Formasi Tanjung Genting dan Formasi

8
Ranggam kecuali Endapan Aluvium (QA). Granit Klabat yang berupa pegmatit,
menerobos mulai dari Kompleks Pemali hingga Formasi Tanjung Genting.
Menurut Asikin dan Atmaja (1972) dalam prosiding Seminar Nasional
Pengembangan Nuklir IV Sunarko dan Suntoko (2011), deformasi di daerah ini
terjadi dalam tiga (3) fase, diawali pada masa Paleozoikum Akhir dengan struktur
berarah timur laut barat daya yang dicirikan dengan intrusi diabas. Kemudian
(fase ke-2) pada jaman Trias Atas - Jura struktur yang terjadi berarah barat laut -
tenggara dan kembali berarah timur laut barat daya yang ditandai dengan gang-
gang (dykes) granit. Pada zaman Kapur (fase terakhir atau paling muda) struktur
yang terjadi berarah utara - selatan.
Katili (1967) mengatakan bahwa pada batuan metamorf dan sedimen di
Bangka Utara terdapat perlipatan silang akibat dua deformasi. Deformasi pertama
mengakibatkan lipatan dengan arah barat laut - tenggara, namun umurnya sulit
ditentukan dengan pasti. Struktur lipatan berarah timur laut - barat daya (Orogen
II) disebabkan oleh deformasi pada Yura Atas. Orogen yang kedua ini
menghilangkan jejak Orogen yang lebih tua. Berdasarkan penelitian dan analisis
kedudukan rekahan-rekahan, urat-urat, dan gang-gang di daerah Sambung Giri
dan Pemali, menyimpulkan bahwa gerak-gerak Orogen sebelum Yura Atas
mengakibatkan terjadinya deformasi yang menyebabkan perlipatan pada batuan
sedimen yang berumur Karbon-Trias. Deformasi ini selain membentuk lipatan
NW-SE juga menyebabkan terjadinya rekahan-rekahan (Shear dan Tension
fracture). Struktur sesar, kekar, ditemukan dalam arah yang bervariasi, tetapi
kecenderungannya mempunyai arah utara - selatan.

2.1.7 Statigrafi
Pada Peta Geologi Lembar Bangka Utara dan Selatan, Sumatera, skala
1:250.000, Mangga dan Djamal (1994) dan Margono dkk (1995) yang
dipublikasikan oleh Pusat Penelitian Pengembangan Geologi, memetakan batuan
tertua di Bangka diwakili oleh Kompleks Malihan Pemali (CPp), terdiri dari filit
dan sekis, disisipi oleh kuarsit dan lensa batu gamping, dengan lokasi di Daerah

9
Pemali, sebelumnya Ko (1986) telah mengilustrasikan batuan tertua di Pulau
Bangka sebagai Kelompok Pemali yang diperkirakan berumur Karbon-Perm.
Wilayah penambangan batu granit yang terletak di Pulau Bangka ini
merupakan daerah yang berasal dari formasi granit yang diperkirakan berumur
kapur dan kaya akan mineral kuarsa dan feldspar. Batuan granit tersebut telah
mengalami proses pelapukan secara mekanis yang berlangsung lebih kuat dari
proses pelapukan secara kimia, tetapi batu granit yang berada di PT Aditya Buana
Inter dikategorikan masih segar. Menurut Ngadenin dkk (2014), Granit Pemali
memiliki kenampakan fisik di lapangan granit umumnya telah mengalami
pelapukan tingkat lanjut dengan ketebalan tanah hasil pelapukan mencapai 20 m
seperti yang terdapat di tambang timah Pemali, di beberapa tempat tersingkap
granit dalam kondisi segar seperti di pantai Parai, pantai Tanjung Pesona, Bukit
Betung, pantai Penyusup dan pantai Penyamun. Granit, segar berwarna abu-abu
berbintik hitam, lapuk abu abu kecoklatan hingga coklat kemerahan, holokristalin,
fanerik sedang- pegmatitik, komposisi mineral tersusun oleh kuarsa, ortoklas,
plagioklas, biotit, ilmenit, zirkon dan hornblenda.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Bahan Peledak
Bahan peledak merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan untuk
bereaksi secara cepat dengan menghasilkan gelombang kejut (shockwave) akibat
dari pemberian panas, gesekan atau benturan. Panas dari gas yang dihasilkan
reaksi peledakan tersebut sekitar 4000 C. Adapun tekanannya, menurut
Langerfors dan Kihlstrom (1978) dalam Rock Blasting and Overbreak Control
karya Konya dan Walter (1991), bisa mencapai lebih dari 100.000 atm setara
dengan 101.500 kg/cm atau 9.850 MPa ( 10.000 MPa). Sedangkan energi per
satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000 MW atau 5.950.000 kcal/s. Pada
Tabel 2.2 berikut ini memberikan informasi mengenai komposisi atau nama dari
senyawa bahan peledak, rumus kimia dan fungsinya yang dikemukakan oleh
Konya dan Walter.

10
Tabel 2.2 Komposisi bahan peledak (Konya & Walter, 1991)
Ingredient Chemical Formula Function
Nitroglycerin C3H5O9N3 Explosive Base
Nitrocellulose C6H7O11N3 Explosive Base
Trinitrottoluene (TNT) C7H5O6N3 Explosive Base
AmoniumNitrat H4O3N2 Oxygen Carrier
Sodium Nitrat NaNO3 Oxygen Carrier
Fuel Oil CH2 Fuel
Wood Pulp C6H10O5 Fuel
Carbon C Fuel
Powdered Aluminum Al Sensitizer-Fuel
Chalk CaCO3 Antacid
Zinc Oxide ZnO Antacid
Sodium Chloride NaCl Flame Depresant

2.2.2 Perencanaan Peledakan


A. Geometri Peledakan
Menurut Konya & Walter (1991) seperti pada Gambar 2.3 menjelaskan
bahwa geometri dalam satu lubang ledak terdiri atas:
1. Bench Top: merupakan puncak dari jenjang peledakan atau permukaan dari
lubang ledak.
2. Floor: merupakan dasar atau permukaan terendah dari jenjang.
3. Burden: merupakan jarak antara titik pusat lubang bor dengantepian jenjang
atau bidang bebas (free face).
4. Bench Height: merupakan tinggi jenjang (free face).
5. Stemming: Tanah penutup berfungsi sebagai pembatas yang membuat bahan
peledak kedap terhadap udara luar dan memberikan perdam sebagai pencegah
dari fly rock.
6. Charge Length: kedalaman dari bahan peledak yang dipasangkan.

11
Gambar 2.3 Geometri peledakan (Konya & Walter, 1991)

Sedangkan untuk kenampakan geometri secara tiga dimensi dan


memperlihatkan lubang tembak lainnya seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.4
Bagian-bagian pada gambar tersebut adalah sebagai berikut:
1. Subdrill: perpanjangan kedalaman lubang ledak namun tidak diisidengan bahan
peledak.
2. Hole diameter: diameter lubang.
3. Crest: bibir atau tepian bidang bebas.
4. Spacing: jarak antara lubang ledak ke samping (searah dengan dengan bidang
bebas).

12
Gambar 2.4 Geometri peledakan dengan banyak lubang (Konya & Walter, 1991)

Sedangkan menurut Ash (1967) dalam paper Santika Adi Pradhana,


membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan jenjang berdasarkan
pengalaman empirik yang diperoleh diberbagai tampat dengan jenis pekerjaan dan
batuan yang berbeda-beda. Sehingga Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan
empirik yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu
peledakan batuan. Dalam pelaksanaannya nanti hasil perhitungan dengan cara Ash
ternyata harus selalu dicoba di lapangan untuk memperoleh gambaran dan
perubahan ke arah geometri peledakan yang lebih mendekati kondisi
sesungguhnya. Percobaan di lapangan dilakukan dengan cara trial and error
sampai diperoleh geometri peledakan yang optimum. Arah peledakan yang
diusulkan berdasarkan struktur geologi adalah perpotongan antara sudut tumpul
kekar mayor dan kekar minor (Ash, 1967).
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan dengan memperhatikan besaran-
besaran geometri peledakan yaitu dengan menggunakan teori trial and error atau
yang sering disebut Rule of Thumb (Dyno Nobel, 2010).
Dalam paper Zulham Nurcahya dasar teori ini adalah percobaan para
praktisi di lapangan maupun produsen bahan peledak yang tujuannya ingin

13
mempermudah dalam menentukan geometri peledakan yang selama ini digunakan
seperti Ash (1963) dan Konya (1972) menyajikan batasan range/konstanta untuk
menentukan dan menghitung geometri peledakan , terutama menentukan ukuran
burden berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis
bahan peledak. Adapun perhitungan geometri Rule of Thumb ini adalah sebagai
berikut:
Diameter lubang ledak (D) (mm) < 15 x tinggi jenjang (BH) (meter)
Tinggi jenjang (BH) (meter) > Diameter lubang ledak (D) (mm)
Burden (B) = 25 sampai 40 x (D)
Spacing (S) = 1,15 x B
Subdrill = 3 sampai 15 x D
Charge length (C) > 20 D
Stemming > 20 x D atau (0,7 1,2) x B

B. Pola Pemboran
Menurut Dick et al. (2014) dalam Explosives and Blasting Procedure
Manual menjelaskan bahwa ada tiga jenis pola pemboran yang digunakan saat ini
diantaranya; Square, rectangular, dan staggered. Pola pemboran square (Gambar
2.5) memiliki nilai burden dan spacing yang sama. Kedua pola square dan
rectangular, lubang pemboran tiap baris ditersusun langsung membentuk garis
yang secara langsung berada tepat dibelakang lubang lainnya. Sedangkan pada
pola staggered (Gambar 2.5), lubang tiap baris diposisikan pada bagian tengah
spacing pada baris sebelumnya. Pada pola sttagered, spacing harus lebih besar
daripada burden.
Pola pemboran staggered menggunakan penembakan row-on-row, yang
mana lubang dari satu baris diledakan sebelum lubang pada baris belakang secara
cepat yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

14
Gambar 2.5 Pola pemboran (Dick et al., 2014)

Gambar 2.6 Delay configuration pada pola pemboran staggered (Dick et al., 2014)

2.2.3 Fragmentasi Batuan


Tujuan utama dari peledakan adalah menghasilkan pecahan batuan yang
dapat dimuat dan diangkut menggunakan alat muat dan angkut tertentu, maka
perlu dianalisa setiap ukuran fragmentasi rata-ratanya. Untuk mempermudah hal
tersebut, maka dapat dibantu dengan rumusan yang dikemukakan oleh Kuznetsov
(1973) sebagaimana dijabarkan dalam persamaan berikut:
0,8 0,63
Vo E
Xr= A ( )
Q
Q0,167 ( )
115
...................................(1)

Keterangan:
Xr = ukuran rata rata fragmentasi batuan (m)
A = faktor batuan (Rock Factor/RF); secara umum dapat ditentukan dari
nilai sebagai berikut:
1 untuk batuan yang sangat rapuh
7 untuk batuan yang agak kompak
10 untuk batuan kompak dengan sisipan yang rapat
13 untuk batuan kompak dengan sedikit sisipan

15
V = volume batuan yang terbongkar (B x S x L x Jumlah Lubang) (m3)
Q = berat bahan peledak (kg)
E = relatif weight strength (ANFO = 100)

Indeks n adalah indeks keseragaman, artinya jika nilai n semakin besar


maka kemungkinan fragmentasi yang dihasilkan semakin seragam dengan
persamaan yang diadaptasi oleh Rosin-Rammler, sebagai berikut:
( A1 ) L
(
n= 2,214
B
D )(
1
W
B
1+ )(
2 H )
(2)

Keterangan:
n = indeks keseragaman (0,7 - 1,5)
B = burden (m)
D = diameter lubang ledak (mm)
W = standar deviasi lubang bor
A = rasio spacing terhadap burden
L = panjang muatan bahan peledak (m)
H = tinggi jenjang (m)

Persamaan Kuznetsov juga menghitung presentase material yang tertahan


pada ayakan sebagai berikut:
Xr
Xc= (3)
(0,693)1/ n
Keterangan:
Xr = ukuran rata-rata fragmentasi (cm)
Xc = karakteristik ukuran (cm)
n = indeks Keseragaman

Distribusi fragmentasi hasil peledakan menggunakan persamaan Rossin-


Ramler, yaitu:

16
X
Xc

.(4)
n

R=e
Keterangan:
X = ukuran ayakan (cm)
Xc = karakteristik ukuran (cm)
n = indeks keseragaman; memiki rentang umumnya bernilai 0,7-1,5
e = bilangan eksponen (2,71828)
R = masa fragmen batuan yang tertahan pada screen

2.2.4 Loading Density


Densitas secara umum adalah angka yang menyatakan perbandingan berat
per volume. Pernyataaan densitas pada bahan peledak dapat mengekspresikan
beberapa pengertian, yaitu:
1. Densitas bahan peledak adalah berat bahan peledak per unit volume
dinyatakan dalam satuan gr/cc
2. Densitas pengisian (loading density) adalah berat bahan peledak per meter
kolom lubang tembak (kg/m)
3. Catridge count atau stick count adalah jumlah catridge (bahan peledak
berbentuk pasta yang sudah dikemas) dengan ukuran 1,25 x 8 di dalam
kotak seberat 50 lb atau 140 dibagi berat jenis bahan peledak.
Densitas bahan peledak berkisar antara 0,6 1,7 gr/cc, sebagai contoh
densitas ANFO antara 0,8 0,85 gr/cc. biasanya bahan peledak yang mempunyai
densitas tinggi akan menghasilkan kecepatan detonasi dan tekanan yang tinggi.
Bila diharapkan fragmentasi hasil peledakan berukuran kecil-kecil diperlukan
bahan peledak dengan densitas tinggi, bila sebaliknya digunakan bahan peledak
dengan densitas rendah. Demikian pula, bila batuan yang akan diledakkan
berbentuk masif atau keras, maka digunakan bahan peledak yang mempunyai
densitas tinggi, sebaliknya pada batuan berstruktur atau lunak dapat digunakan

17
bahan peledak dengan densitas rendah. Sedangkan secara praktis loading density
dapat dilihat pada Lampiran B.

2.2.5 Delay Cconfiguration


Milisecond delays yang digunakan diantara isian di dalam kolom peledakan
memiliki tiga alasan (Dick et al., 2014) diantaranya:
1. Memastikan bahwa free face yang dirancang tepat agar memungkinkan isian
bahan peledak untuk menghasilkan fragmen secara efisien.
2. Menambah fragmentasi antara lubang yang berdekatan.
3. Mengurangi getaran yang timbul akibat dari peledakan.
Dapat dilihat pada Gambar 2.6 memperlihatkan penomoran delay pada
setiap lubang, semakin kecil nilai delay menunjukkan bahwa akan semakin dahulu
mengalami peledakan jika dibandingkan dengan nomor delay yang lebih besar.
Kecukupan konfigurasi delay akan mencegah terjadinya flying rock (batuan
terbang) sedangkan apabila konfigurasii delay kurang memadai, mengakibatkan
akumulasi getaran yang lebih besar dan mengakibatkan batuan cenderung ke arah
free face (bidang bebas) pada bagian atas (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Perbandingan arah lemparan batuan pada delay yang memadai
dengan delay yang kurang memadai (Dick et al., 2014)

2.2.6 Powder Factor


Powder factor (PF) dalam pendapat Dick et al. (2014) bukanlah variabel
terbaik dalam perancangan peledakan.

18
Rancangan harusnya didasari pada dimensi peledakan. Meskipun powder
factor merupakan perhitungan yang penting untuk tujuan perhitungan biaya yang
digunakan. Dalam operasi peledakan seperti pengupasan batubara atau konstruksi
kerja dimana pemuatan material bernilai kecil, powder factor biasanya dinyatakan
dalam pon berat bahan bahan peledak per kubik yard material ledak.
Powder factor untuk sebuah lubang ledak dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
L( 0,3405 d)(D2 )
PF = ...(5)
(B)(S )(H)(27)
Keterangan:
PF = powder factor (lb/cu yd) (kg/BCM)
L = panjang bahan peledak isisan (ft) (m)
D = diameter lubang isian (in) (mm)
d = densitas bahan peledak (gr/cu cm)
B = burden (ft) (m)
S = spacing (ft) (m)
H = tinggi jenjang (ft) (m)

Sedangkan dalam menangani peledakan dengan karakter batuan tertentu


dapat menggunakan nilai powder factor sebagai berikut:

Tabel 2.3 Nilai powder factor pada derajat kesulitan pemberaian batuan
(Dick et al., 2014)
Derajat kesulitan Powder factor
pemberaian batuan (lb/cu yd)
Low 0,25-040
Medium 0,40-0,75
High 0,75-1,25
Very High 1,25-2,5

19

Anda mungkin juga menyukai