Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hidroksiapatit (HAp), Ca10(PO4)6(OH)2 merupakan material keramik


bioaktif dengan bioaffinitas tinggi, bersifat biokompatibel terhadap tubuh
manusia. Merupakan senyawa kalsium fosfat yang ekivalen dengan komponen
organik utama dari tulang dan gigi, mempunyai sifat dapat berikatan dengan
tulang natural. HAp berpori saat ini menjadi kebutuhan yang mendasar bagi
rekonstruksi tulang yang patah atau retak. Adanya pori-pori pada HAp akan
menjadi kantung oksigen , dan tempat tumbuhnya saraf dari tulang , sehingga
pori tersebut menjadi tempat tumbuhnya sel sel tulang baru. Umumnya HAp
berpori dibuat melalui pembuatan komposit HAp-porogen. Porogen diartikan
sebagai bahan pembentuk pori. Komposit yang terbentuk kemudian
dikalsinasi sehingga senyawa organik menguap dan terbentuk pori-pori.
Sebagai porogen bisa digunakan polimer alam maupun buatan, seperti
celulosa, chitosan, collagen, polyurethane, carboxymethyl cellulose dan
sebagainya. Di Indonesia bahan HAp masih import dan mahal. Di Indonesia
banyak limbah kulit udang, limbah kulit kerang dan tulang ikan. Kulit udang
merupakan bahan dasar pembuatan chitosan. Kulit kerang dan tulang ikan
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan HAp yang dilanjutkan
menjadi HAp berpori dengan bantuan chitosan sebagai porogen. Akan
dipelajari pembuatan HAp berpori dengan chitosan sebagai porogen Chitosan
terbuat dari kulit udang yang bisa diperoleh dengan mudah dan murah. HAp
dibuat dengan bahan dasar CaO yang diekstrak dari kerang dan tulang ikan,
yang banyak terdapat di sepanjang pantai pulau Jawa. HAp yang diperoleh
diamati dengan Scanning electron microscopy (SEM) untuk melihat struktur
mikro dan morfologi permukaan, x-ray diffraction (XRD) untuk analisa fasa
yang terbentuk, fourier transform infrared (FT-IR) untuk identifikasi gugus
fungsional. Selain itu dilakukan juga uji In vitro dengan sel endothel dan
sterilisasi HAp dilakukan dengan radiasi pengion. Sangat terkenal sebagai
pembentukan jaringan keras (misalnya tulang) karena dapat mempercepat
pertumbuhan tulang di sekitar ortopedi atau menanamkan gigi (Chiu et al.,
2007). HA adalah salah satu yang paling banyak digunakan biomaterial untuk
rekonstruksi kerangka dan jaringan gigi karena sifatnya yang tidak beracun
dan biokompatibel bahan yang dapat digunakan dengan jaringan tulang
(Nemirkol et al., 2012).

Hidroksiapatit memiliki konduktivitas dan bioaktivitas yang baik,


karena komposisi kimianya serupa dengan mineral yang terkandung dalam
tulang dan gigi. Namun, karena mempunyai sifat mekanik yang buruk (Tracy
and Doremus, 1984), maka penggunaan bahan tersebut dibatasi untuk beban
bantalan aplikasi klinis. Akibatnya, beberapa penelitian dilakukan untuk
menghasilkan sintesis HA berbentuk serbuk yang telah dikembangkan selama
dekade terakhir ini termasuk sintesis basah (Jarcho et al., 1976). Oleh karena
itu, suhu yang lembab dan reaksi dengan tahapan dilakukan untuk
mempersiapkan bubuk atau serbuk berukuran nano hidroksiapatit (HA). Bubuk
kemudian ditekan dan disinter dengan suhu dan waktu yang bervariasi
(Monmaturapoj and Chokchai, 2010). Metoda yang telah dikembangkan oleh
Wojciech dan Yoshimura (1998) untuk pembuatan serbuk biokeramik
hidroksiapatit adalah dengan metode pengendapan. Reaksi pengendapan ini
dilakukan pada suhu tidak lebih dari 100 , dan kontrol pH agar selalu lebih
besar dari 9 karena jika kurang maka pada tahap akhir proses pembentukan
hidroksiapatit akan terbentuk struktur apatit yang mengalami defisiensi
kalsium dan pada tahap kalsinasi suhu tinggi akan mengalami dekomposisi
sehingga berubah menjadi trikalsium fosfat.

Mineral hidroksiapatit sebagai komponen utama tulang merupakan


kalsium fosfat yang paling stabil di bawah kondisi fisiologi normal (Sopyan
dkk., 2002). Material ini baik untuk transplantasi tulang karena dapat berikatan
dengan tulang dan biokompatibel serta osteoinduktif. Namun jika digunakan
sendiri, hidroksiapatit tidak memiliki kekuatan mekanik (mechanical strength)
dan tidak tahan terhadap tekanan. Untuk itu perlu dibuat suatu material yang
mengandung hidroksiapatit dengan kekuatan mekanik setara dengan kekuatan
mekanik tulang serta tahan terhadap tekanan (Windarti dan Astuti, 2006).
Mengikuti perkembangan jaman dan teknologi yang saat ini sedang populer,
berbagai usahapun dilakukan guna meningkatkan kualitas kehidupan. Salah
satu usaha untuk melakukan perbaikan bagi tubuh pun semakin berkembang
sehingga muncul bahan-bahan biomaterial. Biomaterial merupakan bahan yang
dapat di gunakan dalam tubuh manusia dengan tujuan meningkatkan taraf
hidup orang tersebut. Biomaterial ini banyak di gunakan untuk implan dalam
tubuh (Legeroz et al., 1995). Salah satu bahan yang sedang dikembangkan
sebagai biomaterial sintesis adalah biokeramik. Biokeramik adalah salah satu
jenis advanced ceramics materials yang didefinisikan sebagai produk keramik
atau komponen yang digunakan dalam medical dan dental industri, terutama
sebagai implan ataupun organ pengganti.
Menurut Yolanda (2009), pengembangan bahan biomaterial sintesis
sebagai bahan rehabilitasi jaringan tulang dan gigi diharapkan dapat
meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan melanjutkan fungsi daur
kehidupan jaringan yang digantikan. Salah satu bahan yang sedang
dikembangkan sebagai biomaterial sintesis adalah biokeramik. Akhir-akhir ini
keramik tidak hanya digunakan sebagai komponen kendaraan bermotor,
peralatan rumah tangga, bahan bangunan dan lain-lain. Namun teknologi
keramik telah diarahkan sebagai bahan rehabilitasi jaringan. Keramik yang
dimaksud dari hal di atas dikenal dengan istilah biokeramik. Bahan biokeramik
yang sering digunakan dalam bidang rehabilitasi jaringan adalah hidroksiapatit
sintetik. Pemilihan biomaterial yang tepat sangat diperlukan dalam proses
pengganti tulang, antara lain mudah diperoleh, biokompatibel, efektif, dan
tidak toksik (Riyani, 2005). Material pengganti tulang yang umum digunakan
adalah autograf penggantian satu bagian tubuh dengan bagian tubuh lainnya
dalam satu individu), allograf (penggantian tulang manusia dengan tulang
yang berasal dari manusia lain), xenograf (penggantian tulang manusia dengan
tulang yang berasal dari hewan). Namun, material pengganti tulang ini
biasanya tersedia dalam jumlah terbatas (Ratih dkk., 2003). Hewan yang
biasanya digunakan sebagai material pengganti tulang yaitu Ikan.
BAB II

ISI

A. PREPARASI DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT BERPORI


DARI TULANG IKAN
Hidroksiapatit (HAp) adalah komponen organik kalsium fosfat
berbasis biokeramik dengan bioafinitas tinggi mempunyai sifat
biokompaktibilitas yang baik terhadap jaringanmanusia. Hidroksiapatit
mempunyai peran penting antara lain sebagai bahan implant dalam bentuk
bulk berpori, sebagai bahan pelapis tipis pada logam, bahan pengisi untuk
penguat komposit dan sebagai isolasi agent . HAp dapat diperoleh melalui
sintesis dari
kalsium dan garam fosfat melalui beberapa metode seperti hidrotermal,
emulsi membran cair dan presipitasi. Metode-metode tersebut diatas agak
rumit dan prosesnya memakan waktu. Gelasi atau penuaan, pengeringan
dan sintering juga membutuhkan kondisi reaksi yang tepat. HAp dapat
diproduksi dari sumber alami yang murah, tidak rumit dan pada
umumnya digunakan metode kalsinasi termal untuk isolasi HAp alami.
Pada metode kalsinasi menunjukkan bahwa hidroksiapatit alami stabil pada
suhu lebih rendah dari 1.100 C. Suhu tertinggi dan ukuran yang lebih
kecil akan menghasilkan hidroksiapatit terbaik. Perlakuan panas tulang
ikan pada 800 C hingga 1.200 C menyebabkan tulang berubah menjadi
HAp kristal. Pada 1.300 C menjadi keramik HAp dan trikalsium fosfat
(TCP). Sedangkan transformasi fasa dari HAp ke TCP terjadi pada suhu
1.250 C .
Ikan mengandung limbah organik dengan komponen utamanya tulang.
Tulang ikanmemiliki porsi 10% dari total berat tubuh ikan, merupakan
salah satu limbah pengolahan ikan [9]. Dalam tepung tulang ikan
mengandung kalsium sebesar 23,72% hingga 39,24% dan fosfor sebesar
11,34% hingga 14,25% . Limbah tulang ikan ini dapat digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan hidroksiapatit . HAp berpori saat ini menjadi
kebutuhan yang mendasar bagi rekonstruksi tulang yang patah atau retak.
Pori yang terbentuk berfungsi sebagai media
pembentukan jaringan sel tulang yang tumbuh, sehingga
dapatmeningkatkan regenerasi tulang dengan baik. Ukuran pori untuk
memungkinkan pertumbuhan tulang bersamaan dengan sirkulasi darah
sebesar 100 mhingga 150 m. Ukuran pori 50m dapat menghasikan
pembentukan osteoid . Sebagai bahan porogen digunakan polimer yang
memiliki sifat biokompatibel, tidak beracun dan biodegradable. Polimer
ini antara lain kitosan, poli vinil alkoho (PVA) dan pati. Pada penelitian ini
dilakukan pembuatan hidroksiapatit (HAp) berpori, dengan bahan dasar
tulang ikan dan sebagai porogen digunakan kitosan. Metode yang
digunakan kalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam.
B. METODE
Sebagai bahan yang digunakan antara lain : limbah tulang ikan dari
Cilincing, alkohol, asam asetat 1M, kitosan, larutan ammonia dan air
demineralisasi. Alat yang digunakan antara lain : alat-alat gelas, perangkat
ultrasonic cleaner, oven, High Energy Milling (HEM), Furnace, X-Ray
Diffractometer (XRD) Shimadzu XD 610, Scanning Electron Microscope
(SEM) Model JSM-6510LA JEOL dan alat Simultan Thermal Analyzer
(STA) SetaramTGA24S. HAp yang diperoleh diamati dengan Scanning
electron microscopy (SEM) untuk melihat struktur mikro dan morfologi
permukaan, x-ray diffraction (XRD) untuk analisa fasa yang terbentuk,
fourier transform infrared (FT-IR) untuk identifikasi gugus fungsional.
Selain itu dilakukan juga uji In vitro dengan sel endothel dan sterilisasi
HAp dilakukan dengan radiasi pengion.
PROSES
Pembuatan HAp dilakukan sebagai berikut :
Tulang ikan dicuci dengan alkohol, pertama dengan direndam dan
diaduk selama 1 jam, selanjutnya pencucian dalam ultrasonic cleaner
selama 1 jam. Dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C, sebagai sampel
tulang ikan mentah. Kemudian terhadap tulang ikan mentah dilanjutkan
kalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam. Dihaluskan dengan HEM
selama 6 jam. Sedangkan pembuatan hidroksiapatit berpori. dengan cara
sebagai berikut : Dibuat larutan kitosan 16 mgram/mL dalam asam asetat
1M. Dituangkan HAp ke dalam larutan kitosan dengan perbandingan HAp
: kitosan = 10 : 1, diatur pH sebesar 11 dengan larutan ammonia.
Dilakukan pengadukan selama 5 jam pada 300 rpm, endapan yang
terbentuk kemudian didiamkan selama 24 jam. Dilanjutkan penyaringan
dan pencucian berulang hingga netral dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 110 C. Penggerusan dan kalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam.
Karakterisasi meliputi identifikasi fasa, strukturmikro dan termogravimetri.
Identifikasi fasa digunakan alat X-Ray Diffraction (XRD) Shimadzu XD
610. Pengamatan strukturmikro digunakan Scanning ElectronMicroscope
(SEM)Model JSM-6510LAJEOL dan termogravimetri digunakan alat
Simultan Thermal Analyzer (STA) SetaramTGA24S.
C. HASIL
Analisis termogravimetri berhubungan dengan dekomposisi dan
komponen organik pada tulang, ditunjukkan pada Gambar 1. Dari Gambar
1(a) terlihat bahwa pada rentang suhu 200 C hingga 500 C terjadi arah
pengurangan berat. Ini menunjukkan bahwa pencucian dan pengeringan
yang telah dilakukan tidak dapat sepenuhnya menghilangkan senyawa
organik terutama pada bagian dalam tulang. Seperti penelitian sebelumnya,
komponen organik pada jaringan tulang tereliminasi pada suhu 400 C.
Dari Gambar 1(a) menunjukkan puncak pengurangan berat pada 365,6 C
dan pada rentang suhu 500 Chingga 800 C pengurangan berat tidak
signifikan, yang dapat diartikan bahwa bahan komponen telah banyak yang
hilang. Sedangkan pada kurva tulang ikan setelah kalsinasi pada 1.100 C
selama 5 jamdiperlihatkan pada Gambar 1(b). Dari Gambar 1(b) tersebut
bahwa menunjukkan tidak terlihatnya pengurangan berat yang signifikan
pada rentang suhu 200 C hingga 800 C, artinya setelah kalsinasi
komponen organik dalam tulang sudah hilang. Identifikasi fasa
ditunjukkan padaGambar 2, untuk pola difraksi sinar-X tulang ikan mentah
dan tulang ikan kalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam. Identifikasi

Gambar 1. Kurva termogravimetri : (a). kurva tulang


ikan mentah dan (b). kurva tulang ikan kalsinasi
1.100 C selama 5 jam

Preparasi dan Karakterisasi Hidroksiapatit Berpori dari Tulang Ikan (Ari


Handayani)
Gambar 2. (a). Pola difraksi sinar-X tulang ikan mentah
dan (b). Pola difraksi tulang ikan kalsinasi pada suhu
1.100 C.
fasa mengacu pada Joint Committe on Powder Diffraction Standard
(JCPDS) No. 09-0432 dan dibandingkan dengan pola standar
hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2.
Terlihat pada pola difraksi tulang ikan mentah (Gambar 2(a)),
menunjukkan adanya fasakristalin yang tercampur dengan fasa amorf dan
berdasarkan JCPDS No. 09-0432 terdeteksi adanya fasa hidroksiapatit.
Artinya tulang ikan adalahmineral hidroksiapatit biologis dengan
kristalinitas yang sangat rendah. Pada pola difraksi tulang ikan yang telah
dikalsinasi pada 1.100 C selama 5 jam (Gambar 2(b)) terlihat jelas puncak
kristalin dan tidak tercampur dengan fasa amorf. Berdasarkan JCPDS No.
09-0432 yang ada hanya fasa kristalin dari hidroksiapatit. Hal ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya [13-16] yangmenyatakan bahwa pemanasan
tulang sampai dengan suhu 1.200 C hanya terbentuk fasa hidroksiapatit,
tetapi bila sampai pada 1.300 C akan terbentuk campuran hidroksiapatit
dan kalsiumkarbonat. Analisis strukturmikro dengan SEMditunjukkan pada
Gambar 3 dan Gambar 4. Strukturmikro tulang ikan mentah tidak
menunjukkan pori antar partikel yang jelas (Gambar 3(a)). Karena tulang
ikan mentah mengandung HAp berkarbonasi, kalogen, protein dan air.
Setelah dikalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam (Gambar 3(b))
menunjukkan terbentuk pori-pori diantara partikel yang lebih jelas. Hal ini
disebabkan komponen organik yang terkandung dalam tulang ikan sudah
hilang, sehingga yang tertinggal hanya HAp, namun masih terlihat adanya
aglomerasi antar partikel.
Gambar 3. Strukturmikro HAp (tulang ikan) (a). Tulang
Ikan mentah, (b). Tulang Ikan kalsinasi 1.100C 5 jam.
Gambar 4. Strukturmikro HAp (tulang ikan) (a). Tulang
Ikan + Chitosan, sebelum kalsinasi, (b). Tulang Ikan +
Kitosan, kalsinasi 1.100C 5 jam

Setelah penambahan porogen kitosan ditunjukkan pada Gambar 4, terlihat


tulang ikan yang telah ditambah dengan kitosan sebelum dilakukan
kalsinasi, terlihat strukturmikro adanya bahan pengikat diantara partikel-
partikel. Setelah dilakukan kalsinasi pada 1.100 C selama 5 jam (Gambar
4(b))menunjukkan strukturmikro hidroksiapatit dengan pori antar partikel
yang lebih jelas dan lebih teratur. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
kalsinasi menghilangkan komponen organik dalam tulang ikan dan kitosan
serta dengan penambahan kitosan dapatmembentuk pori antar partikel
lebih jelas dan lebih teratur dengan ukuran pori berkisar pada 0,1 m
hingga 1,0 m. Partikel yang terbentuk mempunyai ukuran sebesar 0,1 m
hingga 1,0 m.
D. APLIKASI
Kitosan merupakan biopolimer yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuat membran (Aryanto 2002). Akan tetapi, membran dengan
berbahan dasar kitosan saja tidak dapat langsung digunakan karena
strukturnya yang sangat rapuh. Modifikasi membran kitosan diharapkan
dapat menghasilkan membran dengan karakter yang lebih baik, misalnya
peningkatan kestabilan membran (Jin et al. 2004), memperkecil ukuran
poripori membran sehingga pemisahan molekulmolekul atau rejeksi
makromolekul dari suatu larutan oleh membran lebih efektif (Wang et al.
2001). Membran kitosan yang hanya terbentuk dari bahan dasar saja,
biasanya tidak dapat digunakan karena terdapat beberapa kekurangan.
Kemudian beberapa usaha dilakukan untuk mengatasinya, seperti
penggunaan bahan tambahan (aditif) untuk memperbaiki sifatsifat
membran tersebut. Makalah ini membahas salah satu bahan aditif yang
digunakan yaitu dari bahan baku tulang ikan.
Ukuran pori-pori membran kitosan dapat dibentuk sesuai dengan
kebutuhan aplikasi. Semakin besar pori yang terdapat pada membran maka
fungsi membran tersebut dapat dimodifikasi menjadi membran adsorpsi,
sebaliknya apabila membran memiliki pori-pori yang kecil maka membran
tersebut akan baik digunakan sebagai membran absorbsi (Ruckenstein &
Zeng, 1999).
Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika
suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan
(zat penjerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau
film (zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi
yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk
suatu larutan. Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan
substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat
atau benda penyerap, di mana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara
substansi dengan penyerapnya.
Definisi lain menyatakan adsorpsi sebagai suatu peristiwa
penyerapan pada lapisan permukaan atau antar fasa, di mana molekul dari
suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika
(disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi
gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan
adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben,
banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya
yang merupakan fungsi tekanan dan suhu)

E. KESIMPULAN
Dengan metode kalsinasi pada suhu 1.100 C selama 5 jam pada
tulang ikan terbentuk fasa kristalin dari hidroksiapatit. Setelah penambahan
porogen kitosan terbentuk hidroksiapatit dengan pori antar partikel yang
lebih teratur dengan ukuran pori berkisar pada 0,1 m hingga 1,0 mdan
ukuran partikel berkisar pada 0,1 m hingga 1,0 m.
Perkembangan penelitian pada morfologi HAp berpori telah digunakan dalam aplikasi
biomedis khususnya regenerasi jaringan tulang, hidroksiapatit berpori sangat efektif untuk
merekonstruksi tulang y a n g rusak,karenapori-poridariHApakanmenjadipemicutumbuhnyasel-sel
tulang baru, Pembentukan HAp berpori dapat dilakuk a n menggunakan bahan porogen
y a n g akanmenghilangselamaproseskalsinasi.
Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Kitosan

https://id.wikipedia.org/wiki/Kitin

download.portalgaruda.org/article.php?article=128763&val=4542

a-research.upi.edu/operator/upload/s_kim_0706595_chapter1.pdf

https://www.academia.edu/15464324/SINTESIS_HIDROKSIAPATIT_BERP
ORI_DENGAN_POROGEN_KITOSAN_DAN_KARAKTERISASINY_A_S
_YNTHESIS_OF_HYDROXYAPA_TlTE_POROUS_WITH_CHITOSAN_P
OROGEN_AND_ITS_CHARACTERIZA_TlON_
TUGAS INDIVIDU
MATA KULIAH : BIOMATERIAL
DOSEN PENGAMPU : NURUL FUADI, S.Si.M.Si

MAKALAH
BIOMATERIAL
PREPARASI DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT BERPORI
DARI TULANG IKAN

DI SUSUN
OLEH:
FIA AMALIA
60400114026
FISIKA B

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016

Anda mungkin juga menyukai