Anda di halaman 1dari 3

Haris Azhar dan The Kill Messenger

*Oleh : Teddy Firman Supardi

Negara tidak pernah kalah, negara selalu kuat, tak akan mungkin dapat melawan
negara. Thomas Hobbes dengan kosa kata Leviathan mengungkapkan bahwa negara
merupakan binatang buassebagai binatang buas, negara bisa memberangus siapa
saja yang melakukan perlawanan terhadap negara. Atas nama kedaulatan dan harga
diri negara dapat melakukan dua tindakan sekaligus : menindas dan menolong.
Haris Azhar merupakan contoh aktivis HAM yang keberaniannya harus kita
acungin jempol. Haris Azhar bukan hanya memberikan peringatan keras pada negara
tetapi juga menjadi titik balik untuk membuka permasalahan yang memang sudah lama
terjadi harus dibincangkan diranah publik yang luas. Apa yang dibuka oleh Haris Azhar
bukan hanya wacana tabu yang memang jarang dibawah oleh gerakan masyarakat
sipiltapi memang harus kita akui bahwa dunia hitam narkoba merupakan ruang
kolusif yang memiliki catatan sejarah yang kelam dan cenderung tertutup. Dan, jika
tidak berlebihanHaris Azhar pantaslah dijajarkan seperti Munir dalam membangun
lembaga KontraS dengan gerakan mengungkapkan kebobrokan rezim orba.
Kasus Haris Azhar mengingatkan kita pada film The Kill Messenger pada tahun
2014 yang merupakan kisah nyata dari perjuangan seorang wartawan dari San Jose
Mercury News, Gary Webb yang mengungkapkan bagaimana praktik koruptif jaksa
federal Amerika Serikat untuk melindungi perdagangan narkoba internasional di
Amerika Tengah. Gary Webb dengan teknik jurnalisme investigatif yang sangat
mendalam banyak mewancarai sumber, kontak langsung dengan praktik peredaran
narkoba, sampai harus menemui beberapa responden didalam penjara. Dari
investigasinya itu, Webb menuliskan sebuah serial laporan investigasinya dengan judul
Dark Alliance. Webb memiliki kesimpulan bahwa keterlibatan CIA dalam mendukung
perdagangan narkoba tersebut yang keuntungannya didistribusikan untuk mendukung
pemberontakan tentara di Nikaragua. Pesan dari film ini memberikan pelajaran tentang
suatu teori politikjika tidak bisa membantah subtansi permasalahan bunuhlah
karakter si pembawa pesan. Sama seperti Haris Azhar, Gary Webb awalnya menjadi
pahlawan yang dieluhkan oleh publik. Tulisannya dalam laporan itu membuat kutukan
publik atas dua institusi yang terlibat. Demonstrasi dimana-mana untuk mengutuk
kegiatan haram tersebut. Haris Azhar saat ini sudah resmi dilaporkan oleh BNN dan TNI
dengan tuduhan pencemaran nama baik. Publik pun memberikan respon yang sangat
positif untuk Haris Azhar. Hashtag #SayaPercayaKontraS di Twitter menjadi trending
topik dunia saat ini dan mampu membuat beberapa organisasi masyarakat sipil yang
besar seperti ICW juga memberi dukungan langsung.
Dahulukan Komunikasi

Menghindari konflik meluas dan menjaga citra publik adalah nomor satu.
Beberapa kasus yang menyangkut kelembagaan di Indonesia tidak pernah selesai
dengan penyelesaian konflik yang baik. Manajemen kelembaaan penyelesaian konflik
di Indonesia sangatlah buruk. Sebut saja yang populer KPK VS Polri yang menggegerkan
itu. Selain ego institusi yang dikedepankanpublik juga menilai tingkat kedewasaan
institusi-institusi penting di Indonesia.
Dalam acara ILC di TV One terlihat ada ego yang terpendam dalam komunikasi
institusi Polri, BNN, dan TNI. Pertama, memang ini menyangkut marwah ketiga institusi
ini. Kedua, citra negara tidak boleh kalah oleh warga negara yang jelas menjadi terang
disini. Kapuspenkum TNI bahkan menegaskan bahwa ini sebuah pembelajaran hukum
untuk masyarakat Indonesia.
Secara psikologis, terdapat makna kelembagaan yang mungkin saja jika publik
menilainya lebih dalam. Terdapat kesan bahwa respon ketiga institusi ini untuk
melaporkan Haris Azhar merupakan sesuatu hal yang terlalu dini. Komitmen reformasi
dalam kubuh Polri yang menjadi fokus kebijakan Kapolri Tito Karnavian nampaknya
tidak mendapatkan momentum yang baik dimata publik. Pengelolaan kritik publik
seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi dari kubu Polri. Untuk
TNI, memang sejarahnya institusi ini memang jarang menjadi perhatian publik untuk
masalah-masalah seperti ini. BNN dalam awal berdirinya hingga sekarang juga tidak
terlalu mendapat citra yang terus baikbanyaknya oknum-oknum BNN didaerah
khususnya yang juga terlibat dalam beberapa kasus juga menunjukkan bahwa institusi
ini juga kelabakan dengan isu ini.
Tindakan yang terlalu dini dari ketiga institusi ini memperlihatkan bahwa
pengelolaan isu publik didalam institusi ini belum memperhatikan perkembangan sosial
kedepan. Haris Azhar merupakan Koordinator KontraSsebuah NGO yang memiliki
akses untuk melakukan gerakan sosial yang luas. Dengan posisinya sebagai perwakilan
gerakan masyarakat sipilmanajemen isu publik juga dapat menjadi posisi tawar yang
penting untuk Haris Azhar dalam kasus ini. Sebagai bukti, mulai 3 Agustus 2016
KontraS resmi membuka pengaduan untuk pelaporan publik terhadap tindakan
aparatbaik itu tindakan pengancaman, pemerasan, dan tindakan melawan hukum
lainnya. Cara KontraS mengelola kasus ini menjadi komsumsi publik membuat perhatian
publik lebih mengarah pada Haris Azhar dan KontraS.
Bagaimana dengan TNI, Polri, dan BNN?, respon yang terlalu cepat terhadap isu
yang dilemparkan oleh Haris Azhar membuat ketiga institusi ini mengambil langkah
yang bisa dibilang terkesan ego dan kelabakan. Lebih baik TNI, Polri, dan BNN lebih
mengutamakan komunikasi intensif terbuka yang dapat diperhatikan oleh publik luas.
Mungkin dengan membentuk tim khusus antar lembaga bahkan melibatkan publik
untuk merespon isu ini. Jika ini dilakukan oleh ketiga institusi inipastinya publik akan
mengubah pandangan yang buruk. Meskipun pernyataan resmi dari ketiga institusi ini
akan menindaklanjuti secara internal isu iniuntuk momen perbaikan citra publik
mungkin kurang mendapatkan simpati publik.
Ujian Integritas

Haris Azhar menjadi contoh keberanian dari warga negara sekaligus seorang
aktivis. Tetapi, ada yang salah memang dari langkah Haris Azhar yang tidak
mempublikasikan kasus ini sebelum Freddy Budiman dieksekusi mati. Keputusan Haris
Azhar mempublikasikan testimoni Freddy Budiman setelah eksekusi mati membuat
hilangnya momen hukum yang mungkin dapat berubah. Integritas seorang Haris Azhar
dalam kasus ini memiliki kesimpulan ganda. Pertama, sebagai seorang aktivis HAM yang
cukup terkenal tentu saja jauh-jauh hari menjadi modal Haris Azhar untuk
menyebarluaskan kebenaran yang adajika hal tersebut memang benar adanya.
Kedua, kecenderungan untuk tidak membuat kegaduhan yang peluang kriminilisasi
terhadapnya juga akan dapat diperkecil jika ini dapat dibuka sebelum keadaan menjadi
seperti ini. Publik juga dapat menilai kemana keberanian Haris Azhar sebelum ini?. Jika
dijawab secara resmi pun oleh Haris Azhar maka sudah dikategorikan sangatlah politis.
Isu ini juga menjadi pintu lebar untuk membuka labirin hitam yang tidak
tersentuh. TNI, Polri, dan BNN mendapatkan momen untuk perbaikan internal dan juga
eksternaljika isu ini berakhir begitu saja, maka publik juga akan menilai bahwa ini
merupakan hal yang lumrah terjadi pada institusi hukum di Indonesiaancamannya
bukan hanya tidak percayanya publik terhadap para penegak hukum, tetapi lebih dari
itu ini menyangkut bagaimana integritas ketiga institusi ini juga dipertaruhkan disini.
Apalagi, komitmen untuk reformasi kelembagaan sudah ditegaskan maka jawaban yang
paling rasional adalah melaksanakan dan membuktikannya dengan praktik
kelembagaan yang baik.
Kasus ini menjadi penilaian terhadap bagaimana pengelolaan isu publik didalam
lembaga dijalankan. Haris Azhar, TNI, Polri, dan BNN tidak boleh dikategorikan sebagai
dikotomi antara sipil vs negara. Lebih baik ini diabadikan sebagai perwujudan
peningkatan akuntabilitas publik terhadap ketiga institusi ini.

Anda mungkin juga menyukai