Anda di halaman 1dari 7

Konsep dan Sejarah Taqiyah

Taqiyah adalah konsep idiologi agama yang disebutkan di banyak tempat dalam Al-Quran. Di
dalam ayat-ayat tersebut ada isyarat jelas yang menunjukkan kasus-kasus ketika seorang
Mukmin terpaksa menempuh jalan yang disyariatkan ini dalam perjalanan hidupnya di tengah
kondisi yang sulit. Guna melindungi diri, kehormatan, dan hartanya. Atau, untuk melindungi diri,
kehormatan, dan harta orang yang ada hubungan dengannya. Sebagaimana pernah ditempuh oleh
kaum Mukmin dari keluarga Firaun untuk melindungi al-Kalim Musa as dari ancaman
pembunuhan. Hal itu juga pemah dilakukan Ammar bin Yasir ketika ia ditawan dan diancam
akan dibunuh. Dan masih banyak kasus-kasus lain yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan
sunah. Yang jelas, kita harus mengenalnya, baik pengertian, tujuan, dalil, dan definisi maupun
batasannya. Sehingga kita dapat menghindari sikap lalai dan berlebih-lebihan dalam
melakukannya.
Pada perkembangannya, Taqiyah tidak hanya berjalan pada wilayah idiologis agama saja, namun
menjalar pada rana sosial, politik dan ekonomi, dan hampir dalam semua aspek kehidupan
dewasa ini yang memiliki tujuan mencari keuntungan dengan menyembunyikan kebenaran untuk
mendapatkan kemaslahatan. Hal ini bisa dipahami dalam pengertian, bahwa taqiyah adalah
pembelaan dan penyelamatan baik yang bersifat individual, golongan atau kelompok, bahkan
dalam wilayah yang lebih luas lagi seperti negara dan agama.

Pembahasan tentang konsep taqiyah ini menjadi pembahasan yang hangat yang selalu
menimbulkan pro dan kontra. Ada ulama atau sebagian masyarakat yang mendukung konsep ini
berdasarkan bukti sejarah dan sumber yang diambil dari al-Qur'an maupun al-Sunnah, namun
tidak sedikit ulama yang mengkritik pedas dan bahkan sesat ajaran ini. Bahkan peperangan
ideologis tertulis maupun lisan banyak dilakukan dengan dialog perdebatan dengan membawa
sumber-sumber argumentatisinya. . Sedikit sekali kita mendapati kajian tentang konsep ini yang
bersifat obyektif-modernis yang komprehensif. Kajian idealogis adalah kajian yang sensitif yang
penuh dengan subyektifitas pembaca dan pengarang, situasi dan kondisi pengarang termasuk
latar belakang pengarang sangat mempengaruhi konten dari pembahasan taqiyah ini. Ulama
Syi'ah banyak menulis buku yang mendukung konsep ini dengan argumentif ilmiah, namun tetap
ada kepentingan di balik itu, begitu juga ulama Sunni yang membangun karangka berfikirnya
(framework) dengan pra-pemahaman konsepsi yang sepihak tanpa pertimbangan lain.
Lalu bagaimana sebenarnya konsep taqiyah ini secara idialogis dan praktis, apakah bertentangan
dengan agama, atau justru sesuai dengan konsep maslahah? Pertanyaan ini tidak lepas dari
perdebatan, apakah taqiyah hanya dengan lisan, atau boleh dengan perbuatan?, apakah taqiyah
hanya dalam urusan keyakinan, atau dalam segala urusan?

Pengertian Taqiyah
Taqiyah adalah isim dari kata ittaqa -yattaqi. Huruf ta' pada kata itu menggantikan huruf waw.
Asalnya adalah al-wiqayah yang secara bahasa berarti menjaga atau melindungi, kewaspadaan,
dan kehati-hatian.[1] Dari situ, at-taqwa diartikan secara mutlak sebagai ketaatan kepada Allah.
Sebab, orang yang taat menjadikannya sebagai perlindungan dari neraka dan siksaan. Maksud
taqiyah itu adalah menjaga diri dari bahaya yang ditimpakan orang lain dengan menampakkan
persetujuan kepadanya dalam ucapan atau perbuatan, yang bertentangan dengan kebenaran.
Dalam kamus lisan al-Arab, taqiyah taqwa dengan menunjukkan atau menampakkan perdamaian
dan kesepakatan dan hatinya bertentangan dengan apa yang dikatakannya.[2]
Al-Mufid mengartikannya Taqiyah adalah menyembunyikan kebenaran (menurut mereka) dan
menutupi keyakinan dari padanya. dan menyembunyikan yang menyelisihi. maksudnya yang
menyelisihi Ahli Sunnah.[3] Al-Bahran mengartikan (Taqiyah) yaitu menampakkan
kesepahaman terhadap ajaran-ajaran orang-orang yang menyelisihi. yang dimaksud orang-orang
yang menyelisihi adalah Ahli Sunnah.[4] Imam (Syi'ah) Khumaini mengartikan Taqiyah
maknanya seseorang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya, atau
melakukan hal yang tidak sesuai neraca syariah. maksud dari neraca syariah adalah syariah
Syi'ah.[5]
Banyak devinisi yang diberikan para ulama tentang taqiyah ini, kalau diperhatikan dari praktek
itu sendiri, taqiyah adalah usaha seseorang menyelamatkan diri, keluarga, kelompok dari
kejahatan luar. Pada dasarnya taqiyah ini sangat bertentangan dengan nifaq, karena dua term
tersebut mengatakan sesuatu yang berlawanan dengan hatinya. Namun dalam prakteknya, sering
kita menemukan ambiugitas. Hal inilah yang menjadikan sebagain ulama mengklaim sesat ajaran
ini.

Sejarah dan Perkembangannya


Dalam perjalanan sejarah hidup manusia, praktek taqiyah ini tidak bisa dipisahkan
dengan sejarah manusia mencari kehidupan yang dipenuhi rasa aman dan nyaman. Secara
doktrinal tekstual, ajaran taqiyah ini sudah dijelaskan secara ekplisit dalam beberapa ayat al-
Qur'an, dan dalam perjalanan sejarah, konsep tersebut menjadi suatu doktrin formal idealogi
agama yang perna terjadi dalam kasus sahabat 'Ammar bin Yasir yang ditetapkan oleh
Rasulullah SAW sebagai praktek taqiyah yang diperbolehkan. Bahkan dalam kitab maqalat al-
islamiyin dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW adalah yang pertama melakukan praktek
taqiyah dengan menyembunyikan agama Islam.[6]
Pada perkembangannya taqiyah ini dijadikan sebagai prinsip agama syiah dengan mengambil
sumber dari riwayat Imam Abu Jafar Ash-Shadiq a.s., beliau berkata: Taqiyah adalah agamaku
dan agama bapak-bapakku. Seseorang tidak dianggap beragama bila tidak bertaqiyah.[7] Dan
pada agama Syi'ah inilah ajaran taqiyah berkembang pesat.

Hujjah kebolehan Taqiyah


Dalil Qur'an
Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah),
kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa),
akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah
menimpanya dan baginya azab yang besar.[8]
.

Dalil lain dalam Riwayat.

1. Seperti yang disebutkan di awal contoh dari 'Ammar bin Yasir (ra) Seseorang mengatakan
kepada Nabi bahwa 'Ammar telah menjadi kafir. Nabi berkata: "Sesungguhnya daging
dan darah 'Ammar dipenuhi dengan iman yang benar. Kemudian Ammar datang kepada
Nabi SAW sambil menangis terseduh-seduh karena ia telah mengucapkan kata-kata
pengingkaran terhadap Islam sehingga nyawanya selamat dari cengkeraman orang-orang
kafir. Nabi bertanya kepadanya, "Bagaimana dengan hatimu ? "Ammar berkata:" Hatiku
berada dalam ke-Imanan ". Nabi yang mulia menyuruhnya untuk tidak khawatir dan
menyarankan dia untuk mengulang kata-kata itu jika orang-orang kafir memintanya lagi
untuk melakukannya.[9]

2. "Dan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim telah diriwayatkan melalui Al-`Awfi dari Ibnu Abbas
(bahwa ia berkata tentang ayat ini): `Jadi, taqiyah adalah dengan lidah. Siapa pun yang
dipaksa untuk mengatakan sesuatu ketidaktaatan kepada Allah dan ia berbicara itu karena
takut sementara hatinya tetap teguh dalam iman, maka dibolehkan ia melakukan nya;
taqiyah sesungguhnya adalah dengan lidah saja. ".... Dan Abd bin Hamid telah
diriwayatkan dari al-Hasan (al-Basri) bahwa ia berkata: Taqiyah adalah sah hingga hari
kiamat`. Dan Abdul (bin Hamid) telah diriwayatkan dari Abu Raja 'bahwa ia membaca ,
`illa an tattaqu minhum taqiyatan ', dan` Abd bin Hamid telah meriwayatkan dari
Qatadah bahwa ia mengucapkan (juga) .... taqiyatan dengan ya ".[10]

3. Imam Bukhari telah menulis satu bab penuh "Kitabul Ikrah", tentang keadaan yang
memaksa. Dan Allah berfirman `kecuali jika Anda mampu untuk menjaga dirimu
terhadap mereka karena takut dari mereka '... Dan Taqiyah.
.... Dan Hassan (Basri) berkata: `Taqiyah adalah hingga hari kiamat .... Dan Nabi SAW berkata:`
amal itu bergantung dari niatnya.[11]

Hujjah larangan Taqiyah




1.


[12]

2.

[13]

Pandangan Ulama Sunni dan Syiah
Ath- Thabari[14] menjelaskan tafsir QS. Ali 'Imran [3]: 28) dengan menggaris bawahi kalimat, ".
..kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. " Abu al-A1iyah
berkata, "Taqiyah itu dalam lisan, bukan dengan perbuatan." Diriwayatkan dari al-Hasan: Saya
mendengar Abu Muadz berkata: Ubaid mengabarkan kepada kami. la berkata: Saya mendengar
adh-Dhahak berkata tentang firman Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang
ditakuti dari mereka," "Taqiyah dalam lisan adalah orang yang dipaksa untuk mengucapkan
sesuatu yang merupakan kemaksiatan kepada Allah. la mengucapkannya karena takut akan
ditimpakan bahaya pada dirinya. "... padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan ..., maka ia
tidak berdosa. Sesungguhnya taqiyah itu dalam lisan.[15]
Az-Zamakhsyari ketika menafsirkan firman Allah SWT: ... kecuali karena memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka ...berkata, "Yaitu keringanan bagi mereka di tengah muwaltat
apabila takut kepada para penguasa mereka. Yang dimaksud dengan muwalat adalah perbedaan
dan pergaulan secara lahiriah. Sedangkan hatinya teguh dalam permusuhan dan kebencian, dan
menunggu hilangnya rintangan.[16]
Ar-Razi,[17] ketika menafsirkan firman Allah SWT: ...kecuali karena memelihara diri dari
sesuatu yang ditakuti dari mereka ..., berkata, "Masalah keempat Ketahuilah, bahwa taqiyah
memiliki banyak ketentuan. Kami akan menyebutkan sebagiannya sebagai berikut[18]:

1. Taqiyah hanya dilakukan apabila seseorang berada di tengah kaum yang kafir, dan ia
takut mereka akan menimpakan bahaya terhadap diri dan hartanya. Maka ia bersikap
halus kepada mereka dalam ucapan, yaitu tidak menampakkan permusuhan dalam
ucapan. Bahkan ia juga boleh menampakkan ucapan yang menunjukkan kecintaan dan
kesetiaan. " Akan tetapi, dengan syarat menyembunyikan sikap sebaliknya dan
mengingkari setiap kata yang diucapkannya. Taqiyah itu memiliki pengaruh pada lahir,
bukan dalam keadaan- keadaan hati. Dalam kaitannya dengan perbedaan madzhab, Imam
Syafi'i mengatakan jika kondisi antara (berbagai mazhab) umat Islam menyerupai kondisi
antara Muslim dan orang musyrik, maka taqiyah diantara sesama umat Islam yang
berbeda mazhab diperbolehkan. Dan tidak hanya itu, menurut penulis hal ini juga berlaku
dalam masalah teologis.

2. Taqiyah itu dibolehkan untuk memelihara diri. Apakah taqiyah juga boleh dilakukan
untuk memelihara harta? Kemungkinan hal itu diperbolehkan berdasarkan sabda
Rasulullah saw: "Kemuliaan harta seorang Muslim adalah seperti kemuliaan darahnya.
Juga sabdanya: "Barangsiapa yang terbunuh dalam membela hartanya, ia mati syahid."

3. Orang yang mengatakan bahwa aturan (dari taqiyah) ini hanya berlaku pada masa awal
Islam, karena Islam pada saat itu lemah, tetapi sekarang ketika pemerintahan Islam punya
kekuasaan dan kekuatan, maka taqiyah tidak dibolehkan lagi, adalah tidak benar !`. Telah
diriwayatkan dari al-Hasan (al-Basri) bahwa ia berkata: `Taqiyah diperbolehkan untuk
kaum muslim hingga hari kiamat. Dan pendapat ini lebih dapat diterima karena Wajib
untuk menahan semua jenis bahaya dari seseorang sebanyak mungkin.

4. Taqiyah diperbolehkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan manifestasi persahabatan


atau permusuhan, dan juga diperbolehkan dalam hal-hal yang berhubungan dengan
profesinya (agama mereka) itu. Tapi tentu tidak diperbolehkan dalam hal-hal yang
mempengaruhi orang lain, seperti pembunuhan, perzinaan, perampasan hak milik,
sumpah palsu, fitnah perempuan menikah atau memberitahukan orang-orang kafir
tentang titik lemah dalam pertahanan orang Muslim.

An-Nasafi[19] berkata, "... kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka " Artinya, kecuali kamu takut terhadap kebijakan mereka sebagai sesuatu yang
mendatangkan ketakutan. Yakni, agar orang kafir itu tidak memiliki kekuasaan atas dirimu.
Sehingga engkau takut ia menimpakan bahaya kepada diri dan hartamu. Maka ketika itu, kamu
boleh menampakkan kesetiaan dan menyembunyikan permusuhan.
Al-Alusi berkata, Dalam ayat itu terdapat dalil disyariatkannya taqiyah. Mereka
mendefinisikannya sebagai memelihara diri, kehormatan, atau harta dari kejahatan musuh.
Musuh itu ada dua bagian sebagai berikut Permusuhan yang didasarkan pada perbedaan agama,
seperti orang kafir dan Muslim dan Pernusuhan yang didasarkan pada tujuan-tujuan keduniaan,
seperti harta dan kekuasaan."
Jamaluddin al-Qasimi berkata: Terhadap ayat ini: ...kecuali karena memelihara diri dari sesuatu
yang ditakuti dari mereka ... para imam (mazhab) menyimpulkan bahwa taqiyah disyariatkan
ketika ada ketakutan. Ijmak tentang bolehnya melakukan taqiyah ketika takut telah dinukil oleh
Imam al-Murtadha al-Yamani dalam kitabnya Itsar al-Haqq 'ala al-Khalq.
Al-Maraghi menafsirkan ayat " ...kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti
dari mereka, " yakni, kaum Mukmin meninggalkan kesetiaan kepada orang-orang kafir
merupakan suatu keharusan dalam setiap keadaan kecuali ketika takut mereka akan menimpakan
suatu bahaya. Maka ketika itu, kamu boleh melakukan taqiyah rnenurut kadar ketakutan terhadap
bahaya itu. Sebab, kaidah syariat rnengatakan, 'Meninggalkan kerusakan lebih didahulukan
daripada rnendatangkan kebaikan."
Dalam tafsir Fathu al-Qadir dielaskan, bahwa taqiyah dalam masalah al-muwalat diperbolehkan
karena takut secara dhahir bukan batin, pendapat ini bertentangan dengan ulama salaf yang
mengatakan, bahwa tidak ada taqiyah setelah Allah meninggikan agama Islam.[20]
Dalam kitab Mushanif Ibnu Syaibah dari Abu Ja'far bahwa taqiyah tidak boleh dan haram
hukumnya kecuali dalam hal dan kondisi yang sangat diperlukan seperti hukum memakan
bangkai, dalam kondisi tertentu halal memakannya. Dan taqiyah diperbolehkan bagi seorang
mukmin selain dalam masalah pembunuhan, dari Ibnu Abbas dan Ibnu 'Aliyah menerangkan
taqiyah hanya disyaratkan dengan lisan dan bukan tangan dan perbuatan. Taqiyah adalah
rukhshah dan keutamaan untuk menegakkan perintah Allah SWT.[21]
Najmuddin Tufi Hanbali perna menulis "Know that the long arguments for and against taqiyah
are useless . but there is no doubt in its validity and legality. Of course, common people do not
like its name (taqiyah) because it has been identified with the Shi'as. Otherwise, the whole world
uses it naturally, though some call it `tolerance', others name it as `diplomacy, and some call it
`common sense'. And it is proved by proofs of Shariah (Islam).[22] Secara umum dapat kita
paham bahwa penyebab orang tidak sepakat dengan ajaran ini adalah karena taqiyah adalah
ajaran yang identik melekat pada ajaran Syi'ah.

Implikasi Konsep Taqiyah dalam kehidupan umat Islam


Pro dan kontra antara apakah taqiyah itu memiliki asas maslahah yang dibenarkan agama atau
merupakan sebuah kemunafikan seseorang dalam praktek beragama? Menjadi hal yang wajar,
mengingat secara idealogis tektual ajaran itu dibenarkan oleh al-Qur'an, dan dalam sejarah atau
praktek yang mengarah diperbolehkannya melakukan dengan beberapa syarat dan ketentuan
yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Walaupun taqiyah digunakan untuk menyembunyikan keimanan seseorang karena adanya
bahaya yang akan terjadi, namun pada prakteknya taqiyah tidak hanya dilakukan dalam wilayah
keimanan saja. Lebih dari itu, banyak masyarakat yang juga menjadikan dogma taqiyah ini untuk
menyelamatkan aspek-aspek lain seperti ekonomi, politik, dan agama. Dalam masalah ekonomi,
usaha menyembunyikan kebenaran sudah menjadi hal biasa untuk meraup keuntungan pihak-
pihak tertentu, tidak ada dalam hukum ekonomi konvensional khususnya yang mau membuka
rahasia kebenaran sistem ekonominya. Dalam ranah politik, sering kita temukan diskusi politik
yang banyak memberi argumentasi sepihak untuk menyelamatkan golongannya. Mungkin
pembaca makalah ini tidak setuju dengan gagasan baru dan yleneh. Mengingat taqiyah adalah
menyembunyikan keimanan dalam hati, dan mengucapkan kekufuran. Namun bagi penulis,
sebuah ajaran yang diyakini oleh seseorang akan mempengarugi sifat dan karakter hidupnya,
sehingga tidak hanya idealogi agama sja yang terpengaruh, melainkan seluruh aspek hidupnya
juga akan dipengaruhi.
Dan dari pada itu, kita amati perkembangan suatu aliran dalam agama, walaupun aliran itu
dianggap menyimpang dari agama, namun mengapa perkembangan aliran dan pengikutnya
selalu berkembang. Menurut penulis, taqiyah juga digunakan oleh kaum, agama, aliran
minoritas tertentu agar bisa tetap eksis dan berkembang seiring waktu. Alasan ini bukan tidak
beralasan, mengingat Syi'ah yang pada awalnya hanya sebuah paham, kemudian membetuk
sebuah kelompok aliran agama dan berkembang pesat, termasuk di Indonesia. Indonesia yang
mayoritas penduduknya Muslim dan memiliki idiologi agama Sunni, juga sebagai tujuan
penyebaran aqidah ini, mulai dari penyebaran idialogi pemikiran sampai pemberian fasilitas yang
memiliki tendensi ke-Syi'ah-an.
Masih banyak praktek taqiyah yang semakin lama menjauhkan asas kebolehannya. Hal inilah
yang menjadikan taqiyah adalah sebuah dengan dalih untuk mencari kemaslahatan pribadi.
Wallahu 'alam.

Kesimpulan
Taqiyah adalah bagian dari ajaran Islam yang diperbolehkan untuk kemaslahatan manusia,
tentunya tidak bertentangan dengan maqashid syariah. Permasalahan taqiyah tidak hanya
deperbolehkan dalam wilayah keimanan seseorang saja, lebih dari itu praktek taqiyah masih
relevan dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Namun dibalik itu kebebasan taqiyah
tidak seharusnya menjadi lampu hijau untuk dipraktekkan dengan tanpa batas dan ketentuan
syariah, dimana siapa saja berhak mempraktekkan ajaran ini. Maka adanya ayat yang
mendukung tentang praktek taqiyah seharusnya disandingkan dengan ayat yang menentang
idealogi ini. Sekali lagi penulis katakan, bahwa al-Qur'an bukan tidak konsisten dalam khitabnya,
namun ini adalah salah satu fleksibilitas ajaran universal al-Qur'an yang mengandung asas
prinsip kemaslahatan manusia, khususnya umat Islam. Adanya tuduhan sesat tentang ajaran ini
dikarenakan kecenderungan dalam mempermudah prakteknya. Setiap pmeudahan yang
dipermudah, maka akan melahirkan kesulitan. Wallah a'lam

[1] KH. Adib Bisri, KH. Munawwaira A. Fatah, Kamus Indonesia-Arab: Arab-Indonesia
Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1999), hal. 785
[2] Cd Rom, Maktabah Syamilah, dalam kamus lisan al-Arab, bab. Waqa', juz. 15, hal. 401
[3] Lihat kitab Tashhih Al-I'tiqad, hal. 115
[4] Lihat kitab Al-Kasykul, Juz 1, hal. 202
[5] Lihat kitab Kasyf Al-Asrar, hal. 147
[6] Cd Rom, Maktabah Syamilah, dalam Maqalat al-Islamiyin, bab maqalat asy-syi'ah, juz. 1,
hal. 16
[7] Al-Kaafi, jus II, hal. 219
[8] QS. An-Nahl (16) : 106
[9] As-Suyuti, ad-Durru'l Manthur Tafsir, vol. 4, p. 4, hal 132; 132; Ar-Razi, Tafsir Mafatihu
al-Ghaib ; (c) Az-Zamakhshari, Tafsir al- Kashshaf , Beirut, vol. 2, p. 2, hal 43. Hampir semua
buku-buku menggambarkan peristiwa ini untuk menjelakan peristiwa taqiyah.
[10] As-Suyuti, ad-Durru al-manthur , vol. 2, hal. 10-17; Ar-Razi, Tafsir Mafatihu al-Ghaib ,
Beirut, edisi ke-3, vol. 7, hal 13
[11] Cd Rom, Maktabah Syamilah, dalam Shohih Bukhari, bab kaifa bad'I al-wahyu ila al-
Rasul. Juz. I hal. 4
[12] Q.S. AN-Nisa': 77. ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada sahabat,
mereka beriman dan membenarkan Rasulullah SAW sebelum diwajibkan kepada mereka jihad,
dan padahal mereka telah diwajibkan sholat dan zakat, lalu mereka memohon kepada Allah agar
difardhukan jihad, maka ketika diwajibkan kepada mereka jihad,merasa merasa kesusahan,
sehingga mereka mengatakan Allah tidak memberikah kepbar tentang fardhunya jihad dalam
kitabnya. Lihat Cd Rom, Maktabah Syamilah, dalam tafsir Thabari, bab. 77. juz. 8, hal. 547
[13] Q.S. Al-Maidah : 54
[14] Cd Rom, Maktabah Syamilah, bab ikrah, juz 6, hal. 2542. lihat juga dalam al-Bukhari,
Shohih Bukhari. edisi Mesir , Vol. 9, hal. 24-25.
[15] Cd Rom, Maktabah Syamilah, Thabari dalam tafsir Al-Thabari, bab. 28, juz. 6, hal. 313-
317.
[16] Cd Rom, Maktabah Syamilah, Az-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasyaf, bab 28, juz 1, hal.
265
[17] Seorang ulama tafsir dari madhab Sunni yang mengarang kitab tafsir mafatih al-Ghaib
[18] Ar-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib , Beirut, edisi ke-3, vol. 7, hal 13
[19] Cd Rom, Maktabah Syamilah. An-Nasafi dalam tafsir an-Nasafi, bab. Ayat 28, juz. 1, hal.
149
[20] Cd Rom, Maktabah Syamilah. Dalam tafsir fath al-Qadir. bab ayat 28, juz. 1, hal. 500,
dan pada bab ayat 30, juz 1, hal. 501
[21] Cd Rom, Al-Maktabah al- Syamilah, dalam kitab Mushanif Ibnu Syaibah, juz. 6, hal. 747,
642,643,
[22] Tufi, Sharhu 'l Arba'in an-Nawawi as quoted in Falkun-Najat, 2nd ed. Lahore, vol. 2, p.
107

Anda mungkin juga menyukai