Anda di halaman 1dari 30

GANGGUAN SOMATOFORM

Pembimbing
dr. Rosmalia Suparso, SpKJ

Disusun oleh :
Ines Syadza 406151026
Michiell Susienny 406152023

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA DHARMA GRAHA
PERIODE 28 MARET 2016 30 APRIL 2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Ines Syadza (406151026)


Michiell Susienny (406152023)
Universitas : Universitas Tarumanagara
Fakultas : Kedokteran Umum
Tingkat : Program Studi Profesi Dokter
Diajukan : 5 April 2016
Bagian : Ilmu Kesehatan Jiwa
Judul Referat : Gangguan Somatoform

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa


RSKJ Dharma Graha
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Rosmalia Suparso, SpKJ

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa, yang telah memberikan rahmat dan bimbingan-Nya sehingga
referat yang berjudul Gangguan Somatoform ini dapat selesai
tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Jiwa di RSKJ Dharma
Graha, serta agar dapat menambah kemampuan dan ilmu pengetahuan
bagi para pembaca.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
atas bantuan serta bimbingan dari dr. Rosmalia Suparso, SpKJ selama
menjalani kepaniteraan penyakit dalam periode 28 maret 2016 30
april 2016 ini.
Penulis menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar referat ini dapat disempurnakan di masa yang akan datang. Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Serpong, 12 April 2016

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... 2
KATA PENGANTAR............................................................................................ 3
DAFTAR ISI......................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................ 5
Gangguan Somatisasi............................................................................................ 5
Gangguan Konversi...............................................................................................10
Hipokondriasis......................................................................................................14
Body Dysmorphic Disorder..................................................................................18
Gangguan Nyeri....................................................................................................20
Gangguan Somatoform yang Tidak Terdiferensiasi. 24
Gangguan Somatoform yang Tidak Tergolongkan...............................................25
Diagnosis berdasarkan PPDGJ III 26
KESIMPULAN..................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 30

4
PENDAHULUAN

Gangguan somatoform merupakan kelompok gangguan yang memiliki


gejala fisik (seperti nyeri, mual dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan
penjelasan medis lain yang memadai. Diagnosis ditegakkan berdasarkan penilaian
bahwa faktor psikologis memegang peranan besar terhadap onset, berat penyakit,
dan durasi gejala yang ada.
Menurut DSM IV, terdapat lima gangguan somatoform spesifik, yaitu (1)
gangguan somatisasi, (2) gangguan konversi, (3) hipokondriasis, (4) gangguan
dismorfik tubuh, dan (5) gangguan nyeri. DSM IV juga memiliki dua kategori
diagnostik residual, yaitu (1) gangguan somatoform tidak terdiferensiasi dan (2)
gangguan somatoform yang tidak dapat ditentukan.

A. GANGGUAN SOMATISASI
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena
banyaknya keluhan yang ada dan melibatkan sistem organ multipel. Gangguan ini
bersifat kronis dan disertai distres psikologis bermakna, gangguan fungsi sosial
dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.

Epidemiologi
Menurut penelitian, prevalensi penderita gangguan somatisasi pada
populasi umum diperkirakan mendekati 0,5 %. Wanita berjumlah 5 sampai 20 kali
lebih banyak daripada pria. Dengan rasio pria : wanita sebesar 1 : 5, maka
prevalensi gangguan somatisasi pada wanita pada populasi umum diperkirakan
sekitar 1 atau 2 %.

Etiologi

5
Faktor psikososial. Rumusan psikososial mengenai penyebab gangguan
melibatkan interpretasi gejala sebagai suatu tipe komunikasi sosial, yang hasilnya
berupa sikap menghindari kewajiban (contoh : mengerjakan pekerjaan yang tidak
disukai), mengekspresikan emosi (contoh : marah pada pasangan), atau untuk
melambangkan suatu perasaan atau keyakinan (contoh : nyeri pada saluran
pencernaan). Faktor sosial, cultural, dan etnik mungkin juga terlibat di dalam
perkembangan gangguan somatisasi.
Faktor biologis. Beberapa penelitian mengarah pada dasar
neuropsikologis untuk gangguan somatisasi. Penelitian tersebut mengatakan
bahwa pasien memiliki gangguan perhatian dan kognitif yang dapat menyebabkan
persepsi dan penilaian yang salah terhadap input somatosensorik.
Faktor genetika. Data genetika menyatakan bahwa sekurangnya pada
beberapa keluarga, transmisi gangguan somatisasi memiliki komponen genetika.
Gangguan somatisasi dapat ditemukan pada 10-20 % sanak saudara wanita derajat
pertama dari pasien. Pada keluarga ini, sanak saudara lakilaki derajat pertama
rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Suatu
penelitian juga melaporkan angka kesesuaian 29% pada kembar monozigot dan
10% pada kembar dizigotik.

Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Riwayat banyaknya keluhan fisik sejak sebelum usia 30 tahun yang
muncul dalam banyak periode selama beberapa tahun dan terdapat
hendaya berat dalam kehidupan sosial, pekerjaan, atau bidang penting
lainnya.
B. Setiap kriteria di bawah ini harus ada, dengan gejala individual dapat
timbul kapan saja selama perjalanan penyakit :
(1) empat rasa nyeri : riwayat rasa nyeri pada minimal empat bagian
atau fungsi tubuh (contoh : kepala, abdomen, punggung, sendi,
ekstremitas, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan
seksual, atau ketika buang air kecil)

6
(2) dua gejala gastrointestinal : riwayat minimal dua gejala
gastrointestinal selain rasa nyeri (contoh : mual, kembung, muntah
di luar kehamilan, diare, atau intoleransi jenis makanan tertentu)
(3) satu gejala seksual : riwayat minimal satu gejala seksual atau
reproduksi selain rasa nyeri (contoh : indiferensiasi seksual,
disfungsi ereksi atau ejakulasi, menstruasi ireguler, pendarahan
menstrual yang banyak, muntah terus-menerus sepanjang periode
kehamilan)
(4) satu gejala pseudoneurologikus : riwayat minimal satu kali gejala
atau defisit yang menandakan gangguan neurologis, tidak terbatas
pada rasa nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis atau kelemahan lokal, sulit menelan atau
terdapat pembengkakan pada tenggorokan, afonia, retensi urin,
halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan ganda,
tuli, kejang; gejala disosiasi seperti amnesia; atau hilangnya
kesadaran kecuali pingsan)
B. Terdapat salah satu dari di bawah ini :
(1) setelah pemeriksaan yang tepat, setiap gejala pada poin B tidak
dapat dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum
atau akibat efek zat tertentu (contoh : penyalahgunaan obat,
medikasi).
(2) bila terdapat kondisi medik umum yang berhubungan, maka
keluhan fisik atau hendaya sosial atau pekerjaan berlebihan dari
yang diharapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau
hasil laboratorium.
C. Gejala-gejala yang ada bukan akibat kesengajaan atau dibuat-buat.

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan somatisasi mengeluhkan banyak gejala somatik
dan memiliki riwayat medik yang panjang, kompleks. Mual muntah (di luar
kehamilan), sulit menelan, nyeri pada lengan dan tungkai, nafas pendek tidak

7
berhubungan dengan aktivitas fisik, amnesia, dan komplikasi pada kehamilan atau
menstruasi adalah gejala yang paling sering didapat. Pasien biasanya percaya
bahwa mereka sakit hampir sepanjang masa hidupnya. Gejala pseudoneurologikus
mendukung, namun tidak patognomonik, gangguan neurologist.
Distres psikologis dan masalah interpersonal menonjol; cemas dan depresi
adalah kondisi psikiatri yang paling sering ditemukan. Ancaman bunuh diri sering
terjadi, namun bunuh diri yang benar-benar terjadi jarang ditemukan, biasanya
berkaitan dengan penyalahgunaan zat. Riwayat medik pasien seringkali tidak
jelas, tidak tepat, inkonsisten, dan disorganisasi. Pasien menggambarkan
keluhannya secara dramatis, emosional, dan melebih-lebihkan, dengan
bersemangat; mereka keliru dengan urutan waktu dan tidak dapat membedakan
dengna tepat gejala saat ini dengan gejala sebelumnya. Pasien dapat merasa
bergantung, egosentris, haus akan pujian atau rasa bangga, dan manipulatif.
Gangguan somatisasi biasanya berhubungan dengan gangguan mental
lainnya, termasuk gangguan depresi mayor, gangguan kepribadian, gangguan
akibat penggunaan zat, gangguan cemas generalisata, dan fobia. Kombinasi dari
gangguan ini dan gejala yang kronis mengakibatkan peningkatan insidensi
masalah perkawinan, pekerjaan, dan sosial.

Diagnosis Banding
Gangguan kondisi medis umum
Meskipun timbul pada kelompok usia yang sama tetapi penyakit-penyakit
ini dapat dijelaskan secara sepesifik atau dapat diperiksa dengan laboratorium.
Beberapa gangguan kondisi medis umum yang dapat didiagnosis banding dengan
gangguan somatisasi ialah Multiple sclerosis, Myastenia Gravis, SLE, AIDS,
Porphyria intermitten Akut, Hypertiroidisme, Hyperparatyroidisme, Infeksi
Sistemik Kronis

8
Gangguan Mental
Pada gangguan Depresi Berat, Anxietas dan Schizofrenia (psikosis),
meskipun ditemukan gejala somatis, namun gejala gangguan mental terkait lebih
menonjol.

Gangguan Somatoform Lain


Pada Hypochondriosis, gangguan tidak bersifat multiple namun spesifik,
sedangkan somatoform bersifat multiple. Pada Gangguan Konversi, gejala yang
timbul terbatas pada 1 atau 2 gejala neurologis, sedangkan somatoform lebih luas.
Gangguan Nyeri menunjukkan gejala yang terbatas hanya 1 atau 2 gejala nyeri,
sedangkan somatoform memiliki lebih dari 4 gejala nyeri.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Gangguan somatisasi bersifat kronis dan melemahkan si penderita. Awitan
biasanya terjadi di usia sebelum 30 tahun dengan durasi selama beberapa tahun.
Timbulnya gejala somatik biasanya berhubungan dengan peningkatan kejadian
stres. Prognosis yang buruk jika gangguan disertai stress yang berlebihan.

Terapi
Penanganan terbaik gangguan ini dilakukan oleh satu orang dokter, karena
jika dipertemukan dengan orang yang berbeda maka pasien akan mengeluhkan
gejala yang lain. Proses terapi harus di monitor secara terjadwal (umumnya
bulanan). Kunjungan terapi sebaiknya bersifat singkat, namun pemeriksaan fisik
rutin sebaiknya tetap dilakukan guna menemukan keluhan somatik yang baru.
Pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik sebaiknya dihindari karena
pasien akan tetap menolak hasil objektif yang diperoleh. Keluhan somatik
biasanya dianggap sebagai ekspresi emosional daripada sebagai suatu keluhan
medis.
Tujuan terapi ialah menyadarkan pasien bahwa kemungkinan besar
keluhan tersebut disebabkan oleh faktor psikologis. Sehingga pada akhirnya
pasien mau memeriksakan kesehatan mentalnya. Psikoterapi individu dan

9
kelompok dapat menurunkan biaya pengobatan. Dimana pasien dibantu untuk
menanggulangi gejala-gejalanya, mengekspresikan emosi yang melatarbelakangi
penyakitnya, serta memberikan alternatif cara untuk mengekspresikan
perasaannya tersebut.
Farmakoterapi diberikan harus dengan indikasi, yaitu jika ada gangguan
mental yang menyertai. Tindakan ini harus disertai monitoring yang ketat karena
pasien sering tidak disiplin dalam menjalani pengobatan dan menjadi tidak efektif.

B. GANGGUAN KONVERSI
DSM-IV mendefinisikan gangguan konversi sebagai suatu gangguan yang
ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis (seperti paralisis, kebutaan,
dan parestesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh gangguan neurologis atau medis
yang diketahui. Di samping itu, penegakan diagnosis mengharuskan adanya faktor
psikologis yang berhubungan dengan awal atau eksaserbasi gejala.

Epidemiologi
Dari suatu survei komunitas ditemukan bahwa insidensi tahunan gangguan
konversi adalah 22 per 100.000 orang. Rasio wanita terhadap pria pada usia
dewasa adalah 2 berbanding 1 dan sebanyak-banyaknya 5 berbanding 1; pada
anak-anak kecenderungan juga lebih tinggi pada wanita. Gangguan konversi
paling sering ditemukan pada populasi pedesaan, pendidikan rendah, dengan
tingkat intelegensi rendah, dengan status sosioekonomi rendah, dan anggota
militer yang menghadapi pertempuran.

Etiologi
Faktor psikoanalitik. Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi
disebabkan oleh represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan
ke dalam suatu gejala fisik. Gejala yang timbul merupakan ekspresi sebagian
keinginan atau dorongan yang dilarang tapi tersembunyi, sehingga pasien tidak
perlu secara sadar berhadapan dengan impuls mereka yang tidak dapat diterima.

10
Faktor biologis. Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis
dan neuropsikologis dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian
pencitraan otak awal menemukan hipometabolisme pada hemisfer dominan dan
hipermetabolisme pada hemisfer nondominan dan telah melibatkan gangguan
komunikasi hemisfer sebagai penyebab gangguan konversi.
Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Satu atau lebih gejala atau defisit mempengaruhi fungsi sensorik atau
motorik volunter yang mendukung kondisi neurologis atau kondisi medis
umum lainnya.
B. Faktor psikologis diduga berhubungan dengan timbulnya gejala atau
defisit tersebut karena inisiasi atau eksaserbasi gejala atau defisit didahului
oleh konflik atau stresor lainnya.
C. Gejala atau defisit bukan akibat kesengajaan atau dibuat-buat.
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah pemeriksaan yang tepat, dijelaskan
sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum, atau sebagai akibat
langsung penggunaan zat, atau tingkah laku atau pengalaman sanksi
kultural.
E. Gejala atau defisit mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam
sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya atau memerlukan evaluasi medik.
F. Gejala atau defisit tidka terbatas pada rasa nyeri atau disfungsi seksual,
tidak muncul semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan
tidak lebih baik dijelaskan pada gangguan mental lainnya.
Spesifikasi tipe :
Dengan gejala atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang
Dengan gambaran campuran

11
Gambaran Klinis
Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala yang paling sering
ditemukan. Gangguan konversi biasanya berhubungan dengan gangguan
kepribadian pasif-agresif, ketergantungan, antisosial, dan histrionik. Gangguan
depresi dan cemas sering menyertai gejala gangguan konversi, dan pasien
biasanya beresiko bunuh diri.
Gejala sensorik biasanya berupa anestesia dan parestesia, terutama pada
ekstremitas. Semua aspek sensorik dapat terkena dan distribusinya inkonsisten
dengan baik gangguan neurologis sentral atau perifer. Gangguan konversi dapat
mempengaruhi organ penginderaan, gejala ini dapat unilateral atau bilateral,
namun pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan adanya gangguan persarafan.
Gejala motorik meliputi gerakan abnormal, gangguan postur tubuh,
kelemahan, dan paralisis atau paresis. Tremor ritmik kasar, gerak koreiformis, tics,
dan tersentak dapat ditemukan.
Kejang semu adalah gejala lain yang dapat pula terjadi. Klinisi dapat
mengalami kesulitan dalam membedakan kejang semu ini dengan kejang
sesungguhnya hanya melalui observasi klinis.

Diagnosis Banding
Gangguan Kondisi Medis Umum
Gangguan kondisi medis umum yang didiagnosis banding, terutama
merupakan gangguan neurologis. Seperti gejala kelemahan otot ditemukan
pula pada Myastenia Gravis, Poliomyositis, Multiple Sclerosis, dan Myopati. Lalu
gejala kebutaan terjadi pula pada Neuritis Opticus. Gejala paralysis didiagnosis
banding dengan pada penyakit sindroma Guillain Baree, penyakit Creutzfeldt-
Jakob dan AIDS.
Apabila gejala-gejala tersebut dapat diatasi dengan sugesti, hipnotis, serta
obat-obatan seperti Amobarbital (Amytal) dan Lorazepam (Ativan) kemungkinan
penyakit tersebut adalah gangguan Konversi.

12
Gangguan Mental
Gejala gangguan Konversi dapat timbul pada Skizofrenia, Depresi dan
Anxietas. Namun gangguan-gangguan mental ini memiliki gejala tersendiri yang
khas.

Gangguan Somatoform Lain


Gejala berupa gangguan sensori-motoris juga ditemukan pada Gangguan
somatisasi. Namun gangguan Somatisasi lebih bersifat kronis, terjadi di usia yang
lebih muda, dan adanya gejala yang bersifat multiple organ. Hypochondriosis
memiliki karakteristik pasien yang tidak mengalami gangguan atau kehilangan
fungsi. Ditemukan gangguan somatis yang bersifat kronis. Gangguan tidak
terbatas pada gejala-gejala neurologis dan adanya kekhasan perilaku serta
kepercayaan hypochondrial. Gangguan Nyeri didiagnosa jika hanya terbatas pada
timbulnya gejala nyeri. Pasien yang hanya mengeluhkan gangguan fungsi seksual
sebaiknya diklasifikasikan sebagai gangguan dysfungsi seksual, daripada sebagai
gangguan Konversi.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Gejala awal dari kebanyakan pasien dengan gangguan Konversi akan
sembuh dalam beberapa hari atau kurang dari sebulan. Pada 75 % pasien tidak
akan mengalami kekambuhan, namun 25% lainnya mengalami tambahan episode
saat mengalami stres. Prognosis dikatakan baik jika awitan bersifat akut, faktor
stressor yang mudah dikenali, kemampuan penyesuaian diri yang baik sebelum
pasien jatuh sakit, tidak adanya gangguan psikiatri atau medis lain yang
menyertai, tidak sedang mengikuti suatu proses peradilan. Prognosis bersifat
buruk, terutama jika gejala gangguan Konversi ini telah timbul sejak lama.

13
Terapi
Gangguan Konversi biasanya hilang secara spontan, terutama jika
didukung oleh tilikan diri yang baik dan terapi perilaku. Proses psikoterapi hanya
difokuskan untuk mengurangi faktor stres. Yakinan pula bahwa gejala-gejala yang
timbul akan semakin memperberat penyakitnya. Terapi Hipnotis, obat-obatan
anxyolitik, serta pelatihan relaksasi tingkah laku ternyata cukup efektif. Obat-
obatan parenteral seperti Amobarbital atau Lorazepam juga efektif. Terapi
psikodinamik dilakukan untuk menganalisa dan menggali konflik psikis serta
simbolisasi dari gejala gangguan konversinya. Psikoterapi yang dianjurkan adalah
terapi yang bersifat singkat dan dilakukan dalam jangka yang pendek.

C. HIPOKONDRIASIS
Istilah hipokondriasis didapatkan dari istilah medis lama
hipokondrium, yang berarti di bawah rusuk, dan mencerminkan seringnya
pasien mengalami keluhan abdomen. Hipokondriasis merupakan gangguan di
mana terdapat preokupasi dengan ketakutan akan mengalami, atau keyakinan
memiliki, penyakit serius.

Epidemiologi
Suatu penelitian melaporkan prevalensi dalam enam bulan sebesar 4-6 %
pada populasi umum. Pria dan wanita memiliki jumalh yang sama. Onset usia
paling sering antara usia 20 dan 30 tahun.

Etiologi
Dalam kriteria diagnostik untuk hipokondriasis, DSM-IV menyatakan
bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Orang
hipokondrial meningkatkan dan membesar-besarkan sensasi somatiknya. Mereka
memiliki ambang rangsang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan
fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang normal sebagai tekanan
abdominal, orang hipokondriakal mengalaminya sebagai nyeri abdomen.

14
Teori kedua menerangkan bahwa hipokondriasis dapat dimengerti
berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai
keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang menghadapi
masalah yang tampak berat dan tidak dapat dipecahkan.
Teori ketiga menerangkan hipokondriasis sebagai bentuk varian gangguan
mental lainnya. Diperkirakan 80% pasien hipokondriasis mungkin memiliki
gangguan depresif atau gangguan cemas yang ditemukan bersama-sama.
Teori keempat tentang psikodinamika hipokondriasis, yang menyatakan
harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dialihkan kepada keluhan
fisik. Rasa nyeri dan keluhan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus
kesalahan dan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang
diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata ataupun khayalan) dan
perasaan seseorang bahwa dia jahat dan memalukan.

Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Preokupasi akan rasa takut memiliki, atau ide bahwa seseorang
mempunyai, penyakit serius berdasarkan misinterpretasi pasien mengenai
gejala tubuhnya.
B. Preokupasi tersebut bertahan tanpa menghiraukan hasil evaluasi medis
yang tepat dan pengyakinan kembali oleh klinisi.
C. Keyakinan yang disebutkan pada poin A tidak pada intensitas waham
(seperti gangguan waham, tipe somatik) dan tidak terbatas pada perhatian
akan penampilan (seperti gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi tersebut mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam
sosial, pekerjaan, atau bidang lainnya.
E. Durasi minimal 6 bulan.
F. Preokupasi tersebut tidak lebih baik dijelaskan sebagai akibat gangguan
kecemasan generalisata, Preokupasif-kompulsif, gangguan panik, episode
depresi berat, cemas akan perpisahan, atau gangguan somatoform lainnya.
Spesifikasi bila :

15
Dengan tilikan diri buruk : bila, hamper sepanjang waktu selama
episode kini, penderita tidak menyadari bahwa keyakinannya memiliki
penyakit serius tersebut berlebihan atau tidak beralasan.

Gambaran Klinis
Pasien merasa yakin dirinya memiliki penyakit serius yang belum
terdeteksi, dan tidak dapat diyakinkan sebaliknya. Pasien mempertahankan
keyakinannya bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, atau seiring berjalannya
waktu, dapat memindahkan keyakinannya pada penyakit lain. Keyakinan tersebut
bertahan tanpa menghiraukan hasil pemeriksaan laboratorium negative,
merupakan perjalanan ringan dari penyakit yang dinyatakan sepanjang waktu, dan
dengan pengyakinan kembali yang tepat dari dokter. Hipokondriasis sering
disertai depresi atau cemas dan biasanya bersama-sama dengan gangguan depresi
atau cemas.
Walaupun dalam kriteria DSM-IV-TR terdapat syarat minimal 6 bulan,
status hipokondriakal transien dapat timbul pada stres berat, paling sering
kematian atau penyakit berat yang diderita seseorang yang penting bagi pasien,
atau setelah sembuh dari penyakit serius yang diderita oleh pasien sendiri.

Diagnosis Banding
Gangguan Kondisi Medis Umum
Hypochondriasis harus didiagnosa banding dengan gangguan nonpsikiatrik
lain, terutama yang menunjukkan gejala yang sulit didiagnosa seperti AIDS,
Endokrinopaty, Myastenia Gravis, Multiple Sclerosis, Penyakit Degeneratif
system saraf, SLE, dan Neoplasia.

Gangguan Mental
Pada gangguan Depresi atau Anxietas didiagnosa keduanya kecuali gejala
hypochondrial muncul secara bersamaan. Pada Skizofrenia, waham hypochondrial
bisa ditemukan dan disertai oleh gejala psikotik lainnya.

16
Gangguan Somatoform Lain
Pada gangguan Somatisasi, gejala lebih bersifat multiple namun pada
hypochondriasis ditemukan perasaan takut memiliki penyakit dengan gejala yang
lebih sedikit. Serta rasio antara lelaki dan perempuan pada Hypochondriasis
adalah sama, sedangkan gangguan Somatisasi lebih banyak diderita oleh wanita.
Gangguan Konversi bersifat akut, umumnya sementara, dan hanya disertai gejala
yang ringan. Gangguan Nyeri, juga bersifat kronis tetapi keluhan hanya terbatas
pada rasa nyeri saja. Pada Gangguan Dysmorfik, pasien berharap dirinya normal,
namun pada hypochondriosis pasien justru mengungkapkan ketidaknormalannya
agar mendapatkan perhatian dari orang lain.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Hipochondriasis bersifat episodik dengan durasi bulanan hingga tahunan
dan disertai interval yang lama. Sepertiga hingga setengah dari pasien akan
membaik dengan sendirinya. Pada pasien anak-anak, hypochondriasis akan
sembuh dengan sendirinya di usia akhir remaja atau awal dewasa.
Prognosis dianggap baik jika ditemukan kondisi sebagai berikut:
Status sosial ekonomi pasien baik.
Sensitif terhadap terapi anxietas atau depresi.
Onset yang tiba-tiba.
Tidak adanya gangguan kepribadian.
Tidak ditemukan adanya gangguan medis lain yang nonpsikiatrik.

Terapi
Pasien umumnya menolak pengobatan psikiatri, kecuali difokuskan pada
pengurangan stres serta didikan guna mengatasi penyakit kronis. Psikoterapi yang
dilakukan seperti terpi perilaku, terapi kognitif, dan hipnotis umumnya cukup
membantu. Sebaiknya terapi dilakukan terjadwal dengan baik dan konsisten, agar
pasien tidak merasa diacuhkan. Prosedur diagnostik invasif dan prosedur
terapeutik hanya dilakukan atas indikasi. Farmakoterapi dilakukan jika ditemukan

17
gangguan lain yang mendasari dan responsif terhadap obat (seperti gangguan
anxietas atau depresi).

D. GANGGUAN DISMORFIK TUBUH


Gangguan dismorfik tubuh menerangkan adanya preokupasi seseorang
memiliki cacat tubuh khayalan atau suatu interpretasi berlebihan dari cacat yang
minimal atau kecil. Inti gangguan ini adalah bahwa seseorang yakin atau takut
bahwa dirinya tidak menarik atau bahkan menjijikkan.

Epidemiologi
Onset usia tersering yaitu antara 15 dan 20 tahun dan wanita lebih sering
terkena dibandingkan pria. Suatu penelitian menyatakan bahwa lebih dari 90%
pasien gangguan dismorfik tubuh pernah mengalami episode depresif berat,
sekitar 70% pernah mengalami gangguan cemas, dan sekitar 30% pernah
menderita gangguan psikotik.

Etiologi
Penyebab gangguan dismorfik tubuh tidak diketahui. Patofisiologi
gangguan mungkin melibatkan serotonin dan dapat berhubungan dengan
gangguan mental lain. Mungkin juga terdapat pengaruh kultural atau sosial yang
bermakna bagi pasien. Dalam psikodinamika, gangguan dismorfik tubuh
mencerminkan pengalihan konflik seksual atau emosional ke dalam bagian tubuh
yang tidak berhubungan. Asosiasi timbul melalui mekanisme pertahanan represi,
disosiasi, distorsi, simbolisasi, dan proyeksi.

Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Preokupasi akan defek khayalan pada penampilan. Bila terdapat anomali
fisik kecil, maka pasien menanggapinya secara berlebihan.

18
B. Preokupasi mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial,
pekerjaan, atau bidang lainnya.
C. Preokupasi tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya
(contoh : ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anoreksia
nervosa).

Gambaran Klinis
Perhatian paling sering melibatkan cacat wajah, khususnya pada bagian
spesifik (contoh : hidung). Terkadang keluhan tidak jelas dan sulit dimengerti.
Sebuah penelitian menemukan bahwa, rata-rata, pasien mempermasalahkan empat
regio tubuhnya, selain wajah adalah rambut, buah dada, dan genitalia. Variasi pada
pria adalah keinginan untuk bulk-up dan membentuk massa otot yang besar.
Gejala lain yang umum ditemukan meliputi ide atau waham referensi (biasanya
mengenai bagian tubuh yang diperhatikan pasien), seperti terlalu sering bercermin
atau menghindari permukaan yang menampilkan bayangan, dan usaha untuk
menyembunyikan kecacatannya (dengan kosmetik atau pakaian). Efek pada
kehidupan pasien dapat signifikan; sebagian besar pasien menghindari ekspos
hubungan sosial atau pekerjaan. Diagnosis komorbid dengan gangguan depresi
dan cemas sering ditemukan, dan pasien juga dapat memiliki ciri kepribadian
obsesif-kompulsif, skizoid, dan narsistik.

Diagnosis Banding
Pada gangguan Kepribadian Narcistik, perhatian terhadap salah satu
bagian tubuh tidaklah menonjol. Pada gangguan Depresif, Obsesif-Kompulsif dan
Skizofrenia, ditemukan gejala-gejala dengan gangguan terkait, meskipun gejala
utamanya adalah perhatian berlebih akan suatu bagian tubuh. Pada sindroma
perilaku makan berupa Anoreksia Nervosa, Gangguan Identitas Terkait Gender
dan Kerusakan Otak juga ditemukan distorsi dalam Body Image.
Dibandingkan orang normal, seseorang dengan gangguan Dismorfik dapat
dibedakan jika perhatian tersebut bersifat berlebihan, sehingga dapat mengganggu
emosi dan fungsi hidup orang tersebut.

19
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Awitan bersifat gradual, timbulnya perhatian berlebih jika disadari telah
terjadi adanya gangguan fungsi. Dan timbul keinginan untuk mencari pertolongan
medis atau tindakan operasi. Gangguan ini biasanya bersifat kronis jika
terabaikan.

Terapi
Pengobatan pasein gangguan Dismorfik dapat dilakukan dengan terpai
bedah, pengobatan dermatologis, dan pengobatan Gigi dan Mulut. Farmakoterapi
seperti, Trisiklik anti depresan, Monoamin Oksidase Inhibitor dan pimozide
(Orap), bermanfaat pada beberapa kasus. Obat-obatan pro Serotonin spesifik,
seperti clomipramine (Anafranil) dan Fluoxetine (Prozac) dapat mengurangi
gejala pada sekitar 50% pasien. Jika disertai adanya gangguan mental, maka
dilakukan farmakoterapi dan psikoterapi yang sesuai.

E. GANGGUAN NYERI
Gejala utama gangguan nyeri adalah adanya nyeri pada satu atau lebih
lokasi yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh kondisi medis atau neurologis non
psikiatrik. Gejala tersebut disertai distres emosional dan gangguan fungsional
serta memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan faktor psikologis.

Epidemiologi
Gangguan nyeri dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria.
Onset usia puncaknya pada dekade keempat dan kelima, kemungkinan karena
toleransi terhadap nyeri menurun dengan bertambahnya usia. Gangguan nyeri
mempunyai kemungkinan adanya warisan genetika. Gangguan depresi, gangguan
cemas, dan penyalahgunaan zat juga sering ditemukan pada keluarga pasien
dengan gangguan nyeri dibandingkan populasi umum.

20
Etiologi
Faktor psikodinamika. Pasien dengan gangguan nyeri pada tubuhnya
tanpa penyebab fisik yang dapat diidentifikasi secara adekuat mungkin merupakan
ekspresi simbolik dari konflik intrapsikis melalui tubuh. Nyeri dapat berfungsi
sebagai cara untuk mendapatkan cinta, suatu hukuman karena kesalahan, dan cara
untuk menebus kesalahan dan bertobat. Mekanisme pertahanan yang digunakan
oleh pasien dengan gangguan nyeri adalah pengalihan, substitusi, dan represi.
Faktor perilaku. Perilaku sakit diperkuat ketika disenangi dan dihambat
ketika diabaikan atau dihukum. Sebagai contoha, gejala nyeri sedang mungkin
menjadi kuat jika diikuti oleh kecemasan orang lain atau oleh keberhasilan dalam
menghindari aktivitas yang tidak disenangi.
Faktor interpersonal. Nyeri yang sulit disembuhkan dipandang sebagai
cara untuk memanipulasi dan mendapatkan keuntungan dalam hubungan
interpersonal.
Faktor biologis. Korteks serebral dapat menghambat pemicuan serabut
nyeri aferen. Serotonin kemungkinan merupakan neurotransmitter utama dalam
jalur inhibitor desenden dan endorfin juga berperan dalam modulasi nyeri oleh
sistem saraf pusat. Defisiensi endorfin tampaknya berhubungan dengan penguatan
stimuli sensorik yang datang. Beberapa pasien memiliki gangguan nyeri karena
kelainan struktural atau kimiawi sistem sensorik dan sistem limbik yang
mempredisposisikan mereka mengalami nyeri.

Diagnosis
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Rasa nyeri pada satu atau lebih bagian anatomis adalah fokus utama dan
cukup berat sehingga memerlukan perhatian klinis.
B. Rasa nyeri mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial,
pekerjaan, atau bidang lainnya.
C. Faktor psikologis diduga memegang peranan pada onset, berat, eksaserbasi,
atau bertahannya nyeri.
D. Gejala atau defisit bukan disengaja atau dibuat-buat.

21
E. Nyeri tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mood, kecemasan, atau
psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Dibagi atas :
Gangguan nyeri berasosiasi dengan faktor psikologis
Faktor psikologis memegang peranan besar pada onset, berat, eksaserbasi,
atau bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat kondisi medik umum, peranannya tidak
besar.) Gangguan nyeri ini tidak didiagnosis bila memenuhi kriteria gangguan
somatisasi.
Gangguan nyeri berasosiasi dengan baik faktor psikologis maupun kondisi
medik umum
Baik faktor psikologis maupun kondisi medik umum memegang peranan
penting pada onset, berat, eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. Kondisi medik
umum atau bagian anatomis ayng terasa nyeri didiagnosis berdasarkan aksis III.
Gangguan nyeri berasosiasi dengan kondisi medik umum
Kondisi medik umum memegang peranan besar pada onset, berat,
eksaserbasi, atau bertahannya rasa nyeri. (bila terdapat faktor psikologis,
peranannya tidak besar.) Gangguan ini bukan merupakan gangguan mental.
Spesifikasi :
Akut : durasi kurang dari 6 bulan
Kronik : durasi 6 bulan atau lebih

Gambaran Klinis
Pasien dengan gangguan nyeri bukan merupakan kelompok yang uniform
tapi merupakan kumpulan heterogen dari penderita dengan keluhan nyeri
pinggang bawah, sakit kepala, nyeri wajah atipikal, nyeri pelvis kronis, dan nyeri
lainnya. Keluhan nyeri pasien dapat paskatrauma, neuropati, neurologik,
iatrogenik, atau muskuloskeletal.
Pasien dengan ganguan nyeri memiliki riwayat panjang akan perawatan
medik dan bedah. Mereka mendatangi banyak dokter, meminta banyak
pengobatan, dan dapat terus-menerus ingin dioperasi. Mereka dapat terobsesi
dengan nyerinya dan membanggakannya sebagai sumber kesengsaraannya.

22
Beberpaa pasien mengingkari sebab lain dari disforia yang dialami dan
meyakinkan bahwa hidupnya sangat bahagian kecuali untuk nyeri yang diderita.
Komplikasi dapat berupa gangguan akibat penggunaan zat, karena pasien
berusaha mengurangi nyeri dengan konsumsi alkohol dan zat lainnya.

Diagnosis Banding
Nyeri Fisik Murni
Nyeri fisik murni sulit dibedakan dengan nyeri psikogenik murni. Nyeri
fisik intensitasnya bersifat fluktuatif, sangat sensitif terhadap keadaan emosi,
kognitif, perhatian dan pengaruh lingkungan. Nyeri fisik murni dapat teratasi
dengan pengalihan dan analgetika.

Gangguan Somatoform Lain


Gangguan Nyeri harus dapat dibedakan dengan gangguan Somatoform
lainnya, meskipun beberapa gangguan somatoform dapat timbul bersamaan.
Pasien dengan hypochondriosis akan menunjukkan gejala hypochondrial
(keyakinan akan adanya penyakit dalam dirinya) yang menonjol dan lebih banyak
serta bersifat fluktuatif. Pasien dengan gangguan Konversi, umumnya berdurasi
singkat, sedangkan gangguan nyeri bersifat kronis. Juga secara definisi, nyeri
bukanlah gejala dari gangguan konversi.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Gangguan nyeri biasanya timbul secara mendadak dan semakin bertambah
parah dalam beberapa minggu atau bulan. Prognosis dapat bervariasi, dimana
gangguan ini bersifat kronis, sangat mengganggu hingga terjadi gangguan fungsi
hidup.
Prognosis buruk terjadi jika ditemukan adanya masalah tertentu yang
melatarbelakangi (terutama pasivitas), terlibat dalam perkara pengadilan atau
mendapatkan kompensasi finansial, adanya penggunaan zat additif serta riwayat
nyeri yang telah lama.

23
Terapi
Dikarenakan tidak mungkin untuk mengurangi nyeri sehingga pendekatan
terapi ialah rehabilitasi. Para klinisi harus berusaha untuk menemukan fakta-fakta
psikologis yang mendasari penyakit. Adanya keterlibatan emosi (berupa sistem
limbik) yang mempengaruhi jalur sensoris nyeri, harus dijelaskan kepada pasien.
Sebagai contoh, seseorang yang kepalanya dipukul saat sedang
berpesta/bergembira akan kurang merasa nyeri jika ia dipukul saat sedang marah
atau bekerja. Para dokter pun harus menyadari bahwa nyeri yang dialami pasien
adalah nyata, bukan sebuah imajinasi.
Pengobatan secara farmakoterapi seperti analgetika, secara umum tidak
terlalu bermanfaat pada pasien dengan gangguan Nyeri. Bahkan penggunaan
analgetik jangka panjang cenderung disalahgunakan. Begitupula dengan obat-
obatan Sedatif dan Antianxietas, biasanya disalahgunakan, atau digunakan bukan
atas indikasi serta adanya kerugian lain dari efek samping obat. Antidepresan
seperti Trisiklik dan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), adalah obat-
obatan yang sangat efektif. Meskipun antidepresan dapat mengurangi nyeri
melalui mekanisme antidepresi, efek analgesik langsung dari obat ini masih
bersifat kontroversial. Amfetamin merupakan analgetik kuat yang sangat berguna
bagi pasien, terutama ketika digunakan obat tambahan pada terapi dengan SSRI,
namun harus disertai monitoring yang ketat.

F. GANGGUAN SOMATOFORM TIDAK TERDIFERENSIASI


Merupakan kelompok gangguan dengan keluhan fisik berlangsung kurang
dari 6 bulan yang tidak dapat dijelaskan dan gejala yang ada berada di bawah
kriteria untuk diagnosis gangguan somatisasi.
Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV-TR :
A. Satu atau lebih keluhan fisik (contoh : lelah, hilang nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau urinarius)
B. Terdapat salah satu dari di bawah ini :

24
(1) setelah pemeriksaan yang tepat, setiap gejala pada poin B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya berdasarkan kondisi medik umum atau akibat efek zat
tertentu (contoh : penyalahgunaan obat, medikasi).
(2) bila terdapat kondisi medik umum yang berhubungan, maka keluhan fisik atau
hendaya sosial atau pekerjaan berlebihan dari yang diharapkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, atau hasil laboratorium.
B. Gejala mengakibatkan distres klinis atau hendaya berat dalam sosial,
pekerjaan, atau bidang lainnya.
C. Durasi minimal 6 bulan.
D. Gangguan tidak lebih baik dijelaskan dengan gangguan mental lainnya
(seperti gangguan somatoform lainnya, disfungsi seksual, gangguan mood,
gangguan cemas, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
E. Gejala bukan disengaja atau dibuat-buat.

G. GANGGUAN SOMATOFORM YANG TIDAK DAPAT DITENTUKAN


Merupakan kategori residual untuk pasien dengan gejala gangguan
somatoform namun tidak memenuhi kriteria diagnostik yang spesifik untuk salah
satu gangguan somatoform.
1. Pseudocyesis : keyakinan yang salah bahwa mengalami kehamilan yang
berhubungan dengan tanda obyektif kehamilan, meliputi pembesaran abdomen
(walaupun umbilikus tidak eversi), berkurangnya aliran darah menstruasi,
amenore, perasaan subyektif adanya gerak janin, nual, pembesaran dan sekresi
mammae, dan nyeri persalinan pada hari ynag diharapkan. Perubahan
endokrin dapat terjadi, namun gejala yang ada tidak dapat dijelaskan dengan
kondisi medik umum yang menyebabkan perubahan endokrin.
2. Gangguan melibatkan gejala hipokondriakal nonpsikotik dengan durasi
kurang dari 6 bulan.
3. Gangguan melibatkan keluhan fisik yang tidak dapat dijelaskan (contoh :
kelelahan atau badan lemah) dengan durasi kurang dari 6 bulan yang tidak
berhubungan dengan gangguan mental lainnya.

25
Diagnosis berdasarkan PPDGJ-III:
A. F 45.0 Gangguan Somatisasi
Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam
yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang
sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.
Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-
keluhannya
Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga,
yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari
perilakunya.

B. F 45.1 Gangguan Somatoform Tidak Terinci


Keluhan keluhan fisik berupa multipel, bervariasi dan menetap,
akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan
somatisasi yang tidak terpenuhi
Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum
jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan
keluhannya.

C. F 45.2 Gangguan Hipokondrik


Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang
berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas
atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)
Tidak Mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa
dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang
melandasi keluhan-keluhannya.

26
D. F 45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform
Adanya gejala gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi,
berkeringat, tremor, muka panas, yang menetap dan menggangu
Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu
( gejala tidak khas )
Preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai
kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu
khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh
hasil pemeriksaan pemeriksaan berulang, maupun penjelasan
penjelasan dari para dokter
Tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada
struktur/fungsi dari sistem atau organ yang dimaksud

E. F 45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap


Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang
tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik
maupun adanya gangguan fisik
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional
atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan
alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik
personal maupun medis, untuk yang bersangkutan

F. F 45.8 Gangguan Somatoform Lainnya


Pada gangguan ini keluhan keluhannya tidak melalui sistem saraf
otonom, dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem
tertentu. Ini sangat berbed dengan Gangguan Somatisasi dan
Gangguan Somatoform Tak Terinci yang menunjukkan keluhan
yang banyak dan berganti ganti.

27
Gangguan gangguan berikut juga dimasukan dalam kelompok
ini:
o Globus hystericus perasaan ada benjolan di
erongkongan yang menyebabkan disfagia
o Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik
lainnya (kecuali sindrom Tourette)
o Pruritus psokogenik
o Dismenore psikogenik
o Teeth grinding

28
Kesimpulan

Gangguan somatoform adalah jenis gangguan mental dimana terdapat


proses somatisasi sehingga konflik intra-psikis dimanifestasikan sebagai
gejala fisik. Gejala fisik merupakan keluhan utama pasien, yang tidak
disebabkan atau dijelaskan sepenuhnya oleh gangguan kondisi medis umum
lainnya ataupun gangguan mental lainnya. Perjalanan klinis gangguan-
gangguan yang termasuk dalam gejala ini umumnya kronis dan cenderung
berulang atau menetap. Tatalaksana diarahkan pada management dan bukan
cure. Edukasi, dukungan, dan psikoterapi bermanfaat dalam membantu
meringankan gejala. Psikofarmaka dapat bermanfaat pada beberapa jenis
gangguan tetapi tidak pada jenis lainnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan&Sadocks Synopsis of Psychiatry, Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 9th ed. Philadelphia ; Lippincott Williams and
Wilkins. 2003
2. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III,
cetakan pertama, Departemen Kesehatan R.I. Direktorat Jendral Pelayanan
Medik. 1993
3. Elvira, S. D., & Hadisukanto, G. (2010). Gangguan Somatoform. Jakarta:
FKUI.

30

Anda mungkin juga menyukai