Anda di halaman 1dari 4

INDIKASI TERAPI SINAR PADA BAYI

MENYUSUI YANG KUNING


26.08.2013

Kuning dalam istilah dunia kedokteran disebut dengan jaundice atau ikterus. Istilah jaundice (berasal
dari bahasa Perancis jaune, yang berarti kuning) atau ikterus (berasal dari bahasa Yunani icteros)
menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat
penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Kuning sering ditemukan pada sekitar 60%
bayi baru lahir yang sehat dengan usia gestasi > 35 minggu.

Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dL (86 mol/L) disebut dengan hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi menjadi patologis (ensefalopati
bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi patologis antara lain : (1) timbul pada saat
lahir atau pada hari pertama kehidupan, (2) kenaikan kadar bilirubin berlangsung cepat (> 5 mg/dL
per hari), (3) bayi prematur, (4) kuning menetap pada usia 2 minggu atau lebih, dan (5) peningkatan
bilirubin direk > 2 mg/d atau > 20 % dari BST.

Ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi hiperbilirubinemia dapat menimbulkan hal-hal yang
tidak diharapkan, seperti meningkatnya kecemasan ibu, menurunnya aktivitas menyusui, terapi yang
tidak perlu, dan biaya yang berlebihan. Oleh karena itu, tata laksana hiperbilirubinemia harus sesuai
dan efektif.

Metabolisme bilirubin pada neonatus

Sel darah merah pada neonatus berumur sekitar 70-90 hari, lebih pendek dari pada sel darah merah
orang dewasa, yaitu 120 hari. Secara normal pemecahan sel darah merah akan menghasilkan heme
dan globin. Heme akan dioksidasi oleh enzim heme oksigenase menjadi bentuk biliverdin (pigmen
hijau). Biliverdin bersifat larut dalam air. Biliverdin akan mengalami proses degradasi menjadi
bentuk bilirubin. Satu gram hemoglobin dapat memproduksi 34 mg bilirubin. Produk akhir dari
metabolisme ini adalah bilirubin indirek yang tidak larut dalam air dan akan diikat oleh albumin
dalam sirkulasi darah yang akan mengangkutnya ke hati . Bilirubin indirek diambil dan
dimetabolisme di hati menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk akan diekskresikan ke dalam sistem
bilier oleh transporter spesifik. Setelah diekskresikan oleh hati akan disimpan di kantong empedu
berupa empedu. Proses minum akan merangsang pengeluaran empedu ke dalam duodenum. Bilirubin
direk tidak diserap oleh epitel usus tetapi akan dipecah menjadi sterkobilin dan urobilinogen yang
akan dikeluarkan melalui tinja dan urin. Sebagian kecil bilirubin direk akan didekonjugasi oleh -
glukoronidase yang ada pada epitel usus menjadi bilirubin indirek. Bilirubin indirek akan diabsorpsi
kembali oleh darah dan diangkut kembali ke hati terikat oleh albumin ke hati, yang dikenal dengan
sirkulasi enterohepatik.

Bayi baru lahir dapat mengalami hiperbilirubinemia pada minggu pertama kehidupannya berkaitan
dengan: (1) meningkatnya produksi bilirubin (hemolisis) (2), kurangnya albumin sebagai alat
pengangkut (3) penurunan uptake oleh hati, (4) penurunan konjugasi bilirubin oleh hati, (5)
penurunan ekskresi bilirubin, dan (6) peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI

Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada proses menyusui
dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering memberikan kesempatan
pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi gangguan menghisap. Hal ini
mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam
payudara ibu akan menimbulkan umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Gangguan
menyusui pada ibu dapat terjadi preglandular (defisiensi serum prolaktin, retensi plasenta), glandular
(jaringan kelenjar mammae yang kurang baik, riwayat keluarga, post mamoplasti reduksi), dan yang
paling sering gangguan postglandular (pengosongan ASI yang tidak efektif).

Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice
(BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Perbedaannya dapat dilihat pada Tabel 1. Bayi yang mendapat
ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah
kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.
Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air
gula. Bayi sehat cukup bulan mempunyai cadangan cairan dan energi yang dapat mempertahankan
metabolismenya selama 72 jam. Pemberian ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ. Ibu harus
memberikan kesempatan lebih pada bayinya untuk menyusu. Kolostrum akan cepat keluar dengan
hisapan bayi yang terus menerus. ASI akan lebih cepat keluar dengan inisiasi menyusu dini dan
rawat gabung.

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah
4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat
berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ
berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap
bayi yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi
bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa
faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk jaundise diperkirakan
timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh
hasil metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu
tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati oleh
peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga menimbulkan BMJ.
Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase dalam ASI dan juga pada usus
bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi yang mendapat ASI
serta (3) defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi yang
homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert.

Pedoman terapi sinar pada breastfeeding jaundice dan breastmilk jaundice

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata laksana
hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar pada bayi usia gestasi
35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan
BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus
menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula
atau susu formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada
bayi cukup bulan sehat.

Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi dengan BMJ.
Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian ASI akan memberi
kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak
turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dan dilakukan pengukuran kadar
bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24
jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari
penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk
menegakkan diagnosis.

Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam proses
terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan
apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali
sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan
kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL,
perlu melakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan
pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar
jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia
menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi BFJ
pada anak sebelumnya.

Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau (panjang
gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 W/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara
langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi seluas-
luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi
tersebut.

Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan. Sampai saat
ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan
bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap kategori. Untuk bayi yang
dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308
mol/L) maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 - 14 mg/dL (239
mol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia
dini dan dipulangkan sebelum bayi berusia 3-4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang
bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali dengan
hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang signifikan sehingga
pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.

Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap bayi baru lahir
cukup bulan dengan BST 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST 10 mg/dL tanpa melihat
usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP.
Gartner dan Auerbach merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan,
maka penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan diagnosis BFJ dan BMJ. Pada
beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau
sepsis. Terapi sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ.
Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut (< 12
mg/dL). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan dapat
berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin
mencapai > 12 mg/dL.

Kesimpulan

Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang menyusui. Hiperbilirubinemia
yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk
jaundice (BMJ). Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke-2 atau
ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Penyebab BMJ belum begitu jelas. The American Academy of
Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus
menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Sedangkan Gartner dan Auerbach merekomendasikan
dilakukan penghentian ASI sementara pada sebagian kasus BMJ dan tetap mendapat ASI selama
dalam proses terapi BFJ.

Sumber : Buku Indonesia Menyusui

Penulis : Rinawati Rohsiswatmo

Anda mungkin juga menyukai