BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Prevalensi PMS ( Penyakit Menular Seksual ) di negara sedang berkembang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di negara berkembang, angka
kejadian gonoroe 10-15 kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadiannya pada
perempuan hamil di negara industri. Prevalansi sifilis pada perempuan di negara-negara maju
hanya sebesar 0,03-0,3%, tetapi di negara Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika Latin,
dan Fiji, sifilis didapatkan pada 3-22% perempuan hamil. Gonoroe hanya ditemukan
sebanyak kurang dari 1% di Eropa Barat dan beberapa bagian Amerika Utara, tetapi terdapat
sebesar 4-20% di Afrika Sub-Sahara dan Thailand.
Di Indonesia sendiri angka kejadian PMS pada perempuan hamil sangat terbatas. Pada
perempuan hamil pengunjung Puskesmas Merak 1994 sebanyak 58% menderita PMS.
Sebanyak 29,5% adalah infeksi genital nonspesifik, kemudian 10,2% vaginosis bakterial,
kandidosis vagialis 9,1%, gonoroe sebanyak 3,4%, trikomoniasis 1,1%, dan gonoroe
sebanyak 1,1%. Penelitian di Surabaya menemukan 19,2% dari 599 perempuan hamil yang
diperiksa menderita paling tidak 1 jenis PMS, yaitu infeksi virus herpes simpleks tipe 2
sebanyak 9,9%, infeksi klamidia sebanyak 8,2%, trikomoniasis 4,8%, gonoroe 0,8%, dan
sifilis 0,7%, penelitian di Jakarta, Batam, dan Tanjung Pinang pada pengunjung perempuan
hamil di beberapa rumah bersalin ditemukan infeksi klamidia, trikomoniasis, vaginosis
bakterial, gonoroe, sifilis, dan HIV.
Perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi. Selama masa kehamilan, perempuan
mengalami berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya diperlukan untuk
kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata bebagai perubahan tersebut
dapat mengubah kerentanan dan juga mempermudah terjadinya infeksi selama kehamilan.
1.2. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit menular seksual
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit menular seksual
3. Untuk mengetahui dampak penyakit menular seksual pada ibu hamil
4. Untuk mengetahui jenis-jenis penyakit menular seksual
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menular seksual
6. Untuk mengetahui pencegahan penyakit menular seksual
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit menular seksual
BAB II
PEMBAHASAN
I. PMS
2.1 Pengertian Penyakit Menular Seksual
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi oleh bakteri, virus,
parasit, atau jamur yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Penyakit menular seksual akan lebih beresiko bila
melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral
maupun anal. Penyakit menular seksual merupakan salah satu penyebab infeksi saluran
reproduksi ( ISR ), tetapi tidak semua PMS menyebabkan ISR dan tidak semua ISR
disebabkan oleh PMS.
2.2. Tanda dan Gejala Penyakit Menular Seksual
Banyak penderita PMS tidak menyadari bahwa dirinya mengidap PMS oleh karena seringkali
penyakit ini tidak menunjukkan gejala.
Tanda dan gejala yang sering terjadi :
1. Rasa sakit atau nyeri saat kencing atau berhubungan seksual
2. Rasa nyeri pada perut bagian bawah
3. Pengeluaran lendir pada vagina/alat kelamin
4. Keputihan berwarna putih susu, bergumpal dan disertai rasa gatal dan kemerahan pada
alat kelamin atau sekitarnya
5. Keputihan yang berbusa, kehijauan, berbau busuk, dan gatal
6. Timbul bercak-bercak darah setelah berhubungan seks
7. Bintil-bintil berisi cairan, lecet atau borok pada alat kelamin
Singapura 1 23
Brunei Darussalam 2 30
Malaysia 3 66
Thailand 4 86
Filiphina 5 105
Indonesia 6 124 ( 2011)
Vietnam 7 116
Laos 8 133
Myanmar 9 135
kamboja 10 136
Sumber : Human Development Report, UNDP (2009)
2.4. Jenis Penyakit Menular Seksual
1. Sifilis
a. Pengertian Sifilis
Sifilis merupakan penyakit infeksi sistemik disebabkan oleh Treponema pallidum yang
dapat mengenai seluruh organ tubuh, mulai dari kulit, mukosa, jantung hingga susunan saraf
pusat, dan juga dapat tanpa menifestasi lesi di tubuh.
b. Tanda dan Gejala
Masa tanpa gejala berlangsung 3-4 minggu, kadang-kadang sampai 13 minggu kemudian
timbul benjolan di sekitar alat kelamin. Kadang-kadang di sertai pusing-pusing dan nyeri
tulang seperti flu yang akan hilang sendri tanpa diobati. Ada bercak kemerahan pada tubuh
sekitar 6-12 minggu setelah hubungan seks. Gejala ini akan hilang sendirinya dan sering kali
penderita tidak memperhatikan hal ini.
c. Pengobatan
Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan tidak hamil dapat di beri
doksisiklin per oral 2x100mg/hari selama 30 hari, atau tetrasiklin peroral 4x500 mg/hari
selama 30 hari. Alternatif pengobatan bagi yang alergi terhadap penisilin dan dalam keadaan
hamil, sebaiknya tetap diberi penisilin dengan cara desensitisasi. Bila tidak memungkinkan,
pemberian eritromisin peroral 4x500 mg/hari selama 30 hari dapat dipertimbangkan. Untuk
semua bayi yang baru lahir dari ibu yang seropositif agar diberi pengobatan dengan benzatin
penisilin 50.000 IU per kg berat badan, dosis tunggal IM. Untuk memonitor hasil pengobatan
dilakukan pemeriksaan serologi non treponemal 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan 2
tahun setelah pengobatan selesai.
2. Gonoroe
a. Pengertian
Gonoroe adalah infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. N. Gonorhoeae
dibawah microskop cahaya tampak sebagai diplokokus berbentuk biji kopi dengan lembar
0,8m dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif, tampak di luar dan di dalam
leukosit polimorfnuklear, tidak dapat bertahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan
kering, tidak tahan pada suhu di atas 39c, dan tidak tahan zat desinfektan. Gonoroe atau
kencing nanah adalah penyakit tersering yang ditemui dalam dunia kedokteran. Ia
mempunyai banyak nama yang digunakan oleh orang awam seperti kencing nanah.
b. Tanda dan Gejala
Gejala awal dapat timbul dalam waktu 7-21 hari setelah infeksi. Pada wanita biasanya tidak
menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita penyakit
ini ketika pasangan seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat lebih ringan,
namun demikian beberapa penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan untuk
berkemih, nyeri ketika buang air kecil, keluarnya cairan putih dari vagina dan perjalanan ini
bisa mencapai leher rahim, rahim, saluran telur, indung telur, uretra atau saluran kencing
bawah, dan rektum yang menyebabkan nyeri panggul dalam atau nyeri ketika
c. Pengobatan
Secara epidemologis pengobatan yang dianjurkan untuk infeksi gonoroe tanpa komplikasi
adalah pengobatan dosis tunggal. Pilihan terapi yang direkomendasi oleh CDC adalah
cefixime 400 mg per oral, ceftriaxone 250 mg IM, siprofloksasin 500 mg per oral, ofloksasin
400 mg per oral, levofloksasin 250 mg per oral, atau spektinomisin 2 g dosis tunggal IM.
Infeksi gonoroe selama kehamilan telah diasosiasikan dengan pelvic inflammatory desease
(PID). Infeksi ini sering ditemukan pada TM 1 sebelum korion berfusi dengan desidua dan
mengisi kavum uteri. Pada tahap lanjut, Neisseria gonoroe diasosiasikan dengan ruptur
membran yang prematur, kelahiran prematur, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.
Konjungtivitis gonocokal manifestasi tersering dari infeksi perinatal, umunya ditransmisikan
selama proses persalinan. Jika tidak diterapi, kondisi ini dapat mengarah pada perforasi
kornea dan panoftalmitis. Infeksi neonatal lainnya yang lebih jarang termasuk meningitis
sepsis diseminata dengan artritis, serta infeksi genital dan rektal.
Oleh karena itu, untuk perempuan hamil dengan resiko tinggi dianjurkan untuk dilakuka
skrinning terhadap infeksi gonoroe pada saat datang untuk pertama kali antenatal dan juga
pada TM 3 kehamilan. Dosis dan obat-obatan yang diberikan tidak berbeda dengan keadaan
tidak hamil. Akan tetapi, perlu diingatkan pemberian golongan koinolon pada perempuan
hamil tidak dianjurkan. Bila terjadi konjungtivitis gonoroe pada neonatus, pengobatan yang
dianjurkan adalah pemberian ceftriaxone 50-100 mg per kg berat badan IM, dosis tunggal
dengan dosis maksimum 125 mg.
3. HIV/AIDS
a. Pengertian
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejala penyakit
infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem kekbalan tubuh oleh
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
b. Perjalanan penyakit
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spektrum yang
lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium awal sampai pada gejala-
gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Setelah diawali dengan infeksi replikasi
virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan sistem imun yang berat, maka
terjadi beragai infeksi oportunistik dan dapat dikatakan pasien telah masuk pada keadaan
AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun
setelah infeksi pertama, bahkan bisa lebih lam lagi.
Transmisi vertikal vertikal merupakn penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan anak-
anak. Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi intra uterin (5-10 %), saat persalian
(10-20%), dan pasca persalinan (5-20%). Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah berat
badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm dan abortus spontan.
Tingkat infeksi HIV pada wanita hamil di negara-negara ASIA di perkirakan belum melebihi
3-4%, tetapi epideminya berpotensi untuk menjadi lebih besar. Penelitian preverensi HIV
pada ibu hamil di daerah miskin di Jakarta pada tahun 1999 sampai 2001 mendaptakan angka
prevalensi sebesar 2, 86%.
Antibody virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3-6 bulan setelah infeksi. Pemeriksaan
konfirmasi menggunakan Western Blot (WB) cukup mahal sebagai penggantinya dapat
dengan melakukan 3 pemeriksaan ELISA sebagai tes penyaring memakai reagen dan teknik
berbeda.
Telah banyak bukti menunjukkan bahwa keberadaan IMS meningkatkan kemudahan
seseorang terkena HIV, sehingga IMS dianggap sebagai penyebab HIV. Oleh karena itu,
upaya pengaendalian infeksi HIV dapat dilaksanakan dengan melakukan pengendalian IMS
c. Pencegahan hiv/aids melalui
1. kondom dual proteksi
2. jarum suntik sekali pakai
3. kie kepada remaja
KONDISI AIDS SAAT INI MENURUT KELOMPOK USIA
Laki-laki 71 %
Perempuan 29%
Jumlah Penderita AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Di Kota Padang Tahun 2008-2012
TAHUN
NO FAKTOR RESIKO
2008 2009 2010 2011 2012 2013
1 Penasun 21 17 15 18 8 3
2 Homoseksual 2 2 5 2 4 7
3 Heteroseksual 12 9 24 32 24 19
4 Hetero/Napza 8 17 15 6 6 2
6 Perinatal/Balita 0 0 1 5 1 2
7 Biseksual - - - 1 1 -
JUMLAH 44 51 61 64 44 33
Jumlah Kasus Baru HIV & AIDS dan Kematian Berdasarkan Tahun Pelaporan
Tahun HIV AIDS Mati
2000 255 83
2001 219 45
2002 345 86
2003 316 140
2004 1195 420
2005 (HIV: 1987-2005) 859 2639 509
2006 7195 2873 635
2007 6048 2947 788
2008 10362 4969 711
2009 9793 3863 331
2010 21591 5744 979
2011 21031 4162 579
2012 s.d. Juni 9883 2224 211
II. Perilaku Dan Sosial Budaya Yang Berpengaruh Pada Pelayanan Kebidanan
Komunitas
f. Upacara 7 bulanan.
Upacara yang biasa dikenal dengan tingkeban dan Mitoni ini masih sering kita jumpai di
masyarakat. Hidangan khas adalah rujak dan dawet atau cendol beras. Menurut tradisi, bila
rasa dawet dan rujaknya sedap berarti anaknya perempuan dan bila saat upacara membelah
kelapa muda air kelapa muncrat tinggi berarti anak dalam kandungan laki-laki. Hidangan
pelengkap lain adalah polo pendem yakni umbi umbian dan bisa juga kacang tanah yang
direbus, urap urap, nasi megono dan tumpeng 7 buah kecil kecil, bubur beras merah putih,
yang putih di makan suami, yang merah dimakan istri, urapurap sayuran hijau 7 jenis,
pisang raja, ampyang dan bola ketan kukus diwarna merah,kuning,hijau ,putih dan coklat.
Telur 7 butir. Kudapan berupa jajan pasar melengkapi hidangan.
Dari pandangan kebidanan : Upacara 7 bulanan ini hanya dilakukan pada kehamilan
pertama kali dan merupakan dukungan bagi ibu hamil dimana dalam masa kehamilan
trimester tiga, ibu hamil mengalami perubahan bentuk tubuh, biasanya bertambah gemuk dan
merasa tidak cantik. Namun tradisi masyarakat justru mengangkat rasa percaya diri dan
memperbaiki body image seorang ibu hamil agar tampak begitu mempesona dalam upacara
siraman dan mandi bunga. Ibu hamil didandani dengan roncean bunga melati dan ganti jarik
7 kali. Ini saya lihat saat di Jogjakarta, kebetulan tetangga sebelah rumah mengadakan
upacara tersebut. Sedangkan untuk hidangan makanan yang diadakan merupakan suatu sajian
yang semakin komplit berbagai protein nabati dan hewani, berbagai sumber jenis zat kalori
disertakan. Dengan harapan bahwa ibu hamil senantiasa selamat dan terjaga baik kondisi
kesehatannya diiringi doa doa para sanak keluarga dan tetangga.
Pada upacara ini, dihidangkan simbol bulus angrem ( kura kura sedang mengerami telur ).
Uniknya hidangan terbuat dari klepon yakni adonan tepung ketan diwarnai pandan hijau dan
diberi gula parut di dalamnya. Setelah matang klepon disusun dalam piring lalu di atasnya di
telungkupkan kue serabi.
Pandangan kebidanan : Dalam penyajian kudapan ini memberi makna simbolik dan
dukungan mental bagi ibu hamil dimana ia harus hati- hati menjaga kehamilan yang
memasuki trimester ke tiga. Seperti perilaku positif seekor kura-kura yang setia mengerami
telur-telur bakal anak anaknya. Kehamilan merupakan anugerah sekaligus menuntut tanggung
jawab seorang calon ibu agar menjaga janin dalam kandungannya.
h. Upacara 9 bulanan
Dalam upacara ini diadakan doa untuk mohon keselamatan dan kelancaran persalinan,
dimana hidangan yang dibuat dinamakan bubur procot. Bubur ini dibuat dari tepung beras,
gula merah dan santan. Cara membuatnya adalah ditanak, dan setelah matang dituang dalam
takir daun pisang lalu diberi pisang kupas yang utuh di tengahnya.
Dalam pandangan kebidanan : Semua yang dilakukan dalam simbolik sajian ini ini erat
kaitannya dengan dukungan mental bagi ibu yang akan bersalin. Menanamkan sugesti diri
yang positif. Tak lupa disertai doa dari sanak keluarga dan para tetangga. Harapan bahwa
menjelang proses persalinan tak kurang suatu apapun, ibu hamil melaluinya dengan tenang
dan bahagia. Melahirkan dengan lancar tanpa penyulit.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Seringkali penularan PMS pada janin terjadi saat persalinan, saat melalui jalan lahir yang
terinfeksi. Namun, sejumlah infeksi juga dapat terjadi secara transplasenta dan menyebabkan
infeksi janin intrauterin.
Hal yang penting untuk memastikan bahwa wanita hamil bebas dari PMS yaitu pada
kunjungan antenatal pertama harus dilakukan skrining untuk beberapa jenis PMS, termasuk
sifilis, gonoroe, dan HIV/AIDS. Beberapa jenis PMS dapat disembuhkan dengan obat, namun
tidak semua jenis PMS dapat diobati dengan obat. Bila jenis PMS yang diderita termasuk
jenis yang sulit disembuhkan maka harus diambil langkah terbaik untuk melindungi janin
yang dikandung.
3.2. Saran
Sebagai seorang tenaga kesehatan, kita harus tanggap terhadap gejala-gejala maupun
keluhan-keluhan dari pasien sehingga kita dapat mengambil langkah yang tepat dalam
mendiagnosa suatu penyakit dan memberikan terapi pengobatan yang adekuat terhadap
penyakit yang diderita pasien.