Kajian Sebaran Dan Karakteristik Kawah D PDF
Kajian Sebaran Dan Karakteristik Kawah D PDF
PENDAHULUAN
Selain memiliki manfaat yang sangat besar, aktivitas kawah-kawah yang ada
di komplek Gunungapi Dieng juga memiliki beberapa ancaman yang serius. Gas
ataupun mineral yang dihasilkan dari aktivitas kawah tersebut dapat mengancam
kehidupan penduduk yang ada di sekitar kawah. Harian Kompas (18 Maret 2013)
memberitakan bahwa aktivitas Kawah Timbang Dieng terus meningkat terkait dengan
perkembangan gas yang keluar dari kawah tersebut. Tercatat bahwa Kawah Timbang
mengeluarkan luncuran uap air dan gas yang semakin jauh dari biasanya dan hal ini
sangat membahayakan penduduk yang ada di sekitar kawah tersebut. Kemudian pada
1. Apa saja karakteristik gas yang keluar dari kawah di kawasan Gunungapi
Dieng?
2. Dimana saja zona kerawanan gas CO 2 yang keluar dari kawah di kawasan
Gunungapi Dieng?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap gas CO 2 yang keluar dari kawah di
kawasan Gunungapi Dieng?
TINJAUAN PUSTAKA
Magma adalah suatu benda cair panas dan pijar yang terdapat didalam
lapisan kulit bumi dengan suhu yang tinggi (800 0 C 12000 C ) mempunyai sifat
kimia fisika tertentu yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk batuan, bila mengalir
kepermukaan disebut lava dan bila sudah membeku disebut batuan beku. Gas yang
dikeluarkan gunung berapi pada saat meletus. Gas tersebut antara lain Karbon
Monoksida (CO), Karbon dioksida (CO 2 ), Hidrogen Sulfida (H2 S), Sulfur
dioksida(S02), dan Nitrogen (NO2) yang dapat membahayakan manusia.
Karbon dioksida (rumus kimia: CO 2 ) atau zat asam arang adalah sejenis
senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan
sebuah atom karbon. Karbon dioksida memiliki ciri-ciri yaitu gastidak berwarna,
tidak beracun, dan berbau merangsang (Rahmawati dan Patunru, 2011). Gejala yang
ditimbulkan dari keracunan karbon dioksida adalah sebagai berikut : pada paparan
rendah menyebabkan sakit kepala, rasa sakit/nyeri perut, muntah. Pada paparan
Gas H2 S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk dari 2
unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Satuan ukur gas H2 S adalah PPM (part per
milion). Gas H2 S disebut juga gas telur busuk, gas asam, asam belerang atau uap bau.
(Sasangko, 2008). Hidrogen sulfida (H2 S) merupakan gas yang mudah terbakar,
aromanya khas seperti telur busuk dan waktu tinggal di udara selama 2 hari. Dalam
konsentrasi tinggi, gas emisi ini juga berbahaya bagi hewan dan manusia. Gas H2 S
terbentuk akibat adanya penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Oleh karena itu gas
ini dapat ditemukan di dalam operasi pengeboran minyak / gas dan panas bumi,
lokasi pembuangan limbah industri, peternakan atau pada lokasi pembuangan
sampah.
Gambar 2.1.
Alat dan Bahan yang digunakan untuk analisis kerawanan bencana GAS CO 2
di Kompleks Gunungapi Dieng adalah sebagai berikut :
Peta Sebaran Gas CO2 Tahun 2012 Skala 1: 20.000 BNPB, ESDM
Data Time Series Kejadian CO 2 Bulan Desember PVMBG Dieng
Data Laporan Bulanan Gas CO 2 Laporan Bulan PVMBG Dieng
Desember
Alat Fungsi
GPS reciever Untuk menentukan posisi absolut di lapangan
Drager Untuk menyedot gas CO2 dan mengetahui kadarnya
Linggis / Tongkat Untuk melubangi tanah
Kamera Untuk dokumentasi kegiatan lapangan
3.2Tahapan Penelitian
3.2.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan untuk melakukan penelitian ini yaitu pengumpulan data
sekunder seperti peta persebaran gas CO 2 dan tingkat konsentrasinya, lalu data peta
zona kerawanan gas beracun yang dibuat Oleh BNPB. Pada tahap ini dilakukan
pembuatan peta dasar daerah penelitian, yaitu sebagian Kompleks Gunungapi Dieng
yang akan digunakan untuk survey lapangan. Peta dasar yang dibuat antara lain
seperti peta lereng, peta penggunaan lahan, peta blok pemukiman, serta peta sebaran
dan konsentrasi gas CO 2 di daerah peneltian. Peta peta tersebut dibuat dengan dasar
Hasil pengolahan data sekunder yang berupa data historis munculnya gas CO 2
yang disertai dengan konsentrasinya dan data primer hasil pengukuran diolah mejadi
sebuah peta kerawanan.Pembuatan peta kerawanan berdasarkan beberapa parameter
yang terkait dengan perbedaan karakteristik munculnya gas CO 2 serta persebarannya,
seperti lembah, arah angin, keberadaan sesar serta posisi pemukiman.Kombinasi dari
beberapa parameter tersebut diolah dan disajikan dalam sebuah peta kerawanan.
Penilaian Persepsi
Peta Kerentanan Gas CO 2
M asyarakat
Pola penggunaan lahan pada daerah kajian gas CO 2 sebagian besar berupa
tegalan.Selain itu juga terdapat penggunaan lahan yang berupa kebun, semak belukar,
serta sawah tadah hujan namun dengan prosentase yang sangat kecil. Pola
penggunaan lahan semak belukar lebih dominan di bagian selatan daerah penelitian,
yaitu di Kecamatan Kejajar serta sebagian berada pada bagian Kecamatan Batur
dengan luasan proporsi yang hampir sama. Sedangkan untuk pemukiman memiliki
pola yang menyebar tidak merata.
Peta penggunaan lahan yang dibuat ini berdasarkan Peta Rupabumi Indonesia
(RBI) skala 1:25.000. Sehingga untuk update data penggunaan lahan, kemungkinan
besar masih menggunkana data tahun 1992. Berdasarkan pengamatan visual di
lapangan, tidak terjadi banyak perubahan penggunaan lahan pada daerah penelitian
tersebut.Faktor yang mempengaruhi sedikitnya perubahan penggunaan lahan tersebut
adalah karena factor alam seperti lereng, kondisi geologi, serta faktor ketersediaan
air.Sedangkan faktor sosio-kultural yang mungkin berpengaruh adalah keberadaan
hubungan kekeluargaan.
Sebagian besar daerah penelitian didominasi oleh tegalan tidak lepas dari pola
pemanfaatan lahan masyarakat sekitar.Sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk
bercocok tanam, tanaman kentang, serta sayuran lainnya seperti kobis, cabai, dan
wortel.Faktor iklim dengan curah hujan yang cukup tinggi dan tingkat kelembaban
yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan oleh
masyarakat.Pemanfaatan lahan tegalan untuk bertanam kentang sudah sejak lama
dilakukan oleh penduduk di Kompleks Gunungapi Dieng. Sumber sumber air tawar
sebagai suplai air untuk tanaman diambil dari danau air tawar yang berada di sekitar
tegalan tersebut. Namun erosi dan kerusakan lingkungan lainnya menjadi kendala
dalam produktivitas tanaman kentang dan tanaman sayur lainnya. Hal ini tidak lepas
dari tidak tepatnya pengolahan lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar
Kompleks Gunungapi Dieng terdiri dari sisa sisa hasil letusan gunungapi
pada masa lampau yang berupa lereng lereng yang terjal dan lembah lembah yang
dalam membentuk konfigurasi bentuklahan dengan topografi bervariasi.Kemiringan
lereng yang curam ini sangat berisiko untuk terjadi longsoran.Selain itu dipicu juga
oleh pemanfaatan penggunaan lahan untuk menanam kentang.Curah hujan yang
tinggi juga memicu terjadinya erosi serta longsor dengan intensitas yang tinggi.
PEMBAHASAN
Dataran tinggi Dieng lebih dikenal sebagai lokasi wisata ketimbang sebuah
kompleks gunungapi tua dengan segala seluk beluknya. Secara geologi Dieng
merupakan sebuah kompleks gunungapi tua yang berada di Jawa Tengah. Lokasi
wisata ini sudah dikenal di dalam maupun luar negeri. Berita tentang naiknya status
Waspada (level 3) Kompleks Gunungapi Dieng ini tentunya banyak mengundang
pertanyaan. Apa sebenernya kompleks gunung Dieng ini.
Menurut catatan VSI (Vulkanological Survey Indonesia) kompleks gunungapi
ini dikenal dengan
Kegiatan gunungapi pada komplek G.Dieng dari yang tua hingga yang termuda
dapat dibagi dalam tiga episoda yang didasarkan pada umur relatif, sisa morfologi,
tingkat erosi, hubungan stratigrafi dan tingkat pelapukan.
G. Bisma, yaitu kawah tua yang terpotong membuka kearah barat, dengan
produknya berupa lava dan jatuhan piroklastik.
G. Seroja memperlihatkan umur lebih muda dengan tingkat erosi selope yang
kurang kuat dibandingkan G.Bisma. Produknya berupa lava berkomposisi
andesitis dan endapan piroklastika.
G.Nagasari, yaitu gunungapi composite, terdapat diantara Dieng-Batur dan
berkembang dari utara ke selatan.
Gambar 5.2 Peta Geologi Dieng yang dibuat oleh Sukhyar (1994)
Sejak tahun 1600, kegiatan G.api Dieng tidak memperlihatkan adanya letusan
magmatik, tetapi lebih didominasi oleh aktivitas letusan freatik atau hydrothermal,
sebagaimana diperlihatkan oleh beberapa aktivitas yang telah diperlihatkan dalam
sejarah letusan.
No Tahun Keterangan
1 1786 Kw. Dringo, Korban (?)
2 1825/1826 Kw. Pakuwojo
3 1847 Kawah (?), Hujan abu
4 1928 Kw. Timbang, 39 korban meninggal
5 1939 Kw. Timbang, 10 korban meninggal
6 1944 Kw. Sileri, 114 korban meninggal
7 1964 Kw. Sileri, erupsi lumpur
8 1979 Kw. Sinila, erupsi freatik dan gas racun, 149 korban meninggal
9 1984 Kw. Sileri, semburan lumpur
10 1986 Kw. Sileri, semburan lumpur
11 1991 & 1992 Peningkatan gempa
12 1993 Kw. Padang Sari, Muncul semburan lumpur
13 1996/1997 Kw. Padang Sari, semburan lumpur
14 2003 Kw. Sileri, erupsi freatik
15 2006 Kw. Sileri, erupsi freatik
16 Jan-09 Kw. Sibanteng, erupsi freatik
17 Sep-09 Kw. Sileri, erupsi lumpur
18 Mei 2011 Kw. Timbang munculnya aliran gas CO2
Erupsi freatik cukup sering terjadi di dataran tinggi Dieng, hal ini
diperlihatkan oleh jumlah kawah yang terbentuk, yaitu 70 buah dibagian timur dan
tengah komplek, serta 30 buah dibagian barat sector Batur. Sedikitnya 10 erupsi
freatik telah terjadi dalam kurun waktu 200 tahun terahir.Letusan freatik inilah yang
merupakan bentuk bahaya dari kompleks Gunung Dieng.
Menurut VSI erupsi freatik komplek Dieng dapat dibagi dalam dua katagori:
Erupsi tanpa adanya tanda-tanda (precursor) dari seismisitas, yaitu hasil dari
proses self sealing dari solfatar aktif (erupsi hydrothermal).
Erupsi yang diawali oleh gempabumi lokal atau regional, atau oleh adanya
retakan dimana tidak adanya indikasi panas bumi di permukaan. Erupsi dari
tipe ini umum terjadi di daerah Graben Batur, sebagaimana diperlihatkan oleh
erupsi freatik dari vulkanik Dieng pada Februari 1979. Aktivitas erupsi di
komplek Dieng termasuk dalam kategori kedua.
Berdasarkan Tabel 5.2 dan 5.3 perlu diperhatikan dengan seksama masing-
masing karakteristik gas dan dampaknya. Semakin besar kadarnya dalam tubuh dan
semakin lama terpapar gas maka akan membuat dampak buruk bagi manusia bahkan
dapat mengalami kematian.
Sebaran gas yang ada di kawasan Gunungapi Dieng tidak selalu keluar
melalui kawah-kawah yang ada di daerah tersebut. Akan tetapi juga akan keluar
melalui retakan-retakan tanah di daerah sekitarnya. Salah satu faktor yang membuat
retakan tanah dapat terbentuk adalah gempa bumi yang berada di patahan-patahan
sekitar daerah tersebut.
Sesar-sesar mengepung daerah barat dari kawasan Gunungapi Dieng dan ini
mengindikasikan bahwa daerah ini sangat rentan akan keluarnya gas dari retakan-
retakan tanah. Apabila aktivitas kawah meningkat maka dapat dipastikan
permukiman yang ada di sekitar kawah maupun sesar tersebut akan terkena dampak
dari aktivitas kawah yaitu dapat berupa gas yang keluar dari retakan tanah. Kemudian
juga daerah-daerah tersebut juga akan mendapatkan bahaya berupa kerusakan yang
cukup parah jika ada gempa bumi. Oleh karena itu daerah tersebut perlu mendapatkan
perhatian dan perlu langkah strategis dalam kaitannya dengan pengelolaan
kebencanaan.
Salah satu upaya untuk mengurangi risiko bencana adalah membuat sebuah
peta kerawanan. Pengurangan risiko bencana akan maksimal apabila masyarakat
dapat langsung berperan serta. Elemen risiko dari sebuah bencana tentunya berbeda
Penanganan bencana pada masing masing daerah tidak selalu sama, hal ini
harus disesuaikan dengan tipe atau jenis bencana yang ada pada daerah tersebut.
Penanganan bencana erupsi gunungapi berbeda dengan penanganan bencana
munculnya gas beracun.Penanganan bencana gas beracun tidak cukup dengan hanya
sebatas tindakan responsif atau sesaat setelah terjadi bencana. Namun diperlukan
pemantauan terus menerus, terhadapa titik titik munculnya gas beracun tersebut.
Gas merupakan sebuah obyek yang mematikan namun kasat mata, dan tingkat
persebarannya tidak dapat diketahui secara pasti. Pemantauan titik gas beracun juga
tidak sebatas hanya memantau titik tersebut, namun juga melibatkan parameter lain,
seperti kejadian gempa, letak sesar dan kelurusan, arah angina, serta jarak dengan
pemukiman. Untuk daerah yang diteliti adalah daerah sekitar Kawah Timbang yang
sempat meletus pada tahun 2011 lalu.
Kelas kerawanan III merupakan kelas yang paling tinggi.Kelas kerawanan III
merupakan daerah yang terletak di sekitar lembah yang menjadi jalur gas CO2 dari
kawah timbang. Konsentrasi gas CO 2 yang terdapat pada wilayah kerawanan III
sangat tinggi dan melebihi ambang batas normal kadar CO 2 di udara. Hasil
pengukuran gas CO 2 di lapangan pada KRB III menunjukkan bahwa kadar CO 2
dalam tanah melebihi ambang batas, yaitu lebih dari 5%.
Kadar gas CO 2 dalam tanah pada KRB III sangat tinggi disebabkan pada
wilayah tersebut banyak gas CO 2 yang terjebak ddidalam tanah akibat dari
Blok pemukiman yang berada disekitar KRB III mempunyai potensi untuk
terkena gas CO 2 . Berdasarkan data historis yang diperoleh dari PVMBG, gas CO 2
mempunyai jarak tempuh yang cukup jauh yaitu sejauh 700 m. Peta Kerawanan
menunjukkan bahwa sebagian blok pemukiman yang berada di Desa Sumberejo
mempunyai tingkat potensi terkena mempunyai jarak yang sangat dekat dengan
lembah yang menjadi jalur gas CO 2 .
kerawanan tinggi untuk terkena dampak dari bencana gas beracun.Selain ancaman
dari kawah Timbang, ancaman juga muncul dari kawah Sinila yang berada di atas
kawah Timbang dengan letak topografi yang lebih tinggi.Mengingat sifat gas CO 2
yang bergerak seperti air, yaitu mengikuti gravitasi. Tingkat kelembaban yang tinggi
pada Kompleks Gunungapi Dieng menyebabkan gas CO 2 cenderung terikat oleh uap
air, sehingga mempunyai masa jenis lebih berat dan bergerak sesuai gravitasi.
Akses jalan yang menjadi jalur evakuasi yang berada di sekitar daerah Kalisat
menjadi jalur bergeraknya gas CO2 yang berasal dari Kawah Timbang. Berdasarkan
fakta yang terjadi di lapangan pada saat terjadi bencana gas beracun, akses jalan
tersebut menjadi terputus disebabkan jalan yang digunakan menjadi jalur gas CO 2 ,
Upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah mengevakuasi masyarakat ke arah atas,
yaitu ke arah Kecamatan Batur karena untuk melakukan evakuasi kearah Dieng tidak
guna mencari solusi dengan mencari jalan alternative saat terjadi bencana gas
beracun. Tingkat kerentanan masyarakat Desa Sumberejo dan Gembol akan semakin
tinggi apabila bencana munculnya gas beracun terjadi pada saat malam hari. Karena
gas merupakan suatu obyek yang kasat mata, maka akan sulit dikenali pada saat
malam hari
Gas beracun yang menjadi salah satu permasalahan di dieng plateu memiliki
dampak yang cukup serius bagi perkembangan masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil
desa kaliputih, desa sumberejo, dan desa simbar serang didapatkan beberapa data
wawancara menunjukkan bahwa sebagian besar warga yaitu hampir 95% mengetahui
bahwa daerah mereka rawan terhadap bencana gas beracun dan hampir 30%
masyarakat mengetahui asal dari munculnya gas beracun yaitu dari adanya intensitas
maupun besarnya gempa vulkanik atau rekahan lereng yang terbentuk. Besarnya
dampak dari gas-gas yang terkomposisi dalam gas beracun masih belum diketahui
oleh masyarakat hal ini terlihat dari kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
kandungan gas yang berbahaya. Masyarakat mengetahui hanya sebatas gas yang
intensitas gas yang di keluarkan tidak banyak sehingga tidak mengganggu kehidupan
masyarakat, hampir 84% masyarakat telah mengalami adanya peristiwa gas beracun
dan sebagian besar akibat adanya peristiwa tersebut masyarakat mengalami gangguan
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sebanyak 68% sedangkan untuk korban jiwa
hampir tidak ada hanya 8 %. Berdasarkan hasil wawancara masyarakat, pertanda akan
keluarnya gas beracun berasal dari bunyi gemuruh dari kawasan kawah gunungapi
Upaya masyarakat ketika ada tanda-tanda akan adanya gas beracun seperti
bunyi gemuruh dari kawasan kawah makan masyarakat akan berlari untuk mengungsi
mengetahui ketika musim hujan, 16% masyarakat mengetahui setelah gempa atau
tertentu gas beracun keluar. Penyebab lain gas beracun keluar selain dari aktivitas
didanau kawah adalah dari rekahan tanah sebanyak 36% masyarakat memilih
penyebabnya. Kemudian disusul dengan curah hujan yang tinggi sehingga kondisi
tanah semakin gembur dan mudah untuk merekah oleh sebab itu ketika musim hujan
dengan curah hujan yang tinggi beberapa masyarakat sudah mulai memperhatian
kondisi alam sekitar untuk mengetahui pergerakan gas CO 2 dari rekahan tanah yang
cukup membahayakan.
Beracun
perjalanan tersendiri yaitu menuruni lembah dan mengikuti alur ke kalisat sedangkan
apabila hanya terjadi gempa dan terjadi rekahan tanah, hal ini yang cukup
mengkhawatirkan sebab rekahan tanah masih belum dapat di prediksi oleh sebab itu
apabila terjadi gempa masyarakat dihimbau untuk mengungsi kearah barat menjauh
dari kawah. Adanya peristiwa keluarnya gas beracun sangat berdampak kerugian baik
keselamatan jiwa maupun kerugian harta benda sehingga masih sangat perlu
dilakukan upaya sosialisasi terkait bahaya gas beracun, waktu yang sering keluarnya
gas beracun serta upaya mitigasi yang paling utama ketiga gas beracun mulai terasa.
bahwa sebagian besar dampak kerugian terbesar akibat adanya fenomena gas beracun
adalah kerusakan lahan pertanian yang berimbas pada aktivitas ekonomi yang
menurun. Kematian penduduk tidak menimbulkan banyak korban begitu pula dengan
jiwa. Berbeda dengan keluarnya gas beracun dari kawah timbang tahun 1978 yang
menimbulkan banyak korban jiwa, hal ini mengindikasikan bahwa upaya mitigasi dan
bencana meskipun demikian masyarakat untuk pindah lokasi rumah namun menolak.
Sebanyak 52% masyarakat yang diwawancara memberikan alasan tidak akan pindah
memiliki tanah di lain tempat dan 20% masyarakat beralasan adanya warisan dari
orang tua. Kondisi permukiman yang sangat dengan kawah maupun tebing sangat
beresiko terkena dampak gas beracun. Oleh karenanya sosialisasi serta pemantauan
jiwa.
5.7 Upaya Mitigasi dan Kearifan Lokal dalam Menanggapi Bencana Gas
Beracun
masyarakat diharapkan untuk selalu waspada. Karakteristik gas CO 2 yang unik, yaitu
tidak berwarna dan berbau cukup menyulitkan dalam proses identifikasi, namun
masyarakat sekitar mengetahui dari bau belerang terlebih dahulu yang kemudian
diikuti oleh gas beracun sehingga apabila masyarakat telah mencium bau belerang
maka masyarakat segera mengungsi kearah barat seperti yang terjadi pada tahun 2013
Masyarakat dieng dan sekitarnya yang memiliki fenomena alam gas beracun
mampu living harmony with disaster yaitu hidup berdampingan dengan bencana
sehingga ketika bencana gas beracun muncul masyarakat tidak mengalami kepanikan.
pertanda akan datangya bencana gas beracun. Salah satunya adalah ketika cuaca
mendung dan cukup banyak kabut, masyarakat mulai membakar ban di sekitar kawah
timbang dengan radius beberapa ratus meter sebagai pertanda keluarnya gas beracun,
hingga saat ini gas beracun banyak dikeluarkan dari kawah Timbang. Saat
pembakaran ban, api tidak akan mati meskipun hujan deras atau angin namun api
akan mati ketika ada gas CO 2 sehingga masyarakat menggunakan cara demikian
sebagai pertanda adanya gas CO 2 yang keluar dan telah mencapai jarak tertentu. oleh
karena itu masyarakat segera menyelamatkan diri dengan membawa kain basah
sebagai salah satu alat evakuasi. Kain basah atau handuk basah digunakan untuk
menutup hidung dan mulut agar tidak menghirup gas beracun. Kondisi handuk yang
Namun efektivitas dari handuk basah ini hanya 5 menit sehingga dengan handuk
basah merupakan salah satu usaha penyelamatan diri yang pertama mengingat gas
warga untuk selalu memperhatikan kondisi cuaca ketika akan melakukan aktivitas di
sekitar kawah Timbang. Ketika cuaca mendung dan berkabut tanpa sinar matahari,
masyarakat dilarang mendekati kawah Timbang sebab saat cuaca yang demikian gas
6.1 Kesimpulan
3. Persepsi masyarakat terhadap gas beracun yang keluar dari kawah di kawasan
gunungapi Dieng sebagai besar telah menujukkan kesiapsiagaan dengan mengetahui
kondisi wilayah yang rawan terhadap bencana gas beracun, mengetahui karakteristik
tanda-tanda ketika gas beracun keluar dari kawah maupun rekahan, namun
pengetahuan mengenai kandungan komposisi dari gas beracun masih kurang sehingga
masih perlu dilakukan sosialisasi terkait gas beracun.
6.2. Saran
2. Diperlukan sosialisasi mengenai dampak bahaya gas beracun serta komposisi yang
terkandung didalam gas beracun sehingga masyarakat semakin waspada dan
mengurangi jumlah korban jiwa.
3. Kegiatan simulasi tanggap bencana perlu untuk dilakukan oleh masyarakat apabila
terjadi bencana munculnya gas beracun (CO 2 ), disebabkan terbatasnya akses jalan
untuk melakukan evakuasi bencana.
Dana, Isya Nurrahmat. 2010. Pengertian Dasar Gunungapi. Kementrian Energi Dan
Sumber Daya Mineral Badan Geologi PVMBG
http://www.esdm.go.id/batubara/doc_download/490-pengenalan-gunung-api.html