Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jamur dapat bersifat superfisial, subkutan, atau sistemik,

tergantung dari karakteristik organisme dan pejamu. Dapat dibagi menjadi infeksi

jamur yang dapat menginduksi respon inflamasi seperti yang disebabkan oleh

dermatofit, dan infeksi jamur yang tidak menghasilkan reaksi inflamasi sampai

minimal, seperti yang disebabkan oleh piedra .

Infeksi jamur superfisial meliputi dermatofitosis, candidosis, dan

berbagai infeksi non dermatofit pada kulit dan kuku, seperti dermatomikosis yang

disebabkan oleh spesies Scytalidium dan onikomikosis yang disebabkan oleh

cendawan non dermatofit lainnya.

Dermatofitosis adalah jamur yang menyerang dan berkembang biak

didalam jaringan keratin (kulit, rambut, kuku) yang menyebabkan infeksi.

Dermatofita dapatdikelompokan menjadi tiga kelompok: Trichophyton (yang

menyebabkan infeksi pada kulit, rambut, dan kuku), dan Epidermophyton (yang

menyebabkan infeksi pada kulit dan kuku). Berdasarkan lokasi yang terkena,

diklasifikasikan secara klinis kedalam tinea kapitis (kepala), tinea faciei (wajah),

tibea barbe (jenggot), tinea corporis (tubuh), tinea cruris (selangkangan), tinea

pedis et manun, tinea unguium. Sistem klasifikasi dermatofit yang tersering

digunakan adalah Zoofilik, Antropofilik, dan Geofilik.

Tinea kapitis atau infeksi jamur kulit kepala disebabkan oleh

Microsporum gypseum (geofilik), Microsporum ferrugineum (antrofilik) dan

Trichophyton mentagrophytes (zoofilik yang ditemukan pada hewan kucing,

1
anjing, sapi, kambing, babi, kuda, binatang pengerat dan kera) yang menyerang

folikel rambut dari kulit kepala dan kulit disekitarnya. Kelainan ini dapat ditandai

dengan lesi bersisik, kemerah-merahan, alopesia dan kadang terjadi gambaran

klinis yang lebih berat.

BAB II

LAPORAN KASUS

2
I. Identitas Pasien

Nama : An. M

Jenis Kelamin : laki-laki

Umur : 11 tahun

Alamat :Jl. Yasin Beji, Kebun dalem

purwakarta, Cilegon

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum kawin

Pendidikan Terakhir : SD

Pekerjaan : Pelajar

Suku Bangsa : Jawa

Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2017

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Gatal pada kulit kepala

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan gatal pada kulit kepala sejak 1 bulan
yang lalu. Gatal terutama dirasakan pada kulit kepala sebelah kiri. Gatal
dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas, membuat pasien
sering menggaruk-garuk kepalanya.Gatal bertambah jika berkeringat,
sedikit berkurang jika mandi berkeramas. Awalnya timbul bercak
kemerahan pada kulit kepala yang tidak berambut, berukuran kecil yang
kemudian semakin meluas sebesar koin diameter 4 cm berwarna pucat dan
bersisik. Rambut di sekitarnya menjadi menjadi kusam, rapuh dan mudah
patah sehingga lama-lama terjadi kebotakan setempat di daerah kulit
kepala tersebut. Sudah berobat ke klinik sebelumnya, 3 minggu yang lalu

3
dan diberi 2 macam obat salep (lupa nama obatnya), warna obat putih dan
biru lalu dioles 2x sehari pagi dan malam setelah mandi, namun keluhan
tidak berkurang. Pasien tidak pernah pernah diberi obat minum.

Pengobatan yang pernah didapat:

- Salep bewana putih dan biru, diapakai 2x1

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

- Riwayat alegi makanan dan obat disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat bersin di pagi hari disangkal

- Riwayat diabetes melitur disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya.

- Riwayat alegi makanan dan obat disangkal

- Riwayat asma disangkal

- Riwayat bersin di pagi hari disangkal

Riwayat Kebiasaan :

Pasien sering beraktivitas di luar ruangan, mandi 2x sehari, namun jarang

berkeramas, paling sering 1x/minggu, pasien memakai sampho sunsilk.

Pasien sering memakai topi bila keluar rumah sehingga timbul keringat

pada area kepala.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah pelajar kelas 5 SD. Pasien tinggal bersama seorang kakak

dan kedua orangtuanya di sebuah rumah di daerah pedesaan. Kondisi

4
rumah cukup padat penduduk. Tidak ada orang-orang sekitar yang

mengalami hal serupa. Keluarga pasien memiliki hewan peliharaan yaitu

kucing , di sekitar rumah ada yang memiliki hewan peliharaan kucing.

Pasien sering bermain bersama kucing peliharaan kurang lebih 1 bulan.

III. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis :

Tekanan Darah : Tidak diperiksa

Nadi : 100 x/menit

Suhu : tidak diperiksa

Respirasi : 20x/menit

Berat badan : 28 kg

Keadaan Umum : Tamapak sakit ringan

Kesadaran : Compos Metis

Gizi : Cukup

Kepala : Dalam batas normal

Rambut : Terdapat borok ( sesuai status lokalis )

Leher : pembesaran KGB (-)

Mulut :Oral hyginen baik

Thorak : Anemis (-), Ikterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu(-)

Aksilla : pembesaran KGB (-)

Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ektremitas : Atas : Akral hangat, edema (-)

Bawah :Akral hangat, edema (-)

5
Status Lokalis :

- Lokasi: pada scalp regio temporalis sinistra

- Efloresensi : pada pemeriksaan fisik tampak bercak yang menjadi pucat

dan bersisik, skuama disekitar muara rambut, alopesia setempat(+),rambut

disekitar bewarna keabuan dan rapuh, tampak gambaran wheat field.

IV. DIAGNOSIS BANDING

- Tinea kapitis

- Dermatitis Seboroik

- Dermatitis Atopik

- Psoriasis pustular atau plak

- Piodermal bakterial

- Folikulitis devalcans

6
- Perivolikulitis kapitis absedens et suodiens

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Langsung KOH 10-20% Pada skuama

kulit kepala dijumpai hifa dan artrospora.

2. Pembiakan (kultur ) Sabourauds Dextrose Agar (SDA) +

Chloramphenicol+cyclohexamide

3. Woods Lamp fluoresensi (+), warna hijau terang

(mycrosporum)

VI. DIAGNOSIS KERJA

- Tinea Capitis (Gray Patch Ringworm)

VII. PENATALAKSANAAN

Terapi :

Kausatif :

Pengobatan sistemik

o Griseofulvin 20-25mg/kgBB/hari

Pengobatan topikal (sebagai ajuvan)

o Ketozonacole shampoo 2-3 kali

seminggu

Simptomatik : Cetirizin 1 dd 1 tab. Diberikan bila rasa gatal

mengganggu.

Suportif :

- Menghindari garukan agar lesi tetap kering dan bersih dan

mengurangi resiko infeksi sekunder bakteri.

7
- Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan

tidak menggunakan peralatan harian bersama-sama.

- Menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi

kulit.

- Tidak perlu mencukur rambut

- Menjaga rambut agar tidak terlalu berkeringat..

- Menghindari kontak langsung dengan hewan disangka

menularkan jamur.

- Kontrol 1 bulan lagi untuk mengevaluasi hasil pengobatan

dan kemajuan penyakit ( keluhan subyektif dan tanda

obyektif)

VIII. Prognosis

- Ad vitam : Ad Bonam

- Ad sanationam : Ad Bonam

- Ad functionam : Ad Bonam

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Dermatofitosis

3.1.1 Definisi

Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,

misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan

oleh golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat mengivasi seluruh lapisan

stratum korneum dan menghasilkan gejala malalui aktivasi respons imun pejamu.

3.1.2 Etiologi

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan

jamur ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas

fungi imperfecti, yang terbagi dalam genus Microsporum, Tricophyton dan

Epidermophyton. Selain sifat keratofilik, masih banyak sifat yang sama diantara

dermatofita, misalnya sifat faali, taksonomis, antigenik, kebutuhan zat makanan

untuk pertumbuhannnya dan penyebab penyakit.

3.1.3 Klasifikasi

Dermatofitosis dibagi oleh para spesialis kulit erdasarkan lokasi diantaranya:

- Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala

- Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.

- Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus,

bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

9
- Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan

- Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki

- Tinea korporis, dermatoitosis pada bagian lain yang tidak termasuk

bentuk 5 tinea diatas.

Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti

khusus, yaitu

- Tinea imbrikata: dermatoitosis dengan susunan skuama yang

konsentris dan disebabkan Trichophyton concentricum

- Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan

trichopyton schoenleini, secara klinis antara lain terbentuk skutula dan

berbau seperti tikus (mousy odor)

- Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukan daerah kelainan

- Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif

morfologis.

Keempat istilah tersebut dapat dianggap sebagai tinea korporis. Selain

itu dikenal istilah tinea incognito, yang berarti dermatofitosis dengan

bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid

topikal kuat.

3.2 Tinea Kapitis

3.2.1 Definisi

Tinea kapitis (Ringwormof the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh
spesies Microsporum dan Trichophyton .
Penyakitnya bervariasi dari kolonisasi subklinis non inflamasi berskuama
ringan sampai penyakit yang beradang ditandai dengan produksi lesi kemerahan
berskuama dan alopesia (kebotakan), yang mungkin menjadi radang berat dengan

10
pembentukan erupsi kerion ulseratif dalam. Hal tersebut sering menyebabkan
pembentukan keloid dan skar dengan alopesia permanen. Tipe timbulnya penyakit
tergantung pada interaksi pejamu dan jamur. 2

3.2.2 Epidemiologi

Tinea kapitis tersebar diseluruh dunia, namun tersering dijumpai pada

anak-anak 3-14 tahun dan jarang ditemukan pada dewasa. Kasus pada dewasa

karena infeksi Trychophytontonsurans dapat dijumpai misalkan pada pasien

AIDS. Transmisi meningkat dengan berkurangnya hygiene dan sanitasi individu,

padatnya penduduk, serta status ekonomi rendah. 3

Data menunjukkan insidens tinea kapitis dibandingkan dermatomikosis. Di

FKUI/RSCM tinea kapitis (1989-1992) hanya 0,61-0,87% dari kasus jamur kulit.

Di Manado (1990-1991) sebesar 1,2-6,0% dari kasus dermatofitosis, sedangkan di

Semarang 0,2%. Pasien tinea kapitis terbanyak padamasa anak-anak <14

tahun93,33% anak laki-laki lebih banyak (54,5) dibanding anak perempuan

(45,5%). Di Surabaya tersering tipe kerion (62,5%) daripada tipe Gray Patch

(37,5%). Tipe Blackdot tidak ditemukan. Spesies penyebabMicrosporum gypseum

(geofilik), Microsporum ferrugineum (antropofilik) dan Trichophyton

mentagrophytes (zoofilik yang dijumpai pada hewan kucing, anjing, sapi,

kambing, babi, kuda, dan kera. 3

3.2.3 Etiologi
Peneyebab tinea kapitis berbeda-beda berdasarkan letak geografis. Tinea
kapitis disebabkan oleh spesies Trichophyton sp dan Microsporum sp. Di Amerika
serikat penyebab terbanyak ialah Trichophyton Tonsurans dan Microsporum
Canis. Di Eropa, Amerika Selatan, Australia, Asia, dan Afrika Utara, Tinea kapitis
umumnya disebabkan oleh M.canis. Tricophyton Violaceum merupakan penyebab

11
tinea kapitis terbanyak di India, sedangkan M. Ferrugineum adalah penyebab
terbanyak di Jepang, Cina, Korea, dan Afrika Selatan. Laporan tahun 1994, di
Medan tinea kapitis terbanyak oleh T. Rubrum dan T. Mentagrophytes. Spesien
antropifilik sebagai penyebab yang predominan.

3.2.4 Patogenesis

1. Patogenesis Dermatofitosis
Penularan dermatofitosis terjadi melalui 3 (tiga) cara yaitu:
a. Antropofilik, transmisi dari manusia ke manusia. Ditularkan baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui kolam renang dan
udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi peradangan
(silentcarrier).
b. Zoofilik, transmisi dari hewan ke manusia. Ditularkan melalui kontak
langsung maupun tidak langsung melalui bulu binatang yang
terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan pada
rumah/ tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan.
Sumber penularan utama adalah anjing, kucing, sapi, kuda dan mencit.
c. Geofilik, transmisi dari tanah ke manusia. Secara sporadis
menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang.
Jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan
spesifik agar dapat menyebabkan penyakit. Jamur harus mempunyai
kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan
untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam
lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan
biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan reaksi
jaringan atau radang. 4
Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu:
perlekatan pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu.
a. Perlekatan Dermatofit pada Keratinosit
Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal
setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang

12
memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis
keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum
korneum.Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik
dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator
plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein
ekstrasel dalam menginvasi pejamu.
Proses tersebut dipengaruhi oleh kedekatan dinding dari kedua
sel, dan pengaruh sebum antara artrospor dan korneosit yang
dipermudah oleh adanya proses trauma atau adanya lesi pada kulit.
Tidak semua dermatofit melekat pada korneosit karena tergantung
pada jenis strainnya. 3
b. Penetrasi Dermatofit melewati dan di antara Sel
Spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum
dengan kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi
menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang
menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 46 jam untuk
germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat
pada keratin.
Jamur patogen menggunakan beberapa cara dalam upaya
bertahan dalam menghadapi pertahanan imun yang terbentuk tersebut:
1) Penyamaran, antara lain dengan membentuk kapsul polisakarida
yang tebal, memicu pertumbuhan filamen hifa, sehinggga glucan
yang terdapat pada dinding sel jamur tidak terpapar oleh dectin-1,
dan dengan membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel,
sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.
2) Pengendalian, dengan sengaja mengaktifkan mekanisme
penghambatan imun pejamu atau secara aktif mengendalikan
respons imun mengarah kepada tipe pertahanan yang tidak efektif,
contohnya adhesin pada dinding sel jamur berikatan dengan CD14
dan komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag yang
berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.
3) Penyerangan, dengan memproduksi molekul yang secara langsung

13
merusak atau memasuki pertahanan imun spesifik dengan
mensekresi toksin atau protease. Jamur mensintesa katalase dan
superoksid dismutase, mensekresi protease yang dapat
menurunkan barrier jaringan sehingga memudahkan proses invasi
oleh jamur, dan memproduksi siderospore (suatu molekul
penangkap zat besi yang dapat larut) yang digunakan untuk
menangkap zat besi untuk kehidupan aerobik. 5
Kemampuan spesies dermatofit menginvasi stratum korneum
bervariasi dan dipengaruhi oleh daya tahan pejamu yang dapat
membatasi kemampuan dermatofit dalam melakukan penetrasi
pada stratum korneum. 4
c. Respons Imun Pejamu
Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang
memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan
respons lambat. Pada kondisi individu dengan sistem imun yang
lemah (immunocompromized), cenderung mengalami
dermatofitosis yang berat atau menetap. Pemakaian kemoterapi,
obat-obatan transplantasi dan steroid membawa dapat
meningkatkan kemungkinan terinfeksi oleh dermatofit non
patogenik. 4
1) Mekanisme Pertahanan Non Spesifik
Pertahanan non spesifik atau juga dikenal sebagai pertahanan
alami terdiri dari:
a) Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak
sebagai barrier terhadap masuknya dermatofit. Stratum
korneum secara kontinyu diperbarui dengan keratinisasi sel
epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang
menginfeksinya. Proliferasi epidermis menjadi benteng
pertahanan terhadap dermatofitosis, termasuk proses
peradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang
dimediasi sel T.
b) Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi

14
berupa pustul, secara mikroskopis berupa mikroabses epidermis
yang terdiri dari kumpulan netrofil di epidermis, dapat
menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme
oksidatif.
c) Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated
transferrin dan 2-makroglobulin keratinase inhibitor dapat
melawan invasi dermatofit. 6
2) Mekanisme Pertahanan Spesifik
Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat
membangkitkan baik imunitas humoral maupun cell-mediated
immunity (CMI). Pembentukan CMI yang berkorelasi dengan
Delayed Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan
dengan penyembuhan klinis dan pembentukan stratum korneum
pada bagian yang terinfeksi. Kekurangan CMI dapat mencegah
suatu respon efektif sehingga berpeluang menjadi infeksi
dermatofit kronis atau berulang. Respons imun spesifik ini
melibatkan antigen dermatofit dan CMI. 6
a) Antigen Dermatofit
Dermatofit memiliki banyak antigen yang tidak spesifik
menunjukkan spesies tertentu. Dua kelas utama antigen
dermatofit adalah: glikopeptida dan keratinase, di mana bagian
protein dari glikopeptida menstimulasi CMI, dan bagian
polisakarida dari glikopeptida menstimulasi imunitas humoral.
Antibodi menghambat stimulasi aktivitas proteolitik yang
disebabkan oleh keratinase, yang dapat memberikan respons
DTH yang kuat.
b) CMI
Pertahanan utama dalam membasmi infeksi dermatofit
adalah CMI, yaitu T cell-mediated DTH. Kekurangan sel T
dalam sistem imun menyebabkan kegagalan dalam membasmi
infeksi dermatofit. Penyembuhan suatu penyakit infeksi pada
hewan dan manusia, baik secara alamiah dan eksperimental,

15
berkorelasi dengan pembentukan respon DTH. Infeksi yang
persisten seringkali terjadi karena lemahnya respon
transformasi limfosit in vitro, tidak adanya respon DTH, dan
peningkatan proliferasi kulit dalam respon DTH. Reaksi DTH
di mediasi oleh sel Th1 dan makrofag, serta peningkatan
proliferasi kulit akibat respon DTH merupakan mekanisme
terakhir yang menyingkirkan dermatofit dari kulit melalui
deskuamasi kulit.
Respon sel Th1 yang ditampilkan dengan ciri pelepasan
interferon gamma (IFN-), ditengarai terlibat dalam pertahanan
pejamu terhadap dermatofit dan penampilan manifestasi klinis
dalam dermatofitosis.
Respons T Helper-1 (Th1). Sitokin yang diproduksi oleh
sel T (Sitokin Th1) terlibat dalam memunculkan respon DTH,
dan IFN- dianggap sebagai faktor utama dalam fase efektor
dari reaksi DTH. Pada penderita dermatofitosis akut, sel
mononuklear memproduksi sejumlah besar IFN- untuk
merespon infeksi dermatofit. Hal ini dibuktikan dengan
ekspresi mRNA IFN- pada lesi kulit dermatofitosis.
Sedangkan pada penderita dermatofitosis kronis, produksi IFN-
secara nyata sangat rendah yang terjadi akibat
ketidakseimbangan sistem imun karena respon Th2.
SelLangerhans.Infiltrat radang pada dermatofitosis
terutama terdiri dari sel T CD4+ dan sel T CD8+ yang
dilengkapi oleh makrofag CD68+ dan sel Langerhans CD1a+.
Sel Langerhans dapat menginduksi respon Sel Langerhans
dapat menginduksi respon sel T terhadap trichophytin, serta
bertanggung jawab dalam pengambilan dan pemrosesan antigen
pada respon Th1 pada lesi infeksi dermatofit.
Imunitas humoral. Pejamu dapat membentuk bermacam
antibodi terhadap infeksi dermatofit yang ditunjukkan dengan
teknik ELISA. Imunitas humoral tidak berperan menyingkirkan

16
infeksi, hal ini dibuktikan dengan level antibodi tertinggi pada
penderita infeksi kronis.
d. Beberapa Faktor Lain yang Berkaitan dengan Dermatofitosis
Produksi substansi mannan, yaitu suatu komponen glikoprotein
dinding sel jamur, dapat menekan respons inflamasi terutama pada
kondisi atopik atau kondisi lain. Mannan dapat menekan pembentukan
limfoblast, menghambat respon proliferasi limfosit terhadap berbagai
rangsangan antigenik, serta menghambat proliferasi keratinosit yang
memperlambat pemulihan epidermis.6
Tidak ada bukti yang menyokong adanya kerentanan secara
khusus pada kelompok golongan darah ABO, dan pada penderita
diabetes. Pada kondisi malnutrisi dan sindroma Chusing mudah
mengalami infeksi dermatofit dimungkinkan karena depresi imunitas
seluler. 4
Kemampuan spesies dermatofit tertentu untuk memproduksi
penicillin-like antibiotics memungkinkan jamur ini memanfaatkan
flora normal, Staphylococcus aureus dapat betindak sebagai ko-
patogen yang meningkatkan derajat infeksi dermatofit. Gambaran
klinis yang bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil dari
kombinasi kerusakan jaringan keratin secara langsung oleh karena
dermatofit, dan proses peradangan akibat respon pejamu.Pada bentuk
klasik tinea yang annular, tepi lingkaran lesi ditandai oleh adanya
infiltrat limfosit perivaskular, karena proses pembersihan jamur dari
stratum korneum akibat surveilans sistem imun, dan pertumbuhan
jamur yang sentrifugal. Kecepatan epidermal turn over berjalan
normal di dalam area cincin, namun pada daerah infeksi bisa menjadi
lebih dari 4 kali lipat. Pada tinea imbrikata karena
Trychophytonconcentricum, terjadi semacam gelombang pertumbuhan
jamur pada kulit dengan perluasan infeksi yang sentrifugal. 6

17
Gambar II.1. Epidermikosis dan trikhomikosis (A) Epidermomikosis,
dermatofit (titik dan garis merah) memasuki stratum korneum dengan
merusak lapisan tanduk dan juga menyebabkan respons radang (titik
hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk eritema, papula, dan
vasukulasi. (B) Trikhomikosis pada batang rambut, ditunjukkan oleh titik
merah, menyebabkan rambut rusak dan patah, jika infeksi berlanjut
hingga ke folikel rambut, akan memberikan respons radang yang lebih
dalam, ditunjukkan oleh titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang
berupa nodul, pustulasi folikel, dan pembentukan abses .

2.Patogenenis Tinea Kapitis


Dermatofit ektotrik (diluar rambut) infeksinya khas di stratum korneum

perifolikulitis, menyebar sekitar batang rambut dan di batang rambut bawah

kutikula dari pertengahan sampai akhir anagen, sebelum turunke folikel rambut

untuk menmbus korteks rambut. Hifa-hifa intrapilari kemudian trun kebatas

daerah keratin, dimana rambut tumbuh dalam keseimbangan dengan proses

keratinisasi, tidak pernah memasuki daerah berinti. Ujung-ujung hifa pada daerah

batas ini disebut Adamsons Fringe dan dari sini hifa-hifa berproliferasi dan

membagi menjadi artrokonidia yang mencapai korteks rambut dan dibawa keatas

pada permukaan rambut. Rambut-rambut akan patah tepat diatas ringe tersebut,

dimana sekarang rambunya menjadi sangat rapuh sekali.

Secara mikroskopik hanya artrokonidia ektotrik yang tampak pada rambut yang

patah walaupun hifa intrapilari ada juga.

18
Patogenesis infeksi endotrik (didalam rambut) sama kecuali kutikula tidak terkena

dan artrokonidia hanya tinggal dalambatang rambut menggantikan keratin

intrapilari danmeninggalkan kortek yang intak. Akibatnya rambut sangat rapuh

dan patahpada permukaan kepala dimana penyanggah dan dinding folikular hilang

meninggalkan titik hitam kecil (black dot). Infeksi endotrik juga lebih kronis

karena kemampuannya tetap berlangsung di fase anagen ke fase telogen.

3.2.5 Manifestasi Klinis

Ada beberapa betuk tinea kapitis, yaitu: 4


1. Grey patch ringworm
Bentuk ini biasanya disebabkan oleh Microsporum audouinii atau
Microsporum ferrugineum. Lesi dimulai dengan papul eritem di sekitar
batang rambut. Papul kemudian melebar dan membentuk bercak yang
memucat dan bersisik. Rambut menjadi warna abu-abu, tidak berkilat lagi
dan lebih mudah patah (1-3 mm di atas kulit kepala) dibandingkan
tercabut. Bila semua rambut di tempat tersebut terserang oleh jamur, dapat
terbentuk allopesia setempat, dengan keluhan subyekti gatal. Pada
pemeriksaan lampu Wood di dapat hasil positif.
2. Bentuk inflamasi
Biasanya terlihat pada jamur ektotrik zoofilik (Microsporumcanis)
atau geofilik (Microsporumgypseum). Peradangannya mulai dari
folikulitis pustula sampai kerion yaitu pembengkakan yang dipenuhi
dengan rambut-rambut yang patah-patah dan lubang-lubang folikular
yang mengandung pus. Inflamasi seperti ini sering menimbulkan alopesia
yang sikatrik. Lesi peradangan biasanya gatal dan dapat nyeri,
limfadenopati servikal, panas badan dan lesi tambahan pada kulit halus.
3. Tinea Kapitis Black Dot
Bentuk ini disebabkan karena jamur endotrik antropofilik, yaitu
Trychophytontonsuransatau Trychophytonviolaceum. Rontok rambut
dapat ada atau tidak. Bila ada kerontokan rambut maka rambut-rambut
patah pada permukaan kepala hingga membentuk gambaran kelompok

19
black dot. Biasanya disertai skuama yang difus, tetapi peradangannya
bervariasi dari minimal sampai folikulitis pustula atau lesi seperti furunkel
sampai kerion. Daerah yang terkena biasanya banyak atau poligonal
dengan batas yang tidak bagus, tepi seperti jari-jari yang membuka.
Rambut-rambut normal biasanya masih ada dalam alopesianya.

Gambar II.2. Tinea Kapitistipe Gray Patch [ CITATION Suy08 \l 1033 ].

Gambar II.3. Tinea Kapitis tipe Kerion [ CITATION Suy08 \l 1033 ].

20
Gambar II.4. Tinea Kapitis Black Dot.2

3.2.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis tinea kapitis dipertimbangkan dari hal-hal berikut:


1. Gejala Klinis
Dipertimbangkan diagnosis tinea kapitis bila pada anak-anak
dengan kepala berskuama, alopesia, limfadenopati servikal posterior atau
limfadenopati aurikuler posterior atau kerion. Juga termasuk pustul atau
abses, dissecting cellulitis atau black dot.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Lampu Wood
Rambut yang tampak dengan jamur Microsporumcanis,
Microsporumaudouinii dan Microsporumferrugineum memberikan
fluoresen warna hijau terang oleh karena adanya bahan pteridin.
Jamur lain penyebab tinea kapitis pada manusia memberikan
fluoresen negatif artinya warna tetap ungu yaitu Microsporumgypsium
dan spesies Trichophyton (kecuali Trychophytonschoenleiniipenyebab
tinea favosa memberi fluoresen hijau gelap). Bahan fluoresen
diproduksi oleh jamur yang tumbuh aktif di rambut yang terinfeksi.

Tabel II.1. Karakteristik Dermatofita penyebab Tinea Kapitis. 3

b. Pemeriksaan sediaan KOH


Kepala dikerok dengan objek glas, atau skalpel no.15. Juga kasa

basah digunakan untuk mengusap kepala, akan ada potongan pendek

21
patahan rambut atau pangkal rambut dicabut yang ditaruh di object glass

selain skuama. KOH 20% ditambahkan dan ditutup kaca penutup.

Potongan rambut pada kepala harus termasuk akar rambut, folikel rambut

dan skuama kulit. Skuama kulit akan terisi hifa dan artrokonidia, yang

menunjukkan elemen jamur, rambut-rambut yang lebih panjang mungkin

tidak terinfeksi jamur.

Pada pemeriksaaan mikroskop akan tampak infeksi rambut

ektotrik. Pada ektotriks terlihat artrospora yang kecil di sekitar batang

rambut dan pada infeksi endotriks tampak rantai artrospora di dalam

batang rambut. Pada skuama kulit kepala dijumpai hifa dan artrospora.

Bebrapa klinis menggunakan pengecatan Swartz-Lamkin, PAS atau

Chlorazol Black E untuk mengidentifikasi jamur lebih cepat. Teknik

yang lebih baik,cepat dansensitif adalah menggunakan pengecat

Calcofluor immunofluorescent.

c. Kultur

Bertujuan menentukan spesies dermatofita. Media biakan yang biasa

dipakai adalah agar Sabourand. Jamur akan tumbuh dalam 5-14 hari

dan pada media Dermatophyte Test Medium (DTM). Pertumbuhan

jamur dapat dilihat dari perubahan warna dari kuning ke merah yang

dimulai setelah 24-48 jam, serta dibaca jelas pada hari 3-7.

22
Tabel II.2. Karakteristik Dermatofita 3

23
3.2.7 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari tinea kapitis berdasarkan gejalanya


adalah:
1. Diagnosis banding tinea kapitis berskuama dan peradangan minimal:

24
a. Dermatitis seboroik

Peradangan yang biasanya terjadi pada sebelum usia 1 tahun atau sesudah

pubertas yang berhubungan dengan rangsangan kelenjar sebasea. Tampak

eritemadengan skuama diatasnya sering berminyak, rambut yang terkena biasanya

difus, tidak setempat. Rambut tidak patah. Distribusi umumnya di kepala, leher,

dan daerah-daerah perlipatan. Alopesia sementara bisa terjadi dengan penipisan

rambut dan kepala, alis mata, bulu mata, atau belakang telinga. Sering tampak

pada pasien penyakit syaraf atau immunodefisiensi.

Gambar II.5. Dermatitis Seboroik

b. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik yang berat dan luas mungkin mengenai kepala dengan

skuama kering putih dan halus. Khas tidak berhubungan dengan kerontokan

rambut, bila ada biasanya karena trauma sekunder karena garukan kepala yang

gatal. Disertai lesi dermatitis atopik di daerah lain.

c.Psoriasis
Psoriasis kepala khas seperti lesi psoriasis dikulit, plak eritematos berbatas
jelas dan berskuama lebih jelas dan keperakan diatasnya, dan rambut-rambut tidak
patah. Kepadatan rambut berkurang di plak psoriasis juga meningkatnya

25
kerapuhan rambut dan kecepatan rontoknya rambut telogen. Sekitar 10% psoriasis
terjadi pada anak kurang 10 tahun dan 50% mengenai kepala, dan sering lesi
psoriasis anak terjadi pada kepala saja, maka kelainan kuku dapat membantu
diagnosis psoriasis.

Gambar II.6. Psoriasis pada kulit kepala

d. Pitiriasis amiantasea (Pitiriasis asbestos)


Merupakan tumpukan skuama dalam masa yang kusut. Dermatitis kepala
lokalisata yang non infeksius yang tidak diketahui sebabnya. Skuama yang putih
tebal melekat sering dijumpai mengikat batang rambut proksimal. Kepala dapat
tampak beradang. Rontok rambut sementara dapat terjadi dengan pelepasan
manual skuama yang melekat. Kelainan kulit dilain tempat yang menyertai
biasanya tidak ada, namun dapat mempunyai penyakit yang menyertai, yaitu
Dermatitis atopik atau peradangan kulit lainnya. Ada yang menganggap sebagai
psoriasis dini.

Gambar II.7. Ptiriasis amiantasea. 2

2. Diagnosis banding tinea kapitis yang alopesia jelas


a. Alopesia areata

26
Alopesia areata mempunyai tepi yang eritematus pada stadium
permulaan, tetapi dapat berubah kembali ke kulit normal. Juga jarang
ada skuama dan rambut-rambut pada tepinya tidak patah tetapi
mudah dicabut.

Gambar II.8. Alopesia areata. 2

b. Trikotilomania
Khas adanya alopesia yang tidak sikatrik berbatas tidak jelas
karena pencabutan rambut oleh pasien sendiri. Umumnya panjang
rambut berukuran macam-macam pada daerah yang terkena.
Tersering di kepala atas, daerah oksipital dan parietal yang kontra
lateral dengan tangan dominannya. Kadang-kadang ada gambaran
lain dari kelainan obsesif-kompulsif misalnya menggigit-gigit kuku,
menghisap ibu jari atau ada depresi atau kecemasan. Dapat disertai
efek efluvium telogen yaitu berupa tumbuhnya kembali rambut yang
terlambat atau rontoknya rambut meningkat sebelum tumbuh
kembali. 2

Gambar II.9. Trikotilomania

27
c. Pseudopelade
Pseudopelade adalah alopesia sikatrik progresif yang pelan-
pelan, umumnya sebagai sindroma klinis sebagai hasil akhir dari satu
dari banyak proses patologis yang berbeda (yang diketahui maupun
yang tidak diketahui), walaupun klinis spesifik jenis tidak beradang
selalu dijumpai misalkan karena likhen planus, lupus eritematus
stadium lanjut. 2

Gambar II.10. Psudopelade.

3. Diagnosis banding tinea kapitis yang inflamasi


a. Pioderma bakteri
Infeksi kulit karena bakteri Staphylococcus aerius atau
Streptococcus pyogenes, misalkan folikulitis, furunkel atau
karbunkel.
b. Folliculitis decalvans
Merupakan sindroma yang secara klinis berupa folikulitis
kronis sampai sikatrik progresif. Folikulitis atrofik pada dermatitis
seboroik.
4. Diagnosis banding alopesia sikatrik
a. Diskoid Lupus Eritematosus
Diskoid LE di kepala tampak alopesia dan biasanya permanen
khas ada foliculler plugging. Tampak pada 1/3 pasien DLE.
b. Liken planopilaris
Lesi folikular disertai skuama yang kemudian menjadi alopesia

28
sikatrik.
c. Pseudopelade
d. Dermatitis radiasi
3.2.8 Penatalaksanaan

Tatalaksana secara komprehensif pada tinea kapitis adalah sebagai


berikut. 2,3
1. Penatalaksanaan Umum
a. Mencari binatang penyebab dan diobati di dokter hewan untuk
mencegah infeksi pada anak-anak lain.
b. Mencari kontak manusia atau keluarga, dan bila perlu dikultur
c. Anak-anak tidak menggunakan bersama sisir, sikat rambut atau topi,
handuk, sarung bantal dan lain yang dipakai dikepala.
d. Anak-anak kontak disekolah atau penitipan anak diperiksakan ke
dokter/ rumah sakit bila anak-anak terdapat kerontokan rambut yang
disertai skuama. Dapat diperiksa dengan lampu Wood.
e. Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara pelan,
sering perlu 3-6 bulan. Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik
dan alopesia permanen.
f. Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat rambut, handuk,
boneka dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air
panas dan sabun atau lebik baik dibuang.
g. Begitu pengobatan dimulai dengan obat anti jamur oral dan shampo,
pasien dapat pergi ke sekolah
h. Tidak perlu pasien mencukur gundul rambutnya atau memakai
penutup kepala.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Utama
Pengobatan yang ideal dan cocok untuk anak-anak adalah
sediaan bentuk likuid, terasa enak, terapi singkat, keamanan yang
baik dan sedikit interaksi antar obat
1) Tablet Griseofulvin
Merupakan terapi Gold Standard. Dosis:

29
a) Tablet microsize (125, 250, 500mg) 20 mg/Kg BB/hari, 1-2
kali/hari selama 6-12 minggu.
b) Tablet ultramicrosize (330mg) 15 mg/Kg BB/hari, 1-2

kali/hari selama 6-12 minggu.

Secara umum griseofulvin dalam bentuk fine fine particle dapat

diberikan dengan dosis 0,5-1 g untuk orang dewasa dan 0,25-0,5 g untuk

anak sehari-hari tau 10-25 mg/kgbb. Griseofulvin diberikan bersama

makanan yang mengandung lemak. Lama pengobatan bergantung keadaan

klinis dan mikologik, minimal 6-8 minggu sampai 3-4 bulan. Efek

samping griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama

ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efeksamping yang lain

dapat berupa gangguan traktus difgestivus ialah nausea, vomitus, dan

diare.obat tersebut juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi

hepar.

Tidak diberikan pada pasien hamil karena dapat menyebabkan

kembar dempet. Kontra indikasi relatif pada pasien SLE, acute intermitten

porphyria, alergi penisilin, dan kontrasepsi oral.

Kapsul itrakonazol (100 mg)

Sangat efektif untuk tinea kapitis baik spesies Microsporum

maupun trichopphyton dengan dosis 5 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu.

Didapatkan sejumlah penelitian yang memberikan terapi dengan dosis

denyut, yaitu diberikan dosis 5 mg/kgBB/hari selama 1 minggu tiap

denyut, denyut kedua 2 minggu kemudian dan ketiga 3 minggu kemudian.

2.Itrakonazol lebih baik diserap bersma dengan makanan. Efek samping

adalah perubahan fungsi hati yang tidak menetap karena merupakan

30
inhibitor sistem enzim sitokrom CYP450-3A4. Selain itu juga dapat

hipokalemia, nausea, nyeri abdomen, sakit kepala, pusing, mengantuk,

rasg, gatal.

3. Tablet Terbinafin (tablet 250 mg)


Obat ini bersifat fungisidal primer terhadap dermatofit,
dosis yang diberikanadalah 3-6mg/KgBB/ hari selama 4 minggu:
a) < 20 mg : 62,5 mg (1/4 tablet)/ hari
b) 20-40 mg : 125 mg (1/2 tablet)/ hari
c) > 40 mg : 250 mg/ hari
Jika etiologi penyakit adalahMicrosporumCanis maka
pengobatan perlu 6-8 minggu, karena lebih sukar untuk dibasmi
daripadaTrichophyton.Hal ini dikarenakan virulensinya atau
infeksi ektotriknya masih belum diketahui. Diberikan untuk anak
umur > 2 tahun. Monitor laboratorium fungsi liver dan darah
lengkap diperiksa bila pemakaian lebih 6 minggu.
4. Tablet Flukonazol
Sebetulnya juga bisa digunakan untuk terapi tinea kapitis
namun tidak lebih superior daripada obat lainnya. Lebih
diindikasikan untuk infeksi mukosa dan infeksi sistemik pada
kasus Kandidiasis, dan Kriptokokosis, terutama pada pasien
imunokompromais. Flukonazol lebih cepat resisten dibanding
obat jamur lain, sedangkan untuk tinea kapitis, flukonazol tidak
lebih superior, sehingga sebaiknya flukonazol digunakan untuk
kasus selektif. Dosisya 8 mg/Kg BB/minggu selama 8-16 minggu.
Efektif untuk Microsporum maupun Trichophyton.
b. Terapi Ajuvan
1) Shampo
Shampo obat berguna untuk mempercepat penyembuhan,
mencegah kekambuhan dan mencegah penularan, serta
membuang skuama dan membasmi spora viabel, diberikan
sampai sembuh klinis dan mikologis:

31
a) Shampo selenium zulfit 1% - 1,8% dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci.
b) Shampo ketokonazole 1% - 2% dipakai 2-3 kali/ minggu
didiamkan 5 menit baru dicuci.
c) Shampo povidine iodine dipakai 2 kali / minggu selama 15
menit.
Setelah menggunakan shampo diatas maka dianjurkan
memakai Hair Conditioner dioleskan dirambutnya dan didiamkan
satu menit baru dicuci air. Hal ini untuk membuat rambut tidak
kering. Juga shampo ini dipakai untuk karier asimptomatik yaitu
kontak dekat dengan pasien, seminggu 2 kali selama 4 minggu.
Karena asimptomatik lebih menyebarkan tinea kapitis disekolah
atau penitipan anak yang kontak dekat dengan karier daripada
anak-anak yang terinfeksi jelas.
2) Terapi Kerion
Pengobatan optimal kerion tidak jelas apakah perlu dengan
obat oral antibiotika dan kortikosteroid sebagai terapi ajuvan
dengan griseofulvin. Beberapa penelitian menyatakan:
a) Kerion lebih cepat kempes dengan kelompok yang menerima
griseofulvin saja
b) Sedangkan skuama dan gatal lebih cepat bersih/ hilang
dengan kelompok yang menerima ke 3 obat yaitu griseofuvin,
antibiotika dan kortikosteroid oral
c) Kortikosteroid oral mungkin menurunkan insiden sikatrik.
Juga bermanfaat menyembuhkan nyeri dan pembengkakan.
Dosis prednison 1 mg/Kg BB/pagi untuk 10-15 hari pertama
terapi.
d) Pemberian antibiotika dapat dipertimbangkan terutama bila
dijumpai banyak krusta.
c. Tatalaksana terkini
1) Sistemik

32
Tabel II.3. Pilihan Obat Sistemik pada Tinea Kapitis. 7

Tinea capitis selalu memerlukan pengobatan sistemik


karena agen antifungal topikal tidak dapat masuk ke dalam folikel
rambut.Pengobatan topikal hanya diberikan sebagai terapi
adjuvant dari antifungi sistemik.Faktor yang mungkin
mempengaruhi efektivitas terapi diantaranya adalah tolerability,
safety, compliance, ketersediaan dan biaya.Sejak tahun 1950an,
griseofulvin merupakan terapi gold standard untuk pengobatan
tinea capitis secara sistemik.Griseofulvin aktif melawan
dermatofita dan memiliki profil keamanan jangka
panjang.Kelemahan utama pada penggunaan griseofulvin adalah
jangka terapi yang lama (6-12 minggu) sehingga dapat
mengurangi kepatuhan dalam pengobatan. 7
Antifungi terbaru diantaranya adalah terbinafine,
itraconazole, dan fluconazole dengan efikasi dan potensi yang
hamper serupa dengan griseofulvin pada anak dengan tinea capitis
akibat Tricophyton, namun dengan durasi pengobatan yang lebih

33
singkat.Akan tetapi, obat-obat tersebut lebih mahal dibandingkan
dengan griseofulvin.Sehingga pemilihan obat bergantung juga
pada faktor individu pasien terkait kepatuhan dan status ekonomi
pasien. 7
2) Topikal
Pengobatan topikal secara adjuvant, seperti selenium
sulfide atau shampo ketoconazole maupun krim atau losion dapat
mengurangi penyebaran spora yang dapat memperparah penyakit
dan reinfeksi serta mengoptimalkan pengobatan bersama dengan
antifungi oral. Fungisida topical diberikan pada lesi sehari sekali
selama 1 (satu) minggu. Shampo digunakan pada kulit kepala dan
rambut selama 5 menit, 2 kali sehari, untuk 2-4 minggu atau 3
kali dalam seminggu pada pasien dengan klinis dan mikologis
yang telah menunjukkan kesembuhan. Pemberian fungisida
tropikal dapat dilanjutkan untuk 1 (satu) minggu kemudian. 7
3) Follow-up
Pemeriksaan secara klinis dan mikologis dapat dilakukan 2-4
minggu. Pengobatan dapat dihentikan setelah kultur menjadi
negatif atau rambut telah tumbuh kembali. 7

3.2.9 Prognosis

Tinea kapitis tipe Gray patch sembuh sendirinya dengan waktu, biasanya

permulaan dewasa. Semakin meradang reaksinya, semakin dini selesainya

penyakit, yaitu yang zoofilik (Microsporumcanis,

Trychophytonmentagrophytesdan Trychophytonverrucosum). Infeksi ektotrik

sembuh selama perjalanan normal penyakit tanpa pengobatan. Namun pasien

menyebarkan jamur penyebab kelain anak selama waktu infeksi. Sebaliknya

infeksi endotrik menjadi kronis dan berlangsung sampai dewasa.

Trychophytonviolacaum, Trychophytontonsuransmenyebabkan infeksi tetap,

34
pasien menjadi vektor untuk menyebarkan penyakit dalam keluarga dan

masyarakat, pasien seharusnya cepat diobati secara aktif untuk mengakhiri

infeksinya dan mencegah penularannya.

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien datang dengan keluhan gatal pada kulit kepala sejak 3 minggu yang
lalu.Gatal terutama dirasakan pada kulit kepala pelipis sebelah kiri.Gatal
dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas, membuat pasien sering
menggaruk-garuk kepalanya.Gatal bertambah jika berkeringat, sedikit berkurang
jika mandi berkeramas.Awalnya timbul bercak kemerahan pada kulit kepala,
berukuran kecil yang kemudian semakin meluas menjadi bercak sebesar koin
berwarna pucat dan bersisik.Rambut di sekitarnya menjadi menjadi kusam, rapuh
dan mudah patah sehingga lama-lama terjadi kebotakan setempat di daerah kulit
kepala tersebut.Pasien mandi 2x sehari, namun jarang berkeramas, paling sering
1x/minggu.
Pemeriksaan fisik ditemukan Status Lokalis (Dermatologis) berupa papul-
papul miliar dengan skuama dan krusta di sekitar muara rambut, tampak alopesia
setempat, rambut di sekitar keabuan dan rapuh, lokasi pada scalp regio temporalis
sinistra. Status dermatologis mendukung pada diagnosis tinea kapitis, khususnya
tipe gray patch.
Tinea kapitis (Ringwormof the scalp and hair, tinea tonsurans, herpes
tonsurans) adalah infeksi dermatofit pada kepala, alis mata dan bulu mata karena
spesies Microsporum dan Trichophyton. Tinea kapitis tipe Gray Patch ditandai
dengan papula-paula milier sekitar muara rambut, rambut mudah putus,
meninggalkan alopesia yang berwarna cokelat.Biasanya disebabkan oleh
dermatofita genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak.

35
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung diagnosis diantaranya adalah
lampu Wood, KOH, dan kultur.
Pengobatan pasien yaitu menggunakan obat sistemik dan topikal.
Pengobatan sistemik yang diberikan adalah griseofulvin 250 mg dan cetirizine 5
mgdalam bentuk puyer, sedangkan pengobatan topikal berupa shampo
ketoconazole 2%.Griseofulvin secara teori merupakan gold standar pada
pengobatan tine kapitis.Griseofulvin bersifat fungistatik, berikatan dengan protein
mikrotubular dan menghambat mitosis sel jamur.Cetirizine 5 mg merupakan obat
antihistamin untuk mengurangi rasa gatal yang timbul. Cetirizine bekerja sebagai
anatagonis reseptor H1 secara selektif, yang akan menghambat mediator histamin
dan menurunkan migrasi sel inflamasi.Ketoconazole merupakan antifungi
golongan azol yang bekerja dengan menghambat biosintesis ergosterol.Sediaan
shampo sering diberikan sebagai terapi adjuvan pada tinea kapitis. Terapi ajuvan
lain yang dapat diberikan jika shampo ketoconazole tidak tersedia adalah krim
ketoconazole atau krim derivat imidazole, seperti miconazol.Edukasi yang
diberikan adalah menjaga kebersihan kepala maupun badan, edukasi kepatuhan
obat dan terapi, serta edukasi terapi yang memerlukan jangka waktu yang cukup
lama.
Pasien juga dianjurkan kontrol seminggu kemudian untuk mengetahui

respon terhadap terapi dan mengevaluasi keluhan subyektif maupun tanda

obyektif yang masih ada. Prognosis pasein ini baik. Penyakit ini dapat sembuh

tetapi perlu adanya edukasi bahwa penyakit ini dapat kambuh kembali jika

imunitas penderita menurun, higiene sanitasi yang jelek. Sehingga penderita

diharuskan menjaga kesehatan dan kebersihan diri

36

Anda mungkin juga menyukai