Oleh :
Pembimbing :
Dr. Agung Ary Wibowo Sp.B(K)BD
Dr. Tjahyo Kelono Utomo Sp.B(K)BD
PPDS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
2015
BAGIAN I
Gambar 1.1. memperlihatkan komposisi kimia tubuh dari pria normal berusia 40
tahun. LEMAK TUBUH
Bisa dilihat bahwa pria normal berusia 40 tahun terdiri atas 15 kg lemak.
Sebagian besar,kira-kira 12 kg, merupakan lemak simpanan, yaitu lemak di
subkutan, intermuskular, intraabdomen dan intratorakal. Sisanya 3 kg disebut
lemak esensial, yakni lipid di sumsum tulang dan lipid di susunan saraf pusat dan
organ-organ lain.
Lemak simpanan adalah dalam bentuk trigliserida yang secara kimiawi dan
fisika mirip minyak zaitun. Disimpan terutama dalam sel-sel khusus disebut
adiposit, lemak ini tidak disertai air. Bila dibutuhkan sebagai bahan bakar untuk
jantung, otot rangka, hati atau ginjal, lemak dihidrolisis menjadi tiga asam lemak
dan gliserol (suatu karbohidrat).
Gambar 1.1 memperlihatkan bahwa massa tubuh non-lemak terdiri atas air,
glikogen, protein dan mineral.
Air tubuh
Dari Gambar 1.1 bisa dilihat bahwa air merupakan komponen terbesar dari
tubuh. Secara klinis, ini penting karena berarti setiap penambahan atau penurunan
berat badan dalam waktu singkat disebabkan terutama oleh perubahan kandungan
air tubuh. Hidrasi dari massa tubuh non-lemak bersifat konstan. Pada manusia dan
beberapa hewan yang diukur, 73% dari massa tubuh non-lemak berupa air. Kita
akan lihat kemudian bahwa hampir semua penyakit bedah selalu diikuti ekspansi
air dari massa non-lemak. Bahkan pada pasien dengan kondisi khusus, koefisien
hidrasi bisa mencapai 80% atau lebih.
Karbohidrat
Mineral
KEBUTUHAN ENERGI
KEADAAN ISTIRAHAT
Dari semua organ tubuh, otak memiliki kebutuhan energi yang paling
konstan. Baik dalam keadaan tidur, ikut ujian atau menonton televisi kebutuhannya
konstan. Otak menggunakan kira-kira 20% dari REE (resting energy expenditure).
Hati bersama visera menggunakan 30% REE, jantung 5%, ginjal 10% dan selebihnya
digunakan oleh otot. Pada olah raga, otot bisa mengkonsumsi 90% dari seluruh
pemakaian energi total (TEE = total energy expenditure).
KEADAAN STRES
Protein makanan dipecah menjadi asam amino yang setelah diserap akan
mengisi hati dan otot dan menggantikan protein yang dipecah sejak jam makan
sebelumya. Asam amino yang tidak dibutuhkan untuk sintesis protein akan dilepas
dari gugus aminonya untuk membentuk urea dan residu karbohidrat yang tinggal
digunakan hati untuk energi atau sintesis lemak atau untuk pembentukan glukosa
baru. Tiga asam amino (leusin, isoleusin dan valin) yang dikenal sebagai asam
amino rantai cabang ( BCAA = branched-chain amino acids) dimetabolisme di
perifer oleh sel adiposit untuk menghasilkan energi.
Itulah sebabnya, telah diduga bahwa pemberian larutan asam amino yang
diperkaya dengan BCAA mungkin membantu menghemat protein pada penyakit
bedah serius, sebagaimana telah kita ketahui otot dipecah untuk memasok alanin
dan glutamin sebagai substrat untuk produksi glukosa.
Lemak dari makanan diserap sebagai trigliserida dan bila bergabung dengan
lipoprotein akan membentuk kilomikron. Pada keadaan puasa, ini digunakan otot
sebagai bahan bakar walaupun setelah makan kilomikron dipindahkan oleh jaringan
lemak untuk diserap ke dalam butir lemak dan disimpan sebagai cadangan energi.
SUBYEK NORMAL SETELAH PUASA SEMALAM
STARVASI DINI
Gambar 1.2 memperlihatkan metabolisme bahan bakar pada seorang normal yang
tidak makan selama 1-2 hari. Sekarang otak tergantung hanya pada glukosa yang
baru dihasilkan dari hati. Menjelang hari kedua starvasi, kira-kira 75 gr protein otot
dipecah setiap hari. Ini tidak cukup untuk memasok semua substrat untuk produksi
glukosa yang diperlukan hati.
Sebagai kompensasi, gliserol (dari lemak ) dan laktat (dari utilisasi glukosa di
jaringan hemopoietik) digunakan sebagai bahan bakar. Kembalinya laktat ke hati
untuk didaur ulang menjadi glukosa disebut siklus Cori. Prekursor-prekursor
glukoneogenik yang berasal dari perifer ini didorong untuk proses glukoneogenesis
dengan efisiensi mendekati 100%. Hati sendiri mengambil energi langsung dari
asam lemak. Gambar 1.2 juga memperlihatkan bahwa kira-kira 160 gr trigliserida
dipecah setiap hari untuk memasok energi.
STARVASI LANJUT
Oleh karena itu, hanya 20 gr protein otot dikonsumsi, dan nitrogen urin yang
pada orang normal berkisar antara 11-15 gram per hari, pada starvasi lanjut ini
menurun menjadi 4-5 gr per hari. Ini disebabkan oleh menurunnya urea urin secara
mencolok (Gambar 1.4). Adaptasi ini memungkinkan otot tubuh banyak dihemat,
dan starvasi bisa berlanjut selama ada trigliserida untuk menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol.
Saat hati memasuki tahap glukoneogenesis, dengan adanya kadar insulin
yang rendah dan dengan kehadiran glukagon, glukokortikoid dan hormon tiroid,
hati mulai menghasilkan benda keton. Puasa mengurangi konversi tiroksin menjadi
triyodotironin, sehingga menghasilkan suatu bentuk hipometabolisme ringan. Ini
disusul dengan penurunan penggunaan energi karena berkurangnya konsumsi
oksigen. Juga ada sedikit penurunan kadar katekolamin.
RESPONS ENDOKRIN TERHADAP PUASA
Glukosa merupakan bahan bakar yang digunakan oleh jaringan luka dan
hemopoietik. Laktat dari jaringan luka dan gliserol dari oksidasi lemak juga menjadi
substrat untuk glukosa baru. Dalam plasma, ada peningkatan mencolok dari asam
lemak bebas, gliserol, glukosa, laktat, dan asam-asam amino khususnya alanin dan
glutamin. Alanin adalah prekursor utama untuk glukoneogenesis. Glutamin adalah
bahan bakar untuk saluran cerna (usus), ginjal dan sel-sel system imun (Gambar
1.7)
Respons neuroendokrin terhadap trauma akan dibahas lebih rinci pada Bab
4, tetapi patut diketahui bahwa pemutusan lintasan saraf ke otak tengah bisa
menghapus respons ini sama sekali (Hume & Egdahl 1959) Jika injuri terbatas,
seperti pada pembedahan elektif, respons bersifat ringan dan sementara.
Pelajaran praktis yang bisa dipetik adalah sampai fokus septik dikendalikan,
sitokin akan terus diproduksi dan hipermetabolisme plus autokanibalisme akan
berlanjut tanpa mereda. Sudah lama ahli bedah mengetahui efek dramatis dan
menguntungkan dari drainase pus, membuang jaringan nekrotik dan mencegah
kontaminasi. Kesadaran bahwa peptide regulatory factors dilepaskan dari sel-sel
radang di fokus septik telah mengajarkan kita mengapa efek ini begitu dramatis.
Solusi terhadap masalah hipermetabolisme yang berlanjut ini sering berada di
tangan dokter bedah sendiri dan tidak bisa ditegaska terlalu banyak sebelum
produksi sitokin dari sel radang dihentikan. Teknologi rekombinan, dengan
memproduksi antibodi monoklonal terhadap endotoksin dan berbagai sitokin telah
membuka era baru dalam penanganan sepsis serius.
BAGIAN VI
IMBANG NITROGEN
Pada steady state, tracer akan tampil dalam pool dan seandainya ukuran pool
konstan, laju pemunculan protein berlabel sama dengan laju menghilangnya dari
pool serta laju pergerakan melalui pool. Proses ini diacu sebagai aliran (flux) atau
pergantian (turnover) protein.
Protein total tubuh dianggap sebagai pool metabolisme tunggal, di mana lalu lintas
protein memiliki dua arah-yakni untuk sintesis protein dan untuk katabolisme
(pemecahan) protein. Jika sintesis melampaui pemecahan, ada penambahan bersih
dari protein total tubuh (net protein synthesis), dan jika pemecahan melebihi
sintesis maka akan ada kehilangan bersih dari protein total tubuh (net protein
catabolism).
ASAM AMINO
Tiga dari asam amino esensial, isoleusin, leusin dan valin disebut BCAA.
Sementara kebanyakan asam amino diambil dan dimetabolisme oleh hati, asam
amino rantai cabang diutilisasi oleh otot rangka. Di otot, BCAA memasok nitrogen
dan glukosa memasok karbon untuk pembentukan alanin dan glutamin. Alanin
merupakan prekursor untuk glukoneogenesis di hati. Glutamin diutilisasi oleh
ginjal, usus dan sel-sel sistem imun.
Ini adalah pool asam amino dalam tubuh yang terdapat di plasma, cairan interstisial,
dan air sel dan berada dalam keseimbangan dinamis dengan pool protein total
tubuh. Pool ini berisi asam amino sampai kira-kira 100 gr, dan terutama terdiri atas
asam amino non-esensial.
HORMON-HORMON KONTRA-REGULASI
Massa sel tubuh merupakan jumlah total dari sel-sel tubuh. Oleh karena itu massa
sel tubuh mewakili bagian tubuh di mana semua pertukaran energi terjadi, di mana
oksigen dikonsumsi dan CO2 diproduksi. Massa sel tubuh ditaksir dengan
mengalikan kalium tubuh total dengan suatu faktor yang bisa bervariasi menurut
status penyakit pasien. Massa non-lemak (Fat-free mass) adalah massa tubuh yang
tinggal setelah lemak yang bisa diekstraksi eter diangkat. Walaupun sering disebut
lean body mass, sebetulnya berbeda. Lean body mass telah didefinisikan sebagai
bagian tubuh yang sama sekali tanpa lemak, kecuali mengandung sedikit lipid
esensial, mungkin 2%. Ada lagi yang mendefinisikan secara salah bahwa lean body
mass adalah selisih antara massa tubuh dan jaringan adiposa.
Untuk memahami metabolisme bedah secara benar, berat badan harus dipikirkan
menurut komponen- komponennya, antara lain air tubuh total, protein total tubuh,
mineral total dan glikogen total. Akan membantu jika air tubuh dipilah lagi menjadi
plasma, air interstisial, dan air intraseluler, protein tubuh dipilah menjadi protein
otot, protein viseral dan protein struktural. Dari Gambar 1.1 bisa dilihat bahwa
sebagian besar berat badan adalah air, sehingga peningkatan berat badan secara
bermakna dalam waktu singkat (kurang dari 48 jam) sebagian besar disebabkan
karena penambahan air tubuh. Sintesis jaringan baru (lean tissue), kira-kira
seperlimanya protein dan empat perlimanya air berlangsung lambat, sehingga baru
bisa terlihat setelah seminggu atau lebih. Sintesis jaringan non-lemak jarang lebih
cepat dari 150 gr per hari. Lemak dan protein bisa hilang secepat 200-300 gr per
hari, namun kehilangan air yang cepat dari fistula enterokutan bisa menyebabkan
kehilangan berat badan sepuluh kali lebih cepat.
PEMINDAHAN ENERGI
Jika asupan energi dari makanan lebih besar dari energi yang dikeluarkan
sebagai panas dan kerja, tubuh akan menyimpan energi dan berat badan pasien
bertambah sebagai lemak. Di lain pihak, jika kandungan kalori dari makanan yang
dimakan lebih kecil daripada output, akan ada imbang energi negatif, dan cadangan
protein dan lemak akan digunakan, dan berat badan akan menurun. Penurunan
berat badan yang terjadi setelah operasi mayor hampir seluruhnya disebabkan oleh
kurangnya asupan energi, karena sangat sedikit peningkatan output energi setelah
operasi yang tanpa komplikasi
Walaupun hukum fisika ini harus berlaku pada pasien bedah, skala waktu
untuk pengaturan antara asupan energi dan pengeluaran energi adalah dalam
mingguan bukan beberapa hari , dan ada sedikit hubungan langsung antara asupan
makanan dan output energi selama satu hari.
NILAI ENERGI
Energi disimpan dalam tiga substrat dalam tubuh: protein, lemak dan
karbohidrat (glikogen). Nilai energi yang bisa dimetabolisme dari ketiga substrat ini
telah ditetapkan. Pada pembakaran protein menghasilkan 4,7 kcal/gr, lemak
menghasilkan 9,44 kcal/gr dan glikogen 4.18 kcal/gr (Livesay & Elia 1988). Dalam
buku ini dan dalam praktek, umumnya nilai ini dibulatkan menjadi 4,9 dan 4
masing-masingnya. Protein dianggap 4 kcal/gr karena komposisi protein bervariasi.
Dengan berpatokan pada nilai-nilai ini dan data- data dari Gambar 1.1, nilai energi
dari berbagai kompartemen tubuh bisa dihitung (Tabel 1.1)
Hubungan timbal balik dari ketiga sumber energi dalam tubuh begitu
kompleks, namun pokok klinis penting adalah karbohidrat mudah diubah menjadi
lemak dan bisa diaminasi menjadi protein, tetapi tidak ada konversi lemak menjadi
karbohidrat dan sedikit konversi menjadi protein.
Manajemen Metabolik Pasien Bedah Mayor & Trauma
PENDAHULUAN
Sudah lama para ahli bedah tertarik mengetahui respons metabolik dini pada
pasien bedah mayor, khususnya selama mereka masih di rumah sakit, tetapi baru
belakangan ini perubahan-perubahan jangka panjang dalam metabolisme,
komposisi tubuh, fungsi fisiologis dan psikologis dikaji selama berminggu- minggu
dan berbulan-bulan pasca operasi. Dalam bab ini kita akan melihat lebih dekat
perubahan- perubahan metabolik yang ditimbulkan prosedur pembedahan dan
bagaimana perubahan-perubahan ini menetap sampai berminggu-minggu dan pada
sebagian kasus sampai berbulan-bulan sebelum pasien sembuh sempurna.
Berdasarkan ini kami akan menyusun program manajemen untuk asuhan rawat
metabolik terhadap pasien-pasien yang menjalani pembedahan mayor elektif.
BAGIAN 1
EBB PHASE
Ebb phase bisa memanjang jika pasien menderita perdarahan pasca bedah, atau
jarang terjadi sama sekali jika prosedur pembedahan hanya menghasilkan sedikit
kehilangan darah atau kerusakan jaringan. Segera setelah normovolemia, ebb phase
digantikan oleh flow phase.
FLOW PHASE
Flow phase ditandai oleh oksidasi protein otot untuk memasok glukosa sebagai
bahan bakar esensial untuk otak dan jaringan dalam proses penyembuhan.
Kehilangan protein yang dipacu ini disebabkan oleh meningkatnya proteolisis otot
bukan karena berkurangnya sintesis. Dalam bab 1 kita lihat bagaimana pada pasien
yang mengalami trauma hebat, misal kecelakaan atau sepsis serius, fase ini disertai
dengan peningkatan laju metabolisme walaupun kita ketahui bahwa pada pasien
bedah elektif REE hanya sedikit meningkat. Kebutuhan energi pasien selama fase ini
dipenuhi terutama oleh oksidasi lemak. Kadar plasma dari hormon-hormon kontra-
regulasi menurun selama flow phase, sedangkan kadar insulin meningkat sampai
maksimum walaupun laju kehilangan protein tubuh mencapai maksimum pada saat
ini. Alasan peninggian kadar insulin plasma tidak dipahami, begitu pula halnya
resistensi terhadap efek anabolikya yang lazim.
Karena kadar plasma dari katekolamin, glukagon dan kortisol menurun selama flow
phase, sukar untuk menyatakan bahwa kehilangan protein yang hebat pada fase ini
disebabkan oleh aksi katabolik mereka. Walaupun ada sedikit keraguan bahwa
susunan saraf pusat dan respons neuroendokrin terhadap trauma bedah
menjelaskan banyak perubahan metabolik yang diamati selama flow phase operasi
mayor, hormon-hormon stress ini tidak bertanggung jawab penuh terhadap
perubahan-perubahan metabolisme.
Pemberian infus TNF menirukan banyak gambaran klinis dan metabolik dari
sepsis, seperti demam, hipotensi, anoreksia, hiperglikemia dan imbang nitrogen
negative (Tracey dkk 1986, Michie dkk 1988, Flores dkk 1989). Banyak gambaran
reaksi endokrin dan metabolik terhadap sepsis, seperti resistensi insulin dan
kehilangan protein ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami cedera. Yang
mengherankan sampai sekarang belum dideteksi TNF pada serum pasien setelah
pembedahan mayor.
BAGIAN II
ENERGETIKA PERIOPERATIF
Selama 2 minggu pasca operasi mayor pasien mengalami defisit energi cukup
besar. Hanya separuh dari kebutuhan energi dipenuhi dari dekstrosa intravena dan
makanan. Untuk mencapai imbang energi, cadangan lemak, glikogen dan otot
dibakar.
Pada tahun 1968 Kinney dan rekan-rekan melakukan kajian imbang energi
pada 10 pasien bedah mayor. Kajian yang menonjol dan rinci dari asupan energi dan
pemakaian energi ini memperlihatkan bahwa resting energy expenditure (REE)
yang pada orang sehat adalah sekitar 22 kcal/kg/hari, meningkat hanya sedikit
sekali setelah operasi, tetapi selanjutnya jika tidak ada komplikasi akan tetap pada
nilai normal (Gambar 2.1).
Energi yang dipakai selama aktivitas fisik turun sampai ke tingkat rendah
(kira-kira 1 kcal/kg/hari) selama 4 hari pertama pasca bedah dan oleh karena itu
selama periode ini, kebutuhan energi total sangat menurun; dari 26 kcal/kg/hari
menjadi 22 kcal/kg/hari. Menjelang akhir mingu pertama pasca bedah, activity
energy expenditure (AEE) naik dua kali lipat dan pada akhir minggu kedua, total
energy expenditure (TEE) mendekati nilai normal (25 kcal/kg/hari), dan pada saat
ini pasien sudah cukup makan untuk mendekati imbang energi (Gambar 2.2).
Setelah keluar dari rumah sakit, napsu makan membaik dan imbang energi positif
dicapai dengan penimbunana lemak dan protein. Lemak, protein dan berat badan
kembali normal.
BAGIAN III
BERAT BADAN
Setelah operasi tanpa-komplikasi berat badan turun 3 kg. Penurunan berat badan
mencapai maksimum menjelang akhir minggu kedua pasca bedah. Selanjutnya berat
badan berangsur-angsur naik (Gambar 2.3). Pada 3 bulan pasca operasi, kehilangan
berat badan pada periode pasca operasi telah memulih, namun pada mereka yang
sebelum operasi sudah mengalami defisit, peningkatan berat badan terus berlanjut
sampai nilai normal dicapai-biasanya memakan waktu sampai 6 bulan dan kadang-
kadang bisa sampai satu tahun. Banyak pasien yang berat badannya melonjak lebih
dari sebelum operasi, dan setelah satu tahun kelebihan 2-3 kg. Kelebihan berat
badan ini disebabkan penimbunan lemak dan keadaan ini diistilahkan-
posttraumatic obesity.
KOMPOSISI JARINGAN DARI PERUBAHAN BERAT BADAN
Penurunan berat badan pasca bedah diakibatkan oksidasi lemak dan pemecahan
protein untuk memasok energi dan asam amino selama 2 minggu pertama pasca
bedah. Gambar 2.4, 2.5 dan 2.6 memperlihatkan bagaimana 3000 gr berat badan
yang hilang selama 2 minggu pertama pasca operasi terdiri atas 1400 gr lemak, 600
gr protein dan 1000 gr air.
LemakKebanyakan lemak yang hilang terjadi dalam beberapa hari pertama pasca
bedah ketika defisit energi
adalah maksimal-paling sedikit satu kg hilang dalam minggu pertama (Gambar 2.4).
Setelah 2 atau 3 bulan, ketika pasien sudah sehat dan cadangan protein sudah terisi,
penambahan lemak mencapai maksimum. Post-traumatic obesity terjadi bila
penimbunan lemak berlanjut akibat terusnya imbang energi positif. Ahli bedah
harus mengingatkan pasiennya tentang masalah ini dan mendorong olah raga dan
mengendalikan napsu makan.
ProteinKatabolisme protein terjadi selama 2 minggu pasca bedah dengan
kehilangan total kira-kira 600 gr (6% protein tubuh) (Gambar 2.5).
Durasi dan tingkat kehilangan protein tubuh ini merupakan fungsi cadangan
protein tubuh (Lebih besar cadangan protein, lebih besar kehilangannya) tanpa
tergantung apakah pasien mengalami deplesi protein sebelum pembedahan (pasien
yang telah deplesi mengalami lebih sedikit kehilangan protein tubuh).
Kehilangan protein akan lebih besar pada periode pasca bedah dini jika
regimen cairan tidak mengandung dekstrosa. Infus 130-150 gr dekstrosa per hari
menghasilkan penurunan ekskresi nitrogen urin sebesar 40% (Craig dkk 1977,
Swaminathan dkk 1980)
AirSelama minggu pertama pasca bedah ketika kadar hormon antidiuretik tinggi,
terjadi retensi air walaupun dokter bedah berusaha memperhatikan imbang air
(Gambar 2.6).
Pada periode yang sama 1100 gr lemak dioksidasi. Karena setiap 1000 gr lemak
yang dioksidasi sempurna menghasilkan 1000 ml air bebas, oksidasi 1100 gr
menghasilkan 1100 ml, sehingga total mendekati 2,5 L (1200+120+1100) air
endogen. Karena kadar ADH tinggi pada masa pasca bedah, air endogen ini tidak
diekskresikan secara normal, sehingga menyebabkan imbang air positif,
meningkatnya hidrasi tubuh dan hipotonisitas. Tonisitas kembali ke normal
menjelang akhir minggu pertama pasca bedah. Oliguria serta retensi garam dan air
yang terjadi selama beberapa hari pasca bedah juga berkaitan dengan tingginya
aktivitas aldosteron, dan mungkin disebabkan sebagian oleh menurunnya aktivitas
atrial natriuretic peptide. Perubahan tonus vaskuler yang berhubungan dengan
ventilasi tekanan positif mengurangi alir balik vena ke jantung kanan, dan sebagai
akibatnya bisa mengurangi sekresi hormon ini.
BAGIAN IV
Salah satu efek yang paling tak menyenangkan dari pembedahan adalah
perasaan letih mental dan fisik. Dalam suatu kajian 84 pasien (37 pria, 47 wanita,
usia rata-rata 54 18 tahun) yang menjalani operasi mayor saluran cerna
(Schroeder & Hill, 1992) kami mendapatkan banyak pasien mengeluh letih sebelum
operasi dan menjadi lebih letih setelahnya (Gambar 2.7).
Satu bulan setelah operasi kebanyakan pasien telah merasa mendingan dan
menjelang 3 bulan rasa letih menghilang. Akan tetapi segelintir pasien, khususnya
yang penurunan berat badan paling mencolok pada periode pasca bedah merasakan
letih paling berat dan juga paling lama. Hal serupa dilaporkan sebelumnya
(Christiansen & Kehlet 1984).
Fungsi otot rangka juga berubah setelah operasi dan kami mendapatkan
bahwa pola memburuknya fungsi ini serupa dengan rasa letih (Gambar 2.7). Ada
kemungkinan letih pasca operasi adalah karena berkurangnya massa otot yang
memiliki dampak buruk terhadap fungsi otot, sehingga ini merupakan keletihan
fisik. Sayangnya, yang dijumpai adalah lebih kompleks dari ini.
Sebagai kesimpulan, rasa letih yang dialami setelah operasi tidak begitu
menjadi masalah bagi mereka yang merasa segar sebelum operasi. Mereka yang
sebelum operasi sudah merasa lemah, usia lanjut dan mengidap kanker adalah
mereka yang cenderung mengeluh lelah berkepanjangan setelah operasi.
BAGIAN V
FASE KONVALESEN
Empat fase Moore adalah injury phase, turning point phase, gain in muscle strength
phase dan phase of fat gain.
Pada Gambar 2.7 bisa dilihat bagaimana keempat fase ini secara lengkap
melukiskan proses trauma bedah dan konvalesensi dipandang dari segi komposisi
tubuh, fungsi fisiologis dan letih pasca bedah. Pada gambar yang sama ebb phase
dan flow phase dari Cuthbertson juga diperlihatkan. Pada bedah mayor elektif, ebb
phase terlalu singkat untuk digambarkan.
INJURY PHASE
Pasien
Injury phase dari Moore mencakup tidak hanya ebb phase yang diceritakan
sebelumnya melainkan juga bagian dari flow phase. Fase ini berlangsung selama 4
hari pasca bedah. Ini diawali dengan fase tingginya aktivitas katekolamin dan
adrenokortikoid. Ini merupakan fase di mana defisit energi maksimal dan oksidasi
protein dan lemak juga maksimal. Laju sintesis protein sama atau berkurang,
sedangkan katabolisme protein meningkat.
Luka
Jadi ahli bedah harus memperhatikan penutupan luka pada mereka yang
kurang makan pada saat-saat menjelang operasi. Walaupun defisiensi zinc cukup
mengganggu penyembuhan luka, ini jarang dijumpai pada pasien-pasien bedah
elektif. Difisiensi vitamin C lebih sering, bisa sampai 25% pada pasien bedah elektif
(Hill dkk 1977). Efek bisa menonjol; walaupun jaringan granulasi terbentuk pada
daerah luka, fibroblas kurang orientasi dan akibat defisiensi fosfatase, pembentukan
kolagen tidak terjadi.
Pasien
Pada saat inilah hasrat untuk bangun terhambat oleh rasa letih dan pasien
segera kembali ke tempat tidur. Napsu makan dan minum mulai muncul (Gambar
2.8). Pasien mulai merasa lebih segar dan kekuatan otot membaik. Fungsi endokrin
telah kembali normal walaupun katabolisme protein terus berlanjut. Karena
sekarang aktivitas endokrin telah mereda, antara hari ke 3 dan ke 5 terjadi diuresis.
Kehilangan protein dalam urin lebih sedikit jika defisit kalium intraseluler diisi.
Hipotonisitas sementara (akibat hiponatremia kembali normal dan volume
ekstrasel yang ekspansi kembali normal. AEE (activity energy expenditure)
menigkat selama fase tititk balik ini, namun karena asupan masih kurang dari
normal (Gambar 2.8) defisit energi berlangsung dengan diimbangi katabolisme
lemak dan protein. Kunci keberhasilan pada stadium ini adalah meningkatkan
asupan nutrisi.
Luka
Biasanya luka sangat nyeri tekan walaupun tidak merah. Pinggir-pinggir luka sudah
merapat kuat, tetapi bisa dilepas dengan tarikan kuat. Gambaran mikroskopik
memperlihatkan kuatnya aktivitas fibroblas dan benang-benang kolagen sedang
terbentuk. Menjelang hari ke 7 pasca bedah, jahitan bisa dilepas karena kelenturan
yang meningkat ini. Anastomosis usus pada stadium ini mulai berfungsi, tetapi
rusaknya anastomosis atau luka menunjukkan kegagalan untuk mendapatkan
kekuatan lentur
MUSCULAR STRENGTH PHASE
Pasien
Luka
Kandungan kolagen luka mencapai maksimum. Pada perabaan terasa tebal dan
menonjol dan garis putih halus yang diamati segera setelah operasi sekarang sudah
lebih kasar dan kemerahan. Kekuatan lentur semakin bertambah namun dengan
persilangan serabut kolagen dan dengan remodeling kolagen baru secara lisis dan
resintesis.
Pasien
Periode akhir dari masa konvalesensi adalah penambahan berat badan karena
penimbunan lemak tubuh dan struktur penyokongnya. Ini terjadi karena imbang
energi positif terus berlanjut di mana asupan lebih besar dari yang digunakan untuk
kerja dan panas. Protein yang diperoleh bersama dengan lemak diduga sebagai
struktur yang mendukung jaringan adiposa, karena sedikit perubahan air tubuh
total bahkan sampai satu tahun setelah operasi. Pada fase ini, pasien sudah kembali
ke aktivitas normal.
Luka
Pada saat ini jaringan parut bisa teregang atau berkontraksi. Defisiensi vitamin C
pada stadium ini memiliki efek buruk terhadap pembentukan kolagen dan parut
bisa membuka kembali jika defisiensi berat.
BAGIAN VI
Ahli Bedah
Derajat cedera, jumlah jaringan nekrotik yang ditimbulkan dan ada tidaknya
infeksi mempengaruhi pelepasan sitokin adalah hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dokter untuk menetapkan tujuan dan strategi pembedahan. Tujuannya adalah
menghindari sitokin dalam sirkulasi. Prosedur yang paling sedikit merusak, paling
sedikit kontaminasi dan berhati-hati adalah cara untuk menghindari ini. Strategi-
strategi tersebut mencakup, pemaparan (exposure) yang baik, diseksi tajam
sepanjang bidang anatomis, hemostasis seksama, aposisi jaringan yang akurat dan
jahitan yang rapih tanpa strangulasi.
Ahli anestesi
Analgesia
Nyeri pasca operasi tidak memiliki fungsi yang berguna dan jika tidak
dikendalikan dengan memadai akan berdampak buruk terhadap fungsi pernapasan,
kebutuhan intrakardiak, mengurangi motilitas usus, dan menginduksi spasme otot
rangka yang selanjutnya menghambat mobilisasi. Jika anestesia regional telah
digunakan, ini harus diteruskan sepanjang operasi dan mungkin diteruskan selama
24-48 jam.
Setelah beberapa jam, kebocoran kapiler akan berhenti dan cairan perlahan-
lahan dimobilisasi dari perifer ke ruang vaskuler, disusul diuresis. Pada titik ini,
cairan harus beralih ke rumatan.
Energi dan protein yang dipasok melalui enteral atau parenteral bisa
mencegah kehilangan protein setelah operasi mayor tanpa-komplikasi. Sayang tidak
jelas ada manfaat dini atau lanjut dari pencegahan kehilangan protein walaupun
beberapa ahli memberi kesan bahwa diet enteral memiliki tempat dalam
mengurangi komplikasi pasca bedah (Bower 1990a, Yeung dkk 1979b).
Apakah bisa dilakukan sesuatu untuk membatasi rasa letih pasca operasi?
Nutrisi pasca bedah yang cukup untuk menghapus kehilangan protein belum
dibuktikan mengurangi rasa letih pasca operasi. Di lain pihak, rasa letih ini minimal
pada mereka yang bugar sebelum menjalani operasi.
Bagian VII